Upload
fakhrurrazi
View
91
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Interpretasi Data Anomali Medan Magnetik Total Untuk Permodelan
Struktur Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Mud Vulcano
(Studi Kasus Bledug Kuwu Grobogan)
Sigit Darmawan, Hernowo Danusaputro, Tony Yulianto
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Diponegoro, Semarang
Email [email protected]
Abstrak
Telah dilakukan transformasi reduksi ke kutub data anomali medan magnetik total pada daerah
Bledug Kuwu, Grobgan untuk interpretasi struktur bawah permukaan. Data yang ditransformasi
hasil pengukuran 8-10 April 2006 dengan menggunakan Proton Precession Magnetometer (PPM)
untuk mengukur medan magnet total, dengan luas daerah penelitian ± 7,5 ha, yang menghasilkan
135 titik pengukuran. Penentuan posisi menggunakan Global Positioning System (GPS) dan
kompas geologi.
Pengolahan data medan magnetik total dimulai dari koreksi variasi harian dan koreksi IGRF
sehingga diperoleh anomali medan magnetik total pada topografi. Efek anomali lokal pada lokasi
penelitian dieliminasi dengan metode upward continuation. Data hasil upward continuation pada
ketinggian 3000 m di atas referensi spheroid direduksi ke kutub utara magnet bumi. Anomali
medan magnetik total reduksi ke kutub pada ketinggian 3000 m diinterpretasi dengan permodelan
Talwani 2,5 dimensi menggunakan software Mag2DC for Window.
Hasil pemodelan dua dimensi menghasilkan benda penyebab anomali dengan suseptibilitas yaitu:
untuk benda pertama 0,003 cgs, dan benda kedua (-0,001) cgs, sedangkan benda di bawah anomali
memiliki nilai suseptibilitas yang kecil karena temperatur yang tinggi. Benda anomali berada pada
kedalaman ± (270-350) m dari permukaan dan diidentifikasi berupa garam yang bercampur shale
terjebak dalam cekungan sedimentasi.
Kata kunci: anomali magnetik, reduksi ke kutub, suseptibilitas.
Abstract
Total magnetic field anomaly data at Bledug Kuwu, Grobogan area has been reduced to the pole in
order to interpret underground structure. Data collecting has been done on April 8-10, 2006 by
means of Proton Precession Magnetometer (PPM) to measure total magnetic field data, with
research area of 7,5 ha, produces 135 points of measurement. Global Positioning System (GPS)
was used to determine the position and a geological compass to find the geographic north.
The first total magnetic field data processing is diurnal and International Geomagnetic Reference
Field (IGRF) correction. The total magnetic field anomaly on the irregular surface was
transformed to horizontal surface 3000 m above spheroid reference. Before reduction to the pole,
local effect was eliminated by upward continuation as high as 3000 m above spheroid reference.
Mag2DC for Window was carried out for interpretation of total magnetic anomaly at 3000 m
above reference spheroid which has been reduced to the pole. The modeling software based on the
2.5 D Talwani’s method.
The result of 2-D modeling produces anomaly objects with susceptibilities: the first object: 0,003
cgs and the second object: -0,001 cgs, whereas the object under anomaly with small susceptibilities
because high temperature. The anomaly objects are in the depth of ± (270-350) meter below the
surface and are interpreted as salt and shale mixture in a sedimentary dome.
Keyword: magnetic anomaly, reduction to pole, susceptibilities.
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
7
1. Pendahuluan
Bledug Kuwu merupakan lokasi wisata
dengan keajaiban alam yaitu adanya
fenomena gunung api lumpur atau mud
volcanoes (Bemmelen, 1949). Lokasi wisata
ini luasnya ± 45 hektar, terletak di desa
Kuwu, kec. Kradenan, kab. Grobogan.
Daerah ini mempunyai posisi geografis
terletak 111007’ BT dan 07
007’
LS dan
terletak di dataran rendah bersuhu 28-360C.
Fenomena yang dapat dilihat yaitu berupa
letupan gelembung lumpur raksasa yang
mengandung garam, beserta gas yang
mengandung unsur belerang dan hidrokarbon.
Menurut Manurung (1989), erupsi lumpur
yang terjadi di daerah Bledug Kuwu
terbentuk di atas zona patahan (fault zone).
Suhu dan tekanan lebih besar di bagian dalam
dari daerah cekungan ini menyebabkan
larutan dan gas mengalir melalui rekahan-
rekahan pada zona patahan tersebut dan
mendorong lumpur naik ke atas. Dalam
penelitiannya, Manurung mengambil daerah
penelitian di sekitar daerah Kuwu dengan
luas (10 x10) km2 dengan jarak tiap titiknya
(100-300) meter. Tujuan penelitiannya adalah
menampilkan penampang bawah permukaan
yang bersifat regional.
Metode magnetik merupakan salah satu
metode geofisika yang sering digunakan
untuk survai pendahuluan pada eksplorasi
minyak dan gas bumi, penyelidikan batuan
mineral dan penyelidikan tentang panas bumi.
Di Jawa, telah banyak dilakukan penelitian
dengan metode ini diantaranya: dalam
penyelidikan panas bumi misalnya di Gunung
Ungaran (Haryono, 2002), (Nurdiyanto,
2004), di Gunung Tangkuban Perahu
(Yulianto, 2000) dan untuk pemodelan sesar
regional Gunung Merapi-Merbabu (Ismail,
2001). Metode ini mempunyai akurasi
pengukuran yang relatif tinggi, pengoperasian
di lapangan relatif sederhana, mudah dan
cepat jika dibandingkan dengan metode
geofisika lainnya. Metode magnetik bekerja
berdasarkan sifat-sifat megnetik batuan yang
terdapat di bawah permukaan bumi.
Diharapkan dari hasil interpretasi akan
diketahui struktur bawah permukaan di daerah
Bledug Kuwu. Dari hasil tersebut dapat
digunakan untuk menentukan penyebaran
daerah yang masih berpotensi terjadi letupan
lumpur sehingga dapat digunakan untuk
pengembangan fasilitas lokasi wisata Bledug
Kuwu.
2. Teori
2.1 Kontinuasi ke Atas
Konsep dasar pengangkatan ke atas berasal
dari identifikasi tiga teorema Green. Teorema
ini menjelaskan bahwa apabila suatu fungsi U
adalah harmonik, kontinu dan mempunyai
turunan yang kontinu di sepanjang daerah R,
maka nilai U pada suatu titik P di dalam
daerah R dapat dinyatakan (Blakely, 1995):
dSrn
Un
U
rPU
S
∫
∂
∂−
∂
∂=
11
4
1)(
π (1)
dengan S menunjukkan permukaan daerah R,
n menunjukkan arah normal keluar dan r
adalah jarak dari titik P ke suatu titik pada
permukaan S. Persamaan (1) menggambarkan
secara dasar prinsip dari pengangkatan ke
atas, dimana suatu medan potensial dapat
dihitung pada setiap titik di dalam suatu
daerah berdasarkan sifat medan pada
permukaan yang melingkupi daerah tersebut.
2.3 Reduksi ke Kutub
Baranov dan Naudy (1964) telah
menggambarkan metode transformasi ke
kutub untuk menyederhanakan interpretasi
data magnetik pada daerah-daerah berlintang
rendah dan menengah. Metode reduksi ke
kutub magnetik bumi dapat mengurangi salah
tahap yang rumit dari proses interpretasi,
dengan anomali medan magnetik
menunjukkan langsung posisi bendanya.
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
8
Gambar 1 Pengangkatan ke atas dari permukaan horizontal (Blakely, 1995)
Gambar 2. Hubungan antara medan magnet observasi, reduksi ke kutub dan pseudogravity (Tchernychev,
2001)
Formulasi yang umum sebagai hubungan
antara medan potensial ( )f dengan distribusi
material sumber (s):
( ) ( ) ( )dvQPQsPR
,Ψ= ∫f (2)
Fungsi ( )Pf adalah medan potensial atau
anomali total medan magnetik pada P,
sedangkan s(Q) kuantitas fisis magnetisasi
pada Q dan ( )QP,Ψ suatu fungsi Green
berupa anomali total medan magnetik dipole
tunggal yang bergantung pada geometris
tempat titik observasi P dan titik distribusi
sumber Q. Proses transformasi reduksi ke
kutub dilakukan dengan mengubah arah
magnetisasi dan medan utama dalam arah
vertikal.
Reduksi ke kutub dilakukan dengan cara
membuat sudut inklinasi benda menjadi 900
dan deklinasinya 00. Karena pada kutub
magnetik arah dari medan magnet bumi ke
bawah dan arah dari induksi magnetisasinya
ke bawah juga.
2.4 Geologi Daerah Penelitian
Keadaan geologi regional menunjukkan
bahwa mulai dari Semarang kearah timur
hingga daerah Kuwu merupakan endapan
alluvial yang termasuk zona Randublatung
(Cipluk beds serta Lower Kalibeng beds).
Daerah penelitian mempunyai kenampakan
morfologi datar. Di bagian Utara terdapat
perbukitan bergelombang lemah dan sedang.
Medan Magnetik
Observasi
Medan Magnet
Magnetisasi
Pseudo Gravity Reduksi Ke kutub
Jarak
Depth
Medan
)0
,,( zzyxP ∆−
x
y z
n̂
n̂
)0
,,(' zzyxP ∆+
r
α ρ
x
)',','( zyxQ Region R
0z
S
Sumber
.
R
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
9
Sedangkan di bagian Selatan dibatasi oleh
bagian darat formasi Kendeng Ridge
(Bemmelen, 1949).
Di sebelah timur daerah penelitian terdapat
jalur patahan yang berarah Barat-Timur, yang
merupakan patahan normal. Juga di sebelah
selatan terdapat jalur patahan yang berarah
barat-timur yang merupakan patahan naik.
Tegak lurus patahan tersebut terdapat patahan
normal. Geologi secara jelas dapat dilihat
pada gambar 3.
30
’1110 15
’45
’
70
(BT)
30
’
15
’
(LS)
A
B
Gambar 3. A. Lokasi daerah penelitian, B. Peta
Geologi Daerah Penelitian dan Sekitarnya
(Direktorat Geologi, 1963)
3. Metode Penelitian
3.1 Pengambilan Data
Lokasi penelitian mencakup daerah kawasan
wisata Mud Vulcano Bledug Kuwu, yang
terletak di desa Kuwu, kec. Kradenan, kab.
Grobogan yang secara geografis terletak
111007’ BT dan 07
007’
LS, dengan luas
daerah penelitian ± (300 x 250) meter atau ±
7.5 ha. Pengambilan data dimulai tanggal 8
sampai 10 April 2006 sebanyak ± 135 titik
yang terletak di sekitar letupan lumpur Bledug
Kuwu. Pada penelitian ini, setiap titik
pengukuran berjarak ± (20-25) meter.
Alat yang dipergunakan meliputi: satu buah
Proton Precession magnetometer (PPM)
model G-856 Geometrics untuk merekam
waktu dan medan magnet total (dalam satuan
nT), satu buah Global Positioning System
(GPS) model Trimble 4600TM
LS frekuensi
tunggal untuk menentukan posisi penelitian
dengan ketelitian 0,1 dan sebuah kompas
geologi untuk menentukan arah geografi
lokasi pengukuran serta alat komunikasi.
Proton Precession magnetometer (PPM) yang
digunakan hanya satu maka pengambilan data
dilakukan dengan cara Loopping, artinya
setelah melakukan pengambilan data pada
titik-titik pengukuran medan magnet yang
telah ditentukan, maka harus kembali ke base
untuk mengukur medan magnetnya lagi.
Setelah itu pengukuran dilanjutkan pada titik-
titik berikutnya dan kembali ke base lagi.
Selang waktu pengukuran antar base harus
kurang dari satu jam atau waktunya singkat
agar variasi hariannya masih terpantau dengan
baik. Setiap titik pengukuran diambil lima kali
data yang berbeda dalam jarak ± 1 meter,
diambil nilai terbaik atau nilai rata-rata. Posisi
titik pengukuran dilakukan menggunakan
Global Positioning System (GPS) yaitu dalam
satuan derajat untuk lintang dan bujurnya.
3.2 Perhitungan Anomali Medan Magnet
Di dalam survai dengan metode magnetik
digunakan satu set magnetometer yang
pengambilannya dilakukan dengan cara
loopping. Maka dalam survai, setelah
pengukuran di tiap titik-titik pengukuran
harus kembali ke base (dalam beberapa menit
atau kurang dari satu jam). Pengukuran base
ini diulang-ulang terus untuk mendapatkan
variasi harian yang diakibatkan efek medan
magnet luar bumi, dan untuk mengoreksi titik-
titik pengukuran. Sedangkan medan magnet
bumi dihitung berdasarkan pada persamaan
International Geomagnetic Reference Field
(IGRF), sehingga anomali magnetiknya
diberikan oleh persamaan sebagai berikut:
vhIGRFobs TTTT ±−=∆ (3)
dengan obsT adalah medan magnetik
komponen total terukur, IGRFT adalah medan
magnet teoritis berdasarkan IGRF pada
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
10
stasion dan vhT adalah koreksi medan magnet
akibat variasi harian.
IGRFT dihitung pada titik pengukuran dengan
memasukkan nilai posisi dan tanggal
pengukuran dengan paket program IGRF yang
telah terdapat pada beberapa software
misalnya Magpick, WMM, dll. Sedangkan
obsT terukur pada saat magnetometer
merekam data pada titik pengukuran. Hasil
pengolahannya dengan Microsoft office Excel
didapatkan data anomali medan magnet total.
3.3 Peta Anomali Medan Magnet
Berdasarkan hasil pengolahan data yang
diperoleh, dibuat peta anomali medan magnet
dengan menggunakan software paket surfer
version 8 yang menunjukkan hubungan antara
posisi pengukuran dan nilai anomali medan
magnet total ditunjukkan dalam gambar 5A.
Penghalusan data pengamatan untuk
mengeliminasi efek lokal dilakukan dengan
kontinuasi ke atas (upward continuation)
sebesar 3000m. Hasil kontinuasi ini terlihat
pada gambar 5B yang memperlihatkan
anomali yang muncul semakin jelas. Setelah
dilakukan kontinuasi ke atas, data anomali
medan magnetik total ini direduksi ke kutub.
Kedua tahap ini dilakukan dengan
menggunakan program MagPick atau reduksi
ke kutubnya dengan sofware Signpro.
Gambar 4. Diagram blok pengolahan data magnetik total
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
11
Gambar 5. A. Anomali Medan magnet total, B.
Anomali medan magnet total (upward
continuation 3000m).
4. Hasil dan Diskusi
4.1 Interpretasi Kualitatif
Secara kualitatif peta anomali diperoleh
menunjukkan penyebaran pasangan pola
kontur tertutup (besar-kecil) yang terdapat
pada masing-masing bledug. Penentuan
pasangan ini didasarkan pada kecenderungan
arah grid setiap pasangan kontur tertutup.
Oleh karena itu, dapat terlihat anomali berarah
utara-selatan untuk bledug pertama dan
anomali berarah barat-timur untuk bledug ke
dua, dengan pusat benda anomali ditafsirkan
berada di tengah pasangan pola kontur
tertutup itu. Dari pola-pola anomali yang
terlihat mempunyai gradien anomali
horisontal yang tinggi (gradiennya tajam) dari
pada daerah sekitarnya.
Di daerah dekat pusat bledug terlihat adanya
anomali yang menunjukkan bahwa pada
daerah inilah yang mengakibatkan terjadinya
letupan lumpur. Ditafsirkan adanya aktifitas
panas dari dalam yang berupa gas yang
mendorong keluar. Dengan adanya aktivitas
ini, maka batuan akan mengalami penurunan
sifat kemagnetannya, sesuai dengan aktivitas
bledug yang mengeluarkan erupsi lumpur
yang mengandung garam dan gas belerang
serta gas metan lainnya.
Gambar 6. A. Sayatan anomali medan magnet
total, B. Pemodelan pada sayatan profil A-A’, C.
Pemodelan pada sayatan profil B-B’
Sayatan pertama dibuat dari pasangan kontur
tertutup yang berarah utara-selatan yaitu A-A’
yang melewati bledug pertama (sebelah
timur). Sayatan ke dua dibuat dari pasangan
kontur tertutup berarah barat timur yaitu B-B’
yang melewati daerah bledug ke dua (sebelah
barat). Dari kedua sayatan ini, akan digunakan
untuk permodelan struktur bawah permukaan
daerah Bledug Kuwu. Sayatan ini diambil dari
data peta anomali yang telah dilakukan
upward continuation 3000m. Dengan metode
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
12
ini, akan mempertajam anomali pasangan
kontur dari data peta anomali medan magnet
total. Hasil sayatan ini (upward continuation),
kemudian dilakukan reduksi ke kutub untuk
mengubah arah magnetisasi benda dalam arah
vertikal sehingga anomali medan magnetik
dapat menunjukkan langsung posisi benda
penyebabnya.
4.2 Interpretasi Kuantitatif
Pada pemodelan profil A-A’ dan B-B’, bentuk
kurvanya hampir sama Hasil pemodelan profil
ini didapatkan 2 benda penyebab anomali
dengan nilai -0,012cgs untuk benda pertama
(warna merah) dan (-0,016)cgs untuk benda
ke dua (warna biru), dengan arah barat-timur.
Benda pertama berada di sebelah barat dengan
kedalaman (270-330) meter dari permukaan
dan benda ke dua dengan kedalaman (270-
350) meter dengan sisi yang berbatasan
dengan benda pertama (dekat batuan pertama)
mempunyai lapisan lebih tipis. Di bawah
kedua batuan anomali ini, terdapat batuan
sedimen yang sangat dipengaruhi panas
(warna hitam) dengan kontras suseptibilitas (-
0,014)cgs sebagai sumber tekanan. Sumber
tekanan (gas) ini mencari tempat pada benda
anomali yang lemah untuk dilaluinya sampai
ke permukaan bumi dan daerah ini dinamakan
zona lemah.
Dari harga nilai suseptibilitas batuan sekitar
(k0), kontras suseptibilitas batuan (∆k) dan
suseptibilitas batuan target (k1), maka dengan
persamaan 4 berikut dapat dicari benda
penyebab anomalinya (berdasar nilai
suseptibilitas) sebagai
01 kkk −=∆ (4)
Tabel 2. Hubungan suseptibilitas batuan sekitar (k0), kontras suseptibilitas (∆k)
dan suseptibilitas batuan target (k1)
Pemodelan Nilai k0
(cgs)
Nilai ∆k
(cgs)
Nilai k1
(cgs)
Kemagnetan
Batuan 1 A-A’ 0,015 -0,012 0,003 Paramagnet
Batuan 2 A-A’ 0,015 -0,016 -0,001 Diamagnet
Batuan 1 B-B’ 0,015 -0,012 0,003 Paramagnet
Batuan 2 B-B’ 0,015 -0,016 -0,001 Diamagnet
Batuan 3 0,015 -0,014 0,001 Paramagnet
Dari pengolahan data dan pemodelan
perhitungan nilai suseptibilas ini, dapat dilihat
bahwa batuan 1 A-A’ dan 1 B-B’ merupakan
batuan dengan suseptibilitas kecil dan positif
0,003cgs merupakan batuan paramagnet,
kemudian batuan 2 A-A’ dan 2 B-B’ adalah
batuan dengan suseptibilitas kecil dan negatif
(-0,001)cgs merupakan batuan diamagnet.
Batuan yang suseptibilitasnya negatif ini
diidentifikasi sebagai batuan garam (rocksalt)
dapat berupa padat, lumpur maupun cairan.
Dari tabel ini menunjukkan batuan pertama
dan ke dua untuk kedua sayatan adalah batuan
yang sama dengan nilai suseptibilitas
0,003cgs dan (-0,001) cgs. Sedangkan batuan
3 di bawahnya merupakan batuan yang sangat
dipengaruhi suhu dan tekanan sehingga
suseptibilitasnya kecil (-0,001) cgs.
Tekanan dan suhu yang tinggi menyebabkan
batuan yang dilaluinya menjadi kehilangan
sifat kemagnetannya. Nilai kontras
suseptibilitas batuan yang cenderung lebih
kecil dari batuan sekitarya menunjukkan
aktifitas panas telah banyak mempengaruhi
batuan tersebut. Dengan kata lain, batuan
dengan kontras suseptibilitas lebih kecil (lebih
negatif) menunjukkan tekanan dari bawah
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
13
akibat aktifitas panas lebih besar dilakukan
kepadanya dari pada batuan sekitarnya.
Sehingga batuan ini akan menghasilkan
letupan yang lebih besar dan periodenya
cepat. Hal ini sesuai dengan fenomena di
daerah penelitian, bahwa bledug pertama lebih
aktif menghasilkan letupan dan periode
letupannya lebih cepat dibandingkan bledug
ke dua.
Terjadinya letupan dikarenakan adanya
tekanan dari bawah mampu mendorong
batuan yang dilaluinya terangkat naik. Oleh
karena itu, batuan ini harus bersifat lemah
terhadap tekanan atau mudah dilalui gas
(sumber tekanan). Selanjutnya, harus ada pula
sumber tekanan dari bawah yang besar dan
keluar melewati batuan ini. Pada prinsipnya
benda di dalam bumi akan keluar ke
permukaan karena di dalam bumi suhu dan
tekanannya besar. Bila batuan dasarnya sangat
keras maka benda dengan tekanan besar ini
seperti terperangkap dan tidak bisa keluar.
Benda di dalam bumi ini dapat keluar jika
terdapat rekahan, patahan, ataupun karena
adanya aktifitas pemboran. Sehingga syarat
terjadinya letupan pada daerah Bledug Kuwu
harus ada patahan yang terjadi di bawah
batuan hasil pemodelan yang telah disebutkan
di atas.
Hasil interpretasi, kemudian dibuat struktur
bawah permukaan mengenai terjadinya
letupan di daerah penelitan yang ditunjukkan
gambar 7. Terjadinya letupan hanya terjadi di
atas batuan yang suseptibilitasnya kecil dan
negatif sebagai deretan bledug dari besar
sampai kecil. Tekanan yang melalui batas
perlapisan menyebabkan tekanan memusat
pada batas kontak batuan pertama dan ke dua
menghasilkan tekanan paling besar.
Gambar 7. Pemodelan dan interpretasi struktur
bawah permukaan Bledug Kuwu
5. Kesimpulan Dan Saran
5.1 Kesimpulan
1. Struktur bawah permukaan di daerah
Bledug Kuwu terdiri dari:
• Batuan penyebab anomali, ada dua
jenis yaitu dengan suseptibilitas
0,003cgs, dan suseptibilitas 0,001cgs.
• Batuan di atas anomali (batuan
sekitar) adalah shale.
• Batuan yang berada di bawah anomali
berkurang sifat kemagnetannya yaitu
dengan suseptibilitas 0,001 cgs.
2. Kedalaman benda anomali rata-rata
adalah (270-350) meter.
3. Daerah di atas batuan penyebab anomali
dengan suseptibilitas (-0,001)cgs,
merupakan daerah potensial terjadi
letupan.
4. Dari interpretasi menunjukkan bahwa
batuan daerah penelitian adalah sedimen
yaitu shale yang telah berkurang sifat
kemagnetannya dan mengandung salt,
water sebagai anomali.
5.2 Saran
1. Penelitian harus ditambah lagi atau
diperluas di daerah di sekitar Bledug
Kuwu dengan jarak tiap titik-titiknya
pendek.
2. Dapat dilakukan mengolahan dan
interpretsi magnetik dengan cara atau
metode yang berbeda.
3. Hasil penelitian magnetik ini harus
dicocokkan dengan data lubang bor, data
seismik, dan data lainnya.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruh perubahan temperatur
terhadap nilai suseptibilitas batuan.
Daftar Pustaka
Baranov, V. and Naudy, H., 1964, Numeric
Calculation of the Formula of
reduction to pole, Geophysics, 29, 67-
69.
Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of
Indonesia, V.I.A, Martinus Nijhoff,
The hague.
Bhaskara, R.D., Ramesh, B.N., 1991, A
Rapid Method for Three-dimentional
Modelling of Magnetik anomalies:
Geophysics. 56,1729-1737.
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
14
Blakely, R.J., 1995, Potential theory in
gravity and magnetic applications,
Cambridge Univ Press, New York.
Breiner, S., 1973, Applications Manual for
Portable Magnetometers, Geometrics,
USA.
Grant, F.S.,West, 1965, Interpretation Theory
in Applied Geophysics, McGraw Hill
Corporation.
Haryono, A., 2002, Pemodelan Sesar
Regional di Daerah Gunungapi
Ungaran menggunakan Data Anomali
Medan Magnetik Reduksi ke Kutub,
Tesis, FMIPA, UGM.
IAGA Working Group V-8, 1995,
International Geomagnetic Reference
Field, 1995 revision. Submitted to
EOS Trans. Am. Geophys. Un.,
Geophysics, Geophys. J. Int., J.
Geomag. Geoelectr.,Phys. Earth
Planet.Int., and others.
Ismail, N.,2001, Interpretasi Data Anomali
medan Magnetik Total Reduksi ke
Kutub Untuk Pemodelan sesar
Regional di Daerah Gunung Merapi-
Merbabu, Tesis, FMIPA, UGM.
Manurung, P., 1989, Penyelidikan Anomali
Medan Magnet Total di Daerah
Kuwu, Grobodan, Jawa Tengah,
Skripsi UGM.
McLean, S., S. Macmillan, S. Maus, V. Lesur,
A.Thomson, and D. Dater, 2004,
TheUS/UK World Magnetic Model for
2005-2010, NOAA Technical Report
NESDIS/NGDC-1.
Nurdiyanto, B., 2004, Analisis Data Anomali
Medan Magnet Total Untuk
Menafsirkan Struktur Bawah
Permukaan Daerah Manifestasi Air
Panas di Lereng Utara Gunungapi
Ungaran, Skripsi, FMIPA, UGM.
Parkinson,W.D.,1983, Introduction to
Geomagnetism, Scottish academic
Press London.
Reid, A.B., Allsop, J.M., Granser, H., Millet,
A.J., and Somerton, I.W., 1990,
Magnetic interpretation in three
dimensions using Euler
deconvolution: Geophysics, 55, 80–
91.
Robinson, E. S., Coruh, C., 1998, Basic
Exploration Geophysics, John Willey
& Sons.
Sharma, P.V., 1997, Environmental and
Engineering Geophysics, Cambridge
University Press.
Sulindra , N., 2005, Interpretasi Data
Anomali medan Magnet Total reduksi
ke Kutub untuk Pemodelan Sesar,
Skripsi, FMIPA, UGM.
Talwani, M. and Heirtzler, J.R.,1964,
Computation of Magnetic anomalies
Caused by two Dimentional
Structures of Arbitary Shapein The
Mineral Industries, Stanford
University Publications Geological
Sciences Vol. 9, No.1.
Tchernychev, M.,2001, Magpick-magnetic
map & profile processing, user guide.
Telford, W.M., Geldart, R.E., Sheriff, D.A.,
and Keys, 1979, Applied Geophysics,
Cambridge University Press.
University of Birmingham, 2004,
Classification of magnetic material,
Applied Alloy Chemistry Group.
U.S. Geological Survey Information Service,
2005, World IGRF Magnetic Chart,
web page:www.ngdc.noaa.gov.
Yulianto, T., 2000, Pengukuran dan
interpretasi anomali magnetik
daerah Gunung Tangkuban
Perahu, Tesis Pasca Sarjana ITB.
200 m600 m
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
15