Upload
trinhkhue
View
249
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
MANAJEMEN PRODUKSI IKAN TERI NASI
DI CV. SUMBER REJEKI INDRAMAYU
SEFITIANA WULAN SARI
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Produksi Ikan
Teri Nasi di CV. Sumber Rejeki Indramayu adalah karya saya sendiri dengan
arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Sefitiana Wulan Sari
C44080085
ABSTRAK
SEFITIANA WULAN SARI, C44080085. Manajemen Produksi Ikan Teri Nasi
di CV. Sumber Rejeki Indramayu. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan
RETNO MUNINGGAR.
Indramayu merupakan daerah penghasil ikan teri nasi yang cukup besar di Jawa
Barat. Ikan teri nasi memiliki nilai jual yang tinggi karena merupakan ikan
ekspor, sehingga banyak bermunculan perusahaan pengolahan ikan teri di
Kabupaten Indramayu, salah satunya adalah CV. Sumber Rejeki. Tujuan dari
penelitian ini untuk membandingkan praktis dan teoritis manajemen usaha ikan
teri nasi di CV. Sumber Rejeki yang meliputi: 1) manajemen bahan baku; 2)
manajemen produksi ikan teri nasi mulai dari tahap pengolahan sampai dengan
tahap pemasaran; dan 3) manajemen mutu produk ikan teri nasi kering. Metode
yang digunakan untuk antara lain adalah analisis teknis dan deskriptif, analisis
klasifikasi pola produksi, serta analisis mutu menggunkaan peta kendali p. Teknik
pengumpulan data menggunakan snowball sampling dengan cara pengamatan dan
wawancara terhadap sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen
bahan baku di CV. Sumber Rejeki belum baik karena kurangnya pengawasan
terhadap bahan baku. Perbedaan harga ikan teri nasi antara nelayan dan bakul Rp
1.000 hingga RP 2.000. Proses pengolahan ikan teri nasi pada umumnya terdiri
dari dua proses yang akan terbagi menjadi proses-proses yang lebih rinci,
sedangkan dalam pemasaran produk ekspor, CV. Sumber Rejeki bekerja sama
dengan perusahaan pengekspor. Produk chirimen adalah produk ikan teri nasi
ekspor yang memiliki standar mutu tersendiri, berdasarkan analisis mutu, maka
mutu produk ikan teri nasi CV. Sumber Rejeki berada pada batas luar kendali
(tidak terkontrol). Penjualan produk CV. Sumber Rejeki pada tahun 2011 adalah
80% (222.525 kg) merupakan produk domestik dan 20% (55.072 kg) produk
ekspor.
Kata kunci: bahan baku, produksi, teri nasi, Indramayu.
ABSTRACT
SEFITIANA WULAN SARI, C44080085. Management of Anchovy Production
at CV. Sumber Rejeki Indramayu. Superviced by TRI WIJI NURANI and
RETNO MUNINGGAR.
Indramayu is the big anchovy producer in West Java. Anchovy has high selling
price fish export, so it caused a lot of processing anchovy companies springing up
in Indramayu, one of the company is CV. Sumber Rejeki. So the purposes of this
research is to compare practical and theoretical management business of anchovy
in CV. Sumber Rejeki, which includes: 1) find out the management of the
anchovy raw material; 2) review management production of anchovies start from
processing until marketing; and 3) assessing quality management anchovy’s dry
products. The methods which used are technical and descriptive analysis, analysis
of the classification of production pattern, and quality control analysis using
quality control p chart. Collecting data used techniques snowball sampling by
observations and an interview with samples. The result showed that the
management of raw materials in CV. Sumber Rejeki has not been good for lack of
control on raw material. The difference in price anchovy between fishermen and
the suppliers is Rp 1.000 up to Rp 2.000. Processing anchovy in general are
consisting of two processes that will be divided into the processes that more
detail, meanwhile in the marketing export products, CV. Sumber Rejeki cooperate
with exporting company. Chirimen product is having quality standard, based on
quality analysis, quality of anchovies product by CV. Sumber Rejeki is
uncontrolled. They sale 80% (222.525 kg) domestic products and 20% (55.072
kg) export products.
Key words: raw material, production, anchovy, Indramayu.
© Hak Cipta IPB, Tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
MANAJEMEN PRODUKSI IKAN TERI NASI
DI CV. SUMBER REJEKI INDRAMAYU
SEFITIANA WULAN SARI
C44080085
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Penelitian : Manajemen Produksi Ikan Teri Nasi di CV. Sumber Rejeki
Indramayu
Nama : Sefitiana Wulan Sari
NRP : C44080085
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
Dr.Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. Retno Muninggar, S.Pi., ME
NIP 19650624 198903 2 002 NIP 19780718 200501 2 002
Diketahui
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.
NIP 19621233 198703 1 001
Tanggal sidang : 16 Juli 2012 Tanggal lulus :
PRAKATA
Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana
pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan di Kabupaten Indramayu pada bulan Maret hingga April 2012 ini
adalah Manajemen Produksi Ikan Teri Nasi di CV. Sumber Rejeki Indramayu.
Penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan manajemen terpadu produksi ikan
teri nasi yang efektif dan efisien.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1) Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. sebagai ketua pembimbing dan Retno
Muninggar, S.Pi, ME sebagai anggota pembimbing yang telah membantu dan
memberikan arahan;
2) H. Ikhwan, pemiliki CV. Sumber Rejeki Indramayu;
3) Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji dan komisi pendidikan
Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si yang telah memberikan saran;
4) Orangtua saya (H. Carmin Iswahyudi dan Hj. Ena’ah) atas cinta, kasih sayang,
doa dan dukungan kepada penulis;
5) Adik-adik (Vicianty Meista Sari dan Tyalintika Angelinrizki Sari) serta Abang
(Noviandi Herlingga) atas semangat, dukungan dan doa untuk penulis;
6) Sahabat, teman dan PSP 45 atas dukungan dan kebersamaannya;
7) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Juli 2012
Sefitiana Wulan Sari
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 5
September 1989 dari pasangan H. Carmin Iswahyudi dan
Hj. Ena’ah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Negeri 11, Bandung pada
tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN dan
terdaftar menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Program
Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap.
Selama berkuliah, penulis menjadi staf divisi PMB (Pengembangan Minat
dan Bakat) di HIMAFARIN pada periode 2010-2011. Penulis melakukan
penelitan dan menyusun skripsi dengan judul “Manajemen Produksi Ikan Teri
Nasi di CV. Sumber Rejeki Indramayu” untuk memperoleh gelar Sarjana
Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap,
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Penulis melakukan ujian akhir
sarjana pada tanggal 16 Juli 2012.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................................... vi
DAFTAR GAMABAR............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ viii
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................ 3
1.3 Manfaat Penelitian.......................................................................................... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teri Nasi......................................................................................................... 4
2.1.1 Morfologi dan klasifikasi ikan teri........................................................ 4
2.1.2 Tingkah laku dan makanan ikan teri..................................................... 6
2.1.3 Habitat dan penyebaran ikan teri…………………………………….. 7
2.1.4 Produksi penangkapan……………………………………………….. 7
2.2 Deskripsi Produk............................................................................................ 8
2.2.1 Produk ikan teri nasi segar.................................................................... 8
2.2.2 Produk ikan teri nasi kering.................................................................. 8
2.3 Manajemen Produksi...................................................................................... 9
2.3.1 Proses produksi...................................................................................... 11
2.3.2 Strategi produksi.................................................................................... 12
2.3.3 Proses produksi ikan teri nasi kering..................................................... 13
2.4 Aspek Teknologi Penangkapan...................................................................... 14
2.4.1 Kapal penangkapan teri......................................................................... 14
2.4.2 Alat penangkapan teri............................................................................ 15
2.4.3 Nelayan.................................................................................................. 16
2.5 Teknologi Penangkapan dan Pengolahan....................................................... 16
2.5.1 Penanganan (Handling)......................................................................... 16
2.5.2 Pengolahan ........................................................................................... 17
2.6 Pengawetan dan Penggaraman....................................................................... 18
2.6.1 Penggaraman......................................................................................... 18
2.6.2 Pengeringan .......................................................................................... 20
2.7 Mutu .............................................................................................................. 21
2.8 Pemasaran....................................................................................................... 22
2.9 Produksi Teri di Kabupaten Indramayu......................................................... 22
3 METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................ 24
3.2 Peralatan......................................................................................................... 24
3.3 Metode Pengambilan Data............................................................................. 24
3.4 Metode Analisis Data..................................................................................... 26
3.5.1 Analisis deskriptif................................................................................. 26
3.5.2 Analisis teknis........................................................................................ 26
3.5.2 Analsis klasifikasi pola produksi........................................................... 26
3.5.3 Analisis mutu......................................................................................... 27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Perusahaaan.......................................................................... 30
4.1.1 Sejarah perusahaan................................................................................ 30
4.1.2 Lokasi.................................................................................................... 30
4.1.3 Fasilitas dan sarana perusahaan............................................................. 31
4.2 Manajemen Bahan Baku................................................................................ 38
4.2.1 Pengadaan bahan baku.......................................................................... 38
4.2.2 Manajemen penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu....... 41
4.3 Manajemen Produksi...................................................................................... 48
4.3.1 Proses timbang 1................................................................................... 50
4.3.2 Receiving............................................................................................... 51
4.3.3 Proses 1................................................................................................. 51
4.3.4 Proses 2................................................................................................. 56
4.3.5 Penyimpanan......................................................................................... 60
4.4 Manajemen Mutu........................................................................................... 61
4.4.1 Sumber bahan baku.............................................................................. 62
4.4.2 Penanganan bahan baku....................................................................... 63
4.5 Manajemen Pemasaran................................................................................... 68
4.6 Pembahasan.................................................................................................... 71
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan.................................................................................................... 77
5.2 Saran.............................................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 79
LAMPIRAN............................................................................................................. 83
v
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Volume ekspor ikan teri Indonesia tahun 2006-2010...…….……...………… .. 2
2 Kandungan gizi teri segar dan olahan ………………………………………. ... 9
3 Data produksi teri di Kabupaten Indramayu selama periode tahun
2007 – 2011......................................................................................................... 23
4 Contoh tabel untuk pencatatan peta kendali p……………………………….. .. 29
5 Data produksi ikan teri di ppi dadap tahun 2007-2011……………………. ...... 31
6 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Indramayu tahun 2008............... ... 40
7 Standar mutu produk teri nasi chirimen…………………………………… ..... . 65
8 Data produksi teri nasi cv. sumber rejeki tahun2011 yang digunakan
untuk perhitungan analisis peta kendali p……………………………….. . …… 67
9 Data realisasi penjualan ikan teri nasi asin (domestik) dan ikan teri nasi
kering (ekspor) CV. Sumber Rejeki, tahun 2011 ………….…………………. . 71
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Ikan teri nasi…..……………………………………………………………… 5
2 Sistem proses produksi ……………………………………………………… . 9
3 Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang ………….................... ... 16
4 Blong wadah ikan teri nasi …………………………………………………… 33
5 Boks fiber tempat ikan teri nasi ………………….…………………………… 33
6 Irig tempat ikan teri nasi ……………………………………………………… 33
7 Timbangan duduk dan timbangan gantung ikan teri nasi…………………… .. 34
8 Bak pencucian ikan teri nasi………………………………………………… .. 34
9 Kerangka penirisan ikan teri nasi……………………………………………. .. 35
10 Bak perebusan ikan teri nasi rebus……………..……. ........ ………………….. 35
11 Sanoko tempat menjemur ikan teri nasi ……………………………………... . 36
12 Rak penjemuran ikan teri nasi ……………………………………………...... . 36
13 Cold storage penyimpanan ikan teri nasi………………………………........... 36
14 Alat yang digunakan mendistribusikan ikan teri nasi ………………………. .. 37
15 Tempat penyimpanan irig wadah ikan teri nasi………………………………. 37
16 Distribusi pemasaran ikan teri nasi berdasarkan mutu………………………... 41
17 Jumlah total produksi teri nasi (catch) tahun 2007–2011 di Kabupaten
Indramayu …………… ..................................................................................... 47
18 Pola musim penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu .................... 47
19 Diagram alir proses pengolahan produk teri nasi kering chirimen dan
produk teri nasi asin di CV. Sumber Rejeki………….………………….......... 61
20 Pemisahan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki berdasarkan mutu…………… 63
21 Peta kendali p mutu produk ikan teri nasi CV. Sumber Rejeki, Indramayu
yang dibuat berdasarkan data yang ditunjukan pada Tabel 8…………… ........ 66
22 Rantai pemasaran ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu………………….. ... 69
23 Diagram pemasaran produk chirimen di CV. Sumber Rejeki………………… 70
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta lokasi penelitian……….....………………………..................................... 83
2 Layout di unit pengolahan CV. Sumber Rejeki Indramayu…………………… 84
3 Gambar kapal payang dan mesin yang digunkaan nelayan teri nasi di
Kabupaten Indramayu..………………………...…………………………….... 85
4 Desain alat tangkap payang teri di Kabupaten Indramayu................................. 86
5 Perhitungan konsumsi solar pada payang teri..………………………………… 87
6 Gambar kondisi ikan teri nasi sesaat setelah didaratkan.................................... 88
7 Proses pengolahan ikan teri nasi......................................................................... 89
viii
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai sumberdaya perikanan
laut yang cukup besar. Produksi sumber daya ikan di laut Indonesia merurut KKP
(2010), meningkat rata-rata 2,87% per tahun, yaitu dari 3.807.191 ton pada tahun
2000 menjadi 5.039.446 ton pada tahun 2010. Salah satu produksi perikanan laut
yang meningkat cukup tajam adalah ikan teri, dalam periode 2000-2010
peningkatannya hingga sekitar 11,89% (KKP, 2010).
Perikanan, seperti halnya sektor ekonomi yang lain, merupakan salah satu
aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi
2006). Salah satu produksi perikanan tersebut adalah ikan teri. Ikan teri ini telah
banyak memberikan kontribusi bagi perekonomian masyarakat perikanan tangkap,
karena selain cukup mudah dalam operasi penangkapannya, dalam pengolahan
dan penjualannya pun cukup mudah serta harga penjualannya yang cukup tinggi.
Tinggi atau rendahnya harga ikan teri ini bergantung dari cara pengolahannya
untuk menjaga mutu. Teri merupakan salah satu komoditas yang berperan penting
dalam kehidupan manusia. Ikan teri adalah salah satu produk perikanan pelagis
yang mempunyai nilai ekonomis penting untuk konsumsi domestik atau ekspor.
Selain lezat, teri juga mengandung nilai gizi yang tinggi dengan kandungan
protein dan kalsium yang relatif besar. Namun, sifatnya yang mudah rusak
(perishable commodity) karena ukuran tubuh ikan teri yang kecil menuntut untuk
ditangani dengan baik agar harga jual ikan teri tersebut tinggi. Proses
pembusukan pada ikan tidak mungkin dihindari, tetapi hanya bisa dihambat.
Salah satu caranya adalah dengan menekan pertumbuhan mikroba-mikroba
pembusuk yang dapat dilakukan dengan membuat kondisi lingkungan yang tidak
sesuai untuk pertumbuhannya.
Proses pengeringan ikan teri asin akan mengurangi kadar air dalam tubuh ikan
dan menjadi faktor penghambat pertumbuhan mikroba. Menurut Huss (1994),
pengasinan adalah suatu proses pengolahan ikan dengan cara memberikan garam,
sehingga mempunyai kandungan garam sangat tinggi yang kemudian dikeringkan.
Pengolahan ikan teri nasi asin ini dengan cara penggaraman atau yang biasa
2
disebut pengasinan. Cara tersebut merupakan cara dalam pengolahan ikan teri nasi
asin yang dipasarkan di pasar lokal atau dalam negeri.
Cara lain untuk mencegah turunnya mutu ikan teri nasi tersebut dengan
mengolah ikan teri nasi menjadi produk ikan teri nasi kering atau yang biasa
disebut ikan teri nasi chirimen, yang dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Produk
chirimen membutuhkan penanganan dan pengolahan yang khusus agar mutu
produk chirimen tetap terjaga. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen dalam
mengolah ikan teri nasi, sehingga harga jualnya tetap tinggi.
Pemenuhan terhadap standar mutu internasional yang stabil akan
meningkatkan kepercayaan luar negeri terhadap mutu suatu produk yang pada
akhirnya mampu memberikan sumbangan bagi devisa negara, karena teri
merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia (Wahyuni 1999). Ikan
teri dari Indonesia telah banyak diekspor ke beberapa negara, seperti Jepang,
Cina, Hongkong, Taiwan, Filipina, Malaysia, Singapura dan juga Amerika.
Menurut KKP (2010), volume ekspor ikan teri Indonesia tiap tahun mengalami
peningkatan, pada tahun 2007-2008 kenaikannya mencapai 88,85%. Tahun 2009
nilai volume ekspor ikan teri Indonesia sebesar 8.477.445 US$ sedangkan pada
tahun 2010 12.136.288 US$.
Tabel 1 Volume ekspor ikan teri Indonesia tahun 2006-2010
Tahun Produksi (Kg)
2006 3.512.670
2007 3.731.355
2008 7.046.722
2009 1.367.371
2010 2.318.288
Sumber: KKP (2010)
Ikan teri nasi merupakan sumber daya neritik, karena penyebarannya
terutama adalah di perairan dekat pantai. Sedangkan menurut Dahuri (2003) vide
Supriyadi (2008), ikan teri nasi (Stolephorus comerrsonii) adalah sumber daya
ikan pelagis kecil yang memiliki arti ekonomis penting bagi perikanan Indonesia
selain ikan layang (Decapterus spp.), selar (Selaroides spp.), japuh (Dussumieria
spp.), tembang (Sardinella fimbriata), lemuru (Sardinella longiceps), dan
kembung (Rastrelliger spp.). Sumber daya ikan termasuk kedalam kelompok
3
sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable resources) yang
regenerasinya tergantung pada kelangsungan proses biologi (reproduksi).
Perairan Kabupaten Indramayu merupakan perairan yang subur dan
memiliki potensi sumber daya perikanan yang cukup besar. Salah satu sumber
daya perikanan yang ada di perairan ini adalah ikan teri nasi. Perairan Kabupaten
Indramayu merupakan tempat penangkapan ikan teri nasi yang cukup besar di
Jawa Barat, dengan nilai produksi hasil tangkapan ikan teri Rp. 111.065.842
(KKP, 2010).
Salah satu perusahaan pengolah teri nasi adalah CV. Sumber Rejeki.
Perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Indramayu ini memiliki kualitas
produksi yang cukup diperhitungkan diantara perusahaan yang sama di Kabupaten
Indramayu. CV. Sumber Rejeki memproduksi ikan teri nasi untuk tujuan ekspor
yang biasa disebut ikan teri nasi (chirimen) dan juga ikan teri nasi untuk tujuan
lokal seperti ikan teri nasi asin. Penelitian dikhususkan untuk membandingkan
praktis dan teoritis usaha ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki.
1.2 Tujuan Penelitian
Membandingkan praktis dan teoritis manajemen usaha ikan teri nasi di
CV. Sumber Rejeki yang meliputi:
1) manajemen bahan baku (ikan teri nasi) di CV. Sumber Rejeki
2) manajemen produksi ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki Indramayu mulai
dari tahap pengolahan sampai dengan tahap pemasaran; dan
3) manajemen mutu produk ikan teri nasi kering.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
membuka wawasan untuk mahasiswa mengenai kegiatan manajemen terpadu
produksi ikan teri nasi kering pada suatu daerah. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kabupaten Indramayu umumnya dan
CV. Sumber Rejeki khususnya dalam upaya peningkatan produktivitas, sehingga
produksi dapat dilakukan lebih efektif.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teri Nasi
Ikan teri nasi merupakan ikan ekonomis penting jenis pelagis kecil yang
sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Sedikitnya terdapat sembilan jenis
ikan teri yang tersebar di seluruh perairan Indonesia (Nontji 2005). Salah satu
jenis ikan teri adalah teri nasi (Stolephorus commerrsoni) (Saanin 1984).
Teri banyak ditangkap karena mempunyai arti penting sebagai bahan
makanan yang dapat dimanfaatkan baik sebagai ikan segar maupun ikan kering
(Nontji 2005). Ikan teri nasi merupakan sumber protein dan kalsium yang penting
bagi rakyat Indonesia. Kandungan gizi teri segar per 100 gram meliputi energi 77
Kkal; protein l6 gr; lemak 1.0 gr; kalsium 500 mg; fosfor 500 mg; besi 1.0 mg;
Vitamin A RE 47; dan Vit B 0.05 mg (Enoch 1973 vide Syaifudin et al. 2008).
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan tertinggi dari ikan
teri nasi adalah protein, yaitu dalam 100 gram ikan teri terdapat 16 gram protein.
Jumlah protein dalam ikan teri nasi dapat menggantikan jumlah protein yang
terkandung dalam telur, susu dan beberapa daging hewani, dalam hal ini dengan
mengacu pada jumlah perbandingan tiap bahan yang sama.
Selain dikonsumsi, manfaat lainnya adalah sebagai umpan hidup untuk
menangkap ikan cakalang di Indonesia pada perikanan huhate. Hal tersebut
menggambarkan betapa pentingnya ikan teri nasi bagi perikanan Indonesia. Oleh
karena itu, maka informasi biologi, seperti morfologi, tingkah laku, habitat dan
penyebaran ikan teri nasi sangat diperlukan sebagai landasan bagi upaya
penangkapannya.
2.1.1 Morfologi dan klasifikasi ikan teri
Klasifikasi lengkap ikan teri nasi menurut Saanin (1984) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
5
Ordo : Malacopterygii
Famili : Clopeidae
Subfamili : Engraulidae
Genus : Stolephorus
Spesies : Stolephorus commersonii
Sumber : http://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php 2011
Gambar 1 Ikan teri nasi
Ikan teri dikenal juga sebagai anchovy, umumnya berukuran kecil antara
6-9 cm, tetapi ada juga yang berukuran besar misalnya Stolephorus commersonnii
dan Stolephorus indicus yang panjangnya dapat mencapai 17,5 cm. Ikan ini
umumnya menghuni perairan dekat pantai dan estuaria, hidup bergerombol
(Hutomo et al. 1987).
Ikan teri nasi memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga dapat
dibedakan dari marga-marga anggota Engraulinae. Ciri-ciri tersebut yaitu,
memiliki sirip ekor (caudal) cagak dan tidak bersambung dengan sirip dubur
(anal) serta duri abdominal hanya terdapat antara sirip pektoral dan ventral yang
berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak berwarna atau kemerah-
merahan. Ikan teri mempunyai bentuk tubuh bulat memanjang (fusiform) dan
termampat samping (compressed) dengan sisik-sisik berukuran kecil dan tipis
serta mudah lepas, bagian samping tubuhnya terdapat garis putih keperakan
seperti selempang yang memanjang dari kepala sampai ekor. Tulang atas rahang
memanjang mencapai celah insang. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal,
sebagian atau seluruhnya terletak di belakang anus pendek dengan jari-jari lemah
sekitar 16-23 buah (Hutomo et al. 1987).
6
Teri nasi sangat mudah dibedakan dengan jenis teri lainnya, karena
warnanya putih transparan dan ukurannya lebih kecil. Sedangkan teri, warnanya
putih transparan, ukurannya jauh lebih besar dari teri nasi, warna abdomen
keperakan (silvery colour), kepala lebih pendek dibandingkan teri merah, dengan
selempang lateral relatif lebih kecil. Ikan teri merah mempunyai ukuran lebih
besar dari teri nasi, kepala lebih pendek dibandingkan teri putih, warna daging
agak kemerahan, selempang perak lateral lebih tebal, bagian abdomen berwarna
keperakan. Pemberian nama teri hitam oleh nelayan dan pengepul adalah karena
warnanya yang relatif lebih kotor dibandingkan teri merah dan teri putih. Dalam
hasil tangkapan, ikan teri hitam mudah diidentifikasi dari warna daging yang lebih
kotor dibanding teri merah, kepala panjang menyerupai teri merah, serta
ukurannya yang lebih besar dibanding teri nasi (Setyohadi et al. 2001).
Supriyadi (2008) menyatakan bahwa, nama ilmiah (Scientific name) untuk
jenis ikan teri nasi (berdasarkan cirri morfologis, dan morfometri) masih belum
diidentifikasi tuntas. Hal ini disebabkan oleh kecilnya ukuran ikan, sampel sangat
mudah rusak, serta petunjuk dari identifikasi belum pernah disinggung ciri yang
sesuai dengan ikan tersebut (Setyohadi et al. 2001). Tumulyadi et al. (2000)
mengidentifikasi ikan teri nasi sebagai Stolephorus devisi. Sedangkan menurut
Nontji (2005) larva ikan teri yang masih kecil dan transparan biasa disebut
sebagai ikan teri nasi.
2.1.2 Tingkah laku dan makanan ikan teri
Ikan teri jenis Stolephorus indicus dan Stolephorus commersonii memiliki
tubuh yang berukuran relatif lebih besar daripada jenis lainnya ini memiliki sifat
lebih soliter, karenanya tertangkap nelayan dalam jumlah kecil. Meski demikian,
ikan teri jenis lainnya hidup dalam gerombolan, terutama jenis yang berukuran
kecil, yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor. Ikan teri yang berkelompok
(schooling) memiliki respon yang positif terhadap cahaya, namun ikan teri
memiliki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi yang berupa gerakan yang berasal
dari luar (Hutumo et al. 1987).
Delsman (1931) vide Hutomo (1987) mengatakan bahwa, jenis-jenis
Stolephorus berkelamin terpisah, ada yang jantan dan ada yang betina. Ikan teri
di Laut Jawa memijah pada malam hari dan pada malam hari berikutnya menetas
7
dan keluar larvanya. Puncak-puncak pemijahan Stolephorus ini ternyata
bersamaan dengan perubahan musim, dari musim barat laut ke musim tenggara
antara bulan April dan Mei dan sebaliknya antara Desember ke Januari (Dalzell &
Wankowski 1980 vide Hutomo et al. 1987).
Harndenberg (1934) vide Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa
makanan ikan teri umumnya terdiri dari organisme pelagik, meskipun
komposisinya berbeda untuk masing-masing spesies. Jenis-jenis yang berukuran
kecil seperti Stolephorus devisi dan Stolephorus heterolobus terutama memangsa
krustae kecil seperti Copepoda.
2.1.3 Habitat dan penyebaran ikan teri
Ikan teri bersifat pelagik dan menghuni perairan pesisir dan estuaria, tetapi
beberapa jenis dapat hidup pada salinitas rendah antara 10-15% (Hardenberg 1934
vide Hutomo et al. 1987). Berdasarkan sifatnya, ikan teri hidup bergerombol,
walau ada beberapa diantara jenis teri tersebut hidup lebih soliter. Ikan teri sering
melakukan migrasi, sehingga ikan teri memiliki daerah penyebaran yang
dipengaruhi oleh perubahan musim pada daerah tertentu. Pola musim ikan teri itu
sendiri terjadi secara periodik setiap tahunnya (Hutomo et al. 1987).
Ikan teri mempunyai daerah penyebaran yang luas di daerah Indo-Pasifik
bahkan sampai ke daerah Tahiti dan Madagaskar (Nontji 2005). Penyebaran ikan
teri di Indonesia di wilayah antara 95oBT -
140
oBT dan 10
oLU - 10
oLS, dengan
kata lain mencakup hampir di seluruh wilayah Indonesia (DJPT, 1987 vide
Mayrita 2010).
2.1.4 Produksi penangkapan
Dirjen Perikanan (1986) vide Hutomo et al. (1987) melaporkan bahwa
produksi ikan teri (Stolephorus spp) di perairan Indonesia sebanyak 109.299 ton
dengan nilai Rp 33.130.934.000. Wilayah perairan Indonesia terbagi atas sebelas
wilayah perairan dari bagian Barat Sumatera hingga Maluku/Irian. Wilayah
Selatan Sulawesi dan perairan Utara Jawa merupakan wilayah yang menghasilkan
produksi ikan teri paling banyak, yaitu masing-masing 25.791 ton atau 23,58%
dan 21.252 ton atau 19,44%.
8
Wilayah Selatan Sulawesi meliputi perairan Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara, sedangkan wilayah periaran Utara Jawa meliputi perairan
DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah dan juga Jawa Timur. Wilayah perairan Jawa
Timur memiliki jumlah produksi ikan teri lebih banyak dari pada wilayah perairan
lain di perairan Utara Jawa, yakni 172.921 ton (KKP, 2010).
2.2 Deskripsi Produk
2.2.1 Produk ikan teri nasi segar
Produk ikan yang dipasarkan bentuknya sangat bervariasi.
Keanekaragaman tersebut akan semakin bervariasi seiring dengan permintaan
pasar. Ikan segar merupakan salah satu contoh jenis produk yang banyak diminati
konsumen. Ikan segar memiliki pengertian sebagai ikan yang baru saja ditangkap,
belum mengalami pengawetan, atau yang sudah diawetkan hanya dengan
pendingin (Ilyas 1983 vide Syafitri 2007).
Suhu penyimpanan terbaik untuk ikan segar adalah -1 oC, sedangkan untuk
titik beku berkisar antara -1,1 oC sampai -2,2
oC. Sedangkan untuk ikan teri nasi,
penyimpanannya menggunakan bantuan garam dan es, tidak ada yang dibekukan
untuk mengawetkannya karena ikan teri nasi merupakan ikan yang mudah rusak.
2.2.2 Produk ikan teri nasi kering
Ikan teri merupakan sumber nutrisi yang penting bagi masyarakat
Indonesia. Menurut Opstvedt (1988) vide Sedjati (2006), pada umumnya ikan teri
mengandung protein sekitar 16%, namun proses penggaraman pada pengolahan
ikan secara tradisional mengakibatkan hilangnya protein ikan yang mencapai 5%,
tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman.
Ikan teri dapat diolah menjadi berbagai macam produk, seperti ikan teri
asin, teri tawar dan teri lempeng. Teri nasi di Kabupaten Indramayu diolah
menjadi teri nasi asin dan teri nasi kering chirimen. Untuk memproduksi ikan teri
nasi asin dan teri nasi chirimen ini cukup berbeda, karena teri nasi chirimen tidak
menggunakan garam atau hanya sedikit saja menggunakan garam dalam proses
pembuatannya sedangkan teri nasi asin menggunakan garam dalam
pembuatannya.
9
Tabel 2 Kandungan gizi teri segar dan olahan
Kandungan Gizi Jenis Olahan
Segar Kering Tawar Kering Asin
Energi (Kkal) 77 331 193
Protein (gram) 16 68.7 42
Lemak (gram) 1 4.2 1.5
Kalsium (mg) 500 2381 2000
Fosfor (mg) 500 1500 300
Besi (mg) 1 23.4 2.5
Vitamin A (RE) 47 62 -
Vitamin B (RE) 0.05 0.1 0.01
Air (%) 80 16.7 40 Sumber: Enoch 1973 vide Syaifudin et al. 2008
2.3 Manajemen Produksi
Secara umum, definisi sistem produksi menurut Buffa dan Sarin (1996)
adalah sebagai alat yang digunakan untuk mengubah masukan sumber daya guna
menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran. Rangkaian
masukan-konversi-keluaran merupakan cara yang berguna untuk
mengkonseptualisasikan sistem produksi, dimulai dengan unit terkecil yang
dinamakan operasi.
Sistem produksi memiliki tiga komponen utama, yaitu masukan (input),
keluaran (output) dan proses (process), atau Dessler (2004) vide Sule dan
Saefullah (2008) menyebutkan sebagai proses konversi (conversion process).
Ketiga komponen ini dapat dilihat dalam Gambar 2.
Sumber: Sule dan Saefullah (2008)
Gambar 2 Sistem proses produksi
Berdasarkan Gambar 2 di atas, komponen pertama dari sistem proses
produksi adalah faktor masukan atau input. Masukan berupa bahan baku, tenaga
Masukan
Keluaran Langsung
1. Barang
2. Jasa
Keluaran Tidak Langsung
1. Upah/gaji
2. Dampak lingkungan
3. Dampak sosial
1. Bahan baku
2. Tenaga kerja
3. Informasi pasar
4. Kebutuhan
konsumen
5. Kebutuhan pemilik
perusahaan
6. Modal
7. Mesin
1. Transportasi
2. Prosedur
3. Teknologi
4. Sistem produksi
5. Proses produksi
6. Pengelolaan mesin
7. Monitoring
pegawai
Konversi Keluaran
10
kerja, modal, maupun informasi yang dibutuhkan untuk proses produksi.
Keseluruhan bahan baku tersebut kemudian dikelola melalui sebuah proses
konversi untuk menghasilkan sebuah keluaran yang diharapkan. Proses konversi
biasa berupa sistem produksi yang digunakan, monitoring pegawai, maupun
teknologi transportasi yang digunakan dalam rangkaian proses produksi yang
dilakukan. Adapun keluaran dari proses konversi dapat berupa keluaran langsung,
yaitu berupa barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen maupun keluaran
tidak langsung yang dapat berupa pembayaran gaji atau upah kepada tenaga kerja,
limbah produksi yang memberikan dampak lingkungan, dan lain-lain (Sule &
Saefullah 2008).
Dessler (2004) vide Sule dan Saefullah (2008) mengatakan, terdapat empat
elemen mendasar dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan desain
sistem produksi. Keempat persyaratan tersebut menyangkut: (1) lokasi kegiatan
produksi; (2) tipe proses produksi yang akan dijalankan; (3) rancangan rumah
produksi; (4) rancangan sistem produksi yang akan dijalankan. Dengan demikian,
sistem produksi tidak hanya menyangkut bagaimana masukan (input) diubah
menjadi keluaran (output), akan tetapi dimulai dari penentuan lokasi hingga
desain sistem produksi yang akan dijalankan.
Manajemen produksi dan operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan
secara optimal penggunaan sumberdaya (atau sering disebut faktor-faktor
produksi), tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah dan sebagainya-
dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai
produk atau jasa. Manajemen produksi sangat berkaitan dengan quality, cost dan
delivery karena konsep ini dapat mejadi tolak ukur dari keberhasilan manajemen
produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Quality produk yang dihasilkan
harus baik dan memenuhi standard pasaran, sehingga bahan baku yang digunakan
harus berkualitas tinggi (baik) dan cara penanganan yang baik pula. Cost adalah
biaya yang harus perusahaan keluarkan untuk memproduksi produk, baik itu biaya
bahan baku, mesin, dan karyawan, sehingga perusahaan dapat menentukan berapa
harga dari produk tersebut. Delivery adalah pemasaran atau penjualan produk,
seberapa lancar dan jauh produk dipasarkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa manajemen pengelolaan produksi adalah bagaimana cara produsen
11
menghasilkan produk (output) dalam jumlah, kualitas, harga, waktu dan
permintaan sesuai konsumen (pasar) dengan input yang dimiliki.
2.3.1 Proses produksi
Menurut Assauri (1998), proses produksi dibedakan menjadi dua jenis
yaitu proses produksi yang bersifat terus menerus (continuous) dan proses
produksi yang bersifat terputus (intermittent). Assauri (1998) menyatakan
karakteristik proses produksi kontinu, yaitu:
1) Produk yang dihasilkan biasanya dalam jumlah yang besar dengan variasi
sangat sedikit dan sudah distandarisasi;
2) Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan
peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan;
3) Mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus untuk menghasilkan produk
tersebut;
4) Oleh karena mesin-mesin bersifat khusus dan biasanya semi otomatis maka
pengaruh individu operator terhadap produk yang dihasilkan kecil;
5) Apabila salah satu peralatan rusak atau terhenti, maka seluruh proses produksi
akan terhenti;
6) Oleh karena mesin-mesin yang digunakan bersifat khusus dan variasi
produknya kecil, maka job strukturnya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya
tidak banyak;
7) Persediaan bahan baku dalam proses lebih rendah dibandingkan dengan proses
produksi terputus;
8) Oleh karena mesin-mesin yang digunakan bersifat khusus maka dibutuhkan
ahli pemeliharaan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak;
9) Biasanya bahan-bahan dipisahkan dengan peralatan handling yang tetap (fixed
path equipment) yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan
(conveyor).
Karakteristik proses produksi terputus (intermittent) menurut Assauri
(1998) ialah sebagai berikut:
1) Biasanya produk dihasilkan dalam jumlah kecil dengan variasi yang sangat
besar dan didasarkan atas pesanan;
12
2) Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan
peralatan yang berdasarkan fungsi dalam proses produksi dimana peralatan
yang sama dikelompokkan pada tempat yang sama;
3) Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi ini yaitu mesin-mesin yang
bersifat umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam
produk dengan variasi yang hampir sama, dikenal dengan nama general
purpose machines;
4) Oleh karena mesin-mesin bersifat umum dan biasanya otomatis maka
pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar;
5) Proses produksi tidak akan mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan atau
terhentinya salah satu mesin atau peralatan;
6) Oleh karena mesin-mesin bersifat umum dan variasi produknya besar, maka
terdapat pekerjaan yang bermacam-macam, sehingga pengawasannya lebih
sulit;
7) Persediaan bahan baku biasanya tinggi;
8) Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang bersifat
fleksibel (varied path equipment) dengan menggunakan tenaga manusia
seperti kereta dorong (forklift);
9) Dalam proses seperti ini sering dilakukan pemindahan bahan yang bolak-
balik, sehingga perlu adanya ruang gerak yang besar dan ruang bahan-bahan
dalam proses (work in process).
2.3.2 Strategi produksi
Strategi adalah proses pengambilan keputusan oleh manajemen
perusahaan di dalam menentukan arah yang harus ditempuh perusahaan sehubung
dengan lingkungannya (Ogawa 1986 vide Syafitri 2007). Strategi perusahaan
dapat mempengaruhi aktivitas produksi itu sendiri. Ada tiga jenis strategi
produksi, yaitu spesialisasi, diversifikasi, dan intergrasi. Spesialisasi terdiri atas
diferensiasi produk dan pengurangan biaya. Diferensisasi produk cenderung
meningkatkan spesialisasi dalam produk dan segmen pasar. Sementara,
mereduksi biaya adalah pembentukan sikap mental perusahaan yang efektif untuk
bertahan di dalam persaingan harga. Strategi diversifikasi terdiri dari tiga bentuk,
yaitu berkaitan dengan teknologi yang ada, berkaitan dengan pasar yang telah ada
13
dan yang terakhir tidak berkaitan dengan teknologi maupun pasar yang ada.
Integrasi itu sendiri berarti memperkenalkan inovasi teknologi mutakhir yang
sangat berharga demi menaikkan daya saing perusahaan, apakah manajemen
memutuskan dengan spesialisasi atau diversifikasi.
Spesialisasi, diversifikasi, dan integrasi berhubungan satu dengan lainnya.
Spesialisasi memerlukan adanya diversifikasi. Diversifikasi menghasilkan daya
hanya bila pada masing-masing bidang dilakukan spesialisasi. Integrasi
mendorong spesialisasi dan diversifikasi.
2.3.3 Proses produksi ikan teri nasi kering
Proses pembuatan ikan teri nasi kering (chirimen) adalah dengan proses
pengeringan, dimulai dari ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan payang teri
didaratkan. Selanjutnya proses pengolahan diawali dengan pembersihan teri nasi
yang diterima dari para nelayan. Ikan teri nasi yang sudah membusuk sebaiknya
tidak ikut diolah. Setelah pemilihan selesai, kemudian ikan teri nasi dicuci
dengan air dingin untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang tercampur dengan
ikan, menghilangkan darah dan lendir. Isi perut dan insang ikan teri yang dicuci
tidak perlu dibuang. Teri nasi dibersihkan dengan air bersih yang kemudian
direbus dalam air mendidih dengan kadar garam 5-6% atau tidak menggunakan
garam sama sekali pada suhu 1000-103
0C. Garam yang digunakan untuk
pembuatan ikan teri nasi kering (chirimen) berbeda dengan garam dalam
pembuatan ikan teri nasi asin untuk pasar lokal. Teri tersebut kemudian
dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari secara langsung.
Teri tawar yang terbentuk ini perlu dijaga dari kontaminasi jamur jika
tidak sempurna keringnya, karena hal ini bisa membuat warna ikan teri tidak
bersih (kecoklatan) (Hutomo et al. 1987). Selanjutnya, teri-teri yang kering
dilakukan proses sorting, yaitu pemisahan teri dari kotoran dan jenis ikan lain
yang ikut tersaring dalam jaring nelayan. Langkah selanjutnya adalah proses
pemisahan teri berdasarkan ukuran panjangnya (sizing). Baru kemudian teri
tersebut melewati tahapan finishing yang kemudian dikemas dan siap
didistribusikan.
Terdapat dua jenis produk olahan ikan teri nasi, yaitu teri nasi kering asin
mentah dan teri kering asin dengan perebusan, sedangkan berdasarkan proses
14
penggaramannya, dibagi menjadi teri nasi kering asin dan teri nasi kering tawar
(chirimen). Produk yang akan diekspor biasanya memiliki kadar garam lebih
rendah dibandingkan dengan kadar garam produk untuk pasar lokal, bahkan ikan
teri nasi tujuan ekspor terkadang tidak menggunakan garam sama sekali.
2.4 Aspek Teknologi Penangkapan
Dalam suatu proses penangkapan, keberhasilan sangat ditentukan oleh unit
penangkapan ikan yang ada. Unit penangkapan ikan terdiri dari alat tangkap yang
digunakan, kapal/perahu penangkap, serta nelayan yang mengoperasikannya.
Teknologi penangkapan ikan yang diterapkan pada unit penangkapan sangat
mempengaruhi kinerja unit penangkapan ikan, sehingga mempengaruhi efektivitas
kegiatan operasi penangkapan ikan.
2.4.1 Kapal perikanan
Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam usaha perikanan
untuk aktivitas penangkapan, aktivitas penelitian, inspeksi atau pengawasan. Pada
kapal perikanan dilakukan kerja menangkap, menyimpan dan mengangkut ikan
(Nomura & Yamazaki 1977 vide Karyadi 2006). Kapal yang digunakan pada
pengoperasian payang di berbagai daerah di Indonesia memiliki dimensi yang
berbeda-beda. Selain itu, mesin yang dipakai serta jumlah nelayan yang
mengoperasikan juga berbeda. Adriani (1995) vide Saptaji (2005) menjelaskan
bahwa dengan bertambahnya kekuatan mesin akan mempercepat kapal menuju
fishing ground, mempercepat waktu untuk kembali ke fishing ground,
mempercepat waktu kembali ke fishing base, mempercepat kapal dalam
melakukan pelingkaran gerombolan ikan pada saat operasi penangkapan ikan
sehingga operasi penangkapan ikan menjadi lebih efisien.
Kapal yang digunakan alat tangkap payang teri adalah perahu motor atau
perahu berlayar (Subani & Barus 1989). Namun biasanya nelayan menggunakan
perahu motor tempel dengan ukuran panjang kapal berkisar antara 14-17 meter.
Tenaga penggerak yang digunakan adalah outboard engine. Kapal yang umum
digunakan pada pengoperasian payang adalah kapal tradisional (perahu), dengan
menggunakan motor tempel atau outboard engine. Perahu ini memiliki
15
konstruksi khusus, yaitu memiliki tiang pengamat yang disebut kakapa (Monintja
1991 vide Karyadi 2006).
2.4.2 Alat penangkapan teri
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri sangat beragam,
alat tangkap yang digunakan tergantung pada iklim, letak geografis, dan topografi
perairan. Alat tangkap yang banyak digunakan adalah bagan, jaring pantai (beach
seine), pukat kantong (danish seine) dan jermal (Hutomo et al. 1987). Alat
tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Indramayu adalah payang teri
yang termasuk ke dalam jenis pukat kantong. Payang termasuk alat yang
memiliki produktivitas tinggi, dikenal hampir di seluruh perairan laut Indonesia.
Deskripsi payang menurut Subani dan Barus (1989) adalah besar mata
mulai dari ujung kantong sampai ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1
cm atau kurang dari 40 cm. Berbeda dengan trawl dasar yang memiliki tali ris
atas yang lebih pendek daripada tali ris bawah, payang memiliki tali ris bawah
yang lebih pendek. Tali ris bawah yang lebih pendek dari pada tali ris atas
dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan ikan lolos ke arah bawah, karena
payang dioperasikan pada lapisan permukaan air (water surface) dengan tujuan
untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang membentuk kelompok (schooling)
(Ayodhyoa 1981).
Penangkapan ikan teri menggunakan payang dilakukan dengan cara
mengganti bagian kantong (cod end) dari alat tersebut dengan ukuran mata jaring
(mesh size) yang lebih kecil, yaitu menggunakan jaring kasa yang disebut waring
agar ikan-ikan yang berukuran kecil dapat tertangkap. Waring yang digunakan
pada payang mempunyai beberapa ukuran mata jaring yang kecil. Waring yang
digunakan payang mempunyai mesh size terkecil (relatif rapat) yaitu 2 mm
(Tumulyadi et al. 2000).
Menurut Monintja (1991) vide Irnawati (2004), jaring pada payang terdiri
atas kantong, dua buah sayap, dua tali ris, tali selambar, serta pelampung dan
pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung,
semakin ke arah ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran
mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan terkumpul di bagian
kantong ini. Semakin kecil ukuran mata jaring, maka akan semakin kecil
16
kemungkinan ikan meloloskan diri. Bentuk dan bagian-bagian alat tangkap
payang dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber : http://auxis.tripod.com/fishing.htm
Gambar 3 Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang
2.4.3 Nelayan
Jumlah nelayan yang mengoperasikan alat tangkap payang adalah 7-8
orang untuk payang kecil dan 16 orang untuk payang berukuran besar (Subani &
Barus 1989). Masing-masing nelayan tersebut memiliki tugas, antara lain adalah
kapten kapal (nahkoda), ABK, juru masak, dan lain-lain.
2.5 Teknologi Penanganan dan Pengolahan
Teknologi penanganan dan pengolahan ikan merupakan tindak lanjut setelah
proses penangkapan. Fase ini sangat diperlukan untuk menjaga kualitas ikan agar
tetap baik. Kualitas yang baik akan memberikan nilai jual yang tinggi. Teknologi
pengolahan ikan dibagi menjadi pengolahan sebelum pendaratan dan pengolahan
setelah pendaratan.
2.5.1 Penanganan (Handling)
Penanganan (handling) adalah pengolahan diantara selang waktu sebelum
pendaratan ikan dan sesaat setelah diadakan pengangkatan dari perairan, sampai
pada saat ikan didaratkan di tempat pendaratan. Penanganan ini bisa hanya
dengan menempatkan ikan pada palka dengan perbandingan ikan dengan es dalam
palka yang tepat, dengan menggunakan teknologi pendingin pada palka atau
dengan menggunakan garam sebagai pengganti es.
Tali Ris Sayap
Badan Kantong
17
2.5.2 Pengolahan
Proses pengolahan merupakan proses yang akan menghasilkan banyak
produk dengan macam dan variasi. Proses pengolahan dilakukan sebagai suatu
usaha untuk memanfaatkan ikan agar dapat digunakan semaksimal mungkin
sebagai bahan pangan. Ikan yang baru ditangkap dapat dipertahankan
kesegarannya untuk jangka waktu yang cukup lama, dapat diolah maupun
diawetkan dalam berbagai bentuk bahan pangan.
Pada dasarnya usaha-usaha tersebut pada mulanya hanya dengan
memanfaatkan proses-proses alami saja yang dikerjakan secara tradisional, tetapi
karena perkembangan ilmu dan teknologi, maka berkembang pula pembuatan
alat-alat mekanis yang dapat menunjang dan mempercepat proses, memperbanyak
produk akhir sekaligus memperbaiki mutunya. Faktor-faktor alami yang banyak
dimanfaatkan adalah panasnya sinar matahari. Kandungan air dapat dikurangi,
sehingga ikan menjadi kering dan awet dengan memanaskan ikan pada sinar
matahari tersebut.
Menurut Hadiwiyoto (1993), prinsip pengolahan dan pengawetan ikan
pada dasarnya dapat digolongkan menjadi empat golongan besar, yaitu:
1) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan memanfaatkan faktor-faktor
fisikawi. Pada metode ini yang banyak dikerjakan adalah pemanfaatan suhu
tinggi ataupun suhu rendah. Metode ini misalnya proses-proses pengeringan,
pengasapan, sterilisasi (pengalengan), pendinginan, pembekuan, termasuk
pula proses radiasi dan pengeringan beku.
2) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan menggunakan bahan-bahan
pengawet. Tujuan penggunaan bahan pengawet antara lain:
(1) Menghambat pertumbuhan mikroba.
(2) Menghambat proses enzimatik.
(3) Memberikan sifat fisikawi dan organoleptik (sensorik) yang khas yang
dapat memberikan nilai estetika yang tinggi.
Yang tergolong pada metode pengolahan dan pengawetan ini misalnya
proses-proses penggaraman, pengasaman dan penggunaan bahan-bahan pengawet
atau tambahan.
18
3) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan metoda gabungan kedua metoda
tersebut di atas. Metode ini banyak dikerjakan untuk mencegah resiko
kerusakan lebih besar pada bahan, meningkatkan faktor keamanan dan
kesehatan, peningkatkan tingkat penerimaan (aseptabilitas) produk dengan
tidak mengurangi mutu hasil akhir.
4) Pengolahan yang bersifat merubah sifat bahan menjadi produk semi akhir
(setengah jadi) atau produk akhir. Metode ini banyak dikerjakan misalnya
pada pembuatan tepung ikan (penggilingan), pengolahan minyak ikan,
pengolahan kecap ikan, pengolahan terasi dan sosis ikan.
2.6 Pengawetan dan Penggaraman
Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua
proses, yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Hasil akhir dari
pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin. Meskipun memiliki
nilai gizi yang tinggi, ikan asin sering dianggap sebagai makanan masyarakat
golongan rendah.
2.6.1 Penggaraman
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1994), secara garis besar selama proses
penggaraman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan
dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan ini dengan cepat
akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan
dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh
ikan. Semakin lama kecepatan proses pertukaran garam dan cairan tersebut
semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan
meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Ketika sudah terjadi
keseimbangan antara konsentrasi garam di luar dan di dalam tubuh ikan, maka
pertukaran garam dan cairan tersebut akan terhenti sama sekali. Pada saat itulah
terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein
(denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh ikan, sehingga sifat dagingnya
berubah.
Garam dapur (NaCl) adalah yang paling umum dan paling bayak
digunakan untuk mengawetkan hasil perikanan daripada jenis-jenis bahan
19
pengawet atau tambahan lainnya. Menurut Moeljanto (1976) vide Sedjati (2006),
garam dapur diketahui merupakan bahan pengawet paling tua yang digunakan
sepanjang sejarah. Garam dapur mempunyai daya pengawet tinggi karena
beberapa hal, antara lain:
1) Garam dapur dapat menyebabkan berkurangnya jumlah air dalam daging ikan,
sehingga kadar air dan aktifitas airnya menjadi rendah.
2) Garam dapur dapat menyebabkab protein daging dan protein mikroba
terdenaturasi.
3) Garam dapur dapat menyebabkan sel-sel mikroba menjadi lisis karena
perubahan tekanan osmosis.
4) Ion klorida yang ada pada garam dapur mempunyai daya toksisitas yang tinggi
pada mikroba, dapat memblokir sistem respirasinya.
Pada pengolahan ikan asin dan pemindangan, pemakaian garam dapur
menjadi sangat penting. Kadar garam yang digunakan berkisar antara 10-40%
(tergantung metoda yang digunakan). Pada penggaraman basah, yaitu dengan
menggunakan larutan, cukup dengan menggunakan kadar garam 10-15%,
sedangkan pada penggaraman kering digunakan jumlah garam yang lebih banyak.
Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang
berlaku, akan mempunyai daya simpan yang tinggi karena garam dapat berfungsi
menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh
bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Garam menyerap cairan tubuh ikan,
sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan bahkan
akhirnya mematikan bakteri.
Masing-masing organisme mempunyai toleransi yang berbeda terhadap
osmosis dan larutan garam. Ragi dan cendawan lebih toleran dari pada sebagian
besar bakteri, sehingga ragi dan cendawan lebih sering ditemukan tumbuh di atas
makanan yang mempunyai kadar garam yang tinggi, seperti ikan asin (Winarno &
Fardiaz 1973) vide Sedjati (2006). Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan
berbagai cara (Afrianto & Liviawaty, 1994), yaitu:
1) Penggaraman kering (dry salting)
Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran
besar maupun kecil. Ikan disusun dalam wadah atau tempat kedap air dan
20
digarami dengan garam kristal. Ikan disusun berlapis-lapis berselang-seling
dengan garam. Lapisan garam akan menyerap keluar cairan di dalam tubuh ikan,
sehingga kristal garam berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam
seluruh lapisan ikan.
2) Penggaraman basah (wet salting)
Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan garam
sebagai media untuk merendam ikan. Larutan garam akan mengisap cairan tubuh
ikan, sehingga konsentrasinya menurun dan ion-ion garam akan segera masuk ke
dalam tubuh ikan.
3) Penggaraman kombinasi (kench salting)
Penggaraman ikan dilakukan dengan garam kering dan ditumpuk dalam
wadah yang tidak kedap air, sehingga larutan yang terbentuk tidak tertampung.
Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni lalat, hendaknya seluruh
permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam. Penggaraman ini merupakan
penggaraman yang banyak dilakukan orang, jika menginginkan ikan asin berkadar
garam tinggi.
4) Penggaraman diikuti proses perebusan
Ikan pindang merupakan salah satu contoh ikan yang mengalami proses
penggaraman yang diikuti dengan perebusan. Proses pembusukan ikan dicegah
dengan cara merebusnya dalam larutan jenuh.
2.6.2 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungam air bahan
tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di
dalamnya (Winarno et al. 1980 vide Tutianvia 2006). Beberapa kendala yang
berpengaruh diantaranya adalah suhu dan kelembaban udara lingkungan,
kecepatan aliran udara pengering, besarnya presentase kandungan air yang ingin
dijangkau, efisiensi mesin pengering dan kapasitas pengeringannya (Suharto 1991
vide Tutianvia 2006).
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume
menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang dalam
21
distribusi. Berat bahan juga menjadi berkurang. Sedangkan kerugiannya adalah
sifat bahan asal dapat berubah, baik fisik maupun kimia (Winarno & Jennie 1984
vide Tutianvia 2006).
Pengeringan ikan terjadi karena adanya perbedaan tekanan antar udara
pengering dengan permukaan ikan dan antara permukaan ikan dengan bagian di
dalamnya. Ikan segar kira-kira mengandung air sebanyak 80%, dan melalui
proses pengeringan kandungan air tersebut diturunkan hingga 35%–45%.
Peristiwa yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses, yaitu proses
perpindahan panas berupa proses penguapan air dari dalam bahan atau proses
perubahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara (Earle 1969 vide
Tutianvia 2006). Cara-cara pengeringan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
pengeringan (drying) dengan mengurangi kadar air menggunakan pengering alami
(natural drying) dengan bantuan sinar matahari dan pengeringan menggunakan
pengering buatan (artificial drying) atau pengering mekanis (mechanical drying)
dengan alat mekanis (Murniyati & Sunarman 2000 vide Nugroho 2005).
2.7 Mutu
Menurut Goetsch dan Davis (1994) mutu (quality) merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Gasperz (1992) menyatakan
bahwa, konsep mutu lebih berkaitan dengan evaluasi subjektif dari konsumen,
yaitu bahwa konsumen yang menilai sejauh mana tingkat mutu suatu produk yang
dikonsumsi.
Berdasarkan rumusan dari organiasasi pengendalian mutu Eropa (EOQC =
the European organization for quality control) mutu didefinisikan sebagai
totalitas keistimewaan dan karakteristik suatu produk atau jasa yang berhubungan
dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan tertentu
(Gasperz 1992). Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik
produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang
membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan.
Konsep mutu berorientasi pada keputusan total pelanggan (Feigenbaum 1992).
Mutu suatu produk adalah penting dalam suatu perdagangan internasional untuk
menghadapi pasar bebas. Industri-industri di Indonesia harus meningkatkan mutu
22
produk yang dihasilkannya karena hanya mutu terbaik yang diinginkan oleh
konsumen dan mampu bersaing diperdagangan internasional (Irna 2001).
2.8 Pemasaran
Menurut Kotler dan Amstrong (2001), pemasaran merupakan suatu proses
sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa
yang mereka butuhkan dan inginkan, lewat penciptaan dan pertukaran timbal
balik produk dan nilai dengan orang lain. Konsep yang melandasi pemasaran
adalah kebutuhan, keinginan dan permintaan manusia. Kebutuhan adalah suatu
pernyataan dari perasaan kurang. Keinginan adalah kebutuhan manusia yang
dibentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang, sedangkan permintaan adalah
keinginan manusia yang didukung oleh daya beli (Kotler & Amstrong 2001).
Batasan pemasaran mempunyai arti yang luas, mencakup berbagai konsep seperti
penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target market) dan pemberian
kepuasan yang diinginkan kepada pelanggan secara lebih efektif dan efisien dari
pada yang dilakukan pesaing.
Perencanaan strategi (strategic planning) adalah proses mengembangkan
dan memelihara strategi yang tepat antara tujuan dan kemampuan organisasi
dengan peluang pemasaran yang berubah (Kotler 1997). Perencanaan strategi
meliputi pendefinisian misi perusahaan secara jelas, penetapan tujuan pendukung,
perancangan portofolio bisnis yang baik, serta pengkoordinasian strategi
fungsional (Kotler & Amstrong 2001). Strategi pemasaran terdiri dari prinsip-
prinsip dasar yang mendasari manajemen pemasaran untuk mencapai tujuan bisnis
dan pemasarannya dalam pasar sasaran.
Strategi pemasaran mengandung keputusan dasar tentang pengeluaran
pemasaran, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran, yang menurut Kotler
(1997) merupakan campuran dari variable-variabel pemasaran yaitu produk,
harga, distribusi dan promosi, yang dapat dikendalikan dan digunakan perusahaan
untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran.
2.9 Produksi Teri di Kabupaten Indramayu
Menurut data yang tercatat di KKP (2010), Jawa Barat merupakan
penghasil teri terbanyak kedua di perairan Utara Jawa yaitu sebesar 111.066 ton
23
setelah Jawa Timur (172.921 ton). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh dinas
Kabupaten Indramayu selama periode tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3 Data produksi teri di Kabupaten Indramayu periode tahun 2007–2011
Tahun Total Produks Teri (Ton)
2007 1.044,50
2008 1.315,80
2009 1.211,30
2010 1.494,40
2011 1.347,50
Sumber: Dinas Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabupaten Indramayu 2011
Menurut BI (2005), produksi tangkapan ikan teri di Indramayu yang
tercatat di 14 PPI di Kabupaten Indramayu pada tahun 2002 tercatat sebesar
1.823,9 ton dengan nilai Rp. 11.282 Milyar. Ikan teri nasi chirimen di Indramayu
harganya berkisar antara Rp 30.000 sampai Rp 35.000 per kilogram pada tingkat
pengusaha. Sementara itu, di Kabupaten Cirebon, harga ikan teri nasi berbeda
dengan daerah lainnya. Ikan teri nasi di Kabupaten Cirebon pada tingkat
pengusaha dijual seharga Rp 10.000 sampai Rp 14.000 per kilogram, sedangkan
untuk ikan teri besar seharga Rp 8.000. Perbedaan harga jual yang begitu besar
dengan daerah lainnya kemungkinan besar disebabkan cara pengolahan ikan teri
yang berbeda dengan daerah lainnya. Pengasinan ikan teri nasi di daerah tersebut
dilakukan dengan pengasinan tanpa perebusan, atau yang dikenal dengan nama
pengasinan ikan teri mentah. Harga ikan teri nasi basah yang menjadi bahan baku
utama untuk pengasinan ikan teri nasi ini juga bervariasi di masing-masing
daerah. Harga teri nasi di Cirebon berkisar dari Rp 6.000 - Rp 8.500, sedangkan
di Indramayu, harga beli ikan teri nasi basah antara Rp 11.000 - Rp 13.000.
24
3 METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian lapang dilakukan di CV Sumber Rejeki, Desa
Dadap, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Pengumpulan
data di lapangan dilaksanakan pada bulan Maret-April tahun 2012.
3.2 Peralatan
Alat digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Unit penangkapan payang teri;
2) Kuisioner;
3) Alat tulis;
4) Kamera;
5) Meteran; dan
6) Timbangan.
3.3 Metode Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara pengambilan data secara langsung di CV Sumber
Rejeki. Misalnya, melalui wawancara langsung dengan pemilik perusahaan,
supervisor, bagian produksi, pihak pemasok (nelayan payang teri dan bakul),
pihak dari perusahaan pengekspor, serta pihak Pangkalan Pendaratan Ikan Dadap.
Pengumpulan sampel menggunakan teknik snowball sampling, yaitu teknik
sampling yang semula berjumlah kecil kemudian responden mengajak temannya
untuk dijadikan sampel, sehingga menjadi seperti snowball.
Data primer dikumpulkan meliputi:
1) Unit Penangkapan;
(1) Kapal (ukuran kapal, kapasitas tangki solar, dan jenis kapal);
(2) Alat tangkap (jenis alat tangkap, ukuran, konstruksi bagian alat, dan
bahan);
(3) Perlengkapan kapal, alat bantu penangkapan, alat bantu navigasi; dan
(4) Mesin (merk mesin dan kecepatan kapal).
25
2) Data berkaitan dengan teknik dan metode operasi meliputi cara operasi dan
bagaimana operasi dilakukan;
3) Data berkaitan dengan lokasi asal ikan teri nasi ditangkap;
4) Data berkaitan dengan jumlah ikan teri nasi yang disuplay ke perusahaan
pengolahan ikan teri nasi kering;
(1) Jumlah ikan teri nasi yang didaratkan;
(2) Jumlah ikan teri nasi yang disuplay nelayan (supplier) ke pabrik
pengolahan; dan
(3) Harga ikan teri nasi yang dijual ke perusahaan pengolahan ikan teri nasi
kering.
5) Data berkaitan dengan proses pengolahan ikan teri nasi segar menjadi ikan teri
nasi kering;
(1) Proses penimbangan;
(2) Proses pencucian;
(3) Proses pentirisan;
(4) Proses perebusan;
(5) Proses penganginan;
(6) Proses pengeringan;
(7) Proses penimbangan;
(8) Proses pengemasan;
(9) Proses penyimpanan; dan
(10) Garam yang digunakan (asal garam, jenis garam, dan jumlah garam yang
digunakan).
6) Data berkaitan dengan mutu ikan teri nasi;
(1) Strandar kualitas mutu ikan teri nasi ekspor;
(2) Penanganan produksi ikan teri nasi ekspor;
(3) Penanganan produksi ikan teri nasi lokal (reject); dan
(4) Jumlah ikan teri nasi kering yang di pasarkan (pasar dalan negeri dan luar
negeri).
7) Data tentang pemasaran meliputi;
(1) Lokasi pemasaran;
(2) Jumlah yang dipasarkan; dan
26
(3) Harga yang berlaku.
8) Data sekunder yang dikumpulkan meliputi;
(1) Volume dan nilai produksi teri Kabupaten Indramayu;
(2) Jumlah nelayan Kabupaten Indramayu;
(3) Jumlah kapal yang beroperasi;
(4) Keadaan umum Kabupaten Indramayu (letak geografi, topografi, luas
wilayah, keadaan iklim, musim dan curah hujan).
9) Data-data lain yang menunjang.
3.4 Metode Analisis Data
3.4.1 Analisi deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui proses pengadaan bahan
baku ikan teri nasi yang dilakukan oleh perusahaan CV. Sumber Rejeki.
Pengadaan bahan baku oleh perusahaan merupakan cara untuk mengetahui
manajemen bahan baku yang dilakukan perusahaan CV. Sumber Rejeki.
Bagaimana cara perusahaan mendapatkan bahan baku ikan teri nasi dan upaya
yang dilakukan perusahaan untuk selalu bisa mendapatkan suplay bahan baku.
3.4.2 Analisis teknis
Analisis teknis dilakukan dengan melihat faktor teknis dari unit
penangkapan ikan teri nasi yang digunakan. Analisis teknis meliputi metode
pengoperasian alat tangkap, analisis unit penangkapan teri dan analisis efisiensi
dari unit penangkapan. Kriteria yang digunakan dalam analisis efisiensi adalah
hemat energi dan biaya, produksi dan produktivitas unit penangkapan. Analisis
terknis dilakukan guna mengetahui manajemen penangkapan bahan baku (ikan
teri nasi) oleh nelayan di Kabupaten Indramayu, yang akan menjawab tujuan
manajemen bahan baku.
3.4.3 Analisis klasifikasi pola produksi
Analisis klasifikasi pola produksi dilakukan untuk menganalisis
manajemen dan proses produksi. Analisis ini dilakukan dengan cara melakukan
pengamatan wawancara langsung dengan bagian produksi pada saat penelitian.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui kesesuaian manajemen produksi
27
terhadap pola produksi. Analisis ini meliputi proses produksi ikan teri nasi kering
hingga pemasarannya.
Analisis pemasaran dilakukan untuk melihat pasar dan peluang pemasaran
dari hasil tangkapan yang didaratkan maupun ikan teri yang telah mengalami
pengolahan. Analisis pemasaran dapat dijelaskan secara deskriptif, dengan
mengamati dan melakukan wawancara terhadap semua pelaku sistem yang terkait
dalam subsistem pemasaran yaitu diantaranya supplier dalam hal ini adalah
nelayan, pengusaha pembuatan teri nasi olahan dan perusahaan pengekspor ikan
teri nasi kering chirimen.
3.4.4 Analisis mutu
Analisis mutu dilakukan untuk mengetahui kualitas atau mutu ikan hasil
tangkapan. Analisis ini dilakukan pada bagian pengolahan ikan teri nasi yang
akan berpengaruh terhadap pemasaran ikan teri nasi. Mutu perancangan adalah
mutu yang direncanakan untuk menentukan spesifikasi produk. Mutu pembuatan
produk adalah tingkat sejauh mana produk yang dibuat memenuhi atau sesuai
dengan spesifikasi produk. Mutu pemasaran atau pelayanan berkaitan dengan
tingkat sejauh mana dalam menggunakan produk itu memenuhi ketentuan-
ketentuan dasar tentang pemasaran atau pemeliharaan dan pelayanan.
Analisis mutu produk ikan teri nasi dapat dianalisis dengan menganalisis
data yang diperoleh dari perusahaan. Data tersebut mengenai presentase ikan teri
nasi olahan yang memenuhi kualitas ekspor dan tidak memenuhi kualitas ekspor
dianalisis untuk mengetahui apakah proses berada dalam kendali atau di luar
kendali dengan menggunakan peta kendali p.
Jenis peta kendali dalam penelitian ini menggunakan peta kendali p. Peta
kendali p digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan proporsi dari produk
ikan teri nasi olahan yang tidak memenuhi kualitas ekspor. Fungsi dibuatnya
proporsi, yaitu untuk mengetahui banyaknya produksi ikan teri nasi yang tidak
memenuhi kualitas ekspor dari total banyaknya ikan teri nasi olahan yang masuk
atau diperiksa. Proporsi ikan teri nasi olahan yang tidak memenuhi kualitas ekspor
didefinisikan sebagai rasio banyaknya ikan teri nasi olahan dalam contoh yang
tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu.
28
Data diperoleh dari data historis produksi perusahaan CV Sumber Rejeki
selama 12 bulan. Kriteria yang digunakan adalah teri nasi yang memenuhi
standar ekspor (kualitas baik) dengan teri nasi yang tidak memenuhi standar
ekspor. Langkah-langkah yang digunakan dalam pembuatan peta kendali p, yaitu
sebagai berikut:
1) Memilih karakeristik mutu ikan teri nasi yang akan diteliti, dimana
karakteristik ikan teri nasi yang berkualitas baik adalah ikan teri nasi yang
merupakan produk ekspor, yaitu chirimen.
2) Mengumpulkan data jumlah total produksi ikan teri nasi yang diproduksi CV.
Sumber Rejeki, yang diteliti dari data historis produksi perusahaan CV.
Sumber Rejeki selama 12 bulan, selama tahun 2011 (m=12).
3) Data yang diperikasa untuk dijadikan sampel (n) adalah data total produksi
setiap bulan pada tahun 2011, dari sampel akan dibagi menjadi subgrup
sampel (pn) yang diambil dari total produksi. Subgrup yang digunakan adalah
data produk ikan teri nasi asin untuk pasar dalam negeri.
4) Menghitung proporsi produk ikan teri nasi asin untuk pasar dalam negeri yang
terdapat pada setiap sampel dan memasukan ke dalam lembar data, maka
digunakan rumus sebagai berikut:
5) Menentukan batas-batas kendali percobaan untuk setiap percobaan
berdasarkan rata-rata bagian yang ditolak diamati. Batas-batas tersebut adalah
garis tengah (GT), batas kendali atas (BA) dan batas kendali bawah (BB)
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
√ ( )
√ ( )
6) Mencatat data yang diperoleh, seperti pada tabel seperti berikut:
29
Tabel 4 Contoh tabel untuk pencatatan peta kendali p
Bulan Jumlah Produksi
n (Kg)
Jumlah produk
domestik pn
(Kg)
p
(% domestik)
% BA % BB % GT
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah
Rata-rata
7) Buat bagan peta kendali p dengan memasukkan data observasi kedalamnya.
Perhatikan apakah proses tersebut berada dalam kendali atau diluar kendali.
Jika % cacat berada diluar batas peta kendali, maka diputuskan melakukan
tindakan korektif terhadap proses produksi karena telah berada di luar
pengendalian.
30
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Perusahaan
4.1.1 Sejarah perusahaan
CV. Sumber Rejeki berdiri sejak tahun 1982 di Dadap, Indramayu.
Perusahaan ini pertama kali didirikan oleh Bapak H. Ikhwan, yang juga berperan
sebagai pemilik tunggal perusahaan pengolahan ikan teri nasi. Semula
perusahaan ini bergerak dalam bidang pengolahan ikan teri nasi asin untuk pasar
dalam negeri. Namun, seiring banyaknya permintaan akan produk chirimen untuk
pasar luar negeri, maka CV. Sumber Rejeki memulai untuk memproduksi
chirimen. Perusahaan CV. Sumber Rejeki juga memproduksi jenis produk lain,
yaitu cumi asin dan udang rebon.
Perusahaan ini merupakan perusahaan terbesar dalam pengolahan ikan teri
nasi di Kabupaten Indramayu, baik itu dalam hal pengolahan ikan teri nasi untuk
pasar lokal maupun internasional. Saat ini CV. Sumber Rejeki memiliki beberapa
cabang yang juga memproduksi produk yang sama, diantaranya adalah di Ciasem,
Banyuwangi dan Prigi. Masing-masing anak perusahaan tersebut dikelola oleh
keluarga dan orang kepercayaan Bapak H. Ikhwan.
Masing-masing unit pengolahan ikan memiliki kemampuan berproduksi
yang berbeda-beda. Unit pengolahan Dadap di Indramayu, yang juga merupakan
unit pengolahan utama, memiliki kapasitas produksi dari pengadaan bahan baku
hingga produk chirimen lulus sortir dan sizing. Sedangkan unit pengolahan di
Ciasem, Prigi, dan Banyuwangi memiliki kemampuan produksi yang lebih kecil,
yaitu pengadaan bahan baku sampai proses penjemuran atau pengeringan.
Selanjutnya, produk ikan teri nasi hasil olahan dari unit pengolahan Ciasem akan
dikirim ke unit pengolahan Dadap, untuk melewati proses selanjutnya.
Sedangkan produk ikan teri nasi hasil olahan unit pengolahan Prigi dan
Banyuwangi akan langsung dipasarkan.
4.1.2 Lokasi
CV. Sumber Rejeki terletak di Desa Dadap, Kecamatan Juntinyat,
Kabupaten Indramayu. Perusahaan ini memiliki dua tempat pengolahan, yaitu
31
tempat pengolahan utama dan tempat pengolahan pembantu. Areal tanah tempat
pengolahan utama cukup luas. Areal ini dibagi menjadi dua, yaitu areal pabrik
untuk pengolahan ikan teri nasi basah (raw material) menjadi ikan teri nasi kering
(chirimen) dan areal untuk penjemuran. Areal untuk proses sortir dan pemisahan
ukuran serta pengemasan produk chirimen lulus sortir dan sizing berada pada unit
pengolahan pembantu.
Pemilihan lokasi CV. Sumber Rejeki yang berada di dekat PPI Dadap
merupakan pertimbangan yang tepat, karena dekat dengan bahan baku, sehingga
perusahaan CV. Sumber Rejeki dapat meminimalkan biaya purchasing.
Pemilihan lokasi perusahaan dekat dengan PPI Dadap juga dikarenakan produksi
ikan teri terbesar di Kabupaten Indramayu berasal dari PPI tersebut, seperti pada
Tabel 5.
Lokasi unit pengolahan juga berdekatan dengan daerah pemukiman
penduduk, sehingga tenaga kerja mudah didapatkan, karena perusahaan ini masih
bersifat semi tradisional yang membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak.
Lokasi unit pengolahan juga berdekatan dengan jalur transportasi, sehingga
memudahkan proses distribusi produk.
Tabel 5 Data produksi ikan teri di PPI Dadap tahun 2007-2011
Tahun Jumlah Produksi Ikan Teri (Ton)
2007 785.590
2008 189.199
2009 18.954
2010 68.530
2011 36.697
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu,2011
Data produksi ikan teri nasi mengalami penurunan pada tahun 2009
dikarenakan pada tahun 2009 terjadi pencemaran lingkungan di daerah
penangkapan ikan teri nasi, yaitu bocornya pipa unit pengilangan minyak
Balongan. Sedangkan pada tahun 2011 terjadi penurunan produksi ikan teri nasi
dikarenakan faktor cuaca dan banyaknya alat tangkap payang pada tahun 2009,
yaitu 501 unit.
4.1.3 Fasilitas dan sarana perusahaan
Lahan yang dimiliki oleh CV. Sumber Rejeki terletak pada ketinggian 3 m
32
di atas permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata per bulannya adalah
200,08 mm dan rata-rata hari hujan per bulannya 3,25 hari. Lahan tersebut
merupakan daerah pantai sehingga proses produksi yang harus dilaksanakan CV.
Sumber Rejeki menjadi lebih mudah.
Pada lahan unit pengolahan utama tersebut terdapat bangunan yang
digunakan untuk ruangan cold storage, garasi mobil, kantor, tempat penimbangan,
bak pencucian, bak perebusan, tempat penyimpanan keranjang dan sanoko, tempat
penyimpanan garam, tempat penimbangan produk dan packing serta terdapat
ruang istirahat, WC dan mushola untuk karyawan. Tempat penjemuran ikan juga
terdapat di sana, tempat penjemuran ini berada di dekat pantai.
Sedangkan pada lahan unit pengolahan pembantu terdapat ruangan sortasi
dan sizing, selain itu terdapat pula tempat penjemuran. Fasilitas yang dimiliki unit
pengolahan pembantu antara lain adalah meja, keranjang besar, dan keranjang
kecil yang biasa digunakan untuk proses sortir dan sizing. Satu unit blower juga
terdapat di sana. Layout lahan unit utama pengolahan dan pembantu terdapat
pada Lampiran 2.
CV. Sumber Rejeki memiliki fasilitas yang cukup baik jika dibandingkan
dengan perusahaan pengolahan ikan teri nasi lain yang berada di Kabupaten
Indramayu. Namun, jika untuk dibandingkan dengan perusahaan pengolahan ikan
teri nasi seperti PT. KML (Kelola Mina Laut) dan PT. MPI (Madura Prima
Interna) memang masih cukup jauh bersaing.
Berikut adalah rician dan penjelasan fasilitas yang dimiliki CV. Sumber
Rejeki:
1) Blong
Peralatan ini terbuat dari plastik dan berbentuk selinder. Blong
mempunyai kapasitas untuk menampung bahan baku (ikan teri nasi) 80-100 kg.
Blong berfungsi sebagai tempat atau wadah untuk menyimpan ikan teri nasi basah
setelah di tempat pengadaan bahan baku dan membawanya ke unit pengolahan.
33
Gambar 4 Blong wadah ikan teri nasi
2) Boks fiber
Boks fiber ini berfungsi untuk wadah ikan teri nasi ketika direndam.
Proses perendaman ini merupakan pengganti dari proses pencucian. Hal ini hanya
berlaku untuk ikan teri nasi tujuan pemasaran lokal.
Gambar 5 Boks fiber tempat ikan teri nasi
3) Irig/keranjang
Ada dua macam irig yang digunakan dalam proses pengolahan, yaitu irig
kecil dan irig besar. Irig digunakan dalam proses penimbangan, pencucian,
penirisan hingga perebusan. Irig tersebut merupakan wadah seperti keranjang
yang terbuat dari plastik. Irig untuk proses penimbangan memiliki kapasitas
hingga 35 kg, sedangkan irig kecil untuk proses pencucian, penirisan dan
perebusan memiliki kapasitas 2 kg saja.
Gambar 6 Irig tempat ikan teri nasi
34
4) Alat timbang
Alat timbang yang digunakan selama proses pengolahan ikan teri nasi ini
terdiri dari dua macam jenis timbangan, yaitu timbangan gantung dan timbangan
duduk. Timbangan gantung digunakan untuk mengukur berat ikan teri nasi hasil
tangkapan nelayan pada proses timbang 1 dan proses timbang 2. Timbangan ini
memiliki kemampuan ukur hingga 100 kg. Sedangkan timbangan duduk memiliki
kemampuan maksimal untuk mengukur berat hingga 60 kg. Timbangan jenis ini
digunakan dalam proses penimbangan produk olahan ikan teri nasi.
Gambar 7 Timbangan duduk dan timbangan gantung ikan teri nasi
5) Bak pencucian
Bak pencucian digunakan untuk tempat mencuci bahan baku. Bak
pencucian ini terbuat dari semen, batu bata dan porselen. Setiap bak pencucian
memiliki saluran pemasukan dan pembuangan air. CV. Sumber Rejeki memiliki
5 buah bak pencucian.
Gambar 8 Bak pencucian ikan teri nasi
35
6) Kerangka penirisan
Kerangka penirisan ini berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan irig
kecil pada saat setelah pencucian dan setelah perebusan. Perangkat ini terbuat
dari kayu dan bambu.
Gambar 9 Kerangka penirisan ikan teri nasi rebus
7) Bak perebusan
CV. Sumber Rejeki memiliki dua buah bak perebusan ikan. Bak
perebusan ini berfungsi sebagai tempat merebus ikan. Bak ini terbuat dari bahan
semen dan batu bata. Bak perebusan ini dilengkapi dengan saluran pemasukan
dan pembuangan air. Selain itu terdapat kayu-kayu yang berfungsi sebagai
pembatas agar irig-irig tersebut tidak hanyut ketika dalam proses perebusan.
Gambar bak perebusan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Bak perebusan ikan teri nasi
8) Sanoko
Sanoko digunakan sebagai tempat meletakkan ikan pada saat penjemuran.
Alat ini berupa wadah seperti tempayan hanya saja terbuat dari bingkai kayu
berbentuk persegi panjang dengan alas waring. Di atas wadah tersebut ikan teri
nasi diratakan agar menyebar rata sehingga ikan teri nasi tidak bergerombol dan
cepat kering. Kapasitas sanoko ini adalah 1-2 kg.
36
Gambar 11 Sanoko tempat menjemur ikan teri nasi
9) Rak Penjemuran
Rak penjemuran ini berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sanoko
pada saat penjemuran ikan teri nasi. Perangkat ini terbuat dari bambu.
Ketinggian rak-rak penjemuran ini adalah satu meter dari permukaan tanah.
Gambar 12 Rak penjemuran ikan teri nasi
10) Cold Storage
Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk menyimpan bahan selama
proses produksi serta untuk menyimpan produk akhir yang telah dikemas. CV.
Sumber Rejeki hanya memiliki satu unit cold storage, namun cold storage yang
dimiliki CV. Sumber Rejeki merupakan yang terbaik dan terbesar yang ada di
Kabupatern Indramayu untuk cold storage ikan teri nasi.
Gambar 13 Cold storage penyimpanan ikan teri nasi
37
11) Blower
Alat ini digunakan dalam proses penganginan ikan yaitu dengan cara
menghembuskan angin pada ikan. Hal tersebut bertujuan untuk membersihkan
ikan teri dari debu-debu ikan yang hancur. Blower juga berfungsi untuk
memisahkan ikan teri nasi berdasarkan ukuran ikan.
12) Sarana Transportasi
Sarana transportasi yang digunakan untuk pengangkutan bahan baku ikan
teri nasi dari daerah pengadaan ke unit pengolahan menggunakan torca (motor
beca). Torca adalah alat transportasi beca yang tidak lagi menggunakan tenaga
manusia untuk menggerakkannya melainkan dengan menggunakan mesin motor.
Sedangkan sarana transportasi untuk pemasaran produk ikan teri nasi
domestik menggunakan mobil bak terbuka. Mobil boks berpendingin digunakan
untuk pemasaran produk ikan teri nasi ekspor. Mobil ini merupakan mobil dari
perusahaan pengekspor, yang akan datang untuk mengambil produk di unit
pengolahan CV. Sumber Rejeki.
Gambar 14 Alat yang digunakan mendistribusikan ikan teri nasi
13) Sarana penunjang produksi lainnya
Sarana penunjang produksi ikan teri nasi kering terdiri dari tempat
penyimpanan garam, tempat penyimpanan sanoko, tempat penyimpanan irig, dan
kardus untuk kemasan ikan teri nasi kering.
Gambar 15 penyimpanan irig wadah ikan teri nasi
38
4.2 Manajemen Bahan Baku
Manajemen bahan baku dibutuhkan dalam suatu perusahaan untuk
memperkirakan kebutuhan akan bahan baku, sehingga proses produksi akan terus
berjalan. Manajemen bahan baku sangat berkaitan dengan proses pengadaan
bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan dan manajemen penangkapan bahan
baku yang dilakukan oleh nelayan.
4.2.1 Pengadaan bahan baku
Pengadaan bahan baku pada CV. Sumber Rejeki didapatkan dari pemasok
yang berada di sekitar perusahaan, biasanya dari nelayan atau bakul yang
melakukan pembongkaran di PPI Dadap. Bahan baku yang digunakan yaitu ikan
teri nasi (Stolephorus comerrsonii).
Untuk mendapatkan bahan baku tersebut, perusahaan melakukan
kerjasama dengan nelayan yang menangkap ikan teri nasi secara langsung
maupun melalui bakul (supplier). Supplier (bakul) merupakan koordinator dari
para nelayan. Kerjasama yang dilakukan ini bersifat terikat, sehingga nelayan
atau supplier harus menjual ikan teri nasi hasil tangkapannya kepada perusahaan.
Kerjasama ini tercipta dikarenakan perusahaan yang membutuhkan ikan
teri nasi dan nelayan yang membutuhkan pinjaman uang saat tidak melaut. Selain
itu, CV. Sumber Rejeki juga memberikan pinjaman modal kepada nelayan atau
supplier seperti pembelian kapal/perahu, alat penangkapan ikan, mesin dan
peralatan lainnya. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan bagi CV. Sumber
Rejeki untuk mendapatkan bahan baku dari pemasok lain, hal ini terjadi apabila
pemasok tidak dapat mencukupi permintaan yang diinginkan CV. Sumber Rejeki.
Pemasok tersebut berasal dari PPI Glayem, PPI Tegal Agung, PPI
Lembangan, PPP Eretan Kulon, PPP Eretan Wetan, dan PPI Karangsong, yang
semuanya berada di Kabupaten Indramayu. Perusahaan juga terkadang
mendapatkan pasokan bahan baku ikan teri nasi dari luar Kabupaten Indramayu,
seperti dari Ciasem (Subang), Cirebon, Brebes, Tegal bahkan dari Muncar, Jawa
Timur ketika ikan teri nasi di sekitar Indramayu tidak ada. Hal tersebut dilakukan
agar perusahaan terus berproduksi dan tidak tutup.
Ikan teri nasi yang berasal dari luar Indramayu ini berdampak pada harga
jual produk teri nasi, baik itu ikan teri nasi asin atau chirimen yang lebih mahal
39
dikarenakan adanya penambahan biaya pada pengadaan bahan baku. Jumlah
bahan baku yang diperoleh dari wilayah-wilayah pengadaan tersebut berbeda-
beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh banyaknya ikan yang ditangkap oleh
nelayan. Namun, jika perusahaan tidak mendapatkan bahan baku ikan teri nasi
darimanapun, perusahaan tidak akan memproduksi dan akan tutup sementara
hingga bahan baku diperoleh kembali.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan, bakul akan
mengawasi turunnya ikan teri nasi hasil tangkapan hingga hasil tangkapan
tersebut dibawa ke perusahaan pengolahan chirimen atau pasar. Pengawasan
turunnya ikan teri nasi itu dilakukan agar tidak ada penjualan ikan teri nasi illegal.
Namun, bagi nelayan yang langsung bekerjasama dengan perusahaan tanpa bakul,
mereka terkadang melakukan penjualan ikan teri nasi nasi hasil tangkapannya
secara illegal ke pembeli lain dengan harga yang tinggi, terutama pada saat musim
paceklik. Terjadinya penjualan illegal tersebut dikarena tidak ada pengawasan
dari pihak perusahaan untuk mengawasi proses turunnya hasil tangkapan di
pelabuhan.
Harga ikan teri nasi yang dibeli perusahaan secara langsung dari nelayan
per kilogram adalah Rp 16.000 sedangkan jika perusahaan membelinya melalui
bakul (supplier) maka harganya Rp 17.000. Terdapat perbedaan harga pembelian
ikan teri nasi dari nelayan dan bakul sebesar Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per
kilogram. Harga tersebut merupakan harga saat ikan teri nasi sulit didapatkan
(musim barat), namun jika sedang musim puncak harga tersebut berubah menjadi
sangat murah, biasanya Rp 10.000 hingga Rp 11.000 per kilogram bahkan pernah
mencapai harga Rp 8.000 per kilogram. Perbedaaan harga Rp 1.000 hingga Rp
2.000 per kilogram antara ikan teri nasi yang berasal dari nelayan dan bakul
merupakan harga yang tidak seberapa bagi perusahaan, karena ikan teri nasi yang
didapatkan dari bakul (yang memiliki nelayan sendiri) bermutu lebih baik
daripada ikan teri nasi yang didapatkan dari nelayan yang tidak bekerjasama
dengan bakul.
Bahan baku didapatkan dari unit penangkapan payang teri (gemplo) yang
melakukan bongkar muat di PPI Dadap, Juntinyat, Indramayu. Menurut data yang
didapat dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu 2007, jumlah
40
payang teri di PPI Dadap tercantum pada Tabel 6. Kapal payang teri yang
digunakan berukuran 7 m hingga 9 m dengan mesin 16–24 PK. Kapal tersebut
tidak menjual semua hasil tangkapan ikan teri nasi ke CV. Sumber Rejeki.
Tabel 6 Jenis dan jumlah alat tangkap PPI Dadap tahun 2007-2011
Tahun Alat Tangkap Payang (unit)
2007 207
2008 207
2009 501
2010 421
2011 421 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu 2011
Jumlah alat tangkap payang pada tahun 2009 meningkat karena pada tahun
2008 pemilik payang di PPI Dadap mendapat banyak keuntungan dari jumlah
hasil tangkapan ikan teri nasi yang banyak, 189.199 ton. Tahun 2010 jumlah alat
tangkap payang menurun dikarenakan jumlah hasil tangkapan ikan teri nasi yang
menurun ketika tahun 2009. Penurunan hasil tangkapan pada tahun 2009 selain
cuaca buruk, juga dikarenakan jumlah payang teri yang banyak pada 2009,
sehingga pemilik payang mengalami kerugian. Maka, pada tahun 2010 banyak
pemilik payang yang menjual alat tangkap payang mereka.
Kapal payang teri pada umumnya melakukan trip one day fishing setiap
harinya tergantung cuaca dan musim, sehingga ikan teri hasil tangkapannya masih
dalam keadaan segar. Maka dalam menangani hasil tangkapan nelayan hanya
menggunakan es balok atau es curah. Penggunaan es balok atau es curah
bertujuan untuk menjaga mutu bahan baku. Ikan teri nasi yang telah tertangkap
disimpan di dalam wadah berupa strerofoam, ember atau blong. Kemudian diberi
es balok atau es curah. Biasanya nelayan menggunakan es balok yang kemudian
dihancurkan sedikit kasar.
Namun, penggunaan es dalam penanganan ikan teri tidak dapat menjamin
ikan teri tetap segar dan bermutu baik, kadang kala ada pula ikan teri nasi yang
sudah dalam keadaan rusak (badan hancur). Perusahaan masih tetap membeli
ikan teri nasi yang bermutu kurang baik tersebut dan biasanya diproses untuk
pasar lokal, sedangkan untuk pasar ekspor biasanya ikan teri yang bermutu baik,
yakni warna putih transparan, ukuran rata dan badan utuh. Hanya 20% dari ikan
teri nasi yang bermutu baik, sehingga dapat diproduksi oleh CV. Sumber Rejeki
41
untuk dijadikan produk chirimen, sedangkan 80% lainnya masih bermutu kurang
baik dan diolah menjadi produk ikan teri nasi asin.
Gambar 16 Pemisahan ikan teri nasi berdasarkan mutu
4.2.2 Manajemen penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu
Manajemen penangkapan ikan teri nasi dapat diketahui dengan
menggunakan analisis teknis. Deskripsi teknis unit penangkapan, metode dalam
pengoperasian alat tangkap dan efisiensi teknis dari unit penangkapan teri nasi
yang ada di Kabupaten Indramayu. Efisiensi teknis dilakukan untuk mengetahui
konsumsi bahan bakar tenaga penggerak, produksi dan produksivitas
penangkapan yang ada di Kabupaten Indramayu.
1) Unit Penangkapan
Unit penangkapan ikan terdiri dari kapal/perahu yang digunakan dalam
proses penangkapan ikan, alat tangkap yang digunakan dalam proses penangkapan
ikan dan nelayan yang melakukan proses penangkapan ikan. Berikut adalah
uraian tentang unit penangkapan dalam manajemen penangkapan ikan teri nasi di
Kabupaten Indramayu.
(1) Kapal/Perahu
Kapal yang digunakan oleh nelayan Indramayu untuk menangkap ikan teri
nasi adalah kapal motor tempel. Kapal motor tempel yang digunakan biasanya
memiliki panjang (L) 7–9 m; lebar (B) 2,5–3,5 m; dan dalam (D) 1,5– 2,5 m.
Kapal tersebut terbuat dari kayu jati dengan umur teknis kapal rata-rata 15 tahun.
Mutu Baik
(Badan utuh)
Chirimen Ikan Teri Asin Kering
Ikan Teri Nasi Segar
Mutu Kurang Baik
(Badan tidak utuh)
Pegolahan
Ikan Teri
Nasi
42
Tenaga penggerak kapal berupa mesin tempel dengan kekuatan 16–24 PK dengan
umur teknis mesin rata-rata 5 tahun.
Umur teknis kapal dan mesin tergantung dari perawatan dan pemakaian
dari masing-masing nelayan. Perawatan dan perbaikan biasanya dilakukan
nelayan 6 bulan atau 1 tahun. Perawatan tersebut dengan cara membersihkan
bagian kapal dari teritip dan mengecat ulang kapal, sedangkan mesin setiap 4
bulan sekali diganti olinya atau hanya ditambahkan saja olinya jika kurang.
Servis mesin hanya dilakukan ketika rusak saja. Gambar mesin dapat dilihat di
Lampiran 3.
Kapal ini tidak dilengkapi dengan palka ikan. Untuk menyimpan hasil
tangkapan menggunakan blong, yaitu semacam drum yang terbuat dari plastik.
Kapal dilengkapi dengan tiang-tiang penyanggah tiang horizontal dan dua buah
tiang tegak terbuat dari bambu sebagai penyangga tiang horizontal. Tiang-tiang
tersebut digunakan untuk membuat rumah-rumahan dari terpal jika turun hujan.
(2) Alat Tangkap
Nelayan di Kabupaten Indramayu menangkap ikan teri nasi dengan
menggunakan alat tangkap payang teri. Alat tangkap payang teri terbagi dari tiga
bagian, yaitu sayap, badan dan kantong. Konstruksi dan ukuran alat tangkap
payang di Kabupaten Indramayu disesuaikan dengan jenis kapal yang digunakan
dalam operasi penangkapan ikan teri nasi.
Payang teri terbuat dari bahan jaring PE (polyethylene) multifilament yang
dijurai pada bagian badan dan sayap sedangkan pada bagian kantong
menggunakan bahan waring. Waring adalah semacam bahan jaring yang terbuat
dari PE, namun telah dimodifikasi sedemikian rupa oleh pabrik, sehingga
memiliki mesh size yang sangat kecil. Desain payang teri nasi ini terbagai atas
dua bagian, yaitu bagian atas (upper) dan bagian bawah (lower).
Tali ris bawah lebih pendek dari pada tali ris atas, sehingga sayap bagian
atas (upper) lebih panjang dibandingkan dengan bagian bawah (lower). Tujuan
tali ris bawah lebih pendek dari pada tali ris atas adalah untuk menghindari ikan
teri lolos ke arah vertikal. Panjang sayap upper keseluruhan adalah 98 meter,
sedangkan panjang sayap lower adalah 95 meter. Bagian sayap yang lebih
menjorok ke dalam memiliki ukuran mata jaring sebesar 4 cm dengan ukuran
43
sayap lebih panjang 3 meter dari pada sayap yang ada di bagian bawah (lower)
dengan jumlah mata ke arah panjang sebanyak 75 mata.
Ukuran mata jaring bagian atas akan semakin mengecil dari bagian sayap
sampai kantong. Bagian sayap terdiri dari sayap kanan dan sayap kiri memiliki
dua bagian yang sama panjang dengan struktur terbagi menjadi 3 bagian, yaitu
sayap depan, sayap tengah dan sayap belakang. Sayap bagian depan memiliki
ukuran mata jaring yang lebih besar dari pada mata jaring sayap bagian tengah,
sayap bagian tengah memiliki mata jaring yang lebih besar dari pada mata jaring
sayap bagian belakang (ukuran ◊ sayap depan > ukuran ◊ sayap tengah > ukuran ◊
sayap belakang).
Ukuran mata jaring sayap depan adalah 40 cm dengan jumlah mata ke
panjang sebanyak 125 mata dan panjang 50 meter. Sayap bagian tengah memiliki
ukuran mata jaring 20 cm dengan jumlah mata ke panjang sebanyak 150 mata
dengan panjang 30 meter. Sedangkan sayap bagian belakang memiliki ukuran
mata jaring masing-masing adalah 5 cm dan 4 cm dengan jumlah mata ke panjang
masing-masing 300 mata dan 75 mata. Panjang total sayap bagian belakang
adalah 18 meter.
Sayap bagian depan dan tengah memiliki ukuran yang sama antara bagian
lower dan upper. Ukuran mata jaring pada bagian lower adalah 5 cm dengan
jumlah mata ke arah panjang sebanyak 300 mata dan panjang totalnya adalah 15
meter. Hal yang membedakan antara bagian lower dan upper adalah pada bagian
sayap. Bagian sayap lower lebih pendek daripada bagian sayap upper, sehingga
bagian badan lower berukuran lebih panjang dibandingkan dengan badan upper.
Desain badan bagian bawah (lower) memiliki ukuran dan dimensi yang
relatif sama dengan bagian atas (upper). Panjang total badan lower adalah 9
meter, yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian depan dan bagian belakang. Mata
jaring depan berukuran 4 cm dengan banyak mata ke arah vertikal 175 mata dan
panjang 7 meter. Ukuran jaring badan lower bagian belakang adalah 0,7 cm
dengan banyak mata secara vertikal 280 mata dan panjang 2 meter. Bagian badan
untuk desain upper terdiri atas 2 jenis ukuran mata jaring yaitu ukuran 4 cm dan
0,7 cm dengan panjang keseluruhan mencapai 6 meter. Mata jaring 4 cm
memiliki jumlah mata ke arah panjang sebanyak 100 mata dengan panjang 4
44
meter dan mata jaring 0,7 cm memiliki jumlah mata ke arah panjang sebanyak
280 mata dengan panjang 2 meter.
Bagian kantong (code end) terbuat dari bahan waring dan memiliki dua
warna, yaitu hijau tua pada bagian depan dan hijau muda pada bagian belakang
(ujung). Bagian kantong berwarna hijau tua memiliki panjang 4,5 meter dan
waring berwarna hijau muda memiliki panjang 3,5 meter. Panjang keseluruhan
desain kantong adalah 8 meter dengan lebar 7 meter. Desain kantong memiliki
ukuran dan warna yang sama untuk upper dan lower. Ukuran mata jaring pada
bagian kantong sangat kecil yaitu 0,1 cm atau 10 mm.
Payang teri memiliki 4 buah pelampung yang terbuat dari bahan gabus
bekas atau dirigen bekas. Jumlah pemberat yang digunakan sebanyak 14–19 buah
dengan berat kurang lebih 1–2 kg untuk masing-masing pemberat. Pemberat yang
digunakan terbuat dari botol oli bekas yang diisi semen. Desain alat tangkap
payang teri dapat dilihat pada Lampiran 4.
(3) Nelayan
Nelayan di Kabupaten Indramayu terbagi menjadi dua, yaitu nelayan
juragan dan nelayan pandega. Nelayan di Kabupaten Indramayu sebagian besar
merupakan nelayan penuh dan hanya sebagian kecil saja yang nelayan sambil
utama yang pekerjaan sampingannya adalah menjadi buruh pabrik dan buruh tani.
Jumlah nelayan dalam setiap pengoperasian alat tangkap payang teri
biasanya antara 5–10 orang. Pembagian kerja masing-masing nelayan adalah 1
orang sebagai juru mudi (nahkoda), 1 orang sebagai pencari ikan teri, 1 orang
bertugas membersihkan kapal setelah selesai operasi, dan 1 orang yang
membetulkan alat tangkap yang rusak serta sisanya adalah sebagai ABK yang
membantu dalam mengoperasikan alat tangkap payang teri. Namun, pada saat
pengoperasian alat tangkap terutama ketika pengangkatan jaring (hauling), semua
nelayan ikut melakukan penarikan alat tangkap payang teri, kecuali juru mudi.
Pendapatan nelayan berasal dari hasil tangkapan yang ditentukan
berdasarkan sistem bagi hasil. Penjualan hasil tangkapan akan langsung dibagi
menjadi dua, yaitu pemilik kapal dan ABK. Hasil pembagian ABK akan dibagi
lagi dengan jumlah ABK yang ikut melaut secara merata. Sedangkan bagian
45
pemilik kapal, hasil yang peroleh akan dikurangi dengan biaya melaut. Biaya
melaut tersebut diantaranya adalah biaya bahan bakar, es, dan ransum.
2) Metode operasi penangkapan ikan
Pengoperasian alat tangkap payang teri di Kabupaten Indramayu dilakukan
pada pagi hingga siang hari. Nelayan berangkat dari fishing base sekitar jam
04.00 dan kembali ke pelabuhan sekitar pukul 12.00 atau 14.00. Nelayan payang
teri di Kabupaten Indramayu melakukan usaha penangkapan setiap hari pada
musim barat, kecuali pada cuaca buruk, upaya penangkapannya menurun.
Sedangkan pada musim timur, usaha penangkapannya 3-4 hari dalam seminggu.
Jumlah penurunan jaring (setting) pada saat musim teri dalam satu kali trip
penangkapan sebanyak lebih kurang 12-20 kali dan 3-7 kali saat musim paceklik.
Rata-rata waktu yang digunakan dalam satu kali setting adalah 6-10 menit dan
lama waktu pada saat hauling (proses pengangkatan jaring) adalah 8-15 menit.
Jarak waktu dari satu setting ke setting berikutnya adalah sekitar 10-45 menit, hal
ini dikarenakan nelayan memerlukan waktu untuk menentukan daerah tangkapan
atau yang dikenal dengan istilah hunting. Selain itu, jeda waktu dari satu setting
ke setting berikutnya biasa dimanfaatkan nelayan untuk memulihkan tenaga untuk
hauling berikutnya.
Tahap pengoperasian payang teri terdiri atas hunting, setting dan hauling.
Hunting adalah tahap mencari ikan, biasanya dilakukan oleh nelayan sambil
berdiri mengawasi ke arah permukaan laut. Nelayan dapat mengetahui
keberadaan gerombolan ikan teri ditandai dengan adanya buih-buih berwarna
putih di permukaan laut. Segera mungkin akan dilakukan setting setelah nelayan
menemukan gerombolan ikan. Setting dilakukan dengan cara nelayan
melemparkan pelampung terlebih dahulu kemudian menurunkan salah satu sisi
jaring dan pemberat secara perlahan. Kemudian kapal terus bergerak membentuk
lingkaran hingga alat tangkap payang teri tersebut dapat melingkari gerombolan
ikan teri.
Tahap selanjutnya adalah hauling, pada tahap ini kapal akan berhenti dan
mesin akan dimatikan. Selajutnya jaring payang teri ditarik ke kapal. Penarikan
jaring dimulai dasi sisi sebelah kiri lambung kapal dengan cara menarik tali
selambar secara cepat dan dan bersama-sama oleh semua nelayan, kecuali
46
nahkoda/juru mudi. Setelah bagian selambar dan badan diangkat, selanjutnya
adalah bagian kantong yang terbuat dari waring, yang merupakan bagian paling
terakhir diangkat ke kapal. Teri nasi hasil tangkapan tersebut dimasukan ke
dalam blong yang telah diberi es.
3) Efisiensi teknis
Efisiensi teknis memiliki hubungan dengan efisiensi dari unit penangkapan
ikan. Kriteria yang digunakan dalam rangka penilaian efisiensi teknis meliputi:
(a) Hemat biaya dan energi
Jumlah penggunaan bahan bakar dalam satu kali trip dapat dijadikan
penilaian untuk mengatakan suatu unit penangkapan hemat biaya dan energi atau
tidak. Hal tersebut dikarenakan bahan bakar dibutuhkan untuk mengoperasikan
suatu unit payang teri. Biasanya alat tangkap payang teri membutuhkan solar
sebanyak 20 liter dan oli mesin sebanyak 2–5 liter untuk 3 bulannya. Jumlah
bahan bakar ini tergantung pada jarak yang ditempuh untuk menuju fishing
ground serta lamanya proses hunting.
Pengoperasian alat tangkap payang teri rata-rata setiap harinya adalah 10
jam untuk satu kali trip. Mesin kapal dinyalakan rata-rata dalam waktu 7 jam
untuk satu kali trip pada waktu menuju fishing ground, hunting, setting dan
kembali ke fishing base, sedangkan selebihnya mesin kapal dimatikan.
Berdasarkan hal tersebut dapat dihitung konsumsi bahan bakar untuk satu kali trip
penangkapan ikan teri dengan menggunakan payang teri. Mesin membutuhkan
32,29 liter, sedangkan biasanya nelayan hanya menggunakan 20 liter solar per
trip. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan bakar solar cukup
hemat. Namun, itu tergantung pada jarak dari fishing base ke fishing ground.
(b) Meningkatkan produksi dan produktivitas
Berdasarkan wawancara dengan nelayan, diketahui produksi yang hasilkan
oleh nelayan payang teri per trip operasi adalah sekitar 100 kg pada saat musim
puncak, 40 kg pada musim sedang dan 20 kg pada saat musim paceklik. Jumlah
produksi yang dihasilkan perkekuatan mesin kapal (PK) untuk payang teri pada
musim puncak, sedang dan paceklik masing-masing adalah 5 kg; 2 kg; dan 1 kg.
47
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1.600.000
2007 2008 2009 2010 2011Ha
sil
tan
gk
ap
an
(ca
tch
) d
ala
m
Kg
Tahun
Produksi ini merupakan produksi rata-rata yang diperoleh nelayan di Kebupaten
Indramayu.
Gambar 17 Jumlah total produksi teri nasi (catch) tahun 2007 – 2011 di
Kabupaten Indramayu
Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa produksi tertinggi terjadi
pada tahun 2010 dengan nilai produksi 1.494.400 kg per tahun dan produksi
terendah terjadi pada tahun 2007 dengan nilai produksi 1.044.500 kg per tahun.
Produktivitas pada tahun 2010 adalah 7.547,475 kg per trip, sedangkan nilai
produktivitas pada tahun 2007 adalah 5.275,253 kg per trip. Secara keseluruhan
rata-rata produksi teri nasi Kabupaten Indramayu pada tahun 2007-2011 adalah
sebesar 1.282.700 kg per tahun dengan nilai produktivitas rata-rata 1.295,657 kg
per trip. Berdasarkan Gambar 17 juga dapat dilihat bahwa produksi penangkapan
ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Hal
tersebut berhubungan dengan pola musim penangkapan ikan teri nasi di
Kabupaten Indramayu. Seperti wilayah Indonesia lainnya, iklim di pesisir Jawa
Barat bagian utara dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim
yaitu musim barat dan musim timur (Dishidros 2000 vide Supriyadi 2008).
Berikut adalah pola musim penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu:
Gambar 18 Pola musim penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nov
Barat
Peralihan
Timur Paceklik
Puncak
Sedang
48
Musim puncak terjadi antara bulan Desember hingga Maret, namun Maret
akhir sudah merupakan musim peralihan hingga Mei. Musim paceklik terjadi
pada bulan Juni hingga Agustus, sedangkan September hingga November
merupakan musim peralihan dari musim paceklik ke musim puncak, pada bulan
ini ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu sudah mulai banyak hal tersebut dapat
dilihat dari jumlah produksi ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki yang meningkat
pada bulan-bulan tersebut. Sedangkan pada musim puncak, jumlah ikan teri nasi
yang banyak di perairan Kabupaten Indramayu, namun upaya penangkapannya
kurang.
Kapasitas produksi pengolahan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki sekitar
2,5 ton per hari dan sekitar 900 ton per tahun, sedangkan di Desa Dadap terdapat
sekitar 2 perusahaan pengolahan ikan teri nasi serupa. Namun dari 3 perusahaan
pengolah ikan teri nasi di Desa Dadap, hanya 2 diantaranya yang mengekspor
produk olahan ikan teri nasi, dan kapasitas produksi ikan teri nasi di perusahaan
selain CV. Sumber Rejeki lebih sedikit. Begitu juga dengan kapasitas produksi
pengolahan produk chirimen yang tidak sebanyak CV. Sumber Rejeki.
Jumlah armada yang semakin bertambah setiap tahunnya dan terpusatnya
daerah penangkapan di fishing ground 2-3 mil dan peningkatan upaya
penangkapan yang terus menerus merupakan penyebab penurunan ikan yang
dikeluhkan nelayan. Upaya penangkapan atau jumlah armada yang ada harus
diefektifkan, dimana sedapat mungkin upaya yang dilakukan tidak melebihi
kondisi pengusahaan maksimum. Mengurangi upaya penangkapan dapat
menurunkan biaya operasional total dan secara tidak langsung dapat memberikan
kesempatan kepada sumberdaya ikan teri nasi yang ada untuk melakukan
pemulihan sumberdaya (berproduksi).
Penurunan upaya dapat dilakukan dengan tidak melebihi upaya optimum
akan dapat meningkatkan produktivitas penangkapan pada tahun-tahun berikutnya
secara bertahap. Kontrol upaya penangkapan harus dilakukan agar produktivitas
penangkapan tetap stabil dan mengalami peningkatan.
4.3 Manajemen Produksi
Produksi merupakan aktivitas dalam mengolah bahan mentah menjadi
bahan jadi ataupun bahan setengah jadi. Produksi yang dilakukan pada CV.
49
Sumber Rejeki adalah mengolah bahan mentah, yaitu ikan teri nasi basah (raw
material) menjadi bahan setengah jadi yaitu ikan teri nasi kering, baik ikan teri
nasi asin ataupun chirimen. Selain produk ikan teri nasi asin dan chirimen,
perusahaan juga memproduksi produk lain, antara lain yaitu udang rebon dan
cumi-cumi asin.
Perusahaan tidak setiap hari mendapatkan stok ikan teri nasi ketika sedang
musim paceklik, tergantung dari hasil tangkapan nelayan, sehingga ketika musim
teri nasi paceklik perusahaan jarang melakukan produksi, apalagi untuk produksi
chirimen ekspor. Hal ini berkaitan dengan biaya produksi yang mahal. Proses
produksi dapat dibedakan menjadi dua jenis (Assauri 1998), yaitu yang bersifat
terputus (intermittent) dan proses produksi yang bersifat terus menerus
(continuous).
Ikan teri nasi asin merupakan produk olahan ikan teri nasi yang diasinkan
dengan menggunakan garam. Produk ini merupakan produk yang paling banyak
diproduksi oleh CV. Sumber Rejeki. Produk ini adalah produk yang dipasarkan
untuk tujuan lokal (dalam negeri).
Chirimen merupakan produk olahan ikan teri nasi yang diolah dengan cara
yang hampir sama dengan produk ikan teri nasi asin, hanya saja ada beberapa
perbedaan dalam pengolahannya. Diantara perbedaan tersebut adalah pada
perbedaan penggunaan garam dalam proses perebusan ikan teri nasi tersebut.
Chirimen yang diproduksi memiliki dua jenis olahan, yaitu chirimen BS (belum
sortir dan sizing) dan chirimen sudah lulus sortir dan sizing. Sedangkan produk
udang rebon dan cumi-cumi asin adalah produk tambahan jika perusahaan
mendapatkan bahan bakunya. Produksi udang rebon dan cumi-cumi asin ini
tidaklah sebanyak produksi ikan teri nasi asin dan chirimen karena CV. Sumber
Rejeki memang hanya fokus untuk produksi kedua produk tersebut.
Proses produksi yang dilakukan oleh CV. Sumber Rejeki dalam
pengolahan produk chirimen lulus sortir dan sizing merupakan proses produksi
semi modern, karena dalam beberapa prosesnya sudah menggunakan mesin
sebagai alat bantunya. Sedangkan untuk produk chirimen BS, ikan teri nasi asin,
udang rebon atau cumi-cumi asin masih bersifat tradisional. Namun bila ditinjau
dari segi manajerial perusahaan, perusahaan ini belum menerapkan sistem
50
manajerial dan struktur organisasi yang baik. Kendali untuk semua kegiatan dan
pemecahan masalah langsung diambil alih oleh pemilik perusahaan. Maka
perusahaan ini masih tergolong bersifat tradisional, karena dapat dilihat dari
sistem manajerial dan kendali dari pemecahan masalah yang langsung bersumber
pada pemilik perusahaan.
Secara garis besar, proses produksi yang berlangsung di CV. Sumber
Rejeki dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu proses I dan proses II. Proses I
dimulai dari mulai proses timbang 2 di unit pengolahan sampai proses
penjemuran. Sedangkan proses II diawali dengan proses sortasi sampai
pengepakan. Proses produksi yang dilakukan oleh CV. Sumber Rejeki meliputi
proses-proses yang ditunjukan untuk mengubah bahan mentah yaitu ikan teri nasi
basah (raw material) menjadi ikan teri nasi kering (dried small fish) yang
digunakan untuk kebutuhan komersial. Diagram alir proses produski dapat dilihat
pada Gambar 19 dan Lampiran 6. Namun, sebelum dilakukan proses I dan proses
II, ikan teri nasi yang diterima oleh CV. Sumber Rejeki, akan melewati beberapa
proses.
4.3.1 Proses timbang I
Proses timbang dilakukan di daerah-daerah pengadaan bahan baku. Proses
timbang I hanya dilakukan untuk lokasi penangkapan yang letaknya berjauhan
dengan unit pengolahan. Proses timbang ini menggunakan timbangan gantung.
Bahan baku ikan teri nasi basah yang telah ditangkap oleh para nelayan ditimbang
terlebih dahulu di pos timbang. Bahan baku yang sudah ditimbang kemudian
dimasukkan ke dalam blong dan diberi es.
Bahan baku yang ditimbang tersebut dicatat mengenai berat, harga dan
nama supplier-nya. Pencatatan ini dilakukan oleh supervisor bagian pengadaan
dan supplier dalam bentuk nota. Nota juga diberikan kepada nelayan sebagai
tanda pembayaran terhadap bahan baku yang telah dijualnya. Untuk pembayaran
ikan teri nasi yang dijual ke CV. Sumber Rejeki, para supplier mendapat bayaran
dari perusahaan sebesar Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram.
51
4.3.2 Receiving
Pembuatan produk chirimen melalui serangkaian proses, diawali dengan
penerimaan bahan baku dari pemasok. Ketika musim puncak, perusahaan dapat
menerima ikan teri nasi lebih dari 200 kg setiap harinya dari pemasok sekitar
perusahaan, dalam hal ini adalah ikan teri yang berasal dari PPI Dadap. Namun
terkadang ada pemasok dari pelabuhan lain yang menjual ikan teri nasi ke
perusahaan.
Ikan teri nasi yang diterima umumnya masih dalam kondisi segar, namun
hal tersebut tidak menutup kemungkinan adanya ikan teri nasi yang bermutu
rendah seperti badan ikan teri yang sudah tidak utuh. Perusahaan memisahkan
ikan teri bermutu tinggi dan yang bermutu rendah secara keseluruhan dari masing-
masing nelayan, karena tenaga kerja (penyortir) CV. Sumber Rejeki sudah
terbiasa dapat mengetahui mutu ikan teri nasi yang diterima. Dalam hal harga,
perusahaan tidak membedakan antara ikan teri nasi yang bermutu tinggi dengan
ikan teri nasi bermutu rendah.
Nelayan membawa ikan teri nasi ke perusahaan dengan menggunakan
boks styrofo-foam, ember atau blong. Kemudian ikan teri dipindahkan ke
keranjang dan ditimbang. Selanjutnya perusahaan membayar tunai ikan teri nasi
tersebut.
Boks styrofo-foam memiliki kapasitas 30-35 kg bahan baku ikan teri nasi.
Ember memiliki kapasitas 5-10 kg ikan teri nasi, sedangkan blong memiliki
kapasitas 80-100 kg bahan baku ikan teri nasi.
4.3.3 Proses I
Produk ikan teri nasi asin dan teri nasi chirimen, baik itu cihirimen BS
atau chirimen lulus sortir dan sizing akan melewati tahap ini. Namun terdapat
perbedaan perlakuan untuk ketiga produk tersebut. Berikut akan dipaparkan
proses kegiatan yang termasuk dalam proses I.
1) Proses timbang 2
Proses ini bertujuan untuk mengukur penyusutan berat bahan baku dan
mengetahui kualitas bahan baku selama perjalanan dari daerah pengadaan sampai
52
ke unit pengolahan. Sehingga pada proses pengolahan selanjutnya bahan baku
dapat diberi perlakuan yang tepat.
Proses penimbangan dan alat yang digunakan pada proses timbang 2 sama
dengan proses timbang 1. Proses timbang 2 terjadi di unit pengolahan. Selain
untuk mengecek penyusutan berat bahan baku dan kualitas mutu dari proses
timbang 1, proses timbang juga digunakan untuk mengetahui berat bahan baku
ikan teri nasi dari nelayan atau supplier yang melakukan penangkapan dekat
dengan unit penangkapan.
2) Pencucian bahan baku
Ikan teri yang masih diletakkan dalam keranjang tersebut dicuci dengan
menggunakan air bersih dan mengalir. Hal tersebut bertujuan untuk
membersihkan ikan teri nasi yang akan diolah bersih dari kotoran atau benda
asing yang melekat pada tubuh ikan. Pencucian ini dilakukan di bak pencucian.
Bak pencucian ini terbuat dari bahan semen, batu bata, dan porselen. Setiap bak
pencucian memiliki saluran pemasukan dan pembuangan air.
Tahap awal proses pencucian yaitu ikan teri nasi basah dipindahkan ke
dalam irig kecil (sejenis keranjang terbuat dari plastik). Kapasitas irig kecil ini
memiliki kapasitas lebih kurang 2 kg. Proses pemindahan ini dilakukan oleh satu
orang. Irig kecil yang telah berisi bahan baku tersebut kemudian direndam ke
dalam bak pencucian yang telah diisi air ledeng (PAM).
Perlakuan dalam proses pencucian ini dengan cara mengaduk ikan
perlahan-lahan saat direndam dalam proses pencucian ini dengan menggunakan
tangan yang telah dilapisi dengan sarung tangan plastik (untuk proses perlakuan
ikan teri nasi tujuan ekspor, sedangkan untuk ikan teri nasi tujuan lokal tidak
menggunakan sarung tangan). Setelah dicuci di bak pertama, ikan teri nasi
kemudian dipindahkan ke bak cuci kedua. Kemudian dicuci di bak ketiga dengan
pelakuan yang sama seperti pada perlakuan pencucian di bak pertama.
Untuk ikan teri nasi tujuan ekspor pencucian dilakukan hingga tiga kali.
Sedangkan untuk ikan teri nasi tujuan lokal hanya diberi air saja untuk merendam
ikan teri nasi sesaat sebelum direbus. Ikan teri nasi tersebut direndam pada boks
fiber.
53
3) Proses penirisan
Bahan baku yang telah dicuci dan masih dalam irig tersebut akan
dibiarkan beberapa saat hingga tiris. Proses penirisan ini dilakukan dengan tujuan
untuk menurunkan air yang merupakan sisa-sisa air pencucian. Penggunakan irig
untuk meletakkan ikan teri nasi adalah untuk memudahkan air mengalir saat
pencucian dan penirisan.
Proses penirisan ini dilakukan dengan meletakkan irig pada kerangka
penirisan dan dibiarkan beberapa saat. Tenaga kerja yang bertugas melakukan
pekerjaan ini adalah orang yang sama dengan yang bertugas melakukan pencucian
bahan baku ikan teri nasi.
4) Proses perebusan
Tahap selanjutnya adalah proses pemasakan ikan teri nasi, dengan cara
direbus dalam air garam yang mendidih, yaitu pada suhu 1000
– 1030C. Lamanya
proses pemasakan ini bergantung pada ukuran ikan, untuk ikan teri nasi cukup
dalam waktu 1–2 menit saja, sedangkan untuk ikan teri besar proses pamasakan
biasa dalam waktu 7–10 menit.
Sebelum tahap ini dilakukan, maka perlu persiapan. Persiapan-persiapan
tersebut meliputi pengisian air bejana perebusan dan menyalakan kompor. Air
untuk mengisi bejana ini menggunakan air PAM. Saat menjelang air mendidih
garam dimasukkan ke dalam bejana yang telah terisi 200 liter air. Setelah air
mendidih dan garam telah larut maka proses perebusan mulai dilakukan. Proses
perebusan yang disertai penggaraman ini bertujuan untuk mengurangi kadar air,
membunuh mikroorganisme dan meningkatkan citrarasa ikan.
Garam yang digunakan dalam proses pemasakan ikan teri nasi tujuan
ekspor (chirimen) adalah 10 kg. Hal tersebut dikarenakan permintaan dari negara
tujuan yang menginginkan ikan teri nasi tersebut memiliki tingkat kadar garam
yang rendah. Biasanya kadar garamnya berkisar 3-6%. Sedangkan untuk ikan
teri nasi tujuan lokal, air yang digunakan untuk merebus adalah sebanyak 200 liter
air, sedangkan garam yang digunakan adalah 50–60 kg. Hal tersebut dikarenakan
kebiasaan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat di Pulau Jawa yang
menyukai makanan asin, sehingga ikan teri nasi diolah menjadi produk teri nasi
asin dengan kadar garam 30-40%.
54
CV. Sumber Rejeki memiliki dua buah bejana perebusan, dimana masing-
masing bejana ini dapat merebus 8 irig sekaligus. Pengadukan akan dilakukan
tiga kali selama proses perebusan ini, yaitu pada awal perebusan, pertengahan dan
pada akhir perebusan. Pengadukan ini bertujuan agar tingkat kematangan ikan
merata. Ciri-ciri ikan yang matang adalah ikan akan mengambang saat direbus
dan ikan tidak berlendir. Jika ikan yang direbus memiliki ciri-ciri tersebut maka
sudah dapat dipastikan ikan tersebut telah matang dan proses perebusan akan
segera dihentikan.
Garam yang digunakan untuk pembuatan chirimen adalah garam dengan
grade A yang memiliki warna putih tanpa kotoran, karena jika garam yang
digunakan kotor, maka akan berpengaruh terhadap warna produk chirimen.
Garam yang biasa digunakan untuk pembuatan chirimen biasa dipasok dari daerah
Losarang di Kabupaten Indramayu. Namun, jika pemasokan garam dari Losarang
kurang, maka perusahaan akan membeli garam di Cirebon yang biasanya garam
tersebut adalah garam impor yang berasal dari India dengan harga yang cukup
mahal dibandingkan garam grade A dari Losarang, yaitu Rp 1.100 per kg.
Sedangkan garam impor grade A yang berasal dari India dibeli dari Cirebon
hanya dengan Rp 1.400 per kg.
Selain memasok garam grade A, perusahaan juga membeli garam biasa
tanpa grade yang digunakan untuk perebusan ikan teri nasi tujuan pasar lokal.
Garam ini dibeli dengan harga Rp 700 hingga Rp 800 per kg. Perusahaan
membeli garam tersebut dari Losarang atau Cirebon.
Kualitas garam dan air untuk merebus merupakan faktor yang perlu
diperhatikan dalam proses perebusan. Oleh karena itu CV. Sumber Rejeki
memperhatikan betul kualitas garam yang dipakai dan air yang digunakan untuk
proses perebusan. CV. Sumber Rejeki juga memiliki standar kapan air untuk
proses perebusan diganti dan ditambahkan garam kembali.
5) Proses penganginan ikan
Proses penganginan ikan ini bertujuan untuk menurunkan air rebusan dan
untuk menurunkan suhu ikan. Setelah ikan direbus dan matang, ikan akan
ditiriskan hingga air rebusan yang terbawa berkurang, hingga setengah kering.
55
Selanjutnya ikan teri tersebut akan disebarkan secara merata dengan
menggunakan ayakan yang berdiameter lubang 1,5 cm di sanoko.
Sanoko adalah wadah seperti tempayan hanya saja terbuat dari bingkai
kayu berbentuk persegi panjang dengan alas waring. Di atas wadah tersebut ikan
teri nasi diratakan agar menyebar rata, sehingga ikan teri nasi tidak bergerombol
dan cepat kering. Kemudian sanoko tersebut akan dijemur dengan cara disusun
dan dianginkan hingga tidak terlalu panas dan uap panasnya hilang.
Apabila cuaca bagus dan ada sinar matahari, maka ikan akan langsung
dijemur. Namun jika cuaca buruk atau mendung, maka ikan akan dimasukkan ke
dalam cold storage untuk mencegah terjadinya penurunan mutu.
6) Proses penjemuran
Proses penjemuran (pengeringan) ini bertujuan untuk mengurangi kadar
air dalam ikan, memperpanjang daya simpan ikan dan memenuhi permintaan
konsumen. Kekeringan untuk ikan teri nasi pasar ekspor (chirimen) dan pasar
lokal berbeda, dikarekan kadar garam yang terkandung di dalamnya berbeda.
Kadar garam ikan teri nasi untuk tujuan pasar lokal yang tinggi dapat
menghambat bakteri tumbuh sehingga ikan teri nasi hanya dijemur sampai
setengah kering. Sedangkan chirimen yang memiliki kadar garam rendah,
sehingga rasanya hampir tawar membutuhkan waktu pengeringan yang sedikit
lebih lama hingga teri nasi benar-benar kering.
Proses pengeringan ini dilakukan secara tradisional, yaitu dengan bantuan
sinar matahari dan dilakukan bila cuaca bagus. Ikan-ikan yang dijemur berasal
dari proses penganginan ikan atau ikan-ikan yang disimpan dalam cold storage
karena setelah proses penganginan cuaca tidak mendukung untuk melakukan
penjemuran. Ikan teri nasi dijemur di atas rak penjemur. Waktu penjemuran ini
sekitar 1 hari (± 8 jam).
Pada proses ini dilakukan pembalikan ikan teri yang bertujuan untuk
meratakan tingkat kekeringan ikan. Pembalikan dilakukan 2-3 kali. Pembalikan
pertama dilakukan dengan bantuan sanoko yang lain. Ikan yang ada akan
dipindahkan ke sanoko yang baru dengan cara dibalik, kemudian diratakan
dengan tangan agar tidak menggumpal. Sedangkan pembalikan kedua dilakukan
56
dengan cara mengumpulkan ikan ditengah-tengah sanoko yang kemudian akan
disebar lagi secara merata dengan menggunakan tangan.
Ikan teri akan dijemur hingga kadar air yang terkandung pada ikan teri
nasi untuk tujuan ekspor (chirimen) mencapai 20-33%. Hal tersebut merupakan
standar baku produk untuk tujuan ekspor. Namun apabila ikan teri nasi belum
kering dan cuaca tidak bagus, maka ikan akan dipindahkan ke sanoko timbun
yang kemudian akan disimpan ke dalam cold storage.
4.3.4 Proses 2
Kegiatan yang termasuk proses 2 ini diantaranya adalah proses sortasi
(sorting), proses sizing, proses penimbangan dan proses pengemasan (packing).
Perlakuan pada setiap alur kegiatan ini akan berbeda untuk tiap-tiap produk yang
diproduksi CV. Sumber Rejeki.
Produk ikan teri nasi asin untuk tujuan pasar dalam negeri dan produk
chirimen BS tidak akan melewati tahap proses kegiatan sortasi dan sizing.
Produk-produk tersebut akan langsung ditimbang dan dikemas untuk kemudian
dipasarkan atau disimpan dalam cold storage. Sedangkan produk chirimen lulus
sortir dan sizing akan melewati tahap sortir dan sizing yang kemudian akan
ditimbang dan dikemas. Berikut adalah uraiannya:
1) Proses sortasi
Sorting atau proses sortasi merupakan tahap setelah ikan teri nasi kering.
Tahap ini merupakan proses yang hanya dilakukan pada produk chirimen dengan
permintaan lulus sortir dan sizing. Sedangkan untuk ikan teri nasi asin tujuan
dalam negeri serta produk chirimen BS tidak dilakukan sortasi dan pemisahan
ukuran (sizing), melainkan langsung ditimbang dan dikemas untuk segera
dipasarkan.
Proses sorting ini merupakan proses dimana chirimen dipisahkan dari
kotoran dan ikan lain yang masih tercampur. Selain itu, dalam proses ini chirimen
yang badannya sudah tidak utuh (patah) akan dipisahkan dengan ikan teri nasi
yang badannya masih utuh (tidak patah). Hal tersebut karena pasar ekspor tidak
menerima ikan teri nasi kering chirimen dengan kondisi tersebut. Ikan teri nasi
kering (chirimen) harus memiliki 95% kadar chirimen bersih.
57
Proses ini dilakukan setelah ikan kering (setelah proses penjemuran).
Sortasi dilakukan dalam sebuah ruangan tersendiri yang dilengkapi dengan sara
penunjangnya, seperti meja, kursi, dan alat tampi. Proses ini dilakukukan secara
manual dengan mengunakan jari tangan untuk memilah ikan teri yang berbadan
utuh dan yang patah. Sedangkan untuk memisahkan ikan teri nasi yang sudah
hancur menjadi bubuk dan yang tidak, pekerja akan menampi produk tersebut.
Produk ikan teri chirimen untuk tujuan ekspor memiliki cirri-ciri ikan
bersih, utuh (tidak patah) dan warnanya putih cerah. Untuk menunggu proses
selanjutnya (sizing), produk ikan yang bermutu ekspor tersebut disimpan dalam
basket kering dan bersih.
2) Proses sizing
Proses sizing adalah proses dimana chirimen dikelompokkan berdasarkan
ukurannya. Proses sizing ini menggunakan alat atau mesin sizing yang
memungkinkan adanya produksi massal (banyak) dan memudahkan pekerjaan.
Selain itu, dengan digunakannya mesin sizing ini, ukuran untuk chirimen akan
seragam.
Setelah chirimen melewati proses sortasi, maka selanjutnya adalah proses
pemisahan chirimen berdasarkan ukurannya. Sizing yang dilakukan perusahaan
masih konvensional, karena peralatan yang digunakan perusahaan ini adalah
mesin sizing yang hanya berupa blower. Blower yang pada prinsipnya
memisahkan teri berdasarkan berat dan ringannya massa teri (weight grader). Hal
tersebut mengasumsikan, bahwa berat teri akan merepresentasikan panjang sesuai
size yang ditentukan. Semakin ringan teri yang terkena blower maka akan
semakin jauh letak jatuhnya yang kemudian dikategorikan pada ukuran tertentu.
Begitu pula sebaliknya, semakin berat teri maka lokasi jatuhnya akan semakin
dekat dengan blower. Pada mesin sizing terdapat lima laci, laci pertama untuk
ukuran medium, laci kedua untuk ukuran small, laci ketiga untuk ukuran short and
small, laci keempat dan kelima untuk sisa debu atau kotoran pada ikan teri nasi.
Petak laci pada mesin sizing terbuat dari triplek.
Berdasarkan keterangan dari pihak perusahaan, bila ditinjau dari segi
keakuratan, pemisahan tersebut masih berkisar 75-80%. Tidak menutup
kemungkinan teri-teri tersebut akan tetap tercampur dalam size yang berbeda,
58
terhalang jaring pada alat eksisting ataupun masih tercampurnya barang lain
(komponen non teri) seperti kawat. Ini menyebabkan adanya tambahan waktu
untuk pemisahan secara manual untuk teri yang berada pada jaring. Adanya
penambahan waktu juga dikarenakan harus dilakukannya proses sizing dengan
beberapa kali siklus atau perputaran proses. Dilakukannya proses sizing berulang
untuk benar-benar memastikan bahwa teri nasi dalam kondisi yang bersih,
sehingga terkadang perusahaan melakukan proses sizing secara manual seperti
sortasi, dengan menggunakan tenaga manusia untuk memilah ikan teri nasi
berdasarkan ukurannya.
Perusahaan masih belum banyak memproduksi produk chirimen lulus
sortir dan pemisahan ukuran, sehingga penggunaan mesim blower masih kurang
dan lebih banyak bergantung pada pemisahan ukuran yang dilakukan oleh tenaga
manusia. Kurangnya perusahaan dalam memproduksi produk chirimen lulus
sortir dan pemisahan ukuran ini dikarenakan perusahaan pengekspor lebih sering
memesan produk chirimen BS, karena harganya yang jauh lebih murah.
Perusahaan pegekspor akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar walau
proses sortasi dan sizing akan dilakukan di perusahaan pengolahan miliknya,
karena mesin pemisah ukuran yang dimiliki perusahaan pengekspor sudah
modern.
Standar ukuran chirimen ini terbagi menjadi 4 kategori, yaitu size SS, S,
M, dan L. Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan konsumen (pasar)
internasional menginginkan ukuran MS, yaitu ukuran dengan komposisi 65%
ukuran M dan 35% ukuran S. Ukuran (size) SS adalah berkisar antara 0,5-1 cm.
Ukuran S berada diantara 1-2 cm. Ukuran 2-3 cm merupakan ukuran untuk M
dan size L memiliki kisaran ukuran lebih dari 3 cm.
3) Proses penimbangan
Produk ikan teri yang diproduksi CV. Sumber Rejeki akan ditimbang
sebelum dikemas. Baik itu produk ikan teri nasi asin, chirimen BS ataupun
chirimen lulus sortir dan sizing. Produk tersebut akan ditimbang sesuai dengan
ukuran yang tertera pada kemasan. Biasanya 15 kg per kemasannya.
59
4) Proses pengemasan
Chirimen yang seukuran akan dikemas dalam suatu kardus sembari
ditimbang di atas timbangan. Setelah beratnya sesuai dengan yang tertera dalam
kardus, maka kardus yang berisi chirimen tersebut akan ditutup dengan kertas
koran dan kardus akan diselotip. Proses pengemasan ini bertujuan untuk
melidungi produk dari pengaruh luar yang dapat menyebabkan kerusakan produk,
serta untuk mempermudah dalam proses distribusi.
Proses dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia.
Pengemasan produk disesuaikan dengan ukuran produk. Dalam satu kemasan
hanya terdapat satu jenis ukuran untuk produk chirimen, kecuali untuk produk
chirimen BS dan ikan teri nasi asin, karena ukuran produk bukanlah standar untuk
pemasaran, sehingga ukuran produk masih tercampur.
Kemasan yang digunakan adalah kardus. Kardus yang digunakan adalah
kardus bekas kemasan makanan lain yang akan dilapisi koran. Peggunaan koran
masih belum baik dan tidak sesuai dengan standar kesehatan, namun penggunaan
koran dan kardus bekas ini hanya dilakukan pada produk ikan teri nasi asin untuk
pasar dalam negeri saja, sedangkan untuk produk chirimen penggunaan kardus
sudah cukup baik dengan adanya kardus yang diberikan oleh perusahaan
pengekspor. Namun sesampainya di perusahaan pengekspor, kemasan kardus
tersebut akan diganti dengan kemasan papan kertas dengan tipe double wall
(lapisan bergelombang dinding ganda).
Proses pengemasan yang dilakukan di perusahaan pengekspor akan
dimulai dengan pengecekan kualitas ikan teri nasi kering (chirimen) apakah layak
untuk dikemas atau tidak. Jika produk layak untuk dikemas, maka produk akan
langsung dikemas. Sedangkan jika produk tidak layak kemas, maka produk akan
dikembalikan ke bagian produksi untuk dilakukan proses ulang. Layak kemas
atau tidaknya produk chirimen ini bergantung pada ukuran ikan, kepatahan,
kekeringan dan warna ikan.
Setelah melewati proses pengecekan, chirimen tersebut akan dikemas.
Cara pengemasan ini pertama-tama dengan melapisi papan kertas dengan plastik.
Papan kertas ini memiliki kapasitas berat bersih 5 kilogram. Kemasan ini
merupakan kemasan yang aman dan dapat membuat produk chirimen tahan lama
60
karena kemasan tersebut merupakan kemasan kedap udara. Produk chirimen akan
dimasukkan ke dalam plastik sembari ditimbang yang kemudian akan di press
hingga tidak ada udara di dalamnya, yang kemudian dikemas dalam kemasan
papan kertas.
4.3.5 Penyimpanan
Chirimen yang telah dikemas dengan menggunakan kardus akan langsung
dipasarkan jika perusahaan pengekspor memintanya. Namun jika perusahaan
pengekspor belum meminta, maka chirimen tersebut akan disimpan di dalam cold
storage dengan suhu antaa -10oC hingga -20
oC. Begitu pula dengan ikan teri nasi
untuk tujuan lokal, akan disimpan di cold storage sebelum akhirnya dipasarkan.
Berikut adalah alur produksi ikan teri nasi.
61
Proses I Proses II
Gambar 19 Diagram alir proses pengolahan produk teri nasi kering chirimen
dan produk teri nasi asin di CV. Sumber Rejeki
4.4 Manajemen Mutu
Analisis mutu dilakukan untuk mengetahui kualitas atau mutu ikan teri
nasi. Mutu ikan teri nasi dianalisis dengan menganalisa seberapa besar
perbandingan antara produksi yang dihasilkan dengan produk ikan teri nasi yang
berkualitas baik atau memenuhi standar ekspor. Manajemen mutu terdiri dari
sumber bahan baku dan penanganan bahan baku.
Tidak Jemur
Tidak
Tidak
A
Ya
Ya
Ya
Sesuai
Sortasi
Sesuai
Sizing
Sesuai
Packing
Finish good
Cold Storage
A
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Row material
Timbang I, timbang II
Cuci
Sesuai
Sesuai
Ikan Teri Rebus
Rebus dan Penggaraman
Penirisan
Ya
Tidak Panas
Cold
Storage
Jemur
Ikan Teri Rebus
(Kering air)
62
4.4.1 Sumber bahan baku
Bahan baku ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki diperoleh dari nelayan
langsung dan bakul (supplier) yang bekerja sama dengan nelayan. Perusahaan
akan menerima semua ikan teri nasi dari nelayan dan bakul. Namun, perusahaan
akan memisahkan ikan teri nasi tersebut berdasarkan mutu ikan teri nasi tersebut.
Mutu ikan teri nasi yang kurang baik memiliki ciri warna kurang atau tidak putih
dan badan hancur.
Berdasarkan hasil pemisahan ikan teri nasi berdasarkan mutu yang
dilakukan oleh CV. Sumber Rejeki, ikan teri nasi yang diperoleh dari nelayan
langsung memiliki mutu lebih rendah dari pada mutu ikan teri nasi yang diperoleh
dari supplier (bakul). Hal tersebut diakibatkan karena sesaat ikan teri nasi
didaratkan di darmaga, nelayan tidak langsung mendistribusikannya ke pabrik
pengolahan, melainkan membawanya ke rumah nelayan terlebih dahulu.
Sedangkan ikan teri nasi yang diperoleh dari bakul, akan langsung didistribusikan
sesaaat setelah didaratkan di darmaga.
Selain dikarenakan faktor di atas, mutu ikan teri nasi yang berasal dari
bakul lebih baik karena bakul memperhatikan betul mutu ikan teri nasi yang
dihasilkan nelayan, dalam hal ini adalah nelayan yang bekerja sama dengan bakul.
Bakul sudah sadar akan mutu ikan teri nasi, mutu yang baik dapat dicegah dengan
penggunaan es yang lebih banyak. Oleh karena itu, nelayan yang bekerja sama
dengan bakul membawa es lebih banyak dibandingkan nelayan biasa, sehingga
harag ikan teri nasi dari bakul lebih tinggi daripada harga ikan teri nasi yang
didapat dari nelayan.
Guna dari pemisahan mutu ikan teri nasi tersebut adalah untuk pemisahan
proses pengolahan produk ikan teri nasi. Ikan teri nasi bermutu baik akan diolah
untuk menjadi produk chirimen dan ikan teri nasi bermutu kurang baik akan
diolah menjadi produk ikan teri nasi asin. Berikut gambar adalah pemisahan mutu
berdasarkan tujuan pemasaran ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki:
63
Gambar 20 Pemisahan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki berdasarkan mutu
4.4.2 Penanganan bahan baku
Penanganan bahan baku ikan teri terdiri dari penanganan di atas kapal oleh
nelayan, penanganan saat pendaratan dan pendistribusian serta penanganan
selama proses pengolahan merupakan penentu mutu ikan teri nasi. Berikut adalah
penjelasannya:
1) Penanganan teri nasi di atas kapal
Hasil tangkapan ikan teri nasi yang didapat akan ditampung dalam sebuah
wadah. Kemudian ikan teri nasi dimasukkan ke dalam blong yang telah diisi es
balok atau es curah. Setelah itu, blong akan ditutup rapat-rapat agar tidak terkena
sinar matahari, sehingga mutu ikan teri dapat terjaga.
2) Penanganan teri nasi saat pendaratan dan pendistribusian
Ikan teri nasi yang didaratkan di tempat pedaratan ikan pada umumnya
masih dalam keadaan segar. Ikan teri nasi yang didaratkan disimpan di dalam
blong dan diberi es.
Ikan teri nasi yang didaratkan akan segera ditimbang di pos timbang 1.
Penimbangan tersebut dilakukan oleh supplier (bakul) yang memiliki ikatan
kerjasama dengan nelayan. Sedangkan nelayan yang tidak memiliki ikatan
kerjasama dengan bakul akan langsung menjual ikan teri nasi hasil tangkapannya
ke pasar atau pabrik pengolahan.
Ikan Teri Nasi
Segar
Pegolahan Ikan Teri Nasi
Mutu Baik
(Badan
utuh)
Chirimen
Pasar
Ekspor
(Mutu Baik)
Ikan Teri Asin
Kering
Pasar Lokal (Mutu Baik/Kurang
Baik)
Mutu Kurang Baik
(Badan tidak utuh)
64
Selanjutnya ikan teri nasi yang telah ditimbang oleh bakul akan
dipindahkan ke dalam blong milik bakul yang telah diberi es balok dan kemudian
ditutup rapat. Setelah itu hasil tangkapan ikan teri tersebut akan didistribusikan,
baik itu ke pasar ataupun ke pabrik pengolahan ikan teri seperti CV. Sumber
Rejeki. Pendistribusian tersebut dilakukan dengan menggunakan torca (motor
becak) dan juga becak.
3) Penanganan selama pengolahan
Ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu biasa diolah menjadi produk ikan
teri nasi asin dan produk ikan teri nasi kering (chirimen). Dimana produk ikan
teri nasi asin adalah produk yang dipasarkan untuk tujuan dalam negeri,
sedangkan produk chirimen adalah merupakan produk untuk tujuan pasar ekspor,
terutama Jepang.
Produk ikan teri nasi asin masih diolah secara tradisional, sedangkan
produk chirimen sudah diolah secara semi modern oleh perusahaan dengan
memperhatikan standar dan kualitas ikan teri nasi tersebut. Pada dasarnya baik
pengolahan ikan teri nasi asin dan chirimen ini relatif sederhana, tidak
memerlukan keahlian khusus. Hanya saja, terdapat beberapa perlakuan yang
berbeda dan khusus untuk produk chirimen ini. Perlakuan yang berbeda ini
ditujukan agar standar kualitas produk ini baik dan dapat diterima oleh Negara
tujuan ekspor.
Perlakuan berbeda ini adalah dengan adanya sentuhan modern yang
dilakukan perusahaan untuk menghasilkan produk teri nasi berkualitas baik
dengan memperhatikan mutu raw material dalam hal ini adalah ikan teri nasi,
mutu produk dan mutu-mutu pendukung kegiatan pengolahan ikan teri nasi kering
chirimen. Selain itu, perlakuan yang berbeda ini juga termasuk diantaranya
adalah dengan dipergunakannya mesin semi modern untuk pemisahan ukuran
produk chirimen.
Perlakuan yang khusus pada produksi produk chirimen menghasilkan
produk yang berkualitas, berikut adalah standar kualitas (mutu) produk chirimen
untuk pasar ekspor CV. Sumber Rejeki:
65
Tabel 7 Standar mutu produk teri nasi chirimen
No Parameter Standar Baku
1 Kadar air 20 – 33 %
2 Kadar garam Maksimal 6% b/v
3 Bau Tidak berbau
4 Warna Putih transparan
5 Kepatahan 0 – 2 %
6 Benda asing / ikan lain 2 %
7 Keseragaman ukuran 80 – 100%
8 Timbangan 15 kg netto/kardus
9 Ukuran:
1) SS
2) S
3) M
4) L
0,5 – 1 cm
1 – 2 cm
2 – 3 cm
>3 cm Sumber: Panduan mutu produk chirimen CV. Sumber Rejeki 2011
Menurut data standar mutu produk teri nasi chirimen, diketahui kadar air
20-33%. Kadar air yang rendah tersebut dilakukan dengan tujuan agar chirimen
tidak mengalami pembusukan (penguraian oleh bakteri dan jamur), karena
chirimen memiliki kadar garam maksimal 6% b/v. Kadar garam chirimen lebih
rendah dibandingkan dengan kadar garam produk ikan teri nasi asin untuk pasar
lokal, yang mencapai 30-40%. Standar warna chirimen harus putih transparan,
karena itu maka CV. Sumber Rejeki menggunakan garam berkualitas agar warna
chirimen tetap putih. Ikan teri nasi yang bermutu kurang baik tidak bisa dibuat
chirimen, karena warnanya sudah tidak putih transparan dan akan memiliki
tingkat kepatahan tinggi. Keseragaman ukuran berkisar antaar 80-100% untuk
produk chirimen, kecuali pengekspor meminta permintaan khusus seperti ukuran
MS, yaitu ukuran dengan komposisi 65% ukuran M dan 35% ukuran S.
Mutu dianalisis dengan menggunakan peta kendali. Untuk menggunakan
peta kendali, maka perlu ditentukan kriteria untuk mengevaluasi apa yang harus
kita perhatikan sebagai suatu ketidaknormalan (Ishikawa 1986). Tujuan dari
pembuatan peta kendali adalah untuk menentukan dengan dasar pergerakan titik-
titik perubahan apa yang telah terjadi dalam proses produksi.
Menurut Ishikawa (1986), jika proses produksi dalam keadaan terkendali,
berarti:
1) Semua titik terletak di dalam batas kendali; dan
66
2) Pengelompokan titik-titik tidak membentuk bentuk yang khusus.
Kriteria untuk mengetahui ketidaknormalan, yaitu:
1) Beberapa titik diluar batas kendali atas, atau
2) Titik membentuk khusus walaupun mereka semua jatuh di dalam batas
kendali.
Gambar 21 Peta kendali p mutu produk ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki,
Indramayu yang dibuat berdasarkan data yang ditunjukan pada
Tabel 8
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
1,100
1,200
Pro
po
rsi
(%)
Bulan
% Cacat GT BA BB
67
Tabel 8 Data produksi teri nasi CV. Sumber Rejeki tahun 2011 yang digunakan
untuk perhitungan analisis peta kendali p
Bulan Jumlah
Produksi n
(Kg)
Jumlah produk
domestik pn
(Kg)
P % BA % BB % GT
(% domestik)
Januari 2.847 2.097 0,736 0,828 0,781 0,806
Februari 3.290 2.990 0,908 0,806 0,785 0,806
Maret 10.095 9.645 0,955 0,807 0,794 0,806
April 11.145 10.058 0,902 0,807 0,795 0,806
Mei 11.670 9.630 0,825 0,806 0,794 0,806
Juni 10.525 8.050 0,764 0,807 0,793 0,806
Juli 9.060 7.380 0,814 0,807 0,793 0,806
Agustus 13.635 7.680 0,563 0,806 0,793 0,806
September 43.890 34.245 0,78 0,806 0,8 0,806
Oktober 62.700 51.345 0,819 0,806 0,801 0,806
November 47.780 37.055 0,776 0,806 0,8 0,806
Desember 50.960 42.350 0,831 0,806 0,801 0,806
Total 277.597 222.525 9,677
Rata-rata 23.133 18.544 9,677
0,806405
Q 0,193595
Berdasarkan Gambar 21 di atas, terlihat bahwa tingkat cacat pada produk
ikan teri nasi olahan CV. Sumber Rejeki selalu melewati BA dan BB. Dimana
pada bulan Maret, tingkat cacat produk sebesar 0,955% lebih tinggi dari BA. Hal
ini menunjukkan kerusakan (cacat) produk sudah berada di luar batas kontrol
yang merupakan suatu penyimpangan. Penyimpangan dari tidak terkontrolnya
mutu produk olahan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki disebabkan oleh jumlah
produk ikan teri nasi untuk pasar dalam negeri yang diproduksi oleh CV. Sumber
Rejeki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikan teri nasi ekspor.
Tingkat cacat produk pada bulan Agustus sebesar 0,563% lebih rendah
dari BB. Dapat disimpulkan bahwa produksi chirimen pada bulan Agustus cukup
baik, yaitu sebesar 5.955 kg. Begitu pula tingkat cacat produk pada bulan Juni,
September, dan November.
Mutu produk sangat berpengaruh terhadap harga penjualan. Semakin baik
mutu ikan teri nasi, maka semakin tinggi harga ikan teri nasi tersebut. Harga
68
produk chirimen BS berkisar Rp 85.000 hingga Rp 95.000 per kilogram,
sedangkan harga chirimen lulus sortir dan sizing hingga lebih dari Rp 95.000 per
kilogram. Harga ikan teri nasi asin untuk pasar lokal berkisar Rp 25.000 hingga
Rp 30.000 per kilogram, sedangkan harga produk ikan teri nasi asin untuk pasar
luar Indramayu berkiar antara Rp 30.000 hingga Rp 35.000 per kilogram.
Perbedaan harga antara ikan teri nasi asin lokal dan luar Indramayu dikarenakan
adanya biaya tambahan, yaitu biaya transportasi.
Perbedaan harga sangat dipengaruhi juga dengan kondisi cuaca, karena
ketika cuaca buruk maka harga ikan teri nasi (raw material) akan mahal dan harga
produk olahan ikan teri nasi pun bertambah mahal, begitu pula sebaliknya. Selain
itu, kualitas dari produk ikan teri nasi juga sangat berpengaruh kepada harga di
pasar, terlebih lagi untuk produk chirimen. Kualitas produk sangat berpengaruh
terhadap penawaran dan kesepakatan harga.
4.5 Manajemen Pemasaran
Pemasaran merupakan faktor yang penting dalam bidang perikanan kerena
sifat dari produk perikanan yang highly perishable atau mudah rusak dan busuk.
Pemasaran ikan untuk konsumsi lokal maupun untuk kebutuhan luar daerah dan
ekspor diarahkan untuk menunjang kelangsungan upaya peningkatan
kesejahteraan (penghasilan) nelayan dan pengolah ikan.
Pemasaran sangat tergantung pada penawaran produk dan permintaan
pasar (konsumen) terhadap produk yang dipasarkan. Permintaan produk terjadi
mengikuti tingkat konsumsi ikan (kilogram per kapita per tahun), pertambahan
jumlah penduduk dan laju peningkatan ekspor. Menurut Nurdjana (2000) vide
Wahyudi (2004), bila tingkat konsumsi ikan mencapai 26,5 kg per kapita per
tahun maka permintaan produk perikanan dalam negeri mencapai 5,3 juta ton per
tahun.
Produk ikan teri nasi dipasarkan secara lokal (wilayah Indramayu) dan
antar daerah. Daerah pemasaran lain selain Kabupaten Indramayu diantaranya
adalah Cirebon, Bandung, Jakarta, Cianjur, dan Karawang. Pemasarannya
dilakukan dengan noda transportasi mobil bak terbuka colt diesel tanpa adanya
pendingin untuk tetap menjaga mutu ikan teri nasi. Hanya dengan ditutup dengan
menggunakaan terpal.
69
Produk chirimen merupakan produk teri nasi untuk keperluan ekspor.
Negara tujuan ekspor produk ini adalah Jepang. Namun, perusahaan CV Sumber
Rejeki tidak melakukannya secara langsung, melainkan melalui perusahaan
pengekspor yang merupakan perusahaan produsen chirimen. Diantara perusahaan
yang meminta chirimen dari CV Sumber Rejeki untuk diekspor adalah PT. MPI
(Madura Prima Interna) dan PT. KML (Kelola Mina Laut). Berikut adalah skema
rantai pemasaran teri nasi di Kabupaten Indramayu, dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Rantai pemasaran ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu
Proses pemasaran produk chirimen CV. Sumber Rejeki sering mengalami
banyak permasalahan. Salah satunya adalah ketidakpastian pasar. CV. Sumber
Rejeki masih bergantung pada perusahaan lain untuk melakukan ekspor
produknya. Padahal secara kualitas dan fasilitas pengolahan, perusahaan tersebut
sudah biasa melakukan ekspor sendiri. Namun, dikarenakan jumlah produksi
chirimen yang kurang memadai, maka perusahaan belum berani mengambil
langkah ekspor secara mandiri.
Produk chirimen dari CV. Sumber Rejeki akan diambil sendiri oleh
perusahaan pengekspor dengan menggunakan mobil kontainer berpendingin. Hal
tersebut dilakukan agar mutu produk chirimen dapat dipertahankan baik,
mengingat jarak antara perusahaan CV. Sumber Rejeki yang jauh dari perusahaan
pengekspor yang terdapat di Jawa Timur. Pihak perusahaan pengekspor akan
membuka setiap isi kardus produk chirimen untuk melihat apakah ukuran dan
kualitasnya baik atau tidak, serta memastikan timbangnya ketika produk chirimen
Nelayan
Perusahaan
Pengolahan Teri Nasi
Bakul/supplier
Pengecer
Konsumen lokal
dan luar daerah
Pengekspor
Konsumen luar negeri
Pedagang
70
akan dibeli. Setelah produk chirimen hasil produksi CV. Sumber Rejeki
memenuhi syarat, maka perusahaan pengekspor akan memberikan nota bukti
pembelian yang kemudian akan ditukar dengan uang.
Untuk produk chirimen yang dipasarkan ekspor melalui PT. Madura Prima
Interna (PT. MPI), produk chirimen BS akan disortir dan dilakukan pemisahan
ukuran di pabrik pengolahan pusat PT. MPI. Pabrik pengolahan pusat PT. MPI
ini terletak di Desa Kapedi, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Madura,
Jawa Timur. Begitu pula dengan pengemasannya dilakukan disana. Selanjutnya,
setelah produk siap untuk diekspor, maka produk-produk chirimen tersebut akan
dibawa ke Surabaya untuk kemudian diekspor melalui Pelabuhan Niaga Tanjung
Perak. Sedangkan kantor pusat pemasaran PT. MPI sendiri terletak di Kota
Surabaya, Jawa Timur.
Produk chirimen yang dibeli oleh PT. Kelola Mina Laut (PT. KML)
mendapatkan perlakuan yang sama dengan produk chirimen yang dipasarkan ke
PT. MPI. Ketiga proses tersebut dilakukan di Tuban, Jawa Timur. Setelah
produk siap untuk dipasarkan, maka produk akan dibawa ke Pelabuhan Tanjung
Perak, Surabaya. Sedangkan untuk urusan perizinan akan diurus oleh kantor
pusat pemasaran PT. KML di Sidoarjo, Jawa Timur.
Keterangan:
: Alir uang
: Alir barang
: Penjemputan barang
: Alir komunikasi
Gambar 23 Diagram pemasaran produk chirimen di CV. Sumber Rejeki
Pabrik Pengolahan
Perusahaan Pengekspor
CV. Sumber Rejeki
Perusahaan Pengekspor
Perusahaan di Luar Negeri
(contoh: di Jepang)
71
Tabel 9 Data realisasi penjualan ikan teri nasi asin (domestik) dan ikan teri
nasi kering (ekspor) CV. Sumber Rejeki tahun 2011
Bulan Domestik (Kg) Ekspor (Kg) Jumlah (Kg)
Januari 2.097 750 2.847
Februari 2.990 300 3.290
Maret 9.645 450 10.095
April 10.058 1.087 11.145
Mei 9.630 2.040 11.670
Juni 8.050 2.475 10.525
Juli 7.380 1.680 9.060
Agustus 7.680 5.955 13.635
September 34.245 9.645 43.890
Oktober 51.345 11.355 62.700
November 37.055 10.725 47.780
Desember 42.350 8.610 50.960
Total 277.597 Sumber: Laporan Tahunan CV. Sumber Rejeki 2011
Menurut data realisasi penjualan ikan teri nasi CV. Sumber Rejeki, dapat
diketahui bahwa perusahaan CV. Sumber Rejeki lebih banyak memproduksi
produk ikan teri nasi asin untuk pasar domestik (dalam negeri) dibandingkan
dengan produk chirimen yang dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Proporsi
produk ikan teri nasi asin yang lebih banyak diproduksi CV. Sumber Rejeki,
dikarenakan mutu ikan teri nasi yang dihasilkan nelayan Indramayu bermutu
kurang baik dan tidak sesuai dengan kriteria ekspor. Nelayan Indramayu masih
belum memahami pentingnya menjaga mutu ikan teri nasi dan belum siap untuk
melakukan ekspor.
Data produksi bulan September hingga Desember lebih tinggi
dibandingkan bulan lainnya, karena pada bulan tersebut sudah memasuki musim
barat. Bulan Januari memiliki jumlah produksi terendah dikarenakan pada bulan
tersebut angin musim barat sedang bertiup sangat kencang, sehingga tidak banyak
nelayan yang melaut dan mendapatkan ikan teri nasi.
4.6 Pembahasan
Menurut Robbins Steven dan Coulter Mary (2005), manajerial memiliki
tingkatan yaitu top managers, middle managers, fist-line managers dan
nonmanagerial employees. Namun, CV. Sumber Rejeki belum memiliki sistem
tingkatan manajerial seperti teori, karena semua pengambilan keputusan
72
dilakukan oleh pemilik perusahaan dan disetiap pos bagian proses tidak diawasi
oleh pemimpin, namun dilakukan langsung oleh pemilik.
Proses pengadaan bahan baku ikan teri nasi, CV. Sumber Rejeki
bekerjasama dengan nelayan secara langsung dan melalui bakul. Pengadaan
bahan baku melalui kerjasama dengan nelayan memiliki beberapa titik yang
menyebabkan mutu ikan teri nasi dari nelayan secara langsung kurang baik dan
sering terjadi penjualan ikan teri nasi illegal. Solusi untuk kedua permasalahan
tersebut adalah CV. Sumber Rejeki lebih memperhatikan kualitas mutu ditingkat
nelayan agar mutu ikan teri nasi yang didapatkan dari nelayan langsung bermutu
baik, seperti mutu ikan teri nasi yang didapat dari bakul. Solusi tersebut dapat
dilakukan dengan penggunaan es yang lebih banyak daripada yang digunakan
biasanya, karena proses pembusukan pada ikan tidak mungkin dihindari, tetapi
hanya bisa dihambat dengan menekan pertumbuhan mikroba-mikroba pembusuk
yang dapat dilakukan dengan membuat kondisi lingkungan yang tidak sesuai
untuk pertumbuhannya, salah satunya adalah dengan menggunakan es.
Permasalahan penjualan illegal dapat diatasi dengan solusi pengawasan pada saat
proses pendaratan ikan teri nasi di pelabuhan dan dengan memperhatikan harga
jual ikan teri nasi ditingkat nelayan.
Proses penangkapan ikan teri nasi menggunakan unit penangkapan payang
teri. Payang teri, seperti menurut Subani dan Barus (1989) tentang deskripsi
payang, memiliki besar mata mulai dari ujung kantong sampai ujung kaki
berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1 cm atau kurang dari 40 cm. Begitu pula
dengan payang teri yang digunakan nelayan di Kabupaten Indramayu, nelayan
menggunakan payang teri yang memiliki ukuran mata jaring yang berbeda dari
ujung sayap hingga kantongnya, dengan ukuran mata jaring sayang terbesar
adalah 40 cm dan ukuran mata jaring terkecil pada bagian kantong adalah 0,1 cm
atau 10 mm. Penilaian hemat biaya dan energi dalam usaha unit penangkapan
payang teri dapat dilihat dari penggunaan BBM. Seperti menurut Hermawan
(2006) vide Wikaniati (2011), BBM merupakan input produksi perikanan yang
merupakan input yang menyita hingga hampir 60% biaya produksi perikanan.
Penggunaan BBM pada pengoperasian unit penangkapan payang teri di
Kabupaten Indramayu menurut Fyson (1985) adalah 32,29 liter sedangkan
73
nelayan di Kabupaten Indramayu menggunakan 20 liter BBM solar. Namun, hal
tersebut juga dipengaruhi oleh jarak dari fishing base ke fishing ground.
Berdasarkan pola musim penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten
Indramayu, pada bulan Januari hingga Maret adalah musim barat dan merupakan
musim puncak dengan angin umumnya (30-40 %) bertiup dari arah barat laut
dengan kecepatan 3 m/det (Dishidros 2000 vide Supriyadi 2008), namun pada
periode bulan tersebut produksi penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten
Indramayu pada tahun 2011 tidak banyak dan kualitas ikan teri nasi pada bulan
tersebut kurang baik, hal tersebut dapat dilihat dari data penjualan domestik yang
lebih banyak daripada produk ekspor. Namun untuk bulan Januari, berdasarkan
data hasil analisis peta kendali p maka mutu ikan pada bulan tersebut cukup baik.
Sedangkan pada bulan Agustus, September, Oktober dan November penangkapan
ikan teri nasi cukup banyak dan berkualitas baik. Hal tersebut terjadi karena
pengaruh cuaca dan gelombang laut. Nelayan banyak yang tidak pergi melaut
dikarenakan gelombang laut dan angin yang tinggi pada musim barat, terutama
pada bulan Januari hingga Februari. Akibat dari kecepatan angin bertiup dari arah
barat laut dengan kecepatan 3 m/det (Dishidros 2000 vide Supriyadi 2008).
Kapasitas produksi maksimum CV. Sumber Rejeki perharinya hingga
sekitar 2,5 ton. Namun, jumlah tersebut merupakan jumlah dengan kapasitas
produksi maksimum, sedangkan pada kenyataannya, CV. Sumber Rejeki tidak
dapat memenuhi kapasitas produksinya. Proses produksi ikan teri nasi secara
umum meliputi dua proses yang akan dibagi menjadi proses yang lebih rinci.
Proses tersebut dimulai dari proses penimbangan di pabrik pengolahan hingga
produk sudah dikemas siap kirim. Proses pencucian untuk ikan teri nasi produk
domestik tidak memperhatikan standar kesehatan, yaitu mencuci dengan air
mengalir. Proses pencucian untuk ikan teri nasi produk domestik hanya direndam
dengan air sebelum direbus. Seharusnya ikan teri nasi tersebut dicuci dengan air
mengalir. Produk ikan teri nasi akan diawetkan dengan cara penggaraman dengan
kadar garam yangberbeda pada kedua produk olahannya, produk ikan teri nasi
domestik memiliki kandungan garam sekitar 30-40% sedangkan chirimen ekspor
memiliki kandungan garam sekitar 3-6%. Proses penggaraman pada pengolahan
ikan secara tradisional akan mengakibatkan hilangnya protein ikan hingga 5%
74
tergantung kadar garam dan lama penggaraman (Opstvedt 1988 vide Heruwati
2002). Pemanasan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki terjadi pada pada
perebusan air bersuhu 100-103oC, sedangkan menurut Heruwati (2002),
pemanasan pada suhu 95-100oC dapat mereduksi kecernaan protein dan asam
amino. Sedangkan pengeringan ikan teri nasi harusnya dilakukan pada suhu di
bawah 70oC (Raghunath et al 1995 vide Heruwati 2002).
Proses produksi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat
terputus (intermittent) dan proses produksi yang bersifat terus menerus
(continuous) (Assauri 1998). Berdasarkan pemaparan Assauri (1998), maka dapat
disimpulkan bahwa perusahaan CV. Sumber Rejeki termasuk ke dalalam
karakteristik proses produksi terputus (intermittent), karena perusahaan tidak
setiap hari mendapatkan stok ikan teri nasi ketika sedang musim paceklik,
tergantung dari hasil tangkapan nelayan, sehingga ketika musim teri nasi paceklik
perusahaan jarang melakukan produksi, apalagi untuk produksi chirimen ekspor.
Hal ini berkaitan dengan biaya produksi yang mahal.
Ikan teri berukuran kecil dan sangat mudah rusak/membusuk. Itu sebabnya
perlu cara untuk mempertahankan daya awet tanpa harus menghilangkan
kenikmatan dan unsur keamanannya. Cara pengawetan dengan penggaraman
yang diikuti dengan pengeringan adalah merupakan usaha yang paling mudah
untuk menyelamatkan ikan teri hasil tangkapan nelayan. Penggunaan garam
sebagai bahan pengawet terutama ditekankan pada kemampuannya untuk
menghambat pertumbuhan bakteri (Sedjati et al. 2007). Proses penggaraman
tersebut termasuk penggaraman ringan yang belum cukup untuk terjadinya proses
osmosis dalam tubuh ikan (Dewi & Plaupi 2008). Sedangkan produk ikan teri
nasi asin memiliki kadar garam 30-40%. Kandungan kadar garam yang tinggi
dapat memicu timbulnya hipertensi pada beberapa orang (Rinto et al. 2009).
Proses sizing yang dilakukan di CV. Sumber Rejeki dengan menggunakan
alat blower yang memiliki prinsip memisahkan teri berdasarkan berat dan
ringannya massa teri (weight grader). Hal tersebut mengasumsikan, bahwa berat
teri akan merepresentasikan panjang sesuai size yang ditentukan. Namun
pengklasifikasian dengan cara tersebut dapat dikatakan belum efektif dan efisien
bila dikaitkan kembali ke tujuan awal pemisahan adalah berdasarkan panjang teri.
75
Hasil sizing yang bagus, waktu yang dibutuhkan cukup lama yaitu sekitar 4
sampai 5 kali proses sizing (Rachmanda 2010).
Berdasarkan hasil analisis peta kendali p, dapat disimpulkan bahwa
penyimpangan mutu terjadi akibat dari nelayan Indramayu lebih banyak
menghasilkan ikan teri nasi bermutu tidak baik dari pada ikan teri nasi bermutu
baik. Mutu ikan teri nasi tidak baik dipengaruhi oleh proses penanganan ikan teri
nasi saat di kapal maupun proses penanganan ikan teri nasi sesaat setelah
pendaratan dan pendistribusian. Proses penanganan ikan teri nasi saat di kapal
yaitu, nelayan hanya menggunakan sedikit es untuk mencegah turunnya mutu ikan
teri nasi hasil tangkapan. Selain penggunaan es yang sedikit, menurut nelayan di
Kabupaten Indramayu, kondisi perairan dan cuaca juga mempengaruhi mutu ikan,
yaitu warna tubuh ikan.
Ketika cuaca sedang musim panas atau peralihan musim hujan ke panas,
warna tubuh ikan teri menjadi lebih cokelat dibandingkan warna tubuh ikan teri
nasi saat musim hujan. Warna tubuh ikan teri nasi mempengaruhi klasifikasi
pasar ikan teri nasi. Sedangkan proses penanganan ikan teri nasi sesaat setelah
pendaratan dan ketika pendistribusian mempengaruhi berkurangnya mutu ikan teri
nasi, ketika nelayan terlalu lama mendiamkan ikan teri nasi di dalam blong setelah
pendaratan di darmaga dan lamanya nelayan mendistribusikan ikan teri nasi ke
pengolah. Solusi dari permasalahan tersebut adalah penambahan jumlah es yang
dipakai nelayan untuk mencegah turunnya mutu ikan teri nasi dan dibedakannya
harga jual ikan teri nasi bermutu baik dengan ikan teri nasi bermutu kurang baik.
Pemasaran produk ikan teri nasi lokal sudah cukup baik, dengan
pendistribusian produk yang tersebar di berbagai daerah dengan kuantitas yang
cukup stabil. Namun, pemasaran produk ikan teri nasi ekspor masih terkendala
oleh ketersediaan bahan baku yang berkualitas baik, sehingga perusahaan CV.
Sumber Rejeki belum bias melakukan pemasaran ekspor secara mandiri dan
masih bergantung pada perusahaan pengekspor. Solusi dari permasalahan ini
adalah menjaga mutu ikan teri nasi di tingkat nelayan dengan memberikan
penyuluhan dan pengawasan mutu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
penambahan jumlah es untuk perbekalan melaut, pengawasan oleh pihak
perusahaan ketika ikan teri nasi didaratkan di pelabuhan, dan proses
76
pendistribusian ikan teri nasi dari pelabuhan ke perusahaan pengolah dengan
waktu cepat. Hal tersebut berada pada tingkat pengadaan bahan baku, karena
proses pemasaran dan produksi sangat bergantung pada proses pengadaan bahan
baku yang dilakukan oleh perusahaan yang bekerjasama dengan nelayan secara
langsung dan bakul.
77
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan berdasarkan penelitian yang dilakukan adalah:
1) Manajemen pengadaan bahan baku yang dilakukan CV. Sumber Rejeki sudah
cukup baik, hanya perlu lebih ditingkatkan guna mempertahankan jumlah
produksi ikan teri nasi yang dilakukan. Hasil analisis teknis menunjukkan
bahwa produksi per trip operasi payang teri adalah sekitar 100 kg pada saat
musim puncak, 40 kg pada musim sedang dan 20 kg pada saat musim
paceklik. Produktivitas penangkapan rata-rata 1.295,657 kg per trip.
2) Manajemen produksi ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki masih bersifat semi
tradisional, hal tersebut dapat dilihat dari berlangsungnya proses produksi
yang lebih banyak melibatkan sumberdaya manusia dibandingkan dengan
mesin. Secara garis besar proses produksi ikan teri nasi yang berlangsung di
CV. Sumber Rejeki dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu proses I dan proses
II. Proses sizing masih menggunakan sistem pemisahan ukuran sederhana
dengan menggunakan blower dengan asumsi berat ikan teri nasi akan
mereprentasikan panjang yang sesuai size. Pemasaran produk chirimen CV.
Sumber Rejeki dilakukan secara tidak langsung terhadap pembeli (buyer)
melainkan melalui perusahaan pengekspor, seperti PT. KML (Kelola Mina
Laut), PT. MPI (Madura Prima Interna) dan PT. ICS (Insan Citraprima
Sejahtera).
3) Penanganan ikan teri nasi oleh nelayan tradisional perlu ditingkatkan dan
diperbaiki, sehingga akan menghasilkan mutu ikan teri nasi yang lebih baik.
Begitu pula dalam penanganan pengolahan ikan teri nasi (raw material)
menjadi ikan teri nasi kering, mutu harus selalu dijaga. CV. Sumber Rejeki
belum memiliki standar mutu yang baik dalam pengolahan tersebut, sehingga
perusahaan memproduksi lebih banyak produk ikan teri nasi untuk pasar
dalam negeri dibandingkan untuk ekspor, dengan persentasi 80% produk
dalam negeri dan 20% produk ekspor. Selain itu, mutu yang tidak baik juga
diakibatkan oleh kurang pahamnya nelayan di Kabupaten Indramayu dalam
menjaga mutu ikan teri nasi hasil tangkapan. Hasil analisis mutu yang didapat
78
adalah mutu produk teri nasi chirimen (teri nasi ekspor) yang ada di CV.
Sumber Rejeki Indramayu ini menunjukkan keadaan masih tidak terkendali,
dengan rata-rata produksi ikan teri nasi (chirimen) 18.544 kg per bulan, dan
jumlah teri nasi untuk pasar tujuan dalam negeri adalah 23.133 kg per bulan.
5.2 Saran
1) Perlu adanya pencegahan berkurangnya mutu ikan teri nasi ditingkat nelayan
maupun perusahaan pengolahan; dan
2) CV. Sumber Rejeki harus memperhatikan harga pembelian ikan teri nasi (raw
material) dari nelayan agar nelayan dapat menjaga mutu ikan teri nasi hasil
tangkapannya.
79
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto E dan Liviawaty. 1994. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta
(IDN): Kanisius.
Assauri S. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta (IDN): Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor (IDN): Yayasan Dewi
Sri.
[BI] Bank Indonesia. 2005. Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional).
Jakarta (IDN): Direktorat Kredit, BPR dan UMKM.
Buffa E dan Sarin R. 1996. Manajemen Operai dan Produksi Modern. Jakarta
(IDN): Binarupa Aksara.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. 2011. Laporan Tahunan
Dinas Kelautan dan Perikaan Tahun 2011. Indramayu (IDN): Diskanla.
Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta (IDN): PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Feigenbum A. 1992. Kendali Mutu Terpadu. Jakarta (IDN): Erlangga.
Terjemahan dari: Total Quality Control.
Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. Farham Surrey England (ENG):
Fishing News Books Ltd.
Gasperz V. 1992. Analisis Sistem Terapan (Berdasarkan Pendekatan Teknik
Industri). Bandung (IDN): Tarsito.
Goetsch D dan Davis. 1994. Introduction to Total Quality: Quality, Productivity,
Competitiveness. New York (US): International Business Academy.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid 1. Yogyakarta
(IDN): Liberty.
Heruwati Endang S. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan
Peluang Pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian. 21(3): 92-99.
Huss H. 1994. Assurance of Sea Food Quality, FAO Fisheries Technical Paper.
Rome: M-40.
Hutomo M, Burhanuddin, Djamali A, Matosejowo S. 1987. Sumberdaya Ikan
Teri di Indonesia. Jakarta (IDN): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi-LIPI. Hal 1-79.
80
Irna. 2001. Sistem Pengendalian Mutu Bahan Baku di Perusahaan Udang Beku
(Studi Kasus Di PT. Wirontono Cold Storage Jakarta). [Skripsi]. Bogor
(IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Irnawati S. 2004. Analisis Bio-Teknis Unit Penangkapan Payang di Perairan Ulak
Karang, Sumatera Barat. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ishikawa K. 1988. Teknik Pengendalian Mutu. Jakarta (IDN): PT. Mediyatama
Sarana Perkasa. Terjemahan dari: Quality Control.
Karyadi. 2006. Perikanan Payang di Pamekasan Madura: Kajian Teknik dan
Bionomi Statis. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Ekspor Hasil
Perikanan 2010. Jakarta (IDN): Kementerian Kelautan dan Perikanan.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Penangkapan Ikan
2010. Jakarta (IDN): Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran (Analisis, Perencanaan, Implementasi
dan Kontrol). Jakarta (IDN): PT. Prenhallindo. Terjemahan dari: Analysis,
Plan, Implementation and Control.
Kotler P dan Amstrong G. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi Ke-8. Jilid 1.
Jakarta (IDN): Erlangga. Terjemahan dari: Marketing Principals.
Froese R dan Pauly D, Editors. 2011. FishBase 2011: Concepts, Design and Data
Sources [internet]. [diunduh 2011 Desember 27]. Tersedia pada
http://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php.
Mawardi W dan Purwangka F. 2006. Model Alat Penangkapan Ikan dan Metode
Penggunaannya di Indonesia [internet]. [diunduh 2012 Februari 23]
http://auxis.tripod.com/fishing.htm.
Mayrita 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri di Perairan Teluk
Banten. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Cetakan keempat. Jakarta (IDN): Djambatan.
367 hal.
Nugroho AT. 2005. Pelapisan Khitosan Sebagai Penghambat Kemunduran Mutu
Ikan cucut (Carcharhinus sp.) Asin. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rachmanda, 30 December 2010. Manajemen Proses Produksi Ikan Teri Nasi
untuk Ekspor [internet]. [diunduh 2012 Juni 18]. Tersedia pada
81
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2010/12/30/manajemen-proses-
produksi-ikan-teri-nasi-untuk-ekspor/.
Rinto, Elmeizi A, dan Utama. 2009. Kajian Keamanan Pangan (Formalin, Garam
dan Mikroba) pada Ikan Sepat Asin Produksi Indralaya. Jurnal Pembangunan
Manusia. 8(2): 1-10.
Robbins Steven dan Coulter Mary. 2005. Management 8th
Edition. New York
(USA): Prentice Hall, Inc.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1. Bandung (IDN): Bina
Cipta.
Saptaji T. 2005. Hasil Utama dan Sampingan Unit Penangkapan Payang di
Palabuhanratu, Sukabumi. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sedjati S. 2006. Pengaruh Konsentrasi Khitosan terhadap Mutu Ikan Teri
(Stolephorus Heterolobus) Asin Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar.
[Tesis]. Semarang (IDN): Program Pascasarjana Manajemen Sumberdaya
Pantai, Universitas Diponegoro.
Sedjati S, Agustini Tri W dan Surtini Titi. 2007. Studi Penggunaan Khitosan
Sebagai Anti Bakteri pada Ikan Teri (Stelophorus heterobus) Asin Kering
Selama Penyimpanan Suhu Kamar. Jurnal Pasir Laut. 2(2): 54-66.
Setyohadi D, DO. Sucipto, DGR Wiadnya.. 1998. Dinamika Populasi Ikan
Lemuru, Sardinella lemuru di Perairan Selat Bali serta Alternatif
Pengelolaannya. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Hayati. Vol. 10 (1): 13.
Siswanto. 2005. Pengatar Manajemen. Jakarta (IDN): Bumi Aksara.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan. Vol. 2 (2): 248.
Supriyadi. 2008. Dampak Perikanan Payang terhadap Kelestarian Stok Ikan Teri
Nasi (Stolephorus Spp.) di Perairan Kabupaten Cirebon dan Alternatif
Pengelolaannya. [Skripsi]. Bogor (IDN): Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Sule E dan Saefullah. 2008. Pengantar Manajemen. Jakarta (IDN): Kencana
Prenada Media Grup.
Syafitri M. 2007. Manajemen Produksi Ikan Ekspor di PT. Tridaya Eramina
Bahari Muara Baru Jakarta. [Skripsi]. Bogor (IDN): Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
82
Syaifudin, O Teni, Roisah, S Venty, dan H Asto. 2008. Pemanfaatan Ikan Teri
(Stolephorus sp.) yang Kaya Protein dan Kalsium dalam Formulasi
Pembuatan Baso. Bogor (IDN): Institut Pertanian Bogor.
Tumulyadi A, P Purwanti, dan A Qoid. 2000. Intensifikasi Alat Tangkap Payang
Melalui Perbaikan Perbandingan Gaya Apung dan Tenggelam yang Sesuai,
di Selat Madura, Kabupaten Pasuruan. Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik. 12 (1): 10.
Tutianvia A. 2006. Penggunaan Bahan Pemutih Hidrogen Peroksida (H2O2) pada
Ikan Teri Nasi (Stelophorus commersonii) Kering Tawar. [Skripsi]. Bogor
(IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Wahyudi Y. 2004. Pengembangan Sistem Perikanan Teri Nasi di Kebupaten
Tuban, Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor (IDN): Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Wahyuni S. 1999. Pengaruh Pengolahan Tradisional terhadap Mutu dan Nilai Gizi
Ikan Teri (Stolephorus spp.). [Tesis]. Bogor (IDN): Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Wikaniati. 2011. Analisis Kebijakan Pemberian Subsidi Perikanan (Solar)
terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi dan Pendapatan Nelayan
Payang Gemplo (Kasus TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan). [Skripsi].
Bogor (IDN): Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
83
LAMPIRAN
84
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
84
Keterangan:
1. Kantor
2. Kamar karyawan
3. Garasi mobil
4. Cold storage
5. Ruang mesin
6. Bak cuci
7. WC
8. Tempat penyimpanan sanoko
9. Tempat penyimpanan irig
10. Tempat timbang 2
11. Bak perebusan
12. Tempat penyimpanan garam
13. Tempat sortir, timbang dan
packing
14. Tempat penjemuran
15. Tempat penyimpanan kardus
16. Mushola
Lampiran 2 Layout di Unit Pengolahan CV. Sumber Rejeki Indramayu.
1 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
11
13
14
15
16
14
85
Lampiran 3 Kapal Payang dan Mesin yang Digunkaan Nelayan Teri Nasi di
Kabupaten Indramayu
Gambar 1 Kapal Payang Teri.
Gambar 2 Mesin Dong Feng
86
Lampiran 4 Desain alat tangkap payang teri di Kabupaten Indramayu
87
Lampiran 5 Perhitungan Konsumsi Solar Pada Payang Teri
Menurut Fyson (1985), rumus untuk menghitung konsumsi bahan bakar teri
adalah:
Diketahui : Mesin yang digunakan = 20 PK
Waktu yang dipergunakan (mesin dihidupkan) = 7 jam
Konsumsi bahan bakar (solar) = 0,19 kg × HP × jam
= 0,19 kg × 20 PK × 7 jam
= 26,6 kg
Volume = Massa/Berat Jenis
= 26,6/0,85
= 32,29 liter
Konsumsi bahan bakar nelayan Kabupaten Indramayu tergolong hemat
bahan bakar karena untuk mengoperasikan payang teri biasanya digunakan 20
liter solar per trip. Seharusnya membutuhkan solar sebanyak 32,29 liter. Namun,
hal tersebut dipengaruhi oleh jarak dari fish base ke fishing ground.
88
Lampiran 6 Kondisi Ikan Teri Nasi Sesaat Setelah Didaratkan
89
Lampiran 7 Proses Pengolahan Ikan Teri Nasi
Gambar 1 Proses Penimbangan
Gambar 2 Proses Pencucian
Gambar 3 Proses Penirisan
90
Lampiran 7 Lanjutan
Gambar 4 Proses Perebusan
Gambar 5 Proses Penirisan Setelah direbus
Gambar 6 Proses Penganginan
Gambar 7 Proses Penjemuran
91
Lampiran 7 Lanjutan
Gambar 8 Proses Pembalikan
Gambar 9 Proses Penimbangan
Gambar 10 Proses Pengemasan
Gambar 11 Penyimpanan