19
BAB I PENDAHULUAN Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang- kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia. Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada Page | 1

Manual Plasenta

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Manual Plasenta

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui

jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan

darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari

yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin.

Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai.

Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin

ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri

terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.

Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu

yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio

plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan

pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak

mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena

anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering

terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah

konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus

genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.—Diperkirakan ada 14 juta kasus

perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami

perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4

jam setelah melahirkan. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah

sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post

partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya

sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di

Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka

tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.

Page | 1

Page 2: Manual Plasenta

Perdarahan yang disebabkan karena retensio plasenta dapat terjadi karena

plasenta lepas sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta

belum lepas dari dinding uterus karena:

a). Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);

b). Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua

sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,

disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan

kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang

menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sehingga perlu dilakukan

tindakan manual plasenta.

Page | 2

Page 3: Manual Plasenta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya

pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan

melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang

dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit

dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dengan tekanan ringan pada fundus uteri

yang berkontraksi. Bila setelah 30 mnenit plasenta belum lepas sehingga belum dapat

dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, pasenta

sebaiknya dikeluarkan dengan segera.

B. Tanda dan Gejala Retensi Plasenta

1. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi

mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat

multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana

plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi

dilahirkan.

2. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis

servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

3. Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.

4. Placenta tidak segera lahir > 30 menit.

Page | 3

Page 4: Manual Plasenta

C. Persiapan Sebelum Tindakan

1. Pasien

a) Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah

dibersihkan.

b) Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi

c) Siapkan kain alas bokong, sarrung kaki dan penutup perut bawah

d) Medikamentosa

Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT,

Tramadol 1-2 mg/kg BB)

Sedative (Diazepam 10 mg)

Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml

Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)

Cairan NaCl 0,9% dan RL

Infuse Set

Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)

Oksigen dengan regulator

2. Penolong

a) Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set

b) Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang

c) Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang

d) Instrument

Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G

Mangkok tempat plasenta : 1

Kateter karet dan urine bag : 1

Benang kromk 2/0 : 1 rol

Partus set

D. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan

Page | 4

Page 5: Manual Plasenta

Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan

sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan

handuk bersih lalu pasang sarung tangan DTT/ steril.

E. Teknik Manual Plasenta

Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu dapat

mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi

baik, dan dengan meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus

dipencet di antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari

dinding uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak

boleh dilakukan secara kasar.

Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi.

Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer

Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan

diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.

Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri)

meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan

membentuk kerucut.

Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut

Page | 5

Page 6: Manual Plasenta

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu

melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini

dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang

membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari

luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah

tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah

pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta

yang terlepas.

Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam

antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan

tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin),

sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong

ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

Page | 6

Page 7: Manual Plasenta

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui

kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada

waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar,

gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu

ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum

untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan

segera di jahit.

Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri

maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan

perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.

Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan

dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya

pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di

rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan

kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan

dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per-oral. Pemberian

antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

Page | 7

Page 8: Manual Plasenta

F. Komplikasi

Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi/ komplikasi

yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang

berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah

apabila ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan

memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara

plasenta inakreta dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk

dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika

disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan

tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa

dalam uterus.

G. Prosedur Klinik Manual Plasenta

1. Persetujuan Tindakan Medik

Informed consent merupakan persetujuan dari pasien dan keluarga

terhadap tindakan medic yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh dokter/bidan.

Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan

objektif tentang diagnosis retensio plasenta, upaya penyembuhan, tujuan dan

pilihan tindakan yang akan dilakukan.

a. Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan bahwa Anda petugas yang akan

melakukan tindakan medik.

b. Jelaskan tentang diagnosis dan penatalaksanaan pada retensio plasenta.

c. Jelaskan bahwa setiap tindakan medik mengandung risiko, baik yang telah

diduga sebelumnya, maupun tidak

d. Pastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti dan jelas tentang

penjelasan tersebut di atas

e. Beri kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk mendapat penjelasan

ulang apabila ragu dan belum mengerti

Page | 8

Page 9: Manual Plasenta

f. Setelah pasien dan keluarganya mengerti dan memberikan persetujuan

untuk dilakukan tindakan ini, minta persetujuan secara tertulis dengan

mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan.

g. Masukkan lembar persetujuan tindakan yang telah ditandatangani ke dalam

rekam medik pasien

2. Tindakan Penetrasi Ke Kavum Uteri

a. Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik melalui karet

infuse.

b. Lakukan kateterisasi kandung kemih.

Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar.

Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.

c. Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.

d. Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam

vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.

e. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang

kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.

f. Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri

sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.

g. Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke

pangkal jari telunjuk).

h. Melepas Plasenta dari Dindig Uterus

1) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah

Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila dibagian

depan, pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat dengan punggung

tangan menghadap ke atas.

Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat

implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta

dan dinding uterus, dengan punggung tangan mengahadap ke dinding

dalam uterus.

Page | 9

Page 10: Manual Plasenta

Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding tangan

pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak

tangan kanan.

2) Kemudian gerakan tangan kanan menyusuri plasenta dengan bagian ulnar

sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal plasenta

dapat dilepaskan

Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu

(pasien), lakukan   penanganan yang sesuai bila terjadi penyuliit.

i. Mengeluarkan Plasenta

Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan eksplorasi

ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat

pada dinding uterus.

Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat

plasenta dikeluarkan.

Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat

sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar (hindari percikan darah).

Letakan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.

Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke

dorsokranial setelah plasenta lahir.

Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan yang keluar

3. Dekontaminasi Pasca Tindakan

Alat-alat yang digunakan untuk menolong di dekontaminasi, termasuk

sarung tangan yang telah di guanakan penolong ke dalam larutan antiseptik.

a. Sementara masih menggunakan sarung tangan, masukkan bahan dan

instrumen yang akan dipergunakan lagi ke dalam wadah yang mengandung

klorin 0,5% dan rendam selama 10-20 menit.

b. Buang bahan habis pakai ke dalam tempat sampah yang tersedia

(mengandung larutan klorin 0,5%)

Page | 10

Page 11: Manual Plasenta

c. Bersihkan bagian-bagian yang tercemar oleh darah atau cairan tubuh dengan

larutan klorin 0,5%

d. Bersihkan sarung tangan dengan larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan

secara terbalik dan rendam dalam larutan tersebut

4. Cuci Tangan Pascatindakan

Mencuci kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah infeksi.

a. Setelah melepas sarung tangan, cuci tangan dengan sabun dibawah air

mengalir

b. Keringkan tangan dengan handuk yang bersih.

5. Perawatan Pascatindakan

a. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi

apabila masih diperlukan.

b. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang

tersedia.

c. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.

d. Jelaskan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai

dilaksanakan dan pasien masih memerlukan perawatan.

e. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai

tetapi pasien masih memerlukan perawatan.

f. Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih diperlukan, lama

perawatan dan apa yang perlu dilaporkan (di Rumah Sakit).

g. Tegaskan pada petugas yang merawat untuk menjalankan instruksi

perawatan dan pengobatan serta laporkan bila pada pemantauan lanjut

ditemukan perubahan-perubahan.

Page | 11

Page 12: Manual Plasenta

BAB III

KESIMPULAN

Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya

pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan

melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang

dimasukkan langsung kedalam kavum uteri.

Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada

kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika

dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan

yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk

eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum

dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk

mengeluarkannya. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh

gangguan kontraksi uterus.

Page | 12

Page 13: Manual Plasenta

DAFTAR PUSTAKA

1. Modul “Safe Motherhood” Dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di

Indonesia. Jakarta: Konsorsium Ilmu Kesehatan Depdikbud & Depkes &

WHO; 1997. Hal: IID-7 – IID-10.

2. F. Gary Cunningham, Norman F. Gant, Kenneth J. Leveno, et all.

Obstetri Williams Vol. 1. Jakarta: EGC; 2004.

3. Supono. Ilmu Kebidanan. Palembang: FK Unsri; 1985.

4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka; 2008.

Page | 13