11
Resume Jurnal : Mekanisme Imun Terhadap Hipersensitivitas Obat Penelitian tentang hipersensitivitas terhadap obat semakin berkembang. Beberapa penelitian telah dilakukan dan hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa molekul kecil termasuk obat dapat menginduksi sistem imun dengan berikatan dengan protein karier,molekul kecil itu disebut dengan hapten. Seorang peneliti bernama Park berkata bahwa obat dapat menginduksi sistem imun dengan cara berikatan dengan protein, disini obat berperan sebagai hapten, dan ikatan yang ireversibel antara protein dengan obat ini dapat menstimulasi CD4 dan CD8 pada pasien yang mengalami hipersensitivitas obat. Selain itu hapten juga bisa menstimulasi sel-sel sistem imun innate, contohnya sel dendritik, yang mengakibatkan terinduksinya sistem imun yang kompleks. Ada juga istilah prohapten, dimana obat tidak memiliki karakteristik hapten tetapi bisa menjadi hapten setelah mengalami proses metabolisme. Kita ketahui bersama bahwa obat memiliki efek terapi dan juga bisa menimbulkan efek toksik, tetapi ternyata obat juga dapat memberikan efek lain, yakni hipersensitivitas obat. Sangat sulit untuk dapat memprediksi efek ini karena bergantung pada gen, khususnya ekspresi dari HLA. Untuk risiko terhadap obat itu sediri, tergantung pada orang yang diberikan kemudian dosisnya sendiri, frekuensi, rute pemberian dan adanya faktor genetik seperti yang telah disebutkan tadi. Obat seperti penjelasan tadi bisa berperan sebagai

Mekanisme Imun Terhadap Hipersensitivitas dari Obat.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Resume Jurnal : Mekanisme Imun Terhadap Hipersensitivitas ObatPenelitian tentang hipersensitivitas terhadap obat semakin berkembang. Beberapa penelitian telah dilakukan dan hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa molekul kecil termasuk obat dapat menginduksi sistem imun dengan berikatan dengan protein karier,molekul kecil itu disebut dengan hapten.Seorang peneliti bernama Park berkata bahwa obat dapat menginduksi sistem imun dengan cara berikatan dengan protein, disini obat berperan sebagai hapten, dan ikatan yang ireversibel antara protein dengan obat ini dapat menstimulasi CD4 dan CD8 pada pasien yang mengalami hipersensitivitas obat. Selain itu hapten juga bisa menstimulasi sel-sel sistem imun innate, contohnya sel dendritik, yang mengakibatkan terinduksinya sistem imun yang kompleks. Ada juga istilah prohapten, dimana obat tidak memiliki karakteristik hapten tetapi bisa menjadi hapten setelah mengalami proses metabolisme.Kita ketahui bersama bahwa obat memiliki efek terapi dan juga bisa menimbulkan efek toksik, tetapi ternyata obat juga dapat memberikan efek lain, yakni hipersensitivitas obat. Sangat sulit untuk dapat memprediksi efek ini karena bergantung pada gen, khususnya ekspresi dari HLA. Untuk risiko terhadap obat itu sediri, tergantung pada orang yang diberikan kemudian dosisnya sendiri, frekuensi, rute pemberian dan adanya faktor genetik seperti yang telah disebutkan tadi. Obat seperti penjelasan tadi bisa berperan sebagai costimulatory agent yang merangsang maturasi sinyal dari sel dendritik.Dari pertemuan yang diadakan di Roma (Drug Hipersensitivity Meeting) pada bulan April (22-25) 2010, timbul empat pertanyaan : 1. Akankah karakterisasi obat secara fisiologis diharapkan relevan terhadap pengembangan dan peningkatan alat kimia untuk tes biologi2. Apakah prohapten jika mereka di metabolis menstimulasi sel dendritik membentuk antigen untuk sel T?3. Apakah obat berinteraksi langsung dengan reseptor sistem imun mengikat ke HLA atau ke sel T reseptor?4. Apakah hubungan yang hilang pada pasien yang mempuyai faktor genetik tetapi tidak bereaksi terhadap obat itu

BAGAIMANA MOLEKUL-MOLEKUL KECIL MENSTIMULASI SISTEM IMUN?Konsep HaptenKonsep hapten setelah direvisi dan disempurnakan melalui penelitian dengan antibiotika beta laktam. Konjugasi hapten-protein dikenali oleh sel dendritik, diambil dan diproses, atau dipecah menjadi fragmen-fragmen peptida. Kemudian, peptida tadi berasosiasi dengan molekul MHC untuk ke reseptor sel T tertentu.Park menggunakan antiobiotik bet a laktam untuk mengkaji hubungan antara pembentukan antigen dari obat itu untuk menstimulasi respon sel T. Percobaannya menunjukkan bahwa konjugasi beta laktam yang disintesis menstimulasi limfosit dan klonal sel T dari pasien yang hipersensitif .Agar dikenali dengan baik oleh hapten, seperti antibiotik betalaktam adalah mungkin untuk menentukan determinan antigen yang relevan dan imunogen. Sangat penting untuk membangun studi prospektif untuk respon kekebalan inspesific pada pasien. Dalam hal ini penelitian translasi, ada kemungkinan untuk menentukan hubungan antara pembentukan antigen dan berbagai parameter imunologi seperti produksi antibodi sel B dan T efektor dan pengaturan (sel Treg) yang menentukan hasil klinis.Dua jalur harus dipicu untuk memulai suatu respon imun, yaitu sinyal antigenik (sinyal 1) yang dikenali oleh reseptor sel T tertentu, dan sinyal pematangan (sinyal 2) yang dikenali oleh sel dendritik, yang kemudian memberikan sinyal kostimulasi ke sel T pada aktivasi. Selain itu sel dendritik juga bisa menerima sinyal pematangan dari sel yang lain. Ada hipotesa yang juga mengatakan bahwa maturasi sinyal bisa mereaktivasi virus laten spesifik CD8 yang berperan dalam kasus hipersensitivitas kulit. Amoxicilin mampu mendorong sel-sel dendritik dari pasien hipersensitivitas menjadi semi mature, di mana mereka dapat menginduksi respon sel T. Tetapi, langkah yang pasti dalam pengaktifan sel dendritik dalam penderita hipersensitivitas belum diketahui, dan apakah itu berperan dalam reaksi yang dapat dikatakan merugikan belum diketahui dengan pasti.

Konsep Prohapten dan Aktivasi dari Sel Dendritik Prohapten sulfamethoxazole digunakan untuk mendiskusikan tentang konsep prohapten ini. Sulfamethoxazole itu sendiri bukanlah protein yang reaktif tetapi mengalami reaktivitas di hati melalui dua proses. Sitokrom P450 memicu pembentukan dari sulfamethoxazole hydroxilamine. Sulfamethoxazole sendiri tidak berikatan dengan protein dan dapat ditemukan di sirkulasi dan diekskresikan dalam urin. Tapi, di dalam larutan mudah untuk dioksidasi menjadi nitroso intermediet, yang memodifikasi kelompok thiol dalam sel dan protein serum, dan menghasilkan berbagai macam determinan antigen. Kulit merupakan target hipersensitivitas dari sulfamethoxazole, untuk hati relatif jarang walaupun frekuensi terpaparnya sangat sering. Hati memegang peranan yang penting dalam regulasi imun, sebelum sulfamethoxazole membentuk antigen, hati mendetoksifikasi sulfamethoxazole yang reaktif. Antigen hanya bisa dibentuk di organ yang tidak berperan dalam regulasi mekanisme sistem imun.Kemudian ada suatu penelitian dari Castrejon, hasilnya mengindikasikan bahwa metabolit nitroso membentuk antigen yang poten untuk sel T dari pasien yang menderita hipersensitivitas.Selanjutnya Lavergne mempresentasikan data yang menunjukkan sulfamethoxazole dimetabolisme oleh sel- sel imun, kemudian dijelaskan juga bahwa pembentukan darai sel dendritik dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya bisa karena penerimaan dari obat tersebut.Pembentukan dari antigen sulfamethoxazole sendiri berlangsung kurang lebih selama 16 jam. APC kemudian memberikan sinyal dan menstimulasi sel T.Interaksi Farmakologi dengan Reseptor Imun (p-i concept)Muncul suatu istilah yitu Pharmacopore dimana didefinisikan sebagai suatu karakteristik yang dibutuhkan untuk memastikainteraksi supramolekular yang optimal dengan target. Istilah tersebut menunjukkan bahwa obat bisa berinteraksi dengan reseptor imun, bisa pada sel T maupun molekul MHC. Kemudian muncul lagi suatu konsep, yaitu p-i concept yang mana konsep ini berbeda dengan konsep hapten. p-i concept menjelaskan bahwa respon imun terbatas hanya pada sel T saja, mungkin hanya reaktivasi kembali sel T dengan nilai ambang aktivasi yang rendah. Kostimulasi tidak dibutuhkan menurut konsep ini.Beberapa data klinis mendukung konsep ini. Carbamazepine dan banyak obat hanya menimbulkan respon yang kuat dari sel T , sedangkan tidak menginduksi pembentukan antibodi.

Ikatan primer untuk antigen dari obat.Penjelasan sebelumnya mengenai interaksi antara obat dengan sel T dengan MHC menimbulkan pertanyaan baru. Apakah antigen terikat pertama kali ke MHC, memodifikasi struktur, dikenali oleh resptor sel T dan kemudian mengaktivasi sel T, atau obat pertama kali berikatan dengan reseptor sel T yang spesifik? Bisa jadi kedua konsep tersebut sama- sama memungkinkan.Di satu sisi, ada analisis yang mengatakan bahwa obat (spesifik sel T CD4) berinteraksi pertama dengan reseptor sel T, karena ikatan MHC-peptida dapat diubah ataupun dihilangkan tetapi tidak mempengaruhi aktivasi dari sel T. Untuk meginduksi respon yang maksimal dari sel T CD4 baru dibutuhkan interaksi dengan MHC kelas II, mungkin berikatan dengan determinan dari struktur MHC. Ini disebabkan karena molekul MHC kelas II cukup menstimulasi sel T.Kemudian Pichler mengajukan 2 tipe dari mekanisme pi concept. Pertama, obat berikatan pertama ke MHC dan berikatan dengan beberapa alel HLA-B, modfikasi dari HLA dikenali oleh reseptor sel T. Kedua , obat bisa berikatan dengan reseptor sel T dan menginduksi inisial sinyal dan sel T teraktivasi secara full dan berploriferasi.

mi ssing link pada orang yang memiliki tidak bereaksi terhadap obat ?faktor genetik tinggi, tetapi tidak bereaksi terhadap obat ?Kecendrungan untuk hipersensitivitas tergantung dari subjek, dosis, dan rute pemberin. Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti yang bernama Whitaker di Inggris yang membahas tentang masalah penggunaan antibiotik untuk infeksi saluran pernapasan pada pasien dengan penyakit fibrosis kistik. Reaksi imunologinya bertambah pada 25% sampai 50% dibandingkan dengan populasi umum dengan presentasi dari 1% hingga 10%. Perbedaan ini berkaitan dengan frekuensi paparan, durasi paparan ataupun dosis paparan.Kemajuan dibidang obat hipersensitivitas dapat dilihat dari adanya suatu penemuan tentang reaksi hipersensitifitas obat dengan HLA-B alel 17 sampai 20 pada Mallal dan philips, Perth, Australia, Chen, Taipei dan Taiwan. Pada SJS ( Steven Jhonson Sindrom) yang disebabkan oleh Carbamazepine (HLA-B*1502 di Han China), reaksi hipersensitivitas pada abacavir (HLA-B*5701) ada juga reaksi dari allopurinol (HLA-B*5801) dan pada fluklosasilin hepatotoksisitas (HLA-B*5701). Untuk abacavir, ada sebuah eksperimen yang menghubungkan genetik dengan mekanisme penyakiit yaitu CD8+ pada respon sel T pada pasien hipersensitifitas dan mengekspresikan HLA-B*5701 tetapi tidak berkaitan dengan alel. Kemudian muncul pertanyaan apakah penggunaan gen TCR tertentu dan generasi tipe koloni spesifik berperan terhadap perbedaan antara HLA-B*1502 pada pasien dengan hipersensitivitas dengan mereka yang tetap toleran ? Mereka menggunakan sel dari HLA-B*1502 dan menemukan hubungan dengan aktivasi vs reseptor sel T tertentu misalnya, TCR V11 dan penggunaan koloni tipe tertentu. Hanya pasien yang mengekspresikan fenotip TCR yang bereaksi terhadap carbamazepine , sedangkan yang toleran terhadap carbamazepine tidak memiliki TCRs. Mereka juga berhasil menginduksi respon primer HLA-B*1502 jika memiliki TCR tipe koloni dalam sirkulasi. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa ada suatu missing link antara HLA-B*1502 yang toleran dengan penderita hipersensitivitas. Mekanisme ToleransiSecara normal, obat tidak akan menimbulkan respons imun pada banyak pasien. Pendapat lain mengatakan bahwa mereka tdk memiliki precursor untuk berinteraksi dengan obat. Tapi suatu data menunujukkan bahwa pasien HIV 30-50% nya mampu bereaksi dengan sulfamethoxazole. Jadi, itu bukan karena sel prekursor tapi disebabkan oleh faktor yang lain, mungkin mekanisme regulator dari sistem imun (T reg).Anggapan lain kemudian muncul, yaitu adanya sel T regulator yang berperan dalam meregulasi reaksi alergi dengan cara menginduksi toleransi imun. Namun penelitian Takahashi menunjukkan adanya peningkatan frekuensi dan aktivitas Treg dalam darah dan kulit pasien dengan reaksi obat dengan eosinofil dan gejala sistemik. Populasi sel Treg berkurang setelah penyembuhan dari gejala, hal ini menunjukkan adanya respon berlebih pada penambahan obat dan autoimunitas. Pada pasien TEN, ketidaksempurnaan fungsi pada Treg diperbaiki pada saat pemulihan. Beberapa populasi dari sel T menunjukkan bahwa mereka memiliki kesamaan dalam aktivitas regulasi namun berbeda dalam ekspresi pada permukaan sel dan sekresi sitokin. Biasanya Treg itu memperoleh fungsi supresor setelah bertemu dengan antigen, sehingga berpotensi dalam regulasi sistem imun.Daubner dan pichler menunjukkan data tentang obat yang non hipersensitif pada pasien dengan hipersensitivitas pada satu obat dan banyak obat. Walaupun sel Treg dihilangkan tidak berpengaruh pada respon imun terhadap antigen obat , seperti amoxicilin. Berdasarkan hal tersebut, ditemukan bahwa ada mekanisme lain yang berperan pada pasien dengan multi-hipersensitivitas obat.

KESIMPULANBerdasarkan rapat ke-IV tentang hipersensitivitas di Roma, menghasilkan ; frekuensi dan tingkat keparahan hipersensitifitas reaksi kimia obat dan biologi dari subjek, dan oleh karena itu, penelitian lebih lanjut harus mengkualifikasasi dan mengkuantifikasi (menjumlah) kecenderungan/sifat obat, metabolism,dan ikatan protein dapat terbalik atau tak terbalikkan dalam semua system biologi terkait.karena pembatasan beberapa reaksi obat pada hanya HLA haplotypes(tipe haplo) tertentu,model-model IN VITRO dengan sel-sel manusia perlu di perluas,dan model-model hewan dapat membutuhkan konsep namun kurang sesuai untuk perkajian risiko.PENDAPATDi dalam jurnal ini memang dibahas tentang bagaimana mekanisme respon imun terhadap hipersensitivitas obat. Tentang bagaimana konsep hapten, sebuah molekul kecil yang memicu respon imun, tentang konsep prohapten yang mengaktivasi sel dendritik dan sel T, tentang interaksi obat hingga menjadi antigen dalam tubuh hingga dapat menimbulkan respon imun, tentang reseptor obat, hingga hal-hal yang masih menjadi pertanyaan besar dan merupakan hal yang sangat misterius seperti adanya hubungan yang hilang antara HLA-B*1502 kemudian berhaasil ditemukan yaitu ternyata adanya hubungan dengan keterlibatan sel T . Mekanisme toleraansi dari sel Tregulasi pun tidak berpengaruh dalam multi hipersensitivitas obat. Namun hingga akhir dari pembahasan junal ini, belum didapatkan kepastian tentang hal-hal misterius yang sebenarnya menjadi kunci dari mekanisme hipersensitivitas obat yang merupakan hal yang masih menjadi pertanyaan besar. Jurnal ini cukup menarik karena membahas bukti-bukti dan penelitian terbaru mengenai hipersensitivitas obat.