Masalah Kesehatan Di Indonesia Dan Upaya Penanggulangannya

Embed Size (px)

Citation preview

MASALAH KESEHATAN DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

1. Penyakit Tropis Penyakit tropis merupakan masalah kesehatan yang sering muncul di Indonesia, disebabkan oleh virus, kuman, parasit, dan lain-lain. Macam-macam penyakit tropis antara lain : a. Virus AIDS Dengue Fever Hepatitis (A, B, C, D, E) Influenza Poliomyelitis Rotavirus Varicella Yellow Fever b. Kuman Cholera Difteria Leprosy Meningitis Pertusis Tetanus Tuberculosis Typhoid fever Leptospirosis

c. Parasit Ancylosstomiasis Ascariasis Trichuriasis Amubiasis Giardiasis Malaria

d. Lain-lain Sexsual Transmitted Disease (GO, Sifilis)

1

2. Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) Imunisasi adalah pemberian vaksin dengan tujuan agar dapat terlindung dari penyakit infeksi yakni penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Manfaat imunisasi untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan anak akibat Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I). Dahulu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah cacar. Sekarang dunia termasuk Indonesia sudah bebas dari penyakit cacar sebagai akibat keberhasilan program imunisasi. Saat ini ada tujuh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah TB, Difteri, Tetanus, Pertusis / Batuk Rejan, Polio, Campak, dan Hepatitis B. Dan yang akan segera dibebaskan adalah penyakit Polio.

No. 1 2

Jenis Imunisasi BCG POLIO

Untuk TBC Polio Difteri, Pertusis, Tetanus Hepatitis Campak Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B Difteri dan Tetanus Tetanus

Waktu Pemberian Bayi < 3 bulan 1-11 bulan Balita 2-11 bulan 0-11 bulan 9-11 bulan 2-11 bulan Kelas I SD/MI Kelas II, III SD/MI

Jumlah Pemberian 1 kali 4 kali

Cara Pemberian Suntik IC 2 tetes

3 4 5 6 7 8

DPT HEPATITIS B CAMPAK DPT / HB COMBO DT TT

3 kali 3 kali 1 kali 3 kali 1 kali 1 kali / 2 kali

Suntik 0,5 cc Suntik 0,5 cc Suntik 0,5 cc Suntik 0,5 cc Suntik 0,5 cc Suntik 0,5 cc

Tabel 1. Cara Pemberian Imunisasi

2

Tahapan menghilangkan penyakit : 1. Reduksi Menurunnya kasus penyakit infeksi sehingga tidak terjadi kejadian luar biasa 2. Eliminasi Menurunkan angka penyakit infeksi yaitu 1 per 10.000 konstanta (penduduk, kelahiran hidup) sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat 3. Eradikasi Hilangnya penyakit infeksi dari muka bumi. Cacar yang telah hilang dari muka bumi dan Polio yang akan direncanakan hilang pada tahun 2008. Polio dinyatakan hilang jika 3 tahun terakhir tidak terjadi kasus polio dan cakupan Acut Flacid Paralysis tercapai. Cakupan imunisasi Polio > 80 % Macam-macam penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, antara lain :

1. Penyakit Difteri Penyakit difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh corynaebacterium diptheriae. Bakteri gram negative, polimorf, tidak bergerak, tidak membentuk spora, mati dalam suhu 60C dalam 10 menit, dapat membentuk pseudomembran dan eksotoksin. Masa inkubasinya 1-4 hari. Tanda dan gejala penyakit difteri pada hari 1-3 : batuk pilek dengan panas ringan, sakit kalau menelan, leher sedikit membengkak, pada inspeksi, tenggorokan dilapisi dengan selaput yang keputih-putihan (pseudomembran) sukar diangkat dan mudah berdarah. Pada hari 4-6 : anak tampak sakit berat, leher membengkak, selaput putih yang tadinya putih menjadi kebiru-biruan, selaput meluas menutupi saluran napas sehingga sukar bernapas dan dapat menimbulkan kematian. Eksotoksin dapat mengenai jantung, syaraf perifer (kelumpuhan otot pernapasan, nekrosis pada hati dan ginjal). Diagnosis untuk penyakit difteri diperoleh dengan kultur mukosa tenggorokan. Penularannya lewat udara (droplet infection), benda / makanan yang terkontaminasi. Kematian oleh karena sumbatan membran pada larynx dan trachea, gagal jantung, gagal nafas dan bronchopneumonia. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi DPT, DT. Pengobatan penyakit difteri antara lain : Diphtheria Antitoxin (ADS) 20.000-100.000 Procaine penicillin G 600.000/12 jam sampai 10 hari Erythromycin 250-500mg/6 jam sampai 7 hari (Clindamycin dan Rifampicin)

3

2. Penyakit Pertusis Nama lain dari penyakit pertusis adalah Batuk Rejan, Batuk 100 hari, Whooping Cough, Tussis quinta. Disebabkan oleh bakteri Bordotella Pertussis. Masa inkubasinya 7 - 14 hari (maksimum 3 minggu). Tanda dan gejalanya sesuai dengan Stadium Penyakit : Stadium Catarrhalis (1-2 minggu) : batuk pilek terutama malam yang makin memberat (siang-malam) dengan hidung berair dan disertai panas, serak, dan anoreksia Stadium Spasmodik (2-4 minggu) : batuk tidak hilang walau minum obat, malam hari batuk bertambah hebat sampai terdengar whoop = tarikan nafas panjang dan dalam, batuk tidak dapat dihentikan sampai diakhiri muntah (kecuali umur 6 bulan kebawah) dengan sputum kental, terberak-berak, terkencing-kencing, timbul perdarahan pada selaput mata serta mata menjadi bengkak, epistaksis, berkeringat Stadium Konvalensi (2 minggu) : batuk dan muntah terus menerus lalu berkurang secara perlahan-lahan

3. Penyakit Tetanus Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani bakteri gram positif yang bersifat anaerobic, mengeluarkan eksotoksin berupa tetanospasmin yang membentuk spora. Cara penularannya lewat spora yang masuk melalui luka terbuka (tali pusat, otitis media, gigi, luka bakar, dll). Masa inkubasinya 3 28 hari (rata-rata 6 hari), jika > 7 hari penyakit lebih parah dan angka kematian tinggi. Tanda dan gejala penyakit Tetanus : Tetanus pada bayi (Tetanus Neonatorum) : Bayi mendadak tidak dapat menetek karena mulut sulit dibuka Mulut bayi mencucu seperti ikan Kaku seluruh tubuh dan kejang-kejang terutama bila terkena rangsangan cahaya, suara, dan sentuhan Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru yang dapat mengakibatkan bayi meninggal Tetanus pada anak : Timbul dari luka yang tercemar Clostridium Tetani Trismus (mulut kaku dan sukar dibuka) Ketegangan pada otot dinding perut Kejang tonik terutama bila ada rangsangan4

Risus sardonikus : alis terbalik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi Epistotonus : ekstremitas inferior dalam ekstensi, lengan kaku, tangan mengepal kuat

Pengobatan yang dilakukan pada penyakit tetanus : 1. Perawatan luka 2. ATS 20.000 /hari, sampai 2 hari, IM (lakukan skin test) 3. Anti kejang (meprobarnate, methocarbamol, clopromazine, phenobarbital) 4. Antibiotic : penicillin P 50.000/KgBB/hari, sampai 3 hari panas turun 5. Makanan cukup kalori dan protein 6. Isolasi 7. Oksigen dan nafas buatan bila perlu 8. Tracheostomy bila ada obstruksi jalan nafas Prognosa tergantung dari masa inkubasi, kecepatan perkembangan tanda dan gejala, keterlambatan pengobatan, dan umur penderita. Pencegahan pada Tetanus Neonatorum dengan pemberian imunisasi TT pada ibu hamil dan pelayanan ANC dan pertolongan 3 bersih. Pencegahan lain dengan pemberian imunisasi DPT pada bayi, DT pada anak, dan TT pada wanita usia subur (WUS). TT PADA WUS ANTIGEN TT1 TT2 TT3 TT4 TT5 4 Mg setelah TT1 6 Bln setelah TT2 1 Thn setelah TT3 1 Thn setelah TT4 3 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahun / SH INTERVAL LAMA PERLINDUNGAN

5

TT PADA ANAK SEKOLAH ANTIGEN T0 T1 T2 T3 T4 T5 ANTIGEN DPT 1 DPT 2 DPT 3 DT TT TT LAMA PERLINDUNGAN Bayi 0-11 bln Bayi 0-11 bln Bayi 0-11 bln SD/MI kls I SD/MI kls II SD/MI kls III

Tabel 2 dan 3. Perlindungan Seumur Hidup Imunisasi Penyakit Tetanus

4. Penyakit Polio Penyakit polio atau Poliomyelitis Anterior Akuta merupakan penyakit kelumpuhan dengan kerusakan motor neuron pada cornu anterior dari sumsum tulang belakang akibat infeksi virus poliomyelitis (RNA virus) yang menyerang semua umur, 50% - 70% menyerang Batita. Masa inkubasinya 3 - 6 hari, cara penularannya dengan fekal oral atau oral-oral. Tanda dan gejala penyakit polio : 1. Tanpa gejala klinik (72%) 2. Infeksi ringan (24%) : panas, lemas,malaise, pusing, mual, muntah, tenggorokan sakit 3. Abortive Poliomyelitis (4%), infeksi meningen, 2-10 hari membaik tanpa gejala 4. Aseptic meningitis (non paralytic poliomyelitis) 5. Paralytic poliomyelitis 6. Post Polio Syndrome Penegakkan diagnosa didasarkan dari : Pemeriksaan virologik Acute Flaccid Paralysis (AFP), setelah 60 hari ada Paralysis residual Pemeriksaan hantaran saraf dan elektromiografi (demyelinasi) MRI : kerusakan kornu anterior

Strategi imunisasi menghadapi KLB Polio : 1. Memutuskan Rantai Penularan Outbreak Responses Waktu : segera (dalam 72 jam)6

Lokasi Sasaran Vaksin

: desa lokasi KLB dan sekitarnya : seluruh < 5 tahun tanpa screening : OPV 1 dosis

Mopping up Waktu Lokasi Sasaran Vaksin : segera (1-2 bulan) : sebagian wilayah Indonesia : seluruh < 5 tahun tanpa screening : OPV 2 dosis, interval 1 bulan

2. Meningkatkan Kekebalan Kelompok Backlog Fighting Waktu Lokasi Sasaran Vaksin : mulai bulan Juni : desa resiko tinggi KLB PD3I (cakupan < 80%) : anak usia < 3 tahun : semua antigen, dengan screening sampai status imm lengkap

5. Penyakit Hepatitis Penyakit Hepatitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B jenis virus DNA, virus ini menyerang manusia dan simpanse. Masa inkubasinya 28-190 hari (rata-rata 60-110 hari) penularannya parenteral akan lebih cepat. Sumber penularannya berasal dari darah, air seni, tinja dan sekresi usus, air liur dan sekresi nasofaring, cairan semen, sekresi vagina, darah mens, air susu, keringat dan cairan tubuh lainnya. Cara penularannya melalui kulit (transfusi, hemodialisa, suntik, dan kulit yang luka), melalui selaput lendir : mulut, seksual, melalui perinatal (dalam uterus, sewaktu persalinan, pasca persalinan). Perjalanan penyakit dimulai dari gejala asimptomatik, subklinik, hepatitis akut sampai kronik, pengerasan hati sampai terjadi karsinoma hati primer. Tanda dan gejalanya : selera makan hilang, rasa tidak enak pada perut, mual sampai muntah, demam tinggi, nyeri dan bengkak pada perut sisi kanan atas, sclera mata Nampak kuning, air seni coklat seperti air teh. Pada orang dewasa sebagian besar sembuh, sebagian kecil (5% - 10%) akan menetap / menahun (Hepatitis Kronik). Pada Hepatitis Kronik manifestasi bisa tanpa keluhan / dengan keluhan / gejala ringan. Hasil Laboratorium menunjukkan peningkatan kadar SGOT / SGPT atau adanya HBsAg (+) dalam darah. Penyakit Hepatitis dapat dicegah dengan program Imunnisasi HB. Tujuan umum program ini adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena infeksi

7

virus HB. Tujuan khususnya memberikan imunisasi HB 3 dosis minimal 80% bayi 0 - 11 bulan. Pemeberian dosis I pada bayi 0 - 7 hari.

Umur 0 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 7 Bulan 9 Bulan HB3 Campak

Antigen HB1, BCG, Polio 1 HB2, DPT 1, Polio 2 DPT 2, Polio 3 DPT 3, Polio 4

Tabel 4. Jadwal Pemberian Imunisasi bagi Bayi yang Dilahirkan di RS

Umur 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 9 Bulan

Antigen BCG, Polio 1, DPT 1 HB 1, Polio 2, DPT 2 HB 2, Polio 3, DPT 3 HB 3, Polio 4, Campak

Tabel 5. Jadwal Pemberian Imunisasi bagi Bayi yang Datang di Posyandu / RS

6. Penyakit Campak Penyakit campak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus campak (golongan Paramyxoviridae). Perjalanan penyakit melalui secret hidung dan tenggorokan keluar melalui bersin, batuk, bernafas kemudian menular ke orang lain melalui saluran nafas. Masa inkubasinya 8 - 13 hari (rata-rata 10 hari). Manifestasi klinis sesuai dengan tahapan dari penyakit campak : Tahap Katarral (3-7 hari) : panas, lesu, batuk pilek, mata merah, pada akhir stadium ada koplik spot Tahap Erupsi : panas meningkat, timbul bercak kemerahan (rash) biasanya dimulai dari belakang telinga sampai ke muka kemudian ke seluruh tubuh, rash bertahan 4-6 hari, panas turun setelah timbul rash

8

-

Tahap Konvalensi : rash berkurang dalam beberapa hari dan meninggalkan bekas warna lebih tua (hiperpigmentasi) serta pengelupasan kulit (deskuamasi), suhu menurun menjadi normal kecuali ada komplikasi. Diagnosa banding untuk penyakit campak : Rubella (german measles), DHF, Varicella,

alergi obat, Miliaria (keringat buntet). Untuk mengurangi angka incidens penyakit campak dilakukan program Reduksi Campak. Tujuan program ini untuk mengurangi angka incidens penyakit (50/10.000) dan kematian (2/10.000). Dengan dilakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Sistem Kewaspadaan Dini Mengenali kasus campak, melaporkan jika ada kasus campak dalam 24 jam 2. Identifikasi potensial KLB Ada 3 kasus, mengelompok, cakupan < 90% Ada 3 kasus, mengelompok, cakupan < 90%, tapi meragukan (ada kantong cakupan rendah, mutu cold chain kurang, PP kurang) 3. Sweping Vit A dan Imunisasi Campak Vit A balita tidak sakit 1 dosis, sakit campak 2 dosis. Semua balita 6 bulan sampai dengan 5 tahun tanpa melihat status imunisasi campak, beberapa daerah dilakukan pada anak sekolah SD / MI 4. Penatalaksaan Kasus Paracetamol, Vit A, Kotrimoksasol, salep mata jika mata merah, Oralit jika diare

7. Penyakit Tuberculosis (TBC) Penyakit TBC masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, pada tahun 1993 WHO mencangkan kedaruratan global. Di Indonesia penyakit TBC penyebab kematian nomer 3 setelah CVA dan Saluran nafas dan nomer 1 dari penyakit infeksi. TBC menyerang usia produktif (75%), kelompok ekonomi lemah, pendidikan rendah. Perkiraan jumlah penderita BTA (+) : Tahun 1999 : 130/100.000 penduduk Tahun 2003 : 115/100.000 penduduk Tahun 2005 : 107/100.000 penduduk Penyakit TBC disebabkan mycobacterium tuberculosis, jenis batang tahan asam (BTA), mati dengan sinar matahari langsung, bertahan hidup di tempat gelap dan lembab, dalam jaringan tubuh kuman dapat dormant (tidur lama) beberapa tahun. Sumber penularan dari penderita BTA positif. Cara penularan dengan droplet (percikan dahak) dan masuk mulai pernafasan masuk ke paru-paru menyebar ke peredaran darah dan limfe menuju ke bagian9

tubuh lainnya. Resiko penularan sebagian besar yang terinfeksi tidak menjadi penderita TB, hanya 10% yang terinfeksi menjadi penderita. Perjalanan penyakit tanpa pengobatan 50% penederita akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri, 25% akan menjadi kasus kronis yang tetap menular. Timbul gejala umum batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu / lebih. Gejala lain dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari 1 bulan. Komplikasi yang muncul pada penyakit TBC : Hemoptisis berat(perdarahan saluran nafas bawah) Kolaps lobus akibat retraksi bronchial Bronkiektasis dan fibrosis Pneumotorak Penyebaran infeksi ke organ lain : otak, tulang, sendi, ginjal dsb Insufiensi kardio pulmoner Penentuan diagnosa pada penyakit TB dilakukan diagnosa utama dengan sputum SPS (sewaktu, pagi, sewaktu). Dan diagnosa pendukung dengan foto rontgen. Pada anak diagnosa dilakukan dengan sistem scoring :

Parameter Kontak dengan penderita TB

0 Tidak jelas

1 - Hanya laporan keluarga - Kontak dengan penderita BTA(-)

2

3 Kontak dengan penderita BTA (+) Positif ( 10 mm atau 5 mm pada keadaan imunosupresi)

Skor

Uji Tuberkulin

Berat badan (berdasarkan KMS)

Bawah garis merah atau riwayat BB turun atau tdk naik dlm 2 bln berturutturut

Klinis gizi buruk

10

Demam tanpa sebab jelas Batuk 1 cm, jumlah lebih dari 1, tidak nyeri

Ada pembengkakan

Sugestif / curiga Skor Total

Tabel 6. Diagnosis TB Anak dengan Sistem Skoring Penilaian untuk table diatas dengan skor maksimal 13, di diagnosis TB bila jumlah skor 5, pasien yang mendapat skor 4, dengan usia balita atau ada kecurigaan TB yang kuat, rujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut. Profilaksis INH diberikan bila anak yang kontak dengan pasien TB dewasa sputum BTA (+), namun evaluasi dengan sistem skoring nilainya 4. Penyakit TB di klasifikasikan menjadi 2 jenis : 1. TB Paru : a. TB Paru BTA (+) 2 dari 3 SPS BTA (+) 1 dari 3 SPS BTA (+) dan Rontgen dada (+)

b. TB Paru BTA (-) 3 SPS BTA (-) dan Rontgen dada (+) Rontgen dada (+) Ringan Rontgen dada (+) Berat : Far Advanced & Milier 2. TB Ekstra Paru a. TB Ekstra Paru Ringan TB kelenjar limfe, Pleuritis Eksudativa Unilateral TB, TB tulang, TB sendi, TB kelenjar adrenal b. TB Ekstra Paru Berat11

Meningitis, Milier, Perikarditis, Peritonitis Eksudativa duplek, TB Tulang belakang, TB Usus, TB saluran kencing dan alat kelamin Tipe-tipe pada kasus TB : 1. Kasus Baru Belum pernah berobat / minum OAT < 1 bulan 2. Relaps / kambuh Pernah sembuh kemudian berobat lagi dengan BTA (+) 3. Pindahan 4. Kasus Berobat Setelah Lalai / DO Putus Obat Putus berobat / DO 2 bulan dengan BTA (+) 5. Gagal BTA tetap (+) pada akhir bulan ke 5 / lebih BTA (-), Ro (+) pada akhir bulan 2 BTA (+)

6. Lain-lain Kasus kronis : BTA (+) tetap setelah pengobatan ulang dengan kategori 2

Obat-obatan yang diberikan untuk penderita TB : Isoniazid (H) : bakterisid, membunuh 90%, dosis harian 5 mg/KgBB, dosis lanjutan 10 mg/KgBB Rifampicine (R) : bakterisid, membunuh semi dormant (persister) yang tidak dapat dibunuh H, dosis 3 kali seminggu 10 mg/KgBB Pirazinamide (Z) : bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam, dosis harian 25 mg/KgBB, dosis lanjutan 3/seminggu 35 mg/KgBB Streptomycine (S) : bakterisid, dosis harian 15 mg/KgBB, dosis lanjutan 3/minggu dosis sama, umur < 60 thn 0,75 gr/hari, > 60 tahun 0,30 gr/hr Etambutol (E) : bakteriostatik, dosis harian 15 mg/KgBB, dosis lanjutan 3 kali/mg 30 mg/KgBB Prinsip pengobatan dengan 2 tahapan ; tahap intensif (obat setiap hari, selama 2-4 bulan), tahap lanjutan (jangka waktu lebih lama, jenis obat lebih sedikit)

12

Tahap Intensif Berat Badan Tiap hari selama 2 bulan (8 minggu) 30 37 kg 38 54 kg 55 70 kg 2 tablet 4 FDC (2x56=4 blist) 3 tablet 4 FDC (3x56=6 blist) 4 tablet 4 FDC (4x56=8 blist) 5 tablet 4 FDC (5x56=10 blist)

Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 4 bulan (16 minggu) 2 tablet 2 FDC (2x48=96 tab=3 blist+12 tab) 3 tablet 2 FDC (3x48=144 tab=5 blist+4 tab) 4 tablet 2 FDC (4x48=192 tab=6 blist+24 tab) 5 tablet 2 FDC (5x48=240 tab=8 blist+16 tab)

>70 kg

Tabel 7. Dosis Pengobatan Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)

Tahap Intensif Berat Badan Selama 3 bulan Setiap hari selama 2 bln (8 minggu) 2 tablet 4 FDC+500mg 30 37 kg strept inj (2x56=4 blist+56 vial) 3 tablet 4 FDC+750mg 38 54 kg strept inj (3x56=6 blist+56 vial) 4 tablet 4 FDC+1gr 55 70 kg strept inj (4x56=8blist+56 vial) 5 tablet 4 FDC+1gr >70 kg strept inj (5x56=10blist+56 vial) 5 tab 4FDC (5x1x28=5 blist) 4 tab 4 FDC (4x1x28=4 blist) 3 tab 4FDC (3x1x28=3 blist) Setiap hari selama 1 bln (4 minggu) 2 tab 4FDC (2x1x28=2 blist)

Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 5 bulan (20 minggu) 2 tablet 2 FDC (2x60=120 tab)+2 tab E (2x5x12=120 tab=4 blist+8 tab) 3 tablet 2 FDC (3x60=180 tab)+3 tab E (3x5x12=180 tab=6 blist+12 tab) 4 tablet 2 FDC (4x60=240 tab)+4 tab E (4x5x12=240 tab =8 blist+16 tab) 5 tablet 2 FDC (5x60=300 tab)+5 tab E (5x5x12=300 tab = 10 blist+20 tab)

Tabel 8. Dosis Pemberian Kategori 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)

13

Jenis pengobatan untuk penderita TB disesuaikan dengan kategori : Kategori 1 Penderita baru TB paru BTA (+) Penderita baru TB paru BTA (-), Ro (+) berat Penderita baru TB ekstra paru berat

Kategori 2 Penderita kambuh (relaps) Penderita gagal Penederita dengan pengobatan setelah lalai

Kategori 3 Penderita baru TB paru BTA (-), Ro (+) ringan Penderita baru TB ekstra paru ringan

Sisipan Akhir tahap intensif, K1 / K2 BTA tetap (+)

Dalam memberikan obat TB untuk anak-anak ada aturan jenis dan dosis obat TB untuk anak, berikut jenis dan dosis obat TB anak : No. 1 2 3 Jenis Obat Isoniasid Rifampicin Pirasinamid BB < 10 kg 50 mg 75 mg 150 mg BB 10-20 kg 100 mg 150 mg 300 mg BB 20-33 kg 200 mg 300 mg 600 mg

-

Penderita kurang dari 5 kg di rujuk Pengobatan pencegahan (serumah dengan penderita BTA + tapi tidak ada gejala : INH 5 mg/KgBB/hari selama 6 bulan)

Untuk wanita hamil tidak diberikan Streptomisin oleh karena mengganggu pendengaran dan keseimbangan menetap pada bayi. Untuk ibu menyusui dan bayinya aman, untuk ibu yang menggunakan alat kontrasepsi Rifampicin menurunkan keefektifitasan kontrasepsi hormonal. Untuk penderita gangguan ginjal Streptomisin dan Etambutol dihentikan karena di ekskresi dalam ginjal. Untuk penderita DM jenis Rifampisin dapat mengurangi efektifitas OAD dan Etambutol komplikasi pada mata. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan khusus : meningitis, TB Miliar, TB pleuritis dsb. Indikasi operasi bila : TB batuk darah yang tidak dapat diatasi dengan konservatif Fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi dengan konservatif14

-

TB dengan komplikasi missal : TB tulang dengan gangguan neurologis

Efek samping ringan OAT : Efek Samping Tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit perut Nyeri sendi Kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki Warna kemerahan pada air seni Penyebab Rifampisin Pirasinamid INH Penanganan Obat diminum malam sebelum tidur Beri aspirin Beri vitamin B6 (piridoxin) 100 mg per hari Tidak perlu diberi apa-apa, tapi Rifampisin perlu penjelasan kepada penderita

Efek samping berat OAT : Efek Samping Gatal dan kemerahan di kulit Tuli Ganggguan keseimbangan Ikterus tanpa penyebab lain Binggung dan muntahmuntah (permulaan ikterus karena obat) Gangguan pengelihatan Purpura dan renjatan (syok) Penyebab Semua OAT Streptomisin Streptomisin Hampir semua OAT Hampir semua OAT Etambutol Rifampisin Penanganan Antihistamin, kortikosteroid, drug challenging Hentikan ganti Etambutol Hentikan ganti Etambutol Hentikan sampai ikterus hilang

Hentikan, segera lakukan test fungsi hati Hentikan Hentikan

Dalam pemberian obat harus ada Pengawas Menelan Obat (PMO) yang bertujuan untuk menjamin keteraturan pengobatan sebaiknya yang menjadi PMO adalah petugas kesehatan, kader lainnya, guru, PKK, tokoh masyarakat, dan anggota keluarga. Syarat menjadi PMO : Seorang yang dikenal, dipercaya, disetujui, disegani, dihormati, disetujui petugas dan penderita Tinggal dekat dengan penderita, bersedia membantu secara sukarela, bersedia dilatih / mendapat penyuluhan15

Tugas dari PMO : Mengawasi penderita agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan Memberi dorongan agar mau berobat teratur Mengingatkan untuk memeriksa ulang dahak Member penyuluhan kepada anggota keluarga yang punya gejala TB untuk memeriksakan kesehatan

3. Penyakit Diare Penyakit diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja, yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Jenis diare : Diare akut : diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari) berakibat dehidrasi yang mengakibatkan kematian Disentri : diare yang disertai darah dalam tinjanya berakibat anoreksia, penurunan BB cepat, komplikasi pada mukosa Diare persisten : diare yang berlangsung > 14 hari secara terus menerus berakibat penurunan BB dan gangguan metabolism Diare dengan masalah lain : diare dengan penyakit lain seperti demam, gangguan gizi Kuman menyebar melalui fecal oral : makanan atau minuman, kontak langsung dengan tinja. Perilaku yang dapat meningkatkan resiko diare : 1. Tidak member ASI penuh 4-6 bulan 2. Menggunakan botol susu 3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar 4. Menggunakan air minum yang tercemar 5. Tidak mencuci tangan sesudah BAB atau sebelum makan 6. Tidak membuang tinja dengan benar Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare : a. Tidak memberi ASI sampai 2 tahun b. Kurang gizi c. Campak d. Imunodefisiensi e. Proporsional 55% diare pada balita Faktor lingkungan dan perilaku, faktor sanitasi air bersih dan pembuangan tinja, dan berinteraksi langsung dengan perilaku juga merupakan meningkatnya kerentanan terhadap16

penyakit diare. Cara penanggulangan penyakit diare dengan dilakukan tindakan sebagai berikut : 1. Kebijakan Operasional Mengadopsi dan melaksanakan tatalaksana penderita yang tepat dan benar sesuai standar Mengupayakan dilakasanakannya tatalaksana penderita diare rumah tangga secara benar Mengupayakan pencegahan yang efektif melalui KIE secara LP, LS, dan PSM Manajemen pengadaan dan distribusi oralit sampai ke desa (kader) Penyebarluasan pesan batu tatalaksana pencegahan dan upaya pencegahan Meningkatkan manajemen pengelola program Menyebarluaskan dan melaksanakan SKD

2. Kebijakan Teknis Tatalaksana penderita di rumah o Pemberian cairan rumah tangga : kuah, kuah sayur, air tajin, LGG, oralit jika ada o Berikan makanan lunak, tidak merangsang, dan makanan ekstra sesudah diare o Membawa ke sarana kesehatan bila 3 hari tidak membaik atau jika berak cair berkali-kali, muntah berulang-ulang, rasa haus nyata, makan dan minum sedikit, demam, tinja berdarah Tatalaksana penderita di Sarana Kesehatan o Rehidrasi oral dengan oralit o Pemberian cairan IV dengan RL untuk dehidrasi berat dan tidak bisa minum o Penggunaan antibiotic secara rasional o Nasehat untuk meneruskan pemberian makanan, rujukan dan pencegahan Penanggulangan KLB o Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD o Penemuan kasus secara aktif o Pembentukan Pusat Rehidrasi dan Tim Gerak Cepat (TGC) o Penyediaan logistic saat KLB o Penyelidikan terjadinya KLB o Pemutusan rantai penularan penyebab KLB Pencegahan penyakit o Meningkatkan pemberian ASI17

o Menggunakan pemberian MP-ASI o Menggunakan air bersih yang cukup o Mencuci tangan dengan sabun o Menggunakan jamban yang benar o Membuang tinja bayi dan anak-anak di jamban o Imunisasi campak Prinsip tata laksana penderita diare : a. Mencegah terjadinya dehidrasi b. Mengobati dehidrasi c. Member makanan d. Mengobati masalah lain Diare dengan masalah lain : Disentri berat Diare persisten Kurang energi protein (KEP) berat Diare dengan penyakit penyerta : ISPA SSP Infeksi Saluran Kemih Infeksi Sistemik Lain (sepsis, campak, dll) Kurang gizi (KEP berat, Kurang Vit A, dll) Lain-lain : penyakit jantung berat / gagal jantung, penyakit ginjal / gagal ginjal

Pencegahan diare : 1. Memberikan ASI 2. Memperbaiki makanan pendamping ASI 3. Menggunakan air bersih yang cukup 4. Mencuci tangan 5. Menggunakan jamban 6. Membuang tinja bayi yang benar 7. Memberikan imunisasi campak

18

4. Penyakit Kusta Penyakit kusta adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae, kuman berbentuk batang, bersifat tahan asam (BTA), masa tunasnya 2 -5 tahun. Cara penularan pasti belum diketahui tapi dapat ditularkan melalui : saluran pernafasan atas, kulit yang tidak utuh, dan kontak erat dalam waktu yang lama. Faktor yang mempengaruhi penularan : faktor sumber penularan, faktor kuman kusta, dan faktor daya tahan tubuh. Diagnosa ditegakkan dengan Cardinal Sign : macula hypopigmentasi (kemerahan dengan mati rasa yang jelas), penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi, ditemukan BTA dalam korekan jaringan kulit ( BTA + ). Dinyatakan positif apabila ditemukan minimal satu tanda. Bila ragu-ragu diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai diagnosis ditegakkan kusta atau penyakit lain. Klasifikasi penyakit kusta : Tanda Type Macula Kerusakan Saraf BTA PB 15 1 Negatif MB >5 >1 Positif

Tujuan pengobatan penyakit kusta adalah memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penderita kusta, dan mencegah kecatatan baru atau menjadi lebih berat. Obat-obat yang dipakai dalam program sesuai dengan rekomendasi WHO adalah : Rifampisin sifatnya bacteriosid, Lamprene (Clofazimine / B663) sifatnya bacterostatik, DDS (Dapson) sifatnya bacteriostatik. Pengobatan penyakit kusta didasarkan pada type penyakit kusta : 1. Type PB (Lesi 2 - 5) Rifampisin 600 mg/bulan didepan petugas DDS 100 mg/hari dirumah 6 dosis maksimal dalam 9 bulan Setelah 6 dosis dinyatakan RFT

2. Type MB Rifampisin 600 mg/bulan Lamprene 300 mg/bulan Lamprene 50 mg/hari

19

DDS 100 mg/hari 12 dosis, maksimal dalam 18 bulan

Efek samping yang ditimbulkan dari MDT : Obat Rifampisin Lamprene DDS Efek Samping Urine, tinja, keringat merah Kulit hitam Gatal, kemerahan kulit, dan mengelupas Tindak Lanjut MDT terus MDT terus Stop DDS

Pada penyakit kusta terdapat reaksi kusta yaitu suatu episode perjalanan penyakit kusta, reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat merugikan pasien. Terjadi sebelum, selama atau sesudah pengobatan. Faktor pencetus terjadinya reaksi kusta : Penderita dalam keadaan lemah Kehamilan, pasca melahirkan Sesudah mendapat imunisasi Infeksi penyerta (caries gigi, kecacingan, malaria dll) Stress

Jenis reaksi kusta : 1. Reaksi tipe 1 : reaksi reversal : reaksi Up Grading : reaksi borderline yaitu meningkatnya respon imun seluler yang hebat secara tiba-tiba 2. Reaksi tipe 2 : reaksi ENL (Erythema Nodosum Leprosum) yaitu peningkatan respon imun humoral (reaksi antigen-antibodi)

No. 1

Gejala / Tanda KU

Reaksi Tipe 1 Baik, demam ringan / tanpa demam Bercak meradang / merah Nyeri tekan / gangguan fungsi saraf Hampir tidak ada

Reaksi Tipe 2 Ringan berat, kelemahan umum, demam tinggi Nodul kemerahan, lunak nyeri tekan pecah Dapat terjadi Mata, kel getah bening, sendi, ginjal, testis20

2

Peradangan di kulit

3

Saraf Peradangan pada organ lain

4

5 6 7

Waktu timbulnya Tipe kusta Faktor pencetus

Biasa segera setelah pengobatan PB dan MB

Setelah pengobatan yang lama (> 6 minggu) MB

Emosi, kelelahan, stress fisik, kehamilan, peny infeksi lain, pasca persalinan, obat yang meningkatkan kekebalan tubuh

Tabel 9. Perbedaan Reaksi Tipe 1 dan Tipe 2

Prinsip pengobatan reaksi kusta dilakukan dengan : 1. Imobilitas / istirahat 2. Symptomatic : analgetik, antianxietas 3. MDT terus 4. Cari faktor pencetus 5. Reaksi berat (tipe 1 dan tipe 2) berikan prednisone 6. Reaksi tipe 2 berat berulang obati dengan prednisone dan lamprene Kontra indikasi pemberian Prednison : Hamil Gondok Kencing manis Darah tinggi Maag bleeding Kelainan endokrin

Macam-macam reaksi kusta : 1. Tipe 1 : muncul bercak merah, bengkak, panas dan sakit, timbul bercak baru 2. Tipe 2 : timbul nodul merah, sakit pada lengan dan kaki Pengobatan Reaksi Kusta : Tipe Reaksi I Ringan I Berat II Ringan II Berat Gejala Bercak merah, bengkak dan sakit Tambah kelainan saraf tepi Suhu < 38, ada nodul Suhu > 38, kelainan saraf, nodul banyak Pengobatan Pamol, aspirin, penylbutason Prednisone sesuai skema Aspirin, istirahat, penilbutason Prednisone sesuai skema

21

Pemberantasan penyakit kusta dilakukan dengan gerakan eliminasi kusta dengan membuat strategi sebagai berikut : 1. Capacity Building (Penguatan SDM) diberbagai tingkatan : a. Masyarakat : mengenal penyakit kusta b. Puskesmas : Mampu mendeteksi penyakit secara dini Mampu mengobati Mampu mencegah kecacatan

2. Model Buliding (Pengembangan Pola Kegiatan) a. Gerakan Destigmatisasi terhadap kusta : Penyuluhan pada tokoh masyarakat Penyuluhan pada kader pondok pesantren Pelatihan pada guru UKS

b. Penemuan penderita sedini mungkin : Masyarakat mengantar penderita ke fasilitas kesehatan masyarakat Gerakan bersama antara petugas dan masyarakat mencari penderita

c. Penanganan penderita oleh petugas puskesmas Pengobatan Pembinaan penderita Pencegahan kecacatan

d. Rehabilitasi Rehabilitasi medis Rehabilitasi sosial

e. Pengembangan jejaring kerja (Networking) Penatalaksanaan program Penatalaksanaan kasus

f. Pengembangan model spesifik 3. Strategi untuk Daerah Prevalensi Tinggi a. Penemuan pasif, deteksi kasus di semua puskesmas b. Penemuan aktif Pemeriksaan kontak Survey anak sekolah, dll

c. Penyuluhan kesehatan melalui pemberdayaan petugas22

Upaya pemberantasan penyakit kusta : 1. Pencarian Penderita Penemuan penderita secara dini dengan cara : Rapid Village Survey Pemeriksaan Kontak Pemeriksaan Anak Sekolah

Pengobatan : Pemberian obat MDT sesuai dengan tipe kusta Pengobatan penderita reaksi kusta Pengawasan minum obat oleh keluarga

2. Pencegahan Kecacatan Dilakukan dengan POD (Prevention Of Disability) : Pemeriksaan penderita setiap bulan Penemuan reaksi sedini mungkin Pengobatan reaksi Fisioterapi di puskesmas Merujuk penderita ke rumah sakit bila perlu

3. Rehabilitasi Rehabilitasi Medik Bekerja sama dengan RS Kusta Sumberglagah Mojokerto Rehabilitasi Sosial Oleh Kantor Kesejahteraan Sosial dan oleh Yayasan Kusta Indonesia 4. Penyuluhan Advokasi kepada Lintas Sektor, Camat, PKK Pelatihan Guru UKS Penyuluhan kepada tokoh masyarakat Penyuluhan kepada masyarakat Penyuluhan kepada keluarga penderita Penyuluhan kepada penderita kusta

23