35
BAB I PENDAHULUAN Trakoma merupakan infeksi mata yang dapat mengakibatkan kebutaan, setelah terjadinya infeksi berulang. Merupakan penyakit penyebab kebutaan di dunia yang dapat dicegah dan mengenai masyarakat yang tinggal di pemukiman padat penduduk dengan akses terhadap air dan pelayanan kesehatan yang terbatas. Trakoma menyebar dengan mudah antar individu, dan biasanya berada dalam satu keluarga. Kebutaan yang disebabkan oleh trakoma tidak berlangsung secara mendadak, tetapi diawali oleh infeksi yang terjadi saat masa kanak-kanak dan berkembang sampai dewasa. (1) Trakoma adalah suatu penyakit tertua yang terkenal di dunia sejak dahulu. Penyakit ini dikenal sebagai penyebab trikiasis sejak abad ke 27SM dan mengenai semua ras. Dengan 400 juta penduduk dunia yang terkena, penyakit ini menjadi salah satu penyakit kronik yang paling banyak dijumpai. Trakoma merupakan penyakit yang ada di seluruh dunia, dan sering kali mengenai kalangan ekonomi rendah. Secara global hamier 8 juta penderita mengalami keterbatasan visual akibat trakoma, 500 juta dalam risiko kebutaan dari penyakit ini yang berada pada sekitar 57 negara endemik. (2) Trakoma yang membutakan terdapat pada banyak daerah di Afrika, beberapa daerah di Asia, diantaranya suku aborigin di Australia, dan di brazil utara. Masyarakat dengan trakoma yang lebih ringan dan tidak dapat 1

mata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

trachoma

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Trakoma merupakan infeksi mata yang dapat mengakibatkan kebutaan, setelah terjadinya infeksi berulang. Merupakan penyakit penyebab kebutaan di dunia yang dapat dicegah dan mengenai masyarakat yang tinggal di pemukiman padat penduduk dengan akses terhadap air dan pelayanan kesehatan yang terbatas. Trakoma menyebar dengan mudah antar individu, dan biasanya berada dalam satu keluarga. Kebutaan yang disebabkan oleh trakoma tidak berlangsung secara mendadak, tetapi diawali oleh infeksi yang terjadi saat masa kanak-kanak dan berkembang sampai dewasa.(1)

Trakoma adalah suatu penyakit tertua yang terkenal di dunia sejak dahulu. Penyakit ini dikenal sebagai penyebab trikiasis sejak abad ke 27SM dan mengenai semua ras. Dengan 400 juta penduduk dunia yang terkena, penyakit ini menjadi salah satu penyakit kronik yang paling banyak dijumpai.

Trakoma merupakan penyakit yang ada di seluruh dunia, dan sering kali mengenai kalangan ekonomi rendah. Secara global hamier 8 juta penderita mengalami keterbatasan visual akibat trakoma, 500 juta dalam risiko kebutaan dari penyakit ini yang berada pada sekitar 57 negara endemik.(2) Trakoma yang membutakan terdapat pada banyak daerah di Afrika, beberapa daerah di Asia, diantaranya suku aborigin di Australia, dan di brazil utara. Masyarakat dengan trakoma yang lebih ringan dan tidak dapat membutakan terdapat di daerah-daerah yang sama, dan beberapa daerah Amerika Latin serta Kepulauan Pasifik.

Jumlah penderita yang tinggal di daerah endemik trakoma diperkirakan telah berkurang dari 314 juta ditahun 2011, menjadi 229 juta ditahun 2013 yang didapatkan dari data WHO. Estimasi populasi berisiko pada tahun 2014 sekitar 232 juta orang. Lebih dari 80% penderita trakoma aktif memerlukan penanganan yang segera.(3)

Pencegahan trakoma berkaitan dengan kebutaan membutuhkan banyak intervensi. WHO menerapkan strategi surgery, antibiotics, facial cleanliness, dan environmental improvement (SAFE) untuk mengontrol trakoma.(1-3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak. Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea memiliki kelengkungan yang lebih tajam, sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan, yaitu sklera, jaringan uvea, dan retina.(4,5)

Gambar 1 dan 2. Tampak Luar Mata dan Potongan Sagital Kelopak Mata

Struktur lain dari bola mata terdiri dari(5):

Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan relatif kuat. Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata.

Jaringan uvea: merupakan jaringan vaskular yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa (perdarahan suprakoroid).

Retina: merupakan lapisan yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapisan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.

Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar sklera.

Konjungtiva yang membungkus bagian posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris). Konjuntiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.(6)

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. (6)

(Gambar 3. Potongan sagital bola mata)Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superficial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membrane mukosa.(6)

Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. (4)

Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA. (4)

Menurut Kanski pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar yaitu :

1) Penghasil musin

a) Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah inferonasal.

b) Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.

c) Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.

2) Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.

Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan merupakan medium yang baik. (4)

Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah yang tembus cahaya, merupakan pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya. Merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata depan dan secara histologis terdiri dari epitel, membran bowman, stroma, membran descement, dan endotel.

Gambar 4. Histologi kornea (7)

Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.

Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan di depan lensa. Iris memiliki kemampuan mengatur secara otomatis masuknya cahaya ke dalam bola mata dengan cara merubah ukuran pupil. Badan siliar merupakan susunan otot yang melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus.

Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.

Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari retina ke otak.

Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.

Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina (mengisi segmen posterior mata).

Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:

1. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus yang merupakan sumber energi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian (bilik anterior : mulai dari kornea sampai iris, dan bilik posterior : mulai dari iris sampai lensa). Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik posterior, lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari bola mata melalui saluran yang terletak ujung iris.(5)

2. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina, berisi humor vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.(5)

Apparatus Lakrimalis

Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandula lakrimalis aksesori, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.

Glandula lakrimalis terdiri atas struktur berikut ini :

1. Bagian orbita berbentuk kenari yang terletak di dalam fossa lakrimalis di segmen temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis dari muskulus levator palpebrae.

2. Bagian palpebra yang terletak lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal dari forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimalis, yang bermuara melalui kira-kira sepuluh lubang kecil, menghubungkan bagian orbital dan palpebral glandula lakrimlis degan forniks konjungtiva superior. Pembuangan bagian palpebra dari kelenjar memutuskan semua saluran penghubung dan dengan demikian mencegah kelenjar itu bersekresi.

(Gambar 5. Anatomi Sistem Lakrimalis)

Glandula lakrimalis aksesori (glandula Krause dan Wolfring) terletak di dalam substansia propria di konjungtiva palpebra.

Air mata mengalir dari lacuna lakrimalis melalui punktum superior dan inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak di dalam fossa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakus dan bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal, lateral terhadap turbinatum inferior. Air mata diarahkan ke dalam punktum oleh isapan kapiler dan gaya berat dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan kerja memompa dari otot Horner, yang merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di belakang sakus lakrimalis, semua cenderung meneruskan aliran air mata ke bawah melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung.(6)

Gambar 6. Sistem Ekskresi Lakrimalis

Otot, Saraf, dan Pembuluh Darah Mata

Mata mempunyai otot, saraf serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya, yaitu:

Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak

Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata

Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot pada tulang orbita.

Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.(5)

Otot-otot Penggerak Bola Mata

Kelopak mata tertutup jika otot orbicularis oculi berkontraksi dan otot levator palpebra berelaksasi. Kelopak mata terbuka jika otot levator palpebra yang dipersarafi oleh N. III berkontraksi sehingga mengangkat kelopak mata atas.

Bola mata digerakkan oleh M. Obliquus superior yang dipersarafi oleh N. IV untuk melihat ke bawah dan lateral; M. Obliquus inferior yang dipersarafi oleh N. III untuk melihat ke atas dan lateral; M. Rectus medial yang dipersarafi oleh N.III untuk melihat ke arah medial; M. Rectus lateralis yang dipersarafi N. VI untuk melihat kearah lateral; M. Rectus superior yang dipersarafi oleh N.III untuk melihat ke atas dan medial; M. Rectus inferior yang dipersarafi N.III untuk melihat kebawah dan medial.(4)

Gambar7. Otot-otot penggerak bola mata

2.2 Trakoma

2.2.1 Definisi

Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh Chlamydia trakomatis.

2.2.2 Epidemiologi

Penyakit ini dapat mengenai segala umur tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena adalah di Semenanjung Balkan. Ras yang banyak ditemukan pada ras Yahudi, penduduk asli Australia dan Indian Amerika atau daerah dengan ekomomi rendah dan hygiene yang kurang.(5)

Sekitar 1.2 juta orang mengalami kebutaan akibat trakoma. Penyakit ini kebanyakan terjadi pada anak-anak usia pra-sekolah usia 3-5tahun, baik laki-laki ataupun perempuan.(7)

Jumlah penderita yang tinggal di daerah endemik trakoma diperkirakan telah berkurang dari 314 juta ditahun 2011, menjadi 229 juta ditahun 2013 yang didapatkan dari data WHO. Estimasi populasi berisiko pada tahun 2014 sekitar 232 juta orang. Lebih dari 80% penderita trakoma aktif memerlukan penanganan yang segera.(3)

2.2.3 Etiologi

Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trakomatis serotipe A, B, Ba dan C. Masing- masing serotipe ditemukan di tempat dan komunitas yang berbeda beda.(8,9)

Chlamydia adalah gram negatif, yang berbiak intraseluler. Spesies C trakomatis menyebabkan trakoma dan infeksi kelamin (serotipe D-K) dan limfogranuloma venerum ( serotipe L1-L3). Serotipe D-K biasanya menyebabkan konjungtivitis folikular kronis yang secara klinis sulit dibedakan dengan trakoma, termasuk konjungtivitis folikular dengan pannus, dan konjungtiva scar.(9) Namun, serotipe genital ini tidak memiliki siklus transmisi yang stabil dalam komunitas. Karena itu, tidak terlibat dalam penyebab kebutaan karena trakoma.

Siklus Hidup C. trachomatis

C. trachomatis menyebar melalui kontak langsung dengan sekret dari mata, hidung, dan tenggorokan dari penderita yang telah terinfeksi, dan melalui lalat.(10) Penularan langsung dari maa ke mata dapat pula terjadi melalui kontak dari dekat saat tidur atau bermain. Menyebar melalui sekret nasal ataupun okular melalui jari tangan. Penularan tidak langsung melalui barang-barang seperti pakaian.(11)

Infeksi biasanya menyebar dari anak satu ke anak lainnya, dari anak ke Ibu, khususnya pada daerah dengan kurangnya ketersediaan air bersih sehingga jarang untuk mencuci muka, lingkungan yang dihinggapi banyak lalat dan daerah padat penduduk. Karena perempuan lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan anak-anak, yang merupakan paling sering terinfeksi, perempuan memiliki risiko lebih tinggi dalam kemungkinan terjadinya kebutaan sebagai komplikasi dibandingkan dengan laki-laki. (10)

Lalat rumah, khususnya Musca sorbens(M. sorbens), merupakan vector utama dari infeksi C.trachomatis.(10,11) Dan M. sorbens berkembang biak di feses manusia, serta di feses hewan peliharaan, tetapi tidak dapat berkembang biak di lingkungan jamban. Karena itulah, kontrol terhadap lingkungan menjadi pernanan penting untuk mengurangi transmisi dari penyakit ini.(10)

2.2.4 Manifestasi Klinis

Trakoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa kanak-kanak yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata ke dalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut kojungtiva yang berat. Aberasi terus-menerus oleh bulu mata yang membalik itu dan gangguan film air mata berakibat parut pada kornea, umumnya setelah usia 50 tahun.

Masa inkubasi trakoma rata-rata 7 hari, namun bervariasi dari 5 sampai 14 hari. Pada bayi atau anak, biasanya timbul diam-diam, dan penyakit itu dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa komplikasi. Pada orang dewasa, timbulnya sering akut atau subakut, dan komplikasinya cepat berkembang.

Pada saat timbulnya, trakoma sering mirip kongjungtivitis bacterial, tanda dan gejala biasanya adalah berair mata, fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbi, hyperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan limbal, keratitis superior, pembentukan pannus dan nodus preaurikuler kecil dan nyeri tekan.

Pada trakoma yang sudah terdiagnosis, mungkin juga terdapat keratitis epitel superior, keratitis subepitel, pannus, folikel limbus superior, dan akhirnya sisa sikatriks patognomonik pada folikel-folikel ini, yang dikenal sebagai Herbert pits depresi kecil dalam jaringan ikat di batas limbus-kornea, ditutupi epitel. Pannus terkait adalah membrane fibrovaskuler yang timbul dari limbusm dengan lengkung-lengkung vaskuler meluas ke atas kornea. Semua tanda trakoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea bagian atas daripada bagian bawah.(12)

Untuk pengendalian, World Health Organization telah mengembangkan cara sederhana untuk memeriksa penyakit ini, mencakup tanda-tanda berikut.

TF : Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal atas

TI : Infiltasi difus dan hipertrofi papiler konjungtiva atas yang sekurang-kurangnya menutupi 50% pembuluh profunda normal.

TS : Parut konjungtiva trakomatosa

TT : Trikiasis atau entropion (bulu mata terbalik ke dalam)

CO : kekeruhan cornea

Adanya TF dan TI menunjukkan trakoma infeksiosa aktif yang harus diobati. TS adalah bukti cidera akibat penyakit ini. TT berpotensi membutakan dan merupakan indikasi untuk tindakan operasi koreksi palpebra. CO adalah lesi yang terakhir membutakan dari trakoma. (11,12)

. Menurut klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melalui empat stadium :

1. Stadium insipien

2. Stadium established (dibedakan atas dua bentuk)

3. Stadium parut

4. Stadium sembuh

Stadium 1 (hiperplasi limfoid):

Terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecil-kecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pada pembuluh darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epithelial ringan.

Stadium 2 :

Terdapat hipertrofi papilar dan folikel yang matang (besar) pada konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus trakoma yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan gambaran pada konjungtiva superior. Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat.

Stadium 3 :

Terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada limbus kornea disebut Herbert pits. Gambaran papil mulai berkurang.

Stadium 4 :

Suatu pembentukan parut yang sempurna pada kongjungtiva tarsus superior hingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang dapat menyebabkan enteropion dan trikiasis. (5)

Klasifikasi dan Stratifikasi Trakoma menurut Mc Callan(5)

Stadium

Nama

Gejala

Stadium I

Trakoma Insipien

Folikel imatur, hipertrofi papilar minimal

Stadium II

Trakoma

Folikel matur pada dataran tarsal atas

Stadium IIA

Dengan hipertrofi folikular yang menonjol

Keratitis, folikel limbal

Stadium IIB

Dengan hipertrofi papilar yang menonjol

Aktivitas kuat dengan folikel matur tertimbun di bawah hipertrofi papilar yang hebat

Stadium III

Trakoma memarut (sikatrik)

Parut pada konjungtiva tarsal atas, permulaan trikiasis, entropion

Stadium IV

Trakoma sembuh

Tak aktif, tak ada hipertrofi papilar atau folikular, parut dalam bermacam derajat variasi.

Peyman-Sanders-Goldberg. : Principle and practice of Opthalmology. Philadephia*London*Toronto. W.B. Saunders. 1980. p.317. Table 5-10. Mac Callans Classification and Stratification of Trakoma by Clinical Intersity.

Pembagaian menurut WHO Simplified Trakoma Grading Scheme(8)

1. Trakoma Folikular (TF)

Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm di daerah sentral konjungtiva tarsal superior.

Trakome folikular mengindikasikan keadaan penyakit yang aktif.

Bentuk ini umumnya ditemukan pada anak-anak, dengan prevalensi puncak pada 3-5 tahun.

Folikel terutama mengandung limfosit dan monosit.

Timbul dan adanya involusi dari folikel pada limbus (batas corneoscleral) akan menimbulkan lesi patognomonik dari infeksi aktif trakoma yang sebelumnya, Herbert pits.

2. Trakoma Inflamasi berat (TI)

Ditandai peradangan dan penebalan pada konjungtiv tarsal superior yang akan mengaburkan lebih dari satu setengah pembuluh darah tarsal.

Seperti pada trakoma folikular, adanya trakoma inflamasi yang berat mengindikasikan proses penyakit yang aktif.

Papil terlihat dengan pemeriksaan slit lamp.

Inflamasi trakoma berat mengindikasikan adanya peningkatan potensial dari jaringan parut pada konjungtiva yang signifikan, dan oleh karena itu meningkatakn risiko terjadinya kebutaan.

Dengan survey terhadap prevalensi inflamasi trakoma berat pada anak dapat membantu prediksi risiko kebutaan akibat trakoma di masa yang akan datang.

3. Sikatrik Trakoma (TS)

Ditandai dengan adanya sikatrik yang mudah terlihat pada konjungtiva tarsal.

Memiliki resiko trikiasis ke depannya, semakin banyak sikatrik semakin besar resiko terjadinya trikiasis.

4. Trikiasis (TT)

Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata.

Potensial untuk menyebabkan opasitas kornea

5. Opasitas Kornea (CO)

Ditandai dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil.

Kekeruhan kornea menandakan prevalensi gangguan visus atau kebutaan akibat trakoma

Kondisi ini termasuk pannus, vaskularisasi epitel dan infiltrasi hanya jika mengenai sentral kornea.

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Inklusi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa, namun tidak selalu ada. Inklusi ini pada sediaan dipulas Giemsa tampak sebagai masa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus, yang menutupi inti dari sel epitel. Pulasan antibody fluorescein dan tes immune-essay sekarang banyak dipakai.

Secara morfologik, agen trakoma mirip dengan agen konjungtivitis inklusi, namun keduanya dapat dibedakan secara serologi dengan mikroimmunofluorescein. Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trakomatis serotype A, B, Ba, atau C. (12)

2.2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk trakoma adalah konjungtivitis folikularis dan vernal catarrh.(5)

Trakoma

Konjungtivitis folikularis

Vernal catarrh

Gambaran Lesi

(Dini) papula kecil atau bercak merah bertaburandengan bintik-bintik kuning pada konjungtiva tarsal

(Lanjut) Granula dan parut dan parut terutama pada konjungtiva tarsal atas

Penonjolan merah muda pucat tersusun teratur seperti deretan beads

Nodul lebar datar dalam susunan cobblestone pada konjungtiva tarsal atas dan bawah, diselimuti lapisan susu

Ukuran Lesi dan Lokasi Lesi

Penonjolan besar, lesi konjuntiva tarsal atas dan teristimewa lipatan retrotarsal kornea-pannus, bawah infiltrasi abu-abu dan pembuluh tarsus terlibat

Penonjolan kecil, terutama konjungtiva tarsal bawah dan forniks bawah tarsus tidak terlibat

Penonjolan besar, tarsus, limbus dan forniks dapat terlibat

Tipe sekresi

Kotoran air berbusa atau frothy pada stadium lanjut

Mukoid aatu purulen

Bergetah, bertali, seperti susu

Pulasan

Kerokan epitel dari konjungtiva dan kornea memperlihatkan eksfoliasi, proliferasi dan inklusi selular

Kerokan tidak karakteristik (Koch-Weeks, Morax Axenfeld, mikrokokus,pneumokokus)

Eosinofil karakteristik dan konstan pada sekresi

Penyulit atau sekuela

Kornea; Panus, kekeruhan kornea,xerosis, Kornea-Konjungtiva: Simblefaron, Palpebra; Entropion, trikiasis

Ulkus kornea, Blefaritis Ektropion

Infiltrasi kornea

Pseudoptosis

2.2.7 Diagnosis

Untuk memastikan trakoma endemik di keluarga atau masyarakat, sejumlah anak harus menunjukkan sekurang-kurangnya dua tanda berikut :

1. Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata pada palpebra superior mata

2. Parut konjungtiva khas di konjungtiva tarsal superior

3. Folikel limbus atau sekuelenya (Herbert pits)

4. Perluasan pembuluh darah ke atas kornea, paling jelas di limbus atas.

Biarpun kadang-kadang ada orang yang memenuhi kriteria ini, penyebaran tanda-tanda ini yang luas di dalam keluarga dan masyarakatlah yang menentuka adanya trakoma. (12)

Gambaran dari trakoma dibagi menjadi stadium inflamasi aktif dan stadium sikatrikal kronik, yang dapat terjadi bersamaan.

1. Aktif Trakoma, paling sering ditemukan pada anak-anak usia pra-sekolah dan memiliki karakteristik sebagai berikut :

Konjungtivitis dengan gambaran campuran follicular/papillary yang berkaitan dengan sekret mukopurulen. Pada anak usia kurang dar 2 tahun, komponen papil menjadi predominan.

Keratitis epithelial superior dan pembentukan pannus.

2. Cicatrical trachoma, sering dijumpai pada penderita usia pertengahan

Skar Konjungtiva linier atau stelata, yang menyatu dan meluas menjadi Artl line pada fase yang lebih parah

Walaupun keseluruhan konjungtiva terlibat, efeknya paling predominan pada tarsal superior

Folikel pada limbal superior dapat beresolusi dan meninggalkan kanal dengan kanal yang terdepresi permukaannya (Herbert pits)

Trikiasis, distrikiasis, vaskularisasi kornea, dan sikatrikal entropion.

Kekeruhan pada kornea yang hebat

Dry eye yang disebabkan karena destruksi dari sel goblet dan duktus dari kelenjar lakrimal

3. Investigasi lebih lanjut jarang digunakan untuk mendiagosis, hanya berdasarkan gambaran klinis.

(A) Mixed follicular-papillary conjunctivitis; (B) severe pannus; (C) linear scars; (D) Arlt line; (E) Herbert pits; (F) corneal scarring and vascularization, and cicatricial entropion

2.2.8 Tatalaksana

Kunci pentalaksanaan trakoma yang dikembangkan WHO adalah strategi SAFE (Surgical care, Antibiotics, Facial cleanliness, Environmental improvement).(1-3,8-9,11)

1. Terapi antibiotik

WHO merekomendasikan dua antibiotik untuk trakoma yaitu azitromisisn oral dan salep mata tetrasiklin.

Azitromisin lebih baik dari tetrasiklin namun lebih mahal.

Program pengontolan trakoma di beberapa negara terbantu dengan donasi azitromisin.

Konsentrasi azitromisin di plasma rendah, tapi konsentrasi di jaringan tinggi, menguntungkan untuk mengatasi organisme intraselular.

Azitromisin adalah drug of choice karena mudah diberikan dengan single dose. Pemberiannya dapat langsung dipantau. Karena itu compliance nya lebih tinggi dibanding tetrasiklin.

Azitromisin memiliki efikasi yang tinggi dan kejadian efek samping yang rendah. Ketika efek samping muncul, biasanya ringan; gangguan GI dan rash adalah efek samping yang paling sering.

Infeksi Chlamydia trakomatis biasanya terdapat juga di nasofaring, maka bisa terjadi reinfeksi bila hanya diberi antibiotik topikal.

Keuntungan lain pemberian azitromisin termasuk mengobati infeksi di genital, sistem respirasi, dan kulit.

Resistensi C. trakomatis terhadap azitromisin dan tetrasiklin belum dikemukakan.

Azitromisin : dewasa 1gr per oral sehari; anak anak 20 mg/kgBB per oral sehari

Salep tetrasiklin 1% : mencegah sintesis bakteri protein dengan binding dengan unit ribosom 30S dan 50S. Gunakan bila azitromisin tidak ada. Efek samping sistemik minimal. Gunakan di kedua mata selama 6 minggu

2. Tindakan bedah

Pembedahan kelopak mata untuk memperbaiki trikiasis sangat penting pada penderita dengan trikiasis, yang memiliki resiko tinggi terhadap gangguan visus dan penglihatan.

Rotasi kelopak mata membatasi perlukaan kornea. Pada beberapa kasus, dapat memperbaiki visus, karena merestorasi permukaan visual dan pengurangan sekresi okular dan blefarospasme

3. Kebersihan wajah

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kebersihan wajah pada anak- anak menurunkan resiko dan juga keparahan dari trakoma aktif.

Untuk mensukseskannya, pendidikan dan penyuluhan kesehatan harus berbasis komunitas dan berkesinambungan

4. Peningkatan sanitasi lingkungan

Penyuluhan peningkatan sanitasi rumah dan sumber air, dan pembuangan feses manusia yang baik.

Lalat yang bisa mentransmisikan trakoma bertelur di feses manusia yang ada di permukaan tanah. Mengontrol populasi lalat dengan insektisida cukup sulit.

2.2.9 Komplikasi

Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trakoma dan dapat merusak duktus kelenjar lakrimal tambahan dan menutupi muara kelenjar lakrimal. Hal ini secara drastis mengurangi komponen air dalam film air mata pre-kornea, dan komponen mukus film mungkin berkurang karena hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebra superior dengan membalik bulu mata ke dalam (trikiasis) atau seluruh tepian palpebra (entropion), sehingga bulu mata terus menerus menggesek kornea. Ini berakibat ulserasi pada kornea, infeksi bakterial kornea, dan parut pada kornea.(10)

Ptosis, obstruksi duktus nasolakrimalis, dan dakriosistitis adalah komplikasi umum lainnya pada trakoma. (10)

2.2.10 Prognosis

Prognosis bergantung dari tingkat keparahan penyakit dan waktu pemberian terapi, serta ketepatan terapi yang diberikan dan risiko untuk terjadinya infeksi berulang. Dimana infeksi berulang memberikan prognosis yang buruk.

Penderita dengan penyakit yang diketahui dini, dan mendapat terapi yang tepat memiliki prognosis yang baik. Penyakit yang telah parah dapat menjadi stabil tetapi penglihatan pasien tidak akan membaik jika telah terbentuk scar pada kornea. (8)

BAB III

KESIMPULAN

Trakoma merupakan salah satu penyakit infeksi pada mata yang dapat menyebabkan kebutaan, dimana biasanya mengenai kalangan ekonomi rendah dan populasi padat penduduk. Trakoma adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Chlamydia trachomatis.Grading trakoma menurut WHO adalah : Trakoma folikalular,trakoma inflamasi berat, trakoma scarring, trikiasis, dan kekeruhan kornea. Diagnosa trakoma ditegakkan bila terdapat 2 dari gejala klinik yang khas, 1gejala klinik dengan kerokan konjungtiva yang positif atau dengan tes serologis. Rekomendasi WHO untuk penanganan trakoma adalah SAFE surgery, antibiotics, facial cleanliness, dan environmental improvement (SAFE) untuk mengontrol trakoma.

DFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Water related diseases Trachoma. Available at: http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/trachoma/en/ Accesed on March 23rd 2015.

2. Centers for Disease Control (CDC). Hygiene-related Disease Trachoma. Updated December 28th 2009. Available at : http://www.cdc.gov/healthywater/hygiene/disease/trachoma.html. Accessed on March 23rd 2015.

3. International Trachoma Initiative. The Worlds Leading Cause of Prevetable Blindness. Available at : http://www.trachoma.org/world%E2%80%99s-leading-cause-preventable-blindness Accessed on March 25th 2015.

4. Snell RS. Basic Anatomy: The Head and Neck. Clinical Anatomy. In: Sun B, editor. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004. p 818-33.

5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata: Trakoma. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;2009.p.137-40.

6. Riordan-Eva P. Anatomi dan Embriologi Mata. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Ev P. Oftalmologi Umum. 14th ed. Jakarta:Widya Medika;2000;p.1-25

7. Victor, P Eroschenko. 2010. Atlas Histologi Defiore. Jakarta: EGC.

8. Taylor HR. Medscape. Trachoma. Updated October 4th 2013. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1202088-overview#showall Accessed on March 25th 2015.

9. Kanski J, Bowling B.Bacterial Conjunctivitis: Trachoma. Clinical Opthalmolgy A Systematic Approach. 7th ed. China: Elsevier. 2011. p.139-42.

10. USAIDs NTD Program Neglected Diseases. Trachoma. Available at : http://www.neglecteddiseases.gov/target_diseases/trachoma/ Accessed on April 8th 2015

11. Hu VH. Harding-Esch EM, Burton MJ, Bailey RL, Kadimpeul J, Mabey DCW. Epidemiology and control of trachoma: a systematic review. Tropical Medicine and International Health 2010:15:673-91.

12. Scwab IR, Dawson CR. Trakoma. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Ev P. Oftalmologi Umum. 14th ed. Jakarta:Widya Medika;2000;p.105-8.

10