2
Pikiran Rakyat o Selasa 456 20 21 .Mar OApr o Rabu . Kamis 0 Jumat 7 8 9 10 (fi 22 23 24 25 26 OMei OJun OJul 0 Ags o Sabtu 0 Minggu 12 13 14 15 16 27 28 29 30 31 OSep OOkt ONov ODes Belajar dari Bencana __ .. .;...~- ~_ """'- - ;00, "- P ARA relawan itu, terns menggali tanah bekas reruntuhan longsor. Duajam yang lalu mereka mencium bau busuk. Mereka menduga, bau tersebut berasal dari sa- lah seorang korban tewas yang tertimbun long- sor. Namun, sayang duajam pencarian tak menghasilkan apa-apa. ''Tanahnya terlalu dalam, sekitar tiga sampai empat meter. lni harns memakai alat berat," . kata Ardi, mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Selama tiga hari Ardi berada di kampung Dewata, Ciwidey, Bandung, se- menjak pada 23 Februari lalu kawasan terse- but diberitakan longsor. Setelah mendengar be- rita tersebut, Ar,didan beberapa kawaI1.dari Search and Rescue (SAR) Unpad langsung da- tang ke lokasi kejadian sebagai relawan. "Kami membantu evakuasi. Akan tetapi, se- benarnya earn ini tidak efektif. Sementara yang efektif itu seharusnya ya pakai alat berat. Biar pun banyak orang, tetapi tetap saja konsentrasi ada di alat berat," ujar Ardi. Selain membantu evakuasi, tim yang dikepalai oleh Ardi juga membantu mendistribusikan bantuan. "Kami juga membuka posko waktu gempa di Panga- lengan," katanya. Ardi, adalah contoh salah seorang mahasiswa yang menjadi relawan di lokasi bencana alamo Sementara bencana alam yang akhir-akhir ini makin marak menimpa berbagai daerah, me- mang menggerakkan naluri kepedulian banyak mahasiswa. Buktinya, banyak mahasiswa yang berada di lokasi bencana untuk menawarkan bantuan. Ada yang membantu evakuasi, perto- longan pertama, bantuan medis, trauma hea- ling, hingga masalah dapur umum. . Kelompok inahasisWa lain yang cukup aktif teIjun ke lokasi bencana, adalah Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) IT Telkom. Sudah bertahun-tahun mahasiswa yang terga- bung dalam KSR PMI ini konsisten menangani bencana di lokasi banjir, terutama banjir yang menimpa kawasan Bandung Selatan. Tiap tahun, kawasan ini memang menjadi langganan banjir. "Untuk siaga bencana di dae- rah sini{Baleendah-red;), indikatomya Sungai Cikapundung. Kalau air sungai sudah naik, bia- sanya kami siaga. Untuk tahun inijuga di Dae- rahCieunteung sering sekali teIjadi banjir, dari mulai November sampai sekarang belum su- rut,"ujar Viedyah Hutami, Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat KSR PMI IT Tel)<om. Di lokasi banjir, anggota KSR PMI membantu mulai dari mulai Psikologi Support Program, dapur umum, assement data, dan pertolongan pertama. Banyaknya mahasiswa yang menjadi relawan di lokasi bencana, mungkin bisa menjadi salah satu in~i bahwa masih banyak mahasiswa yang peduli dan rela menolong sesama tanpa menuntut imbalan. "Memang banyak yang ber- poor kalau menjadi relawan itu melelahkan, ti- dak dibayar lagi. Akan tetapi, buat saya ini kan juga bisa jadi sal~ satu aplikasi dari profesi sa- ya nantinya," ujar Wina, salah seorang maha- siswa yang kuliah di Akademi Keperawatan. Selain itu, mungkin alasan yang paling mu- dah untuk membuat mahasiswa tergerak ialah dengan membayangkan jika kejadian tersebut menimpa diri sendiri. Seperti yang dikatakan Ardi, "Saya selalu berpOOr,bagaimami seandai- nya yang terkena bencana itu keluarga atau te- rnan dekat. Oleh karena itu, saya tergerak un- tuk membantu dan ikhlas," ujamya. Masyarakat dan relawan Menjadi relawan, bukan sekadar datang ke lokasi bencana dan memberikan bantuan. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil. Sebab, ber- hadapan dengan orang yang sedang panik di 10- kasi bencana, jauh berbeda dengan berhadapan dengan orang dalam kondisi normal. Tak ja- rang, hal ini membuat pusing sang relawan. Viedyah misalnya, bercerita bagaimana sulit- nya berkoordinasi dengan warga. "Kami mera- sa kalau sinkronisasi antara aparat kecamatan, TNI, dan lain-lain kurang. Mereka cenderung lepas tangan. Jadi, saat warga menuntut ma- kanan dan bantuan, semua harns kami yang ta- ngani. Mereka memosisikan dirinya ingin sama seperti korban, malah ikut menuntut hak," ka- tanya. Viedyah juga menjelaskan, terkadang masya- rakat susah untuk didekati dan sulit menerima hal-hal barn. "Untuk merubah pola pikir mere- ka tentang gaya hidup buang sampah saja su- sah sekali," ujamya. Pengalaman yang berbeda dikatakan Sani. Mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Pecinta Alam (KMPA) Ganesha ITB ini merasa bahwa dalam penanggulangan ben- cana, terkesan ada jarak antara relawan dan korban. Untuk menghilangkan kesan itu, di 10- kasi bencana Sani dan kawan-kawan berusaha untuk,sebisa mungkin berbaur dengan warga. "Kita mencoba untuk lebih membaur di masya- rakat. Kalau kita datang sebagai bagian dari masyarakat, mereka akan lebih lepas dan ber- cerita," ujamya. Sani menjelaskan, tujuan lain dari peleburan -diri dengan masyarakat adalah juga untuk - membangun mental korban. "Di masyarakat yang agak sulit yaitu menghilangkan mental mereka agar tidak meminta-minta. Biasanya mereka cenderung untuk meminta, bukan me- mikirkan bagaimana caranya untuk bangkit la- gi," katanya. Sani juga memaparkan ketidaksepakatannya dengan cara pandang banyak pihak mengenai Kliping Humas Unpad 2010 --------- - -

Mar OApr OMei OJun OJul Ags OSep OOkt ONov ODes Belajar...Ardi, adalah contoh salah seorang mahasiswa yang menjadi relawan di lokasi bencana alamo Sementara bencana alam yang akhir-akhir

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mar OApr OMei OJun OJul Ags OSep OOkt ONov ODes Belajar...Ardi, adalah contoh salah seorang mahasiswa yang menjadi relawan di lokasi bencana alamo Sementara bencana alam yang akhir-akhir

Pikiran Rakyato Selasa

45620 21

.Mar OApr

o Rabu . Kamis 0 Jumat

7 8 9 10 (fi22 23 24 25 26

OMei OJun OJul 0 Ags

o Sabtu 0 Minggu12 13 14 15 16

27 28 29 30 31

OSep OOkt ONov ODes

Belajar dari Bencana__ .. .;...~- ~_ """'- - ;00,"-

P ARA relawan itu, terns menggali tanahbekas reruntuhan longsor. Duajamyang lalu mereka mencium bau busuk.

Mereka menduga, bau tersebut berasal dari sa-lah seorang korban tewas yang tertimbun long-sor. Namun, sayang duajam pencarian takmenghasilkan apa-apa.

''Tanahnya terlalu dalam, sekitar tiga sampaiempat meter. lni harns memakai alat berat," .kata Ardi, mahasiswa Universitas Padjadjaran(Unpad) Bandung. Selama tiga hari Ardi beradadi kampung Dewata, Ciwidey, Bandung, se-menjak pada 23 Februari lalu kawasan terse-but diberitakan longsor. Setelah mendengar be-rita tersebut, Ar,didan beberapa kawaI1.dariSearch and Rescue (SAR) Unpad langsung da-tang ke lokasi kejadian sebagai relawan.

"Kami membantu evakuasi. Akan tetapi, se-benarnya earn ini tidak efektif. Sementara yangefektif itu seharusnya ya pakai alat berat. Biarpun banyak orang, tetapi tetap saja konsentrasiada di alat berat," ujar Ardi. Selain membantuevakuasi, tim yang dikepalai oleh Ardi jugamembantu mendistribusikan bantuan. "Kamijuga membuka posko waktu gempa di Panga-lengan," katanya.

Ardi, adalah contoh salah seorang mahasiswayang menjadi relawan di lokasi bencana alamoSementara bencana alam yang akhir-akhir inimakin marak menimpa berbagai daerah, me-mang menggerakkan naluri kepedulian banyakmahasiswa. Buktinya, banyak mahasiswa yangberada di lokasi bencana untuk menawarkanbantuan. Ada yang membantu evakuasi, perto-longan pertama, bantuan medis, trauma hea-ling, hingga masalah dapur umum. .

Kelompok inahasisWa lain yang cukup aktifteIjun ke lokasi bencana, adalah Korps SukarelaPalang Merah Indonesia (KSR PMI) IT Telkom.Sudah bertahun-tahun mahasiswa yang terga-bung dalam KSR PMI ini konsisten menanganibencana di lokasi banjir, terutama banjir yangmenimpa kawasan Bandung Selatan.

Tiap tahun, kawasan ini memang menjadilangganan banjir. "Untuk siaga bencana di dae-rah sini{Baleendah-red;), indikatomya SungaiCikapundung. Kalau air sungai sudah naik, bia-sanya kami siaga. Untuk tahun inijuga di Dae-rahCieunteung sering sekali teIjadi banjir, darimulai November sampai sekarang belum su-rut,"ujar Viedyah Hutami, Kepala DepartemenPengabdian Masyarakat KSR PMI IT Tel)<om.Di lokasi banjir, anggota KSR PMI membantumulai dari mulai Psikologi Support Program,dapur umum, assement data, dan pertolonganpertama.

Banyaknya mahasiswa yang menjadi relawandi lokasi bencana, mungkin bisa menjadi salahsatu in~i bahwa masih banyak mahasiswa

yang peduli dan rela menolong sesama tanpamenuntut imbalan. "Memang banyak yang ber-poor kalau menjadi relawan itu melelahkan, ti-dak dibayar lagi. Akan tetapi, buat saya ini kanjuga bisa jadi sal~ satu aplikasi dari profesi sa-ya nantinya," ujar Wina, salah seorang maha-siswa yang kuliah di Akademi Keperawatan.

Selain itu, mungkin alasan yang paling mu-dah untuk membuat mahasiswa tergerak ialahdengan membayangkan jika kejadian tersebutmenimpa diri sendiri. Seperti yang dikatakanArdi, "Saya selalu berpOOr,bagaimami seandai-nya yang terkena bencana itu keluarga atau te-rnan dekat. Oleh karena itu, saya tergerak un-tuk membantu dan ikhlas," ujamya.

Masyarakat dan relawanMenjadi relawan, bukan sekadar datang ke

lokasi bencana dan memberikan bantuan. Adabanyak pelajaran yang bisa diambil. Sebab, ber-hadapan dengan orang yang sedang panik di 10-kasi bencana, jauh berbeda dengan berhadapandengan orang dalam kondisi normal. Tak ja-rang, hal ini membuat pusing sang relawan.

Viedyah misalnya, bercerita bagaimana sulit-nya berkoordinasi dengan warga. "Kami mera-sa kalau sinkronisasi antara aparat kecamatan,TNI, dan lain-lain kurang. Mereka cenderunglepas tangan. Jadi, saat warga menuntut ma-kanan dan bantuan, semua harns kami yang ta-ngani. Mereka memosisikan dirinya ingin samaseperti korban, malah ikut menuntut hak," ka-tanya.

Viedyah juga menjelaskan, terkadang masya-rakat susah untuk didekati dan sulit menerimahal-hal barn. "Untuk merubah pola pikir mere-ka tentang gaya hidup buang sampah saja su-sah sekali," ujamya.

Pengalaman yang berbeda dikatakan Sani.Mahasiswa yang tergabung dalam KomunitasMahasiswa Pecinta Alam (KMPA) Ganesha ITBini merasa bahwa dalam penanggulangan ben-cana, terkesan ada jarak antara relawan dankorban. Untuk menghilangkan kesan itu, di 10-kasi bencana Sani dan kawan-kawan berusahauntuk,sebisa mungkin berbaur dengan warga."Kita mencoba untuk lebih membaur di masya-rakat. Kalau kita datang sebagai bagian darimasyarakat, mereka akan lebih lepas dan ber-cerita," ujamya.

Sani menjelaskan, tujuan lain dari peleburan-diri dengan masyarakat adalah juga untuk -membangun mental korban. "Di masyarakatyang agak sulit yaitu menghilangkan mentalmereka agar tidak meminta-minta. Biasanyamereka cenderung untuk meminta, bukan me-mikirkan bagaimana caranya untuk bangkit la-gi," katanya.

Sani juga memaparkan ketidaksepakatannyadengan cara pandang banyak pihak mengenai

Kliping Humas Unpad 2010

--------- - -

Page 2: Mar OApr OMei OJun OJul Ags OSep OOkt ONov ODes Belajar...Ardi, adalah contoh salah seorang mahasiswa yang menjadi relawan di lokasi bencana alamo Sementara bencana alam yang akhir-akhir

sosok relawan. "Kan biasanya kalau ada benca-na kesannya pengungsi itu tangan di bawah, se-mentara relawan tangan di atas. Nah, kita inginmenghilangkan ketergantungan itu," katanyamenjelaskan. . .

Tentu, masalah cara pandang ini juga dituju-kan pada pihak relawan sendiri, yang bagi Sanicenderung masih ingin terlihat gagah. "Sepertiyang saya lihat di Ciwidey, itu posko-posko re-lawan malah lebih mewah daripada tendapengungsi. Saya merasa agak miris, karena ma-sih banyak yang sekadar ingin gagah-gagahan.Biasanya juga mereka kan mewakili lSM atauparpol mana, malah terlalu sibuk dengan ben-dera masing-masing. Relawan itu bukan super-hero, yang datang memberi bantban lalu difo-to," ujarnya menyesalkan.

Tantangan memang bukan hanya dari ka-langan warga yang menjadi korban, tetapi darisesama relawan. Biasanya yang selalu menjadipersoalan ialah masalah koordinasi. Sani misal-nya, menganggap koordinasi antarrelawan ma,-sih kurang. la mencontohkan salah satu kasusketika KMPA Ganesha sudah berada lama di 10-kasi bencana, kemudian tiba-tiba ada relawanbarn yang langsung masuk dan memberikanbanfuan tanpa berkoordinasi. "Jadi, pernahmereka memberikan bantuan, tetapi ternyatabantuan kurang. Kalau di daerah kayak gitukan rawan. Kalau ada satu RT yang dapat ban-tuan sementara RT lain tidak, ini jadi masalah.Masalah kecemburuan sosial itu rawan sekali.Dan kalau ada apa-apa, yang pertama kali di-serbu kan posko kita. Jadi, harns lebih berkoor-dinasi," katanya menerangkan.

Sementara Viedyah bercerita bahwa biasanyasetelah satu bencana masuk berita, banyak ma-hasiswa yang berbondong-bondong datang kelokasi untuk'menawarkan bantuan. Namun, se-telah sampai di lokasi, mereka tak mengerti apayang harns dilakukan. "Kelihatan sekali pembo-rosan sumber dayanya," ujar Viedyah.

Dengan demikian, bagi Viedyah koordinasidibutuhkan bukan hanya dalam masalah distri-busi bantuan, tetapi pembagian tugas antarrel-awan. "Sebaiknya ada koordinasi antar pergu-ruan tinggi dan lebih baikjika ada spesialisasi.Misalnya di bagian kesehatan ada mahasiswakedokteran, di bagian evakuasi ada mahasiswapecinta alam. Jadi, benar-benar tahu apa yangmesti dilakukan," katanya.

Belum pencegahanKonsistensi dan antusiasme mahasiswa da-

lam menggulangi bencana, perlu diberikan ap-resiasi. KSR IT Telkom misalnya. Setiap tahunmereka masih konsisten untuk menjadi rela-wan bila banjir menghadang Bandung selatan.Namun, mengapa setiap tahun masih selalu di-lakukan penanggulangan yang sama?

"Sebab, selama ini penanggulangan bencanahanya selalu penanggulangan, tanpa ada pence-gahan," kata Viedyah. la menjelaskan, pihaknyajuga tidak bisa berbuat banyak untuk menang-gulangi masalah ini, selain melakukan sepertiyang sudah-sudah. "Paling yang bisa kami laku- I

kan hanya memberikan penyuluhan, sepertimeninggikan rumah agar tidak terkena banjir,"ujarnya menghimbau.

Oleh karena itu, Viedyah berharap pemerin-tah bisa lebih proaktif lagi bukan hanya dalampenanggulangan, tetapi pencegahan bencana."Sebab, kami memang tidak bisa apa-apa ka-lau pemerintah juga tidak jalar'1.Kami kan ha-nya bisa menanggulangi," ujarnya. Hal senadajuga dikatakan Sani. "Penanganan itu mung-kin ada, tetapi yang ada sekarang kan hanyaBadan Penanggulangan Bencana Nasio-nal.Akan tetapi, tidak ada Badan PencegahanBencana Nasional," ujarnya. la mencontohkankasus bencana alam di padang. Menurut dia,gempa sudah teIjadi dua kali, tetapi pena-nganan bencana terhadap gempa tersebut ti-dak ada yang berubah. "Tidak ada usaha un-tuk mengantisipasijika teIjadi gempa lagi,"katanya menyesal.

la juga menyesalkan penanganan pada kasusbanjir di daerah Baleendah.Baginya, barijir se-lalu teIjadi setiap tahun, tetapi dari tahun ketahun tidak ada penanganan yang berubah."Seharusnya, yang lebih ditekankan adalahpencegahan, sebelum teIjadi. Kalaupenangan-an kan sudah banyak," katnya menyarankan.Namun, terlepas dari semua permasalahan ter-sebut, mereka mengakui bahwa menjadi rela-wan adalah salah satu pengalaman yang sangatmenarik. Wina misalnya, menceritakan peng-alamannya saat menjadi relawan bagi korbangempa di Pangalengan. "Kasihan sekali sayamelihat mereka waktu itu. Mereka sarna sekalitidak tahu harns apa dan harns ke mana, sam-pai-sampai saya pergi ke mana pun selalu di..ikuti," ujrovya.

Sementara itu, satu hikmahjuga diperoleholeh Viedyah. "Gara-gara di lapangan kita sadarbahwa ternyata bisamelakukan hal-hal yangsebelumnya kita pikir tak bisa dilakukan, seper-ti tidak tidur berhari-hari," ujar Viedyah me-ngenang. Ardi juga memiliki kesan yang sama."Saya senang bisa ikut sedikit membimtu meri-ngankan beban para korban, bencana, bertemubanyak ternan barn dan pengalaman barn. Ben-cana bagi saya adalah laboraton,um latihanyang paling mahal. Dengan demikian,kalauada kesempatan saya siap menjadi relawan.Akan tetapi, bukan berarti saya berharap adabencana," ujar mahasiswajurusan HubunganInternasional Unpad ini. (Nisa Raclunatika)***