18
MANAJEMEN STRESS HIPERGLIKEMIA PADA PASIEN KRITIS Erwin Kresnoadi Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK Unram ================================================================= === ABSTRAK Kondisi hiperglikemia menjadi hal yang harus dihindari pada pasien ICU. Hiperglikemia merupakan respons adaptasi untuk mengatasi perubahan metabolik yang terjadi pada pasien ICU. Stress hiperglikemia merupakan kondisi abnormal bersifat sementara yang disebabkan penyakit akut dan dapat menjadi penanda beratnya penyakit. Secara umum target kadar glukosa yang disarankan adalah antara 140 hingga 180 mg/dl. Kata kunci : hiperglikemia, pasien ICU, kadar glukosa. ABSTRACT Hyperglycemic conditions become things to avoid in ICU patients. Hyperglycemia is an adaptive response to overcome the metabolic changes that occur in ICU patients. Stress hyperglycemia is a temporary condition caused by abnormal acute disease and may be a marker of disease severity. In general, the recommended glucose targets are between 140 to 180 mg / dl. Keywords: hyperglycemia, ICU patients, glucose levels. PENDAHULUAN Pengaruh tidak menguntungkan yang ditimbulkan oleh hiperglikemia pada pasien di ICU kurang mendapat perhatian sebelumnya. Namun pandangan terhadap masalah tersebut mulai mengalami perubahan setelah dilakukannya beberapa penelitian observasional yang memastikan bahwa terdapat kaitan antara 1

Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hiperglikemia Manajemen

Citation preview

Page 1: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

MANAJEMEN STRESS HIPERGLIKEMIA PADA PASIEN KRITIS

Erwin Kresnoadi

Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK Unram

====================================================================

ABSTRAK

Kondisi hiperglikemia menjadi hal yang harus dihindari pada pasien ICU. Hiperglikemia merupakan respons adaptasi untuk mengatasi perubahan metabolik yang terjadi pada pasien ICU. Stress hiperglikemia merupakan kondisi abnormal bersifat sementara yang disebabkan penyakit akut dan dapat menjadi penanda beratnya penyakit. Secara umum target kadar glukosa yang disarankan adalah antara 140 hingga 180 mg/dl.Kata kunci : hiperglikemia, pasien ICU, kadar glukosa.

ABSTRACTHyperglycemic conditions become things to avoid in ICU patients. Hyperglycemia is an

adaptive response to overcome the metabolic changes that occur in ICU patients. Stress hyperglycemia is a temporary condition caused by abnormal acute disease and may be a marker of disease severity. In general, the recommended glucose targets are between 140 to 180 mg / dl.Keywords: hyperglycemia, ICU patients, glucose levels.

PENDAHULUAN

Pengaruh tidak menguntungkan yang ditimbulkan oleh hiperglikemia pada pasien di ICU

kurang mendapat perhatian sebelumnya. Namun pandangan terhadap masalah tersebut mulai

mengalami perubahan setelah dilakukannya beberapa penelitian observasional yang memastikan

bahwa terdapat kaitan antara hiperglikemia dengan peningkatan kematian pada pasien sakit

kritis.1 Penurunan kematian yang laporkan dari penelitian leuven (2001) setelah terapi insulin

intensif mengakibatkan perubahan penting dalam praktik klinis, dimana kondisi hiperglikemia

menjadi hal yang harus dihindari pada pasien ICU. Penelitian ini adalah single-center prospektif

yang membandingkan antara pengontrolan glukosa darah secara ketat (target glukosa darah 80 –

110 mg/dl) menggunakan terapi insulin intensif (TII) dengan pengontrolan glukosa darah secara

konvensional (target glukosa 180 – 200 mg/dl) pada pasien-pasien ICU bedah. TII berkaitan

dengan penurunan angka kematian di ICU dari 8,0 menjadi 4,6 persen dan angka kematian di

rumah sakit dari 10,9 menjadi 7,2 persen. Pengaruh yang menguntungkan dari TII lebih besar

pada pasien dengan masa perawatan di ICU lebih dari lima hari. Penurunan morbiditas di ICU

1

Page 2: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

juga turut diamati, meliputi penurunan insiden infeksi sistemik, renal insuffisiensi akut, anemia,

polineuropati, lama penggunaan ventilator mekanik dan lama perawatan di ICU.2

Akan tetapi, hasil dari beberapa penelitian yang dilakukan berikutnya ternyata

mendapatkan hasil yang berbeda. Van den Berghe dkk. melakukan penelitian yang serupa pada

pasien-pasien ICU non bedah. Metode dan obyektif yang diterapkan sama dengan penelitian

Leuven. Hasil yang didapatkan adalah bahwa tidak terdapat perbedaan mortalitas yang bermakna

diantara kelompok yang diteliti.3 Berikutnya terdapat tiga penelitian multicenter yang cukup

dikenal yaitu penelitian VISEP, GLUCONTROL dan NICE-SUGAR. Penelitian VISEP (Volume

substitution and Insulin therapy in severe sepsis) mencoba untuk menilai pengaruh pengontrolan

glukosa darah secara ketat pada pasien dengan syok sepsis dan sepsis berat. Dari penelitian

tersebut didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan mortalitas pada hari perawatan ke 28

dan 90 antara kelompok terapi insulin intensif (masing-masing 24,7 dan 39,7 persen) dan pada

kelompok terapi konvensional (masing-masing 26 dan 35,4 persen).4 Penelitian GLUCONTROL

yang dilakukan terhadap 1.078 pasien di ICU bedah dan medis juga mendapatkan hasil yang

tidak berbeda.5 Penelitian berikutnya yaitu NICE-SUGAR yang dilakukan terhadap 6022 pasien

ICU melaporkan bahwa angka kematian pada hari ke 90 ditemukan lebih tinggi pada kelompok

kontrol glukosa darah secara ketat (target glukosa darah 81 – 108 mg/dl) dari pada kelompok

terapi konvensional (target glukosa darah < 180 mg/dl) (27,6 vs 24,9 persen, p=0.02).6

Berdasarkan meta analisis yang terdahulu, pengontrolan glukosa darah pada pasien ICU

bermanfaat dalam memperbaiki angka mortalitas dan morbiditas namun bukan berarti tanpa efek

yang merugikan berdasarkan meta analisis yang lebih baru.7

Semua penelitian tersebut sulit untuk diinterpretasi dan dibandingkan karena terdapat

perbedaan pada populasi pasien dan protokol yang diterapkan (target level kadar gula darah,

metode pengukuran dan asupan karbohidrat) juga karena kelemahan dalam metodologi:

penelitian single center, populasi terdiri dari pasien bedah dan/atau medis, penghentian penelitian

secara dini, kesulitan untuk mencapai target glukosa. Hingga saat ini belum dapat ditetapkan

batas kadar glukosa universal yang dapat menimbulkan toksisitas pada pasien di ICU.7

Tidak terdapat bukti bahwa pengontrolan glukosa darah secara ketat akan

menguntungkan pada situasi emergensi. Meskipun keadaan hiperglikemia pada saat pasien

datang ke rumah sakit menjadi penanda prognosis yang buruk pada penyakit kardiovaskuler dan

2

Page 3: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

serebral akut, sejauh ini tidak terdapat penelitian yang menunjukkan keuntungan jangka pendek

dari pengontrolan glukosa darah secara ketat pada kondisi tersebut. Tidak adanya keuntungan

tersebut ditambah lagi dengan meningkatnya risiko hipoglikemia.7

Setelah dipublikasikannya hasil dari penelitian Leuven tentang terapi insulin intensif

(2001), beberapa organisasi profesional mengeluarkan guideline tentang target kadar glukosa di

ICU. Terdapat guideline yang menyarankan target kadar glukosa kurang dari 110 mg/dl dan ada

yang menyarankan kadar glukosa kurang dari 150 mg/dl. Selanjutnya setelah publikasi hasil

penelitian berikutnya, semua organisasi profesional meningkatkan batas untuk memulai terapi

yaitu pada kadar glukosa di atas 180 mg/dl. Secara umum, target kadar glukosa yang disarankan

adalah antara 140 hingga 180 mg/dl. Beberapa guideline yang pernah dikeluarkan oleh

organisasi profesional dapat dilihat pada tabel 1.

Table 1. Guideline dari Organisasi Profesi tentang Manajemen Glukosa Darah di ICU

Tahun Organisasi Populasi pasien

Batas

mulai

terapi

Target Kadar

glukosa

mg/dl

DefinisiHypog

likemia

Updated Sejak NICE-

SUGAR Trial, 2009

2010

SocieteFrancaised’Ane

sthesie-Renimation Pasien ICU 180 Tidakdinyatakan <40 ya

2009

American Association

of Clinical

Endocrinologists dan

ADA

Pasien ICU 180 140 -180 <70 Ya

2009 Surviving Sepsis

Campaign

Pasien ICU 180 150 Tdkdinyatakan Ya

2008 AHAPasien ICUdgn

SKA

180 90 -140 Tdkdinyatakan tidak

2007

European Society of

Cardiology and

European Association

for the Study of

Diabetes

Pasien ICU

dgnkelainanjan

tung

Tdk

dinyatakastrict

Tdk

dinyatakantidak

3

Page 4: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa variasi kadar glukosa darah akut adalah

faktor prediktif yang independen terhadap mortalitas.8 Makin besar variasi glukosa darah yang

timbul dan makin dekat rerata glukosa darah dengan level normal, maka akan makin tinggi

mortalitas (dampak tersebut kurang jelas terlihat jika rerata kadar gula darah tinggi >150 mg/dl).

Dampak yang merugikan ini mungkin berkaitan dengan timbulnya disfungsi endotel dan

peningkatan stress oksidatif.7

Belum terdapat penelitian yang meneliti berbagai perbedaan metode dalam manajemen

hiperglikemia di ICU. Untuk mendapatkan hasil yang optimal (tercapainya target glukosa darah

dan meminimalisir variasi) dan untuk keamanan yang maksimal (mengurangi kejadian

hipoglikemia) merupakan alasan kuat yang mendasari penggunaan infus insulin dengan syringe

pump elektrik. Pada pasien ICU dengan edema atau variasi vasomotor, pemberian melalui infus

intravena mengurangi fluktuasi absorpsi insulin dan memungkinkan pengaturan pemberian

secara cepat dan efektif terhadap perubahan kadar glukosa darah. Hiperglikemia yang terjadi

akibat pemberian asupan glukosa (makanan) atau obat-obatan (glukokortikoid) dapat diatasi

dangan mengatur kecepatan pemberian insulin. Absorpsi insulin melalui subkutan tidak dapat

dipercaya dan mungkin tidak dapat diprediksi pada pasien dengan edema atau syok, akibatnya

glukosa darah menjadi lebih sulit untuk dikontrol. Pada penelitian perioperatif pasien dengan

diabetes, target glukosa darah hanya tercapai sekitar 40 persen setelah pemberian insulin

subkutan.7

Asupan Karbohidrat

Hiperglikemia dapat memiliki dampak yang menguntungkan atau merugikan tergantung

bagaimana mekanisme onsetnya, tingginya kadar glukosadan lamanya terjadi hiperglikemia.9

Stress hiperglikemia merupakan kondisi abnormal yang bersifat sementara yang disebabkan

penyakit akut dan dapat menjadi penanda beratnya penyakit.1 Hiperglikemia merupakan respons

adaptasi untuk mengatasi perubahan metabolik yang terjadi pada pasien ICU. Perputaran glukosa

yang lebih cepat dan resistensi insulin pada awalnya bertujuan untuk memberikan substrat energi

(glukosa) yang dibutuhkan oleh organ tubuh. Hipoksia dan fenomena proinflamasi (sitokin) akan

memperbesar hiperglikemia endogen dan begitu pula sebaliknya sehingga menimbulkan suatu

4

Page 5: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

siklus yang merugikan. Hiperglikemia dapat lebih memburukdan berlangsung lama dengan

timbulnya hiperglikemia eksogen yang didapat melalui asupan glukosa secara enteral dan

parenteral atau melalui pemberian obat glukokortikoid. Glukosa yang pada mulanya bermanfaat

lambat laun menjadi berlebihan dan bersifat toksik dengan meningkatkan respons inflamasi dan

memicu timbulnya stress oksidatif.10 Perbedaan hasil yang didapatkan dari Penelitian Leuven dan

Nice-Sugar sebagian mungkin disebabkan adanya perbedaan jumlah karbohidrat yang diberikan.

Van den Berghe et al. memberikan asupan karbohidrat yang tinggi (200 g/hari).2 Hal ini dapat

meningkatkan toksisitas glukosa. Toksisitas glukosa ini kemudian dikoreksi dengan pemberian

terapi insulin intensif. Berbeda dengan penelitian Nice-Sugar dimana pemberian karbohidrat

enteral dibatasi terutama pada dua hingga tiga hari pertama. Pemberian insulin yang terlalu dini

memang akan mengembalikan kadar glukosa darah menjadi normal tapi hal ini justru akan

memperburuk kondisi pasien karena mencegah timbulnya respons adaptasi.7

Belum terdapat bukti yang dapat menentukan apakah pemberian insulin intra vena harus

dihentikan atau dilanjutkan jika pasien memulai asupan makanan per oral. Berdasarkan data

fisiopatologi, pasien yang sudah bisa makan per oral diharapkan akan terjadi perbaikan regulasi

glukosa melalui sekresi insulin endogen yang sesuai. Semua penelitian menggunakan regimen

berikut: Pemberian bolus insulin preprandial secara intra vena atau subkutan dengan sekurang-

kurangnya satu kali pengukuran kadar gula darah tiap kali sebelum makan. Pemantauan kadar

gula darah sudah dihentikan saat pasien dipindahkan dari ICU. Beberapa penelitian

menganjurkan pengantian pemberian insulin secara intra vena menjadi subkutan sebelum pasien

meninggalkan ICU. Sebuah penelitian retrospektif pada pasien bedah syaraf menunjukkan bahwa

6 hingga 70 persen dari dosis insulin intra vena jika diberikan melalui subkutan akan

menghasilkan pengontrolan kadar glukosa yang memuaskan tanpa meningkatkan risiko

terjadinya hipoglikemia.7

Asupan energi harian yang direkomendasikan pada pasien ICU adalah sekitar 25

kkal/kg/hari. Diperlukan sekurang-kurangnya dua hingga tiga hari untuk mencapai target

tersebut. Jika asupan kalori lewat enteral masih rendah setelah tiga hari, maka diperlukan

tambahan melalui parenteral.12 Glukosa adalah substrat energi terpenting karena beberapa

jaringan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap glukosa. Rerata konsumsi harian glukosa

oleh otak adalah 100-150 g. Sumber glukosa dapat berasal dari eksogen dan endogen. Glukosa

5

Page 6: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

eksogen berasal dari asupan karbohidrat enteral atau parenteral. Glukosa endogen sebagian besar

berasal dari glukoneogenesis di hati dan otot, produksi harian glukosa endogen dapat mencapai

300 g/hari. Pasien ICU mengalami resistensi insulin sehingga pemberian glukosa eksogen yang

berlebihan akan meningkatkan risiko hiperglikemia, terlebih lagi kapasitas maksimal oksidasi

glukosa juga turun menjadi 2-5 mg/kg/menit. Dalam kondisi tersebut, pemberian infus glukosa

hanya akan menghambat proses glukoneogenesis secara parsial. Pengaruh pemberian karbohidrat

enteral terhadap metabolisme glukosa sukar untuk dinilai karena absorpsi digestif tidak dapat

diperkirakan secara akurat. Di sisi lain, pemberian glukosa eksogen yang terlalu sedikit akan

mempercepat penggunaan substrat yang bersumber dari glukoneogensis sehingga juga akan

mempercepat katabolisme protein otot. Kesimpulannya, pemberian asupan glukosa yang terlalu

banyak atau sebaliknya tidak sama sekali, dapat menimbulkan dampak yang membahayakan

pada pasien kritis.7

Adanya pengaruh asupan karbohidrat terhadap kadar glukosa pasien di ICU menunjukkan

bahwa jumlah asupan karbohidrat harus diperhitungkan dalam protokol pengontrolan glukosa.

Secara teori, Untuk mencapai pengontrolan glukosa yang optimal maka banyaknya asupan

karbohidrat harus disesuaikan dengan memperhatikan variasi kadar glukosa (hiper atau

hipoglikemia).7

Algoritma dan Protokol pengontrolan Glukosa

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Van den Berghe dkk. menimbulkan

peningkatan penggunaan terapi insulin kontinyu untuk mengontrol glukosa darah. Untuk

memastikan efektivitas dan keamanan, pemberian terapi insulin harus diatur dalam suatu

algoritma atau protokol tertentu. Saat ini terdapat banyak variasi dari algoritma/protokol

pengontrolan glukosa dara yang dipublikasikan karena kriteria yang digunakan sangat beragam:

target glukosa, kecepatan pemberian insulin, interval pemantauan, manajemen dilakukan oleh

dokter atau perawat dan lain-lain. Pada penelitian yang dilakukan oleh Van den berghe dkk.

protocol diimplementasikan oleh staff perawat yang sudah terlatih khusus.2 Sedangkan pada

penelitian NICE SUGAR digunakan protokol berbasis komputer yang dilengkapi beberapa

batasan untuk mengatur kecepatan pemberan insulin dan interval pemantauan.6 Pada semua

6

Page 7: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

kasus, pembuatan sebuah protokol harus disesuaikan dengan kondisi lokal (sumber daya manusia

dan teknologi) dan dapat diterima oleh tim yang akan mengimplementasikan protokol tersebut.7

Saat ini belum terdapat penelitian prospektif yang membandingkan pengaruh protokol

pengontrolan glukosa darah terhadap angka morbiditas dan mortalitas. Upaya untuk mengukur

performa suatu protokol juga tidak mudah karena beragamnya variabel yang digunakan. Hingga

saat ini belum terdapat bukti yang menganjurkan satu protokol dibandingkan yang lain.7

Metode pemberian insulin intravena secara kontinyu memberikan hasil yang lebih efektif,

aman dan mudah untuk dilakukan dari pada pemberian secara subkutan.1 Metode pemberian

tersebut sudah diterapkan di semua ICU dan terkadang disuplementasi dengan pemberian insulin

bolus intravena. Metode tersebut memberikan keuntungan karena membatasi banyaknya variasi

pada kadar glukosa di mana hal tersebut sama pentingnya dengan nilai rerata hiperglikemia.13

Sebagai tambahan, meskipun hubungan sebab akibat antara hipoglikemia dan peningkatan

mortalitas belum dapat dibuktikan, alangkah bijaksana untuk merekomendasikan penggunaan

metode pengontrolan glukosa darah yang menghindari sejauh mungkin munculnya kejadian

hipoglikemia.7

Sebuah penelitian terhadap seratus pasien ICU memperlihatkan bahwa kejadian

hipoglikemia berat berkurang secara bermakna jika insulin diberikan melalui jalur infus yang

spesifik daripada yang non-spesifik (4 persen vs 22 persen).8 Begitu juga dengan pemberian

katekolamin kontinyu, ini akan menghindari pemberian yang bervariasi yang disebabkan injeksi

obat lainnya.

Algoritma pengontrolan yang bersifat statik akan menentukan kecepatan pemberian

insulin berdasarkan pengukuran nilai glukosa tunggal (yang terakhir). Sedangkan algoritma

pengontrolan yang bersifat dinamis akan mempertimbangkan berbagai faktor seperti kecepatan

pemberian insulin yang diberikan saat itu, interval pemantauan, asupan glukosa dan lain-lain.

Fakta yang ada menunjukkan bahwa pengontrolan yang bersifat dinamis lebih baik daripada

statis. Pendekatan yang digunakan harus memperhitungkan asupan glukosa eksogen karena dapat

mempengaruhi level glukosa. Idealnya asupan nutrisi yang diberikan harus diperhitungkan

dengan tujuan mencapai glukosa darah yang stabil.7

Dalam suatu algoritma, variabel yang rutin digunakan adalah nilai kadar glukosa. Namun

beberapa variabel lain seperti kecepatan pemberian insulin sebelumnya dan interval monitoring

7

Page 8: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

mutlak harus diperhatikan. Output yang umum dari semua algorima adalah kecepatan pemberian

insulin. Beberapa output lainnya adalah rekomendasi untuk pemberian bolus insulin, asupan

makanan, interval monitoring, koreksi hipoglikemia dan lain – lain.7

Suatu protokol pengontrolan glukosa yang efektif, tidak hanya mempertimbangkan

target glukosa tapi juga waktu yang diperlukan oleh staf ICU untuk mengadopsi protokol

tersebut, risiko hipoglikemia dan cara pengukuran glukosa yang fleksibel dan terpercaya.7 Sejak

diterapkannya pengontrolan kadar glukosa di ICU tentunya menimbulkan peningkatan beban

kerja bagi staf. Agar suatu protokol dapat berjalan efektif dan aman maka protokol tersebut harus

disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia. Staf yang melaksanakan protokol harus

mendapat pelatihan terlebih dahulu. Dan yang tak kalah penting adalah adanya kerja sama yang

baik antara dokter dan perawat di ICU.7

Pemantauan Glukosa

Kadar glukosa dapat diukur dengan menggunakan sampel darah dari beberapa sumber

(misal: intra arteri, kateter vena atau alat fingerstick). Harus dipastikan bahwa sampel tidak

terkontaminasi oleh cairan intravena. Alat glukometer bedside dapat memberikan hasil yang

tidak akurat (menyimpang > 20 persen), terutama jika digunakan untuk mengukur sampel dari

pasien yang memiliki level glukosa yang rendah atau untuk menilai sampel darah kapiler dari

pasien dengan edema, hipoperfusi atau anemia. Analisis plasma di laboratorium adalah cara

terbaik untuk mengukur kadar glukosa darah, tetapi cara ini terlalu lambat jika digunakan di

ICU. Sebagian besar ICU menggunakan alat analisis gas darah yang cukup akurat. Jika cara

pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan cepat maka ini memberikan solusi yang paling

tepat untuk pengukuran glukosa darah di ICU.14

Kejadian hipoglikemia masih sering terjadi walaupun pemantauan kadar gukosa sudah

sering dilakukan oleh tim yang berpengalaman. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan teknologi

lain seperti sensor glukosa subkutan yang memberikan pembacaan glukosa tiap lima menit. Akan

tetapi karena sensor yang digunakan terdapat di dalam cairan interstitial maka dapat terjadi

perbedaan dengan level glukosa di darah. Pada kasus hipoglikemia, hasil pengukuran yang

diperoleh dapat menjadi lebih rendah. Sensor glukosa intravaskular secara kontinu akan

8

Page 9: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

memberikan pemantauan secara real-time, tetapi penggunaan teknologi ini kurang bermanfaat

jika target glukosa yang ingin dicapai tidak lebih rendah dari 80 – 110 mg/dl.14

Hipoglikemia: Diagnosis dan Bahayanya

Definisi hipoglikemia dan derajat berat ringannya telah ditetapkan dengan tegas pada

pasien yang menderita diabetes. Namun hingga saat ini belum terdapat batasan yang jelas untuk

hipoglikemia pada pasien kritis. Pada pasien diabetes, definisi hipoglikemia ditetapkan hanya

berdasarkan ambang biologis tanpa memperhatikan gejala neurologis yang timbul. Sebagian

besar penelitian yang dilakukan di ICU tidak didesain untuk menilai hipoglikemia dan batasan

hipoglikemia yang digunakan hanya berdasarkan level kadar glukosa darah tanpa memperhatikan

gejala klinis yang berkaitan dengan kondisi tersebut.15,7

Definisi hipoglikemia berat yang digunakan pada pasien diabetes tidak dapat diterapkan

lansung pada pasien ICU yang tidak dapat menunjukkan tanda klinis karena adanya gangguan

kesadaran tanpa atau dengan penggunaan sedasi. Gejala klinis dari aspek kardiovaskuler juga

sering luput dari perhatian. Minimnya gejala klinis yang spesifik dan kesulitan untuk mendeteksi

dengan cepat adanya perburukan kondisi pasien meningkatkan risiko timbulnya hipoglikemia

berat.15 Sebagian besar kasus hipoglikemia yang dilaporkan dalam penelitian di ICU berlangsung

dalam periode yang singkat (< 2 jam) dan menggunakan batasan hipoglikemia secara eksklusif

berdasar nilaibiologis tanpa disertai laporan berat-ringannya gejala klinis yang timbul.7

Terdapat banyak penelitian yang membuktikanbahwa hipoglikemia berkaitan dengan

adanya peningkatan mortalitas yang bermakna.2 Sebaliknya, beberapa penelitian lain

menunjukkan bahwa hiperglikemia bukan merupakan faktor prediktif independen terhadap

mortalitas. Beberapa faktor yang menjadi predisposisi timbulnya hipoglikemia pada pasien kritis

adalah hemofiltrasi kontinyu,diabetes,ventilasi mekanik,sepsis,pemberian insulin dan obat-obat

inotropik serta lesi pada otak. Pada kondisi tersebut, strategi pengontrolan glukosa darah yang

diterapkan adalah dengan menetapkan target glukosa pada level yang lebih tinggi.7 Sebagian

besar penelitian di ICU menggunakan sekurang-kurangnya satu kejadian hipoglikemia berat

sebagai patokan untuk melaporkan kejadians hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia (5-25 persen

menurut penelitian) selalu lebih tinggi secara bermakna pada pasien di ICU. Penelitian terbaru

melaporkan adanya peningkatan risiko hipoglikemia berat tiga sampai enam kali lipat.16

9

Page 10: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

Belum terdapat penelitian yang melaporkan konsekwensi klinis akibat hipoglikemia berat

dalam jangka panjang dan upaya untuk mengoreksi kondisi tersebut pada pasien kritis. Dalam

penelitian eksperimental, kematian neuron pasca hipoglikemia tidak secara langsung disebabkan

oleh defisit energi tetapi lebih disebabkan munculnya reaksi cascade yang dipicu oleh

hipoglikemia, terutama akibat influks dari glutamat dan zinc yang mengaktifkan reseptor post-

sinaptik glutamat. Reaksi tersebut akan menimbulkan sejumlah modifikasi seluler (sebagai

contoh: produksi senyawa oksigen reaktif (ROS), modifikasi DNA dan gangguan permeabilitas

membran) yang disebabkan apoptosis neuronal. Suh dkk memperlihatkan bahwa kematian

neuron sulit terjadi saat hipoglikemia tetapi dapat jelas terlihat saat timbul reperfusi glukosa.

Kematian neuron berbanding lurus dengan rebound hiperglikemia yang dipicu oleh reperfusi

glukosa eksogen dan dipicu pula oleh NADPH oksidase yang berperan terhadap produksi ROS.

Hal ini mengingatkan pada mekanisme kematian selular saat periode reperfusi setelah iskemia.

Meskipun masih sedikit bukti klinis yang mendukung data eksperimen tersebut, kondisi

hipoglikemia jelas memerlukan penanganan yang lebih cermat (pemberian cairan glukosa dalam

jumlah yang lebih moderat dan pemantauan secara ketat) untuk mencegah timbulnya rebound

hiperglikemia secara berlebihan.7,17

Kejadian timbulnya hipoglikemia yang lebih tinggi pada metode pengontrolan glukosa

secara ketat berhubungan dengan tidak adanya tanda peringatan yang jelas secara klinis sehingga

memerlukan pengulangan pemeriksaan glukosa darah. Lama interval pemeriksaan glukosa darah

ulang disesuaikan dengan kondisi yang ditemukan: Tiap 30 menit (pada kasus hipoglikemia atau

hiperglikemia berat) hingga tiap 4 jam tergantung hasil analisis dan stabilitas glukosa darah.

Namun belum terdapat penelitian yang dapat dijadikan patokan untuk merekomendasikan berapa

lama interval pemeriksaan ulang glukosa harus dilakukan.7 Nilai glukosa darah dapat bervariasi

sesuai dengan tempat pengambilan sampel. Nilai yang diperoleh dari sampel yang berasal dari

kapiler lebih tinggi dibanding sampel yang berasal dari arteri. Perbedaan yang timbul dapat

mencapai 30 persen. Pada kondisi hipoglikemia, pemeriksaan glukosa menggunakan sampel

yang berasal dari darah arteri atau vena sebaiknya dilakukan di laboratorium atau menggunakan

alat analisa gas darah. Beberapa penelitian melaporkan kejadian hipoglikemia berat yang tidak

terdeteksi dengan pemeriksaan darah kapiler.7

10

Page 11: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

RINGKASAN

Tidak terdapat bukti bahwa pengontrolan glukosa darah secara ketat akan

menguntungkan pada situasi emergensi. Hingga saat ini belum dapat ditetapkan batas kadar

glukosa universal yang dapat menimbulkan toksisitas pada pasien di ICU. Secara umum, target

kadar glukosa yang disarankan adalah antara 140 hingga 180 mg/dl.

DAFTAR PUSTAKA

1. Umpierre GE, et al: Hyperglycemia an independent marker of in-hospital mortality in patients with undiagnosed diabetes. J cli EndocrinoMetab 2002, 87:978-82.

2. Van den Berghe G,et al. Intensive insulin therapy in the critically ill patients. N engl J Med 2001, 345:1359-67.

3. Van den Berghe G,et al. Intensive insulin therapy in the medical ICU. N engl J Med 2006,354 :449-61.

4. Brunkhorst FM, et al. for the German Competence Network Sepsis (SepNet): Intensive Insulin Therapy and Pentastarch Resuscitation in Severe Sepsis? N engl J Med 2008,358 :125-39.

5. Preiser JC, et al. A prospective randomised multi-centre controlled trial on tight glucose control by intensive insulin therapy in adult intensive care units: the Glucontrol study.Intensive Care Med 2009,351 :1738-48.

6. NICE-SUGAR Study Investigators, Intensive versus conventional glucose control in critically ill patients. N engl J Med 2009,360 :1283-97.

7. Ichai C,Preiser JC,International recommendations for glucose control in adult non diabetic critically ill patients.Crit care 2010;14:R166.

8. Lacherade JC,Jacqueminet S,Preiser JC: An overview of hypoglycemia in the critically ill. J Diabetes SciTechnol 2009,3 :1242-9.

9. Fahy BG,Sheelhy AM,Coursin DE: Glucose control in the intensive care unit.Crit Care Med 2009, 37 :1769-76.

10. Wellen KE,Hotamisliglil GS: Inflammation, stress and diabetes. J Clin Invest 2005,115:1111-9.

11. Brunkhorst FM, et al. for the German Competence Network Sepsis (SepNet): Intensive Insulin Therapy and Pentastarch Resuscitation in Severe Sepsis? N engl J Med 2008,358:125-39.

12. Singer P,et al. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition: intensive care. ClinNutr 2009,28 :387-400.

13. Krinsley JS: Glycemic variability a strong independent predictor of mortality in critically ill patients. CritCare Med 2008, 36 :3008-13.

11

Page 12: Manajemen Stress Hiperglikemia Pada Pasien Kritis-rw

14. Kavanagh BP, McCowen KC. Glycemic control in the ICU. N Engl J Med 2010;363:2540-6

15. Dungan KM, Braithwaite SS, Preiser JC. Stress hyperglycaemia. Lancet 2009; 373:1798-807.

16. Griesdale DEG,et al. Intensive insulin therapy and mortality among critically ill patients: a meta-analysis including NICE-SUGAR study data. CMAJ 2009, 180 :821-27.

17. Suh SW,et al. Hypoglycemic neuronal death is triggered by glucose reperfusion and activation of neuronal NADPH oxidase. J Clin Invest 2007, 117 :910-18.

12