Upload
sandro-egar
View
185
Download
33
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
PERANAN MENTHOL SEBAGAI ANALGETIK
DITINJAU DARI KEDOKTERAN
2.1 Menthol
2.1.1 Definisi
Menthol merupakan salah satu senyawa monoterpen yang ada pada
tanaman Mentha piperita atau yang biasa disebut daun mint. Menthol dan
minyak menthol didapat dari penyulingan hasil (batang, daun dan bunga)
tanaman M. piperita. Senyawa ini terbentuk dari Geranil pirofosfat yang
merupakan precursor dari terpen. Geranil pirofosfat akan menjadi senyawa
monoterpen seperti terpinolen, piperitenon, pulegon yang selanjutnya
menjadi menthon, isomenthon dan menthol (Tyler, 2008).
Gambar 2.1 Daun mint
Mint atau Mentha adalah herbal abadi kerabat genus Mentha. Ada
banyak jenis spesies dari tumbuhan mint yang ada, dan yang paling umum
adalah peppermint. Herbal ini, terutama bagian daunnya banyak digunakan
sebagai bahan makan atau penghias hidangan. Pemanfaatan terbanyak
adalah dari kandungan minyaknya, yaitu sebagai bahan dasar atau
campuran obat. Daun Mint terdiri dari air, serat, protein abu, dan
karbohidrat. Daun ini juga kaya akan kandungan mineral seperti kalsium,
kalium, magnesium, tembaga, mangan, natrium dan fosfor dengan
persentase yang cukup tinggi. Selain itu, daun mint ini juga banyak
4
mengandung unsur vitamin, yaitu vitamin kelompok A, B, C dan D. Daun
mint juga memiliki asam amino yang bermacam-macam seperti: arginin,
asam aspartat, gluttamico, alanin, leusin, glisin, prolin, serin, dan valin
dalam persentase yang sangat tinggi (Hiki et al., 2011).
2.1.2 Struktur Menthol
Menthol alami merupakan zat yang berfungsi sebagai stereoisomer
murni. Hampir selalu berbentuk (1R,2S,5R) seperti yang terdapat pada
gambar 2.1 mengenai delapan stereoisomer. Delapan stereoisomer tersebut
adalah :
Gambar 2.2. Delapan stereoisomer menthol (Beckett dan Wright, 2006)
Di dalam persenyawaan yang alami, grup isopropil merupakan
trans-orientasi menjadi metil dan grup hidroksil. Dengan demikian, hal
tersebut dapat digambarkan dengan cara sebagai berikut :
Gambar 2.3. Senyawa kimia Menthol (Sandborn, 2003)
5
Enantiomer menthol positif (+) dan negatif (-) merupakan senyawa
yang paling stabil diantara yang memiliki bentuk dasar sikloheksan.
Dengan lingkaran tersebut di dalam bentuk yang utama, ketiga grup yang
penting dapat menyesuaikan diri pada posisi ekuator (Beckett dan Wright
et al., 2006).
Dua bentuk kristal dari menthol memiliki titik lebur diantara suhu
28° C dan 38° C. (-)-Menthol murni memiliki empat bentuk kristal dimana
bentuk yang paling stabil adalah bentuk α, yaitu bentuk yang sudah lazim
dipakai untuk kebutuhan menthol secara luas (Beckett dan Wright et al.,
2006).
2.1.3 Biosintesis Menthol
Biosintesis menthol telah diselidiki pada tanaman M. x piperita dan
seluruh enzim yang terlibat di dalam biosintesis menthol telah
diidentifikasi dan telah ditandai. Hal ini dapat digambarkan seperti pada
gambar 2.3.
Secara spesifik, biosintesis (-)-menthol berada pada sel kelenjar
sekresi tanaman peppermint. Geranil difosfat sintase (GPPS), yang
pertama kali mengkatalisasi reaksi IPP dan DMAPP menjadi Geranil
difosfat. Selanjutnya (-)- limonen sintase (LS) mengkatalisasi perputaran
geranil difosfat menjadi (-)- limonen. (-)-Limonen-3-hidroksilase (L3OH),
menggunakan O2 dan NADPH, selanjutnya mengkatalisasi hidroksilasi
allylic pada (-)-limonen pada 3 posisi menjadi (-)-trans-isoipiperitenol. (-)-
Trans-isopiperitenol dehidrogenase (iPD) mengoksigenasi grup hidroksi
pada 3 posisi menggunakan NAD sehingga menjadi (-)-isopiperitenone.
(−)-Isopiperitenone reductase (iPR) mengurangi ikatan dobel anara karbon
1 dan 2 menggunakan NADPH untuk menjadi bentuk (+)-cis-isopulegon.
(+)-Cis-isopulegone isomerase (iPI) mengisomer sisa ikatan dobel menjadi
bentuk (-)pulegon. Pulegone reductase (PR) akan mengurangi ikatan dobel
ini menggunakan NADPH sehingga menjadi (-)-menthon. (-)-Menthon
6
reduktase (MR) selanjutnya mengurangi grup karbonil menggunakan
NADPH sehingga menjadi (-)-Menthol (Croteau, 2005).
Gambar 2.4. Biosintesis Menthol (Croteau et al., 2005)
Beckett dan Wright menjelaskan bahwa terdapat sedikit perbedaan
pada uraian biosintesis menthol. Biosintesis menthol yang terpapar pada
gambar 2.4 diduga terdapat 2 model lintasan sintesis menthol yang
berpengaruh terhadap mutu minyak yaitu lintasan yang menghasilkan
menthol di bawah persyaratan mutu (kadar menthol < 45%) dan sesuai
persyaratan mutu (kadar menthol di atas 45%) (Beckett dan Wright et al.,
2006).
7
Gambar 2.5. Biosintesis Menthol. Terdapat 2 model lintasan sintesis menthol yang berpengaruh terhadap mutu minyak ( Beckett dan Wright et al., 2006)
2.1.4 Farmakodinamik Menthol
Menthol merupakan salah satu pemicu reseptor sensitif-dingin
TRPM8 pada kulit secara kimiawi. Kemampuan menthol inilah yang
menimbulkan efek yang biasa kita sebut “sensasi dingin” yang muncul
saat menarik napas, dimakan, atau diaplikasikan pada kulit. Pada
pengertian ini, sama seperti capsaicin, yaitu zat ini menimbulkan efek
pedas atau hangat pada lada dimana merangsang sensor panas tanpa
merubah temperatur aslinya (Braina, 2006).
Menthol juga memiliki efek analgetik. Efek tersebut dihantarkan
melalui aktivasi reseptor κ-opioid. Menthol juga memblokade reseptor
sensitif-voltasi pada Natrium channel, sehingga mengurangi aktivitas
persarafan yang dapat merangsang kontraksi otot. Menthol juga dapat
meningkatkan efektivitas dari Ibuprofen pada aplikasi topikal dengan cara
vasodilatasi yang dapat mengurangi fungsi skin barrier (Braina et al.,
2006).
8
2.1.5 Farmakokinetik Menthol
Penambahan menthol pada obat, makanan, atau rokok merupakan
hal yang cukup lazim ditemukan pada saat ini. Akan tetapi nasib menthol
di dalam tubuh terkait penggunaannya dalam campuran obat dan
sebagainya jarang dikemukakan oleh pra peneliti dan produsen obat. Hal
ini menyebabkan timbul pertanyaan pada konsumen tentang
farmakokinetik dan seberapa aman makanan, obat atau rokok yang
mengandung mentol.
Menurut penelitian Braina (2006), menthol yang ditambahkan pada
obat topikal atau balsam dan semacamnya dapat diabaikan dalam
permasalahan penetrasi ke dalam kulit dan pembuluh darah. Hal ini
dikarenakan efek menthol hanya mempengaruhi sistem persarafan yang
ada di kulit dan diteruskan ke otak sehingga menimbulkan efek dingin.
Selain itu, bahan menthol itu sendiri merupakan zat menyerupai alkohol
dimana sifat menguapnya sama dengan alkohol. Dengan kata lain, menthol
tersebut akan menguap terlebih dahulu sebelum ia sempat penetrasi ke
lapisan kulit yang lebih dalam apalagi penetrasi ke pembuluh darah. Hal
ini juga diterapkan pada penggunaan menthol pada makanan (Braina et
al.,2006).
Penambahan menthol pada rokok sering dijumpai saat ini. Rokok
dengan menthol akan memberikan sensasi yang lebih ‘menyenangkan’
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan menthol. Hal ini
disebabkan oleh sensasi dingin pada setiap hisapannya. Akan tetapi dibalik
itu ada bahaya yang sudah mengintai perokok menthol, yaitu
ketergantungsn. Bahaya terbesar yang ditimbulkan tidak langsung dari
menthol itu sendiri, melainkan dari kebiasaan merokok yang meningkat
dan penghisapan asap rokok yang lebih dalam karena efek sensasi dingin
dari menthol tersebut. Perokok menthol akan meghisap rokok mentholnya
lebih dalam dan kemudian asap rokok menthol akan masuk saluran napas
lebih dalam serta mengendap di sana. Cara kerja menthol yang berikatan
dengan reseptol k-appa opiod membuat efek adiksi pada perokok menthol.
9
Sebenarnya rokok menthol itu diperuntukkan kepada perokok wanita,
karena menthol memiliki efek menurunkan androgen dalam testosteron
dan kompensasinya adalah meningkatkan esterogen. Hal ini baik untuk
perokok wanita, akan tetapi tidak untuk pria. Jika androgen dan testosteron
turun, esterogen akan meningkat dan libido pria akan menurun, jika hal ini
terus dibiarkan, bukan hal yang tidak mungkin jika akan timbul impotensi.
Menthol juga memiliki efek menurunkan zat besi sehingga ada efek pusing
jika terlalu banyak merokok menthol. Singkatnya, jika perokok
mengkonsumsi rokok menthol dalam jangka waktu yang lama, akan
timbul efek samping seperti sakit kepala, ketergantungan, menderita
penyakit pernapasan dan impotensi bagi pria (Hygrass, 2011).
2.1.6 Manfaat Menthol
Minyak esensial mint yang telah diekstrak menjadi mentol, jenis
alkohol yang disebut kiral, sebenarnya sudah ditemukan sekitar dua ribu
tahun yang lalu di Jepang, terutama digunakan dalam penyusunan parfum
dan obat-obatan. Menthol yang diproduksi oleh orang Jepang ini juga
mengandung sedikit L-epimer, (+)-neomenthol (Tyler et al, 2008).
Manfaat menthol antara lain (Hygrass et al, 2011) :
1. Analgetik, terdapat pada krim penghilang nyeri otot, koyo, dll.
2. Antipruritus, terdapat pada obat penyakit kulit,dll.
3. Tambahan perasa makanan, seperti permen, permen karet,
soda, dll
4. Antiemesis, pada obat gosok atau minyak aromaterapi yang
dapat menghilangkan rasa mual jika dihirup
5. Antiseptik, pada campuran obat kumur
6. Pelega pernapasan dan tenggorokan, pada inhealer dan obat
batuk
7. Rokok menthol
8. Dan lain-lain
10
2.2 Nyeri dan Analgetik
2.2.1 Definisi
Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan
memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh;
seperti peradangan, infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot. Sehingga
sesungguhnya rasa nyeri berguna sebagai “alarm” bahwa ada yang salah
pada tubuh. Misalnya, saat seseorang tidak sengaja menginjak pecahan
kaca, dan kakinya tertusuk, maka ia akan merasakan rasa nyeri pada
kakinya dan segera ia memindahkan kakinya. Tetapi ada kalanya nyeri
yang merupakan pertanda ini dirasakan sangat menggangu apalagi bila
berlangsung dalam waktu yang lama, misalnya pada penderita kanker
(Bertram, 2007).
Gambar 2.6. Ekspresi nyeri (dikutip dari : sciencemuseum.org.uk)
2.2.2 Etiologi dan Mekanisme Nyeri
Adanya rangsangan-rangsangan mekanis atau kimiawi (kalor atau
listrik) yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan
melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain adalah seperti : histamin, serotonin,
plasmakinin, prostaglandin, dan ion kalium. Zat-zat ini merangsang
11
reseptor-reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,dan
jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan saraf pusat (SSP)
melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak
besar dan dibaca sebagai rangsangan terhadap nyeri (Craig, 2007).
Gambar 2.7. Mekanisme Nyeri dan Jalurnya (Craig et al., 2007)
2.2.3 Macam Nyeri
Umumnya nyeri digolongkan menjadi 2 jenis (Gillman, 2006):
1. Nyeri Akut
Merupakan nyeri yang tidak berlangsung lama. Berdasarkan sumber
nyeri, umumnya nyeri ini dibagi menjadi 3, yaitu:
12
a. Nyeri permukaan: sumbernya adalah luka luar, iritasi bahan kimia,
dan rangsangan termal, yang hanya permukaan kulit saja
b. Nyeri somatis dalam: biasanya bersumber dari luka atau iritasi dari
dalam tubuh, seperti karena injeksi atau dari iskemia
c. Nyeri viseral: nyeri ini berasal dari organ-organ besar dalam tubuh,
seperti hati, paru-paru, usus, dll
2. Nyeri Kronis
Merupakan nyeri yang berlangsung sangat lama, bisa menahun, yang
kadang sumbernya tidak diketahui. Nyeri kronis sering diasosiasikan
dengan penyakit kanker dan arthritis. Salah satu tipe nyeri akut adalah
neuropathic pain yang disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang
suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang
kemudian akan diartikan secara salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa
menyebabkan suatu rasa sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa
lainnya (misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Beberapa
sumber yang dapat menyebabkan nyeri neuropati ini adalah herpes
zooster dan phantom limb pain, dimana seseorang yang lengan atau
tungkainya telah diamputasi merasakan nyeri pada lengan atau tungkai
yang sudah tidak ada.
2.2.4 Analgetik
2.2.4.1 Definisi
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dapat mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetik
dapat menekan fungsi sistem saraf secara selektif. Analgetik bekerja
dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa nyeri atau sakit. Maka
dari itu, obat-obat yang bersifat analgetik memiliki efek menenangkan dan
memberikan rasa nyaman kepada pasien yang mengalami nyeri sehingga
ia bisa beristirahat (Gillman et al., 2006).
13
2.2.4.2 Macam Analgetik
Berdasarkan aksinya, obat-obat analgetik atau anti nyeri dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu (Bertram et al., 2007):
1. Analgetik nonopioid, dan
2. Analgetik opioid.
Kedua jenis analgetik ini berbeda dalam hal mekanisme dan target
aksinya.
1. Analgetik Nonopioid / Perifer
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim,
yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis
mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum
dari analgetik jenis ini adalah memblok pembentukan prostaglandin
dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka
dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri.
Mekanismenya tidakberbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors.
Gambar 2.8. Asal nyeri dan efek dari prostaglandin (Craig et al., 2007)
14
Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah
gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal
serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh
penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.
Gambar 2.9. Penghambatan oleh obat-obat Analgetik Nonopioid
(Craig et al., 2007)
Contoh obat- obat analgetik nonopioid adalah : Acetaminophen,
Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen
Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate,
Asam Mefanamat, Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin,
Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac,
dan Tolmetin (Michael, 2002).
15
2. Analgetik opioid
Analgetik opioid merupakan golongan obat yang memiliki sifat
seperti opium/morfin. Sifat dari analgetik opioid yaitu menimbulkan
adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan
usaha untuk mendapatkan analgetik ideal (Michael et al., 2002):
a. Potensi analgetik yg sama kuat dengan morfin
b. Tanpa bahaya adiksi
c. Obat yang berasal dari opium-morfin
d. Senyawasemisintetikmorfin
e. Senyawasintetik yang berefek seperti morfin
Analgetik opioid mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat
kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan saraf pusat (SSP).
Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan
nyaman (euforia). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang
paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat
(Michael et al., 2002).
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri
(endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang
yang mempersulit penerusan impulsnyeri. Dengan sistem ini dapat
dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada
kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari
beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh
sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang
termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin,
endorfin, dan dinorfin (Bertram et al., 2007).
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting
tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi,
mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan
ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis,
mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak
16
juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang
eksternal (Bertram et al., 2007).
Baik opioid endogen dan analgetik opioid bekerja pada reseptor
opioid, berbeda dengan analgetik nonopioid yang targetaksinya pada
enzim (Bertram et al., 2007).
Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan
diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε. dan yang terbaru ditemukan
adalah reseptor N/OFQ, biasa disebut the opioid-receptor-like1 (ORL-
1) receptor atau “orphan” opioid receptor dan e-receptor, namum
belum jelas fungsinya (Gillman et al., 2006).
Reseptor μ memediasi efek analgetik dan euforia dari opioid, dan
ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi
efek depresan pernafasan. Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2
subtipe berperan dalam memediasi efek analgetik dan berhubungan
dengan toleransi terhadap μ opioid. reseptor κ telah diketahui dan
berperan dalam efek analgetik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor
opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor
δ dan reseptor κ menunjukan selektifitas untuk enkefalin dan dinorfin,
sedangkan reseptor μ selektif untuk analgetik opioid (Gillman et al.,
2006).
Mekanisme umumnya :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan
masuknya ion Ca 2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula
hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K + ke dalam sel.
Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya
pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar
nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi
rangsang nyeri terhambat. Efek samping yang dapat terjadi adalah
toleransi, ketergantungan, depresi pernafasan, hipotensi, dll (Gillman
et al., 2006).
17
Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi
menjadi (Micahel et al., 2002):
1. Agonis opioid menyerupai morfin (pd reseptor μ, κ). Contoh:
Morfin dan fentanil
2. Antagonis opioid. Contoh: Nalokson
3. Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi
4. Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin,
buprenorfin, malbufin, butorfanol
Contoh obat Analgetik Opioid diantaranya adalah : Alfentanil,
Benzonatate, Buprenorphine, Butorphanol, Codeine,
Dextromethorphan, Dezocine, Difenoxin, Dihydrocodeine,
Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone,
LAAM, Levopropoxyphene, Levorphanol Loperamide, Meperidine,
Methadone, Morphine, Nalbuphine, Nalmefene, Naloxone,
Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone, Pentazocine,
Propoxyphene, dan Sufentanil (Michael et al, 2002)
2.3 Peranan Menthol sebagai Analgetik Ditinjau dari Kedokteran
2.3.1 Mekanisme menthol sebagai analgetik
Pemanfaatan menthol di bidang kedokteran medis dan herbal
merupakan hal yang sudah diakui dan dipakai pada produk-produk
kedokteran, rokok, bahkan di bidang kuliner seperti permen karet.
Pemanfaatan menthol terbanyak berada pada bidang kedokteran, yaitu
obat-obatan. Menthol biasa dipakai dalam campuran analgetik atau
penghilang rasa nyeri. Analgetik yang sering memakai tambahan menthol
didalamnya adalah krim analgetik dan koyo.
18
Gambar 2.10. Menthol merupakan pemicu reseptor TRPM8
(Braina et al., 2006).
Menthol merupakan salah satu pemicu reseptor sensitif-dingin
TRPM8 pada kulit secara kimiawi. Pada gambar 2.9 diatas Braina
menunjukkan bahwa menthol positif dapat memacu reseptor ‘cold-
sensitive’ TRPM8 pada kulit dengan naiknya kurva dan warna yang
berubah menjadi agak kekuningan dibandingkan dengan icilin.
Kemampuan menthol inilah yang menimbulkan efek yang biasa kita sebut
“sensasi dingin” yang muncul saat menarik napas, dimakan, atau
diaplikasikan pada kulit. Pada pengertian ini, sama seperti capsaicin, yaitu
zat ini menimbulkan efek pedas atau hangat pada lada dimana merangsang
sensor panas tanpa merubah temperatur aslinya (Braina et al., 2006).
Dalam hal menthol berperan sebagai analgetik, efek analgetik
tersebut dihantarkan menthol melalui aktivasi reseptor κ-opioid. Menthol
juga memblokade reseptor sensitif-voltasi pada Natrium channel, sehingga
mengurangi aktivitas persarafan yang dapat merangsang kontraksi otot
ketika muncul rasa nyeri. Menthol juga dapat meningkatkan efektivitas
dari Ibuprofen pada aplikasi topikal dengan cara vasodilatasi yang dapat
19
mengurangi fungsi skin barrier, sehingga menthol berperan cukup penting
dalam analgetik. (Braina et al., 2006).
Gambar 2.11. Mekanisme Menthol sebagai analgetik.
(Braina et al., 2006)
2.3.2 Bahaya Menthol sebagai Analgetik ditinjau dari Kedokteran
Menthol adalah salah satu senyawa yang didapat dari penyulingan
hasil (batang, daun dan bunga) tanaman M. piperita atau yang biasa
disebut dengan daun mint. Daun mint bukan hanya sekedar tanaman biasa.
Tanaman ini dapat berguna secara keseluruhan mulai dari daun hingga
batangnya, serta minyak hasil sulingnya. Daun mint segar biasa disertakan
dalam campuran makanan, minuman, atau hanya sebagai penghiasnya
saja. Minyak hasil sulingnya berupa menthol juga memiliki banyak
manfaat di dalam kehidupan sehari-hari. Efek sensasi dingin pada
menthol membuat banyak orang menyukai rasa dingin yang diperoleh dari
penambahan menthol pada makanan, minuman, rokok, atau bahkan obat
yang dikonsumsi (Tyler et al., 2008).
Sampai saat ini, belum ada penelitian yang signifikan
menunjukkan tentang bahaya mengkonsumsi atau memakai obat analgetik
20
dengan menthol yang terdapat di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa
menthol masih dianggap aman jika digunakan dalam batas aman dan
sebagai bahan tambahan pada obat analgetik tersebut. Bahaya yang paling
dimungkinkan terjadi adalah efek ketergantungan karena efek sensasi
dingin yang muncul ketika mengkonsumsi atau memakai obat analgetik
tersebut. Dalam hal ini, bahaya yang ditimbulkan adalah ketika orang
merasa sedikit nyeri otot, misalnya, ia langsung memakai obat krim
penghilang nyeri yang mengandung menthol dalam frekuensi yang sering
dan jangka waktu yang lama. Bahaya yang dimaksud adalah ketika orang
tersebut mengalami nyeri otot yang lebih hebat dari biasanya, tubuhnya
akan resisten atau kebal terhadap krim tersebut. Akhirnya berujung pada
peningkatan dosis yang tidak disarankan, atau bahkan nyeri tidak akan
berkurang sama sekali (Craig et al., 2007).
Penambahan menthol pada rokok juga sering dijumpai saat ini.
Rokok dengan menthol akan memberikan sensasi yang lebih
‘menyenangkan’ dibandingkan dengan yang tidak menggunakan menthol.
Hal ini disebabkan oleh sensasi dingin pada setiap hisapannya. Akan tetapi
dibalik itu ada bahaya yang sudah mengintai perokok menthol, yaitu
ketergantungsn. Bahaya terbesar yang ditimbulkan tidak langsung dari
menthol itu sendiri, melainkan dari kebiasaan merokok yang meningkat
dan penghisapan asap rokok yang lebih dalam karena efek sensasi dingin
dari menthol tersebut. Perokok menthol akan meghisap rokok mentholnya
lebih dalam dan kemudian asap rokok menthol akan masuk saluran napas
lebih dalam serta mengendap di sana. Cara kerja menthol yang berikatan
dengan reseptol k-appa opiod membuat efek adiksi pada perokok menthol.
Sebenarnya rokok menthol itu diperuntukkan kepada perokok wanita,
karena menthol memiliki efek menurunkan androgen dalam testosteron
dan kompensasinya adalah meningkatkan esterogen. Hal ini baik untuk
perokok wanita, akan tetapi tidak untuk pria. Jika androgen dan testosteron
turun, esterogen akan meningkat dan libido pria akan menurun, jika hal ini
terus dibiarkan, bukan hal yang tidak mungkin jika akan timbul impotensi.
21
Menthol juga memiliki efek menurunkan zat besi sehingga ada efek pusing
jika terlalu banyak merokok menthol. Singkatnya, jika perokok
mengkonsumsi rokok menthol dalam jangka waktu yang lama, akan
timbul efek samping seperti sakit kepala, ketergantungan, menderita
penyakit pernapasan dan impotensi bagi pria (Hygrass, 2011).
22