Upload
rasyhah-i
View
88
Download
19
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bahan ajar perkuliahan tentang mekanika statistik.....
Citation preview
MEKANIKA STATISTIK
Mikrajuddin Abdullah
PROGRAM STUDI MAGISTER DAN DOKTOR FISIKA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013
1
Bab 1
Ensembel Mikrokanonik
Assembli yang telah kita bahas sejauh ini memiliki kriteria yang sangat ketat, yaitu energi
yang dimiliki assembli maupun jumlah sistem dalam assembli sellau tetap. Dalam dunia riil
mungkin assembli demikian sulit diwujudkan. Assembli semacam ini dapat didekati oleh satu
wadah yang terisolasi rapat dari bahan isolator panas yang sangat tebal, tidak ada medan magnet,
medan listrik, atau bahkan medan gravitasi yang dirasakan sistem-sistem dalam assembli. Jadi,
pada prinsipnya, asembli yang telah kita bahas selama ini merupakan sebuah pendekatan untuk
kondisi riil. Pendekatan tersebut tentu saja mengandung sejumlah bias. Namun untuk dinding
assembli yang merupakan bahan isolator yang baik, bias yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.
Apabila kita ingin masuk ke kondisi yang lebih mendekati keadaan nyata, maka
pembatasan yang sangat ketat harus sedikit demi sedikit diperlonggar. Kalau kita menempatkan
sistem-sistem dalam wadah tertutup maka peluang sistem untuk keluar dari dan masuk ke dalam
wadah dapat dihindari. Dengan demikian pembatasan jumlah sistem yang konstan bukan
merupakan asumsi yang dibuat-buat. Tetapi untuk energi total yang dimiliki assembli,
pembatasan untuk energi yang konstan mungkin dapat dilanggar. Tidak ada dinding wadah yang
benar-benar sanggup meniadakan pertukaran energi secara sempurna, apalagi jika wadah yang
kita miliki terbuat dari bahan konduktor. Untuk menjelaskan mekanisme yang terjadi dalam
assembli yang memiliki dinding yang transparan terhadap energi, para ahli juga mengembangkan
statistik untuk assembli yang memiliki jumlah sistem konstan tetapi jumlah energi tidak konstan.
Bahkan kasus yang lebih umum lagi adalah untuk assembli terbuka seperti udara yang
ada di sekitar kita. Kita bahkan tidak memiliki wadah sama sekali. Kondisi ini dapat diasumsikan
sebagai assembli yang dibatas wadah yang dapat ditembus oleh sistem maupun oleh energi.
Implikasinya adalah jumlah sistem maupun energi total yang dimiliki asembli tidak tetap.
2
1.1 Dinding Assembli yang Transparan Terhadap Energi
Sejauh ini kita telah merumuskan panjang lebar tentang assembli yang dibatasi dinding
yang tidak transparan terhadap sistem maupun energi. Pertanyaanya adalah bagaimana bentuk
perumusan untuk assembli yang dibatasi dinding yang sifatnya lebih longgar, yaitu dapat
ditembus energi namun tidak dapat ditembus sistem?
Perhatikan sebuah assembli di mana jumlah sistem dalam assembli tetap tetapi energi
yang dimilikinya dapat berubah-ubah (Gbr. 1.1). Assembli tersebut memiliki dinding yang
transparan terhadap energi tetapi tidak transparan terhadap sistem. Contoh dinding tersebut
adalah logam. Karena dinding dapat ditembus energi maka pada saat yang berbeda, energi yang
dimiliki assembli mungkin berbeda. Misalkan energi yang dimiliki assembli pada saat yang
berbeda-beda diilustrasikan pada Tabel 1.1.
Gambar 1.1 Dinding ensemble transparan terhadap energi tetapi tidak transparan terhadap
sistem.
Tabel 1.1 Energi assembli berbeda-beda pada saat yang berbeda
Saat Energi yang dimiliki
t1 E1
3
t2 E2
.
.
.
.
.
.
t∞ E∞
Karena energi yang dimiliki assembli dapat berubah-ubah maka penurunan jumlah sistem
sebagai fungsi energi seperti yang dibahas dalam Bab 2 tidak dapat dilakukan. Lalu bagaimana
cara mendapatkan persamaan keadaan assembli? Kita lakukan strategi sebagai berikut:
1) Bisa saja terjadi bahwa pada saat yang berbeda, energi yang dimiliki assembli kembali
sama. Contohnya, bisa saja terjadi bahwa pada saat t1 dan t2 energi yang dimiliki
assembli sama, yaitu E1 = E7.
2) Untuk mudahnya kita urutkan energi yang dapat dimiliki assembli dari nilai terkecil
hingga terbesar sebagai berikut E1, E2, E3, …, E∞.
3) Assembli akan memiliki energi yang berbeda-beda tersebut dalam durasi waktu yang
berbeda-beda pula. Misalkan lama assembli memiliki energi E1 adalah ∆t1, lama
assembli memiliki energi E2 adalah ∆t2, dan seterusnya.
4) Dengan demikian, probabilitas assembli memiliki energi-energi di atas menjadi
Probabilitas memiliki energi E1: ∞∆++∆+∆
∆=
ttttEp
...)(
21
11
Probabilitas memiliki energi E2: ∞∆++∆+∆
∆=
ttttEp
...)(
21
22
dan seterusnya
4
Probabilitas memiliki energi E∞: ∞
∞∞ ∆++∆+∆
∆=
ttttEp
...)(
21
5) Karena kita tidak dapat mengetahui dengan pasti berapa ∆t1, ∆t2, dan seterusnya maka
diasumsikan bahwa p(E i) ∝ exp[-E i/kT]. Asumsi ini diinspirasi oleh fungsi distribusi
Maxwell-Boltzmann bahwa peluang mendapatkan sistem pada tingkat energi ke εi
sebanding dengan exp[-ε i/kT].
1.2 Konsep Ensembel
5
Apa yang kita bahas di atas adalah satu assembli saja yang memiliki sejumlah
kemungkinan energi. Energi yang berbeda dapat muncul pada saat yang berbeda. Tetapi kita
dapat juga melihat dari sudut pandang yang berbada tetapi memiliki hasil akhir yang setara. Kita
seolah-olah memiliki sejumlah besar assembli di mana jumlah sistem pada semua assembli sama
tetapi energi yang dimiliki satu assembli dengan assembli lain dapat berbeda. Untuk satu
assembli tertentu, jumlah sistem dan energi yang dimilikinya selalu tetap. Lebih tegas lagi,
seolah-olah kita memiliki sejumlah besar assembli di mana jumlah sistem dalam tiap-tiap
assembli sama, yaitu N tetapi energinya bisa berbeda-beda. Semua konfigurasi yang mungkin
dilakukan bagi penyusunan sistem-sistem dalam assembli ada wakilnya dalam kelompok
assembli tersebut. Apa yang kita miliki dapat diilustrasikan pada Gbr. 1.2.
Gambar 1.2 Ensembel adalah kumpulan assembli.
6
Semua assembli tersebut dikelompokkan dalam satu wadah besar (super assembli).
Jumlah assembli dalam super assembli tetap dan energi total super assembli juga tetap. Super
assembli semacam ini dinamakan ensembel.
Dalam ensembel di atas, konfigurasi yang berbeda dalam menyusun sistem-sistem dalam
assembli dapat menghasilkan energi yang berbeda dan dapat pula memiliki energi yang sama.
Sebagai ilustrasi, tinjau kasus di bawah ini dan kita misalkan E1 = 0, E3 = 2E2.
Konfigurasi penyusunan sistem dalam tiga assembli di atas berbeda. Tetapi energi
assembli 1 sama dengan energi assembli 2 dan berbeda dengan energi assembli 3. Peluang
munculnya assembli dengan energi yang berbeda tentu saja berbeda. Kita kemukakan hipotesis
bahwa peluang mendapatkan asembli dengan energi E i diberikan oleh
kTEi
ieEp /)( −∝ (1.1)
E1
E2
E3
E1
E2
E3
E1
E2
E3
E1
E2
E3
E1
E2
E3
E1
E2
E3
7
1.3 Assembli Terbuka
Jika kita melihat udara di sekitar kita atau atmosfer kita tidak memiliki wadah seperti
yang kita bahas pada bab-bab sebelumnya. Bagaimana kita dapat menggunakan statistik untuk
menjelaskan sifat-sifat gas di udara?
Kita dapat mengansumsikan bahwa di udara sekitar kita terdapat sejumlah besar wadah
(assembli) tetapi wadah tersebut dapat ditembus energi maupun sistem. Jadi jumlah energi
maupun jumlah sistem yang dimiliki assembli tersebut dapat berubah-ubah. Untuk menjelaskan
sifat-sifat assembli semacam ini, kita bangun sebuah ensemble yang mengandung sejumlah besar
assembli di mana assembli yang berbeda dapat memiliki jumlah sistem yang berbeda maupun
jumlah energi yang berbeda pula (Gbr. 1.3).
8
Gambar 1.3 Sebuah ensembel mengandung anggota berupa assembli terbuka.
Untuk ensemble semacam ini, peluang mendapatkan assembli dengan energi tertentu (Ei)
tidak hanya ditentukan E i, tetapi juga ditentukan oleh Ni. Meskipun energi dua assembli sama
tetapi jumlah sistemnya berbeda maka probabilitas kemunculan dua assembli tersebut dapat
berbeda. Bagaimana bentuk probablitas tersebut?
Dalam kuliah termodinamika kita mempelajari bahwa penambahan/pengurangan satu
partikel dalam sistem termodinamika yang kita tinjau melahirkan penambahan/pengurangan
energi sebesar µ, di mana µ disebut potensial kimia. Penambahan/pengurangan sebanyak ∆N
partikel menghasilkan penembahan/pengurangan energi sebesar µ∆N. Dengan demikian kita
dapat menyimpulkan bahwa jumlah sistem yang terdapat dalam assembli akan mempengaruhi
energi yang dimiliki assembli tersebut yang pada akhirnya menentukan peluang kemunculan
assembli yang bersangkutan. Akhirnya sangat logis apabila kita berhipotesis bahwa probabilitas
kemunculan assembli dengan energi E i dan mengandung sebanyak Ni sistem memenuhi
kTNEii
iieENp /)(),( ηξ ++−∝ (1.2)
dengan ξ dan η adalah parameter-parameter yang harus ditentukan.
1.4 Jenis-Jenis Ensembel
Dari semua pembahasan di atas kita akhirnya dapat membedakan tiga jenis ensemble
berdasarkan sifat dinding assembli-assembli penyusun ensemble tersebut.
9
Ensembel Kanonik
Jika assembli-assembli penyusun ensemble tersebut memiliki dinding yang tidak dapat
ditembus sistem tetapi dapat ditembus energi maka ensemble yang dibentuk dinamakan
ensemble kanonik. Dalam ensemble ini jumlah sistem dalam semua assembli sama banyaknya
tetapi energi yang dimiliki assembli dapat berbeda-beda. Namun jumlah total assembli dalam
ensembel dan jumlah total energi yang dimiliki ensemble adalah konstan.
Ensembel Grand Kanonik
Jika assmebli-assembli penyusun ensemble memiliki dinding yang dapat ditembus sistem
maupun energi maka ensemble yang dibentuk dinamakan ensemble grand kanonik. Pada
ensemble ini jumlah sistem maupun jumlah energi yang dimiliki satu assembli dapat berbeda
dengan yang dimiliki assembli lainnya. Namun jumlah total assembli dalam ensembel dan
jumlah total energi yang dimiliki ensemble adalah konstan.
Ensembel Mikrokanonik
Jika assembli-assembli penyusun ensembel tidak dapat ditembus sistem maupun energi
dan jumlah energi maupun jumlah sistem dalam tiap assembli semua sama maka ensemble yang
dibetuk dinamakan ensemble mikrokanonik. Karena semua assembli identik maka untuk
mempermudah pembahasan kita cukup meninjau satu assembli saja dan menentukan konfigurasi
penyusunan sistem-sistem dalam satu assembli seperti yang kita bahas paba bab-bab awal.
Karena sifatnya yang demikian maka penurunan fungsi keadaan untuk assembli ini umumnya
tidak dilakukan melalui konsep ensemble, tetapi cukup pada level assembli saja. Dengan kata
lain, kita umumnya tidak mengenalkan konsep ensemble untuk membahas assembli
mikrokanonik.
Penurunan Persamaan Termodinamika Assembli Mikrokanonik
10
Kita mulai dengan menurunkan ungkapan entropi dalam formulasi ensemble
mikrokanonik. Assembli mikrokanonik adalah assembli yang memiliki energi maupun jumlah
sistem yang tetap. Misalnkan jumlah sistem N dan energi total E. Namun demikian, hampir tidak
mungkin mempertahankan energi assembli pada satu nilai yang tertentu. Dengan kata lain, tidak
mungkin membuat assembli atau sistem dengan ∆E = 0. Berdasarkan prinsip ketidakpastian
Heisenberg, ≈∆∆ tE . Dengan demikian kondisi dengan ∆E = 0 dapat dibuat dalam selang
waktu ∞=∆t . Artinya, diperlukan waktu yang lamanya tak berhingga untuk membuat assembli
yang memiliki energi tertentu dan tentu saja ini tidak mungkin direalisasikan di dunia nyata.
Yang bisa dilakukan adalah membuat energi sistem bervariasi pada rentang energi yang sangat
sempit. Kita menyebut energi konstan adalah energi yang berada antara nilai E sampai E+∆E di
mana ∆E << E.
Assembli mikrokanonik yang kita definisikan di sini adalah assembli yang memiliki
jumlah sistem (partikel ) N dan energi antara E sampai E+∆E. Ruang fase dalam assembli ini
dibentuk oleh koordinat (x1,x2,x3, …., xN,y1,y2,y3, …,yN,z1,z2,z3,…,zN,px1,px2,
…,pxN,py1,py2, … ,pyN, pz1,pz2, …, pzN). Volume elemen ruang fase adalah
∏=
=ΓN
iziyixiiii dpdpdpdzdydxd
1
(1.3)
Karena assembli ini memiliki energi antara E sampai E+∆E, maka volume ruang fase yang
memiliki energi dalam rentang tersebut adalah
∫ ∏∆+<< =
=ΓEEprHE
N
iziyixiiii dpdpdpdzdydxE
),( 1
)(
(1.4)
11
E
E+∆EE
Γ(E)
Misalkan volume ruang fasa antara energi E = 0 sampai energi E adalah
∫ ∏∆+< =
=ΞEEprH
N
iziyixiiii dpdpdpdzdydxE
),( 1
)(
Maka jelaslah bahwa, )(EΓ yang merupakan volume kulit bola memenuhi
EEEE ∆
∂Ξ∂
=Γ)()( (1.5)
Entropi assembli mikrokanonik didefinisikan sebagai
)(ln EkS Γ= (1.6)
dengan k adalah konstanta Boltzmann.
Definisi pada persamaan (1.6) adalah difinisi bebas dan spekulatif. Definisi ini
dimunculkan hanya untuk menjembatani sifat mikroskopik dan sifat makroskopik.
Pertanyaannya adalah apakah definisi tersebut memenuhi sifat-sifat entropi yang telah
dikenal di termodinamika?
12
Salah satu sifat entropi yang dikenal dalam termodinamika adalah sifat ekstensif. Artinya,
jika ada dua assembli yang digabung maka entropi total merupaka jumlah aljarab entropi
masing-masing assembli. Apakah sifat ini dipenuhi oleh entropi yang didefinisikan dalam
persamaan (1.6)? Mari kita periksa
S1
S1
S = S1+ S2
Sifat ekstensif entropi
Misalkan kita memiliki dua assembli dengan volume V1 dan V2 jumlah sistem N1 dan N2, serta
energi E1 dan E2.
13
E1,V1, N1
E2,V2,N2
),( 111 prH ),( 222 prH
),(),( 222111 prHprHH +=
Pada gambar di atas, ),( 111 prH dan ),( 222 prH masing-masing Hamiltonian untuk assembli
pertama dan kedua dan ),(),( 222111 prHprHH += adalah Hamiltonian jika dua assembli
digabung. Entropi masing-masing assembli ketika masih terpisah adalah )(ln 11 EkS Γ= dan
)(ln 21 EkS Γ= .
Seperti sudah dijelaskan bahwa energi assembli tidak tepat pada satu nilai, tetapi
bervariasi pada selang energi yang sangat sempit. Jadi, energi assembli pertama dan kedua
berada dalam rentang 1E sampai EE ∆+1 dan 2E sampai EE ∆+2 . Ketika kedua assembli
digabung, maka energi total bervariasi dalam rentang E sampai EE ∆+ 2 di mana 21 EEE += .
Volum ruang fase dalam assembli pertama yang dibatasi oleh energi antara 1E sampai
EE ∆+1 adalah )( 11 EΓ dan volum ruang fase dalam assembli pertama yang dibatasi oleh energi
14
antara 2E sampai EE ∆+2 adalah )( 22 EΓ . Volume ruang fase dua assembli yang masih terpisah
dengan syarat 21 EEE += adalah
)()()()( 12112211 EEEEE −ΓΓ=ΓΓ (1.7)
Volume total ruang fase ketika dua assembli digabung menjadi assembli besar harus
memperhitungakan semua kemungkinan variasi E1 dengan tetap mempertahankan syarat
21 EEE += . Volume tersebut adalah
)()()( 1211
1
EEEEE
−ΓΓ=Γ ∑ (1.8)
Penjumlahan dilakukan untuk semua kemungkinan E1 dari E1=0 sampai E1 = E.
Sekarang kita bagi rentang E1 atas tingkat-tingkat energi selebar E∆ . Jumlah tingkat
energi adalah EEN ∆= / . Tingkat ke-i berkaitan dengan energi EiEi ∆= . Dengan demikian,
volum total ruang fase dapat ditulis
∑∑∆
==
−ΓΓ=−ΓΓ=ΓEE
iii
N
iii EEEEEEE
/
121
121 )()()()()( (1.9)
Misalkan suku terbesar pada penjumlahan di atas berada pada energi assembli pertama
1EEi = . Energi assembli kedua adalah 12 EEE −= . Karena jumlah suku dalam penjumlahan
adalah EEN ∆= / maka jelas berlaku ketidak samaan berikut ini
)()()()()( 22112211 EENEEE ΓΓ×≤Γ≤ΓΓ
Atau
)(ln)(lnln)(ln)(ln)(ln 22112211 EkEkNkEkEkEk Γ+Γ+≤Γ≤Γ+Γ
atau
)(ln)(lnln)(ln)(ln)(ln 22112211 ENkE
NkN
NkE
NkE
NkE
Nk
Γ+Γ+≤Γ≤Γ+Γ (1.10)
15
Volum ruang fasa dalam assembli pertama sebanding dengan jumlah cara mempertukarkan
system (partikel) dalam assembli tersebut. Jumlah cara tersebut sama dengan faktorial dari
sistem-sistem penyusun partikel. Jadi kita dapat aproksimasi
!)( 111 NE ≈Γ dan !)( 222 NE ≈Γ
Dengan approksimasi Stirling maka
11111 ln)(ln NNNE −≈Γ dan 22222 ln)(ln NNNE −≈Γ atau
NNN
NNkE
Nk 1
11
11 ln)(ln −≈Γ
NNN
NNkE
Nk 2
22
22 ln)(ln −≈Γ
N1, N2, dan N memiliki orde yang hampir sama. Pembagian N1/N atau N2/N hanya berada
dalam orde satuan.
Untuk N yang sangat besar maka 11 ln N
NNk jauh lebih besar daripada N
Nk ln . Dengan
demikian, suhu pertama di ruas yang paling kanan dapat diabaikan dari suku kedua dan ketiga.
Akibatnya, ketidaksamaan di atas dapat diaproksimasi lebih lanjut menjadi
)(ln)(ln)(ln)(ln)(ln 22112211 ENkE
NkE
NkE
NkE
Nk
Γ+Γ≤Γ≤Γ+Γ
Ini berarti
)(ln)(ln)(ln 2211 EkEkEk Γ+Γ≤Γ
atau
21 SSS += (1.11)
yang membuktikan sifat ektensif dari entropi.
16
Parameter Kesetimbangan Termodinamika
Lebih lanjut, karena suhu )()( 2211 EE ΓΓ merupakan suhu maksimum dalam penjumlahan,
maka variasi suku haruslah nol,
0)()( 2211 =ΓΓ EEδ
atau
0)()()()( 22112211 =ΓΓ+ΓΓ EEEE δδ
0)()()()(2
2
2211221
1
11 =∂Γ∂
Γ+Γ×∂Γ∂ E
EEEEE
EE δδ
0)()(
1)()(
12
2
22
221
1
11
11
=∂Γ∂
Γ+
∂Γ∂
ΓE
EE
EE
EE
Eδδ
0)(ln)(ln 2222
1111
=Γ∂∂
+Γ∂∂ EE
EEE
Eδδ (1.12)
Karena energi E = E1 + E2 konstan maka
021 =+ EE δδ
Atau
12 EE δδ −= (1.13)
Dengan demikian
0))((ln)(ln 1222
1111
=−Γ∂∂
+Γ∂∂ EE
EEE
Eδδ
atau
)(ln)(ln 222
111
EE
EE
Γ∂∂
=Γ∂∂
17
2
2
1
1
ES
ES
∂∂
=∂∂ (1.14)
Tampak di sini bahwa, dua assembli yang berada dalam keadaan seimbang memiliki nilai yang
sama untuk ES ∂∂ / . Apa besaran termodinamika yang sama untuk keadaan seimbang? Jawabnya
adalah suhu. Kita simpulkan bahwa ES ∂∂ / berkaitan dengan suhu. Dan memang kita memiliki
keterkaitan antara entropi dan suhu menurut persamaan
ES
T ∂∂
=1 (1.15)
Besaran Termodinamika
Jika entropi dinyatakan sebagai fungsi emnergi dan volum, ),( VES maka bentuk
diferensial dapat kita tulis
dVVSdE
TdV
VSdE
ESdS
∂∂
+=∂∂
+∂∂
=1
atau
TdVVSTdSdE
∂∂
−= (1.16)
Kita ingat hokum I termodinamika
PdVTdSdE −= (1.17)
Dengan demikian, hokum I termodinamika akan terpenuhi jika kita mendefisikan tekanan
sebagai berikut
VSTP
∂∂
= (1.18)
Urutan penyelesaian statistic ensemble mikrokanonik
i. Cari volume ruang fase yang dibatasi oleh energi E )(EΞ
18
ii. Cari elemen ruang fase yang dibatasi oleh energi E sampai E+∆E, yaitu EE
E ∆∂Ξ∂
=Γ )(
iii. Cari ungkapan entropi sebagai fungsi energi dan volum, )(ln),( EkVES Γ=
iv. Nyataakn energi sebagai fungsi entropi dan volum dengan membalik persaman di atas,
),( VSU
v. Cari besaran-besaran termodinamika
SUT∂∂
=
VUP∂∂
−=
TSUF −=
TSPVTG −+=
Assembli Mikrokanik Gas Ideal
Hamiltonian gas ideal memenuhi
( )∑=
++=N
iziyixi ppp
mH
1
222
21 (1.19)
Volume ruang fase dalam rentang energi 0 sampai E adalah
∫<
=ΞEH
zNNyNNxNNzyx dpdzdpdydpdxdpdzdpdydpdxE ...)( 111111
Kita dapat mengalikan volum tersebut dengan sebuah konstanta tanpa mengubah nilai entropi
yang diperoleh. Besaran )(EΞ memiliki dimensi (panjang x momentum)3N. Kita bisa membuat
menjadi tanpa dimensi dengan membagi dengan Nh3 dengan h adalah konstanta Planck yang
memiliki dimensi (panjang x momentum). Jadi, definisi ulang untuk )(EΞ sehingga tidak
memiliki dimensi adalah
19
∫<
=ΞEH
zNNyNNxNNzyxN dpdzdpdydpdxdpdzdpdydpdxh
E ...1)( 1111113 (1.20)
Integral (1.20) dapat disederhanakan menjadi
∫∫<
=ΞEH
zNyNxNzyxNNNN dpdpdpdpdpdpdzdydxdzdydxh
E ......1)( 1111113
∫∫<<
==
EHzNyNxNzyx
N
EHzNyNxNzyx
NN dpdpdpdpdpdp
hVdpdpdpdpdpdpV
h......1
11131113 (1.21)
Selanjutnya kita buat ruang momentum yang berdimensi 3N. Integral (1.21) dialukan
pada superbola dengan jari-jari R yang memenuhi mER 22 = . Integral (1.21) ekivalen dengan
∫<++++++
=Ξ
222221
21
21 ...
1113 ...)(Rpppppp
zNyNxNzyx
N
zNyNxNzyx
dpdpdpdpdpdphVE (1.22)
Solusi dari integral (1.22) adalah(Huang)
2/33
2/3
)2()12/3(
)( NNN
mEhV
NE
+Γ=Ξ
π (1.23)
Entropi gas ideal memenuhi
)(ln)(ln EkEEEkS Ξ≈
∆
∂Ξ∂
=
NkNh
mEVNk23
34ln
2/3
2 +
π (1.24)
Dari ungkapan entropi ini kita mendapatkan ungkapan enenrgi
−
== 1
32exp
43
3/2
2
NkS
VN
mhEUπ
(1.25)
Catatan:
20
Untuk N ∞ kita dapat mengaproksimasi
22ln
2ln
2)12/(
2/ nnnnn
n
+−≈+Γ
ππ (1.26)
21
Bab 2 Ensembel Kanonik
2.1 Probabilitas
Tinjau assembli ke-i yang merupakan salah satu elemen dari ensembel kanonik
yang akan kita bahas. Misalkan energi assembli tersebut adalah iE . Probabilitas
kemunculkan assembli tersebut dapat ditulis
kTEi
iep /−∝ atau kTEi
iCep /−= (2.1)
dengan C adalah konstanta normalisasi yang bergantung pada suhu. Karena harus
terpebuhi 1=∑i
ip maka
1// == ∑∑ −−
i
kTE
i
kTE ii eCCe
yang memberikan bentuk ungkapan untuk C sebagai berikut
ZeC
i
kTEi
11/ ==
∑ − (2.2)
Berdasarkan persamaan (2.1) dan (2.2) kita dapatkan ungkapan lengkap untuk ip
sebagai berikut
Zep
kTE
i
i /−
= (2.3)
22
2.2 Sifat-Sifat Termodinamika
Berikutnya mari kita bahas besaran-besaran termodimika dari sudut pandang
ensemble kanonik. Pertama kita menghitung energi yang dimiliki assembli dalam
ensembel tersebut. Energi rata-rata assembli memenuhi
∑=i
ii pEE
∑∑∑ ∂∂
=== −
i
E
i
Ei
i
kTEi
iii eZ
eEZ
eEZ
ββ
β111 /
ZZ
eZ i
Ei
βββ
∂∂
=∂∂
= ∑ 11
Zlnβ∂∂
= (2.4)
Karena kT/1−=β maka βkT /1−= sehingga
TkT
TkTkTkTT
∂∂
=∂∂
−=
∂∂
=∂∂
∂∂
=∂∂ 2
22 )/1(11
βββ (2.4)
Dengan demikian energi assembli pada persamaan (2.4) dapat ditulis menjadi
ZT
kTE ln2
∂∂
= (2.5)
2.3 Energi Bebas Helmholtz
Telah kita defnisikan pada bab terdahulu bahwa energi bebas Helmholtz
dmemenuhi TSEF −= . Dengan melakukan diferensial pada dua ruas kita dapatkan
23
SdTTdSdEdF −−= (2.6)
Mari kita melihat hukum I termodinamika, yang juga merupakan hukum kekekalan
energi,
dWdQdE +=
pdVdQ −= (2.7)
Di sini kita mendefinisikan pdVdW −= . Untuk proses yang reversibel maka berlaku
TdSdQ = (2.8)
Substitusi (2.8) ke dalam (2.7) diperoleh
pdVTdSdE −= (2.9)
Selanjutnya kita substitusi persamaan (2.9) ke dalam persamaan (2.7) sehingga
diperoleh bentuk diferensial dari energi bebas sebagai berikut
SdTTdSpdVTdSdF −−−= )(
SdTpdV −−= (2.10)
Jika F dinyatakan dalam fungsi V dan T maka diferensial dari F memenuhi
24
bentuk umum
dTTFdV
VFdF
VT
∂∂
+
∂∂
= (2.11)
Apabila kita bandingkan bentuk persamaan (2.10) dan (2.11) maka kita simpulkan
TVFp
∂∂
=− (2.12)
VTFS
∂∂
=− (2.13)
Substitusi S dari persamaan (2.13) ke dalam ungkapan energi Helmholtz TSEF −=
maka kita dapat menulis
∂∂
+=TFTEF
∂∂
+−=−TF
TTF
TE 1
22
∂∂
=−TF
TTE
2 (2.14)
Masukkan ungkapan E dari persamaan (2.5) ke dalam persamaan (2.14) didapat
∂∂
=∂∂
−TF
TZ
Tk ln
yang akhirnya memberikan ungkapans ederhana untuk energi bebas Helmholtz berupa
ZkTF ln−= (2.15)
25
Dari persamaan (2.13) dan (2.15) kita dapat menulis bentuk ungkapan untuk entropy
sebagai
VTFS
∂∂
−=
ZT
kTZk lnln∂∂
+= (2.16)
13.6 Ungkapan lain untuk entropi
Dari ungkapan energi bebas Helmholtz TSEF −= kita dapat menulis
TFES −
= (2.17)
Kita selanjunya menggunakan definisi awal untuk energi, yaitu ∑=i
iiEpE .
Merngingat F adalah besaran tanpa indeks dan mengingat kesamaan 1=∑i
ip maka
kita dapat menulis
∑∑ ==i
ii
i FppFF (2.18)
Substitusi ∑=i
iiEpE dan persamaan (2.18) ke dalam persamaan (2.17) diperoleh
∑∑∑∑ −
=−
=−
=i
ii
iii
ii
iii
TFEp
T
FEp
T
FpEpS )(
)( (2.19)
26
Dari persamaan (2.5) kita dapat menulis
kTFeZ /−= (2.20)
Substitusi persamaan (2.20) ke dalam persamaan (2.2) kita peroleh
kTF
kTE
i eep
i
/
/
−
−
=
kTEF ie /)( −=
atau
kTFEp i
i−
−=ln (2.21)
Substitusi persamaan (2.21) ke dalam persamaan (2.19) diperoleh ungkapan lain untuk
entropi, yaitu
∑ −=i
ii pkpS )ln(
∑−=i
ii ppk ln (2.22)
13.7 Fungsi Partisi Total
Sekarang kita menghitung fungsi partisi total. Untuk maksud tersebut kita
tinjau sebuah assembli, sebut saja assembli ke-i, yang merupakan komponen dari
27
ensembel kanonik. Misalkan jumlah partikel dalam assembli tersebut adalah N dan
partikel-partikel penyusun assembli dapat dibedakan (partikel klasik). Jumlah partikel
dalam assembli tersebut memenuhi
∑=s
snN (2.23)
dan energi yang dimiliki assembli adalah
∑=s
ssi EnE (2.24)
Untuk assembli kanonik, N selalu tetap tetapi iE tidak selalu tetap. Jumlah cara
penyusunan partikel-partikel dalam assembli tersebut adalah
∏=s s
ns
i ngNW
s
!!
sehingga fungsi partisi menjadi
∑ −=i
kTEi
ieWZ / (2.25)
di mana indeks i bergerak pada semua konfigurasi yang bisa dimiliki assembli.
Penjumlahan terhadap semua konfigurasi yang mungkin ekivalen dengan
penjumlahan pada semua kombinasi sn yang mungkin yang kita nyatakan dengan
symbol sn . Jadi kita dapat menulis
28
∑ −=
s
sn
sn
kTEn eWZ /
∑
∑∏
−
=s
s
n
sss
s s
ns
kT
En
ngN exp
!!
∑ ∏∏
−
=s
s
n s
ss
s s
ns
kTEn
ngN exp
!!
[ ] ∑ ∏∏
= −
s
sss
n s
nkTE
s s
ns e
ngN /
!!
( ) ∑ ∏
=−
s
ss
n s s
nkTEs
negN
!!
/
(2.26)
Untuk mencari hasil penjumlahan pada persamaan (2.26), mari kita tinjau
kasus berkut ini
12
01
12
11
02
21
2221
21
221 22)( xxxxxxxxxxxx ++=++=+
22
221
12
121
02
21 !2)!22(
!2!1)!12(
!2!0!2
!2 xxxxxx −−
−+
−+=
32
01
22
11
12
21
02
31
32
2212
21
31
321 3333)( xxxxxxxxxxxxxxxx +++=+++=+
32
331
22
231
12
131
02
31 !3)!33(
!3!2)!23(
!3!1)!13(
!3!0!3
!3 xxxxxxxx −−−
−+
−+
−+=
Dengan melihat pola di atas maka secara umum dapat kita tulis
29
...!)!(
!...!1)!1(
!!0!
!)( 231
12
11
02121 +
−++
−+=+ −− nnNNN xx
nnNNxx
NNxx
NNxx
∑ −
−=
n
nnxxnnN
N2
31!)!(
! (2.27)
Dengan cara serupa pun akan kita dapatkan bentuk penjumlahan yang sama untuk
penjumlahan tiga variable, yaitu
∑=++
=++Nnnn
nnnN xxxnnn
Nxxx321
321221
321321 !!!
!)(
∑=
sn
nnn
nx
nx
nxN
!!!!
3
2
2
2
1
1321
(2.28)
Dan hasil ini bisa diperumum lagi untuk penjumlahan banyak suku, yaitu
∑∑ =
s
s
n s
ns
nnnN
ss n
xnx
nx
nxNx ...
!...
!!!!
3
2
2
2
1
1321
∑∏
=
s
s
n s s
ns
nxN
!! (2.29)
Dengan membandingkan persamaan (2.26) dengan persamaan (2.29) maka kita
simpulkan bahwa pada persamaan (2.29), sx tidak lain daripada kTEs
seg /− . Dengan
kesamaan ini maka kita simpulkan bahwa fungsi partisi pada persamaan (2.26) dapat
ditulis menjadi
N
s
kTEs
segZ
= ∑ − /
30
NZ= (2.30)
Untuk sistem semiklasik di mana partikel dianggap tidak dapat dibedakan
maka jumlah cara penyusunan partikel-partikel adalah
∏=s s
ns
i ngW
s
!
Dengan melakukan langkah yang sama maka kita sampai pada kesmipulan bentuk
fungsi partisi sistem semiklasik adalah
!NZZ
N
tot = (2.31)
13.8 Penerapan ensembel kanonik untuk gas tidak ideal
Hingga saai ini gas yang kita bahas adalah gas ideal. Tidak ada interaksi antar
partikel gas. Dengan menggunakan konsem ensembel kanonik, kita diperbolehkan
untuk memperkenalkan interaksi antar partikel gas dalam assembli. Misalkan energi
yang dimiliki partikel gas hanya energi kinetik maka fungsi partisi hanya mengandung
energi tersebut. Namun jika ada interaksi antar partikel gas maka fungsi partisi
dibangun dari energi total berikut ini
∑∑∑>
+++=j j
jj
zjyjxj Upppm
E
)(21 222 (2.32)
Pada penjumlahan jlU kita mensyaratkan j> untuk menghindari perhitungan
31
ganda. Suku dengan j= juga tidak disertakan karena tidak ada interaksi antara
partikel dengan dirinya sendiri.
Kita akan menghitung fungsi partisi dengan metode integral. Untuk maksud
tersebut kita harus menggunakan karapatan kedaan untuk mengganti tanda penjumlahan
menjadi tanda integral. Untuk sistem semi kuantum, kerapatan kedaan adalah
NN hd 3
6 /Γ dengan ∏=Γj
zjyjxjjjjN dpdpdpdzdydxd 6 . Fungsi partisi menjadi
∏∫∑∑∑
+++−= >
jzjyjxjjjj
j jj
jzjyjxj
N dpdpdpdzdydxkT
Umppp
hNZ
2/)(exp
!1
222
3
(2.33)
Mari kita fokuskan pada bagian integral persamaan (2.33)
∏∫∑∑∑
+++− >
jzjyjxjjjj
j jj
jzjyjxj
dpdpdpdzdydxkT
Umppp
2/)(exp
222
∏∫∑∑
∏∫∑
−
++−= >
jjjj
j jj
jzjyjxj
jzjyjxj
dzdydxkT
Udpdpdp
mkT
ppp
exp2
)(exp
222
∏∫∑∑∑
−
−
−=
jzjyjxj
jzj
jyj
jxj
N dpdpdpmkT
p
mkT
p
mkT
pI
2exp
2exp
2exp
222
(2.34)
di mana kita telah mendefinisikan
32
∏∫∑∑
−= >
jjjj
j jj
N dzdydxkT
UI
exp (2.35)
Persamaan (2.34) dapat ditulis secara lebih sederhana dalam bentuk perkalian berikut ini
∏∫ ∏∏∏
−
−
−
jzjyjxj
j
zj
j
yj
j
xjN dpdpdp
mkTp
mkTp
mkTp
I2
exp2
exp2
exp222
∫ ∫∏∫∏∏
−
−
−= zj
j
zjyj
j
yjxj
j
xjN dp
mkTp
dpmkTp
dpmkTp
I2
exp2
exp2
exp222
( ) ( ) ( )∏ ∫∏ ∫∏ ∫ −−−=j
zjmkTp
jyj
mkTp
jxj
mkTpN dpedpedpeI zjyjxj 2/2/2/ 222
(2.36)
Dengan menggunakan hasil yang sudah kita pelajari sebelumnya yaitu
λπλ /2
=∫∞
∞−
− dxe x maka kita dapat menulis
mkTdpedpedpe zjmkTp
yjmkTp
xjmkTp zjyjxj π22/2/2/ 222
=== ∫∫ −−− (2.37)
Karena ada N buah perkalian dalam tanda ∏j
maka persamaan (2.36) memberikan
hasil sebagai berikut
( ) ( ) ( )∏∏∏jjj
N mkTmkTmkTI πππ 222
( ) ( ) ( )NNN
N mkTmkTmkTI πππ 222=
33
( ) NN ImkT 2/32π= (2.38)
Substitusi persamaan (2.38) ke dalam persamaan (2.33) didapatkan ungkapan untuk
fungsi partisi menjadi
( ) NN
N ImkThN
Z 2/33 2
!1 π= (2.39)
Untuk mencari NI mari kita lakukan prosedur berikut ini. Kita tulis
)(1/jl
kTU rfe j +=− (2.40)
Dengan penulisan tersebut maka
∏∏>
−−
=∑∑
>
j j
kTUkTU
jj jj
ee
/
/
[ ]∏∏>
+=j j
jrf
)(1 (2.41)
Jika terpenuhi kondisi 1)( <<jrf maka kita dapat melakukan aproksimasi
[ ] ∑∑∏∏>>
+≈+j j
jj j
j rfrf
)(1)(1 (2.42)
Dengan melakukan substitusi persamaan (2.41) dan (2.42) ke dalam persaman (2.35)
kita dapatkan bentuk aproksimasi untuk NI sebagai berikut
34
∫ ∏∑∑
+≈
> jjjj
j jjN dzdydxrfI
)(1
∫ ∏∑∑∫∏>
+=j
jjjj j
jj
jjj dzdydxrfdzdydx
)(
∑∑ ∏∫∏∫>
+=j j j
jjjjj
jjj dzdydxrfdzdydx
)( (2.43)
Mengingat integral Vdzdydx jjj =∫ dan ∏j
mengandung N buah suku perkalian
maka persaman (2.43) memberikan hasil
∑∑ ∏∫>
+=j j j
jjjjN
N dzdydxrfVI
)( (2.44)
jarak antar partikel memenuhi 222 )()()( jjjj zzyyxxr −+−+−= .
Dengan demikian, )( jrf hanya mengandung enam variable, yaitu x , y , z , jx ,
jy , dan jz . Oleh karena itu, dalam perkalian elemen diferensial ∏j
jjj dzdydx , hanya
enam elemen diferensial saja yang bekerja pada )( jrf sedangkan sebanyak 63 −N
buah elemen lainnya tidak bekerja pada )( jrf . Dengan sifat demikian kita dapat
menulis
∑∑ ∫∫∏>
≠≠
+=j j
jjjj
kjk
kkkN
N dzdydxdzdydxrfdzdydxVI
)(
∑∑ ∫>
−+=j j
jjjjNN dzdydxdzdydxrfVV
)(2
35
∑∑∫>
−+=j j
jjjjNN dzdydxdzdydxrfVV
)(2 (2.45)
Ingat, setelah kita melakukan integral maka ∫ dzdydxdzdydxrf jjjj )( tidak lagi
mengandung indeks j maupun karena variable tersebut habis diintegral.
Akibatnya, penjumlahan pada ruas kanan menjadi penjumlahan dari suku-suku yang
nilainya sama, di mana nilai masing-masing suku tersebut adalah
∫ dzdydxdzdydxrf jjjj )( . Hasil dari penjumlahan tersebut sama dengan nilai suku
kali banyak suku penjumlahan. Banyaknya suku penjumlahan adalah 2/)1( −NN .
Dengan demikian kita dapat menulis
∫−
+= − dzdydxdzdydxrfNNVVI jjjj
NNN )(
2)1(2 (2.46)
Untuk menyelesaikan integral dalam persamaan (2.46), kita perknalkan variabel relatif
jrr = . Dengan memperkenalkan variabel relatif ini maka kita dapat melakukan
transformasi berikut ini
∫∫ =
dzdydxrdrfdzdydxdzdydxrf jjjj3)()(
∫∫∫ == rdrfVrdrfdzdydx
33 )()(
aV= (2.47)
di mana rd 3 adalah elemen volum dalam ruang relatif dan ∫= rdrfa 3)( . Akhirnya
kita dapatkan
36
aVNNVVI NNN 2
)1(2 −+= −
1
2)1( −−
+= NN VaNNV (2.48)
Misalnya energi interaksi antar partikel sangat kecil sehingga berlaku
1/ <<kTU j . Dengan asumsi ini maka kita dapat menulis
kTU
e jkTU j −≈− 1/ (2.49)
Dengan membandingkan persamaan (2.40) dan aproksimasi (2.49) kita simpulkan
kTUrf jj /)( −= (2.50)
sehingga
[ ] kTardrUkTrdkTrUa /')()/1(/)( 33 =−=−= ∫∫ . (2.51)
Substitusi persamaan (2.51) ke dalam persaman (2.48) diperoleh
1
2')1( −−
+= NNN V
kTaNNVI (2.52)
Dengan menggunakan persamaan (2.39) dan persamaan (2.52) maka energi bebas
Helmholtz dapat ditulis
37
ZkTF ln−=
+−= NN IhN
mkTkT ln!
)2(ln 3
2/3π (2.53)
13.9 Persamaan Keadaan
Untuk gas ideal kita sudah memiliki persamaan keeadaan yang sederhana, yaitu
NkTpV = . Sekarang kita ingin mencari persamaan keadaan untuk gas yang tidak ideal
yang dibahas di atas. Kita mulai dengan menentukan tekanan gas dengan memasukkan
F pada persamaan (2.53) ke dalam persamaan (2.12). Dari ungkapan enerngi bebas
hanya NI yang mengandung besaran volum. Oleh karena itu kita dapat menulis
TVFp
∂∂
−=
TNI
VkT
∂∂
= ln
T
N
N VI
IkT
∂∂
=1
−+−+
= −
−−
kTaVNNVkTaVNNNVkT NN
NN
2/')1(2/')1(
1
221
−+
−+= −−
−−
kTaVNNVkTaVNV
VNkT
NN
NN
2/')1(2/')1(
21
221
−+
−+=
kTVaNNkTVaN
VNkT
2/')1(12/')1(1 2
( )( )kTVaNNkTVaNV
NkT 2/')1(12/')1(1 2 −−−+≈
38
( )kTVaNNkTVaNV
NkT 2/')1(2/')1(1 2 −−−+≈
22')1(
2')1(1
VaNN
VNkT
kTVaN
VNkT −
−=
−−≈
2''
Va
VNkT
−= (2.54)
Persamaan (2.54) dapat direorganisasi menjadi
VNkT
Vap =
+ 2
''
NkTVVap =
+ 2
'' (2.55)
Persamaan (2.55) sangat mirip dengan persamaan van der Walls. Persamaan
van der Walls yang lengkap dapat diperoleh dengan melakukan koreksi pada volum
yaitu mengurangi volum total dengan jumlah volum yang dimiliki molekul-molekul gas.
Misalkan volum total semua molekul gas adalah b . Persaman van der Walls dapat
diperoleh dengan mengganti V dengan bV − yaitu
NkTbVbV
ap =−
−
+ )()(
''2 (2.56)
Dengan menganggap bahwa b sangat kecil dibandingkan dengan V maka kita dapat
mengabaikan b terhadap b pada penyebut persamaan (2.56). Sedangkan pada
pembilang, b kita pertahankan karena walaupun nilainya lebih kecil dari b tetapi
tetap memberi perubahan nilai yang signifikan pada persamaan. Dengan demikian kita
diperoleh
39
NkTbVVap =−
+ )(''
2 (2.57)
Persamaan (2.57) merupakan persamaan van der Walls yang selam ini kita kenal.
13.10 Fluktuasi Energi
Seperti sudah kita singgung sebelumnya, karena ensembel kanonik
memungkinkan pertukaran energi antar assembli penyusunnya, maka dapat terjadi
fluktuasi energi yang dimiliki oleh masing-masing assembli. Di sini kita turunkan
fluksuasi energi assembli dalam ensembel kanonik.
Fluksuasti energi assembli ke-i terhadap energi rata-ratanya dalat ditluis
EEE i −=δ (2.58)
Kita kuadratkan dua ruas persamaan (2.58) dan diperoleh
2222 2)( EEEEEEE iii +−=−=δ (2.59)
Kita selanjutnya melakukan perata-rataaan ke dua ruas persamaan (2.59), yaitu
2222222 222 EEEEEEEEEEEEE iiiii +−=+−=+−=δ
22 EEi −= (2.60)
40
Dalam mencari persamaan (2.60) kita telah menggunakan kesamaan EEi = dan
mengingat E konstan maka 22 EE = .
Sebelunya kita sudah mendapatkan hubungan antara energi dan fungsi partisi,
yaitu
β∂∂
=Z
ZE 1 (2.61)
Sekarang kita akan mencari ungkapan untuk 2iE .
∑∑∑∑ −−−
∂∂
====i
kTE
i
kTEi
i
kTEi
iiii
iii eZ
eEZ
eZ
EpEE /2
2/2/222 111
β
2
2/
2
2 11ββ ∂∂
=∂∂
= ∑ − ZZ
eZ i
kTEi (2.62)
Substitusi (2.61) dan (2.62) ke dalam persamaan (2.60) diperoleh
2
22
22
22
22 1111
∂∂
−∂∂
=
∂∂
−∂∂
=ββββ
δ ZZ
ZZ
ZZ
ZZ
E (2.63)
Jika kita diferensialkan E pada persamaan (2.61) terhadap β kita dapatkan
2
22
2 111
∂∂
−∂∂
=
∂∂
∂∂
=∂∂
βββββZ
ZZ
ZZ
ZE (2.64)
41
Dengan membandingkan persamaan (2.53) dan (2.64) kita simpulkan
TEkTEE∂∂
=∂∂
= 22
βδ
vCkT 2= (2.65)
Tampak dari persamaan (2.65) bahwa bersanya fluktuasi energi bergantung pada
kapasitas kalor yang dimiliki assembli. Makin besar kapasitas kalor maka makin besar
fluktuasi energi yang terjadi. Fluktuasi energi juga naik secara kuadratik terhadap suhu.
Catatan
Tahapan penting dalam mencari fungsi termodinamika adalah
Cari tingkat-tingkat energi assembli.
Bangun fungsi partisi, Z
Cari ungkapan energi bebas Helmholttz, F.
Jika F mengandung parameter bebas, minimumkan F pada parameter tersebut.
Fungsi F yang minimum pada parameter tersebut merupakan fungsi termodinamika
yang dicari.
Nari fungsi F yang sudah diketahui, fungsi-fungsi termodinamika lainnya dapat
ditentukan.
42
Bab 3 Ensembel Grand Kanonik
Setelah mempelajari cukup banyak tentang ensembel mikrokanonik dan
ensembel kanonik, pada bab ini kita akan membahas ensembel jenis ketiga, yaitu
ensembel grand kanonik. Pada ensembel grand kanonik tidak ada batasan pada energi
maupun jumlah sistem pada sebuah assembli. Pembatasan hanya dikenakan pada suhu
dan volum assembli tersebut, yaitu dua besaran tersebut konstant. Ensembel ini lebih
mendekati kebanyakan kasus realistis, seperti gas atau partikel di tempat terbuka. Kita
akan membahas ensembel grand kanonik dengan menggunakan sejumlah analogi
dengan ensembel mikrokanonik maupun ensembel kanonik. Analogi seperti ini
dialakukan untuk mempermudah pemahaman.
3.1 Fungsi termodinamikan sistem terbuka
Kita berangkat dari hukum I termodinamika yang tidak lain merupakan hukum
kekekalan energi. Pembahasan ini kita lakukan karena ada beberapa persamaan dalam
hukum I ini yang akan menolong kita memehami penurunan ensemble grand kanonik
lebih mudah. Hukum I termodinamika dapat ditulis
dWdQdE += (3.1)
dengan dE adalah pertambahan energi dalam yang dimiliki assembli, dQ adalah
tambahan kalor yang diberikan pada assembli, dan dW adalah kerja yang diberikan pada
assembli. Hukum ini menyatakan bahwa pertambahan energi dalam yang dimiliki
assembli sama dengan kalor yang diberikan pada asembli dan kerja yang dilakukan pada
43
assembli.
Untuk proses yang berlangsung secara reversible, maka ada hubungan antara
kalor yang diberikan dan perubahan entropi, yaitu
TdQdS = (3.2)
Lebih lanjut, kerja yang dilakkan pada assembli memenuhi pdVdW −= . Dengan
demikian, untuk proses reversible, hukum I termodinamika dapat ditulis
pdVTdSdE −= (3.3)
di mana p adalah tekanan yang bekerja pada assembli dan V adalah volum assembli.
Jika jumlah sistem pada assembli tidak tetap maka ada kemungkinan terjadi
pertambahan dan pengurangan sistem dalam assembli tersebut. Pertambahan dan
pengurangan tersebut akan mempengaruhi energi dalam yang dimiliki assembli.
Misalkan pertambahan satu sistem menghasilkan perubahan energi µ dan pengurangan
sati sistem menyebabkan pengurangan energi µ maka perubahan dN sistem
menghasilkan perubahan energi dalam sistem sebesar dNµ . Dengan demikian,
perubahan energi dalam assembli jika jumlah sistem juga diijinkan untuk berubah
menjadi
dNpdVTdSdE µ+−= (3.4)
Secara umum, misalkan ada beberapa jenis partikel dalam assembli yang dapat masuk
44
atau keluar assembli dengan energi per sistem untuk jenis partikel ke-i adalah iµ maka
hukum I termodinamika mengambil bentuk umum
∑+−=i
iidNpdVTdSdE µ (3.5)
Kita batasi persoalan kita di mana suhu, tekanan, dan µ yang konstan. Dengan
melakukan integral pada persamaan (3.4) kita dapatkan
NpVTSE µ+−= (3.6)
Energi bebas Helmhotzt menjadi
TSEF −=
NpV µ+−= (3.7)
Enegi Gibbs yang didefinisikan sebagai pVFG += . Dengan menggunakan
persamaan (3.7) maka energi Gibs memiliki bentuk
NG µ= (3.8)
Berdasarkan persamaan (3.8), µ dapat dipandang sebagai energi Gibbs per satuan
jumlah sistem. Besaran ini sering juga disebut potensial kimia.
Sekarang kita kembali ke persamaan (3.4) yang dapat ditulis menjadi
45
dNpdVdETdS µ−+=
atau
dNT
dVTpdE
TdS µ
−+=1 (3.9)
Jika S dinyatakan sebagai fungsi E, V, dan N atau ),,( NVES maka kita dapat menulis
difensial dari S sebagai
dNNSdV
VSdE
ESdS
EVNENV ,,,
∂∂
+
∂∂
+
∂∂
= (3.10)
Dengan membandingkan persamaan (3.9) dan (3.10) kita simpulkan
NVES
T ,
1
∂∂
= (3.11)
NEVS
Tp
,
∂∂
= (3.12)
EVNS
T ,
∂∂
=−µ (3.13)
3.2 Fungsi grand partisi
Dalam ensembel grand kanonik, keadaan suatu assembli ke-i merupakan fungsi
dari energi Ei dan jumlah sistem Ni dari assembli tersebut. Oleh karena itu
kebolehjadian menemukan assembli ke-i dapat ditulis dalam bentuk umum sebagai
θξχ /)( ii ENi ep −+= (3.14)
dengan χ, ξ, dan θ merupakan parameter yang perlu ditentukan. (Catatan: untuk
46
ensemble kanonik di mana energi assembli bisa berbeda-besa maka kebolehjanisn untuk
menemukan assembli dengan energi Ei adalah kTEi
iep /−∝ ). Untuk menentukan
parameter-parameter χ, ξ, dan θ, mari kita bandingkan probabilitas pada persamaan
(3.4) dengan ungkapan probabilitas dalam assembli kanonik, yaitu
kTEFep /)( −= (2.23)
Dengan membandingkan persaman (3.4) dan (2.23) sangat logis apabila kita
menyamakan parameter berikut ini
kT=θ (3.15)
NF ξχ += (3.16)
Tetapi, dari persaman (3.7) kita sudah mendapatkan bentuk energi bebas Helmholtz
ensembel grand kanonik, yaitu NpVF µ+−= . Dengan demikian kita bisa simpulkan
lagi bahwa
pV−=χ (3.17)
µξ = (3.18)
Akhirnya kebolehjadian menermukan assembli dengan energi E i dan jumlah sistem Ni
adalah
kTENpVi
iiep /)( −+−= µ (3.19)
47
Dengan mengunakan hubungan normalisasi 1=∑i
ip maka
1/)( =∑ −+−
i
kTENpV iie µ
1/)(/ =∑ −−
i
kTENkTpV iiee µ (3.20)
Kita mendefinisikan fungsi grand partisi sebagai berikut
∑ −=i
kTENG
iieZ /)(µ (3.21)
Dengan mensubstitusi persamaan (3.21) ke dalam persamaan (3.20) kita dapatkan
1/ =−G
kTpV Ze
kTpVG eZ /= (3.22)
Berdasarkan definisi fungsi grand partisi (3.22) maka probabilitas pi pada persamaan
(3.19) dapat ditulis sebagai
kTENkTpVi
iieep /)(/ −−= µ
G
kTEN
Ze ii /)( −
=µ
(3.23)
Karena jumlah sistem dalam assembli ensembel grand kanonik bisa
48
berubah-ubah maka cara lain mendefinisikan fungsi grand partisi adalah dengan
memperhitungkan berbagai kemungkinan jumlah sistem pada masing-masing assembli.
Dengan pendekatan ini maka fungsi partisi grand kanonik bisa didefinsikan sebagai
∑∑ −=N i
kTENG
NieZ /)( ,µ (3.24)
Selanjutnya kita akan mencari ungkapan untuk entropi dikaitkan dengan
kebolehjadian munculnya masing-masing assembli. Pertama mari kita lihat bentuk
eksplisi dari ∑−i
ii ppk ln . Dengan menggunakan pi pada persamaan (3.19) maka
∑∑
++−
−=−i
iii
iii kT
ENpVpkppk µln
∑∑∑ −−=i
iii
iii
i EpT
NpT
pTpV 1µ
TENpV −−
=µ (3.25)
Kita mengingat salah satu persaman termodinamika NpVTSE µ+−= yang dapat
ditulis dalam bentuk
TENpVS −−
=µ (3.26)
Jika kita bandingkan persamaan (3.25) dan (3.26) kita simpulkan bahwa ungkapan lain
untuk entropi adalah
∑−=i
ii ppkS ln (3.27)
49
Untuk proses yang berlangsung secara reversible, kita memiliki persamaan
ENTSpV −+= µ . Kita diferensiasi dua ruas persamaan ini dan diperoleh
EddNNdSdTTdSpVd −+++= µµ)( (3.28)
Tetapi dari hukum I termodinamika untuk proses reversible kita memiliki hubungan
NdpdVTdSEd µ+−= sehingga persamaan (3.28) dapat diubah menjadi
µdNSdTpdVpVd ++=)( (3.29)
Dengan menyatakan (pV) sebagai fungsi dari V, T, dan µ dan melakukan diferensial
terhadap tiga variable tersebut maka kita dapat menulis
µµµµ
dpVdTTpVdV
VpVpVd
TVVT ,,,
)()()()(
∂
∂+
∂∂
+
∂∂
= (3.30)
Kalau kita bandingkan persamaan (3.29) dan (3.30) kita identifikasi
hubungan-hubungan berikut ini
µ,
)(
TVpVp
∂∂
= (3.31)
µ,
)(
VTpVS
∂∂
= (3.32)
50
TV
pVN,
)(
∂
∂=
µ (3.33)
Dari persamaan (3.22) kita dapat menulis GZkTpV ln= sehingga persamaan
(3.33) dapat ditulis menjadi
TV
G
TV
G ZkTZkTN,,
)(ln)ln(
∂
∂=
∂
∂=
µµ
TV
G
G
ZZkT
,
∂∂
=µ
(3.34)
3.3 Perhitungan Fungsi Grand Partisi
Selanjutnya kita akan menghitung fungsi grand partisi untuk beberapa macam
assembli.
a) Partikel semi klasik dalam formulasi sumasi
Tinjau assembli yang memiliki energi E i dan jumlah sistem Ni. Jumlah sistem
pada masing-masing kelompok energi dalam assembli tersebut adalah n1, n2, n3, … dan
energi kelompok-kelompok tersebut adalah ε1, ε2, ε3, …. Dengan demikian energi total
asembli dan jumlah total sistem dalam assembli ke-i adalah
∑=s
si nN
∑=s
ssi nE ε
51
Fungsi grand partisi menjadi
∑
−
=i
iiiG kT
ENWZ µexp (3.35)
dengan Wi adalah bobot konfigurasi assembli ke-I (jumlah cara penyusunan
system-sistem dalam assembli ke-i). Untuk sistem semiklasik kita sudah dapatkan
is s
ns
i ngW
s
= ∏ !
sehingga
∑ ∏
−
=
i
ii
is s
ns
G kTEN
ngZ
s µexp!
∑∑∑
∏
−
=
i
sss
ss
is s
ns
kT
nn
ng s
εµexp
!
[ ]( )∑ ∏∏ −
=
i s
ns
is s
ns s
s
kTng /)(exp
!εµ
( )∑ ∏
=
−
ii
s s
nkTs
neg ss
!
/)( εµ
(3.36)
Sebelum kita lanjutkan penyederhanaan persamaan (3.36), mari kita lihat
aturan berikut ini. Kita memiliki hubungan matematis berikut ini
∑ ∏∑=++
=
Nnn s s
ns
N
ss n
xNxs
...21!
!
52
atau dapat ditulis balik menjadi
N
ss
Nnn s s
ns x
Nnx s
= ∑∑ ∏
=++ !1
!...21
(3.37)
Jika tidak ada batas yang dikenakan pada ...21 ++ nn maka penjumlahan tersebut dapat
mengambil nilai dari 0 sampai ∞. Dengan demikian kita dapat mengubah persaman
(3.37) menjadi
∑ ∑∑ ∏∞
==++
=
0... !1
!21 N
N
ss
Nnn s s
ns x
Nnx s
(3.38)
Dengan mengganti kTss
segx /)( εµ −= maka
( ) ∑ ∑∑ ∏∞
=
−
=++
−
=
0
/)(
...
/)(
!1
!21 N
N
s
kTs
Nnn s s
nkTs s
ss
egNn
eg εµεµ
(3.39)
Ruas kiri persamaan (3.29) tidak lain daripada ungkapan fungsi grand partisi. Dengan
demikian ungkapan lain untuk grand partisi adalah
∑ ∑∞
=
−
=
0
/)(
!1
N
N
s
kTsG
segN
Z εµ
∑ ∑∞
=
−
=
0
//
!1
N
N
s
kTs
kT segeN
εµ
53
( )∑∞
=
=0
/
!1
N
NkT ZeN
µ
[ ]kTZe /exp µ= (3.40)
Dengan menggunakan fungsi grand partisi pada persaman (3.40) maka jumlah
rata-rata sistem dalam assembli adalah
TV
GZkTN,
ln
∂
∂=
µ
( )
=
∂
∂= kT
TV
kT
ZekT
kTZekT /
,
/ 1 µµ
µ
kTZe /µ= (3.41)
Selanjutnya jika sn adalah jumlah rata-rata sistem pada kelompok energi ke-s dalam
suatu assembli maka jumlah rata-rata system dalam suatu assembli dapat ditulis
∑=s
snN . (3.42)
Karena ∑ −=s
kTs
segZ /ε maka berdasarkan persamaan (3.41) kita dapat menulis
∑∑ −− ==s
kTs
kT
s
kTs
ss egeegN /)(// εµµε (3.43)
Jika kita bandingkan persamaan (3.42) dan (3.43) kita simpulkan bahwa jumlah
rata-rata sitem dalam kelompok energi ke-s dalam suatu assembli di dalam ensembel
grand kanonik adalah
kTss
segn /)( εµ−= (3.44)
54
b) Partikel semi klasik dalam formulasi integral
Untuk mencari bentuk integral dari fungsi grand partisi partikel semi klasik
mari kita mulai dari persamaan (3.24) ∑∑ −=N i
kTENG
NieZ /)( ,µ . Kita mentransformasi
penjumlahan ∑i
ke bentuk integral dengan cara sebagai berikut.
∫∑ ΓΩ= NNi
d 6.......... (3.45)
dengan NΩ adalah kerapatan keadaan. Untuk assembli semiklasik kerapatan
keadaan memenuhi NN hN 3!/1=Ω . Dengan demikian bentuk integral dari fungsi
grand partisi semiklasik mengambil bentuk
∑ ∫ Γ= −
NN
kTNENNG de
hNZ 6
/)]([3!
1 µ
∑ ∫ Γ= −
NN
kTNEkTNN dee
hN 6/)(/
3!1 µ (3.46)
Kasus khusus. Untuk kasus khusus di mana interaksi antar partikel diabaikan
maka E(N) hanya mengandung energi kinetik
( )∑=
++=N
iiziyix ppp
mNE
1
222
21)(
Dengan demikian
∏∫∫ −− =Γi
iziyixiiikTNE
NkTNE dpdpdpdzdydxede /)(
6/)(
55
( )∏∫
∑∫∏
++−=
iiziyix
iiziyix
iiii dpdpdp
mkT
pppdzdydx
2exp
222
∏ ∫∫∫
−
−
−=
iiz
iziy
iyix
ixN dpmkTpdp
mkTp
dpmkTpV
2exp
2exp
2exp
222
( )( )( )∏=i
N mkTmkTmkTV πππ 222
( ) 2/32 NN mkTV π=
Untuk kasus khusus ini fungsi grand partisi memiliki bentuk
( )∑=N
NNkTNNG mkTVe
hNZ 2/3/
3 2!1 πµ
∑∑ =
=
N
NkTN
N
NkTN Ze
NmkT
hVe
N/
2/3
3/
!12
!1 µµ π
( ) [ ]kT
N
NkT ZeZeN
// exp!
1 µµ ==∑
Yang tidak lain merupakan persamaan (3.40)
c) Fungsi grand partisi Bose-Einstein
Untuk menentukan fungsi grand partisi bose-einstein mari kita mulai dengan
meninjau hubungan berikut ini
∑∞
=
=++++=− 1
32 ...11
1n
njjjj
j
xxxxx
=
− ∑∑∑∏∞
=
∞
=
∞
= 111...
11
n
nj
n
nj
n
nj
j j
xxxx
56
∑=,...3,2,1
...321
nnn
nj
nj
nj xxx
∑ ∏
=
,...3,2,1 nnn j
nj
jx (3.47)
Selanjutnya kita misalkan kTj
jex /)( εµ −= sehingga kita dapat menulis (3.47) menjadi
[ ]∑ ∏∏
=
−
−−
,...3,2,1
/)(/)(1
1nnn j
nkT
jkT
jj
je
eεµ
εµ
∑
∑ −=
,...3,2,1/)(exp
nnn jjj kTn εµ (3.48)
Telah didefinisikan bahwa fungsi grand partisi adalah
∑ ∑
−=
i sssiG kTnWZ /)(exp εµ (3.35)
di mana s adalah indeks kelompok energi. Tetapi penjumlahan ∑ −s
ss kTn /)( εµ
terhadap kelompok-kelompok energi memberikan hasil yang persis sama dengan
penjumlahan ∑ −i
ii kTn /)( εµ terhadap keadaan individual. Perbedaan hanya pada
jumlah suku yang dijumlahkan. Jumlah suku pada penjumlahan yang terakhir lebih
banyak daripada jumlah suku penjumlahan pada yang pertama. Jadi
∑∑ −=−i
iis
ss kTnkTn /)(/)( εµεµ
Lebih lanjut, karena partikel boson indentik maka jumlah cara penyusununan
boson-boson pada keadaan ke-i hanya satu, berapa pun jumlah boson yang menempati
57
keadaan tersebut. Dengan demikian, untuk boson 11 =W . Dengan demikian untuk
sistem boson fungsi grand partisi pada persaman (3.35) dapat ditulis menjadi
∑ ∑
−×=
,...21 ,/)(exp1
nn iiiG kTnZ εµ
∑ ∑
−=
,...21 ,/)(exp
nn iii kTn εµ (3.49)
Ingat, penjumlahan yang semula dilakukan terhadap indeks-i diubah menjadi
penjumlahan terhadap indeks in karena tiap in berkorelasi dengan satu nilai i.
Bandingkan persamaan (3.48) dan (3.49). Dari sini kita dapat simpulkan bahwa fungsi
grand patisi untuk boson dapat ditulis sebagai
∏
−
= −j
kTG jeZ /)(1
1εµ (3.50)
Dari fungsi grand partisi (3.50) kita dapat menghitung jumlah rata-rata sistem
dalam assembli, yaitu
TV
GZkTN,
ln
∂
∂=
µ
( )∑
∑−
−
−
−×
−
−=
∂
−−∂
=j
kTkT
TV
j
kT
j
j
j
ekTe
kTe
kT /)(/)(
,
/)(
11
11ln
εµεµ
εµ
µ
∑∑−
=−
= −−
−
jkT
jkT
kT
jj
j
eee
11
1 /)(/)(
/)(
µεεµ
εµ
(3.51)
58
Tetapi kita dapat juga menulis
∑=j
jnN (3.32)
Dengan jn adalah jumlah rata-rata sistem yang menempati keadaan energi ke-j dalam
suatu assembli. Dengan membandingkan persamaan (3.51) dan (3.32) kita simpulkan
bahwa jumlah rata-rata sistem pada keadaan ke-j adalah
11
/)( −= − kTj je
n µε (3.52)
d) Fungsi grand partisi Fermi-Dirac
Terakhir kita mencari fungsi partisi Fermi-dirac. Kita sudah mendapatkan
bentuk fungsi grand partisi sistem kuantum yaitu persamaa (3.49). Untuk fermion, satu
keadaan energi hanya boleh kosong atau ditempati satu sistem saja karena memenuhi
prinsip ekslusi Pauli. Jadi untuk fermion n j hanya boleh 0 atau 1. Sekarng kita lihat
relasi berikut ini
...1)1( ++++=+ ∑∑∑∑∑∑∏> >> j j m
mjj j
jj
jj
j xxxxxxx
(3.53)
Mengingat n1, n2, n3, … untuk fermion hanya bisa mengambil nilai 0 atau 1 maka
bagian kanan persamaan (3.43) dapat disederhanaklan menjadi
∑ ∏
)1,0,....(3,2,1 nnn j
nj
jx sehingga persamaan (3.53) menjadi
59
∑ ∏∏
=+
)1,0,....(3,2,1)1(
nnn j
nj
jj
jxx (3.54)
Sebagai contoh, suku peratama di ruas kanan persamaan (3.53) diperoleh ketika n1 = n2
= n3 = … = 0. Jika kita mensubstitusi kTj
jex /)( εµ −= pada persamaan (3.54) maka
( ) ( )∑ ∏∏
=+ −−
)1,0,....(3,2,1
/)(/)(1nnn j
nkT
j
kT jjj ee εµεµ
∑
∑ −=
)1,0,....(3,2,1/)(exp
nnn jjj kTn εµ (3.55)
Bagian kanan persamaan (3.55) tiadak lain daripada fungsi grand partisi Fermi-Dirac.
Dengan demikian, fungsi grand partisi fermi-dicar dapat ditulis dalam bentuk
( )∏ −+=j
kTG
jeZ /)(1 εµ (3.56)
Sekarang kita hitung jumlah rata-rata sistem yang menemptai keadaan ke-j.
Kita mulai dengan menghitung jumlah rata-rata sistem dalam suatu assembli, yaitu
TV
GZkTN,
ln
∂
∂=
µ
( )∑
∑−
−
−
×
+
=
∂
+∂
=j
kTkT
TV
j
kT
j
j
j
ekTe
kTe
kT /)(/)(
,
/)(
11
11ln
εµεµ
εµ
µ
60
∑∑+
=+
= −−
−
jkT
jkT
kT
jj
j
eee
11
1 /)(/)(
/)(
µεεµ
εµ
(3.57)
Tetapi kita dapat juga menulis
∑=j
jnN (3.32)
Dengan membandingkan persamaan (3.32) dan (3.57) kita simpulkan bahwa jumlah
rata-rata sistem pada keadan ke-j adalah
11
/)( += − kTj je
n µε (3.58)
Ingat, karena jumlah sistem dalam satu keadaan hanya boleh 0 atau 1 maka akan
terpenuhi 10 ≤≤ jn .
3.4 Fluktuasi Jumlah Sistem dalam Assembli
Seperti dijelaskan sebelumnya, ensembel grand kanonik mengijinkan
terjadinya perubahan jumlah sistem dalam suatu assembli. Dengan kata lain ensembel
ini menginjinkan terjadinya fluktuasi jumlah sistem. Pada assembli kanonik yang kita
bahas pada bab terdahulu, fluktuasi energi yang dimiliki asembli diijinkan. Berikut ini
kita akan merumuskan fluktuasi jumlah sistem dalam assembli ensembel grand kanonik.
Fluktuasi jumlah sistem dalam assembli didefinisikan sebagai
( ) 222 NNN −=δ (3.59)
61
Untuk mencari bentuk eksplisit persamaan (3.59) kita berangkat dari definisi
∂
∂=
µGZkTN ln (3.60)
∂∂
=== ∑∑−
2
22/)(222 )(
µ
µG
Gi G
kTEN
ii
iiZ
ZkT
ZeNpNN
ii
(3.61)
Dengan demikisn
2
22
2
2222 1)()(
∂∂
−
∂∂
=−µµ
G
G
G
G
ZZ
kTZZkTNN
∂∂
−
∂∂
=2
22
22 11)(
µµG
G
G
G
ZZ
ZZ
kT
∂∂
∂∂
=
∂∂
∂∂
=µµµµ
G
G
G
G
ZZ
kTkTZZ
kT 11)( 2 NkTµ∂∂
= (3.62)
Tetapi kita sudah mendaptakan kTGeZN /µ= sehingga kT
GeZkTN /)/1(/ µµ =∂∂ .
Dengan demikian
NeZeZkT
kTNN kTG
kTG ==
×=− //22 1 µµ
Jadi
( ) NN =2δ (3.63)
Fluktuasi jumlah sistem dalam assembli didefinisikan sebagai
62
( ) 2/12/1
2
2/1
2
2)( −=
=
=℘ N
NN
NNδ (3.64)
Tampak bahwa fluktuasi berbanding lurus dengan kebalikan akar rata-rata jumlah
system dalam assembli.
63
Bab 4 Mekanika Statistik Kuantum
Setelah cukup banyak membahas stasistik yang berbasis pada formulasi klasik,
sekarang kita membangun statsitik yang berangkat dari postulat kuantum. Walaupun kita
telah mempelajasi assembli boson dan fermion yang merupakan prtikel kuantum,
namun”interpretasi” statsitik yang kita gunakan masih berbasis pada interpretasi klasik.
Salah satu cirri khas sistem kuantum yang direpresentasikan oleh fungsi gelombang
belum muncul pada pembahasan sebelumnya. Pada bagian ini kita mempelajasi statsitik
yang berangkat dari postulat kuantum.
4.1 Fungsi Gelombang Sistem dan Liungkungan
Kita berangkat dari konsep gelombang dari partikel-partikel. Pada sembarang
waktu, fungsi gelombang Ψ suatu sistem terisolasi dapat diungkapkan sebagai
superposisi linier dari kumpulan ortonormal lengkap dari fungsi gelombang stasioner
nφ , yaitu
∑=Ψn
nnc φ (4.1)
Dengan nc adalah bilangan kompleks. Secara umum nc merupakan fungsi waktu.
Kebergantungan Ψ pada waktu ditentukan oleh kebergantungan nc pada waktu karena
nφ bersifat stasionel. Indeks n adalah bilngan kuantum untuk keadaan-keadaan yang
dimiliki assembli. Interpretasi dari nc adalah nilai 2nc menyatakan probabilitas bahwa
Pengukuran dilakukan pada saat tertentu menemukan
sistem pada keadaan kuntum n
Dalam mekanika statistik, yang kita bahas bukan assembli yang terisolasi
melainkan assembli yang berinteraksi denga lingkungan (dunia luar). Dengan demikian,
untuk assembli statistik, superposisi pada persamaan (4.1) tidak dapat langsung dipakai.
Tetapi kita dapat melakukan strategi agar persamaan (4.1) tetap dapat dipakai. Kita dapat
64
memandang assembli dengan lingkungan sebagai sebuah assembli baru. Karena tidak ada
lagi yang lain di luar gabungan assebli dan lingkungan maka gabungan assembli dan
lingkungan dapat dipandang sebagai assembli terisolasi yang baru.
ASSEMBLI + LINGKUNGAN = ASSEMBLI TERISOLASI BARU
Dengan trik demikian maka ungkapan fungsi gelombang pada persaman (4.1) tetap dapat
digunakan, namun dengan melakukan sedikit reinterpretasi. Di sini fungsi gelombang
tersebut tidak lagi bergantung pada koordinat assembli tetapi juga bergantung pada
koordinal lingkungan.
Untuk kasus ini kita akan lakukan berbagai asumsi berikut ini. Jika nφ
menyatakan kumpulan lengkap fungsi gelombang stasioner yang dimiliki assembli maka
fungsi gelombang assembli + lingkungan tetap berbeentuk ∑=Ψn
nnc φ , dengan
menafsirkan nc diinterpretasi sebagai fungsi gelombang lingkungan.
• Hinpunan nφ bergantung pada koordinat assembli dan
• Himpunan nc bergantung pada koordinat lingkungan dan waktu.
4.2 Nilai Rata-Rata
Jika O adalah sebuah operator yang berkaitan dengan sebuah observable (besaran
yang dapat diamati) yang dimiliki assembli maka nilai besaran tersebut yang terukur pada
suatu saat adalah
∑∑∑∑
=ΨΨ
ΨΨ
n mmnmn
n mmnmn
cc
OccOφφ
φφ
),(
),( (4.2)
Karena nφ adalah himpunan fungsi gelombang ortonormal maka nmmn δφφ =
sehingga
65
∑∑∑∑
=ΨΨ
ΨΨ
n mnmmn
n mmnmn
cc
OccOδ
φφ
),(
),(
∑∑∑
=
nnn
n mmnmn
cc
Occ
),(
),( φφ (4.3)
Proses pengukuran biasanya memerlukan waktu yang cukup lama ditinjau dari
waktu ”proses molekuler/atomik” tetapi jauh lebih pendek dari ”waktu resolusi alat ukur”.
Dengan demikian, besaran sebenarnya yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah
perata-rataan besaran di atas terhadap selang waktu yang lebih lama dari waktu proses
molekuler dan lebih pendek dari waktu resolusi alat. Jadi, besaran yang didapat dari
pengukuran bukan (4.3) melainkan perata-rataan (4.3) terhadap waktu, yaitu
∑∑∑
∑∑∑
=
=
nnn
n mmnmn
nnn
n mmnmn
cc
Occ
cc
OccO
),(
),(
),(
),( φφφφ (4.4)
Sekarang kita tinjau suatu assembli yang memiliki volum V. Assembli tersebut
dianggap berinteraksi cukup lemah dengan lingkungan sehingga energinya hanya
bervariasi antara E sampai E+∆ di mana ∆ << E. Kita pilih nφ sebagai himpunan fungsi
eigen ortonormal dari hamiltonian H assembli tersebut, yaitu
nnn EH φφ = (4.5)
Postulat mekanika statistik kuantum
Ada dua postulat yang melandasi mekanika statsitik kuantum, yaitu
1. Postulate of equal a priori probability
66
∆+><∆+<<
=EEatauEE
EEEcc
nn
nnn ,0
,1),( (4.6a)
2. Postulat fase random
mncc mn ≠= ,0),( (4.6b)
Dengan dua postulat di atas kita dapat menulis
∆+><∆+<<=EEatauEE
EEEbccnn
nnnmmn ,0
,),(2δ (4.7)
Dengan demikian
∑
∑
∑
∑∑==
nn
nnnn
nn
n mmnnnm
b
Ob
b
ObO 2
2
2
2 φφφφδ (4.8)
4.3 Matriks Kerapatan (Density Matrix)
Sebuah operator terdefinisi secara lengkap jika semua elemen matriksnya
terhadap suatu himpunan keadaan yang lengkap telah terdefinisi. Jika ini diketahui maka
elemen matriks terhadap himpunan keadaan lengkap lainnya dapat diketahui melalui
transformasi yang dibahas di mekanika kuantum. Kita dapat menentukan matriks
kerapatan dengan terlebih dahulu mendefinisikan nilai-nilai elemen matriksnya pada
himpunan fungsi eigen dan hamiltonian H, yaitu nφ . Karena dengan mengetahui nilai
elemen matrik pada huimpunan keadaan tersebut maka elemen pada himpuyna keadaan
lainnya dapat ditentukan dengan mudah.
Untuk mudahnya kita definisikan matariks kerapatan ρ di mana elemen-
elemennya memenuhi
67
2
nmnnmmn bδφρφρ == (4.9)
Ini artinya matriks ρ dalam himpunan nφ adalah matriks diagonal. Jika kita memilih
himpunan lengkap yang lain, misalnya nχ maka kita selalu dapat memperoleh elemen
matrik kerapatan dalam himpunan lengkap ini melalui transformasi berikut ini. Karena
nφ adalah himpunan yang lengkap maka kita selalu dapat menulis
∑=m
mnmn a φχ (4.10)
Elemen matriks kerapatan dalam himpunan nχ adalah
nmmn χρχρ ='
∑∑∑∑ ==p q
pqnqmpp q
qpnqmp aaaa ρχρφ ** (4.11)
Tampak bahwa mn'ρ dapat diperoleh dari mnρ melalui perkalian matriks sederhana.
Dalam notasi matriks kerapatan, nilai rata-rata hasil pengukuran suatu observabel
adalah
∑∑∑
∑
∑∑==
nnn
n mmnnm
nn
n mmnnnm O
b
ObO
ρ
φφρφφδ
2
2
∑∑ ∑
∑∑∑
==
nnn
mm
nnnm
nnn
n mmnnm OO
ρ
φφφρφ
ρ
φφφρφ
68
Mengingan 1=∑n
nn φφ maka kita dapat menulis
)()(
ρρ
ρ
φρφ
TrOTr
OO
nnn
mmm
==∑
∑ (4.12)
Cara lain mengungkapkan operator ρ sebagai berikut
××
=××= ∑∑
mmm
nnn φφρφφρρ 11
∑∑=n m
mmnn φφρφφ
∑∑=n m
mnmn φρφ (4.13)
4.4 Ensembel Mikrokanonik
Dalam representasi nφ yang merupakan himpunan lengkap fungsi eigen
Hamiltonian, elemen matriks kerapatan assembli dalam ensembel mikrokanonik adalah
2
nnmnm bδρ =
di mana
∆+><∆+<<
=EEatauEE
EEEb
nn
nn ,0
,12 (4.14)
Dengan demikian operator matriks kerapatan dapat ditulis
∑∑∑∑∑ ===n
nnnn m
mnnmnn m
mnmn bb φφφδφφρφρ 22
∑∑∑∆+>∆+<<<
++=EE
nnnEEE
nnnEE
nnnnnn
bbb φφφφφφ 222
69
∑∑∑∆+>∆+<<<
××+××+××=EE
nnEEE
nnEE
nnnnn
φφφφφφ 010
∑∆+<<
=EEE
nnn
φφ (4.15)
dan
∑ ∑∑ ∑∑∆+<<∆+<<
===m EEE
mnnmm
mEEE
nnmm
mmnn
Tr φφφφφφφφφρφρ)(
)(1 Emm EEE
nmnmn
Γ=== ∑∑ ∑∆+<<
δδ (4.16)
Di mana )(EΓ adalah jumlah keadaan yang berada dalam selang energi antara E sampai
E+∆. Entropi dapat disefinisikan sebagai
)(ln EkS Γ= (4.17)
4.5 Ensembel Kanonik dan Grand Kanonik
Elemen matriks kerapatan ensembel kanonik diturunkan dari probalilitas
menemukan assembli dalam ensembel kanonik, yaitu
kTE
mnmnne /−= δρ (4.8)
Dengan demikian operator matriks kerapatan
∑∑∑∑∑ −− ===n
nkTE
nn m
mkTE
nmnn m
mnmnnn ee φφφδφφρφρ //
∑∑∑ −−− ===n
nnkTH
nnn
kTH
nnn
kTE eee n φφφφφφ ///
kTHe /−= (4.19)
Fungsi partisi kanonik adalah
70
)()( / kTHN eTrTrZ −== ρ (4.20)
Dan nilai rata-rata pengukuran observable O memenuhi
N
kTH
N ZOeTrO )( /−
= (4.21)
Fungsi partisi grand kanonik adalah
∑∑ −=N i
kTENG
ieZ /)(µ
∑∑ −=i
kTE
N
kTN iee //µ
∑=
=0
/
NN
kTN Zeµ (4.22)
Nilai rata-rata pengukuran observable O dapat diperoleh sebagai berikut. Perhatikan
persamaan (4.20) dan (4.21) untuk ensembel kanonik. Bagian dalam tanda Tr(..) pada
peda persamaan (4.21) tidak lain dari observablen O dakalikan dengan bagian dalam
tanda Tr(...) dalam persamaan (4.20). Bagian dalam tanda Tr(...) pada persamaan (4.20)
tidak lain daripada operator untuk mencari fungsi partisi ZN. Dengan pola pemikirean
yang sama, maka kita dapat menentukan nilai rata-rata observabel O dalam ensembel
grand kanonik dengan menggunakan persamaan yang mirip dengan persamaan (4.21)
dengan mengganti operator fungsi partisi kanonik pada persamaan (4.21) dengan operator
fungsi partisi grand kanonik. Berdasarkan persamaan (4.22), operator fungsi partisi grand
kanonik diperoleh dengan mengganti ZN di dalam penjumlahan dengan kTHe /− . Dengan
demikian, nilai rata-rata observabel dalam ensembel grand kanonik adalah
G
N
kTHkTN
Z
eeOTrO
=∑ − //µ
71
( )G
kTH
N
kTN
Z
OeTre // −∑=
µ
(4.23)
4.6 Persaman Gerak Matriks Kerapatan
Pada bagian berikut ini kita akan menganalisis persamaan gerak untuk matriks
kerapatan. Kembali ke bentuk matriks kerapatan
∑=nm
mnmn φρφρ (4.24)
Jika waktu berubah maka keadaan yang dijinkan bagi system juga berubah. Secara umum
kita dapat menulis kebergantungan matriks kerapatan pada waktu sebagai berikut
∑=nm
mnmn ttt )()()( φρφρ (4.25)
Untuk mencari persamaan gerak bagi matrik kerapatan sehingga kebergantungan
matriks kerapatan pada waktu dapat ditentukan, mari kita tinjau cara berikut ini. Misalkan
nE adalah kumpulan fungsi eigen dari Hamiltonian H dan nE adalah nilai-nilai
eigen yang bersesuaian maka
nnn EEEH = (4.26)
Keadaan sembarang )0(nφ pada saat t=0 selalu dapat diuraikan atas fungsi eigen
nE sebagai berikut
∑='
'")0(n
nnn ECφ (4.27)
72
dengan nnn EC φ'' = . Dengan menggunakan koefisien tersebut maka persamaan (4.27)
dapat ditulis
)0()0( ''
' nnn
nn EE φφ ∑= (4.28)
Setelah kita mengetahui keadaan-keadaan nφ pada saat t=0 maka kita dapat
menentukan keadaan-keadaan nφ pada saat sembarang melalui hubungan
)0()( ''
/'
'nn
n
tiEnn EeEt n φφ ∑ −=
)0(''
'/'
nnn
ntiE EEe n φ∑ −=
)0(''
'/
nnn
niHt EEe φ∑ −=
)0(''
'/
nnn
niHt EEe φ∑−=
)0(/n
iHte φ−= (4.29)
Dengan demikian, matriks kerapatan pada saat t adalah
∑ −=nm
iHtmnmn
iHt eet // )0()0()( φρφρ
// )0()0( iHt
nmmnmn
iHt ee
= ∑− φρφ
// )0( iHtiHt ee ρ−= (4.30)
Pada penurunan persamaan (4.30) kita sudah menggunakan sifat hermitian dari operator
Hamiltonian, yaitu H+ = H. Lakukan diferensial persamaan (4.30) terhadap waktu
sehingga diperoleh
iHeeeeiH
tiHtiHtiHtiHt //// )0()0( ρρρ −− +−=
∂∂
73
iHiH ρρ +−=
( )HHi ρρ −−=
(4.31)
Dari persamaan (4.30) kita juga mendapatkan
( ) ( ))0()0())(( //// ρρρ iHtiHtiHtiHt eeTreeTrtTr −− ==
))0((ρTr= (4.32)
Formulasi untuk assembli kanonik
Untuk assembli kanonik ungkapan untuk matriks kerapatan dapat HkTH ee βρ == − / . Dengan demikian
ρβρ β HHe H ==∂∂ (4.33)
Dalam representasi posisi maka persamaan (4.33) mengambil bentuk
'' xHxxx ρβρ
=∂∂
∫=∂∂ "'""' dxxxxHxxx ρρβ
∫ −=∂∂ ");'"()"();'( dxxxxxHxx βρδβρβ
);'( βρ xxH x= (4.34)
di mana operator Hx hanya bekerja pada variable x, bukan variable x’.
Berikut ini kita akan menurunkan matriks kerapatan untuk beberapa kasus
sederhana. Pertama kita bahas partikel bebas yang bergerak dalam ruang satu dimensi x.
Hamiltonian adalah
74
2
22
2 xmH
∂∂
−= (4.35)
Dengan menggunakan Hamiltonian (4.35) makapersamaan matriks kerapatan (4.34)
menjadi
);'(2
);'( 2
22
βρβρβ
xxxm
xx∂∂
−=∂∂ (4.36)
Solusi umum persamaan (4.36) adalah
−
= 2
2 )'(2
exp);'( xxmCxxβ
βρ
(4.37)
Dengan menggunakan syarat awal bahwa )'()0;'( xxxx −= δρ maka
1')'(');'(0
lim=−=
→ ∫∫+∞
∞−
+∞
∞−
dxxxdxxx δβρβ
atau
1')'(2
exp0
lim 22 =
−
→ ∫
+∞
∞−
dxxxmCββ
Integral di atas dipenuhi oleh
βπ 22
mC −= (4.37)
Akhirnya kita dapatkan matriks kerapatan untuk partikel bebas adalah
75
−
−= 2
22 )'(2
exp2
);'( xxmmxxββπ
βρ
(4.38)
Berikutnya kita tinjau kasus lain, yaitu osilator harmonic. Hamiltonian osilator
harmonic adalah
22
2
22
22xm
xmH ω
+∂∂
−= (4.39)
Dengan demikian persamaan matriks kerapatan menjadi
ρωρρβ
22
2
22
22xm
xm+
∂∂
−=∂∂ (4.40)
Untuk menyederhakan penyelesaian, sekarang kita misalkan variable sebagai
berikut
xm
ωξ = (4.41)
kTf
22ωβω
=−= (4.42)
Dengan variable baru tersebut, persamaan (4.40) menjadi
ρξξρρ 22
22
2+
∂∂
−=∂∂
−mf (4.43)
76
Syarat batas untuk ρ adalah )'( xx −= δρ jika 0=f , atau )'( ξξδωρ −=
m
jika 0=f . Syarat kedua diperoleh setelah kita menggunakan hubungan yang berlaku
bagi fungsi delta Dirac, yaitu ])[]]()()( oo xfxfxxfxx −
∂∂
=− δδ .
Pada suhu tinggi, atau f kecil maka kelakuan partikel akan mendekati kelakukan
partikel bebas. Dengan demikian, aproksimasi untuk matrik kerapatan pada suhu tinggi
haruslah sama dengan persamaan (4.30). Dengan demikian kita dapat menulis
−−≈
ffmf
4)'(exp
4);'(
2ξξπωξξρ
(4.44)
Untuk mencari fungsi ρ pada berbagai nilai suhu, mari kita misalkan
[ ] )()()(exp 2 fcfbfa ++−= ξξρ (4.45)
Dengan a, b, dan c adalah konstanta. Substitusi fungsi coba-coba di atas ke dalam
persaman (4.43), kita peroleh
2222 24)41(''' baabacba −+−−=++ ξξξξ (4.46)
Samakan koefisien yang mengandung pangkat ξ yang sama di ruas kiri dan kanan, maka
kita peroleh persaman berikut ini
241' aa −= (4.47a)
abb 4' −= (4.47b) 22' bac −= (4.47c)
Solusi umum persamaan (4.47a) adalah
77
)(2coth21
offa −= (4.48)
Dengan menerapkan syarat batas bahwa )'( xx −= δρ jika 0=f dan melihat
approksimasi untuk ρ pada suhu tinggi (persamaan (4.44)) maka kita harus mengambil
0=of sehingga
fa 2coth21
= (4.49)
Subsitusi persamaan (4.49) ke dalam persaman (4.47b) kita peroleh solusi untuk b
fAb
2sinh= (4.50)
Substitusi persamaan (4.49) dan (4.50) ke dalam persamaan (4.47c) kita dapatkan solusi
untuk c sebagai berikut
( ) BfAfc ln2coth2
2sinhln21 2
−+= (4.51)
Pada persamaan (4.50) dan (4.51), A dan B adalah konstanta.
Substitusi a, b, dan c ke dalam persmaaan (4.46) kita peroleh ungkpatan untuk
matriks kerapatan sebagai berikut
++−= fA
fAf
fB 2coth
22sinh2coth
2exp
2sinh
22 ξξρ (4.52)
Jika diambil 0→f maka ρ akan mendekati
78
++−→
fAA
fB
42exp
2
22 ξξρ (4.53)
Dengan membandingkan persamaan (4.53) dengan (4.46) maka kita simpulkan bahwa
'ξ−=A
πω
2mB =
Akhirnya kita dapatkan bentuk final untuk matriks kerapatan sebagai berikut
[ ]
−+−= '22coth)'(2sin2
exp2sinh2
);'( 22 xxfxxf
mf
mxx
ωπ
ωβρ (4.54)
90
Aplikasi1: Teori Bintang Katai Putih (White Dwarf)
Bintang katai putih adalah bintang yang sudah kehabisan bahan bakar
hydrogen. Tidak ada reaksi fusi lebih lanjut. Materi penyusun bintang hanyalah helium.
Sumber energi bintang semata-mata karena energi gravitasi yang berasal dari kontraksi
bintang secara perlahan-lahan. Energi yang dipancarkan sangat sedikit sehingga bintang
tampak putih remang-remang. Contoh bintang ini adalah pengiring Sirius. Binatng ini
tidak tampak oleh mata karena terlalu redup tetapi secara periodic menutup Sirius.
Bintang ini dan Sirius berotasi mengelilingi pusat massa keduanya.
Perkiraan besaran-besaran fisis bintang katai putih adalah
Kerapatan ≈ 1010 kg/m3 ≈ 107 ρM
Massa ≈ 1030 kg ≈ MM
Suhu pusat ≈ 107 K ≈ TM
Suhu sebesar 107 K berkaitan dengan energi sebesar kT ≈ 1,3 × 10-16 J ≈ 103 eV. Pada
suhu ini semua atom helium terionisasi. Bintang katai putih dapat dipandang sebagai
kumpulan inti helium dan electron-elektron yang berberak bebas.
Berdasarkan data kerapatan bintang kita dapat memperkirakan jumlah atom
helium per satuan volum. Massa atom helium adalah 4 × (1,67 × 10-27 kg) ≈ 6 × 10-27 kg.
Jumlah atom helium per satuan volum adalah
3727 10
61
106×=
×= −
ρHeN atom/m3.
Satu atom helium menyumbang dua electron. Dengan demikian, kerapatan electron
adalah
91
3710312 ×== HeNn electron/m3
Kerapatan ini melahirkan energi fermi sebesar
2/32/3
432
432
=
=
ππππε nmvmF
≈ 20 MeV
Tampak bahwa >>Fε energi termal. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa dalam bintang katai putih, electron menempati tingkat-tingkat energi paling dasar,
jauh di bawah energi fermi. Keadaan ini sangat mirip dengan assembli electron yang
berada pada suhu mendekati nol. Jadi meskipun suhu bintang katai putih sangat tinggi,
tetapi kerapatan yang luar biasa tinggi menyebabkan energi fermi sangat besar. Energi
yang dimiliki electron sangat jauh di bawah energi fermi. Dari sifat ini kita dapat
lakukan idealisasi sebagai berikut
a) Bintang katai putih adalah assembli N elektron pada keadaan dasar dengan
kerapatan sangat tinggi sehingga dinamika electron harus dijelaskan secara
relativistic.
b) Elektron bergerak dalam background N/2 buah inti helium yang melakukan gaya
gravitasi sehingga seluruh system menyatu membentuk binatng.
Ada tiga mekanisme yang harus diperhitungkan secara bersama pada bintang katai
putih, yaitu
a) Tekanan electron akibat ekslusi Pauli
b) Hukum gravitasi
c) Dinamika relativistic
92
Mari kita mulai merumuskan secara detail tentang bintang katai putih. Energi total
relativistic yang dimiliki electron adaalah
222 )()( pccmep +=ε (5.37)
dengan em adalah massa diam electron. Energi assembli gas fermi pada keadaan dasar
adalaah
∑<
=Fpp
pE ε2 (5.38)
Faktor 2 dimasukkan karena tiap tingkat energi ditepati dua electron dengan arah spin
berlawanan. Penjumlahan dia atas dapat diganti dengan integral dengan terlebih dahulu
melakukan transformasi sebagai berikut
∫∑ →<
P
F
p
ppdpp
hV
0
23 )4((...)(...) π
Jadi,
∫ +=Pp
e dpppccmh
VE0
22223 )()(8π (5.39)
Untuk menyelesaikan integral (5.39) kita misalkan
xcm
pc
e
=2
atau
cxmp e=
cdxmdp e=
93
FeF cxmp =
Dengan permisalan di atas maka persamaan (5.39) menjadi
∫
+=
Pp
ee dpp
cmpcm
hVE
0
22
23 18π
( ) ( )∫ +=Fx
eee cdxmcxmxcmh
V
0
2223 18π
∫ +=Fx
e dxxxcmh
V
0
22543 18π (5.40)
Energi rata-rata yang dimiliki tiap electron adalah
∫ +=Fx
e dxxxcmh
NVNE
0
22543 1)/(8π
)()(832
54
3
54
Fe
Fe xfcvmxf
hcvm
ππ
== (5.41)
dengan
∫ +=Fx
F dxxxxf0
22 1)( (5.42)
Sekarang kita eksplorasi dua kasus ekstrim.
a) Jika 1<<Fx maka pada semua daerah integrasi kita dapat melakukan aproksimasi
...2111 22 ++≈+ xx
94
...101
31...
21...
211)( 53
0
42
0
22 ++=
++=
++≈ ∫∫ FF
xx
F xxdxxxdxxxxfPF
++= ...
1031
31 23
FF xx (5.43)
b) Jika 1>>Fx maka nilai integral )( Fxf didominasi oleh integral di sekitar Fxx = ,
yaitu pada nilai x yang besar-besar. Nilai x di sekitar 0 tidak memberi kontribusi yang
berarti pada hasil akhir integral. Dengan demikian kita dapat melakukan pendekatan
sebagai berikut hanya dengan mempertimbangkan x yang besar-besar saja,
∫ +=Fx
F dxxxxf0
22 1)(
∫∫∫
++=
++≈+=
PPF xxx
dxxxdxx
xdxx
x0
3
02
3
02
3 ...2
...21111
++=++= ...11
41...
41
41
2424
FFFF x
xxx (5.44)
Sebagai rangkuman kita dapatkan aproksimasi untuk )( Fxf sebagai betikut
>>
++
<<
++
=1,...11
41
1,...1031
31
)(2
4
23
FF
F
FFF
F
xx
x
xxxxf (5.45)
Misalkan massa total bintang M dan jari-jarinya R maka
)22(22 npeHee mmNNmmNNmM ++=+= (5.46)
Karena pn mm ≈ dan pe mm << maka
95
pNmM 2≈
3
34 RV π
=
atau
3/1
43
=πVR (5.47)
MRm
mMR
NVv p
p
33
38
2/3/4 ππ=== (5.48)
RM
mM
cRmvcmx
peeF
3/13/13/12
893
=
=
=
ππ (5.49)
dengan
pmMM
89π
= (16.50)
cmRR
e/= (5.51)
Tekanan yang dilakukan oleh gas fermi adalah
∂∂
−=∂∂
−= )(22
54
Feo
o xfNvcmVV
EPπ
[ ])(22
54
Fe xvf
vcm
∂∂
−=π
∂∂
+−=vxfvxfcm F
Fe )()(22
54
π
∂∂
∂∂
+−=v
xxxfvxfcm F
F
FF
e )()(22
54
π (5.52)
Mengingat persamaan (16.42( maka
96
22 1)(FF
F
F xxxxf
+=∂
∂
( ) 3/13/123/12
33 −=
= v
cmvcmx
eeF ππ
( ) ( )v
xvcmv
vcmv
x F
ee
F
33
313
31 3/13/123/43/12 −=−=−=
∂∂ −− ππ
Jadi
−++−=
vxxvxxfcmP F
FFFe
o 31)( 22
22
54
π
−+= )(131 23
22
54
FFFe xfxxcmπ
(5.53)
Untuk kasus nonrelativistik di mana 1<<Fx kita gunakan )( Fxf pada persamaan
(5.43) dan diperoleh
++−
++≈ ...
1031
31...
211
31 2323
22
54
FFFFe
o xxxxcmPπ
522
5455
22
54
15101
61
Fe
FFe xcmxxcm
ππ=
−≈
5
3/5
54
RMK= (5.54)
Untuk kasus relativistik di mana 1>>Fx kita gunakan )( Fxf pada persamaan (5.44)
dan diperoleh
++−
+≈ ...11
4111
31
24
23
22
54
FF
FFF
eo x
xx
xxcmPπ
−−−
++≈ ...
41
41...
211
31 24
24
22
54
FFF
Fe xx
xxcm
π
97
−≈ 24
22
54
121
121
FFe xxcmπ
[ ]2422
54
12 FFe xxcm
−=π
−= 2
3/2
4
3/4
RM
RMK (5.55)
dengan
3
2
2
12
=
cmcmK ee
π (5.56)
Plot Po sebagai fungsi R untuk kondisi nonrelativistk dan relatvisitik tampak
pada Gbr 5.2
Gambar 5.2 Kebergantungan tekanan pada jari-jari bintang untuk kasus relativistik dan
nonrelativistik
Kondisi Keseimbangan
Misalkan tidak ada interaksi gravitasi. Kerapatan materi bintang akan homogen
Po
R
Relativistik
Nonrelativistik
Po
R
Relativistik
Nonrelativistik
98
dan materi bintang akan tersebar dalam ruang yang tak berhingga. Gravitasilah yang
memyebabkan kerepatan materi makin besar ketika menuju ke pusat bintang.
Gravitasilah yang menyebabkan bintang memiliki batas terluar, yaitu tidak tersebar
dalam ruang tak berhingga. Apabila gravitasi tidak ada maka agar bintang memiliki
batas terluar yang jelas diperlukan dinding pembatas untuk menahan materi. Kerja yang
diperlukan untuk mengkompresi materi bintang ke bentuk yang memiliki massa dan
jari-jari tertentu sehingga memiliki tekanan Po adalah
∫∞
•−=R
rdFW
∫∞
−=R
o drrP )4( 2π (5.57)
Sekarang bayangkan interaksi gravitasi tiba-tiba di-on-kan. Bagian-bagian
bintang akan saling tarik menarik sehingga menghasilkan penurunan energi. Jumlah
penurunan energi tersebut disebut “gravitational self energy”. Besarnya energi tersebut
dapat diperkirakan sebagai berikut.
Energi potensial gravitasi dua massa M1 dan M2 yang terpisah sejauh R adalah
RMMGE p
21−= (5.58)
“Gravitation self energy” diperkirakan memiliki bentuk kebergantungan pada massa dan
jarak yang sama. Kita dapat mempridiksi “gravitation self energy” sebandingan dengan
RGM /2 . Jadi kita dapat menulis
99
RMGEself
2
α−= (5.59)
dengan α adalah sebuah bilangan positif yang nilainya sekitar satu.
Karena ukuran bintang tidak lagi berubah maka gaya yang dilakukan oleh
“gravitational self energy” harus tepat sama gaya yang dilakukan “oleh dinding
bintang”. Dengan kata lain, gaya oleh dinding artificial tersebut berasal dari gaya
gravitasi. Gaya oleh dinding bintang adalah
∫∞
=−=R
odinding drrPdRd
dRdWF )4( 2π
24 RPoπ= (5.60)
Gaya oleh “gravitional self energy” adalah
2
2
RMG
dRdE
F selfself α−=−= (5.61)
Kedua gaya tersebut sama besarnya sehingga,
selfdinding FF =
2
224
RMGRPo απ =
atau
4
2
4 RGMPo π
α=
100
4
242
98
4 RM
hcmm
G ep
=
πα
4
2
'RMK= (5.62)
dengan
42
98
4'
=
hcmm
GK ep
πα (5.63)
Bintang katai putih memiliki kerapatan sangat tinggi sehingga memenuhi
persamaan relativistic ( 1>>Fx ). Tekanan gas fermi, Pfermi, pada kondisi ini memenuhi
persamaan (5.56). Samakan Po pada persamaan (5.62) dengan Pfermi pada persamaan
(5.56) maka diperoleh
−= 2
3/2
4
3/4
4
2
'R
MR
MKRMK
yang akhiryna memberikan ungkapan jari-jari bintang katai putih
3/22/3 )/(1 oMMMR −= (5.64)
dengan
( )2/3
2
2/32/3
6427'/
==
po Gm
cKKM
απ (5.659
Dengan mengambil α ≈ 1 maka
101
30109
8≈≈ o
po M
mM
π kg ≈ MM (5.66)
Dari persamaan (5.64) tampak bahwa tidak ada solusi jika oMM > . Hasil ini
mengindikasikan bahwa tidak mungkin bintang katai putih memiliki massa lebih besar
daripada massa matahari. Ada batas terbesar massa bintang agar menjadi katai putih.
Perhitungan lebih teliti oleh Chandrasekhar menunjukkan bahwa massa maksimum
sebuah minting agar menjadi katai putih adalah 1,4 MM . Nilai ini dikenal dengan limit
Chandrasekhar.
102
Aplikasi 2: Diamagnetisme Landau
Dengan menggunakan mekanika statistik klasik, fenomena diamagnetisme
tidak muncul. Fenomena ini muncul ketika atom-atom dipandang secara mekanika
kuantum. Diamagnetisme muncul akibat kuantisasi orbital atom-atom. Dalam mekanika
klasik, kuantisasi orbital atom tidak ada. Elektron-elektron dianggap mengelilingi inti
dalam orbit sembarang sehingga meniadakan efek diamagnetisasi.
Seperti sudah kita bahas pada bab-bab sebelumnya, susseptibilitas magnetic
memenuhi hubungan
BM∂∂
=χ
dengan M adalah magnetisasi. Dalam ensemble kanonik, magnetisasi dapat ditulis
VZ
BkTM Nln
∂∂
= (5.67)
dan dalam ensemble grand kanonik adalah
zVT
G
VZ
BkTM
,,
ln
∂∂
= (5.68)
Suatu assembli disebut diamagnet jika 0<χ dan paramagnetic jika 0>χ .
Sifat magnetik suatu zat secara dominan dipengaruhi oleh electron dalam zat
tersebut, baik electron bebas atau electron yang terikat pada atom. Di bawah pengaruh
medan magnetic luar electron akan bergerak dalam orbit yang terkuantisasi dan spin
electron mengambil arah sejajar dengan arah medan. Inti atom memberi kontribusi yang
sangat kecil pada sifat magnetic bahan sehingga sering diabaikan. Penyearahan spin
103
yang sejajar medan magnetic luar memberi kontribusi pada efek paramagnetic.
Sedangkan gerak electron dalam orbital terkuantisasi memberi efek pada fenomena
diamagnetisme.
Sekarang kita fokuskan pembahasan pada fenomena diamagnetisme. Elektron
dianggap tidak berspin (keberadaan spin diabaikan). Misalkan ada N electron (tidak
memiliki spin) yang berada dalam ruang bervolum V. Di dalam ruang tersebut
diterapkan medan magnetik kuar B
. Menurut teori kuantum lama, partikel bermuatan
yang berada dalam medan magnetic akan bergerak dalam orbit terkuantisasi yang
memenuhi persaman kuantisasi orbital
hjrdp )2/1( +=•∫ (5.69)
dengan j = 0, 1, 2,… merupakan bilangan kuantum orbital.
Hamiltonian electron tunggal dalam medan magnetic memenuhi
2
21),(
+= A
cep
mrpH
(5.70)
dengan A
adalah vector potensial yang memenuhi
AB
×∇= (5.71)
Jika tidak ada gerakan sejajar medan magnet, bentuk orbit electron berupa lingkaran
dengan jari-jari a . Gaya yang dialami electron adalah gaya Lorentz yang arahnya tegak
lurus kecepatan. Gaya tersebut tidak mengubah laju electron. Laju electron selalu
konstant dan memenuhi,
104
cBve
avm
=2
atau
mceaBv =
(5.72)
Momentum kanonik electron memenuhi
Acevmp
−= (16.73)
Dengan menggunakan momentum pada persamaan (5.73) maka persamaan kuantisasi
(5.69) dapat ditulis
hjrdAcevm )2/1( +=•
−∫
hjrdAcerdvm )2/1( +=•−• ∫∫
Mengingat v dan rd selalu sejajar maka pertama di ruas kiri persamaan di atas
menjadi
)2( avmdrvmrdvm π==• ∫∫
Integral kedua iri dipecahkan dengan persamaan Gauss
)()( 2aBSdBSdArdA π=•=•×∇=• ∫∫∫∫∫
Dengan demikian persamaan kuantisasi orbital menjadi
105
hjaBceavm )2/1()()2( 2 +=− ππ
hjaBcea
mceaBm )2/1()()2( 2 +=−
ππ
hjaBce )2/1()( 2 +=π
atau
hjeBca )2/1(2 +=
π (5.74)
Energi yang berkaitan dengan keadaan orbital ke-j adalah
+
=
=
= hj
eBc
mceBma
mceBm
mceaBmvm )2/1(
21
21
21
21 2
222
2
π
)2/1()2/1(21
+=+= jmceBhj
mceB
π (5.75)
Energi total electron sama dengan energi kuantisasi dalam arah x dan y serta energi
kinetik dalam arah z, yaitu
mpj
mceBjp z
z 2)2/1(),(
2
++=ε (5.76)
di mana zp adalah momentum dalam arah z, yaitu sejajar medan magnet.
Selanjutnya kita akan mencari degenerasi ),( jpzε . Degenerasi tersebut dapat
ditentukan dengan membandikan ungkapan energi kinetik dalam bidang yang tegak
lurus medan, yaitu ( )22
21
yx ppm
+ dengan ungkapan energi kinetik pada persamaan
(5.76). Dengan adanya medan magnet, gerak bebas dalam bidang x dan y menjadi
terkuantisasi dengan energi
106
)2/1( +jmceB
Dalam medan magnet, electron tidak bisa lagi memiliki momentum arah x dan
y sembarang. Momentum arah x dan y harus tertentu sehingga energi kinetiknya sama
dengan )2/1( +jmceB . Ini berarti, dalam diagram xp dan yp lintasan electron akan
berupa lingkaran dengan jari-jari R yang memenuhi
)2/1(22 +×= jmceBmR j (5.77)
Gambar 5.3 Kuantisasi orbital electron dalam bidang x dan y
Luas daerah antara dua lintasan berurutan, yaitu j dan j+1 adalah
221 jj RRA ππ −=∆ +
px
py
Rj px
py
Rj
107
)2/1(2)2/1]1([2 +×−++×= jmceBmj
mceBm ππ
ceBπ2
= (5.78)
Tampak bahwa luas daerah antara dua lintasan energi berdekatan selalu konstan, tidak
berganrung pada bilangan kuantum j. Saat medan magnet tidak ada, keadaan-keadaan
dalam ruang fase tersebar secara merata dalam bidang xp dan yp . Namun, ketika
medan magnet diberikan, keadaan-keadaan dari daerah seluas A∆ terkumpul pada
lintasan kuantisasi saja. Berapa degenerasi keadaan tersebut?
Misalkan sebuah silinder dengan panjang zp∆ dan jari-jari sama dengan
jari-jari lintasan energi dengan j = 1. Luas alas silinder adalah ceBA π2
=∆ . Volum
silinder dalam ruang momentum adalah
zzp pceBpAV ∆=∆∆=∆π2 (5.79)
Volum silinder dalam ruang fasa tiga dimensi adalah
zpp pc
VeBVV ∆=∆=∆Γπ2 (16.80)
Volum terkecil ruang fasa tiga dimensi momentum adalah 3h . Jumlah keadaan pada
permukaan silinder energi dengan panjang zp∆ adalah
zp p
chVeB
hG ∆=
∆Γ= 33
2 π (5.81)
108
Ukuran terkecil ruang fasa dalam arah sumbu momentum zp adalah h . Jumlah
keadaan dalam arah zp sepanjang zp∆ adalah hpVG z /' 3/1 ∆= . Jumlah keadaan
dalam permukaan energi per satuan panjang ruang fasa dalam arah zp adalah
2
3/2
3/1
3 2//2
' chVeB
hpVchpVeB
GGg
z
z ππ=
∆∆
==
cheBV 3/2
= (5.82)
Ini berarti, keberadaan medan magnetic menyebabkan degenerasi g keadaan energi.
Dengan adanya degereasi tersebut, energi electron dapat ditulis dalam bentuk umum
mpj
mceBjp z
z 2)2/1(),,(
2
++==
λεαε (5.83)
dengan
j = 0, 1, 2, …
α = 1, 2, 3, …, g
αλ ,, jpz=
Dalam persamaan (5.83) kita perkenalkan indeks α untuk memperhitungkan degenerasi
energi electron pada orbital-orbital.
Fungsi grand partisi adalah
∏ +=λ
βελ )1( zeZG
atau
109
∑∏ +=+=λ
βε
λ
βε λλ )1ln()1(lnln zezeZG
( )∑∑∑ +=∞
== x
z
p
jp
j
g
ze ],,[
011ln αβε
α
(5.84)
Untuk tiap nilai α, energi elektron sama. Dengan demikian sumasi terhadap indeks α
pada persamaan (5.84) dapat diganti dengan perkalian dengan bilangan degenerasi g.
Jadi kita dapatkan
( )∑∑ +=∞
= x
z
p
jp
jG zegZ ],[
01lnln βε (5.85)
Untuk menyelesaikan (5.85) kita ganti pejumlahan terhadap zp dengan integral
melalui transformasi
∫∑∞
∞−
→ zp
dph
V
z
3/1
(...)(...)
Dengan demikian
( )∑∫∞
=
∞
∞−
+=0
],[3/1
1lnlnj
zjp
G dpzeh
gVZ zβε (5.86)
Julah rata-rata electron menjadi
∑∫∞
=−−
∞
∞− +=
∂∂
=0
],[1
3/1
11ln
jzjpG dp
ezhgVZ
zzN
zβε (16.87)
Pada suhu yang sangat tinggi, yaitu ∞→T maka 1/ →=− kTee εβε . Dengan
demikian
110
∑∫∞
=−
∞
∞− +→
01
3/1
11
jzdp
zhgVN (5.88)
Agar hasil penjumlahan (5.88) tidak tak berhingga maka haruslah 1−z harus jauh lebih
besar daripada satu. Ini berarti nilai z harus jauh lebih kecil daripada satu. Karena nilai z
jauh lebih kecil daripada satu maka kita dapat mengaproksimasi
( ) ],[],[1ln jpjp zz zeze βεβε ≈+
Dengan demikian
∑∫∞
=
∞
∞−
≈0
],[3/1
lnj
zjp
G dpzeh
gVZ zβε
∑∫∞
=
∞
∞−
++≈
0
23/1
)2/1(2
expj
zz dpj
mcBe
mp
hzgV β
∑∫∞
=
∞
∞−
+
=
0
23/1
)2/1(exp2
expj
zz j
mcBedp
mp
hzgV ββ
∑∞
=
×
×
−=
0
3/1
exp2
expj mc
Bejmc
Bemh
zgV βββ
π
−
×
×
−=
mcBemc
Bemh
zgV
ββ
βπ
exp1
12
exp3/1
−
−
×−
=
mcBe
mcBe
mh
zgV
2exp
2exp
13/1
βββπ
[ ] [ ]xxm
hzgV
−−×
−=
expexp13/1
βπ (5.89)
111
dengan
mcBex
2β
−= (5.90)
Dalam kasus medan lemah diperoleh x << 1 sehingga
621
32 xxxex +++≈
621
32 xxxe x −+−≈−
−+−−
+++≈− −
621
621
3232 xxxxxxee xx
+=+=
612
32
23 xxxx
dan
( )6/121ln 2
3/1
xxm
hzgVZG +
×−
≈β
π
( )x
xmh
zgV2
6/1 23/1 −×
−≈
βπ
( )x
xmh
VceBVz2
6/1)2/( 23/13/2 −×
−≈
βππ
atau
( )x
xmchzeBZ
V G 26/1ln1 2
2
−×
−≈
βπ
−
−−=
22
2 2611
)(21
)(2
22 kTB
mcem
hhmz
βπ
βπ
112
−=
22
3 2611
22 kTB
mcez
λ (5.91)
Suseptibilitas magnetic akhirnya menjadi
GZVB
kTBM ln1
2
2
∂∂
=∂∂
=χ
2
3 226
−=
mce
kTz
λ (5.92)
113
Aplikasi 3: Efek de Hass-Van Alphen
Sekarang kita tinjau kelakuan gas fermi ideal pada suhu nol mutlak. Salah satu
fenomena yang menarik adalah efek de Hass-Van Alphen. Energi assembli pada suhu
nol mutlak adalah
MVBBEo −=−= µ (5.93)
sehingga kita dapat menulis magnetisasi sebagai
BE
VM o
∂∂
−=1
Susseptibilitas magnetic adalah
2
21BE
VBM o
∂∂
−=∂∂
=χ (5.94)
Dengan keberadaan medan magnetic searah sumbu z maka eleketron akan
bergerak secara bebas dalam arah sumbu z dan gerakannya terkuantisasi dalam bidang x
dan y. Sekarang kita melihat kasus sederhana di maka gerakan dalam arah sumbu z
tidak ada. Elektron hanya bergerak dalam bidang x dan y, yaiutu tegak lurus medan
magnetic. Tingkat-tingkat energi electron menjadi terkuantisasi yang memenuhi
)2/1( += jmc
Bej
ε (5.95)
Tiap tingkat energi memiliki degenerasi
114
ceBL
ceBVg
ππ 22
23/2
== (5.96)
dengan asumsi bahwa assembli berbentuk kubus dengan sisi L sengga 3LV = .
Karena suhu assembli adalah nol mutlak maka energi assembli oE sama
dengan jumlah iε pada semua N keadaan partikel tunggal terendah. Karena degenerasi
g bergantung pada medan magnet B maka tingkat energi tertinggi yang ditempati
electron juga akan bergantung pada B.
a) Jika Ng ≥ maka semua electron hanya menempati satu tingkat energi terendah.
Tidak ada electron yang menempati tingkat energi kedua, ketiga, dan seterusnya.
Dalam kondisi ini, energi total yang dimiliki electron hanyalah
mcBeNEo
21
×= (5.97)
b) Jika B cukup kecil sehingga Bg ≤ maka electron akan menempati sejumlah
tingkat energi. Tingkat energi terendah terisi g electron dan sisanya electron akan
menempati tingkat energi berikutnya. Sampai tingkat energi berapa yang ditempati
electron akan sangat bergantung pada nilai B.
Untuk menentukan ungkapan umum energi oE sebagai fungsi B, perhatikan
ilustrasi tingkat-tingkat energi pada Gbr. 5.4.
115
Gambar 5.4 Ilustrasi tingkat-tingkat energi yang ditempati electron yang terisi penuh
dan terisi sebagian
Setiap tingkat energi menampung g electron. Tiungkat energi dengan j = 0
berisi penuh g electron. Misalkan sampai tingkat energi ke-j telah penuh ditempati
electron. Berada ada sebanyak (j+1) buah tingkat energi yang masing-masing berisi g
electron (dari indeks 0 sampai indeks j). Jumlah electron tersebut yang menempati
tingkat energi penuh tersebut adalah
gj )1( + (5.98)
Sisa electron sebanyak gjN )1( +− akan mengisi tingkat energi ke-(j+1) dan tidak
penuh, yaitu jumlahnya kurang dari g. Dengan demikian kita dapatkan ketidaksamaan
gjNgj )2()1( +<<+
116
atau
+<<
+
ceBLjN
ceBLj
ππ 2)2(
2)1(
22
)2(2)1( 2 +<
<+ j
eBc
LNj π
atau
21
211 2
+>
>
+ jceB
NL
j π
21
/211
2 +>>
+ jeLcNB
j π
21
11
+>>
+ jBB
j o
(5.99)
dengan
2
2eL
cNBoπ
= (5.100)
Energi keadaan dasar yang dimiliki assembli dengan kehadiran medan magnetic
menjadi
[ ] 10
)1( +=
+−+= ∑ j
j
iio jgNgE εε
[ ] )2/3()1()2/1(0
++−++= ∑=
jmc
BejgNimc
Begj
i
[ ]
++−+
+++= )2/3()1()1(
21)1(
21 jgjNjjjg
mcBe
++−+=oo
o BBjjj
BB
mceNB )2)(1(
21)2/3( (5.101)
Akhirnya kita dapatkan ungkapan umum energi keadaan dasar pada berbagai medan
117
magnetic, yaitu
+<<
+
++−+
>=
11
21,)2)(1(
21)2/3(
1,21
jx
jxjjjx
mcBe
xxBmce
EN o
o
o
(5.102)
dengan oBBx /=
Magnetisasi dan suseptibilitas menjadi
+<<
++−++
>−=
11
21,)32()2)(1(21
1,2
1
jx
jjxjj
mce
v
xmce
vM
(5.103)
+<<
+++
>=
11
21,)2)(1(1
1,0
jx
jjj
mce
vB
x
o
χ (5.104)
Plot magnetisasi dan susseptibilitas sebagai fungsi oBBx /= tampak pada Gbr 5.5.
118
Gambar 5.5 Plot magnetisasi dan susseptibilitas sebagai fungsi medan magnet luar
x
x
M/(e/vmc)
1
-1
χ/(e/vBomc)
1/4 1/3 1/2 1
2
6
12
x
x
M/(e/vmc)
1
-1
χ/(e/vBomc)
1/4 1/3 1/2 1
2
6
12
119
Aplikasi 4: Paramagnetisme Pauli
Kita sudah membahas tentang diamagnetisme Landau yang dapat dijelaskan dengan
menggunakan konsep kuantum di mana electron bergerak dalam orbit-orbit yang terkauntisasi.
Sekarang kita membahas fenomena paramagnetisme yang muncul akibat sumbangan spin
electron.
Hamiltonian electron bebas yang berada dalam mmedan magnetic dapat ditulis
BAcep
mH
•−
+= µ
2
21 (5.105)
Dengan µ adalah operator magnetic intrinsik electron yang memenuhi
σµµ = (5.106)
mce
2
=µ (5.107)
dan σ adalah matriks Pauli (operator spin).
Feromegntisme muncul dari suku kedua dalam hamiltonian. Kita fokuskan perhatian
pada efek yang dihasilkan bagian tersebut. Hamiltonian kita sederhanakan menjadi
Bm
pBm
pH
•−=•−= σµµ22
22
(5.108)
Fungsi eigen dari B
•σ adalah sB dengan 1±=s . Dengan emikian tingkat energy electron
tunggal yang merupakan solusi eigen hamiltoanian di atas adalah
Bsm
psp µε −=2
),(2
(5.109)
120
Energi assembli menjadi
∑∑=s
spp
spnE ),(, ε
∑∑∑∑
++
−=
−= −+
pp
pp
ssp
pB
mpnB
mpnBs
mpn µµµ
222
2
1,
2
1,
2
, (5.110)
di mana
spn , = 0, 1
Nnp s
sp =∑∑ ,
Sekarang kita menulis symbol lebih singkat lagi
++ = pp nn 1,
−− = pp nn 1,
++ =∑ Nn
pp 1,
+−− −==∑ NNNn
pp 1,
Dengan notasi di atas maka energy total dapat ditulis
( ) )(2
2−+−+ −−+=∑ NNB
mpnnE
ppp µ (5.111)
Fungsi partisi menjadi
( ) ∑ ∑
−+
−−+= −+−+
pp nn pppN NNB
mpnnZ )(2
exp2
βµβ (5.112)
121
Untuk mlakukan penjumlahan di atas kita gunakan langkah berikut ini
a) Kita pilih +N tertentu
b) Lakukan penjumlahan terhadap semua +pn dan −pn yang memenuhi ++ =∑ Nnp
p dan
+− −=∑ NNnp
p
c) Lakukan penjumlahan terhadap +N dari 0 sampai N
Dengan unrutan penjumlahan ini kita dapat menulis fungsi partisi menjadi
[ ]
∑ ∑∑ ∑∑−++
−−= −+
=
−+
pp n pp
n pp
N
NN m
pnm
pnNNBZ2
exp2
exp)(exp22
0
βββµ
[ ]
∑ ∑∑ ∑∑−++
−−= −+
=
+
pp n pp
n pp
N
N mpn
mpnNNB
2exp
2exp)2(exp
22
0
βββµ (5.113)
Misalkan )0(NZ adalah fungsi partisi N fermion yang tidak memiliki spin di mana massa
tiap system adalah m. Kita dapat menulis
[ ])(exp2
exp)0(2
NAm
pnZNn p
pNp
ββ =∑
= ∑ ∑
=
(5.114)
Dengan demikian kiuta dapat menulis
[ ] [ ]∑=
−+
+
++−=N
NNNNN ZZBNBNZ
0
)0()0(2expexp βµβµ , atau
[ ]∑=
+++
+
−++−+=N
NN NNANABN
NBZ
N 0
)()(2expln1ln1 βββµβµ (5.115)
122
Dalam penjumlahan di atas akan ada saku suku yang memberi kontirubusi terbesar. Nilai total
penjumlahan kira-kira sama dengan nilai suku dengan kontribusi terbesar tersebut. Misalkankan
yang memberikan kontribusi terbesar adalah ++ = NN maka
[ ])()(2expln1ln1++
+ −++−+≈ NNANANBN
BZN N βββµβµ
NNNANANBB )()(2 ++
+ −++−+≈
βββµβµ (5.116)
Setelah mengetahui +N maka magnetisisai per satuan volum adalah
VNNM )2( −
=+
µ (5.117)
Agar +N merupakan nilai yang member kontribusi terbesar maka harus dipenuhi
0)()(2=
−++−∂∂ ++
+
+ NNNANANB
Nβββµ
0)()(2 =∂−∂
+∂
∂+− +
+++
NNNA
NNAB βββµ
0)()()(2 =
−∂−∂
−∂
∂+− +
+++
NNNNA
NNABµ (5.118)
Sekarang kita definisikan
NNANkTv
∂∂
=)()( (5.119)
Maka
+
++
∂∂
=NNANkTv )()(
123
)()()( +
++
−∂−∂
=−NNNNANNkTv
Dengan demikian
0)()(2 =−−+− ++ NNkTvNkTvBµ
atau
[ ] BNNvNvkT µ2)()( =−− ++ (5.120)
Energi Fermi N system yang tidak memiliki spin pada suhu O K adalah
mVNNF 2
3)0,(23/22
=
πε
Pada suhu T yang memenuhi )(NkT Fε<< , bentuk aproksimasi untuk energy Fermi adalah
−=
22
)0,(121)0,(),(
NkTNTN
FFF ε
πεε
Untuk fermion yang memiliki spin maka kita dapat melakukan pendekatan ),2()( TNNkTv Fε= .
Dengan demikian,
[ ] ),22(),2()()( TNNTNNNvNvkT FF ++++ −−=−− εε
−
−−−
−=
++
++
2222
)0,22(121)0,22(
)0,2(121)0,2(
NNkTNN
NkTN
FF
FF ε
πεε
πε
−
−−−−=++
++ )0,22(1
)0,2(1)(
12)0,22()0,2( 2
2
NNNkTNNN
FFFF εε
πεε (5.121)
Karena 3/2)0,( NNF αε = maka
124
( ) ( )[ ]3/23/2 222)0,22()0,2( ++++ −−=−− NNNNNN FF αεε
−−
= ++
3/23/23/2 222
NN
NNNα
−−−
+−= ++
3/23/23/2 121112
NN
NNNα
( ) ( )[ ]3/23/23/2 11 rrN −−+=α
( ) ( )[ ]3/23/2 11)0,( rrNF −−+= ε (5.122)
( ) ( ) 3/23/2 221
21
)0,22(1
)0,2(1
++++ −−=
−−
NNNNNN FF ααεε
( ) ( ) 3/23/23/23/2 11
11
rNrN −−
+=
αα
( ) ( ) 3/23/2 1)0,(1
1)0,(1
rNrN FF −−
+=
εε (5.123)
Substitusi persamaan (5.122) dan (5.123) ke dalam (5.120) maka
[ ] ( ) ( )[ ]3/23/2 11)0,()()( rrNNNvNvkT F −−+=−− ++ ε
( ) ( )B
rNrNkT
FF
µεε
π 21)0,(
11)0,(
1)(12 3/23/2
22
=
−−
+−
atau
( ) ( ) ( ) ( )[ ])0,(
211)0,(12
11 3/23/222
3/23/2
NBrr
NkTrr
FF εµ
επ
=+−−
−−−+ (5.124)
125
Sekarang kita tinjau beberapa kasus khusus
a) Kasus Khusus I, T = 0
Pada suhu T = 0 maka
( ) ( ))0,(
211 3/23/2
NBrr
Fεµ
=−−+ (5.125)
Untuk )0,(2 NB Fεµ << maka 1<<r sehingga
( ) rr3211 3/2 +≈+
( ) rr3211 3/2 −≈−
Dengan demikian
)0,(2
34
NBr
Fεµ
= atau
)0,(23
NBr
Fεµ
= (5.126)
Tetapi
12−= +
NNr
NrN )1(2 +=+
rNNNrNNNNN =−+=−=−=∆ +−+ )1(2
Momen magnetic total
126
NNBNrN
Ftot )0,(2
3 2
εµµµµ ==∆=
Magnetisasi
vNB
VN
NB
VM
FF
tot
)0,(23
)0,(23 22
εµ
εµµ
===
Susseptibilitas
vNdBdM
F )0,(23 2
εµχ == (5.127)
b) Kasus Khusus II
Untuk kasus khusus berikutnya kita lihat kondisi )0,(0 NkT Fε<<< dan )0,(NB Fεµ << . Kita
mulai dari persamaan (5.124) yang dapat diaproksimasi menjadi
)0,(2
321
321
)0,(12321
321
22
NBrr
NkTrr
FF εµ
επ
≈
+−
−
−
−−
+
)0,(2
34
)0,(1234
22
NBr
NkTr
FF εµ
επ
≈
−
−
)0,(2
)0,(121
34
22
NB
NkTr
FF εµ
επ
≈
+
122
)0,(121
)0,(23
−
+≈
NkT
NBr
FF επ
εµ
127
−≈
22
)0,(121
)0,(23
NkT
NB
FF επ
εµ
(5.128)
Mengingat rNN =∆ maka
Momen magnetic total
µµµ rNNtot =∆=
Magnetisasi
vr
VrN
VM tot µµµ
===
Susseptibilitas
−≈
==
222
)0,(121
)0,(23
NkT
vNvr
dBd
dBdM
FF επ
εµµχ (5.129)
c) Kasus II )0,(NkT Fε>>
Untuk kasus ini kita mulai dengan hubungan (5.29). Kita ambil aproksimasi pertama,
yaitu
VN
vz
33 λλ=≈
VNe Nv
3)( λ=
=
VNNv
3
ln)( λ (5.130)
128
[ ] BNNvNvkT µ2)()( =−− ++
rNN
=−+ 12
NNr +=+
21
)1(2
rNN +=+
)1(2
)1(2
rNrNNNN −=+−=− +
+=
+=
= +
+ vr
VNr
VNNv
2)1(ln2/)1(lnln)(
333 λλλ
−=− + v
rNNv2
)1(ln)(3λ
sehingga
−−
+=−− ++ v
rv
rNNvNv2
)1(ln2
)1(ln)()(33 λλ
−+
=rr
11ln (5.131)
Dengan demikian persamaan (5.120) dapat ditulis
BrrkT µ2
11ln ≈
−+
≈
−+
kTB
rr µ2exp
11
129
−
≈+
kTBr
kTBr µµ 2exp2exp1
12exp2exp1 −
=
+
kTB
kTBr µµ
+
−
=
kTB
kTB
rµ
µ
2exp1
12exp
+
−
−−
×
=
kTB
kTB
kTB
kTB
kTB
kTB
µµ
µµ
µ
µ
expexp
expexp
exp
exp
=
kTBµtanh (5.132)
Kalau )0,(NkT Fε>> maka BkT µ>> sehingga tanh dapat diaproksimasi sebagai berikut
kTB
kTBr µµ
≈
= tanh (5.133)
Mengingat rNN =∆ maka
Momen magnetic total
µµµ rNNtot =∆=
Magnetisasi
vr
VrN
VM tot µµµ
===
130
Susseptibilitas
kTvdBdM 2µχ == (5.134)
79
Bab 5 Gas Fermi Ideal
Untuk melihat salah satu aplikasi mekanika statistik mari kita membahas gas fermi ideal.
Gas fermi ideal adalah kumpulan fermion bebas. Tidak ada interaksi antar fermion.
Kalian dapat membandingkan dengan gas ideal klasik di mana antar partikel gas tidak
ada interaksi. Kita mulai dari ungkapan fungsi grand partisi untuk fermion, yaitu
( )∏ −+=i
GizeZ βε1 (5.1)
dengan
kTez /µ= (5.2)
Seperti dibahas dalam Bab 14, fungsi grand partisi dapat juga ditulis dalam bentuk
kTPVG eZ /= sehingga
GZkTPV ln= ( )∏ −+=
i
ize βε1ln ( )izei
βε−+=∑ 1ln (5.3)
Untuk menentukan secara eksplisi fungsi grand partisi pada persamaan (5.3)
kita mengganti tanda penjumlahan dengan integral terhadap variable momentum. Untuk
maksud tersebut, terlebih dahulu kita ubah ungkapan diskrit menjadi kontinu sebagai
berikut
mp
i 2
2
→ε
∫∑ → dpphV
i
23 4(...)(...) π (5.4)
80
Dengan menggunakan (5.4) maka (5.3) menjadi
( )∫∞
−+=0
2/23
2
1ln4 dpzeph
VkTPV mpβπ (5.5)
Jumlah rata-rata system
GZkTN lnµ∂∂
=
∂∂
=kTPVkT
µ
( )
+∂∂
= ∫∞
−
0
2/23
2
1ln4 dpzeph
VkT mpβπµ
(5.6)
Berdasarkan persamaan (16.2) kita dapat menulis
zkTz
ze
kTzz kT
∂∂
=∂∂
=∂∂
∂∂
=∂∂ /1 µ
µµ (5.7)
Dengan demikian, jumlah rata-rata system dapat ditulis sebagai
( )
+
∂∂
= ∫∞
−
0
2/23
2
1ln4 dpzeph
VzkT
zkTN mpβπ
( )∫∞
−+∂∂
=0
2/23
2
1ln4 dpzez
phVz mpβπ
∫∞
−
−
+
=0
2/2/
23
2
2
114 dpe
zep
hVz mp
mpβ
β
π
81
∫∞
−
−
+=
02/
2/2
3 2
2
14 dp
zezep
hV
mp
mp
β
βπ
∫∞
− +=
02/1
23 1
142 dp
ezp
hV
mpβ
π (5.8)
Dari semua penjelesan di atas kita merangkum dua persamaan utama, yaitu
( )∫∞
−+=0
2/23
2
1ln4 dpzephkT
P mpβπ (5.5)
∫∞
− +==
02/1
23 1
1412 dp
ezp
hVN
v mpβ
π (5.8)
Agar lebih sederhana, mari kita definisikan panjang gelombang termal sebagai
berikut
mkT
22 πλ = (5.9)
Dengan definisi (5.9) maka persamaan (5.5) dan (5.8) dapat ditulis dalam bentuk yang
lebih sederhana sebagai berikut
)(12/53 zf
kTP
λ= (5.10)
)(112/33 zf
v λ= (5.11)
di mana
( )∫∞
−+=0
22/5 1ln4)( dxzexzf x
π (16.12)
82
)()( 2/52/3 zfz
zzf∂∂
=
∫∞
− +=
01
2
14
2 dxezx
xπ (5.13)
Untuk z yang sangat kecil maka )(2/3 zf pada persamaan (5.13) dapat
diuraikan dalam deret Taylor di sekitar z = 0. Uraian tersebut adalah
...)(21)()0()( 2
02/32
2
02/32/32/3 +
∂∂
+
∂∂
+===
zzfz
zzfz
fzfzz
...432 2/3
4
2/3
3
2/3
2
+−+−=zzzz (5.14)
Sebaliknya, pendekatan untuk z yang besar dilakukan proses berikut ini. Kita
definisikan kT/µν = . Karena TVN
A,
∂∂
=µ maka
TVNA
kT ,
1
∂∂
=ν (5.15)
νµ eez kT == / (5.16)
Dengan demikian )(2/3 zf dapat ditulis sebagai
∫∞
− +=
0
2
2/31
4)( 2 νπ xexdxzf (5.17)
Selanjutnya kita ganti variable yx =2 sehingga yx = dan dyydx 2/1
21 −= . Dengan
demikian persamaan (5.17) mengambil bentuk
83
∫∞
−−
+
=
0
2/12/3 12
14)( νπ yeydyyzf
dye
yy∫
∞
− +=
0
2/1
12
νπ (5.18)
Untuk menyelesaikan integral pada persamaan (5.18) secara parsial dan diperoleh
( )∫∞
−
−∞
−
+−−
+
=0
22/3
0
2/3
2/313
2213
22)(ν
ν
ν ππ y
y
y eedyy
eyzf (5.19)
Suku pertama di ruas kanan persamaan (5.19) adalah nol sehingga
( )∫∞
−
−
+=
02
2/3
2/313
4)( dye
eyzfy
y
ν
ν
π (5.20)
Selanjutnya kita uraikan 2/3y dalam deret Taylor di sekitar v dan didapat
...)(83)(
23 22/12/12/32/3 +−+−+= − ννννν yyy (5.21)
Dengan demikian
( )∫∞
−
−
−
+−+−+
+=
0
22/12/12/322/3 ...)(
83)(
23
134)( νννννπ ν
ν
yye
edyzfy
y
Kita definisikan xy =−ν sehingga dxdy = dan batas integral menjadi dari ν−=x
sampai ∞=x . Jadi
( )∫∞
−
−
+++
+=
ν
νννπ
dxxxe
ezfx
x
...83
23
134)( 22/12/12/3
22/3
84
( ) dxxxe
ex
x
+++
+
−= −
−
∞−
∞
∞−∫∫ ...
83
23
134 22/12/12/3
2 νννπ
ν
( )∫∞
∞−
−
+++
+= dxxx
ee
x
x
...83
23
134 22/12/12/3
2 νννπ
( )∫−
∞−
−
+++
+−
ν
νννπ
dxxxe
ex
x
...83
23
134 22/12/12/3
2 (5.22)
Hasil integral suku kedua persamaan (5.22) memiliki orde ν−e yang dapat ditulis
)( ν−eO . Dengan demikian
( ) )(...83
23
134)( 22/12/12/3
22/3νννν
π−
∞
∞−
− +
+++
+= ∫ eOdxxx
eezf
x
x
)(...83
23
34 2/1
22/1
12/3 νννν
π−− +
+++= eOIIIo (5.23)
dengan
( )∫∞
∞− += dx
eexI
x
xn
n 21 (5.24)
Fungsi ( )21+x
xn
eex merupakan fungsi genap sehingga untuk n ganjil, 0=nI .
Dengan hanya memperhitungkan n genap saja maka
( ) ( ) ( ) 11
121
)1(21
21 00
20
220 =
+−=
+
+=
+=
+=
∞∞∞∞
∞−∫∫∫ xx
x
x
x
x
x
eeeddx
eedx
eeI (5.25)
Untuk n > 0 kita dapat “mengakali” sebagai berikut
85
( ) ∫∫ +=
+∂∂
−=−
=
∞ − n
u
n
x
n
n eudundx
exI
0
1
102
1
12
12
λλ
)()21)(2()!1( 1 nnn n ζ−−−= (5.26)
di mana )(nζ adalah fungsi zeta Riemann. Beberapa nilai )(nζ adalah
6)2(
2πζ = , 90
)4(4πζ = , dan
945)6(
6πζ =
Substitusi kembali zv ln= ke dalam persamaan (5.23) maka diperoleh
( ) ( ) )(...ln8
ln3
4)( 12/12
2/32/3
−− +
++= zOzzzf π
π (5.27)
Grafik )(2/3 zf sebagai fungsi z diiliustrasikan pafa Gambar 5.1 berikut ini.
Gambar 5.1 Grafik f3/2(z) sebagai fungsi z
Sekarang kita tinjau sifat assembli fermion pada beberapa kondisi ekstrim.
z
f3/2(z)
z
f3/2(z)
86
a) Suhu tinggi dan kerapatan fermion rendah
Pada suhu tinggi laju partikel sangat besar sehingga panjang gelombang de
Broglie sangat kecil. Pada kerapatan rendah jarak antar partikel sangat besar sehingga
volum yang ditempati per partikel besar. Akibatnya pada kondisi suhu tinggi dan
kerapatan fermion rendah terpenuhi
03
→vλ .
Tetapi )(2/3
3
zfv=
λ sehingga pada kondidi sini 0)(2/3 →zf . Berdasarkan Gbr. 5.1,
0)(2/3 →zf mandakan 0→z . Dengan demikian, berdasarkan persamaan (5.27) kita
dapat melakukan aproksimasi )(2/3 zf pada 0→z , yaitu
2/3
2
2/3 2)( zzzf −≈
atau
2/3
23
2zz
v−≈
λ (5.28)
Untuk mencari z kita lakukan operasi rekursif sebagai berikut. Dari persamaan di atas,
2/3
23
2z
vz +≈
λ (5.28a)
Pendekatan pertama untuk z adalah hanya mengambil suku pertama saja, yaitu
vz
3
1λ
≈
Nilai 1z disubstitusikan pada z dalam persamaan (5.28a) untuk mendapatakan
pendekatan yang lebih teliti untuk z, yaitu
87
2/3
21
3
2z
vz +≈
λ
2/3
233
2)/( v
vλλ
+≈ (5.29)
Selanjutnya kita mendapatkan jumlah rata-rata system pada keadaan energi ke-i, yaitu
i
i
zezeni βε
βε
+=
1 (5.30)
Mengingat kT/1−=β dan ketika ∞→T terjadi 1<<izeβε maka
kTi
iii
ev
zezen /3
01εβε
βε λ −
==
+≈ (5.31)
yang merupakan distribusi Maxwell-Boltmann (partikel klasik). Ini berarti pada suhu
tinggi dan kerapatan rendah fermion berperilaku sebagai partikel klasik. Ketika
membahas fermion pada suhu tinggi dan kerapatan rendah sebenarnya kita dapat
langsung menggunakan statsitik klasik, yaitu Maxwell-Boltzmann, untuk menghindari
kerumitan statistik Fermi-dirac.
Persamaan keadaan dapat diperoleh sebagai berikut
)(1)(12/332/53 zf
zzzf
kTP
∂∂
==λλ
−+−= ...
3211
2/1
2
2/13
zzzλ
−+−= ...
321
2/1
3
2/1
2
3
zzzλ
atau
88
−+−= ...
3)/(
2)/()/( 2/1
33
2/1
233
3
vvvvkTPv λλλ
λ
v
3
2/5211 λ
+≈ (5.32)
Suku kedua di sebalah kanan sangat kecil sehingga praktis 1≈kTPv yang merupakan
persamaan keadaan gas ideal klasik.
b) Suhu rendah dan kerapatan fermion tinggi
Untuk kondisi ini berlaku 1/3 >>vλ sehingga kita dapat menggunakan
aproksimasi
( ) ( ) )(...ln8
ln3
4)( 12/12
2/32/3
−− +
++= zOzzzf π
π (5.27)
Ambil satu suku saja di ruas kanan sebagai aproksimasi dan samakan dengan v/3λ ,
sehingga
( ) 2/33
ln3
4 zv πλ
≈
atau
3/23
43ln
≈
vz λπ (5.33)
Mengingat Feez βεβµ −− == maka
3/23
43
≈−
vFλπβε (5.34)
89
Tetapi 2/12
=
mkTπλ sehingga
=
≈
mkTvvkTF ππλπε 2
43
43
3/2
2
3/2
atau
3/2
432
≈
vmFππε (5.35)
Jumlah sistem yang menempati keadaan energi ke-i adalah
11
11
)(1 +=
+= −− iFi eez
ni εεββε (5.36)
Jika Fi εε < maka ketika 0→T atau −∞→β terjadi 1≈in . Sebaliknya jika
Fi εε > maka ketika 0→T atau −∞→β terjadi 0≈in .
Berikutnya kita akan bahas beberapa aplikasi rill statistik Fermi-Dirac.
131
Bab 6 Model Ising
Dalam model Ising, assembli dipandang sebagai sebagai susunan teratur dari N system
pada posisi tetap. Penyusunan system-sistem tersebut membentuk kisi-kisi Kristal. Bentuk kisi
bisa berupa kisi linier (1D), bujur sangkar, persegi panjang, atau segitiga (2D), simple cubic, face
centered cubic, hexagonal, dll (3D). Tiap titik kisi berkaitan dengan salah satu dari dua keadaan
yang disimbolkan dengan +1 dan -1. Jika variable yang menyatakan keadaan kisi ke-i asalah is
maka is hanya boleh miliki nilai -1 atau +1. Dalam bahan feromagneti, keadaan dengan is =+1
berkaitan dengan spin up dan keadaan dengan is =-1 berkaitan dengan spin down. Kumpulan
is menentukn keadaan assembli.
Misalkan energy interaksi keadaan ke-i dank e-j adalah ijε− dan energy interaksi antara
keadaan ke-I dengan medan magnetic B adalah iBsµ− maka energy assembli pada konfigurasi
memenuhi
∑∑ −−=i
iji
iiiji sBsssE µε, (6.1)
a) Jika dianggap bahwa hanya interaksi antara dua tetangga terdekat saja yang dominan, yaitu
dua system yang berhubungan langsung, maka energy interaksi dapat ditulis
∑∑ −−=i
iij
iiiji sBsssE µε (6.2)
132
Di mana symbol ∑ij
menyetakan penjumlahan dilakukan hanya dengan memperhitungkan
tetangga terdekat saja.
b) Jika dianggap bahwa interaksi antara dua tetangga terdekat sama, tidak bergantung pada
lokasi di mana dua system terdekat berada maka εε =ij untuk semua I dan j. Dengan demikian
kita bisa sederhakan lebih lanjut
∑∑ −−=i
iij
iii sBsssE µε (6.3)
Berapakah jumlah suku dalam penjumlahan di sebelah kiri persamaan (6.3)? Misalkan
jumlah tetangga terdekat adalah γ. Untuk setiap nilai i ada sebanyak γ buah nilai j yang
merupakan tetangga terdekat. Karena ada N buah indeks i maka jumlah indeks j yang menjadi
tetangga terdekat adalah Nγ . Tetapi perhitungan semacam ini akan menyebabkan dua kali
conting sehingga jumlah suku sebenarnya dalam penjumlahan di atas hanyalah 2/Nγ .
Contog nilai γ untuk beberapa penyusunan adalah
Kisi bujur sangkar, γ =4
Kisi simple cubic, γ =6
Kisi body centered cubic, γ =8
Kisi hexagonal closed packing , γ =12
Sekarang kita tinjau kasus khusu, yaitu untuk 0>ε yang berkaitan dengan bahan
ferromagnetic. Fungsi partisi adalah
133
( ) [ ]∑∑∑=Ns
iss
sETBZ βexp...,21 (6.4)
Pada persamaan (17.4) tiap variable is mengambil nilai -1 dan +1. Karena ada N buah tanda
sumasi maka jumlah suku dalam penjumlahan fungsi partisi adalah N2 buah. Energi bebas
Helmholtz adalah
),(ln),( TBZkTTBA −= (6.5)
Ada cara lain untuk menentukan fungsi partisi secara lebih mudah. Misalkan
+N = jumlkah spin up
+− −= NNN = jumlkah spin down
Akan muncul tiga jenis pasangan antar spin, yaitu up-up (++), down-down (--) and up-down(+-).
Pasangan (--) dan (++) menyumbang energy yang sama besarnya, sedangna pasangan (-+)
menyumbang energy yang berlawanan tanda. Energi total assembli dapat ditentukan dengan
menenentukan jumlah pasangan (--), (++), dan (+-). Misalkan jumlah pasangan-pasangan yang
adalah
Pasangan (++): ++N
Pasangan (--): −−N
Pasangan (+-): −+N
Untuk menentukan jumlah masing-masing pasangan tersebut, mari kita lihat skema pada Gbr.
6.1. Tiap ketemu satu spin up, kita tarik garis ke tetangga terdekat.
a) Tiap ketemu satu spin down kita tidak membuat garis ke tetangga terdekatnya
b) Akibatnya, pasangan up-up akan dihubungkan oleh dua garis
c) Pasangan up-down dihubungkan oleh satu garis
d) Pasangan down-down tidak dihubungkan oleh garis
134
e) Karena tiap satu spin up menghasilkan γ buah garis (jumlah tetangga terdekat) maka jumlah
garis yang dibuat adalah +Nγ . Garis tersebut akan terbagi menjadi dua buah penghubungn
up-up dan satu buah penghubung up-down. Jadi akan terpenuhi hubungan
−++++ += NNN 2γ (6.6)
Gambar 6.1 Skema menentukan jumlahan pasangan spin up dan down dengan menarik satu garis
keluar dari spin up dan tidak menarik garis keluar dari spin down.
Selanjutnya kita balik aturan penggambaran di atas dengan aturan seperti diilustrasikan pada gbr.
6.2.
a) Tiap ketemu satu spin down, kita tarik garis ke tetangga terdekat.
b) Tiap ketemu satu spin up kita tidak membuat garis ke tetangga terdekatnya
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
135
c) Akibatnya, pasangan down-down akan dihubungkan oleh dua garis
d) Pasangan up-down dihubungkan oleh satu garis
e) Pasangan up-up tidak dihubungkan oleh garis
f) Karena tiap satu spin down menghasilkan γ buah garis (jumlah tetangga terdekat) maka
jumlah garis yang dibuat adalah −Nγ . Garis tersebut akan terbagi menjadi dua buah
penghubungn down-down dan satu buah penghubung up-down. Jadi akan terpenuhi
hubungan
Gambar 6.2 Skema menentukan jumlahan pasangan spin up dan down dengan menarik satu garis
keluar dari spin down dan tidak menarik garis keluar dari spin up.
−+−−− += NNN 2γ (6.7)
Di samping itu karena jumlah total spin adalah N maka
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
136
NNN =+ −+ (6.8)
Dari tiga persamaan di atas kita dapatkan persamaan berikut ini
+++−+ −= NNN 2γ (6.9)
+− −= NNN (6.10)
+++−− −+= NNNN λγ2 (6.11)
NNNNNNssij
ji 224 γγ +−=−+= +++−+−−++∑
(6.12)
NNNNsi
i −=−= +−+∑ 2 (6.13)
Dengan demikian, energy assembli dapat ditulis
( ) NBNBNNNE
−−−+−= ++++++ µεγµεγε
2124),(
(6.14)
Fungsi partisi selanjutnya dapat ditulis
∑∑++
++
+
+ −+++
=
−−−=N
NN
N
NBBNTBA eNNgeee βεµεγβµεγββ 4
0
)(2)2/(),( ),( (6.15)
Dengan ),( +++ NNg adalah jumlah konfigurasi yang berkaitan dengan +N dan ++N tertentu.
Penjumlahan di atas sangat sulit untuk dikerjakan. Penjumlahan baru dapat dilakukan jika
kita mengetahui bentuk eksplisit dari ),( +++ NNg .Yang dapat dilakukan sekarang adalah
melakukan sejumlah pendekatan. Kita akan membahas sejumlah aproksimasi yang sudah
diperkenalkan orang sejak lama.
137
Aproksimasi Bragg-Williams
Tampak pada fungsi partisi pada persamaan (6.15), energy assembli tidak bergantung secara
eksplisit pada distrubusi spin up dan spin down, tetapi hanya bergwnatung pada berapa jumlah
spin up dan berapa pasangan spin up-up. Di mana letak spin up tersebut tidak menentukan
energy konfigurasi. Di sini kita perkenalkan dua buah besaran, yaitu NN /+ dan )2//( NN γ++ .
Perhitungan besaran pertama akan memperhatikan seluruh lokasi dalam assembli, yaitu
menghitung semua spin up dalam seluruh ruang assembli. Besaran tersebut mengukur
keteraturan munculnya spin up pada seluruh ruang assembli. Besaran tersebut sering dinamakan
“long-range order”. Sebalinya, besaran kedua hanya mempertingangkan pasangan-pasangan
tetanga terdekar. Besaran tersebut merepresentesikan keteraturan local, yaitu bagaimana
terbentuknya spin up-spin up pada wilayah yang sangat kecil, yaitu tatangga terdekat. Oleh
karena itu besaran tersebut dinamakan “short-range order”.
Kita definisikan parameter “long-range order”, L dan “short-range order”, σ , sebagai
berikut
)1(21
+=+ LNN , )11( +≤≤− L (6.16)
)1(21
)2/(+=++ σ
γ NN , )11( +≤≤− σ (6.17)
Dengan pengenalan parameter ini maka kita peroleh
)122()2/( +−=∑ LNssij
ji σγ (6.17)
NLsi
i =∑ (6.18)
Energi per spin menjadi
BLLNE µσεγ −+−−= )122)(2/(
(6.19)
138
Menurut aproksimasi Bragg-Williams, terbentunya “short-range order” adalah akibat dari
“long-range order”. Ada hubungan langsung antara short-range order dan long-range order.
Hungungan tersebur adalah
2
2/
= +++
NN
NNγ (6.20)
Dengan aproksimasi ini maka
2
)1(21)1(
21
+=+ Lσ
Atau
1)1(21 2 −+= Lσ
(6.21)
Energy per spin menjadi
BLLNE µεγ −−= 2)2/(
(6.22)
Fungsi partisi akhirnya menjadi
∑ +−=
is
BLLNeTBZ )2/( 2
),( µεγβ
(6.23)
Penjumlahan terhadap is dapat diganti dengan penjumlahan terhadap L dari -1 sampai
+1. Nilai L ditentukan oleh +N . Jumlah kedanaan yang berkaitan dengan satu nilai L sama
dengan jumlah cara mengambil +N dari sejumlah N spin yang tersedia. Jumlah cara tersebut
adalah
]!2/)1([]!2/)1([!
)!(!!
LNLNN
NNNN
−+=
− ++
Dengan demikian,
139
∑+
−=
+−
−+=
1
1
)2/( 2
]!2/)1([]!2/)1([!),(
L
BLLNeLNLN
NTBZ µεγβ
(6.24)
Pada penjumlahan di atas, ada satu suku yang sangat dominan. Misalkan suhu dominan tersebut
berkaitan dengan LL = , maka
)2/( 2
]!2/)1([]!2/)1([!),( LBLNe
LNLNNTBZ µεγβ +−
−+≈
)2/( 2
]!2/)1([]!2/)1([!ln),(ln LBLNe
LNLNNTBZ µεγβ +−
−+≈
(6.25)
Dengan pendekatan Stirling kita peroleh
NNLLLLLBLTBZ
N!ln
21ln
21
21ln
21
2),(ln1 2
+
−−−
++−
+−≈ µεγβ
(6.26)
Karena L memberikan nilai kmaksimum pada fungsi partisi maka
02
1ln2
12
1ln2
12
),(ln1 2
=
−−−
++−
+−
∂∂
≈∂∂ LLLLLBL
LTBZ
NLµεγβ
yang memberikan solusi
LLL βεγβµ 22
11ln −−=+−
Atau
+=
kTL
kTBL εγµtanh (6.27)
Jika medan yang direpakan nol maka
=
kTLL εγtanh (6.28)
140
Yang memiliki solusi
<±
>=
1,
1,0
kTL
kTLo
εγ
εγ
(6.29)
Dengan mendefinisikan cTk =/εγ yang dinamakan suhu kritis maka
<±>
=co
c
TTLTT
L,,0
(6.30)
Aproksimasi Bethe-Pielrs
Salah satu langkah yang cukup drastis dalam aplroksimasi Bragg-Williams adalah
melakukan pendekatan
2
2/
= +++
NN
NNγ
Pendekatan ini menyatakan bahwa terbentuknya pasangan spin up-up ditentukan oleh jumlah
titik yang memiliki keadaan spin up. Pendekatan ini cukup kasar, seperti dapat dilihat pada Gbr.
6.3. Pada gambar kiri dan kanan +N sama banyaknya sehingga 2)/( NN+ juga sama. Tetapi ++N
pada gambar kiri lebih banyak daripada pada gambar kanan sehingga )2//( NN γ++ pada gambar
kiri lebih besar nilainya. Ini menunjukkan bahwa aproksimasi Bragg-Williams masih sangat
kasar.
141
Gambar 6.3 Ilustrasi yang memperlihatkan bahwa aproksimasi Bragg-Willims masih kurang
teliti.
Aproksimasi Bethe-Pierls memperbaiki ketelitian aprokasimasi Bragg-Williams.
Langkah yang diterapkan sebagai berikut.
a. Mengambil satu bagian kecil saja dari kisi besar untuk dianalisa lebih detail.
b. Menghitung secara eksak pembentukan pasangan spin dalam bagian kecil tersebut.
c. Sisa kisi lainnya (sebagian besar) dipandang sebagai latar belakang.
-+
- - -
++
+++
+++
- - - ----
+ - -
++
+
+
+
++
- ---
-- +
-- -
142
Langkah ini sangat mirip dengan saat menghitung medan listrik polarisasi dalam bahan
dielektrik dengan menggunakan metode Lorentz.
Sebagian kecil bahan dielektrik dipilih. Momen dipol dalam bagian yang dipilih tersebut
dipandang tersusun secara diskrit. Sisanya adalah latar belakang yang dipandang sebagai media
kontinu.
Untuk memudahkan penerapan aproksimasi Bethe-Pierls, kita tinjau kasus khusus di
mana medan magnet luar nol. Untuk memulai perumusan tersebut, mari kita lihat sebuah titik
kisi dengan keadaan spin s. Keadaan spin s memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu s = +1 untuk
spin up dan s = -1 untuk spin down. Titik kisi tersebut dihubungkan dengan γ tetangga terdekat.
Bagian kisiyang dihitungdengan teliti
Latar belakang
143
Misalkan dari γ tetangga terdekat ada n buah yang memiliki spin up dan γ-n buah yang memiliki
spin down. Selanjutnya kita definisikan
),( nsP = probabilitas menemukan n tetangga terdekat dengan spin up dan γ-n buah
tetangga terdekat dengan spin down jika keadaan kisi di pusat adalah s.
Jadi,
a. ),1( nP + = probabilitas menemukan n pasangan (++) dan n−γ pasangan (+-)
b. ),1( nP − = probabilitas menemukan n pasangan (-+)dan n−γ pasangan (--)
c. Pada kondisi ),1( nP + energy material adalah
εγεγε )2()()(),1( −−=−×−−×−=+ nnnnE (6.31)
d. Pada kondisi ),1( nP − energy material adalah
εγεγε )2()()()(),1( nnnnE −−=+×−−−×−=− (6.32)
e. Jumlah cara menemukan n spin up dari γ tetangga terdekat adalah
1
2
3
4
s
γ
144
=
− nnnγ
γγ
)!(!!
(6.33)
f. Dengan demikian, kita dapat menulis probabilitas ),1( nP + dan ),1( nP − sebagai berikut
kTnEen
nP /),1(),1( +−
∝+
γ
(6.34)
kTnEen
nP /),1(),1( −−
∝−
γ
(6.35)
g. Dengan memperkenalkan factor penormal qz n / maka
εγβγ )2(),1( −−
=+ n
n
enq
znP (6.36)
εγβγ )2(),1( nn
enq
znP −−
=−
(6.37)
Pada hubungan di atas q adalah bilangan penormalisasi sedangan nz adalah parameter yang
memperhitungkan efek latar belakang.
Perhatikan
∑=
+γ
0),1(
nnP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin up untuk
semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya.
∑=
−γ
0),1(
nnP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin down untuk
semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya.
Jadi
145
∑∑==
−++γγ
00),1(),1(
nnnPnP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin
apa saja (apakah up atau down) untuk semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya.
Nilai tersebut jelas sama dengan satu.
Dengan demikian
1),1(),1(00
=−++ ∑∑==
γγ
nnnPnP
10
)2(
0
)2( =
+
∑∑=
−
=
−−γ
εγβγ
εγβ γγ
n
nn
n
nn
enq
zenq
z
yang dapat disusun ulang menjadi
∑∑=
−
=
−
+
=
γβγεβε
γβγεβε γγ
0
2
0
2
n
nn
n
nn ezen
ezen
q
( ) ( )∑∑=
−
=
−
+
=
γβεβγε
γβεβγε γγ
0
2
0
2
n
n
n
n zen
ezen
e
( ) ( )γβεβγεγβεβγε 22 11 zeezee +++= −−
( ) ( )γβεβεγβεβε zeezee +++= −− (6.38)
Dari pernyataan bahwa
∑=
+γ
0),1(
nnP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin up untuk
semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya
maka jelaslah bahwa
146
21),1(
0
LNNnP
n
+==+ +
=∑γ
(6.39)
Dari definisi
),1( nP + = probabilitas menemukan n pasangan (++) dan n−γ pasangan (+-)
maka kita dapatkan
a. ),1( nnP + = jumlah spin up-up jika kisi di tengah memiliki spin up
b. ),1( nPn+
γ = probabilitas menemukan spin up-up jika kisi di tengah memiliki spin up
Dan
∑=
+γ
γ0),1(
nnPn = probablitas menemukan spin up-up dalam kisi
21
2/σ
γ+
== ++
NN
(6.40)
Yang kita lakukan dengan aproksimasi Bethe-Pierls sebagai berikut
a. ∑=
+γ
0),1(
nnP = kemungkinan mendapatkan spin up di tengah
b. ∑=
+γ
γ0),1(
nnPn = kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga jika di tengah berada pada
keadaan spin up
c. ∑=
−γ
γ0),1(
nnPn = kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga jika di tengah berada pada
keadaan spin down
d. ∑=
−++
γ
γγ0),1(),1(
nnPnnPn = kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga jika di tengah
berada pada keadaan spin apa saja
147
Karena titik kisi yang berada di tengah dapat dipilih titik kisi mana saja maka haruslah
Kebolehjadian menemukan spin up di tengah sama dengan kemungkinan
menemukan spin up di tetangga,
Atau
∑∑==
−++=+
γγ
γγ00),1(),1(),1(
nnnPnnPnnP
( ) [ ]∑=
− −++=+γ
γβεβε
γ 0),1(),1(1
nnnPnnPzee
(6.41)
Dapat ditunjukkan bahwa
),1(),1( nPz
znnP +∂∂
=+ (6.42)
),1(),1( nPz
znnP −∂∂
=− (6.43)
Jadi
( ) [ ]∑=
− −++∂∂
=+γ
γβεβε
γ 0),1(),1(1
nnPnP
zzzee
( ) ( ) ( ) γβεβεγβεβεγβεβε
γzeezee
zzzee +++∂∂
=+ −−− 1
( ) ( ) ( ) βεγβεβεβεγβεβεγβεβε γγγ
ezeeezeezzee 11 −−−−−− +++=+
( ) ( ) ( ) βεγβεβεβεγβεβεγβεβε ezeeezeezzee 11 −−−−−− +++=+
++
+=+−
−
−−− βε
γ
βεβε
βεβεβεβεβε e
zeezeeezzee
1
148
βεγ
βεβε
βεβεβεβεβε e
zeezeezzezee
1−
−
−−−
++
+=+
1
1−
−
−
++
=γ
βεβε
βεβε
zeezeez
Atau
1−
−
−
++
=γ
βεβε
βεβε
zeezeez
1
2
21−
−
−
++
=γ
βε
βε
ezze
(6.44)
Dapat ditunjukkan pula bahwa
11
+−
= x
x
zzL
(6.45)
Dengan
1−=γγx
(6.46)
)1)(1(2
2
2
xzzez
++= βεσ
(6.47)
Beberapa solusi
Z=1 adalah solusi persamaan (6.41), sebab
1
2
2
111
−
−
−
++
=γ
βε
βε
ee
Jika disubstitusi zz /1→ maka
149
1
2
2
)/1()/1(11
−
−
−
+
+=
γ
βε
βε
ezez
z
1
2
2
1
−
−
−
++
=γ
βε
βε
zeez
Atau
1
2
21−
−
−
++
=γ
βε
βε
ezzez
Hasil di atas menyimpulkan bahwa jika z adalah solusi maka 1/z juga merupakan solusi.
Kemiringan kurva
1
2
21)(−
−
−
++
=γ
βε
βε
ezzezf
pada z = 1 adalah
22
4
)1()1)(1(
βε
βεγ−
−
+−−
=eem
(6.48)
Jika m < 1 maka solusi hanya z = 1. Jika m > 1 maka solusi adalah zo dan 1/zo. Nilai m = 1
adalah keadaan kritis. Kita definisikan temperature kritis yaitu temperature ketika m = 1, yang
memenuhi
22
4
)1()1)(1(1 εβ
εβγc
c
ee−
−
+−−
=
Atau
2/2/4 )1()1)(1( cc kTkT ee εεγ +=−− (6.49)
Solusi dari persamaan (6.49) adalah
150
[ ])1/(ln2
−=
γγε
ckT (6.50)
Model Ising Satu Dimensi
Sekarang kita bahas kasus yang sangat khusus yaitu model Ising satu dimensi di mana
titik-titik kisi disusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Model ini menjadi menarik karena
memiliki solusi analitik yang cukup mudah dicari.
Kita misalkan jumlah titik kisi adalah N dan keadaan tiap titik kisi dinyatakan dengan variable
s1, s2, …, sN. Tiap keadaan memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu –1 dan +1. Unutk lebih
mudah, kita gunakan syarat batas periodik, yaitu
kNk ss += (6.51)
Jika dikenakan medan magnetik B maka energi kisi adalah
∑∑ −−= +k
kk
kki sBsssE µε 1
Pada penulisan bentuk energi di atas kita telah mengangap bahwa interaksi antar titik kisi hanya
terjadi antara tetangga terdekat saja, yaitu hanya dengan satu titik kisi di sebelah kiri dan satu
titik kisi di sebelah kanan. Dengan penggunaan syarat batas periodik maka kita memiliki
hubungan
s1 s2 s3 sNs1 s2 s3 sN
151
∑∑ +=k
kk
k ss 1 (6.52)
( )∑∑ ++=k
kkk
k sss 121 (6.53)
sehingga kita dapat menulis
( )∑∑ ++ +−−=k
kkk
kki ssBsssE 11 21 µε (6.54)
Fungsi partisi assembli adalah
[ ]∑∑∑=Ns
iss
sEZ βexp...21
( )∑ ∑∑∑∑
+−−= ++
Ns kkk
kkk
ssssBss 11 )2/1(exp...
21
βµβε (6.55)
Untuk memudahkan penyelesaian persamaan di atas kita definisikan matrik 2 × 2, ℜ yang
memiliki elemen sebagai berikut
)'()2/1('' ssBssess +−−=ℜ βµβε (6.56)
dengan s dan s’ memiliki nilai –1 atau +1.Dengan definisi tersebut maka
152
Be βµβε −−=+ℜ+ 11 (6.57)
Be βµβε +−=−ℜ− 11 (6.58)
βεe=−ℜ+ 11 (6.59)
βεe=+ℜ− 11 (6.60)
Dengan demikian
−ℜ−+ℜ−−ℜ++ℜ+
=ℜ11111111
=
−−
+−
)(
)(
B
B
eeee
µεββε
βεµεβ
(6.61)
Akhirnya kita dapat menulis fungsi partisi sebagai
( )[ ]∑∑∑ +−−=Nsss
ssBssZ 2121 )2/1(exp...21
βµβε
( )[ ] ( )[ ]43433232 )2/1(exp)2/1(exp ssBssssBss +−−×+−−× βµβεβµβε
( )[ ]11 )2/1(exp... ++ +−−× NNNN ssBss βµβε
∑∑∑ +ℜℜℜ=Ns
NNss
ssssss 13221 ......21
∑∑∑ ℜℜℜ=Ns
Nss
ssssss 13221 ......21
(6.62)
153
Mengingat
1=∑ks
kk ss (6.63)
maka
∑ ℜ=1
11s
N ssZ
NTrℜ= (6.64)
Trace sebuah matriks tidak berubah jika jika dilakukan transformasi orthogonal pada
matriks tersebut. Untuk menentukan NTrℜ dengan mudah kita terlebih dahulu melakukan
transformasi orthogonal pada Nℜ sehingga menjadi diagonal. Transformasi yang dilakukan
adalah
( )NN AAAAAAAAAA +++++ ℜ=ℜℜℜ=ℜ ... (6.65)
di mana 1=+AA . Agar +ℜ AA N diagonal maka syarat yang cukup adalah +ℜAA diagonal.
Dalam bentuk diagonal tersebut maka elemen-elemen diagonal dari +ℜAA adalah energi eigen
dari ℜ , atau
=ℜ
−
++
λλ0
0AA (6.66)
dengan +λ dan −λ adalah energi-energi eigen dari ℜ . Dengan demikian kita akan mendapatkan
154
NN AA
=ℜ
−
++
λλ0
0 (6.67)
Jadi persoalan kita tinggal mencari energi eigen dari ℜ . Untuk maksud ini, mari kita tulis
=ℜ
dbba
(6.68)
Nilai eigen dari ℜ ditentukan dengan memechakan persamaan berikut ini
=
ℜ
yx
yx
λ
atau
0=
−
−yx
dbbaλ
λ (6.69)
Persaman (6.69) memiliki solusi jika determian matrix 2 x 2 nol, atau
0=−
−λ
λdb
ba
0))(( 2 =−−− bda λλ
atau
155
0)()( 22 =−++− badda λλ (6.70)
Dengan membandingkan persamaan (6.61) dan (6.68) kita dapatkan hubungan
)( Bea µεβ +−=
βεeb =
)( Bed µεβ −−=
sehingga
)()( BB eeda µεβµεβ −−+− +=+ [ ] Beeee BB µβεβµβµβε cosh2 −−− =+=
βεµεβµεβ 2)()(2 eeebad BB −=− −−+− βεβεβε 2sinh222 −=−= − ee
Dengan demikian, persamaan (6.70) menjadi
02sinh2)cosh2(2 =−− − βελµλ βε Be (6.71)
Solusi untuk λ adalah
22sinh8cosh4cosh2 22
,βεµµ
λβεβε +±
=−−
−+
BeBe
22sinh2cosh2cosh2 22 βεµµ βεβεβε −−− +±
=eBeBe
[ ]βεµµ βεβε 2sinh2coshcosh 22 −− +±= eBBe (6.72)
156
Dengan demikian
[ ]βεµµλ βεβε 2sinh2coshcosh 22 −−+ ++= eBBe (6.73)
[ ]βεµµλ βεβε 2sinh2coshcosh 22 −−− +−= eBBe (6.74)
Tampak dari persamaan (6.73) bahwa −+ > λλ . Karena
NN AA
=ℜ
−
++
λλ0
0
maka
( ) NNN
NN TrAATrTr −+−
++ +=
=ℜ=ℜ λλ
λλ0
0 (6.75)
sehingga
( )NN
NZ
N −+ += λλln1ln1
+=
+
−+
NN
N λλλ 1ln1
++=
+
−+
NN
NN λλλ 1ln1ln1
++=
+
−+
N
N λλλ 1ln1ln (6.76)
Mengingat −+ > λλ maka untuk ∞→N akan terpenuhi 0/ →+− λλ . Dengan demikian
157
+≈ λlnln1 ZN
(6.77)
Hubungan antara fungsi partisi dengan energi bebas Helmholtz adalah ZF ln1β
= .
Energi helmholtz per spin adalah
+== λββ
ln1ln11 ZN
FN
[ ] βεµµβ
βεβε 2sinh2coshcoshln1 22 −− ++= eBBe
[ ]βεµµβ
ε βε 2sinh2coshcoshln1 22 −+++−= eBB (6.78)
Magnetisasi per spin adalah
βεµµ
βεβε 2sinh2coshcosh
2sinh),(122 −++
−=eBB
TBMN
(6.79)
Untuk kasus khusus di mana B = 0 maka
0),0(1=TM
N (6.80)
Jadi, pada suhu berapa pun magnetisasi selalu nol. Ini berarti tidak ada magnetisasi spontan pada
model Ising satu dimensi. Atau, dalam model ising satu dimensi tidak muncul fenomena
feromagnetik.