158
MEKANIKA STATISTIK Mikrajuddin Abdullah PROGRAM STUDI MAGISTER DAN DOKTOR FISIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013

mekanika statistik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahan ajar perkuliahan tentang mekanika statistik.....

Citation preview

Page 1: mekanika statistik

MEKANIKA STATISTIK

Mikrajuddin Abdullah

PROGRAM STUDI MAGISTER DAN DOKTOR FISIKA

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2013

Page 2: mekanika statistik

1

Bab 1

Ensembel Mikrokanonik

Assembli yang telah kita bahas sejauh ini memiliki kriteria yang sangat ketat, yaitu energi

yang dimiliki assembli maupun jumlah sistem dalam assembli sellau tetap. Dalam dunia riil

mungkin assembli demikian sulit diwujudkan. Assembli semacam ini dapat didekati oleh satu

wadah yang terisolasi rapat dari bahan isolator panas yang sangat tebal, tidak ada medan magnet,

medan listrik, atau bahkan medan gravitasi yang dirasakan sistem-sistem dalam assembli. Jadi,

pada prinsipnya, asembli yang telah kita bahas selama ini merupakan sebuah pendekatan untuk

kondisi riil. Pendekatan tersebut tentu saja mengandung sejumlah bias. Namun untuk dinding

assembli yang merupakan bahan isolator yang baik, bias yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.

Apabila kita ingin masuk ke kondisi yang lebih mendekati keadaan nyata, maka

pembatasan yang sangat ketat harus sedikit demi sedikit diperlonggar. Kalau kita menempatkan

sistem-sistem dalam wadah tertutup maka peluang sistem untuk keluar dari dan masuk ke dalam

wadah dapat dihindari. Dengan demikian pembatasan jumlah sistem yang konstan bukan

merupakan asumsi yang dibuat-buat. Tetapi untuk energi total yang dimiliki assembli,

pembatasan untuk energi yang konstan mungkin dapat dilanggar. Tidak ada dinding wadah yang

benar-benar sanggup meniadakan pertukaran energi secara sempurna, apalagi jika wadah yang

kita miliki terbuat dari bahan konduktor. Untuk menjelaskan mekanisme yang terjadi dalam

assembli yang memiliki dinding yang transparan terhadap energi, para ahli juga mengembangkan

statistik untuk assembli yang memiliki jumlah sistem konstan tetapi jumlah energi tidak konstan.

Bahkan kasus yang lebih umum lagi adalah untuk assembli terbuka seperti udara yang

ada di sekitar kita. Kita bahkan tidak memiliki wadah sama sekali. Kondisi ini dapat diasumsikan

sebagai assembli yang dibatas wadah yang dapat ditembus oleh sistem maupun oleh energi.

Implikasinya adalah jumlah sistem maupun energi total yang dimiliki asembli tidak tetap.

Page 3: mekanika statistik

2

1.1 Dinding Assembli yang Transparan Terhadap Energi

Sejauh ini kita telah merumuskan panjang lebar tentang assembli yang dibatasi dinding

yang tidak transparan terhadap sistem maupun energi. Pertanyaanya adalah bagaimana bentuk

perumusan untuk assembli yang dibatasi dinding yang sifatnya lebih longgar, yaitu dapat

ditembus energi namun tidak dapat ditembus sistem?

Perhatikan sebuah assembli di mana jumlah sistem dalam assembli tetap tetapi energi

yang dimilikinya dapat berubah-ubah (Gbr. 1.1). Assembli tersebut memiliki dinding yang

transparan terhadap energi tetapi tidak transparan terhadap sistem. Contoh dinding tersebut

adalah logam. Karena dinding dapat ditembus energi maka pada saat yang berbeda, energi yang

dimiliki assembli mungkin berbeda. Misalkan energi yang dimiliki assembli pada saat yang

berbeda-beda diilustrasikan pada Tabel 1.1.

Gambar 1.1 Dinding ensemble transparan terhadap energi tetapi tidak transparan terhadap

sistem.

Tabel 1.1 Energi assembli berbeda-beda pada saat yang berbeda

Saat Energi yang dimiliki

t1 E1

Page 4: mekanika statistik

3

t2 E2

.

.

.

.

.

.

t∞ E∞

Karena energi yang dimiliki assembli dapat berubah-ubah maka penurunan jumlah sistem

sebagai fungsi energi seperti yang dibahas dalam Bab 2 tidak dapat dilakukan. Lalu bagaimana

cara mendapatkan persamaan keadaan assembli? Kita lakukan strategi sebagai berikut:

1) Bisa saja terjadi bahwa pada saat yang berbeda, energi yang dimiliki assembli kembali

sama. Contohnya, bisa saja terjadi bahwa pada saat t1 dan t2 energi yang dimiliki

assembli sama, yaitu E1 = E7.

2) Untuk mudahnya kita urutkan energi yang dapat dimiliki assembli dari nilai terkecil

hingga terbesar sebagai berikut E1, E2, E3, …, E∞.

3) Assembli akan memiliki energi yang berbeda-beda tersebut dalam durasi waktu yang

berbeda-beda pula. Misalkan lama assembli memiliki energi E1 adalah ∆t1, lama

assembli memiliki energi E2 adalah ∆t2, dan seterusnya.

4) Dengan demikian, probabilitas assembli memiliki energi-energi di atas menjadi

Probabilitas memiliki energi E1: ∞∆++∆+∆

∆=

ttttEp

...)(

21

11

Probabilitas memiliki energi E2: ∞∆++∆+∆

∆=

ttttEp

...)(

21

22

dan seterusnya

Page 5: mekanika statistik

4

Probabilitas memiliki energi E∞: ∞

∞∞ ∆++∆+∆

∆=

ttttEp

...)(

21

5) Karena kita tidak dapat mengetahui dengan pasti berapa ∆t1, ∆t2, dan seterusnya maka

diasumsikan bahwa p(E i) ∝ exp[-E i/kT]. Asumsi ini diinspirasi oleh fungsi distribusi

Maxwell-Boltzmann bahwa peluang mendapatkan sistem pada tingkat energi ke εi

sebanding dengan exp[-ε i/kT].

1.2 Konsep Ensembel

Page 6: mekanika statistik

5

Apa yang kita bahas di atas adalah satu assembli saja yang memiliki sejumlah

kemungkinan energi. Energi yang berbeda dapat muncul pada saat yang berbeda. Tetapi kita

dapat juga melihat dari sudut pandang yang berbada tetapi memiliki hasil akhir yang setara. Kita

seolah-olah memiliki sejumlah besar assembli di mana jumlah sistem pada semua assembli sama

tetapi energi yang dimiliki satu assembli dengan assembli lain dapat berbeda. Untuk satu

assembli tertentu, jumlah sistem dan energi yang dimilikinya selalu tetap. Lebih tegas lagi,

seolah-olah kita memiliki sejumlah besar assembli di mana jumlah sistem dalam tiap-tiap

assembli sama, yaitu N tetapi energinya bisa berbeda-beda. Semua konfigurasi yang mungkin

dilakukan bagi penyusunan sistem-sistem dalam assembli ada wakilnya dalam kelompok

assembli tersebut. Apa yang kita miliki dapat diilustrasikan pada Gbr. 1.2.

Gambar 1.2 Ensembel adalah kumpulan assembli.

Page 7: mekanika statistik

6

Semua assembli tersebut dikelompokkan dalam satu wadah besar (super assembli).

Jumlah assembli dalam super assembli tetap dan energi total super assembli juga tetap. Super

assembli semacam ini dinamakan ensembel.

Dalam ensembel di atas, konfigurasi yang berbeda dalam menyusun sistem-sistem dalam

assembli dapat menghasilkan energi yang berbeda dan dapat pula memiliki energi yang sama.

Sebagai ilustrasi, tinjau kasus di bawah ini dan kita misalkan E1 = 0, E3 = 2E2.

Konfigurasi penyusunan sistem dalam tiga assembli di atas berbeda. Tetapi energi

assembli 1 sama dengan energi assembli 2 dan berbeda dengan energi assembli 3. Peluang

munculnya assembli dengan energi yang berbeda tentu saja berbeda. Kita kemukakan hipotesis

bahwa peluang mendapatkan asembli dengan energi E i diberikan oleh

kTEi

ieEp /)( −∝ (1.1)

E1

E2

E3

E1

E2

E3

E1

E2

E3

E1

E2

E3

E1

E2

E3

E1

E2

E3

Page 8: mekanika statistik

7

1.3 Assembli Terbuka

Jika kita melihat udara di sekitar kita atau atmosfer kita tidak memiliki wadah seperti

yang kita bahas pada bab-bab sebelumnya. Bagaimana kita dapat menggunakan statistik untuk

menjelaskan sifat-sifat gas di udara?

Kita dapat mengansumsikan bahwa di udara sekitar kita terdapat sejumlah besar wadah

(assembli) tetapi wadah tersebut dapat ditembus energi maupun sistem. Jadi jumlah energi

maupun jumlah sistem yang dimiliki assembli tersebut dapat berubah-ubah. Untuk menjelaskan

sifat-sifat assembli semacam ini, kita bangun sebuah ensemble yang mengandung sejumlah besar

assembli di mana assembli yang berbeda dapat memiliki jumlah sistem yang berbeda maupun

jumlah energi yang berbeda pula (Gbr. 1.3).

Page 9: mekanika statistik

8

Gambar 1.3 Sebuah ensembel mengandung anggota berupa assembli terbuka.

Untuk ensemble semacam ini, peluang mendapatkan assembli dengan energi tertentu (Ei)

tidak hanya ditentukan E i, tetapi juga ditentukan oleh Ni. Meskipun energi dua assembli sama

tetapi jumlah sistemnya berbeda maka probabilitas kemunculan dua assembli tersebut dapat

berbeda. Bagaimana bentuk probablitas tersebut?

Dalam kuliah termodinamika kita mempelajari bahwa penambahan/pengurangan satu

partikel dalam sistem termodinamika yang kita tinjau melahirkan penambahan/pengurangan

energi sebesar µ, di mana µ disebut potensial kimia. Penambahan/pengurangan sebanyak ∆N

partikel menghasilkan penembahan/pengurangan energi sebesar µ∆N. Dengan demikian kita

dapat menyimpulkan bahwa jumlah sistem yang terdapat dalam assembli akan mempengaruhi

energi yang dimiliki assembli tersebut yang pada akhirnya menentukan peluang kemunculan

assembli yang bersangkutan. Akhirnya sangat logis apabila kita berhipotesis bahwa probabilitas

kemunculan assembli dengan energi E i dan mengandung sebanyak Ni sistem memenuhi

kTNEii

iieENp /)(),( ηξ ++−∝ (1.2)

dengan ξ dan η adalah parameter-parameter yang harus ditentukan.

1.4 Jenis-Jenis Ensembel

Dari semua pembahasan di atas kita akhirnya dapat membedakan tiga jenis ensemble

berdasarkan sifat dinding assembli-assembli penyusun ensemble tersebut.

Page 10: mekanika statistik

9

Ensembel Kanonik

Jika assembli-assembli penyusun ensemble tersebut memiliki dinding yang tidak dapat

ditembus sistem tetapi dapat ditembus energi maka ensemble yang dibentuk dinamakan

ensemble kanonik. Dalam ensemble ini jumlah sistem dalam semua assembli sama banyaknya

tetapi energi yang dimiliki assembli dapat berbeda-beda. Namun jumlah total assembli dalam

ensembel dan jumlah total energi yang dimiliki ensemble adalah konstan.

Ensembel Grand Kanonik

Jika assmebli-assembli penyusun ensemble memiliki dinding yang dapat ditembus sistem

maupun energi maka ensemble yang dibentuk dinamakan ensemble grand kanonik. Pada

ensemble ini jumlah sistem maupun jumlah energi yang dimiliki satu assembli dapat berbeda

dengan yang dimiliki assembli lainnya. Namun jumlah total assembli dalam ensembel dan

jumlah total energi yang dimiliki ensemble adalah konstan.

Ensembel Mikrokanonik

Jika assembli-assembli penyusun ensembel tidak dapat ditembus sistem maupun energi

dan jumlah energi maupun jumlah sistem dalam tiap assembli semua sama maka ensemble yang

dibetuk dinamakan ensemble mikrokanonik. Karena semua assembli identik maka untuk

mempermudah pembahasan kita cukup meninjau satu assembli saja dan menentukan konfigurasi

penyusunan sistem-sistem dalam satu assembli seperti yang kita bahas paba bab-bab awal.

Karena sifatnya yang demikian maka penurunan fungsi keadaan untuk assembli ini umumnya

tidak dilakukan melalui konsep ensemble, tetapi cukup pada level assembli saja. Dengan kata

lain, kita umumnya tidak mengenalkan konsep ensemble untuk membahas assembli

mikrokanonik.

Penurunan Persamaan Termodinamika Assembli Mikrokanonik

Page 11: mekanika statistik

10

Kita mulai dengan menurunkan ungkapan entropi dalam formulasi ensemble

mikrokanonik. Assembli mikrokanonik adalah assembli yang memiliki energi maupun jumlah

sistem yang tetap. Misalnkan jumlah sistem N dan energi total E. Namun demikian, hampir tidak

mungkin mempertahankan energi assembli pada satu nilai yang tertentu. Dengan kata lain, tidak

mungkin membuat assembli atau sistem dengan ∆E = 0. Berdasarkan prinsip ketidakpastian

Heisenberg, ≈∆∆ tE . Dengan demikian kondisi dengan ∆E = 0 dapat dibuat dalam selang

waktu ∞=∆t . Artinya, diperlukan waktu yang lamanya tak berhingga untuk membuat assembli

yang memiliki energi tertentu dan tentu saja ini tidak mungkin direalisasikan di dunia nyata.

Yang bisa dilakukan adalah membuat energi sistem bervariasi pada rentang energi yang sangat

sempit. Kita menyebut energi konstan adalah energi yang berada antara nilai E sampai E+∆E di

mana ∆E << E.

Assembli mikrokanonik yang kita definisikan di sini adalah assembli yang memiliki

jumlah sistem (partikel ) N dan energi antara E sampai E+∆E. Ruang fase dalam assembli ini

dibentuk oleh koordinat (x1,x2,x3, …., xN,y1,y2,y3, …,yN,z1,z2,z3,…,zN,px1,px2,

…,pxN,py1,py2, … ,pyN, pz1,pz2, …, pzN). Volume elemen ruang fase adalah

∏=

=ΓN

iziyixiiii dpdpdpdzdydxd

1

(1.3)

Karena assembli ini memiliki energi antara E sampai E+∆E, maka volume ruang fase yang

memiliki energi dalam rentang tersebut adalah

∫ ∏∆+<< =

=ΓEEprHE

N

iziyixiiii dpdpdpdzdydxE

),( 1

)(

(1.4)

Page 12: mekanika statistik

11

E

E+∆EE

Γ(E)

Misalkan volume ruang fasa antara energi E = 0 sampai energi E adalah

∫ ∏∆+< =

=ΞEEprH

N

iziyixiiii dpdpdpdzdydxE

),( 1

)(

Maka jelaslah bahwa, )(EΓ yang merupakan volume kulit bola memenuhi

EEEE ∆

∂Ξ∂

=Γ)()( (1.5)

Entropi assembli mikrokanonik didefinisikan sebagai

)(ln EkS Γ= (1.6)

dengan k adalah konstanta Boltzmann.

Definisi pada persamaan (1.6) adalah difinisi bebas dan spekulatif. Definisi ini

dimunculkan hanya untuk menjembatani sifat mikroskopik dan sifat makroskopik.

Pertanyaannya adalah apakah definisi tersebut memenuhi sifat-sifat entropi yang telah

dikenal di termodinamika?

Page 13: mekanika statistik

12

Salah satu sifat entropi yang dikenal dalam termodinamika adalah sifat ekstensif. Artinya,

jika ada dua assembli yang digabung maka entropi total merupaka jumlah aljarab entropi

masing-masing assembli. Apakah sifat ini dipenuhi oleh entropi yang didefinisikan dalam

persamaan (1.6)? Mari kita periksa

S1

S1

S = S1+ S2

Sifat ekstensif entropi

Misalkan kita memiliki dua assembli dengan volume V1 dan V2 jumlah sistem N1 dan N2, serta

energi E1 dan E2.

Page 14: mekanika statistik

13

E1,V1, N1

E2,V2,N2

),( 111 prH ),( 222 prH

),(),( 222111 prHprHH +=

Pada gambar di atas, ),( 111 prH dan ),( 222 prH masing-masing Hamiltonian untuk assembli

pertama dan kedua dan ),(),( 222111 prHprHH += adalah Hamiltonian jika dua assembli

digabung. Entropi masing-masing assembli ketika masih terpisah adalah )(ln 11 EkS Γ= dan

)(ln 21 EkS Γ= .

Seperti sudah dijelaskan bahwa energi assembli tidak tepat pada satu nilai, tetapi

bervariasi pada selang energi yang sangat sempit. Jadi, energi assembli pertama dan kedua

berada dalam rentang 1E sampai EE ∆+1 dan 2E sampai EE ∆+2 . Ketika kedua assembli

digabung, maka energi total bervariasi dalam rentang E sampai EE ∆+ 2 di mana 21 EEE += .

Volum ruang fase dalam assembli pertama yang dibatasi oleh energi antara 1E sampai

EE ∆+1 adalah )( 11 EΓ dan volum ruang fase dalam assembli pertama yang dibatasi oleh energi

Page 15: mekanika statistik

14

antara 2E sampai EE ∆+2 adalah )( 22 EΓ . Volume ruang fase dua assembli yang masih terpisah

dengan syarat 21 EEE += adalah

)()()()( 12112211 EEEEE −ΓΓ=ΓΓ (1.7)

Volume total ruang fase ketika dua assembli digabung menjadi assembli besar harus

memperhitungakan semua kemungkinan variasi E1 dengan tetap mempertahankan syarat

21 EEE += . Volume tersebut adalah

)()()( 1211

1

EEEEE

−ΓΓ=Γ ∑ (1.8)

Penjumlahan dilakukan untuk semua kemungkinan E1 dari E1=0 sampai E1 = E.

Sekarang kita bagi rentang E1 atas tingkat-tingkat energi selebar E∆ . Jumlah tingkat

energi adalah EEN ∆= / . Tingkat ke-i berkaitan dengan energi EiEi ∆= . Dengan demikian,

volum total ruang fase dapat ditulis

∑∑∆

==

−ΓΓ=−ΓΓ=ΓEE

iii

N

iii EEEEEEE

/

121

121 )()()()()( (1.9)

Misalkan suku terbesar pada penjumlahan di atas berada pada energi assembli pertama

1EEi = . Energi assembli kedua adalah 12 EEE −= . Karena jumlah suku dalam penjumlahan

adalah EEN ∆= / maka jelas berlaku ketidak samaan berikut ini

)()()()()( 22112211 EENEEE ΓΓ×≤Γ≤ΓΓ

Atau

)(ln)(lnln)(ln)(ln)(ln 22112211 EkEkNkEkEkEk Γ+Γ+≤Γ≤Γ+Γ

atau

)(ln)(lnln)(ln)(ln)(ln 22112211 ENkE

NkN

NkE

NkE

NkE

Nk

Γ+Γ+≤Γ≤Γ+Γ (1.10)

Page 16: mekanika statistik

15

Volum ruang fasa dalam assembli pertama sebanding dengan jumlah cara mempertukarkan

system (partikel) dalam assembli tersebut. Jumlah cara tersebut sama dengan faktorial dari

sistem-sistem penyusun partikel. Jadi kita dapat aproksimasi

!)( 111 NE ≈Γ dan !)( 222 NE ≈Γ

Dengan approksimasi Stirling maka

11111 ln)(ln NNNE −≈Γ dan 22222 ln)(ln NNNE −≈Γ atau

NNN

NNkE

Nk 1

11

11 ln)(ln −≈Γ

NNN

NNkE

Nk 2

22

22 ln)(ln −≈Γ

N1, N2, dan N memiliki orde yang hampir sama. Pembagian N1/N atau N2/N hanya berada

dalam orde satuan.

Untuk N yang sangat besar maka 11 ln N

NNk jauh lebih besar daripada N

Nk ln . Dengan

demikian, suhu pertama di ruas yang paling kanan dapat diabaikan dari suku kedua dan ketiga.

Akibatnya, ketidaksamaan di atas dapat diaproksimasi lebih lanjut menjadi

)(ln)(ln)(ln)(ln)(ln 22112211 ENkE

NkE

NkE

NkE

Nk

Γ+Γ≤Γ≤Γ+Γ

Ini berarti

)(ln)(ln)(ln 2211 EkEkEk Γ+Γ≤Γ

atau

21 SSS += (1.11)

yang membuktikan sifat ektensif dari entropi.

Page 17: mekanika statistik

16

Parameter Kesetimbangan Termodinamika

Lebih lanjut, karena suhu )()( 2211 EE ΓΓ merupakan suhu maksimum dalam penjumlahan,

maka variasi suku haruslah nol,

0)()( 2211 =ΓΓ EEδ

atau

0)()()()( 22112211 =ΓΓ+ΓΓ EEEE δδ

0)()()()(2

2

2211221

1

11 =∂Γ∂

Γ+Γ×∂Γ∂ E

EEEEE

EE δδ

0)()(

1)()(

12

2

22

221

1

11

11

=∂Γ∂

Γ+

∂Γ∂

ΓE

EE

EE

EE

Eδδ

0)(ln)(ln 2222

1111

=Γ∂∂

+Γ∂∂ EE

EEE

Eδδ (1.12)

Karena energi E = E1 + E2 konstan maka

021 =+ EE δδ

Atau

12 EE δδ −= (1.13)

Dengan demikian

0))((ln)(ln 1222

1111

=−Γ∂∂

+Γ∂∂ EE

EEE

Eδδ

atau

)(ln)(ln 222

111

EE

EE

Γ∂∂

=Γ∂∂

Page 18: mekanika statistik

17

2

2

1

1

ES

ES

∂∂

=∂∂ (1.14)

Tampak di sini bahwa, dua assembli yang berada dalam keadaan seimbang memiliki nilai yang

sama untuk ES ∂∂ / . Apa besaran termodinamika yang sama untuk keadaan seimbang? Jawabnya

adalah suhu. Kita simpulkan bahwa ES ∂∂ / berkaitan dengan suhu. Dan memang kita memiliki

keterkaitan antara entropi dan suhu menurut persamaan

ES

T ∂∂

=1 (1.15)

Besaran Termodinamika

Jika entropi dinyatakan sebagai fungsi emnergi dan volum, ),( VES maka bentuk

diferensial dapat kita tulis

dVVSdE

TdV

VSdE

ESdS

∂∂

+=∂∂

+∂∂

=1

atau

TdVVSTdSdE

∂∂

−= (1.16)

Kita ingat hokum I termodinamika

PdVTdSdE −= (1.17)

Dengan demikian, hokum I termodinamika akan terpenuhi jika kita mendefisikan tekanan

sebagai berikut

VSTP

∂∂

= (1.18)

Urutan penyelesaian statistic ensemble mikrokanonik

i. Cari volume ruang fase yang dibatasi oleh energi E )(EΞ

Page 19: mekanika statistik

18

ii. Cari elemen ruang fase yang dibatasi oleh energi E sampai E+∆E, yaitu EE

E ∆∂Ξ∂

=Γ )(

iii. Cari ungkapan entropi sebagai fungsi energi dan volum, )(ln),( EkVES Γ=

iv. Nyataakn energi sebagai fungsi entropi dan volum dengan membalik persaman di atas,

),( VSU

v. Cari besaran-besaran termodinamika

SUT∂∂

=

VUP∂∂

−=

TSUF −=

TSPVTG −+=

Assembli Mikrokanik Gas Ideal

Hamiltonian gas ideal memenuhi

( )∑=

++=N

iziyixi ppp

mH

1

222

21 (1.19)

Volume ruang fase dalam rentang energi 0 sampai E adalah

∫<

=ΞEH

zNNyNNxNNzyx dpdzdpdydpdxdpdzdpdydpdxE ...)( 111111

Kita dapat mengalikan volum tersebut dengan sebuah konstanta tanpa mengubah nilai entropi

yang diperoleh. Besaran )(EΞ memiliki dimensi (panjang x momentum)3N. Kita bisa membuat

menjadi tanpa dimensi dengan membagi dengan Nh3 dengan h adalah konstanta Planck yang

memiliki dimensi (panjang x momentum). Jadi, definisi ulang untuk )(EΞ sehingga tidak

memiliki dimensi adalah

Page 20: mekanika statistik

19

∫<

=ΞEH

zNNyNNxNNzyxN dpdzdpdydpdxdpdzdpdydpdxh

E ...1)( 1111113 (1.20)

Integral (1.20) dapat disederhanakan menjadi

∫∫<

=ΞEH

zNyNxNzyxNNNN dpdpdpdpdpdpdzdydxdzdydxh

E ......1)( 1111113

∫∫<<

==

EHzNyNxNzyx

N

EHzNyNxNzyx

NN dpdpdpdpdpdp

hVdpdpdpdpdpdpV

h......1

11131113 (1.21)

Selanjutnya kita buat ruang momentum yang berdimensi 3N. Integral (1.21) dialukan

pada superbola dengan jari-jari R yang memenuhi mER 22 = . Integral (1.21) ekivalen dengan

∫<++++++

222221

21

21 ...

1113 ...)(Rpppppp

zNyNxNzyx

N

zNyNxNzyx

dpdpdpdpdpdphVE (1.22)

Solusi dari integral (1.22) adalah(Huang)

2/33

2/3

)2()12/3(

)( NNN

mEhV

NE

+Γ=Ξ

π (1.23)

Entropi gas ideal memenuhi

)(ln)(ln EkEEEkS Ξ≈

∂Ξ∂

=

NkNh

mEVNk23

34ln

2/3

2 +

π (1.24)

Dari ungkapan entropi ini kita mendapatkan ungkapan enenrgi

== 1

32exp

43

3/2

2

NkS

VN

mhEUπ

(1.25)

Catatan:

Page 21: mekanika statistik

20

Untuk N ∞ kita dapat mengaproksimasi

22ln

2ln

2)12/(

2/ nnnnn

n

+−≈+Γ

ππ (1.26)

Page 22: mekanika statistik

21

Bab 2 Ensembel Kanonik

2.1 Probabilitas

Tinjau assembli ke-i yang merupakan salah satu elemen dari ensembel kanonik

yang akan kita bahas. Misalkan energi assembli tersebut adalah iE . Probabilitas

kemunculkan assembli tersebut dapat ditulis

kTEi

iep /−∝ atau kTEi

iCep /−= (2.1)

dengan C adalah konstanta normalisasi yang bergantung pada suhu. Karena harus

terpebuhi 1=∑i

ip maka

1// == ∑∑ −−

i

kTE

i

kTE ii eCCe

yang memberikan bentuk ungkapan untuk C sebagai berikut

ZeC

i

kTEi

11/ ==

∑ − (2.2)

Berdasarkan persamaan (2.1) dan (2.2) kita dapatkan ungkapan lengkap untuk ip

sebagai berikut

Zep

kTE

i

i /−

= (2.3)

Page 23: mekanika statistik

22

2.2 Sifat-Sifat Termodinamika

Berikutnya mari kita bahas besaran-besaran termodimika dari sudut pandang

ensemble kanonik. Pertama kita menghitung energi yang dimiliki assembli dalam

ensembel tersebut. Energi rata-rata assembli memenuhi

∑=i

ii pEE

∑∑∑ ∂∂

=== −

i

E

i

Ei

i

kTEi

iii eZ

eEZ

eEZ

ββ

β111 /

ZZ

eZ i

Ei

βββ

∂∂

=∂∂

= ∑ 11

Zlnβ∂∂

= (2.4)

Karena kT/1−=β maka βkT /1−= sehingga

TkT

TkTkTkTT

∂∂

=∂∂

−=

∂∂

=∂∂

∂∂

=∂∂ 2

22 )/1(11

βββ (2.4)

Dengan demikian energi assembli pada persamaan (2.4) dapat ditulis menjadi

ZT

kTE ln2

∂∂

= (2.5)

2.3 Energi Bebas Helmholtz

Telah kita defnisikan pada bab terdahulu bahwa energi bebas Helmholtz

dmemenuhi TSEF −= . Dengan melakukan diferensial pada dua ruas kita dapatkan

Page 24: mekanika statistik

23

SdTTdSdEdF −−= (2.6)

Mari kita melihat hukum I termodinamika, yang juga merupakan hukum kekekalan

energi,

dWdQdE +=

pdVdQ −= (2.7)

Di sini kita mendefinisikan pdVdW −= . Untuk proses yang reversibel maka berlaku

TdSdQ = (2.8)

Substitusi (2.8) ke dalam (2.7) diperoleh

pdVTdSdE −= (2.9)

Selanjutnya kita substitusi persamaan (2.9) ke dalam persamaan (2.7) sehingga

diperoleh bentuk diferensial dari energi bebas sebagai berikut

SdTTdSpdVTdSdF −−−= )(

SdTpdV −−= (2.10)

Jika F dinyatakan dalam fungsi V dan T maka diferensial dari F memenuhi

Page 25: mekanika statistik

24

bentuk umum

dTTFdV

VFdF

VT

∂∂

+

∂∂

= (2.11)

Apabila kita bandingkan bentuk persamaan (2.10) dan (2.11) maka kita simpulkan

TVFp

∂∂

=− (2.12)

VTFS

∂∂

=− (2.13)

Substitusi S dari persamaan (2.13) ke dalam ungkapan energi Helmholtz TSEF −=

maka kita dapat menulis

∂∂

+=TFTEF

∂∂

+−=−TF

TTF

TE 1

22

∂∂

=−TF

TTE

2 (2.14)

Masukkan ungkapan E dari persamaan (2.5) ke dalam persamaan (2.14) didapat

∂∂

=∂∂

−TF

TZ

Tk ln

yang akhirnya memberikan ungkapans ederhana untuk energi bebas Helmholtz berupa

ZkTF ln−= (2.15)

Page 26: mekanika statistik

25

Dari persamaan (2.13) dan (2.15) kita dapat menulis bentuk ungkapan untuk entropy

sebagai

VTFS

∂∂

−=

ZT

kTZk lnln∂∂

+= (2.16)

13.6 Ungkapan lain untuk entropi

Dari ungkapan energi bebas Helmholtz TSEF −= kita dapat menulis

TFES −

= (2.17)

Kita selanjunya menggunakan definisi awal untuk energi, yaitu ∑=i

iiEpE .

Merngingat F adalah besaran tanpa indeks dan mengingat kesamaan 1=∑i

ip maka

kita dapat menulis

∑∑ ==i

ii

i FppFF (2.18)

Substitusi ∑=i

iiEpE dan persamaan (2.18) ke dalam persamaan (2.17) diperoleh

∑∑∑∑ −

=−

=−

=i

ii

iii

ii

iii

TFEp

T

FEp

T

FpEpS )(

)( (2.19)

Page 27: mekanika statistik

26

Dari persamaan (2.5) kita dapat menulis

kTFeZ /−= (2.20)

Substitusi persamaan (2.20) ke dalam persamaan (2.2) kita peroleh

kTF

kTE

i eep

i

/

/

=

kTEF ie /)( −=

atau

kTFEp i

i−

−=ln (2.21)

Substitusi persamaan (2.21) ke dalam persamaan (2.19) diperoleh ungkapan lain untuk

entropi, yaitu

∑ −=i

ii pkpS )ln(

∑−=i

ii ppk ln (2.22)

13.7 Fungsi Partisi Total

Sekarang kita menghitung fungsi partisi total. Untuk maksud tersebut kita

tinjau sebuah assembli, sebut saja assembli ke-i, yang merupakan komponen dari

Page 28: mekanika statistik

27

ensembel kanonik. Misalkan jumlah partikel dalam assembli tersebut adalah N dan

partikel-partikel penyusun assembli dapat dibedakan (partikel klasik). Jumlah partikel

dalam assembli tersebut memenuhi

∑=s

snN (2.23)

dan energi yang dimiliki assembli adalah

∑=s

ssi EnE (2.24)

Untuk assembli kanonik, N selalu tetap tetapi iE tidak selalu tetap. Jumlah cara

penyusunan partikel-partikel dalam assembli tersebut adalah

∏=s s

ns

i ngNW

s

!!

sehingga fungsi partisi menjadi

∑ −=i

kTEi

ieWZ / (2.25)

di mana indeks i bergerak pada semua konfigurasi yang bisa dimiliki assembli.

Penjumlahan terhadap semua konfigurasi yang mungkin ekivalen dengan

penjumlahan pada semua kombinasi sn yang mungkin yang kita nyatakan dengan

symbol sn . Jadi kita dapat menulis

Page 29: mekanika statistik

28

∑ −=

s

sn

sn

kTEn eWZ /

∑∏

=s

s

n

sss

s s

ns

kT

En

ngN exp

!!

∑ ∏∏

=s

s

n s

ss

s s

ns

kTEn

ngN exp

!!

[ ] ∑ ∏∏

= −

s

sss

n s

nkTE

s s

ns e

ngN /

!!

( ) ∑ ∏

=−

s

ss

n s s

nkTEs

negN

!!

/

(2.26)

Untuk mencari hasil penjumlahan pada persamaan (2.26), mari kita tinjau

kasus berkut ini

12

01

12

11

02

21

2221

21

221 22)( xxxxxxxxxxxx ++=++=+

22

221

12

121

02

21 !2)!22(

!2!1)!12(

!2!0!2

!2 xxxxxx −−

−+

−+=

32

01

22

11

12

21

02

31

32

2212

21

31

321 3333)( xxxxxxxxxxxxxxxx +++=+++=+

32

331

22

231

12

131

02

31 !3)!33(

!3!2)!23(

!3!1)!13(

!3!0!3

!3 xxxxxxxx −−−

−+

−+

−+=

Dengan melihat pola di atas maka secara umum dapat kita tulis

Page 30: mekanika statistik

29

...!)!(

!...!1)!1(

!!0!

!)( 231

12

11

02121 +

−++

−+=+ −− nnNNN xx

nnNNxx

NNxx

NNxx

∑ −

−=

n

nnxxnnN

N2

31!)!(

! (2.27)

Dengan cara serupa pun akan kita dapatkan bentuk penjumlahan yang sama untuk

penjumlahan tiga variable, yaitu

∑=++

=++Nnnn

nnnN xxxnnn

Nxxx321

321221

321321 !!!

!)(

∑=

sn

nnn

nx

nx

nxN

!!!!

3

2

2

2

1

1321

(2.28)

Dan hasil ini bisa diperumum lagi untuk penjumlahan banyak suku, yaitu

∑∑ =

s

s

n s

ns

nnnN

ss n

xnx

nx

nxNx ...

!...

!!!!

3

2

2

2

1

1321

∑∏

=

s

s

n s s

ns

nxN

!! (2.29)

Dengan membandingkan persamaan (2.26) dengan persamaan (2.29) maka kita

simpulkan bahwa pada persamaan (2.29), sx tidak lain daripada kTEs

seg /− . Dengan

kesamaan ini maka kita simpulkan bahwa fungsi partisi pada persamaan (2.26) dapat

ditulis menjadi

N

s

kTEs

segZ

= ∑ − /

Page 31: mekanika statistik

30

NZ= (2.30)

Untuk sistem semiklasik di mana partikel dianggap tidak dapat dibedakan

maka jumlah cara penyusunan partikel-partikel adalah

∏=s s

ns

i ngW

s

!

Dengan melakukan langkah yang sama maka kita sampai pada kesmipulan bentuk

fungsi partisi sistem semiklasik adalah

!NZZ

N

tot = (2.31)

13.8 Penerapan ensembel kanonik untuk gas tidak ideal

Hingga saai ini gas yang kita bahas adalah gas ideal. Tidak ada interaksi antar

partikel gas. Dengan menggunakan konsem ensembel kanonik, kita diperbolehkan

untuk memperkenalkan interaksi antar partikel gas dalam assembli. Misalkan energi

yang dimiliki partikel gas hanya energi kinetik maka fungsi partisi hanya mengandung

energi tersebut. Namun jika ada interaksi antar partikel gas maka fungsi partisi

dibangun dari energi total berikut ini

∑∑∑>

+++=j j

jj

zjyjxj Upppm

E

)(21 222 (2.32)

Pada penjumlahan jlU kita mensyaratkan j> untuk menghindari perhitungan

Page 32: mekanika statistik

31

ganda. Suku dengan j= juga tidak disertakan karena tidak ada interaksi antara

partikel dengan dirinya sendiri.

Kita akan menghitung fungsi partisi dengan metode integral. Untuk maksud

tersebut kita harus menggunakan karapatan kedaan untuk mengganti tanda penjumlahan

menjadi tanda integral. Untuk sistem semi kuantum, kerapatan kedaan adalah

NN hd 3

6 /Γ dengan ∏=Γj

zjyjxjjjjN dpdpdpdzdydxd 6 . Fungsi partisi menjadi

∏∫∑∑∑

+++−= >

jzjyjxjjjj

j jj

jzjyjxj

N dpdpdpdzdydxkT

Umppp

hNZ

2/)(exp

!1

222

3

(2.33)

Mari kita fokuskan pada bagian integral persamaan (2.33)

∏∫∑∑∑

+++− >

jzjyjxjjjj

j jj

jzjyjxj

dpdpdpdzdydxkT

Umppp

2/)(exp

222

∏∫∑∑

∏∫∑

++−= >

jjjj

j jj

jzjyjxj

jzjyjxj

dzdydxkT

Udpdpdp

mkT

ppp

exp2

)(exp

222

∏∫∑∑∑

−=

jzjyjxj

jzj

jyj

jxj

N dpdpdpmkT

p

mkT

p

mkT

pI

2exp

2exp

2exp

222

(2.34)

di mana kita telah mendefinisikan

Page 33: mekanika statistik

32

∏∫∑∑

−= >

jjjj

j jj

N dzdydxkT

UI

exp (2.35)

Persamaan (2.34) dapat ditulis secara lebih sederhana dalam bentuk perkalian berikut ini

∏∫ ∏∏∏

jzjyjxj

j

zj

j

yj

j

xjN dpdpdp

mkTp

mkTp

mkTp

I2

exp2

exp2

exp222

∫ ∫∏∫∏∏

−= zj

j

zjyj

j

yjxj

j

xjN dp

mkTp

dpmkTp

dpmkTp

I2

exp2

exp2

exp222

( ) ( ) ( )∏ ∫∏ ∫∏ ∫ −−−=j

zjmkTp

jyj

mkTp

jxj

mkTpN dpedpedpeI zjyjxj 2/2/2/ 222

(2.36)

Dengan menggunakan hasil yang sudah kita pelajari sebelumnya yaitu

λπλ /2

=∫∞

∞−

− dxe x maka kita dapat menulis

mkTdpedpedpe zjmkTp

yjmkTp

xjmkTp zjyjxj π22/2/2/ 222

=== ∫∫ −−− (2.37)

Karena ada N buah perkalian dalam tanda ∏j

maka persamaan (2.36) memberikan

hasil sebagai berikut

( ) ( ) ( )∏∏∏jjj

N mkTmkTmkTI πππ 222

( ) ( ) ( )NNN

N mkTmkTmkTI πππ 222=

Page 34: mekanika statistik

33

( ) NN ImkT 2/32π= (2.38)

Substitusi persamaan (2.38) ke dalam persamaan (2.33) didapatkan ungkapan untuk

fungsi partisi menjadi

( ) NN

N ImkThN

Z 2/33 2

!1 π= (2.39)

Untuk mencari NI mari kita lakukan prosedur berikut ini. Kita tulis

)(1/jl

kTU rfe j +=− (2.40)

Dengan penulisan tersebut maka

∏∏>

−−

=∑∑

>

j j

kTUkTU

jj jj

ee

/

/

[ ]∏∏>

+=j j

jrf

)(1 (2.41)

Jika terpenuhi kondisi 1)( <<jrf maka kita dapat melakukan aproksimasi

[ ] ∑∑∏∏>>

+≈+j j

jj j

j rfrf

)(1)(1 (2.42)

Dengan melakukan substitusi persamaan (2.41) dan (2.42) ke dalam persaman (2.35)

kita dapatkan bentuk aproksimasi untuk NI sebagai berikut

Page 35: mekanika statistik

34

∫ ∏∑∑

+≈

> jjjj

j jjN dzdydxrfI

)(1

∫ ∏∑∑∫∏>

+=j

jjjj j

jj

jjj dzdydxrfdzdydx

)(

∑∑ ∏∫∏∫>

+=j j j

jjjjj

jjj dzdydxrfdzdydx

)( (2.43)

Mengingat integral Vdzdydx jjj =∫ dan ∏j

mengandung N buah suku perkalian

maka persaman (2.43) memberikan hasil

∑∑ ∏∫>

+=j j j

jjjjN

N dzdydxrfVI

)( (2.44)

jarak antar partikel memenuhi 222 )()()( jjjj zzyyxxr −+−+−= .

Dengan demikian, )( jrf hanya mengandung enam variable, yaitu x , y , z , jx ,

jy , dan jz . Oleh karena itu, dalam perkalian elemen diferensial ∏j

jjj dzdydx , hanya

enam elemen diferensial saja yang bekerja pada )( jrf sedangkan sebanyak 63 −N

buah elemen lainnya tidak bekerja pada )( jrf . Dengan sifat demikian kita dapat

menulis

∑∑ ∫∫∏>

≠≠

+=j j

jjjj

kjk

kkkN

N dzdydxdzdydxrfdzdydxVI

)(

∑∑ ∫>

−+=j j

jjjjNN dzdydxdzdydxrfVV

)(2

Page 36: mekanika statistik

35

∑∑∫>

−+=j j

jjjjNN dzdydxdzdydxrfVV

)(2 (2.45)

Ingat, setelah kita melakukan integral maka ∫ dzdydxdzdydxrf jjjj )( tidak lagi

mengandung indeks j maupun karena variable tersebut habis diintegral.

Akibatnya, penjumlahan pada ruas kanan menjadi penjumlahan dari suku-suku yang

nilainya sama, di mana nilai masing-masing suku tersebut adalah

∫ dzdydxdzdydxrf jjjj )( . Hasil dari penjumlahan tersebut sama dengan nilai suku

kali banyak suku penjumlahan. Banyaknya suku penjumlahan adalah 2/)1( −NN .

Dengan demikian kita dapat menulis

∫−

+= − dzdydxdzdydxrfNNVVI jjjj

NNN )(

2)1(2 (2.46)

Untuk menyelesaikan integral dalam persamaan (2.46), kita perknalkan variabel relatif

jrr = . Dengan memperkenalkan variabel relatif ini maka kita dapat melakukan

transformasi berikut ini

∫∫ =

dzdydxrdrfdzdydxdzdydxrf jjjj3)()(

∫∫∫ == rdrfVrdrfdzdydx

33 )()(

aV= (2.47)

di mana rd 3 adalah elemen volum dalam ruang relatif dan ∫= rdrfa 3)( . Akhirnya

kita dapatkan

Page 37: mekanika statistik

36

aVNNVVI NNN 2

)1(2 −+= −

1

2)1( −−

+= NN VaNNV (2.48)

Misalnya energi interaksi antar partikel sangat kecil sehingga berlaku

1/ <<kTU j . Dengan asumsi ini maka kita dapat menulis

kTU

e jkTU j −≈− 1/ (2.49)

Dengan membandingkan persamaan (2.40) dan aproksimasi (2.49) kita simpulkan

kTUrf jj /)( −= (2.50)

sehingga

[ ] kTardrUkTrdkTrUa /')()/1(/)( 33 =−=−= ∫∫ . (2.51)

Substitusi persamaan (2.51) ke dalam persaman (2.48) diperoleh

1

2')1( −−

+= NNN V

kTaNNVI (2.52)

Dengan menggunakan persamaan (2.39) dan persamaan (2.52) maka energi bebas

Helmholtz dapat ditulis

Page 38: mekanika statistik

37

ZkTF ln−=

+−= NN IhN

mkTkT ln!

)2(ln 3

2/3π (2.53)

13.9 Persamaan Keadaan

Untuk gas ideal kita sudah memiliki persamaan keeadaan yang sederhana, yaitu

NkTpV = . Sekarang kita ingin mencari persamaan keadaan untuk gas yang tidak ideal

yang dibahas di atas. Kita mulai dengan menentukan tekanan gas dengan memasukkan

F pada persamaan (2.53) ke dalam persamaan (2.12). Dari ungkapan enerngi bebas

hanya NI yang mengandung besaran volum. Oleh karena itu kita dapat menulis

TVFp

∂∂

−=

TNI

VkT

∂∂

= ln

T

N

N VI

IkT

∂∂

=1

−+−+

= −

−−

kTaVNNVkTaVNNNVkT NN

NN

2/')1(2/')1(

1

221

−+

−+= −−

−−

kTaVNNVkTaVNV

VNkT

NN

NN

2/')1(2/')1(

21

221

−+

−+=

kTVaNNkTVaN

VNkT

2/')1(12/')1(1 2

( )( )kTVaNNkTVaNV

NkT 2/')1(12/')1(1 2 −−−+≈

Page 39: mekanika statistik

38

( )kTVaNNkTVaNV

NkT 2/')1(2/')1(1 2 −−−+≈

22')1(

2')1(1

VaNN

VNkT

kTVaN

VNkT −

−=

−−≈

2''

Va

VNkT

−= (2.54)

Persamaan (2.54) dapat direorganisasi menjadi

VNkT

Vap =

+ 2

''

NkTVVap =

+ 2

'' (2.55)

Persamaan (2.55) sangat mirip dengan persamaan van der Walls. Persamaan

van der Walls yang lengkap dapat diperoleh dengan melakukan koreksi pada volum

yaitu mengurangi volum total dengan jumlah volum yang dimiliki molekul-molekul gas.

Misalkan volum total semua molekul gas adalah b . Persaman van der Walls dapat

diperoleh dengan mengganti V dengan bV − yaitu

NkTbVbV

ap =−

+ )()(

''2 (2.56)

Dengan menganggap bahwa b sangat kecil dibandingkan dengan V maka kita dapat

mengabaikan b terhadap b pada penyebut persamaan (2.56). Sedangkan pada

pembilang, b kita pertahankan karena walaupun nilainya lebih kecil dari b tetapi

tetap memberi perubahan nilai yang signifikan pada persamaan. Dengan demikian kita

diperoleh

Page 40: mekanika statistik

39

NkTbVVap =−

+ )(''

2 (2.57)

Persamaan (2.57) merupakan persamaan van der Walls yang selam ini kita kenal.

13.10 Fluktuasi Energi

Seperti sudah kita singgung sebelumnya, karena ensembel kanonik

memungkinkan pertukaran energi antar assembli penyusunnya, maka dapat terjadi

fluktuasi energi yang dimiliki oleh masing-masing assembli. Di sini kita turunkan

fluksuasi energi assembli dalam ensembel kanonik.

Fluksuasti energi assembli ke-i terhadap energi rata-ratanya dalat ditluis

EEE i −=δ (2.58)

Kita kuadratkan dua ruas persamaan (2.58) dan diperoleh

2222 2)( EEEEEEE iii +−=−=δ (2.59)

Kita selanjutnya melakukan perata-rataaan ke dua ruas persamaan (2.59), yaitu

2222222 222 EEEEEEEEEEEEE iiiii +−=+−=+−=δ

22 EEi −= (2.60)

Page 41: mekanika statistik

40

Dalam mencari persamaan (2.60) kita telah menggunakan kesamaan EEi = dan

mengingat E konstan maka 22 EE = .

Sebelunya kita sudah mendapatkan hubungan antara energi dan fungsi partisi,

yaitu

β∂∂

=Z

ZE 1 (2.61)

Sekarang kita akan mencari ungkapan untuk 2iE .

∑∑∑∑ −−−

∂∂

====i

kTE

i

kTEi

i

kTEi

iiii

iii eZ

eEZ

eZ

EpEE /2

2/2/222 111

β

2

2/

2

2 11ββ ∂∂

=∂∂

= ∑ − ZZ

eZ i

kTEi (2.62)

Substitusi (2.61) dan (2.62) ke dalam persamaan (2.60) diperoleh

2

22

22

22

22 1111

∂∂

−∂∂

=

∂∂

−∂∂

=ββββ

δ ZZ

ZZ

ZZ

ZZ

E (2.63)

Jika kita diferensialkan E pada persamaan (2.61) terhadap β kita dapatkan

2

22

2 111

∂∂

−∂∂

=

∂∂

∂∂

=∂∂

βββββZ

ZZ

ZZ

ZE (2.64)

Page 42: mekanika statistik

41

Dengan membandingkan persamaan (2.53) dan (2.64) kita simpulkan

TEkTEE∂∂

=∂∂

= 22

βδ

vCkT 2= (2.65)

Tampak dari persamaan (2.65) bahwa bersanya fluktuasi energi bergantung pada

kapasitas kalor yang dimiliki assembli. Makin besar kapasitas kalor maka makin besar

fluktuasi energi yang terjadi. Fluktuasi energi juga naik secara kuadratik terhadap suhu.

Catatan

Tahapan penting dalam mencari fungsi termodinamika adalah

Cari tingkat-tingkat energi assembli.

Bangun fungsi partisi, Z

Cari ungkapan energi bebas Helmholttz, F.

Jika F mengandung parameter bebas, minimumkan F pada parameter tersebut.

Fungsi F yang minimum pada parameter tersebut merupakan fungsi termodinamika

yang dicari.

Nari fungsi F yang sudah diketahui, fungsi-fungsi termodinamika lainnya dapat

ditentukan.

Page 43: mekanika statistik

42

Bab 3 Ensembel Grand Kanonik

Setelah mempelajari cukup banyak tentang ensembel mikrokanonik dan

ensembel kanonik, pada bab ini kita akan membahas ensembel jenis ketiga, yaitu

ensembel grand kanonik. Pada ensembel grand kanonik tidak ada batasan pada energi

maupun jumlah sistem pada sebuah assembli. Pembatasan hanya dikenakan pada suhu

dan volum assembli tersebut, yaitu dua besaran tersebut konstant. Ensembel ini lebih

mendekati kebanyakan kasus realistis, seperti gas atau partikel di tempat terbuka. Kita

akan membahas ensembel grand kanonik dengan menggunakan sejumlah analogi

dengan ensembel mikrokanonik maupun ensembel kanonik. Analogi seperti ini

dialakukan untuk mempermudah pemahaman.

3.1 Fungsi termodinamikan sistem terbuka

Kita berangkat dari hukum I termodinamika yang tidak lain merupakan hukum

kekekalan energi. Pembahasan ini kita lakukan karena ada beberapa persamaan dalam

hukum I ini yang akan menolong kita memehami penurunan ensemble grand kanonik

lebih mudah. Hukum I termodinamika dapat ditulis

dWdQdE += (3.1)

dengan dE adalah pertambahan energi dalam yang dimiliki assembli, dQ adalah

tambahan kalor yang diberikan pada assembli, dan dW adalah kerja yang diberikan pada

assembli. Hukum ini menyatakan bahwa pertambahan energi dalam yang dimiliki

assembli sama dengan kalor yang diberikan pada asembli dan kerja yang dilakukan pada

Page 44: mekanika statistik

43

assembli.

Untuk proses yang berlangsung secara reversible, maka ada hubungan antara

kalor yang diberikan dan perubahan entropi, yaitu

TdQdS = (3.2)

Lebih lanjut, kerja yang dilakkan pada assembli memenuhi pdVdW −= . Dengan

demikian, untuk proses reversible, hukum I termodinamika dapat ditulis

pdVTdSdE −= (3.3)

di mana p adalah tekanan yang bekerja pada assembli dan V adalah volum assembli.

Jika jumlah sistem pada assembli tidak tetap maka ada kemungkinan terjadi

pertambahan dan pengurangan sistem dalam assembli tersebut. Pertambahan dan

pengurangan tersebut akan mempengaruhi energi dalam yang dimiliki assembli.

Misalkan pertambahan satu sistem menghasilkan perubahan energi µ dan pengurangan

sati sistem menyebabkan pengurangan energi µ maka perubahan dN sistem

menghasilkan perubahan energi dalam sistem sebesar dNµ . Dengan demikian,

perubahan energi dalam assembli jika jumlah sistem juga diijinkan untuk berubah

menjadi

dNpdVTdSdE µ+−= (3.4)

Secara umum, misalkan ada beberapa jenis partikel dalam assembli yang dapat masuk

Page 45: mekanika statistik

44

atau keluar assembli dengan energi per sistem untuk jenis partikel ke-i adalah iµ maka

hukum I termodinamika mengambil bentuk umum

∑+−=i

iidNpdVTdSdE µ (3.5)

Kita batasi persoalan kita di mana suhu, tekanan, dan µ yang konstan. Dengan

melakukan integral pada persamaan (3.4) kita dapatkan

NpVTSE µ+−= (3.6)

Energi bebas Helmhotzt menjadi

TSEF −=

NpV µ+−= (3.7)

Enegi Gibbs yang didefinisikan sebagai pVFG += . Dengan menggunakan

persamaan (3.7) maka energi Gibs memiliki bentuk

NG µ= (3.8)

Berdasarkan persamaan (3.8), µ dapat dipandang sebagai energi Gibbs per satuan

jumlah sistem. Besaran ini sering juga disebut potensial kimia.

Sekarang kita kembali ke persamaan (3.4) yang dapat ditulis menjadi

Page 46: mekanika statistik

45

dNpdVdETdS µ−+=

atau

dNT

dVTpdE

TdS µ

−+=1 (3.9)

Jika S dinyatakan sebagai fungsi E, V, dan N atau ),,( NVES maka kita dapat menulis

difensial dari S sebagai

dNNSdV

VSdE

ESdS

EVNENV ,,,

∂∂

+

∂∂

+

∂∂

= (3.10)

Dengan membandingkan persamaan (3.9) dan (3.10) kita simpulkan

NVES

T ,

1

∂∂

= (3.11)

NEVS

Tp

,

∂∂

= (3.12)

EVNS

T ,

∂∂

=−µ (3.13)

3.2 Fungsi grand partisi

Dalam ensembel grand kanonik, keadaan suatu assembli ke-i merupakan fungsi

dari energi Ei dan jumlah sistem Ni dari assembli tersebut. Oleh karena itu

kebolehjadian menemukan assembli ke-i dapat ditulis dalam bentuk umum sebagai

θξχ /)( ii ENi ep −+= (3.14)

dengan χ, ξ, dan θ merupakan parameter yang perlu ditentukan. (Catatan: untuk

Page 47: mekanika statistik

46

ensemble kanonik di mana energi assembli bisa berbeda-besa maka kebolehjanisn untuk

menemukan assembli dengan energi Ei adalah kTEi

iep /−∝ ). Untuk menentukan

parameter-parameter χ, ξ, dan θ, mari kita bandingkan probabilitas pada persamaan

(3.4) dengan ungkapan probabilitas dalam assembli kanonik, yaitu

kTEFep /)( −= (2.23)

Dengan membandingkan persaman (3.4) dan (2.23) sangat logis apabila kita

menyamakan parameter berikut ini

kT=θ (3.15)

NF ξχ += (3.16)

Tetapi, dari persaman (3.7) kita sudah mendapatkan bentuk energi bebas Helmholtz

ensembel grand kanonik, yaitu NpVF µ+−= . Dengan demikian kita bisa simpulkan

lagi bahwa

pV−=χ (3.17)

µξ = (3.18)

Akhirnya kebolehjadian menermukan assembli dengan energi E i dan jumlah sistem Ni

adalah

kTENpVi

iiep /)( −+−= µ (3.19)

Page 48: mekanika statistik

47

Dengan mengunakan hubungan normalisasi 1=∑i

ip maka

1/)( =∑ −+−

i

kTENpV iie µ

1/)(/ =∑ −−

i

kTENkTpV iiee µ (3.20)

Kita mendefinisikan fungsi grand partisi sebagai berikut

∑ −=i

kTENG

iieZ /)(µ (3.21)

Dengan mensubstitusi persamaan (3.21) ke dalam persamaan (3.20) kita dapatkan

1/ =−G

kTpV Ze

kTpVG eZ /= (3.22)

Berdasarkan definisi fungsi grand partisi (3.22) maka probabilitas pi pada persamaan

(3.19) dapat ditulis sebagai

kTENkTpVi

iieep /)(/ −−= µ

G

kTEN

Ze ii /)( −

(3.23)

Karena jumlah sistem dalam assembli ensembel grand kanonik bisa

Page 49: mekanika statistik

48

berubah-ubah maka cara lain mendefinisikan fungsi grand partisi adalah dengan

memperhitungkan berbagai kemungkinan jumlah sistem pada masing-masing assembli.

Dengan pendekatan ini maka fungsi partisi grand kanonik bisa didefinsikan sebagai

∑∑ −=N i

kTENG

NieZ /)( ,µ (3.24)

Selanjutnya kita akan mencari ungkapan untuk entropi dikaitkan dengan

kebolehjadian munculnya masing-masing assembli. Pertama mari kita lihat bentuk

eksplisi dari ∑−i

ii ppk ln . Dengan menggunakan pi pada persamaan (3.19) maka

∑∑

++−

−=−i

iii

iii kT

ENpVpkppk µln

∑∑∑ −−=i

iii

iii

i EpT

NpT

pTpV 1µ

TENpV −−

=µ (3.25)

Kita mengingat salah satu persaman termodinamika NpVTSE µ+−= yang dapat

ditulis dalam bentuk

TENpVS −−

=µ (3.26)

Jika kita bandingkan persamaan (3.25) dan (3.26) kita simpulkan bahwa ungkapan lain

untuk entropi adalah

∑−=i

ii ppkS ln (3.27)

Page 50: mekanika statistik

49

Untuk proses yang berlangsung secara reversible, kita memiliki persamaan

ENTSpV −+= µ . Kita diferensiasi dua ruas persamaan ini dan diperoleh

EddNNdSdTTdSpVd −+++= µµ)( (3.28)

Tetapi dari hukum I termodinamika untuk proses reversible kita memiliki hubungan

NdpdVTdSEd µ+−= sehingga persamaan (3.28) dapat diubah menjadi

µdNSdTpdVpVd ++=)( (3.29)

Dengan menyatakan (pV) sebagai fungsi dari V, T, dan µ dan melakukan diferensial

terhadap tiga variable tersebut maka kita dapat menulis

µµµµ

dpVdTTpVdV

VpVpVd

TVVT ,,,

)()()()(

∂+

∂∂

+

∂∂

= (3.30)

Kalau kita bandingkan persamaan (3.29) dan (3.30) kita identifikasi

hubungan-hubungan berikut ini

µ,

)(

TVpVp

∂∂

= (3.31)

µ,

)(

VTpVS

∂∂

= (3.32)

Page 51: mekanika statistik

50

TV

pVN,

)(

∂=

µ (3.33)

Dari persamaan (3.22) kita dapat menulis GZkTpV ln= sehingga persamaan

(3.33) dapat ditulis menjadi

TV

G

TV

G ZkTZkTN,,

)(ln)ln(

∂=

∂=

µµ

TV

G

G

ZZkT

,

∂∂

(3.34)

3.3 Perhitungan Fungsi Grand Partisi

Selanjutnya kita akan menghitung fungsi grand partisi untuk beberapa macam

assembli.

a) Partikel semi klasik dalam formulasi sumasi

Tinjau assembli yang memiliki energi E i dan jumlah sistem Ni. Jumlah sistem

pada masing-masing kelompok energi dalam assembli tersebut adalah n1, n2, n3, … dan

energi kelompok-kelompok tersebut adalah ε1, ε2, ε3, …. Dengan demikian energi total

asembli dan jumlah total sistem dalam assembli ke-i adalah

∑=s

si nN

∑=s

ssi nE ε

Page 52: mekanika statistik

51

Fungsi grand partisi menjadi

=i

iiiG kT

ENWZ µexp (3.35)

dengan Wi adalah bobot konfigurasi assembli ke-I (jumlah cara penyusunan

system-sistem dalam assembli ke-i). Untuk sistem semiklasik kita sudah dapatkan

is s

ns

i ngW

s

= ∏ !

sehingga

∑ ∏

=

i

ii

is s

ns

G kTEN

ngZ

s µexp!

∑∑∑

=

i

sss

ss

is s

ns

kT

nn

ng s

εµexp

!

[ ]( )∑ ∏∏ −

=

i s

ns

is s

ns s

s

kTng /)(exp

!εµ

( )∑ ∏

=

ii

s s

nkTs

neg ss

!

/)( εµ

(3.36)

Sebelum kita lanjutkan penyederhanaan persamaan (3.36), mari kita lihat

aturan berikut ini. Kita memiliki hubungan matematis berikut ini

∑ ∏∑=++

=

Nnn s s

ns

N

ss n

xNxs

...21!

!

Page 53: mekanika statistik

52

atau dapat ditulis balik menjadi

N

ss

Nnn s s

ns x

Nnx s

= ∑∑ ∏

=++ !1

!...21

(3.37)

Jika tidak ada batas yang dikenakan pada ...21 ++ nn maka penjumlahan tersebut dapat

mengambil nilai dari 0 sampai ∞. Dengan demikian kita dapat mengubah persaman

(3.37) menjadi

∑ ∑∑ ∏∞

==++

=

0... !1

!21 N

N

ss

Nnn s s

ns x

Nnx s

(3.38)

Dengan mengganti kTss

segx /)( εµ −= maka

( ) ∑ ∑∑ ∏∞

=

=++

=

0

/)(

...

/)(

!1

!21 N

N

s

kTs

Nnn s s

nkTs s

ss

egNn

eg εµεµ

(3.39)

Ruas kiri persamaan (3.29) tidak lain daripada ungkapan fungsi grand partisi. Dengan

demikian ungkapan lain untuk grand partisi adalah

∑ ∑∞

=

=

0

/)(

!1

N

N

s

kTsG

segN

Z εµ

∑ ∑∞

=

=

0

//

!1

N

N

s

kTs

kT segeN

εµ

Page 54: mekanika statistik

53

( )∑∞

=

=0

/

!1

N

NkT ZeN

µ

[ ]kTZe /exp µ= (3.40)

Dengan menggunakan fungsi grand partisi pada persaman (3.40) maka jumlah

rata-rata sistem dalam assembli adalah

TV

GZkTN,

ln

∂=

µ

( )

=

∂= kT

TV

kT

ZekT

kTZekT /

,

/ 1 µµ

µ

kTZe /µ= (3.41)

Selanjutnya jika sn adalah jumlah rata-rata sistem pada kelompok energi ke-s dalam

suatu assembli maka jumlah rata-rata system dalam suatu assembli dapat ditulis

∑=s

snN . (3.42)

Karena ∑ −=s

kTs

segZ /ε maka berdasarkan persamaan (3.41) kita dapat menulis

∑∑ −− ==s

kTs

kT

s

kTs

ss egeegN /)(// εµµε (3.43)

Jika kita bandingkan persamaan (3.42) dan (3.43) kita simpulkan bahwa jumlah

rata-rata sitem dalam kelompok energi ke-s dalam suatu assembli di dalam ensembel

grand kanonik adalah

kTss

segn /)( εµ−= (3.44)

Page 55: mekanika statistik

54

b) Partikel semi klasik dalam formulasi integral

Untuk mencari bentuk integral dari fungsi grand partisi partikel semi klasik

mari kita mulai dari persamaan (3.24) ∑∑ −=N i

kTENG

NieZ /)( ,µ . Kita mentransformasi

penjumlahan ∑i

ke bentuk integral dengan cara sebagai berikut.

∫∑ ΓΩ= NNi

d 6.......... (3.45)

dengan NΩ adalah kerapatan keadaan. Untuk assembli semiklasik kerapatan

keadaan memenuhi NN hN 3!/1=Ω . Dengan demikian bentuk integral dari fungsi

grand partisi semiklasik mengambil bentuk

∑ ∫ Γ= −

NN

kTNENNG de

hNZ 6

/)]([3!

1 µ

∑ ∫ Γ= −

NN

kTNEkTNN dee

hN 6/)(/

3!1 µ (3.46)

Kasus khusus. Untuk kasus khusus di mana interaksi antar partikel diabaikan

maka E(N) hanya mengandung energi kinetik

( )∑=

++=N

iiziyix ppp

mNE

1

222

21)(

Dengan demikian

∏∫∫ −− =Γi

iziyixiiikTNE

NkTNE dpdpdpdzdydxede /)(

6/)(

Page 56: mekanika statistik

55

( )∏∫

∑∫∏

++−=

iiziyix

iiziyix

iiii dpdpdp

mkT

pppdzdydx

2exp

222

∏ ∫∫∫

−=

iiz

iziy

iyix

ixN dpmkTpdp

mkTp

dpmkTpV

2exp

2exp

2exp

222

( )( )( )∏=i

N mkTmkTmkTV πππ 222

( ) 2/32 NN mkTV π=

Untuk kasus khusus ini fungsi grand partisi memiliki bentuk

( )∑=N

NNkTNNG mkTVe

hNZ 2/3/

3 2!1 πµ

∑∑ =

=

N

NkTN

N

NkTN Ze

NmkT

hVe

N/

2/3

3/

!12

!1 µµ π

( ) [ ]kT

N

NkT ZeZeN

// exp!

1 µµ ==∑

Yang tidak lain merupakan persamaan (3.40)

c) Fungsi grand partisi Bose-Einstein

Untuk menentukan fungsi grand partisi bose-einstein mari kita mulai dengan

meninjau hubungan berikut ini

∑∞

=

=++++=− 1

32 ...11

1n

njjjj

j

xxxxx

=

− ∑∑∑∏∞

=

=

= 111...

11

n

nj

n

nj

n

nj

j j

xxxx

Page 57: mekanika statistik

56

∑=,...3,2,1

...321

nnn

nj

nj

nj xxx

∑ ∏

=

,...3,2,1 nnn j

nj

jx (3.47)

Selanjutnya kita misalkan kTj

jex /)( εµ −= sehingga kita dapat menulis (3.47) menjadi

[ ]∑ ∏∏

=

−−

,...3,2,1

/)(/)(1

1nnn j

nkT

jkT

jj

je

eεµ

εµ

∑ −=

,...3,2,1/)(exp

nnn jjj kTn εµ (3.48)

Telah didefinisikan bahwa fungsi grand partisi adalah

∑ ∑

−=

i sssiG kTnWZ /)(exp εµ (3.35)

di mana s adalah indeks kelompok energi. Tetapi penjumlahan ∑ −s

ss kTn /)( εµ

terhadap kelompok-kelompok energi memberikan hasil yang persis sama dengan

penjumlahan ∑ −i

ii kTn /)( εµ terhadap keadaan individual. Perbedaan hanya pada

jumlah suku yang dijumlahkan. Jumlah suku pada penjumlahan yang terakhir lebih

banyak daripada jumlah suku penjumlahan pada yang pertama. Jadi

∑∑ −=−i

iis

ss kTnkTn /)(/)( εµεµ

Lebih lanjut, karena partikel boson indentik maka jumlah cara penyusununan

boson-boson pada keadaan ke-i hanya satu, berapa pun jumlah boson yang menempati

Page 58: mekanika statistik

57

keadaan tersebut. Dengan demikian, untuk boson 11 =W . Dengan demikian untuk

sistem boson fungsi grand partisi pada persaman (3.35) dapat ditulis menjadi

∑ ∑

−×=

,...21 ,/)(exp1

nn iiiG kTnZ εµ

∑ ∑

−=

,...21 ,/)(exp

nn iii kTn εµ (3.49)

Ingat, penjumlahan yang semula dilakukan terhadap indeks-i diubah menjadi

penjumlahan terhadap indeks in karena tiap in berkorelasi dengan satu nilai i.

Bandingkan persamaan (3.48) dan (3.49). Dari sini kita dapat simpulkan bahwa fungsi

grand patisi untuk boson dapat ditulis sebagai

= −j

kTG jeZ /)(1

1εµ (3.50)

Dari fungsi grand partisi (3.50) kita dapat menghitung jumlah rata-rata sistem

dalam assembli, yaitu

TV

GZkTN,

ln

∂=

µ

( )∑

∑−

−×

−=

−−∂

=j

kTkT

TV

j

kT

j

j

j

ekTe

kTe

kT /)(/)(

,

/)(

11

11ln

εµεµ

εµ

µ

∑∑−

=−

= −−

jkT

jkT

kT

jj

j

eee

11

1 /)(/)(

/)(

µεεµ

εµ

(3.51)

Page 59: mekanika statistik

58

Tetapi kita dapat juga menulis

∑=j

jnN (3.32)

Dengan jn adalah jumlah rata-rata sistem yang menempati keadaan energi ke-j dalam

suatu assembli. Dengan membandingkan persamaan (3.51) dan (3.32) kita simpulkan

bahwa jumlah rata-rata sistem pada keadaan ke-j adalah

11

/)( −= − kTj je

n µε (3.52)

d) Fungsi grand partisi Fermi-Dirac

Terakhir kita mencari fungsi partisi Fermi-dirac. Kita sudah mendapatkan

bentuk fungsi grand partisi sistem kuantum yaitu persamaa (3.49). Untuk fermion, satu

keadaan energi hanya boleh kosong atau ditempati satu sistem saja karena memenuhi

prinsip ekslusi Pauli. Jadi untuk fermion n j hanya boleh 0 atau 1. Sekarng kita lihat

relasi berikut ini

...1)1( ++++=+ ∑∑∑∑∑∑∏> >> j j m

mjj j

jj

jj

j xxxxxxx

(3.53)

Mengingat n1, n2, n3, … untuk fermion hanya bisa mengambil nilai 0 atau 1 maka

bagian kanan persamaan (3.43) dapat disederhanaklan menjadi

∑ ∏

)1,0,....(3,2,1 nnn j

nj

jx sehingga persamaan (3.53) menjadi

Page 60: mekanika statistik

59

∑ ∏∏

=+

)1,0,....(3,2,1)1(

nnn j

nj

jj

jxx (3.54)

Sebagai contoh, suku peratama di ruas kanan persamaan (3.53) diperoleh ketika n1 = n2

= n3 = … = 0. Jika kita mensubstitusi kTj

jex /)( εµ −= pada persamaan (3.54) maka

( ) ( )∑ ∏∏

=+ −−

)1,0,....(3,2,1

/)(/)(1nnn j

nkT

j

kT jjj ee εµεµ

∑ −=

)1,0,....(3,2,1/)(exp

nnn jjj kTn εµ (3.55)

Bagian kanan persamaan (3.55) tiadak lain daripada fungsi grand partisi Fermi-Dirac.

Dengan demikian, fungsi grand partisi fermi-dicar dapat ditulis dalam bentuk

( )∏ −+=j

kTG

jeZ /)(1 εµ (3.56)

Sekarang kita hitung jumlah rata-rata sistem yang menemptai keadaan ke-j.

Kita mulai dengan menghitung jumlah rata-rata sistem dalam suatu assembli, yaitu

TV

GZkTN,

ln

∂=

µ

( )∑

∑−

×

+

=

+∂

=j

kTkT

TV

j

kT

j

j

j

ekTe

kTe

kT /)(/)(

,

/)(

11

11ln

εµεµ

εµ

µ

Page 61: mekanika statistik

60

∑∑+

=+

= −−

jkT

jkT

kT

jj

j

eee

11

1 /)(/)(

/)(

µεεµ

εµ

(3.57)

Tetapi kita dapat juga menulis

∑=j

jnN (3.32)

Dengan membandingkan persamaan (3.32) dan (3.57) kita simpulkan bahwa jumlah

rata-rata sistem pada keadan ke-j adalah

11

/)( += − kTj je

n µε (3.58)

Ingat, karena jumlah sistem dalam satu keadaan hanya boleh 0 atau 1 maka akan

terpenuhi 10 ≤≤ jn .

3.4 Fluktuasi Jumlah Sistem dalam Assembli

Seperti dijelaskan sebelumnya, ensembel grand kanonik mengijinkan

terjadinya perubahan jumlah sistem dalam suatu assembli. Dengan kata lain ensembel

ini menginjinkan terjadinya fluktuasi jumlah sistem. Pada assembli kanonik yang kita

bahas pada bab terdahulu, fluktuasi energi yang dimiliki asembli diijinkan. Berikut ini

kita akan merumuskan fluktuasi jumlah sistem dalam assembli ensembel grand kanonik.

Fluktuasi jumlah sistem dalam assembli didefinisikan sebagai

( ) 222 NNN −=δ (3.59)

Page 62: mekanika statistik

61

Untuk mencari bentuk eksplisit persamaan (3.59) kita berangkat dari definisi

∂=

µGZkTN ln (3.60)

∂∂

=== ∑∑−

2

22/)(222 )(

µ

µG

Gi G

kTEN

ii

iiZ

ZkT

ZeNpNN

ii

(3.61)

Dengan demikisn

2

22

2

2222 1)()(

∂∂

∂∂

=−µµ

G

G

G

G

ZZ

kTZZkTNN

∂∂

∂∂

=2

22

22 11)(

µµG

G

G

G

ZZ

ZZ

kT

∂∂

∂∂

=

∂∂

∂∂

=µµµµ

G

G

G

G

ZZ

kTkTZZ

kT 11)( 2 NkTµ∂∂

= (3.62)

Tetapi kita sudah mendaptakan kTGeZN /µ= sehingga kT

GeZkTN /)/1(/ µµ =∂∂ .

Dengan demikian

NeZeZkT

kTNN kTG

kTG ==

×=− //22 1 µµ

Jadi

( ) NN =2δ (3.63)

Fluktuasi jumlah sistem dalam assembli didefinisikan sebagai

Page 63: mekanika statistik

62

( ) 2/12/1

2

2/1

2

2)( −=

=

=℘ N

NN

NNδ (3.64)

Tampak bahwa fluktuasi berbanding lurus dengan kebalikan akar rata-rata jumlah

system dalam assembli.

Page 64: mekanika statistik

63

Bab 4 Mekanika Statistik Kuantum

Setelah cukup banyak membahas stasistik yang berbasis pada formulasi klasik,

sekarang kita membangun statsitik yang berangkat dari postulat kuantum. Walaupun kita

telah mempelajasi assembli boson dan fermion yang merupakan prtikel kuantum,

namun”interpretasi” statsitik yang kita gunakan masih berbasis pada interpretasi klasik.

Salah satu cirri khas sistem kuantum yang direpresentasikan oleh fungsi gelombang

belum muncul pada pembahasan sebelumnya. Pada bagian ini kita mempelajasi statsitik

yang berangkat dari postulat kuantum.

4.1 Fungsi Gelombang Sistem dan Liungkungan

Kita berangkat dari konsep gelombang dari partikel-partikel. Pada sembarang

waktu, fungsi gelombang Ψ suatu sistem terisolasi dapat diungkapkan sebagai

superposisi linier dari kumpulan ortonormal lengkap dari fungsi gelombang stasioner

nφ , yaitu

∑=Ψn

nnc φ (4.1)

Dengan nc adalah bilangan kompleks. Secara umum nc merupakan fungsi waktu.

Kebergantungan Ψ pada waktu ditentukan oleh kebergantungan nc pada waktu karena

nφ bersifat stasionel. Indeks n adalah bilngan kuantum untuk keadaan-keadaan yang

dimiliki assembli. Interpretasi dari nc adalah nilai 2nc menyatakan probabilitas bahwa

Pengukuran dilakukan pada saat tertentu menemukan

sistem pada keadaan kuntum n

Dalam mekanika statistik, yang kita bahas bukan assembli yang terisolasi

melainkan assembli yang berinteraksi denga lingkungan (dunia luar). Dengan demikian,

untuk assembli statistik, superposisi pada persamaan (4.1) tidak dapat langsung dipakai.

Tetapi kita dapat melakukan strategi agar persamaan (4.1) tetap dapat dipakai. Kita dapat

Page 65: mekanika statistik

64

memandang assembli dengan lingkungan sebagai sebuah assembli baru. Karena tidak ada

lagi yang lain di luar gabungan assebli dan lingkungan maka gabungan assembli dan

lingkungan dapat dipandang sebagai assembli terisolasi yang baru.

ASSEMBLI + LINGKUNGAN = ASSEMBLI TERISOLASI BARU

Dengan trik demikian maka ungkapan fungsi gelombang pada persaman (4.1) tetap dapat

digunakan, namun dengan melakukan sedikit reinterpretasi. Di sini fungsi gelombang

tersebut tidak lagi bergantung pada koordinat assembli tetapi juga bergantung pada

koordinal lingkungan.

Untuk kasus ini kita akan lakukan berbagai asumsi berikut ini. Jika nφ

menyatakan kumpulan lengkap fungsi gelombang stasioner yang dimiliki assembli maka

fungsi gelombang assembli + lingkungan tetap berbeentuk ∑=Ψn

nnc φ , dengan

menafsirkan nc diinterpretasi sebagai fungsi gelombang lingkungan.

• Hinpunan nφ bergantung pada koordinat assembli dan

• Himpunan nc bergantung pada koordinat lingkungan dan waktu.

4.2 Nilai Rata-Rata

Jika O adalah sebuah operator yang berkaitan dengan sebuah observable (besaran

yang dapat diamati) yang dimiliki assembli maka nilai besaran tersebut yang terukur pada

suatu saat adalah

∑∑∑∑

=ΨΨ

ΨΨ

n mmnmn

n mmnmn

cc

OccOφφ

φφ

),(

),( (4.2)

Karena nφ adalah himpunan fungsi gelombang ortonormal maka nmmn δφφ =

sehingga

Page 66: mekanika statistik

65

∑∑∑∑

=ΨΨ

ΨΨ

n mnmmn

n mmnmn

cc

OccOδ

φφ

),(

),(

∑∑∑

=

nnn

n mmnmn

cc

Occ

),(

),( φφ (4.3)

Proses pengukuran biasanya memerlukan waktu yang cukup lama ditinjau dari

waktu ”proses molekuler/atomik” tetapi jauh lebih pendek dari ”waktu resolusi alat ukur”.

Dengan demikian, besaran sebenarnya yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah

perata-rataan besaran di atas terhadap selang waktu yang lebih lama dari waktu proses

molekuler dan lebih pendek dari waktu resolusi alat. Jadi, besaran yang didapat dari

pengukuran bukan (4.3) melainkan perata-rataan (4.3) terhadap waktu, yaitu

∑∑∑

∑∑∑

=

=

nnn

n mmnmn

nnn

n mmnmn

cc

Occ

cc

OccO

),(

),(

),(

),( φφφφ (4.4)

Sekarang kita tinjau suatu assembli yang memiliki volum V. Assembli tersebut

dianggap berinteraksi cukup lemah dengan lingkungan sehingga energinya hanya

bervariasi antara E sampai E+∆ di mana ∆ << E. Kita pilih nφ sebagai himpunan fungsi

eigen ortonormal dari hamiltonian H assembli tersebut, yaitu

nnn EH φφ = (4.5)

Postulat mekanika statistik kuantum

Ada dua postulat yang melandasi mekanika statsitik kuantum, yaitu

1. Postulate of equal a priori probability

Page 67: mekanika statistik

66

∆+><∆+<<

=EEatauEE

EEEcc

nn

nnn ,0

,1),( (4.6a)

2. Postulat fase random

mncc mn ≠= ,0),( (4.6b)

Dengan dua postulat di atas kita dapat menulis

∆+><∆+<<=EEatauEE

EEEbccnn

nnnmmn ,0

,),(2δ (4.7)

Dengan demikian

∑∑==

nn

nnnn

nn

n mmnnnm

b

Ob

b

ObO 2

2

2

2 φφφφδ (4.8)

4.3 Matriks Kerapatan (Density Matrix)

Sebuah operator terdefinisi secara lengkap jika semua elemen matriksnya

terhadap suatu himpunan keadaan yang lengkap telah terdefinisi. Jika ini diketahui maka

elemen matriks terhadap himpunan keadaan lengkap lainnya dapat diketahui melalui

transformasi yang dibahas di mekanika kuantum. Kita dapat menentukan matriks

kerapatan dengan terlebih dahulu mendefinisikan nilai-nilai elemen matriksnya pada

himpunan fungsi eigen dan hamiltonian H, yaitu nφ . Karena dengan mengetahui nilai

elemen matrik pada huimpunan keadaan tersebut maka elemen pada himpuyna keadaan

lainnya dapat ditentukan dengan mudah.

Untuk mudahnya kita definisikan matariks kerapatan ρ di mana elemen-

elemennya memenuhi

Page 68: mekanika statistik

67

2

nmnnmmn bδφρφρ == (4.9)

Ini artinya matriks ρ dalam himpunan nφ adalah matriks diagonal. Jika kita memilih

himpunan lengkap yang lain, misalnya nχ maka kita selalu dapat memperoleh elemen

matrik kerapatan dalam himpunan lengkap ini melalui transformasi berikut ini. Karena

nφ adalah himpunan yang lengkap maka kita selalu dapat menulis

∑=m

mnmn a φχ (4.10)

Elemen matriks kerapatan dalam himpunan nχ adalah

nmmn χρχρ ='

∑∑∑∑ ==p q

pqnqmpp q

qpnqmp aaaa ρχρφ ** (4.11)

Tampak bahwa mn'ρ dapat diperoleh dari mnρ melalui perkalian matriks sederhana.

Dalam notasi matriks kerapatan, nilai rata-rata hasil pengukuran suatu observabel

adalah

∑∑∑

∑∑==

nnn

n mmnnm

nn

n mmnnnm O

b

ObO

ρ

φφρφφδ

2

2

∑∑ ∑

∑∑∑

==

nnn

mm

nnnm

nnn

n mmnnm OO

ρ

φφφρφ

ρ

φφφρφ

Page 69: mekanika statistik

68

Mengingan 1=∑n

nn φφ maka kita dapat menulis

)()(

ρρ

ρ

φρφ

TrOTr

OO

nnn

mmm

==∑

∑ (4.12)

Cara lain mengungkapkan operator ρ sebagai berikut

××

=××= ∑∑

mmm

nnn φφρφφρρ 11

∑∑=n m

mmnn φφρφφ

∑∑=n m

mnmn φρφ (4.13)

4.4 Ensembel Mikrokanonik

Dalam representasi nφ yang merupakan himpunan lengkap fungsi eigen

Hamiltonian, elemen matriks kerapatan assembli dalam ensembel mikrokanonik adalah

2

nnmnm bδρ =

di mana

∆+><∆+<<

=EEatauEE

EEEb

nn

nn ,0

,12 (4.14)

Dengan demikian operator matriks kerapatan dapat ditulis

∑∑∑∑∑ ===n

nnnn m

mnnmnn m

mnmn bb φφφδφφρφρ 22

∑∑∑∆+>∆+<<<

++=EE

nnnEEE

nnnEE

nnnnnn

bbb φφφφφφ 222

Page 70: mekanika statistik

69

∑∑∑∆+>∆+<<<

××+××+××=EE

nnEEE

nnEE

nnnnn

φφφφφφ 010

∑∆+<<

=EEE

nnn

φφ (4.15)

dan

∑ ∑∑ ∑∑∆+<<∆+<<

===m EEE

mnnmm

mEEE

nnmm

mmnn

Tr φφφφφφφφφρφρ)(

)(1 Emm EEE

nmnmn

Γ=== ∑∑ ∑∆+<<

δδ (4.16)

Di mana )(EΓ adalah jumlah keadaan yang berada dalam selang energi antara E sampai

E+∆. Entropi dapat disefinisikan sebagai

)(ln EkS Γ= (4.17)

4.5 Ensembel Kanonik dan Grand Kanonik

Elemen matriks kerapatan ensembel kanonik diturunkan dari probalilitas

menemukan assembli dalam ensembel kanonik, yaitu

kTE

mnmnne /−= δρ (4.8)

Dengan demikian operator matriks kerapatan

∑∑∑∑∑ −− ===n

nkTE

nn m

mkTE

nmnn m

mnmnnn ee φφφδφφρφρ //

∑∑∑ −−− ===n

nnkTH

nnn

kTH

nnn

kTE eee n φφφφφφ ///

kTHe /−= (4.19)

Fungsi partisi kanonik adalah

Page 71: mekanika statistik

70

)()( / kTHN eTrTrZ −== ρ (4.20)

Dan nilai rata-rata pengukuran observable O memenuhi

N

kTH

N ZOeTrO )( /−

= (4.21)

Fungsi partisi grand kanonik adalah

∑∑ −=N i

kTENG

ieZ /)(µ

∑∑ −=i

kTE

N

kTN iee //µ

∑=

=0

/

NN

kTN Zeµ (4.22)

Nilai rata-rata pengukuran observable O dapat diperoleh sebagai berikut. Perhatikan

persamaan (4.20) dan (4.21) untuk ensembel kanonik. Bagian dalam tanda Tr(..) pada

peda persamaan (4.21) tidak lain dari observablen O dakalikan dengan bagian dalam

tanda Tr(...) dalam persamaan (4.20). Bagian dalam tanda Tr(...) pada persamaan (4.20)

tidak lain daripada operator untuk mencari fungsi partisi ZN. Dengan pola pemikirean

yang sama, maka kita dapat menentukan nilai rata-rata observabel O dalam ensembel

grand kanonik dengan menggunakan persamaan yang mirip dengan persamaan (4.21)

dengan mengganti operator fungsi partisi kanonik pada persamaan (4.21) dengan operator

fungsi partisi grand kanonik. Berdasarkan persamaan (4.22), operator fungsi partisi grand

kanonik diperoleh dengan mengganti ZN di dalam penjumlahan dengan kTHe /− . Dengan

demikian, nilai rata-rata observabel dalam ensembel grand kanonik adalah

G

N

kTHkTN

Z

eeOTrO

=∑ − //µ

Page 72: mekanika statistik

71

( )G

kTH

N

kTN

Z

OeTre // −∑=

µ

(4.23)

4.6 Persaman Gerak Matriks Kerapatan

Pada bagian berikut ini kita akan menganalisis persamaan gerak untuk matriks

kerapatan. Kembali ke bentuk matriks kerapatan

∑=nm

mnmn φρφρ (4.24)

Jika waktu berubah maka keadaan yang dijinkan bagi system juga berubah. Secara umum

kita dapat menulis kebergantungan matriks kerapatan pada waktu sebagai berikut

∑=nm

mnmn ttt )()()( φρφρ (4.25)

Untuk mencari persamaan gerak bagi matrik kerapatan sehingga kebergantungan

matriks kerapatan pada waktu dapat ditentukan, mari kita tinjau cara berikut ini. Misalkan

nE adalah kumpulan fungsi eigen dari Hamiltonian H dan nE adalah nilai-nilai

eigen yang bersesuaian maka

nnn EEEH = (4.26)

Keadaan sembarang )0(nφ pada saat t=0 selalu dapat diuraikan atas fungsi eigen

nE sebagai berikut

∑='

'")0(n

nnn ECφ (4.27)

Page 73: mekanika statistik

72

dengan nnn EC φ'' = . Dengan menggunakan koefisien tersebut maka persamaan (4.27)

dapat ditulis

)0()0( ''

' nnn

nn EE φφ ∑= (4.28)

Setelah kita mengetahui keadaan-keadaan nφ pada saat t=0 maka kita dapat

menentukan keadaan-keadaan nφ pada saat sembarang melalui hubungan

)0()( ''

/'

'nn

n

tiEnn EeEt n φφ ∑ −=

)0(''

'/'

nnn

ntiE EEe n φ∑ −=

)0(''

'/

nnn

niHt EEe φ∑ −=

)0(''

'/

nnn

niHt EEe φ∑−=

)0(/n

iHte φ−= (4.29)

Dengan demikian, matriks kerapatan pada saat t adalah

∑ −=nm

iHtmnmn

iHt eet // )0()0()( φρφρ

// )0()0( iHt

nmmnmn

iHt ee

= ∑− φρφ

// )0( iHtiHt ee ρ−= (4.30)

Pada penurunan persamaan (4.30) kita sudah menggunakan sifat hermitian dari operator

Hamiltonian, yaitu H+ = H. Lakukan diferensial persamaan (4.30) terhadap waktu

sehingga diperoleh

iHeeeeiH

tiHtiHtiHtiHt //// )0()0( ρρρ −− +−=

∂∂

Page 74: mekanika statistik

73

iHiH ρρ +−=

( )HHi ρρ −−=

(4.31)

Dari persamaan (4.30) kita juga mendapatkan

( ) ( ))0()0())(( //// ρρρ iHtiHtiHtiHt eeTreeTrtTr −− ==

))0((ρTr= (4.32)

Formulasi untuk assembli kanonik

Untuk assembli kanonik ungkapan untuk matriks kerapatan dapat HkTH ee βρ == − / . Dengan demikian

ρβρ β HHe H ==∂∂ (4.33)

Dalam representasi posisi maka persamaan (4.33) mengambil bentuk

'' xHxxx ρβρ

=∂∂

∫=∂∂ "'""' dxxxxHxxx ρρβ

∫ −=∂∂ ");'"()"();'( dxxxxxHxx βρδβρβ

);'( βρ xxH x= (4.34)

di mana operator Hx hanya bekerja pada variable x, bukan variable x’.

Berikut ini kita akan menurunkan matriks kerapatan untuk beberapa kasus

sederhana. Pertama kita bahas partikel bebas yang bergerak dalam ruang satu dimensi x.

Hamiltonian adalah

Page 75: mekanika statistik

74

2

22

2 xmH

∂∂

−= (4.35)

Dengan menggunakan Hamiltonian (4.35) makapersamaan matriks kerapatan (4.34)

menjadi

);'(2

);'( 2

22

βρβρβ

xxxm

xx∂∂

−=∂∂ (4.36)

Solusi umum persamaan (4.36) adalah

= 2

2 )'(2

exp);'( xxmCxxβ

βρ

(4.37)

Dengan menggunakan syarat awal bahwa )'()0;'( xxxx −= δρ maka

1')'(');'(0

lim=−=

→ ∫∫+∞

∞−

+∞

∞−

dxxxdxxx δβρβ

atau

1')'(2

exp0

lim 22 =

→ ∫

+∞

∞−

dxxxmCββ

Integral di atas dipenuhi oleh

βπ 22

mC −= (4.37)

Akhirnya kita dapatkan matriks kerapatan untuk partikel bebas adalah

Page 76: mekanika statistik

75

−= 2

22 )'(2

exp2

);'( xxmmxxββπ

βρ

(4.38)

Berikutnya kita tinjau kasus lain, yaitu osilator harmonic. Hamiltonian osilator

harmonic adalah

22

2

22

22xm

xmH ω

+∂∂

−= (4.39)

Dengan demikian persamaan matriks kerapatan menjadi

ρωρρβ

22

2

22

22xm

xm+

∂∂

−=∂∂ (4.40)

Untuk menyederhakan penyelesaian, sekarang kita misalkan variable sebagai

berikut

xm

ωξ = (4.41)

kTf

22ωβω

=−= (4.42)

Dengan variable baru tersebut, persamaan (4.40) menjadi

ρξξρρ 22

22

2+

∂∂

−=∂∂

−mf (4.43)

Page 77: mekanika statistik

76

Syarat batas untuk ρ adalah )'( xx −= δρ jika 0=f , atau )'( ξξδωρ −=

m

jika 0=f . Syarat kedua diperoleh setelah kita menggunakan hubungan yang berlaku

bagi fungsi delta Dirac, yaitu ])[]]()()( oo xfxfxxfxx −

∂∂

=− δδ .

Pada suhu tinggi, atau f kecil maka kelakuan partikel akan mendekati kelakukan

partikel bebas. Dengan demikian, aproksimasi untuk matrik kerapatan pada suhu tinggi

haruslah sama dengan persamaan (4.30). Dengan demikian kita dapat menulis

−−≈

ffmf

4)'(exp

4);'(

2ξξπωξξρ

(4.44)

Untuk mencari fungsi ρ pada berbagai nilai suhu, mari kita misalkan

[ ] )()()(exp 2 fcfbfa ++−= ξξρ (4.45)

Dengan a, b, dan c adalah konstanta. Substitusi fungsi coba-coba di atas ke dalam

persaman (4.43), kita peroleh

2222 24)41(''' baabacba −+−−=++ ξξξξ (4.46)

Samakan koefisien yang mengandung pangkat ξ yang sama di ruas kiri dan kanan, maka

kita peroleh persaman berikut ini

241' aa −= (4.47a)

abb 4' −= (4.47b) 22' bac −= (4.47c)

Solusi umum persamaan (4.47a) adalah

Page 78: mekanika statistik

77

)(2coth21

offa −= (4.48)

Dengan menerapkan syarat batas bahwa )'( xx −= δρ jika 0=f dan melihat

approksimasi untuk ρ pada suhu tinggi (persamaan (4.44)) maka kita harus mengambil

0=of sehingga

fa 2coth21

= (4.49)

Subsitusi persamaan (4.49) ke dalam persaman (4.47b) kita peroleh solusi untuk b

fAb

2sinh= (4.50)

Substitusi persamaan (4.49) dan (4.50) ke dalam persamaan (4.47c) kita dapatkan solusi

untuk c sebagai berikut

( ) BfAfc ln2coth2

2sinhln21 2

−+= (4.51)

Pada persamaan (4.50) dan (4.51), A dan B adalah konstanta.

Substitusi a, b, dan c ke dalam persmaaan (4.46) kita peroleh ungkpatan untuk

matriks kerapatan sebagai berikut

++−= fA

fAf

fB 2coth

22sinh2coth

2exp

2sinh

22 ξξρ (4.52)

Jika diambil 0→f maka ρ akan mendekati

Page 79: mekanika statistik

78

++−→

fAA

fB

42exp

2

22 ξξρ (4.53)

Dengan membandingkan persamaan (4.53) dengan (4.46) maka kita simpulkan bahwa

'ξ−=A

πω

2mB =

Akhirnya kita dapatkan bentuk final untuk matriks kerapatan sebagai berikut

[ ]

−+−= '22coth)'(2sin2

exp2sinh2

);'( 22 xxfxxf

mf

mxx

ωπ

ωβρ (4.54)

Page 80: mekanika statistik

90

Aplikasi1: Teori Bintang Katai Putih (White Dwarf)

Bintang katai putih adalah bintang yang sudah kehabisan bahan bakar

hydrogen. Tidak ada reaksi fusi lebih lanjut. Materi penyusun bintang hanyalah helium.

Sumber energi bintang semata-mata karena energi gravitasi yang berasal dari kontraksi

bintang secara perlahan-lahan. Energi yang dipancarkan sangat sedikit sehingga bintang

tampak putih remang-remang. Contoh bintang ini adalah pengiring Sirius. Binatng ini

tidak tampak oleh mata karena terlalu redup tetapi secara periodic menutup Sirius.

Bintang ini dan Sirius berotasi mengelilingi pusat massa keduanya.

Perkiraan besaran-besaran fisis bintang katai putih adalah

Kerapatan ≈ 1010 kg/m3 ≈ 107 ρM

Massa ≈ 1030 kg ≈ MM

Suhu pusat ≈ 107 K ≈ TM

Suhu sebesar 107 K berkaitan dengan energi sebesar kT ≈ 1,3 × 10-16 J ≈ 103 eV. Pada

suhu ini semua atom helium terionisasi. Bintang katai putih dapat dipandang sebagai

kumpulan inti helium dan electron-elektron yang berberak bebas.

Berdasarkan data kerapatan bintang kita dapat memperkirakan jumlah atom

helium per satuan volum. Massa atom helium adalah 4 × (1,67 × 10-27 kg) ≈ 6 × 10-27 kg.

Jumlah atom helium per satuan volum adalah

3727 10

61

106×=

×= −

ρHeN atom/m3.

Satu atom helium menyumbang dua electron. Dengan demikian, kerapatan electron

adalah

Page 81: mekanika statistik

91

3710312 ×== HeNn electron/m3

Kerapatan ini melahirkan energi fermi sebesar

2/32/3

432

432

=

=

ππππε nmvmF

≈ 20 MeV

Tampak bahwa >>Fε energi termal. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa dalam bintang katai putih, electron menempati tingkat-tingkat energi paling dasar,

jauh di bawah energi fermi. Keadaan ini sangat mirip dengan assembli electron yang

berada pada suhu mendekati nol. Jadi meskipun suhu bintang katai putih sangat tinggi,

tetapi kerapatan yang luar biasa tinggi menyebabkan energi fermi sangat besar. Energi

yang dimiliki electron sangat jauh di bawah energi fermi. Dari sifat ini kita dapat

lakukan idealisasi sebagai berikut

a) Bintang katai putih adalah assembli N elektron pada keadaan dasar dengan

kerapatan sangat tinggi sehingga dinamika electron harus dijelaskan secara

relativistic.

b) Elektron bergerak dalam background N/2 buah inti helium yang melakukan gaya

gravitasi sehingga seluruh system menyatu membentuk binatng.

Ada tiga mekanisme yang harus diperhitungkan secara bersama pada bintang katai

putih, yaitu

a) Tekanan electron akibat ekslusi Pauli

b) Hukum gravitasi

c) Dinamika relativistic

Page 82: mekanika statistik

92

Mari kita mulai merumuskan secara detail tentang bintang katai putih. Energi total

relativistic yang dimiliki electron adaalah

222 )()( pccmep +=ε (5.37)

dengan em adalah massa diam electron. Energi assembli gas fermi pada keadaan dasar

adalaah

∑<

=Fpp

pE ε2 (5.38)

Faktor 2 dimasukkan karena tiap tingkat energi ditepati dua electron dengan arah spin

berlawanan. Penjumlahan dia atas dapat diganti dengan integral dengan terlebih dahulu

melakukan transformasi sebagai berikut

∫∑ →<

P

F

p

ppdpp

hV

0

23 )4((...)(...) π

Jadi,

∫ +=Pp

e dpppccmh

VE0

22223 )()(8π (5.39)

Untuk menyelesaikan integral (5.39) kita misalkan

xcm

pc

e

=2

atau

cxmp e=

cdxmdp e=

Page 83: mekanika statistik

93

FeF cxmp =

Dengan permisalan di atas maka persamaan (5.39) menjadi

+=

Pp

ee dpp

cmpcm

hVE

0

22

23 18π

( ) ( )∫ +=Fx

eee cdxmcxmxcmh

V

0

2223 18π

∫ +=Fx

e dxxxcmh

V

0

22543 18π (5.40)

Energi rata-rata yang dimiliki tiap electron adalah

∫ +=Fx

e dxxxcmh

NVNE

0

22543 1)/(8π

)()(832

54

3

54

Fe

Fe xfcvmxf

hcvm

ππ

== (5.41)

dengan

∫ +=Fx

F dxxxxf0

22 1)( (5.42)

Sekarang kita eksplorasi dua kasus ekstrim.

a) Jika 1<<Fx maka pada semua daerah integrasi kita dapat melakukan aproksimasi

...2111 22 ++≈+ xx

Page 84: mekanika statistik

94

...101

31...

21...

211)( 53

0

42

0

22 ++=

++=

++≈ ∫∫ FF

xx

F xxdxxxdxxxxfPF

++= ...

1031

31 23

FF xx (5.43)

b) Jika 1>>Fx maka nilai integral )( Fxf didominasi oleh integral di sekitar Fxx = ,

yaitu pada nilai x yang besar-besar. Nilai x di sekitar 0 tidak memberi kontribusi yang

berarti pada hasil akhir integral. Dengan demikian kita dapat melakukan pendekatan

sebagai berikut hanya dengan mempertimbangkan x yang besar-besar saja,

∫ +=Fx

F dxxxxf0

22 1)(

∫∫∫

++=

++≈+=

PPF xxx

dxxxdxx

xdxx

x0

3

02

3

02

3 ...2

...21111

++=++= ...11

41...

41

41

2424

FFFF x

xxx (5.44)

Sebagai rangkuman kita dapatkan aproksimasi untuk )( Fxf sebagai betikut

>>

++

<<

++

=1,...11

41

1,...1031

31

)(2

4

23

FF

F

FFF

F

xx

x

xxxxf (5.45)

Misalkan massa total bintang M dan jari-jarinya R maka

)22(22 npeHee mmNNmmNNmM ++=+= (5.46)

Karena pn mm ≈ dan pe mm << maka

Page 85: mekanika statistik

95

pNmM 2≈

3

34 RV π

=

atau

3/1

43

=πVR (5.47)

MRm

mMR

NVv p

p

33

38

2/3/4 ππ=== (5.48)

RM

mM

cRmvcmx

peeF

3/13/13/12

893

=

=

=

ππ (5.49)

dengan

pmMM

89π

= (16.50)

cmRR

e/= (5.51)

Tekanan yang dilakukan oleh gas fermi adalah

∂∂

−=∂∂

−= )(22

54

Feo

o xfNvcmVV

EPπ

[ ])(22

54

Fe xvf

vcm

∂∂

−=π

∂∂

+−=vxfvxfcm F

Fe )()(22

54

π

∂∂

∂∂

+−=v

xxxfvxfcm F

F

FF

e )()(22

54

π (5.52)

Mengingat persamaan (16.42( maka

Page 86: mekanika statistik

96

22 1)(FF

F

F xxxxf

+=∂

( ) 3/13/123/12

33 −=

= v

cmvcmx

eeF ππ

( ) ( )v

xvcmv

vcmv

x F

ee

F

33

313

31 3/13/123/43/12 −=−=−=

∂∂ −− ππ

Jadi

−++−=

vxxvxxfcmP F

FFFe

o 31)( 22

22

54

π

−+= )(131 23

22

54

FFFe xfxxcmπ

(5.53)

Untuk kasus nonrelativistik di mana 1<<Fx kita gunakan )( Fxf pada persamaan

(5.43) dan diperoleh

++−

++≈ ...

1031

31...

211

31 2323

22

54

FFFFe

o xxxxcmPπ

522

5455

22

54

15101

61

Fe

FFe xcmxxcm

ππ=

−≈

5

3/5

54

RMK= (5.54)

Untuk kasus relativistik di mana 1>>Fx kita gunakan )( Fxf pada persamaan (5.44)

dan diperoleh

++−

+≈ ...11

4111

31

24

23

22

54

FF

FFF

eo x

xx

xxcmPπ

−−−

++≈ ...

41

41...

211

31 24

24

22

54

FFF

Fe xx

xxcm

π

Page 87: mekanika statistik

97

−≈ 24

22

54

121

121

FFe xxcmπ

[ ]2422

54

12 FFe xxcm

−=π

−= 2

3/2

4

3/4

RM

RMK (5.55)

dengan

3

2

2

12

=

cmcmK ee

π (5.56)

Plot Po sebagai fungsi R untuk kondisi nonrelativistk dan relatvisitik tampak

pada Gbr 5.2

Gambar 5.2 Kebergantungan tekanan pada jari-jari bintang untuk kasus relativistik dan

nonrelativistik

Kondisi Keseimbangan

Misalkan tidak ada interaksi gravitasi. Kerapatan materi bintang akan homogen

Po

R

Relativistik

Nonrelativistik

Po

R

Relativistik

Nonrelativistik

Page 88: mekanika statistik

98

dan materi bintang akan tersebar dalam ruang yang tak berhingga. Gravitasilah yang

memyebabkan kerepatan materi makin besar ketika menuju ke pusat bintang.

Gravitasilah yang menyebabkan bintang memiliki batas terluar, yaitu tidak tersebar

dalam ruang tak berhingga. Apabila gravitasi tidak ada maka agar bintang memiliki

batas terluar yang jelas diperlukan dinding pembatas untuk menahan materi. Kerja yang

diperlukan untuk mengkompresi materi bintang ke bentuk yang memiliki massa dan

jari-jari tertentu sehingga memiliki tekanan Po adalah

∫∞

•−=R

rdFW

∫∞

−=R

o drrP )4( 2π (5.57)

Sekarang bayangkan interaksi gravitasi tiba-tiba di-on-kan. Bagian-bagian

bintang akan saling tarik menarik sehingga menghasilkan penurunan energi. Jumlah

penurunan energi tersebut disebut “gravitational self energy”. Besarnya energi tersebut

dapat diperkirakan sebagai berikut.

Energi potensial gravitasi dua massa M1 dan M2 yang terpisah sejauh R adalah

RMMGE p

21−= (5.58)

“Gravitation self energy” diperkirakan memiliki bentuk kebergantungan pada massa dan

jarak yang sama. Kita dapat mempridiksi “gravitation self energy” sebandingan dengan

RGM /2 . Jadi kita dapat menulis

Page 89: mekanika statistik

99

RMGEself

2

α−= (5.59)

dengan α adalah sebuah bilangan positif yang nilainya sekitar satu.

Karena ukuran bintang tidak lagi berubah maka gaya yang dilakukan oleh

“gravitational self energy” harus tepat sama gaya yang dilakukan “oleh dinding

bintang”. Dengan kata lain, gaya oleh dinding artificial tersebut berasal dari gaya

gravitasi. Gaya oleh dinding bintang adalah

∫∞

=−=R

odinding drrPdRd

dRdWF )4( 2π

24 RPoπ= (5.60)

Gaya oleh “gravitional self energy” adalah

2

2

RMG

dRdE

F selfself α−=−= (5.61)

Kedua gaya tersebut sama besarnya sehingga,

selfdinding FF =

2

224

RMGRPo απ =

atau

4

2

4 RGMPo π

α=

Page 90: mekanika statistik

100

4

242

98

4 RM

hcmm

G ep

=

πα

4

2

'RMK= (5.62)

dengan

42

98

4'

=

hcmm

GK ep

πα (5.63)

Bintang katai putih memiliki kerapatan sangat tinggi sehingga memenuhi

persamaan relativistic ( 1>>Fx ). Tekanan gas fermi, Pfermi, pada kondisi ini memenuhi

persamaan (5.56). Samakan Po pada persamaan (5.62) dengan Pfermi pada persamaan

(5.56) maka diperoleh

−= 2

3/2

4

3/4

4

2

'R

MR

MKRMK

yang akhiryna memberikan ungkapan jari-jari bintang katai putih

3/22/3 )/(1 oMMMR −= (5.64)

dengan

( )2/3

2

2/32/3

6427'/

==

po Gm

cKKM

απ (5.659

Dengan mengambil α ≈ 1 maka

Page 91: mekanika statistik

101

30109

8≈≈ o

po M

mM

π kg ≈ MM (5.66)

Dari persamaan (5.64) tampak bahwa tidak ada solusi jika oMM > . Hasil ini

mengindikasikan bahwa tidak mungkin bintang katai putih memiliki massa lebih besar

daripada massa matahari. Ada batas terbesar massa bintang agar menjadi katai putih.

Perhitungan lebih teliti oleh Chandrasekhar menunjukkan bahwa massa maksimum

sebuah minting agar menjadi katai putih adalah 1,4 MM . Nilai ini dikenal dengan limit

Chandrasekhar.

Page 92: mekanika statistik

102

Aplikasi 2: Diamagnetisme Landau

Dengan menggunakan mekanika statistik klasik, fenomena diamagnetisme

tidak muncul. Fenomena ini muncul ketika atom-atom dipandang secara mekanika

kuantum. Diamagnetisme muncul akibat kuantisasi orbital atom-atom. Dalam mekanika

klasik, kuantisasi orbital atom tidak ada. Elektron-elektron dianggap mengelilingi inti

dalam orbit sembarang sehingga meniadakan efek diamagnetisasi.

Seperti sudah kita bahas pada bab-bab sebelumnya, susseptibilitas magnetic

memenuhi hubungan

BM∂∂

dengan M adalah magnetisasi. Dalam ensemble kanonik, magnetisasi dapat ditulis

VZ

BkTM Nln

∂∂

= (5.67)

dan dalam ensemble grand kanonik adalah

zVT

G

VZ

BkTM

,,

ln

∂∂

= (5.68)

Suatu assembli disebut diamagnet jika 0<χ dan paramagnetic jika 0>χ .

Sifat magnetik suatu zat secara dominan dipengaruhi oleh electron dalam zat

tersebut, baik electron bebas atau electron yang terikat pada atom. Di bawah pengaruh

medan magnetic luar electron akan bergerak dalam orbit yang terkuantisasi dan spin

electron mengambil arah sejajar dengan arah medan. Inti atom memberi kontribusi yang

sangat kecil pada sifat magnetic bahan sehingga sering diabaikan. Penyearahan spin

Page 93: mekanika statistik

103

yang sejajar medan magnetic luar memberi kontribusi pada efek paramagnetic.

Sedangkan gerak electron dalam orbital terkuantisasi memberi efek pada fenomena

diamagnetisme.

Sekarang kita fokuskan pembahasan pada fenomena diamagnetisme. Elektron

dianggap tidak berspin (keberadaan spin diabaikan). Misalkan ada N electron (tidak

memiliki spin) yang berada dalam ruang bervolum V. Di dalam ruang tersebut

diterapkan medan magnetik kuar B

. Menurut teori kuantum lama, partikel bermuatan

yang berada dalam medan magnetic akan bergerak dalam orbit terkuantisasi yang

memenuhi persaman kuantisasi orbital

hjrdp )2/1( +=•∫ (5.69)

dengan j = 0, 1, 2,… merupakan bilangan kuantum orbital.

Hamiltonian electron tunggal dalam medan magnetic memenuhi

2

21),(

+= A

cep

mrpH

(5.70)

dengan A

adalah vector potensial yang memenuhi

AB

×∇= (5.71)

Jika tidak ada gerakan sejajar medan magnet, bentuk orbit electron berupa lingkaran

dengan jari-jari a . Gaya yang dialami electron adalah gaya Lorentz yang arahnya tegak

lurus kecepatan. Gaya tersebut tidak mengubah laju electron. Laju electron selalu

konstant dan memenuhi,

Page 94: mekanika statistik

104

cBve

avm

=2

atau

mceaBv =

(5.72)

Momentum kanonik electron memenuhi

Acevmp

−= (16.73)

Dengan menggunakan momentum pada persamaan (5.73) maka persamaan kuantisasi

(5.69) dapat ditulis

hjrdAcevm )2/1( +=•

−∫

hjrdAcerdvm )2/1( +=•−• ∫∫

Mengingat v dan rd selalu sejajar maka pertama di ruas kiri persamaan di atas

menjadi

)2( avmdrvmrdvm π==• ∫∫

Integral kedua iri dipecahkan dengan persamaan Gauss

)()( 2aBSdBSdArdA π=•=•×∇=• ∫∫∫∫∫

Dengan demikian persamaan kuantisasi orbital menjadi

Page 95: mekanika statistik

105

hjaBceavm )2/1()()2( 2 +=− ππ

hjaBcea

mceaBm )2/1()()2( 2 +=−

ππ

hjaBce )2/1()( 2 +=π

atau

hjeBca )2/1(2 +=

π (5.74)

Energi yang berkaitan dengan keadaan orbital ke-j adalah

+

=

=

= hj

eBc

mceBma

mceBm

mceaBmvm )2/1(

21

21

21

21 2

222

2

π

)2/1()2/1(21

+=+= jmceBhj

mceB

π (5.75)

Energi total electron sama dengan energi kuantisasi dalam arah x dan y serta energi

kinetik dalam arah z, yaitu

mpj

mceBjp z

z 2)2/1(),(

2

++=ε (5.76)

di mana zp adalah momentum dalam arah z, yaitu sejajar medan magnet.

Selanjutnya kita akan mencari degenerasi ),( jpzε . Degenerasi tersebut dapat

ditentukan dengan membandikan ungkapan energi kinetik dalam bidang yang tegak

lurus medan, yaitu ( )22

21

yx ppm

+ dengan ungkapan energi kinetik pada persamaan

(5.76). Dengan adanya medan magnet, gerak bebas dalam bidang x dan y menjadi

terkuantisasi dengan energi

Page 96: mekanika statistik

106

)2/1( +jmceB

Dalam medan magnet, electron tidak bisa lagi memiliki momentum arah x dan

y sembarang. Momentum arah x dan y harus tertentu sehingga energi kinetiknya sama

dengan )2/1( +jmceB . Ini berarti, dalam diagram xp dan yp lintasan electron akan

berupa lingkaran dengan jari-jari R yang memenuhi

)2/1(22 +×= jmceBmR j (5.77)

Gambar 5.3 Kuantisasi orbital electron dalam bidang x dan y

Luas daerah antara dua lintasan berurutan, yaitu j dan j+1 adalah

221 jj RRA ππ −=∆ +

px

py

Rj px

py

Rj

Page 97: mekanika statistik

107

)2/1(2)2/1]1([2 +×−++×= jmceBmj

mceBm ππ

ceBπ2

= (5.78)

Tampak bahwa luas daerah antara dua lintasan energi berdekatan selalu konstan, tidak

berganrung pada bilangan kuantum j. Saat medan magnet tidak ada, keadaan-keadaan

dalam ruang fase tersebar secara merata dalam bidang xp dan yp . Namun, ketika

medan magnet diberikan, keadaan-keadaan dari daerah seluas A∆ terkumpul pada

lintasan kuantisasi saja. Berapa degenerasi keadaan tersebut?

Misalkan sebuah silinder dengan panjang zp∆ dan jari-jari sama dengan

jari-jari lintasan energi dengan j = 1. Luas alas silinder adalah ceBA π2

=∆ . Volum

silinder dalam ruang momentum adalah

zzp pceBpAV ∆=∆∆=∆π2 (5.79)

Volum silinder dalam ruang fasa tiga dimensi adalah

zpp pc

VeBVV ∆=∆=∆Γπ2 (16.80)

Volum terkecil ruang fasa tiga dimensi momentum adalah 3h . Jumlah keadaan pada

permukaan silinder energi dengan panjang zp∆ adalah

zp p

chVeB

hG ∆=

∆Γ= 33

2 π (5.81)

Page 98: mekanika statistik

108

Ukuran terkecil ruang fasa dalam arah sumbu momentum zp adalah h . Jumlah

keadaan dalam arah zp sepanjang zp∆ adalah hpVG z /' 3/1 ∆= . Jumlah keadaan

dalam permukaan energi per satuan panjang ruang fasa dalam arah zp adalah

2

3/2

3/1

3 2//2

' chVeB

hpVchpVeB

GGg

z

z ππ=

∆∆

==

cheBV 3/2

= (5.82)

Ini berarti, keberadaan medan magnetic menyebabkan degenerasi g keadaan energi.

Dengan adanya degereasi tersebut, energi electron dapat ditulis dalam bentuk umum

mpj

mceBjp z

z 2)2/1(),,(

2

++==

λεαε (5.83)

dengan

j = 0, 1, 2, …

α = 1, 2, 3, …, g

αλ ,, jpz=

Dalam persamaan (5.83) kita perkenalkan indeks α untuk memperhitungkan degenerasi

energi electron pada orbital-orbital.

Fungsi grand partisi adalah

∏ +=λ

βελ )1( zeZG

atau

Page 99: mekanika statistik

109

∑∏ +=+=λ

βε

λ

βε λλ )1ln()1(lnln zezeZG

( )∑∑∑ +=∞

== x

z

p

jp

j

g

ze ],,[

011ln αβε

α

(5.84)

Untuk tiap nilai α, energi elektron sama. Dengan demikian sumasi terhadap indeks α

pada persamaan (5.84) dapat diganti dengan perkalian dengan bilangan degenerasi g.

Jadi kita dapatkan

( )∑∑ +=∞

= x

z

p

jp

jG zegZ ],[

01lnln βε (5.85)

Untuk menyelesaikan (5.85) kita ganti pejumlahan terhadap zp dengan integral

melalui transformasi

∫∑∞

∞−

→ zp

dph

V

z

3/1

(...)(...)

Dengan demikian

( )∑∫∞

=

∞−

+=0

],[3/1

1lnlnj

zjp

G dpzeh

gVZ zβε (5.86)

Julah rata-rata electron menjadi

∑∫∞

=−−

∞− +=

∂∂

=0

],[1

3/1

11ln

jzjpG dp

ezhgVZ

zzN

zβε (16.87)

Pada suhu yang sangat tinggi, yaitu ∞→T maka 1/ →=− kTee εβε . Dengan

demikian

Page 100: mekanika statistik

110

∑∫∞

=−

∞− +→

01

3/1

11

jzdp

zhgVN (5.88)

Agar hasil penjumlahan (5.88) tidak tak berhingga maka haruslah 1−z harus jauh lebih

besar daripada satu. Ini berarti nilai z harus jauh lebih kecil daripada satu. Karena nilai z

jauh lebih kecil daripada satu maka kita dapat mengaproksimasi

( ) ],[],[1ln jpjp zz zeze βεβε ≈+

Dengan demikian

∑∫∞

=

∞−

≈0

],[3/1

lnj

zjp

G dpzeh

gVZ zβε

∑∫∞

=

∞−

++≈

0

23/1

)2/1(2

expj

zz dpj

mcBe

mp

hzgV β

∑∫∞

=

∞−

+

=

0

23/1

)2/1(exp2

expj

zz j

mcBedp

mp

hzgV ββ

∑∞

=

×

×

−=

0

3/1

exp2

expj mc

Bejmc

Bemh

zgV βββ

π

×

×

−=

mcBemc

Bemh

zgV

ββ

βπ

exp1

12

exp3/1

×−

=

mcBe

mcBe

mh

zgV

2exp

2exp

13/1

βββπ

[ ] [ ]xxm

hzgV

−−×

−=

expexp13/1

βπ (5.89)

Page 101: mekanika statistik

111

dengan

mcBex

−= (5.90)

Dalam kasus medan lemah diperoleh x << 1 sehingga

621

32 xxxex +++≈

621

32 xxxe x −+−≈−

−+−−

+++≈− −

621

621

3232 xxxxxxee xx

+=+=

612

32

23 xxxx

dan

( )6/121ln 2

3/1

xxm

hzgVZG +

×−

≈β

π

( )x

xmh

zgV2

6/1 23/1 −×

−≈

βπ

( )x

xmh

VceBVz2

6/1)2/( 23/13/2 −×

−≈

βππ

atau

( )x

xmchzeBZ

V G 26/1ln1 2

2

−×

−≈

βπ

−−=

22

2 2611

)(21

)(2

22 kTB

mcem

hhmz

βπ

βπ

Page 102: mekanika statistik

112

−=

22

3 2611

22 kTB

mcez

λ (5.91)

Suseptibilitas magnetic akhirnya menjadi

GZVB

kTBM ln1

2

2

∂∂

=∂∂

2

3 226

−=

mce

kTz

λ (5.92)

Page 103: mekanika statistik

113

Aplikasi 3: Efek de Hass-Van Alphen

Sekarang kita tinjau kelakuan gas fermi ideal pada suhu nol mutlak. Salah satu

fenomena yang menarik adalah efek de Hass-Van Alphen. Energi assembli pada suhu

nol mutlak adalah

MVBBEo −=−= µ (5.93)

sehingga kita dapat menulis magnetisasi sebagai

BE

VM o

∂∂

−=1

Susseptibilitas magnetic adalah

2

21BE

VBM o

∂∂

−=∂∂

=χ (5.94)

Dengan keberadaan medan magnetic searah sumbu z maka eleketron akan

bergerak secara bebas dalam arah sumbu z dan gerakannya terkuantisasi dalam bidang x

dan y. Sekarang kita melihat kasus sederhana di maka gerakan dalam arah sumbu z

tidak ada. Elektron hanya bergerak dalam bidang x dan y, yaiutu tegak lurus medan

magnetic. Tingkat-tingkat energi electron menjadi terkuantisasi yang memenuhi

)2/1( += jmc

Bej

ε (5.95)

Tiap tingkat energi memiliki degenerasi

Page 104: mekanika statistik

114

ceBL

ceBVg

ππ 22

23/2

== (5.96)

dengan asumsi bahwa assembli berbentuk kubus dengan sisi L sengga 3LV = .

Karena suhu assembli adalah nol mutlak maka energi assembli oE sama

dengan jumlah iε pada semua N keadaan partikel tunggal terendah. Karena degenerasi

g bergantung pada medan magnet B maka tingkat energi tertinggi yang ditempati

electron juga akan bergantung pada B.

a) Jika Ng ≥ maka semua electron hanya menempati satu tingkat energi terendah.

Tidak ada electron yang menempati tingkat energi kedua, ketiga, dan seterusnya.

Dalam kondisi ini, energi total yang dimiliki electron hanyalah

mcBeNEo

21

×= (5.97)

b) Jika B cukup kecil sehingga Bg ≤ maka electron akan menempati sejumlah

tingkat energi. Tingkat energi terendah terisi g electron dan sisanya electron akan

menempati tingkat energi berikutnya. Sampai tingkat energi berapa yang ditempati

electron akan sangat bergantung pada nilai B.

Untuk menentukan ungkapan umum energi oE sebagai fungsi B, perhatikan

ilustrasi tingkat-tingkat energi pada Gbr. 5.4.

Page 105: mekanika statistik

115

Gambar 5.4 Ilustrasi tingkat-tingkat energi yang ditempati electron yang terisi penuh

dan terisi sebagian

Setiap tingkat energi menampung g electron. Tiungkat energi dengan j = 0

berisi penuh g electron. Misalkan sampai tingkat energi ke-j telah penuh ditempati

electron. Berada ada sebanyak (j+1) buah tingkat energi yang masing-masing berisi g

electron (dari indeks 0 sampai indeks j). Jumlah electron tersebut yang menempati

tingkat energi penuh tersebut adalah

gj )1( + (5.98)

Sisa electron sebanyak gjN )1( +− akan mengisi tingkat energi ke-(j+1) dan tidak

penuh, yaitu jumlahnya kurang dari g. Dengan demikian kita dapatkan ketidaksamaan

gjNgj )2()1( +<<+

Page 106: mekanika statistik

116

atau

+<<

+

ceBLjN

ceBLj

ππ 2)2(

2)1(

22

)2(2)1( 2 +<

<+ j

eBc

LNj π

atau

21

211 2

+>

>

+ jceB

NL

j π

21

/211

2 +>>

+ jeLcNB

j π

21

11

+>>

+ jBB

j o

(5.99)

dengan

2

2eL

cNBoπ

= (5.100)

Energi keadaan dasar yang dimiliki assembli dengan kehadiran medan magnetic

menjadi

[ ] 10

)1( +=

+−+= ∑ j

j

iio jgNgE εε

[ ] )2/3()1()2/1(0

++−++= ∑=

jmc

BejgNimc

Begj

i

[ ]

++−+

+++= )2/3()1()1(

21)1(

21 jgjNjjjg

mcBe

++−+=oo

o BBjjj

BB

mceNB )2)(1(

21)2/3( (5.101)

Akhirnya kita dapatkan ungkapan umum energi keadaan dasar pada berbagai medan

Page 107: mekanika statistik

117

magnetic, yaitu

+<<

+

++−+

>=

11

21,)2)(1(

21)2/3(

1,21

jx

jxjjjx

mcBe

xxBmce

EN o

o

o

(5.102)

dengan oBBx /=

Magnetisasi dan suseptibilitas menjadi

+<<

++−++

>−=

11

21,)32()2)(1(21

1,2

1

jx

jjxjj

mce

v

xmce

vM

(5.103)

+<<

+++

>=

11

21,)2)(1(1

1,0

jx

jjj

mce

vB

x

o

χ (5.104)

Plot magnetisasi dan susseptibilitas sebagai fungsi oBBx /= tampak pada Gbr 5.5.

Page 108: mekanika statistik

118

Gambar 5.5 Plot magnetisasi dan susseptibilitas sebagai fungsi medan magnet luar

x

x

M/(e/vmc)

1

-1

χ/(e/vBomc)

1/4 1/3 1/2 1

2

6

12

x

x

M/(e/vmc)

1

-1

χ/(e/vBomc)

1/4 1/3 1/2 1

2

6

12

Page 109: mekanika statistik

119

Aplikasi 4: Paramagnetisme Pauli

Kita sudah membahas tentang diamagnetisme Landau yang dapat dijelaskan dengan

menggunakan konsep kuantum di mana electron bergerak dalam orbit-orbit yang terkauntisasi.

Sekarang kita membahas fenomena paramagnetisme yang muncul akibat sumbangan spin

electron.

Hamiltonian electron bebas yang berada dalam mmedan magnetic dapat ditulis

BAcep

mH

•−

+= µ

2

21 (5.105)

Dengan µ adalah operator magnetic intrinsik electron yang memenuhi

σµµ = (5.106)

mce

2

=µ (5.107)

dan σ adalah matriks Pauli (operator spin).

Feromegntisme muncul dari suku kedua dalam hamiltonian. Kita fokuskan perhatian

pada efek yang dihasilkan bagian tersebut. Hamiltonian kita sederhanakan menjadi

Bm

pBm

pH

•−=•−= σµµ22

22

(5.108)

Fungsi eigen dari B

•σ adalah sB dengan 1±=s . Dengan emikian tingkat energy electron

tunggal yang merupakan solusi eigen hamiltoanian di atas adalah

Bsm

psp µε −=2

),(2

(5.109)

Page 110: mekanika statistik

120

Energi assembli menjadi

∑∑=s

spp

spnE ),(, ε

∑∑∑∑

++

−=

−= −+

pp

pp

ssp

pB

mpnB

mpnBs

mpn µµµ

222

2

1,

2

1,

2

, (5.110)

di mana

spn , = 0, 1

Nnp s

sp =∑∑ ,

Sekarang kita menulis symbol lebih singkat lagi

++ = pp nn 1,

−− = pp nn 1,

++ =∑ Nn

pp 1,

+−− −==∑ NNNn

pp 1,

Dengan notasi di atas maka energy total dapat ditulis

( ) )(2

2−+−+ −−+=∑ NNB

mpnnE

ppp µ (5.111)

Fungsi partisi menjadi

( ) ∑ ∑

−+

−−+= −+−+

pp nn pppN NNB

mpnnZ )(2

exp2

βµβ (5.112)

Page 111: mekanika statistik

121

Untuk mlakukan penjumlahan di atas kita gunakan langkah berikut ini

a) Kita pilih +N tertentu

b) Lakukan penjumlahan terhadap semua +pn dan −pn yang memenuhi ++ =∑ Nnp

p dan

+− −=∑ NNnp

p

c) Lakukan penjumlahan terhadap +N dari 0 sampai N

Dengan unrutan penjumlahan ini kita dapat menulis fungsi partisi menjadi

[ ]

∑ ∑∑ ∑∑−++

−−= −+

=

−+

pp n pp

n pp

N

NN m

pnm

pnNNBZ2

exp2

exp)(exp22

0

βββµ

[ ]

∑ ∑∑ ∑∑−++

−−= −+

=

+

pp n pp

n pp

N

N mpn

mpnNNB

2exp

2exp)2(exp

22

0

βββµ (5.113)

Misalkan )0(NZ adalah fungsi partisi N fermion yang tidak memiliki spin di mana massa

tiap system adalah m. Kita dapat menulis

[ ])(exp2

exp)0(2

NAm

pnZNn p

pNp

ββ =∑

= ∑ ∑

=

(5.114)

Dengan demikian kiuta dapat menulis

[ ] [ ]∑=

−+

+

++−=N

NNNNN ZZBNBNZ

0

)0()0(2expexp βµβµ , atau

[ ]∑=

+++

+

−++−+=N

NN NNANABN

NBZ

N 0

)()(2expln1ln1 βββµβµ (5.115)

Page 112: mekanika statistik

122

Dalam penjumlahan di atas akan ada saku suku yang memberi kontirubusi terbesar. Nilai total

penjumlahan kira-kira sama dengan nilai suku dengan kontribusi terbesar tersebut. Misalkankan

yang memberikan kontribusi terbesar adalah ++ = NN maka

[ ])()(2expln1ln1++

+ −++−+≈ NNANANBN

BZN N βββµβµ

NNNANANBB )()(2 ++

+ −++−+≈

βββµβµ (5.116)

Setelah mengetahui +N maka magnetisisai per satuan volum adalah

VNNM )2( −

=+

µ (5.117)

Agar +N merupakan nilai yang member kontribusi terbesar maka harus dipenuhi

0)()(2=

−++−∂∂ ++

+

+ NNNANANB

Nβββµ

0)()(2 =∂−∂

+∂

∂+− +

+++

NNNA

NNAB βββµ

0)()()(2 =

−∂−∂

−∂

∂+− +

+++

NNNNA

NNABµ (5.118)

Sekarang kita definisikan

NNANkTv

∂∂

=)()( (5.119)

Maka

+

++

∂∂

=NNANkTv )()(

Page 113: mekanika statistik

123

)()()( +

++

−∂−∂

=−NNNNANNkTv

Dengan demikian

0)()(2 =−−+− ++ NNkTvNkTvBµ

atau

[ ] BNNvNvkT µ2)()( =−− ++ (5.120)

Energi Fermi N system yang tidak memiliki spin pada suhu O K adalah

mVNNF 2

3)0,(23/22

=

πε

Pada suhu T yang memenuhi )(NkT Fε<< , bentuk aproksimasi untuk energy Fermi adalah

−=

22

)0,(121)0,(),(

NkTNTN

FFF ε

πεε

Untuk fermion yang memiliki spin maka kita dapat melakukan pendekatan ),2()( TNNkTv Fε= .

Dengan demikian,

[ ] ),22(),2()()( TNNTNNNvNvkT FF ++++ −−=−− εε

−−−

−=

++

++

2222

)0,22(121)0,22(

)0,2(121)0,2(

NNkTNN

NkTN

FF

FF ε

πεε

πε

−−−−=++

++ )0,22(1

)0,2(1)(

12)0,22()0,2( 2

2

NNNkTNNN

FFFF εε

πεε (5.121)

Karena 3/2)0,( NNF αε = maka

Page 114: mekanika statistik

124

( ) ( )[ ]3/23/2 222)0,22()0,2( ++++ −−=−− NNNNNN FF αεε

−−

= ++

3/23/23/2 222

NN

NNNα

−−−

+−= ++

3/23/23/2 121112

NN

NNNα

( ) ( )[ ]3/23/23/2 11 rrN −−+=α

( ) ( )[ ]3/23/2 11)0,( rrNF −−+= ε (5.122)

( ) ( ) 3/23/2 221

21

)0,22(1

)0,2(1

++++ −−=

−−

NNNNNN FF ααεε

( ) ( ) 3/23/23/23/2 11

11

rNrN −−

+=

αα

( ) ( ) 3/23/2 1)0,(1

1)0,(1

rNrN FF −−

+=

εε (5.123)

Substitusi persamaan (5.122) dan (5.123) ke dalam (5.120) maka

[ ] ( ) ( )[ ]3/23/2 11)0,()()( rrNNNvNvkT F −−+=−− ++ ε

( ) ( )B

rNrNkT

FF

µεε

π 21)0,(

11)0,(

1)(12 3/23/2

22

=

−−

+−

atau

( ) ( ) ( ) ( )[ ])0,(

211)0,(12

11 3/23/222

3/23/2

NBrr

NkTrr

FF εµ

επ

=+−−

−−−+ (5.124)

Page 115: mekanika statistik

125

Sekarang kita tinjau beberapa kasus khusus

a) Kasus Khusus I, T = 0

Pada suhu T = 0 maka

( ) ( ))0,(

211 3/23/2

NBrr

Fεµ

=−−+ (5.125)

Untuk )0,(2 NB Fεµ << maka 1<<r sehingga

( ) rr3211 3/2 +≈+

( ) rr3211 3/2 −≈−

Dengan demikian

)0,(2

34

NBr

Fεµ

= atau

)0,(23

NBr

Fεµ

= (5.126)

Tetapi

12−= +

NNr

NrN )1(2 +=+

rNNNrNNNNN =−+=−=−=∆ +−+ )1(2

Momen magnetic total

Page 116: mekanika statistik

126

NNBNrN

Ftot )0,(2

3 2

εµµµµ ==∆=

Magnetisasi

vNB

VN

NB

VM

FF

tot

)0,(23

)0,(23 22

εµ

εµµ

===

Susseptibilitas

vNdBdM

F )0,(23 2

εµχ == (5.127)

b) Kasus Khusus II

Untuk kasus khusus berikutnya kita lihat kondisi )0,(0 NkT Fε<<< dan )0,(NB Fεµ << . Kita

mulai dari persamaan (5.124) yang dapat diaproksimasi menjadi

)0,(2

321

321

)0,(12321

321

22

NBrr

NkTrr

FF εµ

επ

+−

−−

+

)0,(2

34

)0,(1234

22

NBr

NkTr

FF εµ

επ

)0,(2

)0,(121

34

22

NB

NkTr

FF εµ

επ

+

122

)0,(121

)0,(23

+≈

NkT

NBr

FF επ

εµ

Page 117: mekanika statistik

127

−≈

22

)0,(121

)0,(23

NkT

NB

FF επ

εµ

(5.128)

Mengingat rNN =∆ maka

Momen magnetic total

µµµ rNNtot =∆=

Magnetisasi

vr

VrN

VM tot µµµ

===

Susseptibilitas

−≈

==

222

)0,(121

)0,(23

NkT

vNvr

dBd

dBdM

FF επ

εµµχ (5.129)

c) Kasus II )0,(NkT Fε>>

Untuk kasus ini kita mulai dengan hubungan (5.29). Kita ambil aproksimasi pertama,

yaitu

VN

vz

33 λλ=≈

VNe Nv

3)( λ=

=

VNNv

3

ln)( λ (5.130)

Page 118: mekanika statistik

128

[ ] BNNvNvkT µ2)()( =−− ++

rNN

=−+ 12

NNr +=+

21

)1(2

rNN +=+

)1(2

)1(2

rNrNNNN −=+−=− +

+=

+=

= +

+ vr

VNr

VNNv

2)1(ln2/)1(lnln)(

333 λλλ

−=− + v

rNNv2

)1(ln)(3λ

sehingga

−−

+=−− ++ v

rv

rNNvNv2

)1(ln2

)1(ln)()(33 λλ

−+

=rr

11ln (5.131)

Dengan demikian persamaan (5.120) dapat ditulis

BrrkT µ2

11ln ≈

−+

−+

kTB

rr µ2exp

11

Page 119: mekanika statistik

129

≈+

kTBr

kTBr µµ 2exp2exp1

12exp2exp1 −

=

+

kTB

kTBr µµ

+

=

kTB

kTB

µ

2exp1

12exp

+

−−

×

=

kTB

kTB

kTB

kTB

kTB

kTB

µµ

µµ

µ

µ

expexp

expexp

exp

exp

=

kTBµtanh (5.132)

Kalau )0,(NkT Fε>> maka BkT µ>> sehingga tanh dapat diaproksimasi sebagai berikut

kTB

kTBr µµ

= tanh (5.133)

Mengingat rNN =∆ maka

Momen magnetic total

µµµ rNNtot =∆=

Magnetisasi

vr

VrN

VM tot µµµ

===

Page 120: mekanika statistik

130

Susseptibilitas

kTvdBdM 2µχ == (5.134)

Page 121: mekanika statistik

79

Bab 5 Gas Fermi Ideal

Untuk melihat salah satu aplikasi mekanika statistik mari kita membahas gas fermi ideal.

Gas fermi ideal adalah kumpulan fermion bebas. Tidak ada interaksi antar fermion.

Kalian dapat membandingkan dengan gas ideal klasik di mana antar partikel gas tidak

ada interaksi. Kita mulai dari ungkapan fungsi grand partisi untuk fermion, yaitu

( )∏ −+=i

GizeZ βε1 (5.1)

dengan

kTez /µ= (5.2)

Seperti dibahas dalam Bab 14, fungsi grand partisi dapat juga ditulis dalam bentuk

kTPVG eZ /= sehingga

GZkTPV ln= ( )∏ −+=

i

ize βε1ln ( )izei

βε−+=∑ 1ln (5.3)

Untuk menentukan secara eksplisi fungsi grand partisi pada persamaan (5.3)

kita mengganti tanda penjumlahan dengan integral terhadap variable momentum. Untuk

maksud tersebut, terlebih dahulu kita ubah ungkapan diskrit menjadi kontinu sebagai

berikut

mp

i 2

2

→ε

∫∑ → dpphV

i

23 4(...)(...) π (5.4)

Page 122: mekanika statistik

80

Dengan menggunakan (5.4) maka (5.3) menjadi

( )∫∞

−+=0

2/23

2

1ln4 dpzeph

VkTPV mpβπ (5.5)

Jumlah rata-rata system

GZkTN lnµ∂∂

=

∂∂

=kTPVkT

µ

( )

+∂∂

= ∫∞

0

2/23

2

1ln4 dpzeph

VkT mpβπµ

(5.6)

Berdasarkan persamaan (16.2) kita dapat menulis

zkTz

ze

kTzz kT

∂∂

=∂∂

=∂∂

∂∂

=∂∂ /1 µ

µµ (5.7)

Dengan demikian, jumlah rata-rata system dapat ditulis sebagai

( )

+

∂∂

= ∫∞

0

2/23

2

1ln4 dpzeph

VzkT

zkTN mpβπ

( )∫∞

−+∂∂

=0

2/23

2

1ln4 dpzez

phVz mpβπ

∫∞

+

=0

2/2/

23

2

2

114 dpe

zep

hVz mp

mpβ

β

π

Page 123: mekanika statistik

81

∫∞

+=

02/

2/2

3 2

2

14 dp

zezep

hV

mp

mp

β

βπ

∫∞

− +=

02/1

23 1

142 dp

ezp

hV

mpβ

π (5.8)

Dari semua penjelesan di atas kita merangkum dua persamaan utama, yaitu

( )∫∞

−+=0

2/23

2

1ln4 dpzephkT

P mpβπ (5.5)

∫∞

− +==

02/1

23 1

1412 dp

ezp

hVN

v mpβ

π (5.8)

Agar lebih sederhana, mari kita definisikan panjang gelombang termal sebagai

berikut

mkT

22 πλ = (5.9)

Dengan definisi (5.9) maka persamaan (5.5) dan (5.8) dapat ditulis dalam bentuk yang

lebih sederhana sebagai berikut

)(12/53 zf

kTP

λ= (5.10)

)(112/33 zf

v λ= (5.11)

di mana

( )∫∞

−+=0

22/5 1ln4)( dxzexzf x

π (16.12)

Page 124: mekanika statistik

82

)()( 2/52/3 zfz

zzf∂∂

=

∫∞

− +=

01

2

14

2 dxezx

xπ (5.13)

Untuk z yang sangat kecil maka )(2/3 zf pada persamaan (5.13) dapat

diuraikan dalam deret Taylor di sekitar z = 0. Uraian tersebut adalah

...)(21)()0()( 2

02/32

2

02/32/32/3 +

∂∂

+

∂∂

+===

zzfz

zzfz

fzfzz

...432 2/3

4

2/3

3

2/3

2

+−+−=zzzz (5.14)

Sebaliknya, pendekatan untuk z yang besar dilakukan proses berikut ini. Kita

definisikan kT/µν = . Karena TVN

A,

∂∂

=µ maka

TVNA

kT ,

1

∂∂

=ν (5.15)

νµ eez kT == / (5.16)

Dengan demikian )(2/3 zf dapat ditulis sebagai

∫∞

− +=

0

2

2/31

4)( 2 νπ xexdxzf (5.17)

Selanjutnya kita ganti variable yx =2 sehingga yx = dan dyydx 2/1

21 −= . Dengan

demikian persamaan (5.17) mengambil bentuk

Page 125: mekanika statistik

83

∫∞

−−

+

=

0

2/12/3 12

14)( νπ yeydyyzf

dye

yy∫

− +=

0

2/1

12

νπ (5.18)

Untuk menyelesaikan integral pada persamaan (5.18) secara parsial dan diperoleh

( )∫∞

−∞

+−−

+

=0

22/3

0

2/3

2/313

2213

22)(ν

ν

ν ππ y

y

y eedyy

eyzf (5.19)

Suku pertama di ruas kanan persamaan (5.19) adalah nol sehingga

( )∫∞

+=

02

2/3

2/313

4)( dye

eyzfy

y

ν

ν

π (5.20)

Selanjutnya kita uraikan 2/3y dalam deret Taylor di sekitar v dan didapat

...)(83)(

23 22/12/12/32/3 +−+−+= − ννννν yyy (5.21)

Dengan demikian

( )∫∞

+−+−+

+=

0

22/12/12/322/3 ...)(

83)(

23

134)( νννννπ ν

ν

yye

edyzfy

y

Kita definisikan xy =−ν sehingga dxdy = dan batas integral menjadi dari ν−=x

sampai ∞=x . Jadi

( )∫∞

+++

+=

ν

νννπ

dxxxe

ezfx

x

...83

23

134)( 22/12/12/3

22/3

Page 126: mekanika statistik

84

( ) dxxxe

ex

x

+++

+

−= −

∞−

∞−∫∫ ...

83

23

134 22/12/12/3

2 νννπ

ν

( )∫∞

∞−

+++

+= dxxx

ee

x

x

...83

23

134 22/12/12/3

2 νννπ

( )∫−

∞−

+++

+−

ν

νννπ

dxxxe

ex

x

...83

23

134 22/12/12/3

2 (5.22)

Hasil integral suku kedua persamaan (5.22) memiliki orde ν−e yang dapat ditulis

)( ν−eO . Dengan demikian

( ) )(...83

23

134)( 22/12/12/3

22/3νννν

π−

∞−

− +

+++

+= ∫ eOdxxx

eezf

x

x

)(...83

23

34 2/1

22/1

12/3 νννν

π−− +

+++= eOIIIo (5.23)

dengan

( )∫∞

∞− += dx

eexI

x

xn

n 21 (5.24)

Fungsi ( )21+x

xn

eex merupakan fungsi genap sehingga untuk n ganjil, 0=nI .

Dengan hanya memperhitungkan n genap saja maka

( ) ( ) ( ) 11

121

)1(21

21 00

20

220 =

+−=

+

+=

+=

+=

∞∞∞∞

∞−∫∫∫ xx

x

x

x

x

x

eeeddx

eedx

eeI (5.25)

Untuk n > 0 kita dapat “mengakali” sebagai berikut

Page 127: mekanika statistik

85

( ) ∫∫ +=

+∂∂

−=−

=

∞ − n

u

n

x

n

n eudundx

exI

0

1

102

1

12

12

λλ

)()21)(2()!1( 1 nnn n ζ−−−= (5.26)

di mana )(nζ adalah fungsi zeta Riemann. Beberapa nilai )(nζ adalah

6)2(

2πζ = , 90

)4(4πζ = , dan

945)6(

6πζ =

Substitusi kembali zv ln= ke dalam persamaan (5.23) maka diperoleh

( ) ( ) )(...ln8

ln3

4)( 12/12

2/32/3

−− +

++= zOzzzf π

π (5.27)

Grafik )(2/3 zf sebagai fungsi z diiliustrasikan pafa Gambar 5.1 berikut ini.

Gambar 5.1 Grafik f3/2(z) sebagai fungsi z

Sekarang kita tinjau sifat assembli fermion pada beberapa kondisi ekstrim.

z

f3/2(z)

z

f3/2(z)

Page 128: mekanika statistik

86

a) Suhu tinggi dan kerapatan fermion rendah

Pada suhu tinggi laju partikel sangat besar sehingga panjang gelombang de

Broglie sangat kecil. Pada kerapatan rendah jarak antar partikel sangat besar sehingga

volum yang ditempati per partikel besar. Akibatnya pada kondisi suhu tinggi dan

kerapatan fermion rendah terpenuhi

03

→vλ .

Tetapi )(2/3

3

zfv=

λ sehingga pada kondidi sini 0)(2/3 →zf . Berdasarkan Gbr. 5.1,

0)(2/3 →zf mandakan 0→z . Dengan demikian, berdasarkan persamaan (5.27) kita

dapat melakukan aproksimasi )(2/3 zf pada 0→z , yaitu

2/3

2

2/3 2)( zzzf −≈

atau

2/3

23

2zz

v−≈

λ (5.28)

Untuk mencari z kita lakukan operasi rekursif sebagai berikut. Dari persamaan di atas,

2/3

23

2z

vz +≈

λ (5.28a)

Pendekatan pertama untuk z adalah hanya mengambil suku pertama saja, yaitu

vz

3

Nilai 1z disubstitusikan pada z dalam persamaan (5.28a) untuk mendapatakan

pendekatan yang lebih teliti untuk z, yaitu

Page 129: mekanika statistik

87

2/3

21

3

2z

vz +≈

λ

2/3

233

2)/( v

vλλ

+≈ (5.29)

Selanjutnya kita mendapatkan jumlah rata-rata system pada keadaan energi ke-i, yaitu

i

i

zezeni βε

βε

+=

1 (5.30)

Mengingat kT/1−=β dan ketika ∞→T terjadi 1<<izeβε maka

kTi

iii

ev

zezen /3

01εβε

βε λ −

==

+≈ (5.31)

yang merupakan distribusi Maxwell-Boltmann (partikel klasik). Ini berarti pada suhu

tinggi dan kerapatan rendah fermion berperilaku sebagai partikel klasik. Ketika

membahas fermion pada suhu tinggi dan kerapatan rendah sebenarnya kita dapat

langsung menggunakan statsitik klasik, yaitu Maxwell-Boltzmann, untuk menghindari

kerumitan statistik Fermi-dirac.

Persamaan keadaan dapat diperoleh sebagai berikut

)(1)(12/332/53 zf

zzzf

kTP

∂∂

==λλ

−+−= ...

3211

2/1

2

2/13

zzzλ

−+−= ...

321

2/1

3

2/1

2

3

zzzλ

atau

Page 130: mekanika statistik

88

−+−= ...

3)/(

2)/()/( 2/1

33

2/1

233

3

vvvvkTPv λλλ

λ

v

3

2/5211 λ

+≈ (5.32)

Suku kedua di sebalah kanan sangat kecil sehingga praktis 1≈kTPv yang merupakan

persamaan keadaan gas ideal klasik.

b) Suhu rendah dan kerapatan fermion tinggi

Untuk kondisi ini berlaku 1/3 >>vλ sehingga kita dapat menggunakan

aproksimasi

( ) ( ) )(...ln8

ln3

4)( 12/12

2/32/3

−− +

++= zOzzzf π

π (5.27)

Ambil satu suku saja di ruas kanan sebagai aproksimasi dan samakan dengan v/3λ ,

sehingga

( ) 2/33

ln3

4 zv πλ

atau

3/23

43ln

vz λπ (5.33)

Mengingat Feez βεβµ −− == maka

3/23

43

≈−

vFλπβε (5.34)

Page 131: mekanika statistik

89

Tetapi 2/12

=

mkTπλ sehingga

=

mkTvvkTF ππλπε 2

43

43

3/2

2

3/2

atau

3/2

432

vmFππε (5.35)

Jumlah sistem yang menempati keadaan energi ke-i adalah

11

11

)(1 +=

+= −− iFi eez

ni εεββε (5.36)

Jika Fi εε < maka ketika 0→T atau −∞→β terjadi 1≈in . Sebaliknya jika

Fi εε > maka ketika 0→T atau −∞→β terjadi 0≈in .

Berikutnya kita akan bahas beberapa aplikasi rill statistik Fermi-Dirac.

Page 132: mekanika statistik

131

Bab 6 Model Ising

Dalam model Ising, assembli dipandang sebagai sebagai susunan teratur dari N system

pada posisi tetap. Penyusunan system-sistem tersebut membentuk kisi-kisi Kristal. Bentuk kisi

bisa berupa kisi linier (1D), bujur sangkar, persegi panjang, atau segitiga (2D), simple cubic, face

centered cubic, hexagonal, dll (3D). Tiap titik kisi berkaitan dengan salah satu dari dua keadaan

yang disimbolkan dengan +1 dan -1. Jika variable yang menyatakan keadaan kisi ke-i asalah is

maka is hanya boleh miliki nilai -1 atau +1. Dalam bahan feromagneti, keadaan dengan is =+1

berkaitan dengan spin up dan keadaan dengan is =-1 berkaitan dengan spin down. Kumpulan

is menentukn keadaan assembli.

Misalkan energy interaksi keadaan ke-i dank e-j adalah ijε− dan energy interaksi antara

keadaan ke-I dengan medan magnetic B adalah iBsµ− maka energy assembli pada konfigurasi

memenuhi

∑∑ −−=i

iji

iiiji sBsssE µε, (6.1)

a) Jika dianggap bahwa hanya interaksi antara dua tetangga terdekat saja yang dominan, yaitu

dua system yang berhubungan langsung, maka energy interaksi dapat ditulis

∑∑ −−=i

iij

iiiji sBsssE µε (6.2)

Page 133: mekanika statistik

132

Di mana symbol ∑ij

menyetakan penjumlahan dilakukan hanya dengan memperhitungkan

tetangga terdekat saja.

b) Jika dianggap bahwa interaksi antara dua tetangga terdekat sama, tidak bergantung pada

lokasi di mana dua system terdekat berada maka εε =ij untuk semua I dan j. Dengan demikian

kita bisa sederhakan lebih lanjut

∑∑ −−=i

iij

iii sBsssE µε (6.3)

Berapakah jumlah suku dalam penjumlahan di sebelah kiri persamaan (6.3)? Misalkan

jumlah tetangga terdekat adalah γ. Untuk setiap nilai i ada sebanyak γ buah nilai j yang

merupakan tetangga terdekat. Karena ada N buah indeks i maka jumlah indeks j yang menjadi

tetangga terdekat adalah Nγ . Tetapi perhitungan semacam ini akan menyebabkan dua kali

conting sehingga jumlah suku sebenarnya dalam penjumlahan di atas hanyalah 2/Nγ .

Contog nilai γ untuk beberapa penyusunan adalah

Kisi bujur sangkar, γ =4

Kisi simple cubic, γ =6

Kisi body centered cubic, γ =8

Kisi hexagonal closed packing , γ =12

Sekarang kita tinjau kasus khusu, yaitu untuk 0>ε yang berkaitan dengan bahan

ferromagnetic. Fungsi partisi adalah

Page 134: mekanika statistik

133

( ) [ ]∑∑∑=Ns

iss

sETBZ βexp...,21 (6.4)

Pada persamaan (17.4) tiap variable is mengambil nilai -1 dan +1. Karena ada N buah tanda

sumasi maka jumlah suku dalam penjumlahan fungsi partisi adalah N2 buah. Energi bebas

Helmholtz adalah

),(ln),( TBZkTTBA −= (6.5)

Ada cara lain untuk menentukan fungsi partisi secara lebih mudah. Misalkan

+N = jumlkah spin up

+− −= NNN = jumlkah spin down

Akan muncul tiga jenis pasangan antar spin, yaitu up-up (++), down-down (--) and up-down(+-).

Pasangan (--) dan (++) menyumbang energy yang sama besarnya, sedangna pasangan (-+)

menyumbang energy yang berlawanan tanda. Energi total assembli dapat ditentukan dengan

menenentukan jumlah pasangan (--), (++), dan (+-). Misalkan jumlah pasangan-pasangan yang

adalah

Pasangan (++): ++N

Pasangan (--): −−N

Pasangan (+-): −+N

Untuk menentukan jumlah masing-masing pasangan tersebut, mari kita lihat skema pada Gbr.

6.1. Tiap ketemu satu spin up, kita tarik garis ke tetangga terdekat.

a) Tiap ketemu satu spin down kita tidak membuat garis ke tetangga terdekatnya

b) Akibatnya, pasangan up-up akan dihubungkan oleh dua garis

c) Pasangan up-down dihubungkan oleh satu garis

d) Pasangan down-down tidak dihubungkan oleh garis

Page 135: mekanika statistik

134

e) Karena tiap satu spin up menghasilkan γ buah garis (jumlah tetangga terdekat) maka jumlah

garis yang dibuat adalah +Nγ . Garis tersebut akan terbagi menjadi dua buah penghubungn

up-up dan satu buah penghubung up-down. Jadi akan terpenuhi hubungan

−++++ += NNN 2γ (6.6)

Gambar 6.1 Skema menentukan jumlahan pasangan spin up dan down dengan menarik satu garis

keluar dari spin up dan tidak menarik garis keluar dari spin down.

Selanjutnya kita balik aturan penggambaran di atas dengan aturan seperti diilustrasikan pada gbr.

6.2.

a) Tiap ketemu satu spin down, kita tarik garis ke tetangga terdekat.

b) Tiap ketemu satu spin up kita tidak membuat garis ke tetangga terdekatnya

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

Page 136: mekanika statistik

135

c) Akibatnya, pasangan down-down akan dihubungkan oleh dua garis

d) Pasangan up-down dihubungkan oleh satu garis

e) Pasangan up-up tidak dihubungkan oleh garis

f) Karena tiap satu spin down menghasilkan γ buah garis (jumlah tetangga terdekat) maka

jumlah garis yang dibuat adalah −Nγ . Garis tersebut akan terbagi menjadi dua buah

penghubungn down-down dan satu buah penghubung up-down. Jadi akan terpenuhi

hubungan

Gambar 6.2 Skema menentukan jumlahan pasangan spin up dan down dengan menarik satu garis

keluar dari spin down dan tidak menarik garis keluar dari spin up.

−+−−− += NNN 2γ (6.7)

Di samping itu karena jumlah total spin adalah N maka

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

Page 137: mekanika statistik

136

NNN =+ −+ (6.8)

Dari tiga persamaan di atas kita dapatkan persamaan berikut ini

+++−+ −= NNN 2γ (6.9)

+− −= NNN (6.10)

+++−− −+= NNNN λγ2 (6.11)

NNNNNNssij

ji 224 γγ +−=−+= +++−+−−++∑

(6.12)

NNNNsi

i −=−= +−+∑ 2 (6.13)

Dengan demikian, energy assembli dapat ditulis

( ) NBNBNNNE

−−−+−= ++++++ µεγµεγε

2124),(

(6.14)

Fungsi partisi selanjutnya dapat ditulis

∑∑++

++

+

+ −+++

=

−−−=N

NN

N

NBBNTBA eNNgeee βεµεγβµεγββ 4

0

)(2)2/(),( ),( (6.15)

Dengan ),( +++ NNg adalah jumlah konfigurasi yang berkaitan dengan +N dan ++N tertentu.

Penjumlahan di atas sangat sulit untuk dikerjakan. Penjumlahan baru dapat dilakukan jika

kita mengetahui bentuk eksplisit dari ),( +++ NNg .Yang dapat dilakukan sekarang adalah

melakukan sejumlah pendekatan. Kita akan membahas sejumlah aproksimasi yang sudah

diperkenalkan orang sejak lama.

Page 138: mekanika statistik

137

Aproksimasi Bragg-Williams

Tampak pada fungsi partisi pada persamaan (6.15), energy assembli tidak bergantung secara

eksplisit pada distrubusi spin up dan spin down, tetapi hanya bergwnatung pada berapa jumlah

spin up dan berapa pasangan spin up-up. Di mana letak spin up tersebut tidak menentukan

energy konfigurasi. Di sini kita perkenalkan dua buah besaran, yaitu NN /+ dan )2//( NN γ++ .

Perhitungan besaran pertama akan memperhatikan seluruh lokasi dalam assembli, yaitu

menghitung semua spin up dalam seluruh ruang assembli. Besaran tersebut mengukur

keteraturan munculnya spin up pada seluruh ruang assembli. Besaran tersebut sering dinamakan

“long-range order”. Sebalinya, besaran kedua hanya mempertingangkan pasangan-pasangan

tetanga terdekar. Besaran tersebut merepresentesikan keteraturan local, yaitu bagaimana

terbentuknya spin up-spin up pada wilayah yang sangat kecil, yaitu tatangga terdekat. Oleh

karena itu besaran tersebut dinamakan “short-range order”.

Kita definisikan parameter “long-range order”, L dan “short-range order”, σ , sebagai

berikut

)1(21

+=+ LNN , )11( +≤≤− L (6.16)

)1(21

)2/(+=++ σ

γ NN , )11( +≤≤− σ (6.17)

Dengan pengenalan parameter ini maka kita peroleh

)122()2/( +−=∑ LNssij

ji σγ (6.17)

NLsi

i =∑ (6.18)

Energi per spin menjadi

BLLNE µσεγ −+−−= )122)(2/(

(6.19)

Page 139: mekanika statistik

138

Menurut aproksimasi Bragg-Williams, terbentunya “short-range order” adalah akibat dari

“long-range order”. Ada hubungan langsung antara short-range order dan long-range order.

Hungungan tersebur adalah

2

2/

= +++

NN

NNγ (6.20)

Dengan aproksimasi ini maka

2

)1(21)1(

21

+=+ Lσ

Atau

1)1(21 2 −+= Lσ

(6.21)

Energy per spin menjadi

BLLNE µεγ −−= 2)2/(

(6.22)

Fungsi partisi akhirnya menjadi

∑ +−=

is

BLLNeTBZ )2/( 2

),( µεγβ

(6.23)

Penjumlahan terhadap is dapat diganti dengan penjumlahan terhadap L dari -1 sampai

+1. Nilai L ditentukan oleh +N . Jumlah kedanaan yang berkaitan dengan satu nilai L sama

dengan jumlah cara mengambil +N dari sejumlah N spin yang tersedia. Jumlah cara tersebut

adalah

]!2/)1([]!2/)1([!

)!(!!

LNLNN

NNNN

−+=

− ++

Dengan demikian,

Page 140: mekanika statistik

139

∑+

−=

+−

−+=

1

1

)2/( 2

]!2/)1([]!2/)1([!),(

L

BLLNeLNLN

NTBZ µεγβ

(6.24)

Pada penjumlahan di atas, ada satu suku yang sangat dominan. Misalkan suhu dominan tersebut

berkaitan dengan LL = , maka

)2/( 2

]!2/)1([]!2/)1([!),( LBLNe

LNLNNTBZ µεγβ +−

−+≈

)2/( 2

]!2/)1([]!2/)1([!ln),(ln LBLNe

LNLNNTBZ µεγβ +−

−+≈

(6.25)

Dengan pendekatan Stirling kita peroleh

NNLLLLLBLTBZ

N!ln

21ln

21

21ln

21

2),(ln1 2

+

−−−

++−

+−≈ µεγβ

(6.26)

Karena L memberikan nilai kmaksimum pada fungsi partisi maka

02

1ln2

12

1ln2

12

),(ln1 2

=

−−−

++−

+−

∂∂

≈∂∂ LLLLLBL

LTBZ

NLµεγβ

yang memberikan solusi

LLL βεγβµ 22

11ln −−=+−

Atau

+=

kTL

kTBL εγµtanh (6.27)

Jika medan yang direpakan nol maka

=

kTLL εγtanh (6.28)

Page 141: mekanika statistik

140

Yang memiliki solusi

>=

1,

1,0

kTL

kTLo

εγ

εγ

(6.29)

Dengan mendefinisikan cTk =/εγ yang dinamakan suhu kritis maka

<±>

=co

c

TTLTT

L,,0

(6.30)

Aproksimasi Bethe-Pielrs

Salah satu langkah yang cukup drastis dalam aplroksimasi Bragg-Williams adalah

melakukan pendekatan

2

2/

= +++

NN

NNγ

Pendekatan ini menyatakan bahwa terbentuknya pasangan spin up-up ditentukan oleh jumlah

titik yang memiliki keadaan spin up. Pendekatan ini cukup kasar, seperti dapat dilihat pada Gbr.

6.3. Pada gambar kiri dan kanan +N sama banyaknya sehingga 2)/( NN+ juga sama. Tetapi ++N

pada gambar kiri lebih banyak daripada pada gambar kanan sehingga )2//( NN γ++ pada gambar

kiri lebih besar nilainya. Ini menunjukkan bahwa aproksimasi Bragg-Williams masih sangat

kasar.

Page 142: mekanika statistik

141

Gambar 6.3 Ilustrasi yang memperlihatkan bahwa aproksimasi Bragg-Willims masih kurang

teliti.

Aproksimasi Bethe-Pierls memperbaiki ketelitian aprokasimasi Bragg-Williams.

Langkah yang diterapkan sebagai berikut.

a. Mengambil satu bagian kecil saja dari kisi besar untuk dianalisa lebih detail.

b. Menghitung secara eksak pembentukan pasangan spin dalam bagian kecil tersebut.

c. Sisa kisi lainnya (sebagian besar) dipandang sebagai latar belakang.

-+

- - -

++

+++

+++

- - - ----

+ - -

++

+

+

+

++

- ---

-- +

-- -

Page 143: mekanika statistik

142

Langkah ini sangat mirip dengan saat menghitung medan listrik polarisasi dalam bahan

dielektrik dengan menggunakan metode Lorentz.

Sebagian kecil bahan dielektrik dipilih. Momen dipol dalam bagian yang dipilih tersebut

dipandang tersusun secara diskrit. Sisanya adalah latar belakang yang dipandang sebagai media

kontinu.

Untuk memudahkan penerapan aproksimasi Bethe-Pierls, kita tinjau kasus khusus di

mana medan magnet luar nol. Untuk memulai perumusan tersebut, mari kita lihat sebuah titik

kisi dengan keadaan spin s. Keadaan spin s memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu s = +1 untuk

spin up dan s = -1 untuk spin down. Titik kisi tersebut dihubungkan dengan γ tetangga terdekat.

Bagian kisiyang dihitungdengan teliti

Latar belakang

Page 144: mekanika statistik

143

Misalkan dari γ tetangga terdekat ada n buah yang memiliki spin up dan γ-n buah yang memiliki

spin down. Selanjutnya kita definisikan

),( nsP = probabilitas menemukan n tetangga terdekat dengan spin up dan γ-n buah

tetangga terdekat dengan spin down jika keadaan kisi di pusat adalah s.

Jadi,

a. ),1( nP + = probabilitas menemukan n pasangan (++) dan n−γ pasangan (+-)

b. ),1( nP − = probabilitas menemukan n pasangan (-+)dan n−γ pasangan (--)

c. Pada kondisi ),1( nP + energy material adalah

εγεγε )2()()(),1( −−=−×−−×−=+ nnnnE (6.31)

d. Pada kondisi ),1( nP − energy material adalah

εγεγε )2()()()(),1( nnnnE −−=+×−−−×−=− (6.32)

e. Jumlah cara menemukan n spin up dari γ tetangga terdekat adalah

1

2

3

4

s

γ

Page 145: mekanika statistik

144

=

− nnnγ

γγ

)!(!!

(6.33)

f. Dengan demikian, kita dapat menulis probabilitas ),1( nP + dan ),1( nP − sebagai berikut

kTnEen

nP /),1(),1( +−

∝+

γ

(6.34)

kTnEen

nP /),1(),1( −−

∝−

γ

(6.35)

g. Dengan memperkenalkan factor penormal qz n / maka

εγβγ )2(),1( −−

=+ n

n

enq

znP (6.36)

εγβγ )2(),1( nn

enq

znP −−

=−

(6.37)

Pada hubungan di atas q adalah bilangan penormalisasi sedangan nz adalah parameter yang

memperhitungkan efek latar belakang.

Perhatikan

∑=

0),1(

nnP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin up untuk

semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya.

∑=

−γ

0),1(

nnP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin down untuk

semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya.

Jadi

Page 146: mekanika statistik

145

∑∑==

−++γγ

00),1(),1(

nnnPnP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin

apa saja (apakah up atau down) untuk semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya.

Nilai tersebut jelas sama dengan satu.

Dengan demikian

1),1(),1(00

=−++ ∑∑==

γγ

nnnPnP

10

)2(

0

)2( =

+

∑∑=

=

−−γ

εγβγ

εγβ γγ

n

nn

n

nn

enq

zenq

z

yang dapat disusun ulang menjadi

∑∑=

=

+

=

γβγεβε

γβγεβε γγ

0

2

0

2

n

nn

n

nn ezen

ezen

q

( ) ( )∑∑=

=

+

=

γβεβγε

γβεβγε γγ

0

2

0

2

n

n

n

n zen

ezen

e

( ) ( )γβεβγεγβεβγε 22 11 zeezee +++= −−

( ) ( )γβεβεγβεβε zeezee +++= −− (6.38)

Dari pernyataan bahwa

∑=

0),1(

nnP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin up untuk

semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya

maka jelaslah bahwa

Page 147: mekanika statistik

146

21),1(

0

LNNnP

n

+==+ +

=∑γ

(6.39)

Dari definisi

),1( nP + = probabilitas menemukan n pasangan (++) dan n−γ pasangan (+-)

maka kita dapatkan

a. ),1( nnP + = jumlah spin up-up jika kisi di tengah memiliki spin up

b. ),1( nPn+

γ = probabilitas menemukan spin up-up jika kisi di tengah memiliki spin up

Dan

∑=

γ0),1(

nnPn = probablitas menemukan spin up-up dalam kisi

21

2/σ

γ+

== ++

NN

(6.40)

Yang kita lakukan dengan aproksimasi Bethe-Pierls sebagai berikut

a. ∑=

0),1(

nnP = kemungkinan mendapatkan spin up di tengah

b. ∑=

γ0),1(

nnPn = kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga jika di tengah berada pada

keadaan spin up

c. ∑=

−γ

γ0),1(

nnPn = kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga jika di tengah berada pada

keadaan spin down

d. ∑=

−++

γ

γγ0),1(),1(

nnPnnPn = kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga jika di tengah

berada pada keadaan spin apa saja

Page 148: mekanika statistik

147

Karena titik kisi yang berada di tengah dapat dipilih titik kisi mana saja maka haruslah

Kebolehjadian menemukan spin up di tengah sama dengan kemungkinan

menemukan spin up di tetangga,

Atau

∑∑==

−++=+

γγ

γγ00),1(),1(),1(

nnnPnnPnnP

( ) [ ]∑=

− −++=+γ

γβεβε

γ 0),1(),1(1

nnnPnnPzee

(6.41)

Dapat ditunjukkan bahwa

),1(),1( nPz

znnP +∂∂

=+ (6.42)

),1(),1( nPz

znnP −∂∂

=− (6.43)

Jadi

( ) [ ]∑=

− −++∂∂

=+γ

γβεβε

γ 0),1(),1(1

nnPnP

zzzee

( ) ( ) ( ) γβεβεγβεβεγβεβε

γzeezee

zzzee +++∂∂

=+ −−− 1

( ) ( ) ( ) βεγβεβεβεγβεβεγβεβε γγγ

ezeeezeezzee 11 −−−−−− +++=+

( ) ( ) ( ) βεγβεβεβεγβεβεγβεβε ezeeezeezzee 11 −−−−−− +++=+

++

+=+−

−−− βε

γ

βεβε

βεβεβεβεβε e

zeezeeezzee

1

Page 149: mekanika statistik

148

βεγ

βεβε

βεβεβεβεβε e

zeezeezzezee

1−

−−−

++

+=+

1

1−

++

βεβε

βεβε

zeezeez

Atau

1−

++

βεβε

βεβε

zeezeez

1

2

21−

++

βε

βε

ezze

(6.44)

Dapat ditunjukkan pula bahwa

11

+−

= x

x

zzL

(6.45)

Dengan

1−=γγx

(6.46)

)1)(1(2

2

2

xzzez

++= βεσ

(6.47)

Beberapa solusi

Z=1 adalah solusi persamaan (6.41), sebab

1

2

2

111

++

βε

βε

ee

Jika disubstitusi zz /1→ maka

Page 150: mekanika statistik

149

1

2

2

)/1()/1(11

+

+=

γ

βε

βε

ezez

z

1

2

2

1

++

βε

βε

zeez

Atau

1

2

21−

++

βε

βε

ezzez

Hasil di atas menyimpulkan bahwa jika z adalah solusi maka 1/z juga merupakan solusi.

Kemiringan kurva

1

2

21)(−

++

βε

βε

ezzezf

pada z = 1 adalah

22

4

)1()1)(1(

βε

βεγ−

+−−

=eem

(6.48)

Jika m < 1 maka solusi hanya z = 1. Jika m > 1 maka solusi adalah zo dan 1/zo. Nilai m = 1

adalah keadaan kritis. Kita definisikan temperature kritis yaitu temperature ketika m = 1, yang

memenuhi

22

4

)1()1)(1(1 εβ

εβγc

c

ee−

+−−

=

Atau

2/2/4 )1()1)(1( cc kTkT ee εεγ +=−− (6.49)

Solusi dari persamaan (6.49) adalah

Page 151: mekanika statistik

150

[ ])1/(ln2

−=

γγε

ckT (6.50)

Model Ising Satu Dimensi

Sekarang kita bahas kasus yang sangat khusus yaitu model Ising satu dimensi di mana

titik-titik kisi disusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Model ini menjadi menarik karena

memiliki solusi analitik yang cukup mudah dicari.

Kita misalkan jumlah titik kisi adalah N dan keadaan tiap titik kisi dinyatakan dengan variable

s1, s2, …, sN. Tiap keadaan memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu –1 dan +1. Unutk lebih

mudah, kita gunakan syarat batas periodik, yaitu

kNk ss += (6.51)

Jika dikenakan medan magnetik B maka energi kisi adalah

∑∑ −−= +k

kk

kki sBsssE µε 1

Pada penulisan bentuk energi di atas kita telah mengangap bahwa interaksi antar titik kisi hanya

terjadi antara tetangga terdekat saja, yaitu hanya dengan satu titik kisi di sebelah kiri dan satu

titik kisi di sebelah kanan. Dengan penggunaan syarat batas periodik maka kita memiliki

hubungan

s1 s2 s3 sNs1 s2 s3 sN

Page 152: mekanika statistik

151

∑∑ +=k

kk

k ss 1 (6.52)

( )∑∑ ++=k

kkk

k sss 121 (6.53)

sehingga kita dapat menulis

( )∑∑ ++ +−−=k

kkk

kki ssBsssE 11 21 µε (6.54)

Fungsi partisi assembli adalah

[ ]∑∑∑=Ns

iss

sEZ βexp...21

( )∑ ∑∑∑∑

+−−= ++

Ns kkk

kkk

ssssBss 11 )2/1(exp...

21

βµβε (6.55)

Untuk memudahkan penyelesaian persamaan di atas kita definisikan matrik 2 × 2, ℜ yang

memiliki elemen sebagai berikut

)'()2/1('' ssBssess +−−=ℜ βµβε (6.56)

dengan s dan s’ memiliki nilai –1 atau +1.Dengan definisi tersebut maka

Page 153: mekanika statistik

152

Be βµβε −−=+ℜ+ 11 (6.57)

Be βµβε +−=−ℜ− 11 (6.58)

βεe=−ℜ+ 11 (6.59)

βεe=+ℜ− 11 (6.60)

Dengan demikian

−ℜ−+ℜ−−ℜ++ℜ+

=ℜ11111111

=

−−

+−

)(

)(

B

B

eeee

µεββε

βεµεβ

(6.61)

Akhirnya kita dapat menulis fungsi partisi sebagai

( )[ ]∑∑∑ +−−=Nsss

ssBssZ 2121 )2/1(exp...21

βµβε

( )[ ] ( )[ ]43433232 )2/1(exp)2/1(exp ssBssssBss +−−×+−−× βµβεβµβε

( )[ ]11 )2/1(exp... ++ +−−× NNNN ssBss βµβε

∑∑∑ +ℜℜℜ=Ns

NNss

ssssss 13221 ......21

∑∑∑ ℜℜℜ=Ns

Nss

ssssss 13221 ......21

(6.62)

Page 154: mekanika statistik

153

Mengingat

1=∑ks

kk ss (6.63)

maka

∑ ℜ=1

11s

N ssZ

NTrℜ= (6.64)

Trace sebuah matriks tidak berubah jika jika dilakukan transformasi orthogonal pada

matriks tersebut. Untuk menentukan NTrℜ dengan mudah kita terlebih dahulu melakukan

transformasi orthogonal pada Nℜ sehingga menjadi diagonal. Transformasi yang dilakukan

adalah

( )NN AAAAAAAAAA +++++ ℜ=ℜℜℜ=ℜ ... (6.65)

di mana 1=+AA . Agar +ℜ AA N diagonal maka syarat yang cukup adalah +ℜAA diagonal.

Dalam bentuk diagonal tersebut maka elemen-elemen diagonal dari +ℜAA adalah energi eigen

dari ℜ , atau

=ℜ

++

λλ0

0AA (6.66)

dengan +λ dan −λ adalah energi-energi eigen dari ℜ . Dengan demikian kita akan mendapatkan

Page 155: mekanika statistik

154

NN AA

=ℜ

++

λλ0

0 (6.67)

Jadi persoalan kita tinggal mencari energi eigen dari ℜ . Untuk maksud ini, mari kita tulis

=ℜ

dbba

(6.68)

Nilai eigen dari ℜ ditentukan dengan memechakan persamaan berikut ini

=

yx

yx

λ

atau

0=

−yx

dbbaλ

λ (6.69)

Persaman (6.69) memiliki solusi jika determian matrix 2 x 2 nol, atau

0=−

−λ

λdb

ba

0))(( 2 =−−− bda λλ

atau

Page 156: mekanika statistik

155

0)()( 22 =−++− badda λλ (6.70)

Dengan membandingkan persamaan (6.61) dan (6.68) kita dapatkan hubungan

)( Bea µεβ +−=

βεeb =

)( Bed µεβ −−=

sehingga

)()( BB eeda µεβµεβ −−+− +=+ [ ] Beeee BB µβεβµβµβε cosh2 −−− =+=

βεµεβµεβ 2)()(2 eeebad BB −=− −−+− βεβεβε 2sinh222 −=−= − ee

Dengan demikian, persamaan (6.70) menjadi

02sinh2)cosh2(2 =−− − βελµλ βε Be (6.71)

Solusi untuk λ adalah

22sinh8cosh4cosh2 22

,βεµµ

λβεβε +±

=−−

−+

BeBe

22sinh2cosh2cosh2 22 βεµµ βεβεβε −−− +±

=eBeBe

[ ]βεµµ βεβε 2sinh2coshcosh 22 −− +±= eBBe (6.72)

Page 157: mekanika statistik

156

Dengan demikian

[ ]βεµµλ βεβε 2sinh2coshcosh 22 −−+ ++= eBBe (6.73)

[ ]βεµµλ βεβε 2sinh2coshcosh 22 −−− +−= eBBe (6.74)

Tampak dari persamaan (6.73) bahwa −+ > λλ . Karena

NN AA

=ℜ

++

λλ0

0

maka

( ) NNN

NN TrAATrTr −+−

++ +=

=ℜ=ℜ λλ

λλ0

0 (6.75)

sehingga

( )NN

NZ

N −+ += λλln1ln1

+=

+

−+

NN

N λλλ 1ln1

++=

+

−+

NN

NN λλλ 1ln1ln1

++=

+

−+

N

N λλλ 1ln1ln (6.76)

Mengingat −+ > λλ maka untuk ∞→N akan terpenuhi 0/ →+− λλ . Dengan demikian

Page 158: mekanika statistik

157

+≈ λlnln1 ZN

(6.77)

Hubungan antara fungsi partisi dengan energi bebas Helmholtz adalah ZF ln1β

= .

Energi helmholtz per spin adalah

+== λββ

ln1ln11 ZN

FN

[ ] βεµµβ

βεβε 2sinh2coshcoshln1 22 −− ++= eBBe

[ ]βεµµβ

ε βε 2sinh2coshcoshln1 22 −+++−= eBB (6.78)

Magnetisasi per spin adalah

βεµµ

βεβε 2sinh2coshcosh

2sinh),(122 −++

−=eBB

TBMN

(6.79)

Untuk kasus khusus di mana B = 0 maka

0),0(1=TM

N (6.80)

Jadi, pada suhu berapa pun magnetisasi selalu nol. Ini berarti tidak ada magnetisasi spontan pada

model Ising satu dimensi. Atau, dalam model ising satu dimensi tidak muncul fenomena

feromagnetik.