23
MEMBANGUN HUBUNGAN YANG BERKUALITAS ANTARA MANAJEMEN DENGAN DOKTER SPESIALIS SEBAGAI MITRA USAHA RUMAH SAKIT TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN RESIKO Nama : Ury Puspa P.P. NPM : 1106121130 S2 KARS 2011 KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Manajemen Resiko

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Manajemen Resiko

MEMBANGUN HUBUNGAN YANG BERKUALITAS ANTARA

MANAJEMEN DENGAN DOKTER SPESIALIS SEBAGAI

MITRA USAHA RUMAH SAKIT

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN RESIKO

Nama : Ury Puspa P.P.

NPM : 1106121130

S2 KARS 2011

KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 2: Manajemen Resiko

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia Pelayanan Kesehatan di Indonesia saat ini menghadapi lingkungan bisnis global

dengan tingkat persaingan yang tinggi. Kerjasama yang erat di antara para personel

Rumah Sakit, diantara Rumah Sakit dengan mitra usahanya menjadi penting karena

tidak ada Rumah Sakit yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam

menghadapi lingkungan bisnis global hanya dengan mengandalkan kekuatan

manajemennya sendiri, tanpa dukungan kuat dari seluruh personel Rumah Sakit dan

mitra usahanya.

Pasar yang semula dikendalikan oleh produsen sekarang berubah menjadi pelanggan

yang mengendalikan bisnis. Perubahan kondisi pasar tersebut memaksa Rumah Sakit

untuk meningkatkan kemampuan mereka di dalam menyediakan produk dan jasa yang

mampu menghasilkan nilai lebih bagi Pasien karena kebutuhan pasien senantiasa

berubah dan berkembang menjadi lebih kompleks, Manajemen Rumah Sakit secara

individual tidak mampu memenuhi kebutuhan tertentu pasien. Hanya dengan

kerjasama kemitraan yang baik lah suatu Rumah Sakit mampu memenuhi kebutuhan

pasien.

Untuk menghadapi lingkungan bisnis yang telah mengalami perubahan radikal

tersebut yang di dalamnya pelanggan memegang kendali bisnis dan kompetisi sangat

sengit diperlukan keterpaduan , keeratan hubungan antara Rumah sakit dengan Dokter

Spesialis.

Peranan Dokter Spesialis di dalam Rumah Sakit khususnya sangatlah dominan, hal ini

karena dokter spesialis merupakan penentu tingkat penggunaan dan tingkat biaya

rumah sakit. Terbatasnya jumlah Dokter Spesialis membuat posisi tawarnya menjadi

lebih tinggi, menyebabkan tidak jarang Dokter Spesialis diperebutkan oleh berbagai

Page 3: Manajemen Resiko

Rumah Sakit dengan kompensasi yang lebih tinggi. Maka tidak heran kalau kita

melihat satu Dokter Spesialis bekerja pada lebih dari satu Rumah Sakit.

(Trisnantoro,2005).

Dalam perjalanannya di berbagai sentra pelayanan kesehatan seringkali ditemukan

ketegangan antara pihak manajemen dan dokter spesialis. Masalah otonomi dokter

sebagai klinisi yang kontradiktif dengan perkembangan budaya akuntabilitas yang

semakin dituntut di dunia medis terutama akibat kejadian-kejadian malpraktik yang

semakin diekspos oleh media. Semakin meningkatnya biaya pengobatan yang harus

dihabiskan masyarakat juga menuntut adanya transparansi dan upaya untuk

mengontrol pengambilan keputusan oleh dokter. Kemudian juga meningkatnya

“consumer minded public” yang punya akses terhadap informasi yang lebih luas dan

mempunyai ekspektasi yang tinggi namun tidak selalu masuk akal terhadap pelayanan

kesehatan. (N.Edwards,2003). Penelitian dari Degeling et al di Inggris, Australia, dan

New Zealand menyimpulkan bahwa hal tersebut dikarenakan Dokter sudah didoktrin ,

dididik dengan seperangkat keyakinan dan pendekatan yang berlawanan dengan

perubahan – perubahan seperti halnya akuntabilitas. Akuntabilitas dengan demikian

menjadi ancaman langsung kepada kepercayaan yang dipegang teguh oleh beberapa

dokter.

Hubungan yang buruk antara manajemen Rumah Sakit dengan Dokter Spesialis

sebagai mitra usaha akan berefek pada pelayanan pasien dan akan menyebabkan

kegagalan bagi organisasi Rumah Sakit untuk bertahan hidup dan berkembang.

1.2 Tujuan Umum :

Mengetahui upaya-upaya dalam membangun hubungan yang berkualitas antara

manajer rumah sakit dengan dokter spesialis sebagai mitra usaha Rumah Sakit

Page 4: Manajemen Resiko

1.3 Tujuan Khusus :

1. Mengetahui perbedaan sudut pandang yang mendasar antara dokter dan

manajemen rumah sakit dalam pelayanan kesehatan.

2. Mengetahui jenis-jenis pendekatan hubungan kerjasama mitra usaha.

3. Mengetahui pergeseran paradigma hubungan bisnis masa kini.

4. Mengetahui Landasan yang baik bagi Kemitraan Usaha

5. Menyimpulkan upaya-upaya yang efektif untuk membangun hubungan yang

berkualitas antara manajemen dan dokter spesialis sebagai mitra usaha.

Page 5: Manajemen Resiko

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perbedaan Sudut Pandang Manajer Rumah Sakit Dengan Dokter

Dokter dan Manajemen berbeda dalam beberapa dimensi kunci atau sudut pandang (N

Edwards,2003) :

1. Akuntabilitas vs Otonomi

Pesatnya perkembangan alat bantu untuk meningkatkan kualitas pelayanan

(tools of quality improvement) dan cara-cara meningkatkan keamanan pasien

(patient’s safety) menuntut adanya akuntabilitas yang jelas, transparan dari

para dokter maupun petugas medis. Hal ini riskan mendapatkan resistensi dari

dokter spesialis karena dianggap menambah pekerjaan, sementara beban kerja

mereka sudah cukup berat. Kemudian beberapa dokter juga ada yang merasa

otonomi atau otoritasnya sebagai dokter dikebiri dengan adanya protokol yang

membatasi seni mengobati.

2. Financial Realist vs Clinical Purist

Setiap keputusan medis yang dibuat oleh dokter berefek pada implikasi biaya –

biaya yang harus dikelola manajemen. Dokter mempunyai kecenderungan

untuk menolak atau menutup mata tentang issue finansial pada keputusan

medis yang harus dibuat untuk pasiennya. Sementara manajemen mempunyai

tugas membuat biaya yang dikeluarkan Rumah Sakit menjadi se-efektif

mungkin.

Page 6: Manajemen Resiko

3. Kolektivitas vs Individual

Bukan secara kebetulan bahwa dokter cenderung untuk berpikir secara

individual, per pasien yang ia tangani, sementara manajemen berpikir secara

grup/kelompok pasien yang datang ke Rumah Sakit.

4. Dimensi Kekuasaan

Dokter cenderung menolak ide pembagian kekuasaan (power sharing). Kultur

dokter yang dianggap profesi unggulan mulai dari penyaringan masuk fakultas

kedokteran yang dianggap sulit, sampai sekolah spesialis yang juga hanya

dapat dienyam oleh orang-orang dengan ber IQ tinggi, cenderung memperkuat

kenyataan ini.

2.2 Jenis-jenis Pendekatan Hubungan Kerjasama Mitra Usaha

Terdapat dua pendekatan yang biasanya ditempuh untuk memecahkan masalah siapa

yang pantas untuk dijadikan mitra kerja. Pertama adalah Pendekatan keluarga ,

manajemen mempunyai kecenderungan untuk memilih orang atau perusahaan yang

memiliki hubungan keluarga untuk dijadikan mitra kerja. Karena terhadap keluarga

orang dapat meletakkan kepercayaan. Begitu pula di dalam memperkerjakan personil

perusahaan. Kecenderungan memilih personil yang mempunyai hubungan

kekeluargaan mewarnai manajemen di masa lalu.

Pendekatan ini mempunyai efek positif dan negatif. Segi positifnya hubungan

kekeluargaan berlandaskan kepercayaan yang mana amat penting dalam suatu

hubungan bisnis agar berjalan lancar dan efektif. Pendekatan keluarga juga

menjadikan pihak yang terlibat mampu mencurahkan energi mereka untuk melakukan

tujuan yang telah ditetapkan bersama, bahkan seringkali dapat melampaui harapan

sebelumnya. Namun dari segi negatifnya, pihak yang terkait seringkali tidak

Page 7: Manajemen Resiko

melaksanakan bisnis sebagaimana layaknya bisnis. Tidak jarang rasa kekeluargaan

menimbulkan rasa sungkan , tidak sampai hati, yang mengganggu hubungan bisnis

(Mulyadi, 1998)

Dalam suatu organisasi rumah sakit yang besar, pendekatan keluarga tidak mungkin

dilakukan lagi, pendekatan keluarga memilik keterbatasan dalam penyediaan

kompetensi yang diperlukan untuk menghasilkan jasa bagi pasien.

Pendekatan yang kedua adalah pendekatan bisnis, pendekatan ini dulu dipandang

dapat mengatasi kelemahan dari pendekatan keluarga. Melalui pendekatan bisnis,

perusahaan mencari mitra kerja di luar hubungan keluarga , sehingga dapat dibangun

hubungan bisnis dengan pihak yang memiliki kompetensi yang diperlukan untuk

menjalankan bisnis. Di masa lalu dalam bisnis diyakini bahwa jika transaksi bisnis

dilaksanakan oleh pihak-pihak yang independen , akan dapat dihasilkan transaksi yang

fair. Transaksi demikian disebut arms’s length transaction – transaksi yang menjaga

jarak, independen, dan tidak ada ikatan lain (misalnya ikatan keluarga) kecuali hanya

ikatan bisnis semata.

Contoh jenis pendekatan arms’s length transaction ini pada lingkup bisnis misalnya

adalah dalam hal melakukan bisnis dengan pemasok. Seleksi pemasok benar-benar

dilakukan atas proses permintaan dan penawaran harga, pemilihan pemasok lebih

ditekankan pada kualitas informasi yang tercantum dalam dokumen penawaran harga ,

bukan reputasi pemasok, agar benar-benar pemilihannya fair.

Arm’s length transaction juga diterapkan dalam transaksi bisnis yang bersifat intern,.

Dalam hal ini organisasi dipecah ke dalam fungsi-fungsi , dan antarfungsi dibangun

dinding pemisah imanijer sehingga seolah-olah tercipta keterpisahan antarfungsi.

Arms length transaction pada dasarnya dilandasi oleh keyakinan dasar distrust dan

bersifat jangka pendek , sikap yang timbul kemudian adalah mitra usaha adalah orang

lain yang perlu diwaspadai kualitas bisnisnya.

Page 8: Manajemen Resiko

2.3 Pergeseran Paradigma Bisnis Masa Kini

Baik pendekatan keluarga maupun pendekatan bisnis keduanya memiliki segi negatif

dan segi positif. Bagaimana menggabungkan segi positif yang ada di dalam

pendekatan keluarga dan segi positif yang ada di pendekatan bisins, adalah hal yang

menjadi perhatian besar saat ini, Pendekatan yang menggabungkan kedua segi positif

tersebut disebut pendekatan kemitrausahaan. Titik beratnya adalah pada membangun

kepercayaan dan saling memahami kompetensi masing-masing.

Pendekatan keluarga dan pendekatan bisnis dipakai ketika manajemen tidak

memfokuskan kegiatan bisnisnya untuk menghasilkan nilai lebih bagi pelanggan.

Fokus perhatian hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pihak intern atau

bagaimana caranya agar transaksi tidak merugikan pihak rumah sakit. Dan diyakini

bahwa jika transaksi bisnis dilaksanakan melalui hubungan keluarga ataupun secara

pendekatan bisnis, rumah sakit akan memperoleh manfaat dari transasksi tersebut,

tidak pernah terpikir apakah pasien memperoleh manfaat dari transaksi tersebut.

Jika di dalam bisnis, disadari bahwa semua kegiatan bisnis pada dasarnya untuk

menghasilkan nilai lebih bagi pelanggan, maka hubungan diantara mitra kerja di

dalam organisasi perlu dinilai dari sudut pandang manfaat hubungan tersebut bagi

pemuasan kebutuhan pasien. Jika hubungan diantara rumah sakit dengan mitra

usahanya mampu menghasilkan nilai bagi pasien , hubungan tersebut akan menjajikan

hubungan bisnis jangka panjang, baik bagi rumah sakit maupun mitra kerjanya.

(Narasimhan,2011)

2.4 Landasan Kemitraan Usaha

Pasien adalah customers , alasan utama bisnis rumah sakit hidup. Tanpa pasien ,

rumah sakit tidak mempunyai alasan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya

dalam jangka panjang.

Page 9: Manajemen Resiko

Produk pada dasarnya merupakan suatu alat berwujud untuk menghasilkan jasa yang

dapat dihasilkan oleh produk tersebut. Suatu produk hanya dapat menghasilkan nilai

bagi pelanggan setelah melalui use process yang secara keseluruhan melalui tahap-

tahap lengkap : find, acquire, transport, store, use, dispose of, dan stop. Dengan

demikian dipandang dari sudut pelanggan, suatu produk merupakan satu paket

pelayanan yang berfungsi untuk memuaskan kebutuhan , keinginan , dan harapan

pelanggan. Pada setiap tahap pemanfaatan produk tersebut, pelanggan memperoleh

manfaat dan melakukan pengorbanan serta menjalin hubungan dengan produsen.

Produk menghasilkan nilai bagi pelanggan jika dalam keseluruhan proses pemanfaatan

produk pelanggan memperoleh manfaat lebih besar dibanding dengan pengorbanan

yang dilakukan.(Mulyadi, 1998)

Oleh karena umumnya produsen tidak selalu memiliki kompetensi unggulan didalam

menghasilkan nilai lebih pada setiap tahap proses pemanfaatan produk , padahal

pelanggan menginginkan nilai lebih pada setiap tahap proses pemanfaatan produk,

produsen perlu membangun kemitraausahan.

Jika produsen ingin bertahan hidup dan berkembang dalam lingkungan bisnis global

mereka harus berpikir dengan logika pelanggan, Produsen menginginkan maksimisasi

pengembalian atas sumber daya yang dimiliki. Customer berkepentingan dengan

pemanfaatan sumber daya oleh produsen bagi customer, bukan bagi pemiliknya.

Menurut logika produsen maksimisasi pendapatan finansial merupakan tujuan yang

ingin diwujudkan dari setiap sumber daya yang digunakan, namun pelanggan tidak

peduli dengan kepemilikan sumber daya yang digunakan oleh produsen untuk

menghasilkan produk dan jasa, Pelanggan menginginkan berbagai sumber daya

terbaik ditarik bersama dari berbagai sumber untuk dapat memenuhi kebutuhannya.

Logika lain produsen yang bertentangan dengan logika pelanggan adalah Produsen

mengorganisasikan kegiatannya menurut kenyamanan produsen. Pelanggan

menginginkan kenyamanannya diprioritaskan oleh produsen. Menurut logika

Page 10: Manajemen Resiko

produsen, pengorganisasian kegiatan yang memberikan kenyamanan bagi produsen

adalah dengan memberikan pekerjaan layanan pelanggan berdasarkan organisasi

fungsional. Dengan organisasi fungsional ini produsen dapat memanfaatkan secara

maksimum spesialisasi yang disediakan oleh setiap fungsi. Namun dengan

mengorganisasikan kegiatan perusahaan berdasarkan fungsi ini, kepentingan

pelanggan diletakkan pada prioritas kedua setelah kepentingan fungsi. Dengan kata

lain organisasi fungsional lebih mementingkan kepentingan fungsi daripada

kepentingan pelanggan. Perusahaan harus mengubah paradigma pengorganisasian

yang semula untuk kenyamanan intern organisasi, menjadi untuk kenyamanan

optimum pasien.

Produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan hanya mampu menghasilkan nilai

lebih bagi pelanggan, jika produk dan jasa tersebut menghasillkan manfaat lebih besar

bagi pelanggan bila dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan oleh customer

di dalam memperoleh manfaat dari produk dan jasa tersebut. (Mulyadi, 1998)

Customer Value = Manfaat - Pengorbanan x Kemitraan usaha

Dalam persaingan global, produk dan jasa bersaing berdasar kualitasnya. Produk dan

jasa berkualitas hanya dapat dihasilkan secara konsisten oleh perusahaan yang

menanamkan kualitas ke dalam semua aspek organisasinya, tidak hanya mencakup

seluruh komponen intern organisasinya namun mencakup kualitas masukan yang

berasal dari mitra usaha, dan antara produsen dengan pelanggannya.

Keyakinan dasar yang melandasi kemitraan usaha adalah “pelanggan adalah tujuan

pekerjaan” , berdasarkan keyakinan ini maka berbagai keyakinan dasar yang lama

perlu disingkirkan. Landasan ketidakpercayaan /distrust, hanya akan mengakibatkan

hambatan dalam tujuan kepuasan pelanggan karena menurunnya kualitas layanan yang

disediakan perusahaan kepada pelanggan.

Page 11: Manajemen Resiko

Jika pelanggan bukan merupakan tujuan pekerjaan berarti tujuan pekerjaan hanya

untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Jika hal tersebut yang lebih menonjol maka

perusahaan cenderung untuk melaksanakan sendiri semua pekerjaan penyediaan nilai

lebih bagi pelanggan, meskipun pekerjaan tersebut bukan kompetensinya. Sebagai

akibatnya pelanggan tidak mendapat value terbaik dari produk dan jasa yang

dikonsumsinya. Kondisi ini dapat cepat memicu pelanggan untuk mencari dengan

mudah alternatif lain untuk memenuhi kebutuhannya.

Nilai dasar yang perlu dijunjung tinggi dalam mewujudkan kemitraan usaha adalah

kejujuran dan integritas. Kemitraan usaha merupakan perwujudan komitmen masing-

masing pihak di dalam melaksanakan transaksi bisnis sesuai dengan kesepakatan yang

telah dibuat bersama. Integritas merupakan kemampuan seseorang di dalam

mewujudkan komitmennya ke dalam tindakan nyata. Tanpa kedua nilai dasar tersebut,

sulit untuk mewujudkan hubungan yang berkualitas antara manajemen rumah sakit

dengan dokter spesialis.

Page 12: Manajemen Resiko

BAB 3

PEMBAHASAN

Pasien merupakan sebab utama kelangsungan hidup Rumah sakit. Kemitraan usaha

dibangun karena ketidakmampuan Rumah Sakit secara individual untuk memuaskan

kebutuhan pasien. Pasien sekarang sangat penuntut sehingga menyebabkan rumah

sakit harus membangun kemitraan usaha yang baik dengan dokter spesialis untuk

memenuhi kebutuhan pasien. Hubungan yang buruk antara dokter dan manajemen

rumah sakit akan mempengaruhi kinerja staff rumah sakit dan pelayanan pasien.

Selain itu bagi organisasi akan menyebabkan kegagalan jangka panjang untuk

berkembang.

Rumah Sakit membutuhkan hubungan yang kohesif antara manajemen dan dokter

spesialis untuk memungkinkan Rumah Sakit yang responsif terhadap perubahan

lingkungan bisnis yang pesat, untuk cepat tanggap di dalam memenuhi kebutuhan

pasien.

Kemitraan usaha akan menyebabkan perusahaan memperoleh produk dan jasa yang

berkualitas untuk masukan bagi proses pembuatan produk dan jasanya. Kualitas

masukan ini akan mengakibatkan peningkatan keandalan dan kecepatan perusahaan

sebagai penyedia produk dan jasa bagi pelanggan. Kualitas, keandalan, dan kecepatan

inilah yang merupakan faktor penentu yang menjadikan Rumah Sakit sebagai

produsen jasa yang cost effective. Cost effectiveness menjadikan perusahaan mampu

menyediakan produk dan jasa yang menghasilkan manfaat optimum dengan

pengorbanan minimum bagi pelanggan.

Jika Rumah Sakit ingin membangun hubungan yang berkualitas antara manajemen

dan dokter spesialisnya, semua perjanjian kerjasama harus berlandaskan pada

kesadaran akan kompetensi masing-masing , dilandasi kepercayaan, kejujuran dan

integritas. Saling menghormati perbedaan yang ada, melindungi satu sama lain, tidak

Page 13: Manajemen Resiko

menyerang secara pribadi, dan menepati janji yang sudah dibuat. Hal ini hanya akan

bisa dicapai dengan diskusi, negosiasi, dan interaksi yang berkelanjutan antara

manajemen dengan dokter spesialis.

Hubungan antara manajemen perlu dilandasi dengan visi,misi, yang sama dalam

memuaskan kebutuhan pasien, Kegiatan-kegiatan yang tidak menambah nilai bagi

pasien , dapat dikurangi dan pada akhirnya dapat dihilangkan.

Manajer perlu belajar banyak sedikit banyak tentang medis, dan dokter spesialis akan

lebih baik jika juga mengetahui tentang teknik manajemen dan perangkatnya. Karena

kenyataanya Dokter Spesialis hanya sedikit yang paham mengenai manajemen,

organisasi, dan team work skills. Hal ini membuat dokter spesialis seringkali merasa

tidak berdaya kuasa akan pekerjaanya jika sudah berhadapan dengan birokrasi Rumah

Sakit.

Mengenai akuntabilitas sebagai ancaman bagi otonomi dokter spesialis, hal tersebut

bisa saja kita definisikan ulang bukan sebagai ancaman baru, namun sebagai bentuk

otonomi dengan tanggung jawab. Karena otonomi tidak dapat dipertahankan tanpa

suatu bentuk akuntabilitas. Kebebasan yang dipunyai harus diseimbangkan dengan

Tanggung Jawab. Termasuk didalamnya melaporkan hasil dan keputusan medis apa

saja yang telah dilakukan. Otonomi dengan Tanggung jawab memungkinkan seorang

dokter untuk keluar dari jalur pedoman terapi yang ada, namun semuanya harus tetap

terdokumentasi dengan baik, dan alasan melakukannya dimengerti dan masuk akal.

Manajer Medis di suatu Rumah Sakit diharapkan menjadi jembatan yang efektif bagi

manajemen dan Dokter Spesialis. Manajer medis harus mempunyai kemampuan

clinical leadership yang baik. Untuk meningkatkan kemampuan tersebut butuh

pendidikan dan pelatihan yang cukup. Saat ini sudah ada program S2 Kajian

Administrasi Rumah Sakit yang dapat mengajarkan hal tersebut. Namun pendidikan

mengenai clinical leadership di jenjang pendidikan S1 belum banyak masuk ke dalam

kurikulum.

Page 14: Manajemen Resiko

Undang-Undang Kesehatan yang menyebutkan bahwa Direktur Rumah Sakit harus

berasal dari kalangan medis Dokter ataupun Dokter Gigi yang mempunyai latar

belakang edukasi manajemen rumah sakit. Hal ini kemungkinan juga untuk

menjembatani klinisi dan manajemen. Memperbanyak Klinisi dengan kemampuan

manajerial dan memimpin yang baik, adalah hal yang kita inginkan bersama. Namun

Bagaimana membuat pekerjaan manajer medis dan direktur menjadi menarik dan

terjamin bagi Dokter adalah suatu hal yang harus dipikirkan bersama mengingat resiko

pekerjaannya cukup besar.

Page 15: Manajemen Resiko

BAB 4

KESIMPULAN

Dalam membangun hubungan kemitrausahaan yang berkualitas antara manajemen

Rumah Sakit dan dokter spesialisnya, perlu dilandasi dengan visi,misi, yang selaras,

yang semuanya bermuara pada satu tujuan yaitu memenuhi kebutuhan pasien

sekaligus memberikan nilai tambah (value) kepada pasien agar dapat bertahan di

persaingan bisnis Rumah Sakit yang makin sengit.

Semua perjanjian kerjasama yang diadakan antara manajemen dan Dokter Spesialis

harus berlandaskan pada kesadaran akan kompetensi masing-masing , dilandasi

kepercayaan, kejujuran dan integritas. Saling menghormati perbedaan-perbedaan yang

ada, melindungi satu sama lain, tidak menyerang secara pribadi, dan menepati janji

yang sudah dibuat. Hal ini hanya akan bisa dicapai dengan diskusi, negosiasi, dan

interaksi yang berkelanjutan antara manajemen dengan dokter spesialis.

Page 16: Manajemen Resiko

DAFTAR PUSTAKA

1. Definition of Arm’s Length Transaction diunduh dari www.Investopedia.com diakses pada tanggal 18 Maret 2012

2. Degeling P, Kennedy J, Hill M. Mediating the cultural boundaries between medicine, nursing and management – the central challenge in hospital reform. Health Service Magazine Res 2001; 14; 36-48.

3. Edwards,N. 2003. Doctors and Managers: Poor relationship may be damaging patients – what canbe done? Quality Saf Health Care;12 (suppl 1).

4. Mulyadi, 1998. Pendekatan baru Total Quality Management – Prinsip Manajemen Kontemporer untuk mengarungi Lingkungan Bisnis Global. Yogjakarta : Penerbit Aditya Mega.

5. Narasimhan. S, Kannan V. 2011. Total Quality Management as the Foundation of Sustainability. European Journal of Social Sciences- Volume 24, Number 3.

6. Trisnantoro, Laksono., 2005. Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit Antara Misi Sosial dan Tekanan Pasar, Yogyakarta: Andi.