Masalah Gizi Terkait Dgn Kebiasaan Makan

Embed Size (px)

Citation preview

E . Tinjauan Umum Tentang Status Gizi

Status gizi balita adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penanggulangan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih, (Almatzier, 2001).

Status gizi adalah suatu keadaan akibat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaannya atau, keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam struktur tubuh. Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan tubuh terhadap zat gizi dengan penggunaannya dalam tubuh, (Supariasa, 2001).

Status gizi merupakan gambaran tentang apa yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Keadaan gizi berupa gizi kurang dan gizi lebih. Apabila terjadi kekurangan salah satu zat gizi maka dapat menimbulkan gangguan berupa defesiensi penyakit, (Supariasa, 2002).

Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture, (Supariasa, 2002).

Keadaan gizi merupakan keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat gizi tersebut, atau keadaan fosiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh, (Supariasa, 2002).

Ketidak seimbangan antara zat gizi dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh manusia, keadaan tersebut disebut malnutrisi. Bentuk kelainan digolongkan menjadi 4 macam yaitu :

1. Undernutrition, yaitu kekurangan konsumsi pangan secara relatif dan absolute dalam waktu tertentu.

2. Spesifik depesiensi yaitu kekurangan zat gizi tertentu.

3. Overnutrition yaitu kelebihan konsmusi zat gizi dalam periode tertentu.

4. Imbalance, ketidak seimbangan karena disporsi zat gizi tertentu (Supariasa dkk, 2002).

Menurut Supariasa dkk (2002), ada beberapa cara yang dilakukan untuk menilai status gizi adalah :

1. Penilaian status gizi secara langsung

a. Antropometri

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan pengukuran beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia yaitu seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Kombinasi antara beberapa

parameter disebut indeks antropometri, beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu :

a) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh (tulang, otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Pengukuran ini lebih mudah dan lebih cepat dimengerti masyarakat umum, dan sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan.

b) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang manggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal, pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh berat badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Sifat indeks menggambarkan status gizi masa lampau.

c) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan dalam keadaan normal, perkembangan tinggi badan akan searah dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu, indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indicator yang baik untuk menilai status gizi saat kini. Keuntungan indeks BB/TB yaitu tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan gemuk, normal, dan kurus.

b. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sanagat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

c. Biokimia

Biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja, dan beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

d. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khusus jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

Tinjauan Umum Tentang Pola Makan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai suatu sistem, cara kerja atau usha untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Pola makan sehari merupakan pola makan seseorang yang behubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya, (Depdiknas, 2001).

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan di suatu daerah burubah-ubah sesuai dengan perubahan faktor atau kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua kelompok. Pertama adalah faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan pangan dalam kelompok ini termasuk faktor geografi, iklim, kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah, bahan pangan erat kaitannya dengan tinggi rendahnya persediaan di suatu daerah, (Almatsier, 2001).

Pola makan adalah Jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan makanan dalam pola pangan, disuatu negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari daerah setempat atau dari panagan yang telah ditanam ditempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang, (Suhadjo, 2003).

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu, (Kardjati, dalam Asmuliati 2005).

Pola makan adalah susunan makanan yang dikonsumsi sebagai cara seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia. Pola makan erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang, (Almatsier, 2001, dalam Dewi Sartika 2005).

Pola makan adalah susunan makanan yang dikonsumsi setiap hari untuk mencukupi kebutuhan tubuh, baik kuantitas maupun kualitasnya. Kualitas menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam susunan makanan sedangkan kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh, (Suhardjo, dalam Dewi Sartika, 2005).

Timbulnya masalah gizi disebabkan oleh pola makan yang salah disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka tentang pola makan gizi seimbang, (Rizal, dalam Hariani, 2005).

Pola makan yang baik selalu mengacu kepada gizi seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan dan seimbang. Tidak diragukan, terdapat enam unsur zat gizi yang harus terpenuhi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat, protein dan lemak merupakan zat gizi makro sebagai sumber energi, sedangkan vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro sebagai pengatur kelancaran metabolisme tubuh, (Muliarni, 2010).

Pola hidup yang sehat sangat terkait erat dengan pola makan yang sehat, untuk memiliki pola makan yang sehat, dibutuhkan pemahaman mendasar terkait dengan konsep kesehatan dan konsep makanan yang sehat, (Kusumah, 2007).

Segala yang berkaitan dengan pengaturan makanan (pola makan dan pengaturan jenis makanan beserta kandungan gizi suatu zat makanan) bertujuan untuk memenuhi keseimbangan zat dalam tubuh kita untuk mencapai kehidupan yang optimal, (Kusumah, 2007).

Pola makan harus sesuai dengan siklus pencernaan dan kemampuan fungsi pencernaan, pengaturan pola makan yang anda lakukan dapat di nilai tingkat keberhasilannya, salah satunya adalah dengan melakukan perbandingan nilai pada postur tubuh, (Kusumah, 2007).

Pola makan seringkali dikaitakan dengan pengobatan karena makan merupakan penentuan proses metabolisme pada tubuh kita. Pakar kesehatan selama ini menilai 2 bentuk pengobatan yaitu :

Pengobatan sebelum terjangkit, yang sering disebut pencegahan.

Pengobatan setelah terjangkit, (Kusumah, 2007).

Kebutuhan zat gizi tubuh hanya akan terpenuhi dengan pola makan yang bevariasi dan beragam, sebab tidak ada satupun asupan makanan yang mengandung makro dan mikronutrien secara lengkap. Oleh karena itu maka semakin beragam, semakin bervariasi dan semakin lengkap jenis makan yang kita peroleh maka semakin lengkaplah perolehan zat gizi untuk mewujudkan kesehatan yang optimal, (Muliarni, 2010).

Untuk mewujudkan pola makan gizi seimbang dan sehat ada lima karakteristik yang harus diperhatikan pada saat memilih makanan. Pertama, adekuat : makanan tersebut memberi zat gizi, fiber dan energi dalam jumlah yang cukup. Kedua, seimbang : makanan yang dipilih harus tidak berlebihan dalam satu zat gizi dan kurang dalam zat gizi lainnya. Ketiga, kontrol kalori : makanan tersebut tidak memberikan kalori yang berlebihan atau kurang, untuk mempertahankan berat badan ideal. Keempat, moderat (tidak berlebihan) : makan tidak berlebihan dalam hal lemak, garam, gula dan lainnya. Kelima, bervariasi : makanan yang dipilih berbeda dari hari ke hari (Hadju, 2001, dalam Hariani, 2004).

Susunan makanan terdiri dari karbohidrat, protein, sayuran, buah-buahan dan susu.Macam makanan yang termasuk karbohidrat karbohidrat, protein, sayuran, buah-buahan adalah sebagai berikut :

1. Karbohidrat : Nasi= 1 piring = 50 gram

Tepung Sagu= 8 sendok = 50 gram

Mie = 1 gelas = 50 gram

Roti = 1 iris= 20 gram

Biskuit= 1 buah = 10 gram

Singkong = 1 potong = 120 gram

Kentang = 1 biji = 105 gram

Ubi = 1 biji = 135 gram

2. Protein : Ikan = 1 potong = 50 gram

Ikan teri kering = 1 sendok = 50 gram

Ikan asin = 1 potong = 50 gram

Daging = 1 potong = 20 gram

Telur ayam = 1 butir = 10 gram

Telur bebek = 1 butir = 120 gram

Tahu = 1 potong = 105 gram

Tempe = 1 potong = 135 gram

3. Sayur-sayuran : bayam = gelas = 50 gram

kangkung = gelas = 50 gram

4. Buah-buahan : Pisang = 1 buah = 50 gram

Pepaya = 1 potong = 50 gram

5. Susu : 1 Gelas = 200 gram. (Sunita Almatsier, 2007).

2. Tinjauan Umum Tentang Kebiasaan Makan

Para ahli Antropologi berpendapat bahwa kebiasaan makan keluarga dan susunan hidangannya merupakan salah satu manifestasi kebudayaan keluarga tersebut yang disebut gaya hidup. Gaya hidup ini merupakan interaksi dari berbagai faktor sosial, budaya dan lingkungan hidup, (Sediaoetama, 2008).

Menurut kardjati (2001) kebiasaan makan adalah berhubungan dengan tindakan untuk mengkonsumsi pangan, dan berapa banyaknya, dengan mempertimbangkan dasar yang lebih terbuka dalam hubungannya dengan apa yang orang biasa makan.

Kebiasan makan merupakan cara individu atau kelompok memilih makanan yang akan dikonsumsi, dan kesemuanya dipengaruhi oleh gaya hidup dan perilaku kelurga, dan merupakan bagian dari budaya masyarakat, (Sediaoetama, 2008).

Perubahan pola kebiasaan hidup sebagai dampak perbaikan tingkat hidup, juga telah mendorong terjadinya perubahab pola kebiasaan makan. Pola kebiasaan makan sebelumnya hanya dua kali sehari akan berubah tiga kali sehari. Perubahan pola kebiasaan makan ini juga mendorong bertambahnya masukan zat gizi terutama energi, (Moehji, 2003).

Kebiasaan makan umumnya dibentuk dan dipertahankan karena hal itu merupakan prilaku yang efektif, praktis, dan bermakna dalam suatu budaya tertentu. Namun, masyarakat akan mengacu pada orang yang turut berpartisipasi dalam budaya tersebut, dan karakteristik orang itu akan selanjutnya mempengaruhi asupan makan, (Michael J, Gibney dkk, 2005).

Masalah gizi erat kaitannya dengan masalah kemiskinan, rendahnya derajat kesehatan dan tingkat pendidikan, rendahnya mutu lingkungan pemukiman dan masih adanya nilai-nilai budaya yang kurang mendukung kebiasaan makan yang sehat, (Soedarmo, 1995).

Mengembangkan kebiasaan makan, mempelajari cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu, dimulai dari permulaan hidupnya dan akan merupakan bagian prilaku yang berakar diantara kelompok penduduk. Dimulai sejak dilahirkan, untuk beberapa tahun makanan anak tergantung pada orang lain. Bersamaan dengan pangan yang disajikan dan diterima langsung atau tidak langsung anak menerima pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap, tingkah laku dan kebiasaan mereka yang berkaitan dengan pangan, (Suhadjo, 2003).

Gizi dapat ditinjau dari hasil interaksi antaraagent-host-envirotment, baik oleh individu maupun oleh masyarakat. Pada agent(gizi) adalah unsur-unsur makro berupa hidrat arang, protein, lemak, dan unsur mikro berupa vitamin, mineral dan air, sedangkan host(tubuh manusia) mencakup fisiologi, metabolisme, tingkat kebutuhan zat gizi danenvirotmentyaitu bahan makanan, kebiasaan makan, cara pengolahan, cara penyimpanan dan kebersihan dari makanan itu sendiri, (Supariasa, 2002).

Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

Pengetahauan sangat penting dalam memberikan wawasan terhadap sikap dan perbuatan manusia. Pengetahuan dapat juga disebut sebagai hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, (Notoatmodjo, 2005).

Menyusun dan menilai hidangan merupakan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan oleh semua orang, terutama mereka yang bertanggung jawab atas pengurusan dan penyediaan makanan, (Sediaoetama, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang sebagai berikut :

1.Knowledge(tahu)

Pada tingkat ini seseorang hanya mampu meningkatkan sesuatu dan garis besarnya saja tentang hal-hal yang dipelajarinya.

Comperehensif(memahami)

Pada tingkat ini seseorang telah mampu menggunakan apa yang telah dipelajarinya serta telah mampu mengubah bentuk dan menerangkan apa yang telah dipelajari.

Aplication(Aplikasi)

Pada tingkat ini seseorang telah mampu menggunakan apa yang telah dipelajarinya dari satu situasi yang lain.

Analysis(analisis)

Pada tingkat ini seseorang cenderung telah mampu menerangkan bagian-bagian yang menyusun bentuk pengetahuan tertentu dan menganalisa hubungan satu dengan yang lain.

Sintesis

Pada tingkat ini seseorang telah mampu menyusun kembali pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk semula kedalam bentuk lain.

Evaluation(evaluasi)

Pada tingkat ini seseorang telah dianggap paling tahu dalam menilai sesuatu.

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan. Untuk masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi, pertimbangan fisiologis lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan fisikis. Tetapi umumnya akan terjadi kompromi antara keduanya, sehingga akan menyediakan makanan yang lezat dan bergizi seimbang. Tinggi rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena mempengaruhi kemampuan ibu dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan bahan makanan, (Sediaoetama, 2008).

Semakin tinggi tingkat pengetahuan keluarga, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, (Sediaoetama, 2008).

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui sesudah melihat atau menyaksikan, mengalami atau diajar. Jadi pengetahuan adalah apa yang telah diketahui dan mampu diingat oleh setiap orang setelah melihat sejak ia lahir sampai dewasa. Hal ini merupakan tingkat terendah dari hasil belajar, (Poerwadarmita, dalam Hasriani, 2004).

Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi seseorang. Pengetahuan gizi dapat membantu seseorang untuk menggunakan pangan dengan baik. Namun demikian kesalahan konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah hal yang umum terjadi. Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kurangnya kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizi dan pangan dalam kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan gangguan gizi, (Suhardjo, dalam Boby Candra, 2008).

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang gizi kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum di jumpai setiap negara didunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Lain sebab yang penting dari ganguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari, (Suhadjo, 2003).

Menurut suhadjo (2003), suatu hal Yang meyakinkan tentang pentingnya gizi didasarkan pada tiga kenyataan :

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

4. Tinjauan Umum Tentang Pola Asuh

Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan keluarga terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan sosial, (Adisasmito Wiku, 2008).

Pola pengasuhan anak berupa sikap dan prilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makanan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan, status gizi, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan dalam pengasuhan anak dengan baik, (Adisasmito Wiku, 2008).

Mengasuh adalah aktivitas yang berkaitan dengan pemberian makanan, pemenuhan akan kebersihan dari pola pengasuhan anak, waktu tidur anak, waktu mandi dan makanan yang dikonsumsi, serta aktivitas yang berhubungan dengan faktor yang sangat penting berupa pemenuhan kebutuhan pangan agar kondisi kesehatan anak tidak memperihatinkan.

Pengasuhan anak dapat di defenisikan sebagai prilaku yang dipraktekkan oleh pengasuhan (ibu, bapak, nenek, pengasuh) dalam memberikan makan, pemeliharaan kesehatan memeberikan stimulasi, serta dukungan emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh kembang juga didalamnya tentang kasih sayang dan tanggung jawab orang tua, (Anwar, HM, 2008).

1. Tipe-tipe pola asuh orang tua kepada anaknya : (Sumitro, 2006).

a. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap anak, jadi apapun yang mau dilakukan anak diperbolehkan.Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik.

b. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku dimana orang tua akan membuat berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh anak tanpa mau tau perasaan anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya.

c. Pola asuh otoritatif

Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orang tua pada anaknya yang memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orang tua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orang tua kepada anaknya.

2. Cara mengasuh anak dengan baik

Baik ibu/ayah harus kompak memilih pola asuh yang akan diterapkan kepada anak. Jangan plin-plan dan berubah-ubah agar anak tidak bingung.Jadilah orang tua yang pantas diteladani anak dengan mencontohkan hal-hal positif dalam kehidupan sehari-hari.Sesuaikan pola asuh dengan situasi dan kondisi kemampuan dan kebutuhan anak. Pola asuh anak balita akan berbeda dengan pola asuh anak remaja.Kedisiplinan tetap harus diutamakan dalam membimbing anak sejak mulai kecil hingga dewasa agar anak tetap mandiri.

Suatu studi positive deviance mempelajari mengapa dari sebagian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang menderita gizi buruk, padahal orang tua mereka hanya petani miskin. Dari sudut ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang di asuh dengan ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, memanfaatkan posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan bepengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang bergizi buruk ternyata diasuh oleh neneknya atau pengasuh, (Adisasmito, 2008).

Faktor yang mempengaruhi buruknya keadaan gizi balitah adalah pola asuh yang kurang, komsumsi gizi yang tidak cukup, serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai, yang pada akhirnya berdampak pada kematian (Adisasmito, 2008).

Gizi kurang banyak menimpa anak balita sehingga golongan ini disebut golongan rawan. Masa peralihan antara saat mulai disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa atau merupakan masa gawat karena ibu atau pengasuh mengikuti kebiaaan yang keliru (Adisasmito, 2008).