24
________________________________ *) Prof. Drs. H. Rustian Kamaluddin adalah Guru Besar Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti. Pokok-pokok pikiran dalam tulisan ini disampaikan pada Seminar Pengembangan Perkotaan dan Wilayah yang diselenggarakan Jurusan Ekonomi Pembangunan pada tanggal 1 November 2004 KEMISKINAN PERKOTAAN DI INDONESIA: PERKEMBANGAN, KARAKTERISTIK DAN UPAYA PENANGGULANGAN oleh Rustian Kamaluddin *) I. Pendahuluan : Penduduk Perkotaan Dalam perkembangan dan tren-nya dalam proses pembangunan di negara sedang berkembang pada umumnya ditemukan bahwa struktur ekonomi negara berubah dari struktur yang didominasi sektor pertanian ke arah yang didominasi sektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan kecenderungan ini dibarengi dengan perubahan jumlah dan proporsi kependudukannya, yaitu dimana jumlah dan persentase penduduk yang hidup dan bermata-pencaharian di perkotaan cenderung semakin meningkat. Sehubungan dengan itu, kecenderungan itu juga terjadi di Indonesia dimana jumlah maupun proporsi penduduk perkotaannya telah cenderung meningkat terus dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 1961 jumlah penduduk perkotaan baru sebesar 14,3 juta, selanjutnya meningkat terus, misalnya, menjadi 20,5 juta (1971); 32,8 juta (1980); 55,5 juta (1990); 85,8 juta (2000), dan diperkirakan 97,9 juta pada tahun 2003. Demikian pula proporsi atau secara persentase terhadap jumlah penduduk Indonesia keseluruhan-nya, persentase penduduk perkotaan juga cenderung meningkat, yaitu jika pada tahun 1961 hanya sebesar 14,8%, maka pada tahun 1971 meningkat menjadi 17,2%; tahun 1980: 22,4%; tahun 1990: 30,9%; tahun 2000: 42,2% dan

MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

________________________________ *) Prof. Drs. H. Rustian Kamaluddin adalah Guru Besar Ekonomi pada Fakultas Ekonomi

Universitas Trisakti. Pokok-pokok pikiran dalam tulisan ini disampaikan pada Seminar Pengembangan Perkotaan dan Wilayah yang diselenggarakan Jurusan Ekonomi Pembangunan pada tanggal 1 November 2004

KEMISKINAN PERKOTAAN DI INDONESIA: PERKEMBANGAN, KARAKTERISTIK

DAN UPAYA PENANGGULANGAN

oleh

Rustian Kamaluddin *)

I. Pendahuluan : Penduduk Perkotaan

Dalam perkembangan dan tren-nya dalam proses pembangunan di negara

sedang berkembang pada umumnya ditemukan bahwa struktur ekonomi negara

berubah dari struktur yang didominasi sektor pertanian ke arah yang didominasi

sektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis

maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan kecenderungan ini

dibarengi dengan perubahan jumlah dan proporsi kependudukannya, yaitu

dimana jumlah dan persentase penduduk yang hidup dan bermata-pencaharian di

perkotaan cenderung semakin meningkat.

Sehubungan dengan itu, kecenderungan itu juga terjadi di Indonesia

dimana jumlah maupun proporsi penduduk perkotaannya telah cenderung

meningkat terus dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 1961 jumlah penduduk

perkotaan baru sebesar 14,3 juta, selanjutnya meningkat terus, misalnya, menjadi

20,5 juta (1971); 32,8 juta (1980); 55,5 juta (1990); 85,8 juta (2000), dan

diperkirakan 97,9 juta pada tahun 2003. Demikian pula proporsi atau secara

persentase terhadap jumlah penduduk Indonesia keseluruhan-nya, persentase

penduduk perkotaan juga cenderung meningkat, yaitu jika pada tahun 1961

hanya sebesar 14,8%, maka pada tahun 1971 meningkat menjadi 17,2%; tahun

1980: 22,4%; tahun 1990: 30,9%; tahun 2000: 42,2% dan

Page 2: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

2

diperkirakan/diproyeksikan tahun 2003: 46,3%. Secara terinci perkembangan ini

dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Perkotaan di Indonesia

1961-2010

Jumlah Penduduk (juta) Persentase PendudukTahun Perkotaan Total Indonesia

(Perkotaan+Pedesaan) Perkotaan

1961 1971 1980 1990 2000 2003 2004 2005 2006 2010

14,3 20,5 32,8 55,5 85,8

97,8 a) 102,1 a) 106,7 a) 111,4 a) 132,6 a)

97,0 119,4 146,9 179,3 203,5 211,4

214,0 b) 216,8 b) 219,4 b) 231,0 b)

14,8 17,2 22,4 30,9 42,2

46,3 c) 47,7 c) 49,2 c) 50,8 c) 57,4 c)

Sumber: Data tahun 1961-2000 dari BPS, Statistik Indonesia 2003 dan Penduduk Indonesia (Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000 dan sebelumnya) a) Angka Perkotaan 2003-2010, proyeksi berdasarkan laju pertumbuhan

1990-2000 b) Angka Total Indonesia 2004-2010, proyeksi berdasarkan laju

pertumbuhan 1990-2000. c) Angka persentase perhitungan penulis.

Selanjutnya jika diproyeksikan berdasarkan laju pertumbuhan tahun

1990-2000, maka penduduk perkotaan akan mencapai jumlah sebanyak 102,1

juta (47,7%) pada tahun 2004, sebanyak 106,7 juta (49,2%) pada tahun 2005 dan

sebanyak 111,4 juta (50,85%) pada tahun 2006. Ini berarti bahwa pada tahun

2006 jumlah penduduk perkotaan akan kira-kira sama (bahkan sedikit melebihi)

dibandingkan dengan jumlah penduduk pedesaan. Dan pada tahun 2010 jumlah

Page 3: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

3

penduduk perkotaan sudah akan jauh lebih besar, yaitu sebanyak 57,4% dari

jumlah penduduk Indonesia keseluruhannya.

Dengan jumlah dan persentase penduduk perkotaan yang semakin besar

dan semakin padat tersebut tentu akan menambah “beban hidup” perkotaan yang

semakin berat sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang semakin

kompleks di bidang-bidang sosial-ekonomi, sosial-budaya, politik-pemerintahan,

ketertiban dan keamanan, dan sebagainya. Diantara berbagai permasalahan

tersebut yang menonjol diantaranya adalah yang berhubungan dengan

kemiskinan perkotaan yang meliputi kondisi, karakteristik, kebijakan sarana-

prasarana lingkungan, dan aspek-aspek lainnya yang terkait. Dalam tulisan ini

hanya dikemukakan beberapa hal tertentu saja sebagaimana yang dikemukakan

dalam uraian berikut ini.

II. Perkembangan Dan Kondisi Keminkinan Di Perkotaan

Sebagai hasil dari berbagai upaya untuk menanggulangi kemiskinan di

Indonesia, khususnya di perkotaan, menjelang terjadinya krisis moneter dan

ekonomi tahun 1997, pada dasarnya telah cukup menunjukkan hasilnya dalam

mengurangi kemiskinan. Sungguhpun jumlah penduduk perkotaan yang selalu

cenderung bertambah dari tahun ke tahun, tapi jumlah penduduk miskin di

perkotaan tidak meningkat secara proporsional yang jika pada tahun 1976

sebanyak 10,5 juta, ternyata kemudian menurun menjadi 8,3 juta (1978); 9,5 juta

(1980) dan seterusnya tetap berada di bawah 10 juta, yaitu rata-rata 8,9 juta per

tahun hingga pada tahun 1996.

Bahkan jika ditinjau menurut proporsinya secara persentase, penduduk

miskin itu telah cenderung menurun dari 38,8% (1976); menjadi 30,8% (1980);

23,1% (1984); 16,8% (1990) dan seterusnya hingga mencapai 9,7% pada tahun

1996 menurut standar perhitungan lama atau 13,6% menurut standar perhitungan

Page 4: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

4

baru 1998. Untuk lebih rinci mengenai jumlah dan persentase penduduk miskin

perkotaan ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang berikut ini.

Tabel 2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Perkotaan di Indonesia, 1976-2003 a)

Tahun Batas Miskin Rp/Kapita/Bulan

Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa)

Persentase (%) Penduduk Miskin

1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996

1998 1999 2000 2001 2002 2003

4.522 4.969 6.831 9.777 13.731 17.381 26.614 27.905 38.246

[ 42.032 ] b) 96.959 92.409 91.632 100.011 130.499 138.803

10,5 8,3 9,5 9,3 9,3 9,7 9,4 8,7 7,2

[ 9,6 ] b) 17,2 15,7 13,3 8,6 13,3 12,3

38,8 30,8 29,0 28,1 23,1 20,1 16,8 13,4

9,7 [ 13,6 ] b)

21,9 19,5 14,6

9,8 14,5 13,6

Sumber : BPS, Statistik Indonesia 2003. a) Berdasarkan standar 1998 yang disesuaikan dengan pola konsumsi

tahun yang bersangkutan b) Hasil Susenas Februari (reguler)

Gambaran perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin

perkotaan yang cenderung menurun secara berkelanjutan sejak tahun 1976

senagaimana yang dikemukakan di atas telah berlangsung hingga tahun 1996.

Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter dan ekonomi yang melanda negara-negara

Asia, khususnya Asia Tenggara terutama Indonesia. Dampak krisis moneter

sangatlah terasa di antara penduduk miskin dan semakin meluasnya kemiskinan.

Page 5: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

5

PHK yang terjadi di mana-mana membuat ribuan pekerja formal dari golongan

masyarakat berpendapatan rendah dan menengah di kota-kota menjadi

penganggur atau pekerja di sektor informal, dan banyak pula diantaranya

kembali ke desa masing-masing. Dalam peristiwa meningkat-nya kemiskinan

secara nasional sejak Februari 1996 hingga Februari 1999, terlihat bahwa tingkat

kemiskinan di perkotaan yang semula kurang dari seperempatnya telah

meningkat menjadi sekitar sepertiganya dari jumlah kemiskinan di pedesaan

(World Bank, 2003).

Hal yang dikemukakan di atas dapat diuraikan lebih lanjut secara jelas

dengan menggunakan data-data Badan Pusat Statistik (BPS, 2004). Setelah

dikutip data dasarnya dan dihitung oleh penulis persentase penduduk miskin

perkotaan terhadap penduduk miskin total Indonesia, maka dapat dikemukakan

Tabel yang berikut ini.

Page 6: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

6

Tabel 3 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentasenya

Terhadap Penduduk Miskin Indonesia Keseluruhannya, Tahun 1976 – 2003 a)

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan

(juta jiwa)

Jumlah Penduduk Miskin Indonesia

(juta jiwa)

Persentase Penduduk Miskin Perkotaan

Terhadap Total Indonesia

1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996

1998 1999 2000 2001 2002 2003

10,5 8,3 9,5 9,3 9,3 9,7 9,4 8,7 7,2

[ 9,6 ] b)

17,2 15,7 12,3 8,6 13,5 12,2

54,2 47,2 42,3 40,6 35,0 30,0 27,2 25,9 22,5

[ 34,5 ] b)

49,5 48,4 38,7 37,9 38,4 37,3

19,27 17,58 22,48 22,91 26,57 32,33 34,56 33,59 32,00

[ 27,83 ] b) 34,75 32,44 31,78 22,69 34,63 32,71

Sumber: BPS, Statistik Indonesia 2003 a) Berdasarkan standar 1998 yang disesuaikan dengan pola konsumsi

tahun yang bersangkutan b) Hasil Sensus Februari (reguler)

Dari data pada Tabel 3 tersebut di atas tampak bahwa pada tahap-tahap

awal selama tiga dekade (1976-1996) upaya penanggulangan kemiskinan di

Indonesia ternyata bahwa penurunan angka kemiskinan secara nasional terjadi

dalam jumlah yang cukup besar, namun di perkotaan hampir tidak terjadi

penurunan jumlahnya. Ini berarti terjadinya tren penurunan yang cukup besar di

Indonesia hanya terdapat di pedesaan. Bahkan secara persentase terhadap total

Page 7: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

7

kemiskinan di Indonesia, kemiskinan di perkotaan selama dua dekade cenderung

meningkat yaitu dari 19,27% (1967) hingga menjadi 32,33% (1987). Sejak tahun

1987 itu (kecuali tahun 2001) persentase penduduk miskin perkotaan terhadap

total penduduk miskin Indonesia ternyata hampir tidak mengalami perubahan

dari tahun ke tahun , yaitu tetap dalam kondisi dimana rata-rata setiap tahunnya

hampir sepertiganya (32,12%) berada di daerah perkotaan.

Selanjutnya oleh Bank Dunia dalam paparannya (World Bank, 2003)

dikemukakan bahwa antara tahun 1996-1999, dalam hal indeks kemiskinan

perkotaan di Indonesia dengan perhitungan per kapita, kesenjangan kemiskinan

dan parahnya kemiskinan, telah semakin meningkat sebesar dua kali lebih tinggi

dibandingkan dengan di pedesaan. Sehubungan dengan itu pemerintah

menanggapi kemiskinan ini, khususnya di perkotaan, dengan empat cara, yaitu:

(a) meningkatkan persediaan makanan, (b) menciptakan lapangan kerja, (c)

menyediakan akses untuk menampung kondisi kritis terhadap layanan sosial, dan

(d) meningkatkan akses ekonomi lokal melalui dana hibah regional dan

pengembangan sistem kredit.

Perkembangan kemiskinan perkotaan yang diakibatkan oleh krisis

moneter sebagaimana yang dikemukakan di atas tampak dengan jelas berupa

terjadinya lonjakan kemiskinan yang sangat tinggi, dari sebanyak 7,2 juta (9,7%)

pada tahun 1996 meningkat menjadi 17,2 juta (21,9%) pada tahun 1998. Dan

dengan berbagai upaya dan tindakan sebagaimana yang dikemukakan di atas,

jumlah penduduk miskin itu pada tahun 1999 sudah agak sedikit menurun, yaitu

menjadi 15,7 juta atau 19,5% dari jumlah penduduk perkotaan keseluruhannya

(lihat Tabel 2 sebelumnya). Namun jumlah maupun persentase penduduk miskin

perkotaan ini masih lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 1996

sebelum terjadinya krisis moneter. Tahun-tahun selanjutnya, yaitu mulai tahun

2000 telah terjadi sedikit penurunan jumlah penduduk miskin perkotaan ini,

Page 8: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

8

namun dari sudut jumlah tetap masih jauh lebih tinggi dari pada tahun 1976.

Hanya secara persentase terhadap jumlah penduduk perkotaan keseluruhannya,

posisinya sudah jauh lebih baik, dimana pada tahun 2003 persentase penduduk

miskin perkotaan (13,6) sudah dalam kondisi yang hampir sama dengan yang

dicapai pada tahun 1993 (13,4%), namun belum mencapai kondisi yang dicapai

pada tahun 1996 (9,7%), menurut metode perhitungan yang lama atau juga persis

sama dengan kondisi tahun 1996 (13,6) dengan menggunakan metode

perhitungan 1998.

III. Karakteristik Dan Fenomena Kemiskinan Perkotaan

Menurut Konferensi Dunia Untuk Pembangunan Sosial di Kopenhagen

1995 (Kementerian Koordinator Bidang Kesra, 2002) kemiskinan dalam arti luas

di negara-negara berkembang memiliki wujud yang multidimensi yang meliputi

sangat rendahnya tingkat pendapatan dan sumberdaya produktif yang menjamin

kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; keterbatasan dan

kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya; kondisi

tak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan

bergelandang dan tempat tinggal yang jauh dari memadai; lingkungan yang tidak

aman; serta diskriminasi dan keterasingan sosial.

Wujud kemiskinan sebagaimana yang dikemukakan di atas tercermin

pada rumah tangga miskin yang terdapat di Indonesia, baik di perkotaan maupun

di pedesaan. Dalam hubungan ini Badan Pusat Statistik (BPS, 1992)

mengemukakan karakteristik rumahtangga miskin dapat dilihat dari jumlah

pekerja dan tempat tinggal, pemilikan dan penguasaan tanah (pertanian), tingkat

pendidikan dan jam kerja kepala rumah tangga, serta jenis dan status pekerjaan

rumah tangga. Dikemukakan pertama-tama bahwa rumah tangga miskin hanya

mempunyai satu orang pekerja yang menghasilkan pendapatan. Sebagian besar

Page 9: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

9

kondisi tempat tinggal mereka belum memenuhi persyaratan kesehatan yang

memadai. Rumah tangga miskin hanya memiliki lahan (pertanian) yang sangat

kecil atau bahkan banyak diantaranya tidak memilikinya sama sekali. Tingkat

pendidikan kepala rumah tangganya sangat rendah. Jam kerja mereka rata-rata

per minggu relatif jauh lebih lama. Disamping itu jenis dan status pekerjaan

kepala rumah tangga di pedesaan sebagian besar adalah petani kecil atau buruh

tani dan di perkotaan berupa usaha atau kegiatan sendiri kecil-kecilan, terutama

sektor informal baik yang legal maupun yang ilegal. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Keith Hart (1973), sebagai ilustrasi, sektor informal yang

legal itu adalah berupa tukang kayu/batu, pedagang kecil eceran dan asongan,

tukang ojek/becak, tukang cukur, tukang sol/semir sepatu, dan sebagainya.

Sedangkan sektor informal yang ilegal adalah seperti pencopet, pencuri, penadah

barang curian, prostitusi, penyelundup, dan lain-lain.

Sehubungan dengan itu, dari data statistik yang dikemukakan Badan

Pusat Statistik (BPS, 1992) dapat disimpulkan antara lain bahwa rumah tangga

miskin di perkotaan yang kepala rumah tangganya berpendidikan SD dan Tidak

Tamat SD sebanyak 88,86% yang hampir sama saja dengan yang terdapat di

pedesaan yaitu sebanyak 96,12%. Selanjutnya mengenai rumah tangga miskin

menurut sumber penghasilan utama adalah di perkotaan sebanyak 23,71% pada

sektor pertanian dan 76,29% pada sektor industri, bangunan dan jasa. Sedangkan

di pedesaan rumah tangga miskin yang berpenghasilan utama pertanian sebanyak

81,97% dan pada sektor industri dan jasa sebanyak 18,03%.

Bank Dunia dalam suatu Dissemination Paper-nya (The World Bank,

2003) tetang “Kota-kota Dalam Transisi: Tinjauan Sektor Perkotaan Pada Era

Desentralisasi di Indonesia”, antara lain mengemukakan tentang kondisi

kemiskinan perkotaan di Indonesia. Hal ini dapat disimpulkan pertama-tama

bahwa hak masyarakat miskin perkotaan terhadap tanah, rumah, infrastruktur dan

Page 10: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

10

pelayanan dasar, kesempatan kerja dan mendapatkan pinjaman, pemberdayaan

dan partisipasi, rasa aman dan keadilan sangatlah terbatas sekali dalam

kehidupan mereka sehari-hari.

Lebih lanjut dikemukakan dalam laporan Bank Dunia tersebut tentang

kondisi berbagai aspek kemiskinan perkotaan di Indonesia, yang dapat

diringkaskan dan dimodifikasikan sebagaimana dikemukakan berikut ini.

1. Kepemilikan dan Akses Terhadap Tanah yang Sulit dan Sangat Terbatas

Penataan tanah perkotaan yang tidak jelas dan harga tanah yang

tinggi sangatlah menekan sehingga masyarakat miskin perkotaan menderita.

Apalagi sistem hak atas tanah yang kompleks dengan tujuh macam hak atas

tanah dari hak milik hingga hak guna sementara, serta biaya mendapatkan

sertifikat tanah yang relatif tinggi. Kesemuanya berakibat masyarakat miskin

pada umumnya tinggal di tempat yang ilegal atau pada lahan milik negara atau

lainnya.

Kebanyakan keluarga miskin yang memiliki tanah hanya mempunyai hak

tradisional atas tanah, tidak mempunyai hak yang resmi. Sehingga mudah bagi

pemerintah atau proyek-proyek besar untuk menggusur mereka tanpa

kompensasi yang wajar atau memadai. Ditambah lagi dengan derasnya arus

urbanisasi, ketiadaan pekerjaan dan tekanan penghidupan menimbulkan

terjadinya pemakaian tanah untuk membangun rumah spontan dan gubuk secara

liar, dan memunculkan daerah kumuh untuk kehidupan dari keluarga miskin.

Kesemuanya itu merupakan potret yang umum terjadi di daerah pekotaan,

terutama pada kota-kota besar.

2. Rumah Berfungsi Ganda serta Kepemilikannya Sangat Berisiko dan

Kebanyakannya Ilegal

Page 11: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

11

Perumahan bagi masyarakat miskin, khususnya di perkotaan, bukan

hanya sebagai tempat berlindung tetapi juga merupakan aset, tempat

berusaha/bekerja dan sumber berpijak untuk memperoleh penghasilan yang

tercermin antara lain berupa bertumpuknya barang-barang bekas yang akan

dijual. Namun demikian terdapat keterbatasan mereka dalam melakukan pilihan

lokasi atas rumah atau tempat tinggalnya tersebut. Sehubungan dengan itu

mereka terpaksa memilih diantara beberapa alternatif lokasi yang terbatas

dimana terdapat hambatan akses untuk bekerja dan ketidakpastian dalam

kepemilikan ditambah dengan kondisi lingkungan bekerja yang tidak aman, yang

berisiko tinggi terhadap kesehatan, keselamatan dan keamanan mereka.

Seringkali terjadi bahwa kaum miskin itu membangun penampungan dan gubuk

di lahan kosong secara liar yang bukan di atas lahan miliknya. Dan terhadap

bangunan rumah/gubuk liar tersebut seringkali terjadi penertiban dan

penggusuran, sehingga berakibat keluarga miskin tersebut semakin menderita.

3. Tingkat Pendidikan Keluarga Sangat Rendah dan Ketergantungan

Hidup Keluarga yang Besar

Sungguhpun tingkat pendidikan mereka sangat rendah, namun rumah

tangga perkotaan rata-rata berpendidikan relatif lebih baik dibandingkan dengan

rumah tangga pedesaan, disamping itu terdapat perbedaan yang tajam dalam

tingkat pendidikan antara keluarga kaya dengan keluarga miskin perkotaan.

Tingkat partisipasi sekolah dan kemampuan membaca masyarakat miskin

lebih tinggi di perkotaan (tertinggi di Jakarta) dibandingkan dengan yang

terdapat di pedesaan, namun tingkatan ini tidak otomatis ditentukan berdasarkan

jenis dan kondisi hunian. Dan, warga buta huruf lebih banyak terjadi pada

masyarakat miskin di beberapa kota tertentu dibandingkan dengan di daerah

pedesaan.

Page 12: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

12

4. Kondisi Lingkungan Buruk Yang Berisiko Penyakit dan Akses/Tingkat

Kesehatan Yang Sangat Rendah

Secara umum, masyarakat perkotaan memiliki akses yang relatif

lebih besar untuk mendapatkan fasilitas kesehatan. Namun tingkat kesehatan

mereka belum tentu lebih baik karena terdapatnya gizi yang buruk, tekanan

lingkungan sanitasi yang buruk, dan perilaku hidup yang tidak sehat. Dan bahkan

seringkali pelayanan dan tingkat kesehatan di wilayah miskin perkotaan tidak

lebih baik, dan terkadang lebih buruk daripada daerah pedesaan.

Dibandingkan dengan populasi keseluruhan secara umum dapat

dikatakan penghuni kawasan kumuh di perkotaan memiliki harapan hidup yang

lebih pendek, serta tingkat kematian ibu dan bayi yang lebih tinggi. Tambahan

pula disini terdapat berbagai masalah kesehatan seperti penyakit diare/disentri,

kekurangan gizi dan gangguan mental.

5. Status Pekerjaan Tidak Menentu dan Bekerja Seadanya Sebisa Mungkin

Serta Tingkat Pengangguran Yang Tinggi

Dari hasil survei dikemukakan bahwa status dan jenis pekerjaan

penduduk (miskin) tidaklah otomatis merupakan indikasi sesungguhnya dari

keadaan kemiskinan di perkotaan. Di sini status pekerjaan secara independen

tidak bisa serta merta dijadikan ukuran tingkat pendapatan yang rendah atau

ukuran kriteria kemiskinan. Dan ini lebih nyata tampak bahwa nereka yang

bekerja di sektor informal tertentu selama masa krisis moneter tahun 1997 dapat

bertahan dan bahkan lebih baik kondisinya daripada sektor formal, terutama pada

bidang manufaktur tertentu, yang bahkan banyak terjadi PHK terhadap para

pekerjanya.

Page 13: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

13

Dalam kaitan dengan status dan jenis pekerjaan tersebut pada

berbagai sektor lapangan kerja dilaporkan bahwa pengangguran di daerah

perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Dan

tingkat pengangguran-nya cenderung meningkat untuk kaum miskin (dan non

miskin) dengan peningkatan yang berhubungan dengan kondisi dan fasilitas

pemukiman buruk yang tidak menguntungkan.

6. Sangat Terbatasnya Akses ke Fasilitas Dasar Perkotaan

Kaum miskin perkotaan sangat kurang tercukupi kebutuhannya atas

pelayanan kebutuhan dasar mereka seperti air bersih, sanitasi, saluran air dan

jalan akses. Kondisi ini terjadi antara lain karena kurangnya bantuan dan

penanganan pemerintah, baik berupa pemeliharaan maupun investasi baru atas

infrastruktur lingkungan yang diperlukan masyarakat setempat.

Menurut hasil survai ternyata relatif lebih banyak rumah tangga di

perkotaan yang tidak memiliki akses air bersih dibandingkan rumah tangga di

pedesaan. Banyak di antara kaum miskin perkotaan yang terpaksa membeli air

bersih, dan bahkan mereka tergantung pada fasilitas air minum “swasta” yang

lebih mahal. Demikian pula dalam hal fasilitas toilet, kondisinya serba kurang

dan menyedihkan, meskipun tidak banyak bedanya antara di perkotaan dan di

pedesaan.

Dalam hal pembuangan sampah, kebanyakan masyarakat miskin dan

pemukiman miskin menggunakan lahan terbuka, lubang-lubang atau saluran air.

Ini menyebabkan risiko kontaminasi terhadap air permukaan dan air tanah di

daerah perkotaan yang penduduknya padat. Selain menimbulkan polusi terhadap

lingkungan hidup, hal ini juga merusak keindahan kota dan menimbulkan bahaya

banjir yang selalu melanda pemukiman mereka sewaktu musim penghujan.

Page 14: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

14

IV. Upaya Penanggulangan Kemiskinan

Sesungguhnya tidak banyak bedanya upaya penanggulangan kemiskinan di

perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Namun karena cakupan, kondisi

dan tingkatnya yang agak berbeda satu sama lain, maka focus, sasaran dan

penekanan upaya penanggulangan kemiskinan tersebut dapat berbeda antara

untuk daerah perkotaan dan daerah pedesaan.

Pada awal-awal proses pembangunan bahkan hingga lima tahun Pelita

Kelima dimana penduduk miskin lebih terkonsentrasi di daerah pedesaan yang

hidup dari pertanian, maka program pembagunan pemerintah dalam upaya

penanggulangan kemiskinan di Indonesia lebih berorientasi dan terfokus kearah

pedesaan tersebut. Hal ini dilakukan dengan berbagai program dalam upaya

penanggulangan kemiskinan tersebut yang secara garis besar dapat disimpulkan

menurut kelompok yang dibedakan dalam empat hal (BPS, 1992), yaitu:

Pertama, Program Peningkatan Produksi Pertanian. Program ini dilakukan

antara lain dengan intensifikasi pemanfaatan lahan, penyaluran pupuk dan obat-

obatan, kebijakan penetapan harga gabah, dan sebagainya. Kedua, Program

Pembangunan Prasarana dan Sarana Fisik. Program ini meliputi

pembangunan jalan penghubung antar desa dan jalan lingkungan desa/kampung,

sistem pembuangan sampah dan air kotor, sistem drainase, distribusi listrik,

instalasi air bersih, hidran umum, sarana MCK, dan sebagainya. Ketiga,

Program Pengembangan SDM bagi Penduduk Miskin. Program ini antara

lain berupa kesempatan memperoleh pendidikan dasar (melalui program Inpres

SD) dan akses pada pelayanan kesehatan (melalui Puskesmas). Dalam program

pendidikan bagi kelompok miskin ini juga didukung dengan pengangkatan dan

penataran guru, pengadaan buku sekolah, dan lain-lain. Dan sejalan dengan itu

juga diselenggarakan pelatihan ketrampilan terhadap tenaga kerja. Sedangkan

pengadaan kemudahan akses pelayanan kesehatan terutama ditujukan pada upaya

Page 15: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

15

pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan pelayanan pengobatan,

terutama bagi masyarakat miskin. Keempat, Berbagai Program Lainnya.

Berbagai program lainnya dalam upaya penanggulangan kemiskinan ini antara

lain program transmigrasi, program padat karya dan program pengembangan

kawasan terpadu. Program kawasan terpadu ini kemudian diintegrasikan ke

dalam program IDT (Inpres Desa Tertinggal).

Oleh Kementrian Koordinasi Kesra dalam Dokumen Interim Strategi

Penanggulangan Kemiskinan (2002) semua upaya pemerintah melalui program-

program yang dikemukakan diatas disebutnya sebagai kebijakan dan program

untuk menanggulangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan dasar , yang

meliputi: (a) pangan, (b) pelayanan kesehatan dan pendidikan, (c) perluasan

kesempatan kerja, (d) bantuan sarana dan prasarana pertanian, (e) bantuan kredit

usaha bagi masyarakat miskin, dan (f) bantuan prasarana pemukiman kumuh di

perkotaan.

Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa upaya pemerintah dalam

penanggulangan kemiskinan tersebut telah lebih diintensifkan sejak tahun 1994

melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Pembangunan Prasarana

Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembagan Kecamatan (PPK),

Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan pada saat krisis

ekonomi telah diluncurkan pula program Jaring Pengaman Sosial (JPS).

Sebagaimana terlihat pada Tabel 2 tersebut dimuka ternyata bahwa

berbagai upaya pemerintah yang dikemukakan di atas pada dasarnya sudah dapat

menurunkan jumlah penduduk miskinsecara nasional, termasuk di perkotaan,

terutama hingga tahun 1996. Namun penurunan angka kemiskinan itu ternyata

masih sangat rentan terhadap perkembangan ekonomi makro, dimana yang

terjadi bahkan peningkatan kemiskinan kembali pada tahun 1998 dan tahun 1999

akibat krisis moneter dan ekonomi tersebut. Dan sungguhpun tahun-tahun

Page 16: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

16

berikutnya angkanya agak menurun kembali tapi masih tetap cukup tinggi dan

berfluktuasi, baik dalam jumlah maupun dalam persentasenya terhadap total. Hal

ini mengisyaratkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan, baik di perkotaan

maupun di pedesaan perlu tetap mendapat perhatian dan penanganan yang

sungguh-sungguh, baik dengan kebijakan dan program lama yang membuktikan

keberhasilannya maupun dengan tambahan upaya dan kebijakan baru yang perlu

dikaji dan ditetapkan yang akan dapat mencapai tujuan dan hasil sebagaimana

yang diharapkan.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dikemukakan oleh Bank

Dunia dalam makalahnya (2003) bahwa sesungguhnya tanggapan keluarga pada

masyarakat miskin terhadap masalah dan krisis multidimensi yang terjadi di

lingkungan mereka tergantung pada aset-tenaga kerja, sumber daya manusia dan

sumber daya sosial yang mereka dapat gunakan. Karena itu upaya, tindakan dan

kebijakan pemerintah secara umum, khususnya untuk daerah perkotaan, perlu

mencakup terutama antara lain yang terkait dengan hal-hal yang diringkaskan

dan dimodifikasikan sebagaimana dikemukakan berikut ini.

(1) Kelanjutan kebijakan dan upaya yang cukup berhasil dalam

pengentasan kemiskinan.

Dalam hal ini masyarakat miskin harus mempunyai akses yang sama dan

hak yang adil atas aset serta hasil produksi mereka. Kebijakan mengenai tenaga

kerja, kapital (finansial, simpanan), tanah dan sumber daya alam harus dapat

akses kepada mereka dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat miskin

tersebut.

(2) Desentralisasi untuk memperbaiki kepemerintahan yang pro-miskin

Page 17: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

17

Desentralisasi menjanjikan perubahan hubungan antara masyarakat miskin

dan pemerintah serta membuat pemerintah lebih mudah diakses. Dalam

hubungan ini hal-hal yang penting dalam agenda pemerintah daerah dalam upaya

pengentasan kemiskinan adalah dengan pertukara danperputaran informasi yang

bebas akan terjadi peningkatan pengertian dan kesadaran masyarakat miskin,

tersalurnya suara dan aspirasi masyarakat miskin dalam pengambilan kebijakan

serta tercipta dan berkembangnya transparansi dan akuntabilitas dalam

pengambilan keputusan dan pelaksanaan program-programnya.

(3) Investasi dan pengeluaran Pemerintah yang terfokus kepada

pengentasan kemiskinan

Pengalokasian pengeluaran pemerintah yang mempertahankan

perimbangan fiskal dan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi selain diarahkan

kepada sasaran yang menguntungkan masyarakat miskin, juga harus menjadi

elemen kunci dalam kebijakan ekonomi yang sehat, baik pada tingkat nasional

maupun lokal.

Sejalan dengan itu perlu ditemukan dan dikembangkan pengukuran dan

penilaian kemiskinan yang lebih tepat serta peningkatan kapasitas daerah untuk

penanggulangan kemiskinan, desentralisasi fiskal yang pro-miskin melalui

alokasi DAU dan DAK yang sehat, pemberian subsidi dan kredit secara efektif

dan efisien, dan sebagainya.

(4) Pembuatan jaring pengaman untuk golongan termiskin

Meskipun upaya penanggulangan kemiskinan di daerah perkotaan

dilaksanakan dan disukseskan melalui dan oleh individual, keluarga dan

masyarakat miskin sendiri, namun tetap ada kelompok orang miskin yang

memerlukan perhatian/bantuan khusus, seperti mereka yang sangat miskin, yang

Page 18: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

18

terisolasi secara fisik dan sosial yaitu yatim piatu, cacat fisik-mental, kena

musibah banjir-kebakaran, dan sebagainya. Kepada orang-orang miskin yang

demikian itu perlu diberikan bantuan darurat dalam mengatasi kesusahan dan

penderitaannya.

(5) Kemudahan akses terhadap tanah dan perumahan yang terjangkau

Reformasi pertanahan perlu dilakukan meliputi proses registrasi, sistem

informasi tanah, perencanaan dan pengelolaan tata guna lahan perkotaan dan

mekanisme penyediaan lahan. Dan tentu saja reformasi ini perlu

mempertimbangkan dan mengikutsertakan pemilik dan masyarakat, khususnya

masyarakat miskin, di perkotaan.

(6) Penyediaan infrastruktur untuk peningkatan mobilitas, akses dan

lingkungan

Tingkat aksesibilitas dan kualitas infrastruktur yang terjangkau untuk

masyarakat miskin masih serba kurang dan terbelakang. Untuk mengatasinya

perlu perhatian dan dukungan yang lebih besar dari pemerintah, pusat dan

daerah, dengan berbagai upaya dan programnya.

Upaya tersebut antara lain dengan penguatan kapasitas daerah/lokal

dan ketersediaan finansial, penarikan iyuran kepada pengguna pelayanan,

pemberian subsidi silang, membangun kerja sama LSM atau organisasi

masyarakat. Disamping itu juga mengurangi kecenderungan anti- miskin dalam

pengambilan kebijakan infrastruktur kota, serta penyediaan fasilitas pelayanan

masyarakat umum dalam penyediaan air, sanitasi, drainase, dan sebagainya.

(7) Kesempatan untuk pemberdayaan ekonomi melalui akses terhadap

kredit dan permodalan

Page 19: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

19

Kebijakan ekonomi makro yang berhasil memang secara tidak langsung

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk keluarga miskin,

sehingga perlu tetap dipertahankan dan dikembangkan.

Namun demikian hal itu tidaklah cukup untuk menanggulangi kemiskinan,

hendaknya perlu pula memfasilitasi masyarakat miskin dengan menguatkan

institusi mikro ekonomi daripada hanya pada pengembangan sektoral,

mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi dalam usaha masyarakat,

memperbaiki akses terhadap permodalan dan informasi, dan sebagainya.

(8) Peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan

yang lebih baik

Rendahnya kualitas sumber daya manusia yang berakibat rendahnya

produktivitas, produksi dan pendapatan masyarakat, khususnya rumah-tangga

miskin, perlu diatasi pertama-tama melalui pendidikan luar sekolah, pelatihan-

pelatihan tenaga kerja, dan sebagainya. Dan dalam rangka peningkatan SDM itu,

perlu pula adanya program dan penanganan di bidang kesehatan yang terjangkau

oleh masyarakat miskin.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penentuan program dan kebijakan

intervensi yang efektif perlu mengikutsertakan aspirasi, kebutuhan dan kapasitas

lokal. Dalam penentuan target dan sasaran dalam pelaksanaannya agar lebih

banyak diserahkan kepada LSM dan organisasi masyarakat setempat.

Dapat ditambahkan bahwa sungguhpun kebanyakan upaya dan

kebijakan penanggulangan kemiskinan yang dikemukakan diatas sudah dan

diharapkan akan dilaksanakan dan dikembangkan pada masa-masa mendatang,

namun banyak pula diantaranya yang berjalan sendiri-sendiri serta kurang

keterkaitan dan keterpaduan satu sama lainnya. Oleh karena itu, sebagaimana

yang dikemukkan oleh Tim Koordinasi Menko Kesra (2002), bahwa dalam

Page 20: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

20

rangka pendekatan mengurangi beban biaya bagi penduduk miskin serta

meningkatkan pendapatan atau daya beli mereka, kebijakan dan upaya untuk itu

perlu dilakukan secara menyeluruh dan terpadu.

Sehubungan dengan itu, perlu diambil kebijakan pembangunan yang

berpihak pada penanggulangan kemiskinan, yang antara lain meliputi: (a)

optimalisasi pemanfaatan APBN dan APBD, (b) penajaman program-program,

(c) pengarahan dana pinjaman dan hibah, (d) sinkronisasi kegiatan perencanaan,

pelaksanaan dan pemantauan serta (e) pelibatan LSM dan perguruan tinggi dan

lain-lain dalam pemantauan. Kesemuanya itu dilakukan dengan

memperhitungkan dan mempertimbangkan pencapaian tujuan dan sasaran

penanggulangan kemiskinan. Sehingga dengan demikian pada dasarnya upaya

penanggulangan kemiskinan itu haruslah bersifat menyeluruh, terpadu dan

berkelanjutan.

V KESIMPULAN

Sebagaimana halnya dengan negara-negara berkembang lainnya yang

bertumbuh, negara Indonesia mengalami proses urbanisasi antara peningkatan

jumlah dan persentase penduduk perkotaan yang selalu meningkat dari tahun ke

tahun. Kecenderungan peningkatan penduduk ini telah sampai pada tingkat

dimana penduduk perkotaan sudah mencapai 42,2% (SP 2000), 46,3% (proyeksi

2003) dan 50,8% (proyeksi 2006). Dengan demikian sejak tahun 2006 jumlah

penduduk perkotaan akan melebihi jumlah penduduk pedesaan. Dan ini akan

cenderung meningkat terus pada tahun-tahun mendatang.

Jumlah dan persentase penduduk perkotaan yang semakin

meningkat dan berkepadatan semakin tinggi akan berakibat semakin beratnya

“beban” kehidupan perkotaan dan semakin meningkat dan meluasnya berbagai

Page 21: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

21

permasalahan yang muncul, terjadi dan berkembang di daerah perkotaan, yang

salah satu diantaranya masalah kemiskinan perkotaan, dengan segala latar

belakang dan aspeknya. Sungguhpun telah dilakukan berbagai upaya dan

kebijakan untuk menanggulangi kemiskinan, namun jumlah penduduk miskin

perkotaan tetap saja tinggi. Memang telah terjadi penurunannya selama empat

tahun terakhir sesudah krisis moneter, namun jumlahnya tetap saja tinggi, bahkan

masih jauh lebih tinggi dari pada tahun 1976 sejak upaya penanggulangan

kemiskinan tersebut telah mulai digalakkan. Secara persentase terhadap total

penduduk miskin Indonesia, ternyata bahwa yang sebelum tahun 1981 penduduk

miskin perkotaan selalu kurang dari 25%, maka sejak tahun 1987 (kecuali tahun

2001) selalu lebih besar dari pada 30% dari total penduduk miskin. Artinya pada

umumnya sejak tahun tersebut jumah penduduk miskin rata-rata sepertiganya

terdapat di daerah perkotaan.

Wujud karakteristik kemiskinan dan rumah tangga miskin pertama-tama

tercermin pada keluarganya yang bekerja hanya seorang pekerja yang

berpendapatan minim, tempat tinggalnya sangat sederhana dan jauh dari

persyaratan kesehatan yang memadai bahkan banyak diantaranya hanya berupa

gubuk dan bangunan liar, tingkat pendidikan kepala keluarganya sangat rendah,

mereka hampir tidak memiliki aset dan fasilitas kehidupan maupun akses untuk

mendapatkannya, untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya mereka

terpaksa bekerja keras apa saja yang memakan waktu yang jauh lebih lama, di

pedesaan umumnya mereka bekerja sebagai petani kecil dan buruh tani,

sedangkan di perkotaan kebanyakannya bekerja pada sektor-sektor informal dan

pekerjaan-pekerjaan lepas yang tidak menentu dan tidak stabil.

Berhubung karena pada awal-awalnya kebanyakan penduduk miskin

di Indonesia hidup di daerah pedesaan, maka upaya penanggulangan kemiskinan

itu semula lebih terfokus ke pedesaan dan pertanian. Hal ini diwujudkan mula-

Page 22: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

22

mula berupa program peningkatan produksi pertanian, program pembangunan

parsarana dan sarana fisik yang menyentuh kemiskinan, program pengembangan

SDM bagi penduduk miskin, dan berbagai program lainnya seperti program

transmigrasi, program padat karya, dan sebagainya.

Kemudian sejak tahun 1994 upaya pengentasan kemiskinan tersebut lebih

diintensifkan melalui program Inpres Desa Tertinggal, program Pembangunan

Prasarana Desa Tertinggal, program Pengembangan Kecamatan, program

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dan program Jaring Pengaman Sosial.

Upaya dan kebijakan pemerintah dalam penanggulangan

kemiskinan, khususnya di perkotaan, yang menyangkut tenaga kerja, akses pada

permodalan tanah dan sumber daya, akses atas pendidikan dasar dan pelayanan

kesehatan, dan lain-lain bagi masyarakat miskin perlu dilanjutkan, dibina dan

dikembangkan. Sehubungan dengan itu untuk mengatasi kemiskinan di pekotaan,

antara lain pertama-tama perlu pelaksanaan desentralisasi untuk memperbaiki

kepemerintahan yang pro- miskin, investasi dan pengeluaran pemerintah (pusat

dan daerah) tertentu yang terfokus pada pengentasan kemiskinan serta

penyediaan infrastruktur untuk peningkatan mobilitas, aksesibilitas dan

lingkungan bagi masyarakat. Selanjutnya perlu keberlanjutan jaringan pengaman

sosial bagi masyarakat khususnya yang termiskin, serta akses terhadap

penyediaan tanah dan perumahan bagi golongan miskin. Sejalan dengan itu

dalam rangka peningkatan produktivitas, produksi dan pendapatan mereka perlu

kelanjutan dan pengembangan pemberdayaan ekonomi mereka melalui akses

terhadap kredit dan permodalan serta peningkatan sumber daya manusia melalui

pendidikan, pelatihan dan kesehatan yang lebih baik dan terjangkau oleh

keluarga miskin tersebut.

Sehubungan dengan itu, segala upaya, kebijakan dan tindakan yang

dilakukan pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan, khususnya di

Page 23: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

23

perkotaan tersebut, haruslah bersifat menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan.

Penanggulangan kemiskinan itu pertama-tama harus meliputi seluruh masyarakat

miskin atas semua kelompok sasaran, semua sektor dan bidang kehidupan serta

pada seluruh wilayah tanah air. Bersifat terintegrasi berarti bahwa kebijakan dan

penanganannya pada setiap bidang dan sektor perekonomian tidaklah berdiri atau

berjalan sendiri-sendiri. Akan tetapi dilaksanakan dan dijalankan secara terpadu

antar depertemen/instansi terkait satu sama lainnya sehingga dapat dicapai hasil

yang optimal. Sedangkan dalam sifat berkelanjutan berarti upaya pengentasan

kemiskinan itu dilakukan terus menerus, baik terhadap kemiskinan yang masih

ada maupun terhadap masyarakat tertentu yang berpotensi miskin, seperti mereka

yang berada sedikit di atas garis kemiskinan. Sehingga kemiskinan tersebut dapat

diatasi secara mantap, merata dan berkesinambungan untuk masa-masa

mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Departemen Dalam Negeri, Pedoman Program Inpres Desa Tertinggal, Jakarta, 1993.

Badan Pusat Statistik, Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2000 (Seri: RBL 1.1), Jakarta 2000, dan tahun-tahun sebelumnya.

Badan Pusat Statistik, Profil Penduduk Indonesia Tahun 2000 (atau SP sebelumnya), Jakarta, 2002.

Badan Pusat Statistik, Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003, Jakarta, 2003.

Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2003, Jakarta 2004.

Biro Pusat Statistik, Kemiskinan dan Pemerataan Pendapatan di Indonesia 1976-1990, Jakarta, 1992.

Page 24: MASALAH DAN PENANGGULANGAN - bappenas.go.id filesektor industri dan jasa, sebagaimana dikemukakan dalam analisis teori Lewis maupun analisis perubahan struktural (Todaro, 2000). Dan

24

Gilbert, Alan dan Josef Gugler, Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga (terjemahan), PT Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1996.

Hart, Keith, “Informal Income Opportunities and Urban Employment in Ghana” dalam Ian Livingston (ed), Development Economies and Policy: Readings, George Allen & Unwin Ltd, London, 1981.

Hentschel, Yesco and Radha Seshagiri, “The City Poverty Assessment: An Introduction” dalam Mila Freire & Richard Stren (eds), The Challenge of Urban Development, WBI Development Studies, Washington DC, 2001.

Kementerian Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat (Tim Koordinasi Penyiapan Penyusunan Perumusan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan), Dokumen Interim Strategi Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta, 2002.

Remi, Subyatie Soemitro dan Priyono Tjiptoherijanto, Kemiskinan dan Kemerataan di Indonesia, Penerbit Reneka Cipta, Jakarta, 2002.

Todaro, Michael P., Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Terjemahan) Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2000.

World Bank (Urban Sector Development Unit, Infrastructure Development, East Asia and Pacific Region), Kota-kota Dalam Transisi: Tinjauan Sektor Perkotaan Pada Era Desentralisasi di Indonesia (terjemahan), Dissemination Paper No 7, June 30, 2003.

World Bank, World Development Report 2004: Making Service Work for Poor People, IBRD/ The World Bank, Washington DC, 2004.