43
MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN OLEH: SYAIFUL RAMADHAN HARAHAP Makalah ini disampaikan pada seminar Fakultas Pertanian Universitas Islam Indragiri (UNISI) Pada tanggal 17 April 2012 Dosen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI TEMBILAHAN 2012

MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pencemaran Lingkungan

Citation preview

Page 1: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

0

MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI

KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP

KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

OLEH:

SYAIFUL RAMADHAN HARAHAP

Makalah ini disampaikan pada seminar Fakultas Pertanian

Universitas Islam Indragiri (UNISI)

Pada tanggal 17 April 2012

Dosen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI

TEMBILAHAN

2012

Page 2: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

1

I. PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir ini, tingkat emisi kenderaan di beberapa

kota besar di Indonesia telah mencapai ambang yang mencemaskan. Dalam

sebuah penelitian mengenai tingkat emisi kenderaan di 20 kota besar di seluruh

dunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 600 juta orang

hidup di kota besar yang tingkat pencemaran SO2 melebihi batas ambang emisi

kenderaan, dan sekitar 1.25 milyar orang tinggal di kota-kota besar yang tingkat

pencemaran debunya (SPM) sudah sangat tinggi (Sutiono, 2007).

Kota-kota besar di Indonesiapun tidak luput dari permasalahan emisi

kenderaan. Hasil pemantauan yang dilakukan oleh stasiun-stasiun emisi

kenderaan Badan Meteorologi dan Geofisika di beberapa kota besar seperti

Jakarta, Bandung dan Surabaya menunjukkan bahwa tingkat ambang pencemaran

debu (Suspended Particulate Matter – SPM), Timah Hitam (Pb), NO2, CO dan

SO2 terus naik sejak tahun 1980.

Beberapa aktivitas kegiatan manusia yang dapat mengakibatkan emisi

kenderaan antara lain adalah kegiatan transportasi. Sektor Transportasi merupakan

penyumbang utama emisi kenderaan di daerah perkotaan dan lebih dari 70% emisi

kenderaan di kota-kota besar berasal dari kendaraan bermotor (Haeruman, 2007).

Dengan pertumbuhan sektor transportasi sebesar 6 - 8% per tahun, maka

penggunaan bahan bakar jika dapat diperkirakan sebagai berikut: tahun 1998

sebesar 2,1 kali, tahun 2008 sebesar 4,6 kali, dan tahun 2018 sebesar 9 kali.

Disamping menimbulkan emisi kenderaan, sektor transportasi juga memberikan

Page 3: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

2

kontribusi yang sangat besar terhadap kerusakan lingkungan global akibat

konsumsi energi yang berlebihan (Armely, 2007).

Seperempat dari seluruh penduduk Indonesia bertempat tinggal dan

bekerja di wilayah perkotaan dan pada tahun 2010 jumlah tersebut akan mencapai

45%. Pertumbuhan penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan tersebut akan

berakumulasi dengan pesatnya tingkat pertumbuhan kendaraan, yang pada

gilirannya berdampak langsung terhadap penggunaan energi bahan bakar.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan

global adalah pola konsumsi energi yang berlebihan dan akan menghasilkan

limbah dalam jumlah yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan

yang berkaitan dengan sektor energi dan lingkungan tidak hanya berdasarkan pada

mekanisme dan konteks pembangunan ekonomi saja, tapi juga berdasarkan pada

mekanisme dan konteks dampak lingkungan dan konsumsi energi (Study

Surabaya Integrated Transport Network Planning dalam JICA, 1997)

Kesadaran masyarakat akan emisi kenderaan akibat gas buang kendaraan

bermotor di kota-kota besar saat ini makin tinggi. Dari berbagai sumber bergerak

seperti mobil penumpang, truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang, dan kapal

laut, kendaraan bermotor saat ini maupun dikemudian hari akan terus menjadi

sumber yang dominan dari emisi kenderaan di perkotaan. Di DKI Jakarta,

kontribusi bahan pencemar dari kendaraan bermotor ke udara adalah sekitar 70 %

(Haeruman, 2007).

Resiko kesehatan yang dikaitkan dengan emisi kenderaan di perkotaan

secara umum, banyak menarik perhatian dalam beberapa dekade belakangan ini.

Di banyak kota besar, gas buang kendaraan bermotor menyebabkan

Page 4: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

3

ketidaknyamanan pada orang yang berada di tepi jalan dan menyebabkan masalah

emisi kenderaan pula. Beberapa studi epidemiologi dapat menyimpulkan adanya

hubungan yang erat antara tingkat emisi kenderaan perkotaan dengan angka

kejadian (prevalensi) penyakit pernapasan. Pengaruh dari pencemaran khususnya

akibat kendaraan bermotor tidak sepenuhnya dapat dibuktikan karena sulit

dipahami dan bersifat kumulatif. Kendaraan bermotor akan mengeluarkan

berbagai gas jenis maupun partikulat yang terdiri dari berbagai senyawa anorganik

dan organik dengan berat molekul yang besar yang dapat langsung terhirup

melalui hidung dan mempengaruhi masyarakat di jalan raya dan sekitarnya.

Makalah ini akan mengulas akar permasalahan, komposisi dan dampak

emisi kenderaan yang diakibatkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor

terhadap kesehatan maupun lingkungan khususnya kendaraan bermotor dengan

bahan bakar fosil.

Page 5: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

4

II. HUBUNGAN MANIFESTASI DAN AKAR PERMASALAHAN EMISI

TRANSPORTASI

Hayashi (1996) menyatakan bahwa manifestasi permasalahan transportasi

merupakan perwujudan dari masalah-masalah yang timbul khususnya di bidang

lingkungan. Akar permasalahan adalah faktor-faktor penyebab yang dapat

menimbulkan manifestasi permasalahan lingkungan, akar permasalahan di sektor

transportasi meliputi tekanan pembangunan pada konsep pertumbuhan ekonomi,

peningkatan pendapatan dan pemilikan kendaraan, perubahan perilaku masyarakat

ke perilaku nyaman, globalisasi dan perkembangan tata ruang / tata guna lahan.

Manifestasi permasalahan di sektor transportasi terdiri dari; emisi kenderaan dan

kebisingan, kerusakan lingkungan, getaran, kemacetan dan kecelakaan lalu-lintas.

2.1. Manifestasi Permasalahan

Perlindungan terhadap kapasitas fungsi atmosfer merupakan program yang

sangat penting. Ini disebabkan atmosfer mempunyai banyak fungsi yang sangat

vital sebagai sistem pendukung di bumi. Kapasitas atmosfer sebagai pendukung

kehidupan vital terutama ditentukan oleh komposisinya dan perubahan netto

dalam komposisi atmosfer sebagai fungsi dari bahan-bahan yang dilepaskan ke

udara sebagai pencemar udara akibat penggunaan Sumber Daya Alam oleh

kegiatan manusia. Kerusakan atmosfer terjadi karena meningkatnya konsentrasi

CO2, CH4, CFC, dan NO2. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan terganggunya

keseimbangan suhu di bumi.

Penyumbang utama pencemar udara berasal dari sektor transportasi. Pada

tahun 1990, sektor transportasi darat bertanggung jawab terhadap setengah dari

Page 6: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

5

total emisi SPM dan sebagian besar Pb, CO, HC, dan NOX di daerah perkotaan

(Agenda-21), dimana tingkat emisi kenderaan hampir melampaui standar kualitas

udara ambien. Berdasarkan hasil penelitian di Amerika, industri transportasi telah

membangkitkan setengah dari 200 ton gas buang yang mengotori udara setiap

tahunnya, dengan mobil sebagai kontribusi utama (Tabel 1).

Tabel 1. Tingkat Emisi Emisi Kenderaan pada Transportasi Penumpang di

Amerika

Tingkat Emisi per Penumpang – Mil (mg)

Polutan Mobil

Penumpang

K.A Diesel Mobil

Diesel

KRL

Karbon Monoksida

Hidrokarbon

Aldehida

Nitrogen Oksida

Sulfur Oksida

Timbal

28.420

1.440

45

990

110

40

775

155

25

465

710

-

630

130

20

380

250

-

-

-

-

Trace

-

-

Sumber: Japan International Cooperation Agency (JICA), (1997)

Tingginya tingkat emisi kenderaan yang melebihi batas standar toleransi

emisi kenderaan telah menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat,

sebagaimana ditunjukkan hasilnya di tiga kota besar di Indonesia (Tabel 2).

Page 7: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

6

Tabel 2. Persoalan Kesehatan yang Berkaitan dengan Emisi kenderaan di

Jakarta, Bandung dan Surabaya Tahun 1990

Jenis

Pencemaran

Persoalan Kesehatan Jumlah Kasus

Jakarta Bandung Surabaya

Debu

- Kematian Dini

- Rawat Rumah Sakit

- Kunjungan ke Gawat Darurat

1.160

2.071

40.625

17

30

597

216

386

7.572

- Jml Hari Tdk Bekerja

- Ganggguan Tenggorokan pada anak

- Serangan Asma

- Kronik Bronchitis

6.380.639

104.121

464.148

10.562

93.733

1.530

6.818

155

1.189.311

19.408

86.514

1.969

NO2 - Gangguan Tenggorokan 1.773.427 14.213 177.989

Timah Hitam - Kematian Dini

- Darah Tinggi

- Serangan Jantung

223

135.656

183

28

20.256

28

216

35.156

44

Sumber: Japan International Cooperation Agency (JICA),(1997)

Menurut Tugaswati, et al. (1995) diperoleh bahwa biaya yang dipikul

masyarakat Jabotabek (Jakarta-Tangerang–Bogor–Bekasi) akibat menurunnya IQ

anak diakibatkan konsentrasi timbal di udara yang melebihi 1 g/m3 atau kerugian

diperkirakan sebesar Rp. 176 milyar pada tahun 1990. Jika dikaitkan dengan

tingkat pertumbuhan lalu-lintas, maka diperkirakan biaya kerugian ini akan

meningkat menjadi Rp. 254 milyar pada tahun 2005, dengan catatan bahwa biaya

ini belum termasuk jumlah kerugian terhadap penyakit lainnya yaitu penyakit

darah tinnggi dan jantung pada orang dewasa.

Homburger (dalam Poernomosidhi, 1995) mengatakan bahwa emisi gas

buang yang menyebabkan emisi kenderaan tergantung dari variabel-variabel

mesin kendaraan, cara pengoperasian kendaraan, komposisi zat-zat kimia pada

bahan bakar, kondisi atmosfer setempat dan pemeliharaan mesin kendaraan.

Dampak dari variabel-variabel tersebut pada emisi gas buang berbeda untuk

masing-masing polutan.

Page 8: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

7

Moestikahadi (2000) menyatakan bahwa beberapa kondisi yang perlu

diperhatikan dalam memperkirakan tingkat emisi kenderaan dikaitkan dengan

perilaku operasional kendaraan, yaitu: Pengukuran emisi kenderaan bersifat

langsung (misalnya kendaraan di jalan), padahal Kereta Listrik juga menimbulkan

emisi kenderaan yang terjadi di pembangkit listriknya; Tingkat polusi bervariasi

antara berbagai kendaraan dalam kelas yang sama atau pada kelas yang berbeda;

Berbagai kondisi operasi menghasilkan polusi yang berbeda. Cara pembuangan

emisi gas buang di daerah rural dengan sirkulasi angin yang baik maka asap

kendaraan akan menyebar jika dibandingkan dengan di daerah urban yang penuh

dengan bangunan sehingga tingkat polusi akan berakumulasi.

Cara mengevaluasi gangguan akibat emisi kenderaan masih dianggap

primitif. Cara pendekatan langsung adalah mengukur hilangnya hari produksi

disebabkan oleh penyakit yang diderita oleh tenaga proses produksi

(Moestikahadi, 2000)

2.2. Akar Permasalahan

Miller (1985) menyatakan ada empat akar permasalahan pokok yang

mengakibatkan munculnya manifestasi permasalahan lingkungan seperti yang

telah dijelaskan di atas, yaitu :

1. Tekanan Pembangunan Pada Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi telah mendorong laju pertumbuhan di berbagai

sektor pembangunan terutama di negara-negara berkembang. Negara berkembang

masih membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi untuk

meningkatkan pendapatan per kapita masyarakatnya.

Page 9: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

8

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut tidak dapat

melepaskan ketergantungannya pada Sumber Daya Alam dan Energi, sehingga

dengan demikian adanya konsep pembangunan yang berkelanjutan menjadi

dilematis. Menurut Rostow (dalam Watt, 1973) terdapat kaitan antara penyediaan

transportasi dan perkembagan/pertumbuhan ekonomi adalah transportasi yang

baik akan menawarkan biaya pengiriman murah yang memungkinkan pasar makin

luas serta eksploitasi produksi berskala besar terhadap banyak ruang kegiatan.

2. Peningkatan Pendapatan dan Pemilikan Kendaraan

Akibat meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di negara-

negara berkembang seperti Indonesia, secara langsung mengakibatkan

peningkatan pendapatan yang pada gilirannya akan berdampak kepada permintaan

yang tinggi terhadap sektor transportasi (pemilikan kendaraan). Sementara itu,

peningkatan permintaan pada Sektor Transportasi akan menimbulkan dampak

pada kerusakan lingkungan global (emisi kenderaan) dan peningkatan konsumsi

energi.

3. Perubahan Perilaku Masyarakat ke Perilaku Nyaman

Hal ini telah mendorong permintaan akan kendaraan pribadi lebih besar

daripada mobil angkutan umum, padahal eksternalitas negatif yang ditimbulkan

oleh mobil pribadi yaitu berkaitan dengan emisi kenderaan dan konsumsi energi

yang lebih besar dari pada angkutan umum.

4. Perkembangan Tata Ruang / Tata Guna Lahan

Menurut Homburger (dalam Poernomosidhi, 1995) bahwa dampak dari

peningkatan emisi gas buang kendaraan juga tergantung dari pola tata guna lahan.

Page 10: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

9

Spesifikasi suatu penataan ruang sangat berpengaruh terhadap tipe dan jumlah

kendaraan yang berada dalam wilayah tersebut sehingga penataan suatu

ruang/wilayah kota secara signifikan akan sangat berpengaruh terhadap emisi

kenderaan. Pengaturan tata ruang wilayah yang salah akan bedampak kepada

penurunan kecepatan arus lalu-lintas dan akan memicu terjadinya kemacetan.

Semakin besar kemacetan yang terjadi maka semakin besar pula pemborosan

energi (penggunaan BBM) dan emisi kenderaan semakin tak terkendalikan.

Page 11: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

10

III. KOMPOSISI DAN PERILAKU GAS BUANG KENDARAAN

BERMOTOR

Pada umumnya dalam berbagai kasus emisi kenderaan, dalam hal ini emisi

kenderaan yang diakibatkan oleh gas buang emisi kendaraan bermotor,

dibutuhkan upaya segera dalam penanggulangannya. Pemantauan udara ambien

dan emisi telah dilaksanakan di DKI Jakarta. Hasil pemantauan JICA (1997)

menunjukan bahwa diantara berbagai bahan pencemaran yang dipantau, jenis

pencemar udara yang sering melampaui kriteria mutu udara, adalah partikulat dan

hidrokarbon (non-metan). Walaupun hasil penelitian mengenai dampak

pencemaran kedua parameter tersebut masih belum konsisten, mengingat dampak

yang telah disebutkan di atas, maka pencemaran partikulat dan hidrokarbon yang

dicurigai dapat bersifat karsinogenik dan mutagenik, perlu diwaspadai.

Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia.

Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi

mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan

faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Jenis bahan

bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin maupun

bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya karena

perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari knalpot

kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada

kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin (Tugaswati, et al., 1995).

Menurut Moestikahadi (2000) walaupun gas buang kendaraan bermotor

terutama terdiri dari senyawa yang tidak berbahaya seperti nitrogen, karbon

dioksida dan uap air, tetapi di dalamnya terkandung juga senyawa lain dengan

Page 12: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

11

jumlah yang cukup besar yang dapat membahayakan kesehatan maupun

lingkungan. Bahan pencemar yang terutama terdapat didalam gas buang buang

kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO), berbagai senyawa

hindrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat

debu termasuk timbal (Pb). Bahan bakar tertentu seperti hidrokarbon dan timbal

organik, dilepaskan ke udara karena adanya penguapan dari sistem bahan bakar.

Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan kadar partikulat debu

yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem.

Tugaswati, et al. (1995) menyatakan bahwa setelah berada di udara,

beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang kendaraan bermotor dapat

berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap

air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut satu sama lain. Proses reaksi

tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan jalan

raya, dan adapula yang berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di atmosfer

kadangkala berlangsung dalam suatu rantai reaksi yang panjang dan rumit, dan

menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif atau lebih lemah dibandingkan

senyawa aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di udara yang mengubah nitrogen

monoksida (NO) yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor

menjadi nitrogen dioksida (NO2 ) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara

berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon

dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimi (photochemical

smog). Pembentukan smog ini kadang tidak terjadi di tempat asal sumber (kota),

tetapi dapat terbentuk di pinggiran kota. Jarak pembentukan smog ini tergantung

pada kondisi reaksi dan kecepatan angin.

Page 13: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

12

Moestikahadi (2000) mengemukakan bahwa bahan pencemar yang

sifatnya lebih stabil seperti timbal (Pb), beberapa hidrokarbon-halogen dan

hidrokarbon poliaromatik, dapat jatuh ke tanah bersama air hujan atau mengendap

bersama debu, dan mengkontaminasi tanah dan air. Senyawa tersebut selanjutnya

juga dapat masuk ke dalam rantai makanan yang pada akhirnya masuk ke dalam

tubuh manusia melalui sayuran, susu ternak, dan produk lainnya dari ternak

hewan. Karena banyak industri makanan saat ini akan dapat memberikan dampak

yang tidak diinginkan pada masyarakat kota maupun desa.

Menurut Dahlan (2004) emisi gas buang kendaraan bermotor juga

cenderung membuat kondisi tanah dan air menjadi asam. Pengalaman di negara

maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya

ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa mineral/logam, sehingga logam

tersebut dapat mencemari lingkungan.

Di dalam pengendalian emisi kenderaan, seringkali teknologi yang tepat

belum tentu menjamin dapat segera terlaksananya upaya tersebut. Pertimbangan

segi ekonomi sering menjadi kendala utama. Di lain pihak kadang pemecahan

tidak segera dapat ditemukan karena kurangnya fasilitas teknologi yang ada.

Dalam keadaan seperti ini maka upaya pengendalian pencemaran terhadap

lingkungan dapat dilakukan secara administratif dengan menerapkan peraturan

perundangan yang telah ada secara ketat.

Page 14: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

13

IV. DAMPAK EMISI TRANSPORTASI TERHADAP KESEHATAN

4.1. Bahaya Emisi terhadap Kesehatan

Senyawa-senyawa di dalam gas buang terbentuk selama energi diproduksi

untuk mejalankan kendaraan bermotor. Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat

membahayakan kesehatan adalah berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, dan

oksida karbon, hidrokarbon, logam berat tertentu dan partikulat. Pembentukan gas

buang tersebut terjadi selama pembakaran bahan bakar fosil bensin dan solar

didalam mesin.

Dibandingkan dengan sumber stasioner seperti industri dan pusat tenaga

listrik, jenis proses pembakaran yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor tidak

sesempurna di dalam industri dan menghasilkan bahan pencemar pada kadar yang

lebih tinggi, terutama berbagai senyawa organik dan oksida nitrogen, sulfur dan

karbon. Selain itu gas buang kendaraan bermotor juga langsung masuk ke dalam

lingkungan jalan raya yang sering dekat dengan masyarakat, dibandingkan dengan

gas buang dari cerobong industri yang tinggi. Dengan demikian maka masyarakat

yang tinggal atau melakukan kegiatan lainnya di sekitar jalan yang padat lalu

lintas kendaraan bermotor dan mereka yang berada di jalan raya seperti para

pengendara bermotor, pejalan kaki, dan polisi lalu lintas, penjaja makanan sering

kali terpajan oleh bahan pencemar yang kadarnya cukup tinggi. Estimasi dosis

pemajanan sangat tergantung kepada tinggi rendahnya pencemar yang dikaitkan

dengan kondisi lalu lintas pada saat tertentu.

Keterkaitan antara emisi kenderaan di perkotaan dan kemungkinan adanya

resiko terhadap kesehatan, baru dibahas pada beberapa dekade belakangan ini.

Page 15: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

14

Pengaruh yang merugikan mulai dari meningkatnya kematian akibat adanya

episod smog sampai pada gangguan estetika dan kenyamanan. Gangguan

kesehatan lain diantara kedua pengaruh yang ekstrim ini, misalnya kanker pada

paru-paru atau organ tubuh lainnya, penyakit pada saluran tenggorokan yang

bersifat akut maupun khronis, dan kondisi yang diakibatkan karena pengaruh

bahan pencemar terhadap organ lain seperti paru, misalnya sistem syaraf. Karena

setiap individu akan terpajan oleh banyak senyawa secara bersamaan, sering kali

sangat sulit untuk menentukan senyawa mana atau kombinasi senyawa yang mana

yang paling berperan memberikan pengaruh membahayakan terhadap kesehatan.

Sutiono (2007) menyatakan bahwa bahaya gas buang kendaraan bermotor

terhadap kesehatan tergantung dari toksisitas (daya racun) masing-masing

senyawa dan seberapa luas masyarakat terpajan olehnya. Beberapa faktor yang

berperan di dalam ketidakpastian setiap analisis resiko yang dikaitkan dengan gas

buang kendaraan bermotor antara lain adalah:

1. Definisi tentang bahaya terhadap kesehatan yang digunakan

2. Relevansi dan interpretasi hasil studi epidemiologi dan eksperimental

3. Realibilitas dari data pajanan

4. Jumlah manusia yang terpajan

5. Keputusan untuk menentukan kelompok resiko yang mana yang akan

dilindungi

6. Interaksi antara berbagai senayawa di dalam gas buang, baik yang sejenis

maupun antara yang tidak sejenis

7. Lamanya terpajan (jangka panjang atau pendek)

Page 16: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

15

Pada umumnya istilah dari bahaya terhadap kesehatan yang digunakan

adalah pengaruh bahan pencemar yang dapat menyebabkan meningkatnya resiko

atau penyakit atau kondisi medik lainnya pada seseorang ataupun kelompok

orang. Pengaruh ini tidak dibatasi hanya pada pengaruhnya terhadap penyakit

yang dapat dibuktikan secara klinik saja, tetapi juga pada pengaruh yang pada

suatu mungkin juga dipengaruhi faktor lainnya seperti umur misalnya.

Telah banyak bukti bahwa anak-anak dan para lanjut usia merupakan

kelompok yang mempunyai resiko tinggi di dalam peristiwa emisi kenderaan.

Anak-anak lebih peka terhadap infeksi saluran pernafasan dibandingkan dengan

orang dewasa, dan fungsi paru-paru nya juga berbeda. Para usia lanjut masuk di

dalam kategori kelompok resiko tinggi karena penyesuaian kapasitas dan fungsi

paru-paru menurun, dan pertahanan imunitasnya melemah. Karena kapasitas paru-

paru dari penderita penyakit jantung dan paru-paru juga rendah, kelompok ini juga

sangat peka terhadap emisi kenderaan (Kupchella dalam Poernomosidhi, 1995).

Sutiono (2007) juga menyatakan bahwa berdasarkan sifat kimia dan

perilakunya di lingkungan, dampak bahan pencemar yang terkandung di dalam

gas buang kendaraan bermotor dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Bahan-bahan pencemar yang terutama mengganggu saluran pernafasan.

Yang termasuk dalam golongan ini adalah oksida sulfur, partikulat, oksida

nitrogen, ozon dan oksida lainnya.

2. Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik,

seperti hidrokarbon monoksida dan timbal/timah hitam.

3. Bahan-bahan pencemar yang dicurigai menimbulkan kanker seperti

hidrokarbon.

Page 17: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

16

4. Kondisi yang mengganggu kenyamanan seperti kebisingan, debu jalanan,

dan lain-lain.

4.2. Bahan-Bahan Pencemar yang Terutama Mengganggu Saluran

Pernafasan

Organ pernafasan merupakan bagian yang diperkirakan paling banyak

mendapatkan pengaruh karena yang pertama berhubungan dengan bahan

pencemar udara. Sejumlah senyawa spesifik yang berasal dari gas buang

kendaraan bermotor seperti oksida-oksida sulfur dan nitrogen, partikulat dan

senyawa-senyawa oksidan, dapat menyebabkan iritasi dan radang pada saluran

pernafasan. Walaupun kadar oksida sulfur di dalam gas buang kendaraan

bermotor dengan bahan bakar bensin relatif kecil, tetapi tetap berperan karena

jumlah kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar makin meningkat. Selain itu

menurut studi epidemniologi, oksida sulfur bersama dengan partikulat bersifat

sinergetik sehingga dapat lebih meningkatkan bahaya terhadap kesehatan.

4.2.1. Oksida Sulfur dan Partikulat

Sutiono (2007) menyatakan bahwa Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas

buang yang larut dalam air dan langsung dapat terabsorbsi di dalam hidung dan

sebagian besar saluran ke paru-paru. Karena partikulat di dalam gas buang

kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke

dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang

kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar) dan

senyawa anorganik (senyawa-senyawa logam, nitrat dan sulfat).

Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam sulfat

(H2SO4) dan partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan,

Page 18: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

17

menyebabkan SO2 dan partikulat dapat membengkakan membran mukosa dan

pembentukan mukosa dapat meningkatkan hambatan aliran udara pada saluran

pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi kelompok yang peka,

seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para lanjut usia (Sutiono,

2007).

4.2.2. Oksida Nitrogen

Menurut Watt (1973) diantara berbagai jenis oksida nitrogen yang ada di

udara, nitrogen dioksida (NO2) merupakan gas yang paling beracun. Karena

larutan NO2 dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan SO2, maka NO2

akan dapat menembus ke dalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari

saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan

paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran

darah.

Menurut Sutiono (2007) karena data epidemilogi tentang resiko pengaruh

NO2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum lengkap, maka

evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan studi

menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti

misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran pernafasan, dapat

terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 μg/m3. Percobaan pada manusia

menyatakan bahwa kadar NO2 sebsar 250 μg/m3 dan 500 μg/m

3 dapat

mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat.

Page 19: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

18

4.2.3. Ozon dan Oksida Lainnya

Karena ozon lebih rendah lagi larutannya dibandingkan SO2 maupun NO2,

maka hampir semua ozon dapat menembus sampai alveoli. Ozon merupakan

senyawa oksidan yang paling kuat dibandingkan NO2 dan bereaksi kuat dengan

jaringan tubuh. Evaluasi tentang dampak ozon dan oksidan lainnya terhadap

kesehatan yang dilakukan oleh WHO task group menyatakan pemajanan oksidan

fotokimia pada kadar 200-500 μg/m³ dalam waktu singkat dapat merusak fungsi

paru-paru anak, meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi mata, serta

menurunkan kinerja para olaragawan (World Health Organization, 1977b).

4.3. Bahan-Bahan Pencemar yang Menimbulkan Pengaruh Racun Sistemik

Menurut Sutiono (2007) banyak senyawa kimia dalam gas buang

kendaraan bermotor yang dapat menimbulkan pengaruh sistemik karena setelah

diabsorbsi oleh paru, bahan pencemar tersebut dibawa oleh aliran darah atau

cairan getah bening ke bagian tubuh lainnya, sehingga dapat membahayakan

setiap organ di dalam tubuh. Senyawa-senyawa yang masuk ke dalam hidung dan

ada dalam mukosa bronkial juga dapat terbawa oleh darah atau tertelan masuk

tenggorokan dan diabsorbsi masuk ke saluran pencernaan.

Sutiono (2007) selanjutnya juga menyatakan bahwa selain pemajanan

langsung ada pula pemajanan yang tidak langsung, misalnya melalui makanan,

seperti timah hitam. Diantara senyawa-senyawa yang terkandung di dalam gas

kendaraan bermotor yang dapat menimbulakan pengaruh sistemik, yang paling

penting adalah karbon monoksida dan timbal.

Page 20: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

19

4.3.1. Karbon Monoksida

Karbon monoksida dapat terikat dengan haemoglobin darah lebih kuat

dibandingkan dari oksigen membentuk karboksihaemoglobin (COHb), sehingga

menyebabkan terhambatnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh. Pajanan CO

diketahui dapat mempengaruhi kerja jantung (sistem kardiovaskuler), sistem

syaraf pusat, juga janin, dan semua organ tubuh yang peka terhadap kekurangan

oksigen (Wardhana, 1999)

Menurut Sutiono (2007) pengaruh CO terhadap sistem kardiovaskuler

cukup nyata teramati walaupun dalam kadar rendah. Penderita penyakit jantung

dan penyakit paru merupakan kelompok yang paling peka terhadap pajanan CO.

Studi eksperimen terhadap pasien jantung dan penyakit pasien paru, menemukan

adanya hambatan pasokan oksigen ke jantung selama melakukan latihan gerak

badan pada kadar COHb yang cukup rendah 2,7 %.

Walker, et al. (1996) menyatakan bahwa pengaruh pajanan CO kadar

rendah pada sistem syaraf dipelajari dengan suatu uji psikologi. Walaupun diakui

interpretasi dari hasil uji seperti ini sulit ditemukan bahwa kadar COHb 16 %

dianggap membahayakan kesehatan. Pengaruh bahaya ini tidak ditemukan pada

kadar COHb sebesar 5%.

Menurut WHO (1977a), pengaruh terhadap janin pada prinsipnya adalah

karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan

oksigen pada ibu hamil yang konsekuennya akan menurunkan tekanan oksigen di

dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan

kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah dibandingkan

normal. Menurut evaluasi WHO, kelompok penduduk yang peka (penderita

Page 21: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

20

penyakit jantung atau paru-paru) tidak boleh terpajan oleh CO dengan ka dar yang

dapat membentuk COHb di atas 2,5%. Kondisi ini ekivalen dengan pajanan oleh

CO dengan kadar sebesar 35 mg/m3 selama 1 jam, dan 20 mg/mg selama 8 jam.

Oleh karena itu, untuk menghindari tercapainya kadar COHb 2,5-3,0 % WHO

menyarankan pajanan CO tidak boleh melampaui 25 ppm (29 mg/m3) untuk

waktu 1 jam dan 10 ppm (11,5 mg/mg3) untuk waktu 8 jam.

4.3.2. Timbal

Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk timbal

organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb). Pada pembakaran bensin, timbal organik

ini berubah bentuk menjadi timbal anorganik. Timbal yang dikeluarkan sebagai

gas buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran

sekitar 0,01 μm. Partikel-partikel timbal ini akan bergabung satu sama lain

membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau

mengendap pada kenalpot (Wardhana, 1999).

Sutiono (2007) mengatakan bahwa pengaruh Pb pada kesehatan yang

terutama adalah pada sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun

syaraf tepi. Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat

menyebabkan anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-

80μg/100 ml dan kelompok anak > 40 μg/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok

dewasa sekitar 40 μg/100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa Hb,

seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat (ALA). Pengaruh pada enzim

§-ALAD dapat diamati pada kadar Pb-darah sekitar 10μg/100 ml. Akumulasi

protoporfirin dalam eritrosit (FEP) yang merupakan akibat dari terhambatnya

aktivitas enzim ferrochelatase , dapat terlihat pada wanita edngan kadar Pb-darah

Page 22: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

21

20-30 μg/100 ml, pada pria dengan kadar 25-35 μg/100 ml, dan pada anak dengan

kadar > 15 μg/100 ml. Pengaruh Pb terhadap hambatan aktivitas enzim ALAD

tidak menyatakan adanya keracunan yang membahayakan, tetapi dapat

menunjukkan adanya pajanan Pb terha dap tubuh. Meningkatnya ekskresi ALA

dan akumulasi FEP dalam urin mencerminkan adanya kerusakan fungsi fisiologi

yang pada akhirnya dapat merusak fungsi metokhondrial.

Sutiono (2007) juga menyatakan bahwa pengaruh pada syaraf otak anak

diamati pada kadar 60μg/100 ml, yang dapat menyebabkan gangguan pada

perkembangan mental anak. Penelitian pada pengaruh Pb yang dikaitkan IQ anak

telah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum konsisten. Sistem syaraf pusat anak

lebih peka dibandingkan dengan orang dewasa. Gangguan terhadap fungsi syaraf

orang dewasa berdasarkan uji psikologi diamati pada kadar Pb darah 50 μg/100

ml. Sedangkan gangguan sistem syaraf tepi diamati pada kadar Pb darah 30

μg/100 ml. Timbal dapat menembus plasenta, dan karena perkembangan otak

yang khususnya peka terhadap logam ini, maka janinlah yang terutama mendapat

resiko.

4.4. Bahan-Bahan Pencemar yang Dicurigai Menimbulkan Kanker

Menurut Moestikahadi (2000) pembakaran didalam mesin menghasilkan

berbagai bahan pencemar dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya

berukuran lebih kecil dari 2μm. Beberapa dari bahan-bahan pencemar ini

merupakan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti

etilen, formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH).

Mesin solar akan menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa yang dapat

terikat dalam partikulat seperti PAH, 10 kali lebih besar dibandingkan dengan

Page 23: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

22

mesin bensin yang mengandung timbal. Untuk beberapa senyawa lain seperti

benzena, etilen, formaldehid, benzo(a)pyrene dan metil nitrit , kadar di dalam

emisi mesin bensin akan sama bes arnya dengan mesin solar.

Emisi kendaraan bermotor yang mengandung senyawa karsinogenik

diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ lain selain paru. Akan tetapi

untuk membuktikan apakah pembentukan tumor tersebut hanya diakibatkan

karena asap solar atau gas lain yang bersifat sebagai iritan. Dalam banyak kasus,

analisis risiko dibuat berdasarkan hasil studi epidemiologi. Apabila analisis-

analisis tersebut cukup lengkap dan dapat mengendalikan berbagai faktor

pengganggu (confounding) seperti misalnya kebiasaan merokok, maka

kesimpulan yang ditarik dapat sangat berharga, tanpa peduli apakah hasil studi

pada umumnya hasil studi seperti itu jarang didapatkan.

Mengesampingkan pengaruh yang langka akibat pencemaran, seperti

penyakit tumor dan kangker semata-mata berdasarkan hasil studi epidemiologi

yang negatif, sebenarnya kurang tepat. Pada studi yang melibatkan populasi kecil

(misalnya 1000 orang) terasa wajar apabila hasil studi tentang sejenis tumor yang

hanya terjadi pada beberapa kasus per 100.000 orang, menjadi negatif. Kesulitan

menjadi lebih besar apabila pengaruh yang dicari tersebut dapat timbul karena hal

lain, dapat diperkirakan bahwa persentase peningkatan dalam prevalensi akan

sangat kecil.

Hal yang sama ditemukan pada studi eksperimental. Di dalam studi

eksperimental, adanya hubungan antara dosis dan respons untuk dosis rendah

sangat sulit untuk dibuktikan, karena kecilnya jumlah orang yang dapat diteliti.

Pengaruh jangka panjang bisa dilaksanakan pada binatang percobaan, tetapi lagi-

Page 24: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

23

lagi di dalam mengekstrapolasikan penemuan tersebut untuk manusia sering tidak

pasti. Hal yang sering ditemui dalam studi eksperimental seperti ini adalah

kesulitan untuk mensimulasikan kondisi pajanan yang sebenarnya.

Karena itu maka evaluasi secara ilmiah tentang dampak dari suatu

pencemaran terhadap kesehatan, apabila mungkin, harus didasarkan pada sifat

kimiawi dari tiap senyawa, metabolismenya dan sifat umum lainnya, di samping

yang juga ditemukan dalam studi epidemiologi dan eksperimental.

Page 25: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

24

V. DAMPAK EMISI TRANSPORTASI TERHADAP LINGKUNGAN

5.1. Defenisi Dampak Lingkungan

Menurut Suratno (1990), dampak lingkungan adalah perubahan

lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan.

Perubahan mendasar ini meliputi tiga kelompok besar, yaitu:

1. Perubahan akibat suatu kegiatan yang (secara kumulatif)

menghilangkan identitas rona lingkungan awal secara nyata.

2. Perubahan akibat suatu kegiatan yang menimbulkan ekses nyata pada

kegiatan lain di sekitarnya

3. Perubahan akibat suatu kegiatan yang menyebabkan suatu rencana tata

ruang (SDA) tidak dapat dilaksanakan secara konsisten lagi.

Dimana cara penentuan dampak lingkungan dan penentuan dampak

penting menurut Suratno (1990) antara lain sebagai berikut :

a. Penentuan Dampak Lingkungan :

1. Berdasarkan pengalaman empiris profesional (expert judgement)

2. Perubahan dibandingkan dengan baku mutu lingkungan

3. Perubahan dibandingkan dengan sistem nilai, fasilitas, pelayanan sosial

dan sumberdaya yang diperlukan.

b. Kriteria penentuan dampak penting adalah:

1. Jumlah penduduk yang terkena dampak lingkungan

2. Luas wilayah persebaran dampak lingkungan

3. Lamanya dampak lingkungan berlangsung

4. Intensitas dampak lingkungan

Page 26: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

25

5. Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak lingkungan

6. Sifat kumulatif dampak lingkungan

7. Reversibilitas /irreversibilitas akibat dampak lingkungan.

5.2. Emisi Kenderaan dan Dampaknya terhadap Lingkungan

Emisi kenderaan pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran

dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang

masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya.

Kecepatan penyebarannya tergantung pada keadaan geografi dan meteorologi

setempat (Wardhana, 1999).

Menurut Graedel (1990), tidak semua senyawa yang terkandung di dalam

gas buang kendaraan bermotor diketahui dampaknya terhadap lingkungan selain

manusia. Beberapa senyawa yang dihasilkan dari pembakaran sempurna seperti

CO2 yang tidak beracun, belakangan ini menjadi perhatian orang. Senyawa CO2

sebenarnya merupakan komponen yang secara alamiah banyak terdapat di udara.

Oleh karena itu CO2 dahulunya tidak menepati urutan emisi kenderaan yang

menjadi perhatian lebih dari normalnya akibat penggunaan bahan bakar yang

berlebihan setiap tahunnya. Pengaruh CO2 disebut efek rumah kaca dimana CO2

diatmosfer dapat menyerap energi panas dan menghalangi jalannya energi panas

tersebut dari atmosfer ke permukaan yang lebih tinggi. Keadaan ini menyebabkan

meningkatnya suhu rata-rata di permukaan bumi dan dapat mengakibatkan

meningginya permukaan air laut akibat melelehnya gunung-gunung es, yang pada

akhirnya akan mengubah berbagai siklus alamiah.

Miller (1985) menyatakan bahwa pengaruh pencemaran SO2 terhadap

lingkungan telah banyak diketahui. Pada tumbuhan, daun adalah bagian yang

Page 27: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

26

paling peka terhadap pencemaran SO2, dimana akan terdapat bercak atau noda

putih atau coklat merah pada permukaan daun. Dalam beberapa hal, kerusakan

pada tumbuhan dan bangunan disebabkan oleh SO2 dan SO3 di udara, yang

masing-masing membentuk asam sulfit dan asam sulfat. Suspensi asam di udara

ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan mengakibatkan air hujan

bersifat asam. Sifat asam dari air hujan ini dapat menyebabkan korosif pada

logam-logam dan rangka-rangka bangunan, merusak bahan pakian dan tumbuhan.

Menurut Sutiono (2007), Oksida nitrogen, NO dan NO2 berasal dari

pembakaran bahan bakar fosil. Pengaruh NO yang utama terhadap lingkungan

adalah dalam pembentukan smog. NO dan NO2 dapat memudarkan warna dari

serat-serat rayon dan menyebabkan warna bahan putih menjadi kekuning-

kuningan. Kadar NO2 sebesar 25 ppm yang pada umumnya dihasilkan adari emisi

industri kimia, dapat menyebabkan kerusakan pada banayak jenis tanaman.

Kerusakan daun sebanyak 5 % dari luasnya dapat terjadi pada pemajanan dengan

kadar 4-8 ppm untuk 1 jam pemajanan. Tergantung dari jenis tanaman, umur

tanaman dan lamanya pemajanan, kerusakan terjadi dapat bervariasi. Kadar NO2

sebesar 0,22 ppm dengan jangka waktu pemajanan 8 bualan terus menrus, dapat

menyebabkan rontoknya daun berbagai jenis tanaman.

5.3. Efek Rumah Kaca Akibat Emisi Kenderaan

Kekhawatiran akan meningkatnya emisi CO2 yang mempercepat laju

pemanasan bumi yang antara lain mengakibatkan naiknya permukaan laut

sehingga sebagian besar pantai dunia akan tergenang. Konferensi Tingkat Tinggi

Dunia di Rio de Jenairo, Brazil pada bulan Juni 1992 mengeluarkan pernyataan

yang lebih dikenal sebagai Agenda 21 bahwa seluruh dunia bersepakat untuk

Page 28: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

27

mengurangi emisi CO2 negara-negara industri pada tahun 2000 harus sama dengan

tahun 1990, sedangkan pada negara berkembang baru diberlakukan tahun 2010

(United Nation Departement of Public Information, 1990).

5.4. Emisi Penyebab Terjadinya Hujan Asam (Acid Rain)

Menurut Manahan (1972), akibat polusi NH4, H2SO4 yang turun bersama

hujan menyebabkan pH air menurun, juga endapannya dapat bertahan di tanah

oleh hujan akan dilarutkan menyebabkan pH menurun. Penyebab utamanya

adalah terbentuknya gas SO2 dan NO2 oleh ulah manusia dari bahan bakar

batubara dan bahan bakar minyak. Adapun reaksi oksidasi di udara, dapat

dgambarkan sebagai berikut : SO2 + ½ O2 + H2O (2H + SO2) 2NO2 + ½ O2 +

H2O2 (H + NO3). HNO3 sangat asam dan larut dengan baik sekali. Selain itu juga

merupakan asam keras dan reaktif terhadap benda-benda lain yang menyebabkan

korosif. Oleh sebab itu, presipitasinya akan merusak tanaman terutama daun.

Walker, et al. (1996) menyatakan bahwa suatu pelajaran penting dari

hujan asam dapat dilihat dari data di Skandinavia yang terkenal dengan hutan dan

banyaknya sungai dan danau. Di samping itu, pengukuran pH pada air permukaan

Norwegia Tengah dari 21 perairan yang diukur pHnya rata-rata turun dari 7,5

menjadi 5,4 hingga 6,3 diantara tahun 1941-1970. Di Swedia, dari 14 perairan

yang diukur, pH air permukaan menurun dari 6,5 – 6,6 ke 5,4 – 5,6 dari tahun

1950 ke 1971 dan menurun dari 5,7 menjadi 4,9 antara tahun 1955 ke 1973.

banyak penurunan pH sangat berpengaruh terhadap tumbuhan yang mendapat air

dari perairan tersebut.

Menurut Moestikahadi (2000), proses pembakaran BBM pada kendaraan

bermotor dan batu bara di pabrik atau pembangkit energi, akan mengeluarkan

Page 29: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

28

senyawa SO2 dan NOx (NO2 dan N2O) sebagian terbang ke udara dan sebagian

bercampur dengan oksigen yang kita hirup setiap hari, sebagian juga langsung

mengendap di tanah sehingga mencemari air dan mineral tanah. SO2 dan NOx

yang menguap ke udara bercampur dengan embun dan dengan bantuan sinar

matahari, embun mengubah senyawa itu menjadi tetesan-tetesan asam yang

kemudian jatuh kembali ke bumi (hujan asam). Hujan asam merupakan istilah

umum untuk menggambarkan turunnya asam dari atmosfer bumi (Gambar 1).

Menurut Poernomosidhi (1995), sebenarnya turunnya asam dari atmosfer

ke bumi bukan hanya dalam kondisi “basah” tetapi juga “kering” sehingga dikenal

dengan istilah deposisi (penurunan/pengendapan) basah dan deposisi kering.

Deposisi basah mengacu pada hujan asam, kabut, dan salju. Ketika hujan asam ini

mengenai tanah, ia dapat berdampak bagi tumbuhan dan hewan, tergantung dari

konsentrasi asamnya, kandungan kimia tanah, buffering capacity (kemampuan

air/tanah untuk menahan perubahan pH) , dan jenis tumbuhan/hewan yang

terkena.

Poernomosidhi (1995) juga menyatakan bahwa deposisi kering mengacu

pada gas dan partikel yang mengandung asam. Sekitar 50% keasaman di atmosfer

jatuh kembali melalui deposisi kering. Kemungkinan angin membawa gas dan

partikel asam tersebut mengani bangunan, mobil, rumah dan pohon. Ketika hujan

turun partikel asam yang menempel di bangunan atau pohon tersebut akan

terbilas, menghasilkan air permukanaan (run off) yang asam.

Sutiono (2007) berpendapat bahwa angin juga dapat membawa material

asam pada desposisi kering dan basah melintasi batas kota dan negara sampai

ratusan kilometer. Hujan dikatakan hujan asam jika telah memiliki PH dibawah

Page 30: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

29

5,0. Makin rendah PH air hujan tersebut makin berat dampaknya bagi mahluk

hidup.

Gambar 1. Proses Terjadinya Hujan Asam (Acid Rain)

5.5. Emisi Kenderaan Pemicu Pemanasan Global.

Pemanasan global merupakan peningkatan secara gradual dari suhu

permukaan bumi yang sebagian disebabkan oleh emisi dari zat-zat pencemar

seperti karbondioksida (CO2), metan (CH4) dan oksida nitrat (N2O), serta

bertanggungjawab terhadap perubahan dalam pola cuaca global. Karbondioksida

dan zat pencemar lainnya berkumpul di atmosfer membentuk lapisan yang tebal

menghalangi panas matahari dan menyebabkan pemanasan planet dengan efek gas

rumah kaca (Gambar 2).

Pemanasan global merupakan fenomena yang kompleks, dan dampak

sepenuhnya sangat sulit diprediksi. Namun menurut Tugaswati, et al. (1997)

bahwa setiap tahunnya para ilmuan makin banyak belajar tentang bagaimana

pemanasan global tersebut mempengaruhi planet, dan banyak diantara mereka

setuju bahwa konsekuensi tertentu akan muncul jika kecenderungan pencemaran

yang terjadi saat ini berlanjut, diantaranya adalah:

Page 31: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

30

Peningkatan permukaan laut yang disebabkan oleh mencairnya

gunung es akan menimbulkan banjir di sekitar pantai;

Naiknya temperature permukaan air laut akan menjadi pemicu

terjadinya badai terutama di bagian tenggara atlantik

Rusaknya habitat seperti barisan batu karang dan pegunungan alpen

dapat menyebabkan hilangnya berbagai hayati di wilayah tersebut.

Gambar 2. Dampak dari Pemanasan Global

5.6. Emisi Kenderaan Pembentuk Smog.

Hayashi dan Roy (1996) menyatakan bahwa istilah “smog” berasal dari

“smoke” dan “fog” yang digunakan untuk menggambarkan campuran antara asap

yang berasal dari pembakaran batubara dengan kabut. Istilah smog pertama

digunakan di London dan kota industri lainnya di Inggris pada masa revolusi

industri. Smog mulai disadari sebagai masalah emisi kenderaan yang serius

setelah terjadinya episoda smog di kota London yang berlangsung selama 4 hari

pada tahun 1952 dan menyebabkan kematian lebih dari 4000 jiwa.

Jenis smog yang lain disebut sebagai smog fotokimia, berasal dari reaksi

kimia di atmosfer antara NOx dan HC reaktif dengan adanya radiasi matahari

(Gambar 3). Reaksi fotokimia ini menghasilkan senyawa oksidan berupa ozon

(O3). Sebagaimana smog yang terjadi di London, smog fotokimia dapat diamati

dengan ciri khas menurunnya jarak pandang (visibilitas). Dampak yang lain dari

Page 32: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

31

smog fotokimia adalah adanya bau, iritasi mata, kerusakan tanaman dan material

seperti barang-barang yang terbuat dari karet. Smog fotokimia pertama ditemukan

oleh Haagen-Smit pada tahun 1952 di Los Angeles, Amerika Serikat (Miller,

1985). Hal ini kemudian dikenal sebagai L.A. smog, untuk membedakannya

dengan smog yang ditemukan di Inggris. Pada saat ini smog fotokimia sering

dijumpai di kota-kota besar dengan tingkat emisi kendaraan bermotor yang tinggi,

terutama pada saat cuaca panas dan radiasi matahari yang tinggi.

Gambar 3. Proses Terjadinya Smog (Manahan, 1972)

Reaksi fotokimia dimulai dengan oksidasi precursor ozon, yaitu NOx dan

VOC oleh radiasi matahari. Reaksi ini diawali dengan dengan fotolisis NO2 yang

menghasilkan radikal O yang selanjutnya bereaksi dengan O2 di udara lalu

memproduksi O3. Reaksi NO2 yang memproduksi O3 akan meningkat dengan

tajam dengan adanya HC reaktif, seperti olefin, senyawa aromatic dan aldehida,

yang merupakan senyawa-senyawa yang ditemukan pada emisi pembakaran ahan

bakar fosil. C reaktif berasksi di atmosfer untuk memproduksi radikal bebas,

terutama OH (hidroksil), HO2 hidroperoxi) dan radikal organic peroxi (RO2).

Peroksi radikal dihasilkan sebagai senyawa intermedia pada oksidasi fotokimia

Page 33: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

32

CO dan VOC. Kehadiran radikal-radikal tersebut akan meningkatkan laju reaksi

produksi NO2, sehingga selanjutnya akan meningkatkan produksi O3 di udara

(Graedel, 1990).

Sangat jelas sekali dampak yang ditimbulkan dari emisi kenderaan

bermotor terutama yang terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia

dimana bahan bakar bensin dan solar masih mengandung unsur timbal yang

tinggi, sehingga emisi yang dikeluarkan memberikan dampak yang signifikan bagi

penurunan kualitas lingkungan. Tak heran banyak bencana yang terjadi akibat dari

peningkatan emisi dari hasil gas buang kenderaan maupun industri yang secara

tidak langsung dipicu oleh peningkatan emisi gas buang yang membentuk blanket

di atmosfer penyebab kenaikan suhu global yang memicu terjadinya global

warming dan naiknya permukaan laut.

Perlu difikirkan dan perencanaan yang matang dan berkelanjutan dalam

menangani permasalahan yang ditimbulkan dari emisi gas buang kenderaan

bermotor ini baik di tingkat internasional maupun regional. Adanya secercah

harapan ke depan yang lebih dari digelarnya UNFCC di Bali, mudah-mudahan

regulasi-regulasi yang dicetuskan dapat mengatasi permasalahan global warming

yang menjadi pemicu bencana-bencana yang terjadi belakangan ini, walaupun

beberapa negara maju tidak respect terhadap beberapa regulasi yang ditetapkan.

Penanganan terhadap emisi gas kenderaan harus atau kita akan menuai bencana

yang lebih besar.

Page 34: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

33

VI. STRATEGI PENANGGULANGAN EMISI GAS BUANG

6.1. Penggunaan Teknologi Pengurangan Emisi

Teknologi yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi gas buang

adalah penggunaan katalitik konverter pada kendaraan yang berbahan bakar

bensin dan penggunaan mesin diesel yang beremisi rendah. Beberapa negara maju

telah melakukan penelitian serta menggunakan katalitik konverter untuk

mengurangi emisi NOx, CO dan VHC dari gas buang kendaraan yang

menggunakan BBM. Pemasangan katalitik konverter untuk mobil baru dapat

menurunkan emisi NOx, CO dan VHC sebesar 90 %.

Persentasi penurunan emisi NOx dapat berkurang sampai menjadi 70 %

untuk mobil yang sudah beroperasi lebih dari 80.000 km. Katalitik konverter ini

hanya bisa diterapkan untuk kendaraan yang menggunakan BBM yang tidak

mengandung Pb (tanpa TEL). Biaya tambahan untuk pemasangannya adalah

sebesar 5 % dari rata-rata harga mobil (Puppung et al., 1991).

6.2. Penetapan Standar Emisi dan Kualitas Udara

Penetapan suatu standar yang berupa undang-undang atau surat keputusan

diperlukan sebagai upaya untuk pengendalian pencemaran. Sampai saat ini sudah

ada Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan

Lingkungan Hidup, Keputusan Menteri KLH tahun 1988 tentang Pedoman Baku

Mutu Lingkungan, Keputusan Menteri KLH tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi

Sumber Tidak Bergerak. Dengan adanya standar ini diperlukan pelaksana

pengawasan sehingga baku mutu yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Page 35: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

34

6.3. Meningkatkan Efisiensi dan Konservasi Energi

Dengan meningkatkan efisiensi penggunaan energi maka energi yang

dibutuhkan per unit output akan berkurang sehingga akan mengurangi besarnya

emisi per unit operasi kendaraan tiap kilometer. Peluang untuk meningkatkan

efisiensi dan konservasi masih terbuka untuk sektor transportasi.

6.4. Substitusi Bahan Bakar

Penggunaan BBG dapat mengurangi dampak lingkungan karena

mempunyai koefisien emisi yang jauh lebih rendah dibandingkan BBM. Puppung

et al., (1991) menyatakan bahwa dengan menggunakan BBG emisi CO dapat

diturunkan 95 % dari emisi kendaraan berbahan bakar bensin. Sedangkan emisi

VHC dapat diturunkan 87 % dan emisi Nox dapat diturunkan 67 %.

6.5. Pengurangan Ketidakmurnian Bahan Bakar

Untuk membuat bahan bakar bersih lingkungan dapat dilakukan dua cara

yaitu : desulfurisasi minyak diesel dan minyak tanah di kilang khususnya untuk

minyak mentah import serta membuat bensin tanpa TEL supaya dapat digunakan

katalitik konverter pada kendaraan berbahan bakar bensin.

6.6. Penggunaan Kebijaksanaan Bidang Perekonomian

Kebijaksanaan dalam bidang perekonomian telah digunakan di negara-

negara maju untuk pengendalian lingkungan hidup. Kebijaksanaan tersebut dapat

berupa pajak dan insentif, seperti :

- Pajak yang besarnya tergantung dari emisi yang ditimbulkan.

Page 36: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

35

- Pajak barang atau sumber energi yang besarnya tergantung dari

karakteteristik lingkungan dari barang atau sumber energi tersebut,

misalnya kandungan belerang.

- Memberikan pajak yang besar bagi penggunaan teknologi yang lebih

banyak menghasilkan polutan.

- Memberikan insentif yang dapat berupa bantuan investasi untuk

menerapkan teknologi bersih lingkungan.

6.7. Sanksi untuk Pengendalian yang Efektif

Sanksi bagi pelanggar ketentuan merupakan alat yang efektif untuk

pengendalian pencemaran. Kendaraan bermotor harus dioperasikan dengan benar

dan konsisten sehingga emisi yang ditimbulkan tidak melebihi standar yang

diperbolehkan. Unjuk kerja dari kendaraan bermotor harus diperiksa secara

periodik. Sanksi bagi pelanggar ketentuan dapat berupa pencabutan surat ijin

mengemudi atau sanki ekonomis bagi industri yang memproduksi kendaraan

bermotor yang tidak memenuhi standar.

6.8. Penerangan dan Pendidikan

Penerangan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan

hidup serta penerangan tentang cara-cara yang tepat untuk mengurangi emisi perlu

dilakukan. Program ini sangat berguna untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

akan lingkungan hidup. Lebih jauh dapat dilakukan pendidikan atau pelatihan

untuk berbagai lapisan masyarakat.

Page 37: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

36

DAFTAR PUSTAKA

Armely M, R.S. Diah dan H.S. Moekti, 2004. Bumi Makin Panas: Ancaman

Perubahan Iklim di Indonesia. www.pelangi.or.id (4 Desember

2007).

Dahlan, E.N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan

Kota. IPB Press, Bogor.

Graedel, T.E., and P.J. Crutzen. 1990. The Changing Atmosphere. Managing

Planet Earth. Reading from Scientific Magazine. W.H. Freeman and

Company. New York.

Haeruman, H. 2007. Sistem Kota-kota dan Penataan Ruang dalam Pengelolaan

Fungsi Kota. www.bktrn.org (4 Desember 2007)

Hayashi, Y and J. Roy (Editors). 1996. Transport, Land-Use and The

Environment. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. Netherlands.

Japan International Cooperation Agency, 1997. The Study on The Integrated Air

Quality Management for Jakarta Metropolitan Area, Jakarta.

Manahan, S.E. 1972, Environmental Chemistry, Willard Grant Press, Boston.

Miller, G.T. 1985. Living in The Environment: An Introduction to Environmental

Science, 4th Ed. Wadsworth Publishing Company Inc., Belmont.

Moestikahadi, S. 2000. Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara,

ITB, Bandung.

Menteri Kesehatan R.I. 1990. Keputusan Menteri Kesehatan No.

416/MENKES/PER/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat dan

Pengawasan Air Minum, Jakarta.

P.L. Puppung, W. Kaslan dan W. Wiromartono 1991. Penggunaan Bahan Bakar

Gas untuk Transportasi dengan Tingkat Polusi Rendah. Makalah

dipresentasikan pada Seminar Pengendalian Pencemaran Udara

Akibat Gas Buang Kendaraan Bermotor. Departemen Perhubungan,

Jakarta.

Poernomosidhi, P.I.F. 1995. Review on Road Environment Condition and

Research on Traffic Noise and Air Pollution in Indonesia, Paper for

the Technical Visit to Public Work Research Institute, 25th Sept.–

6th Oct. 1995. Tsukuba.

Page 38: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

37

Suratno, F., 1990, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Sutiono, E. 2007. Dampak Transportasi terhadap Lingkungan dan Kesehatan.

(Search.google/Hubkimbangwil/archieve.html). dikunjungi 10

Desember 2007.

Tugaswati, A. S, Suzuki. Y, Kiryu and T, Kawada. 1995. Automotive Air

Pollution in Jakarta with Special Emphasis on Lead, Particulate, and

Nitrogen dioxide. Jpn J of Health and human Ecology 61:261-75

United Nation Departement of Public Information (UNDPI). 1990. Agenda 21:

Programme of Action for Sustainable Development; Rio Declaration

on Environment and Development. Statement of Forest Principles.

New York. USA.

Walker, C.H., S.P. Hopkin., R.M. Sibly, and D.B. Peakall. 1996. Principles of

Ecotoxicology. Taylor and Francis. London.

Wardhana, W.A. 1999. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset.

Yogyakarta.

Watt, E.F. 1973. Principles of Environmental Science, Mc Graw-Hill, New York.

World Health Organization. 1977a. Environmental Health Criteria No. 3, Lead.

Geneva.

World Health Organization. 1977b. Environmental Health Criteria No. 4, Oxides

of nitrogen, Geneva.

Page 39: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

38

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan hidayahNya sehingga penulis dapat merampungkan makalah yang mengambil

topik mengenai manifestasi permasalahan emisi gas buang dari kegiatan

transportasi dan dampaknya terhadap kesehatan dan lingkungan.

Makalah ini berisi mengenai telaahan sebuah manifestasi mengenai

permasalahan emisi dari kegiatan transportasi yang menjadi akar permasalahan

polusi udara terutama di kota-kota besar. Makalah ini juga akan membahas

mengenai dampak emisi gas buang dari kegiatan transportasi bagi kesehatan

masyarakat dan lingkungan sehingga dapat dijadikan bahan masukan dalam

sebuah pengelolaan kualitas udara terutama di lingkungan perkotaan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh daripada kesempurnaan,

tetapi diharapkan dapat memberi bantuan dan informasi bagi pembaca mengenai

permasalahan emisi gas buang dari kegiatan transportasi dan dampaknya terhadap

kesehatan dan lingkungan.

Terimakasih pada semua stakeholders yang telah berupaya membantu

dalam penyempurnaan makalah ini. Diharapkan kritik dan saran yang konstruktif

demi kesempurnaan penulisan makalah di masa yang akan datang. Save Our

Planet..!!!!

Tembilahan, April 2012

Penulis

Page 40: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

39

DAFTAR ISI

Isi Halaman

I. PENDAHULUAN......................................................................................... 1

II. HUBUNGAN MANIFESTASI DAN AKAR

PERMASALAHAN EMISI TRANSPORTASI

2.1. Manifestasi Permasalahan .................................................................... 4

2.2. Akar Permasalahan ............................................................................... 7

III. KOMPOSISI DAN PERILAKU GAS BUANG

KENDARAAN BERMOTOR ................................................................... 10

IV. DAMPAK EMISI TRANSPORTASI TERHADAP

KESEHATAN

4.1. Bahaya Emisi terhadap Kesehatan...................................................... 13

4.2. Bahan-Bahan Pencemar yang Terutama Mengganggu

Saluran Pernafasan ............................................................................. 16

4.2.1. Oksida Sulfur dan Partikulat ......................................................... 16

4.2.2. Oksida Nitrogen ............................................................................ 17

4.2.3. Ozon dan Oksida Lainnya ............................................................. 18

4.3. Bahan-Bahan Pencemar yang Menimbulkan Pengaruh

Racun Sistemik ................................................................................... 18

4.3.1. Karbon Monoksida ........................................................................ 19

4.3.2. Timbal ........................................................................................... 20

4.4. Bahan-Bahan Pencemar yang Dicurigai Menimbulkan

Kanker ................................................................................................ 21

V. DAMPAK EMISI TRANSPORTASI TERHADAP

LINGKUNGAN

5.1. Defenisi Dampak Lingkungan ............................................................ 24

5.2. Emisi Kenderaan dan Dampaknya terhadap Lingkungan .................. 25

5.3. Efek Rumah Kaca Akibat Emisi Kenderaan ...................................... 26

5.4. Emisi Penyebab Terjadinya Hujan Asam (Acid Rain) ....................... 27

5.5. Emisi Kenderaan Pemicu Pemanasan Global. .................................... 29

5.6. Emisi Kenderaan Pembentuk Smog. .................................................. 30

VI. STRATEGI PENANGGULANGAN EMISI GAS BUANG

6.1. Penggunaan Teknologi Pengurangan Emisi ....................................... 33

6.2. Penetapan Standar Emisi dan Kualitas Udara .................................... 33

6.3. Meningkatkan Efisiensi dan Konservasi Energi ................................. 34

6.4. Substitusi Bahan Bakar ....................................................................... 34

6.5. Pengurangan Ketidakmurnian Bahan Bakar ....................................... 34

6.6. Penggunaan Kebijaksanaan Bidang Perekonomian............................ 34

6.7. Sanksi untuk Pengendalian yang Efektif ............................................ 35

Page 41: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

40

6.8. Penerangan dan Pendidikan ......................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA

Page 42: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

41

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tingkat Emisi Emisi Kenderaan pada Transportasi

Penumpang di Amerika .................................................................................... 5

2. Persoalan Kesehatan yang Berkaitan dengan Emisi kenderaan

di Jakarta, Bandung dan Surabaya Tahun 1990 ............................................... 6

Page 43: MANIFESTASI PERMASALAHAN EMISI GAS BUANG DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

42

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses Terjadinya Hujan Asam (Acid Rain) ..................................................... 29

2. Dampak dari Pemanasan Global ...................................................................... 30

3. Proses Terjadinya Smog (Manahan, 1972) ...................................................... 31