Upload
mulyadi-abu-hanifah
View
64
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
MEMPERTEGAS PERAN WAKIL KEPALA SEKOLAH
Dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tanggal 23 Mei 2007 bagian D. tentang Kepemimpinan Sekolah /Madrasah. Dijelaskan bahwa Kepala SMP/MTs/SMPLB dibantu minimal oleh satu orang wakil kepala sekolah/madrasah. Utnuk Kepala SMA/MA dibantu minimal tiga wakil kepala sekolah/madrasah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan. Sedangkan kepala SMK dibantu empat wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, kesiswaan, dan hubungan dunia usaha dan dunia industri.
Dalam realisasinya, Permen tersebut difahami dalam banyak pengertian.
Untuk tingkat SMA dan SMK, pemahaman tentang konsep wakil kepala sekolah
telah sesuai dengan Permen. Yang masih simpang siur pada pelaksanaan di tingkat
SMP. Di tingkat SMP, permen masih difahami dengan variatif. Ada sebagia sekolah
yang mengartikan bahwa kepala sekolah perlu dibantu oleh satu wakil kepala
sekolah. Maka dalam struktur sekolah muncul personal wakil Kepala sekolah.
Sementara untuk melengkapi kepengurusan, dipilihlah Pembantu kepala Sekolah
(PKS)
Pemahaman Permen
Padahal bila saja kita mau mengkaji pernyataan yang ada di permen tersebut,
pengertian yang mungkin betul adalah sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh
SMA dan SMK. Di tingkat SMA/SMK, tidak muncul personel wakil kepala sekolah,
tapi langsung dikaitkan dengan bahan garapan yaitu wakil kepala sekolah untuk
bidang akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan. Sedangkan kepala SMK
dibantu empat wakil kepala sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana,
kesiswaan, dan hubungan dunia usaha dan dunia industri.
Maka struktur kepengurusan di SMP perlu kiranya dipertegas. Bila melihat
bahasa yang termaktub dalam permen yaitu Kepala SMP/MTs/SMPLB dibantu
minimal oleh satu orang wakil kepala sekolah/madrasah. Maka bisa pula diartikan
bahwa wakil kepala sekolah minimal satu dan boleh lebih dari satu. Maka sudah
waktunya kita mengubah pola struktur organisasi sekolah terutama di tingkat SMP
menyerupai struktur yang berlaku di SMA/SMK.
Bila hal itu terjadi dan memang seharusnya terjadi, di tingkat SMP tidak perlu
lagi ada wakil kepala sekolah yang berdiri sendiri, karena tugasnya akan overlap
dengan kepala sekolah. Yang ideal adalah istilah PKS dihilangkan dan diganti
dengan istilah wakil kepala sekolah. Maka paling tidak nanti ada wakil kepala
sekolah untuk bidang akademik, sarana-prasarana, dan kesiswaan.
Permasalahan Dalam Pelaksanaan Permen
Persoalan tersebut tisp kali penulis lontarkan di forum, baik forum formal
maupun non formal, kebanyakan beralasan bahwa sekolah adalah lembaga otonom.
Lembaga yang memungkinkan melakukan berbagai hal sesuai dengan
kebutuhannya. Termasuk di dalamnya dalam memahami konsep permen tersebut.
Selain itu, masalah biaya (honor) sering menjadi alasan utama kepala
sekolah untuk memberlakukan wakil kepala sekolah hanya satu dan disebut sebagai
koordinator kegiatan yang membawahi para pembantu kepala sekolah. Maka kepala
sekolah sering berlindung dengan dua alasan tersebut dan melakukan berbagai hal
kegiatan dengan tuntutan agar kualitas kegiatan bermutu dengan harga murah.
Padahal bila dilihat dari sumber dana yang ada, pastilah mencukupi. Kota
Cirebon misalnya, memilki tiga sumber pendanaan yang permanen bagi sekolah
setingkat SMP, yaitu dari BOS Pusat, BOS Propinsi dan BOS Kota Cirebon. Ketiga
dana tersebut idealnya mampu mendongkrak pendidikan di kota Cirebon. Nyatanya,
masih tinggi DO, masih banyak kulitas lulusan yang rendah. Hal ini karena
manajerial di sekolah tidak dikelola dengan baik.
Dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tanggal
23 Mei 2007 bagian D.nomor 5. Dijelaskan bahwa wakil kepala sekolah/madrasah
dipilih oleh dewan pendidik, dan proses pengangkatan serta keputusannya,
dilaporkan secara tertulis oleh kepala sekolah/madrasah kepada institusi di atasnya.
Dalam hal sekolah/madrasah swasta, institusi dimaksud adalah penyelenggara
sekolah/madrasah.
Poin 5 permen tersebut sengaja saya tampilkan, karena selama ini pemilihan
wakil kepala sekolah lebih diasumsikan sebagai hak kuasa kepala sekolah. Kepala
sekolah hampir mirip seperti raja yang mempunyai wewenang untuk menentukan
siapa yang layak menjadi wakil bidang kesiswaan, akademik atau sarana dan
prasarana. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa wakil kepala sekolah dan
pembantu kepala sekolah adalah orang-orang yang haruis mampu bekerja sama
dengan kepala sekolah.
Ungkapan ini diartikan bahwa dapat bekerja sama searti dengan apa yang
disukai oleh kepala sekolah. Tentunya hal ini membuat posisi kepala sekolah sangat
kuat. Bahkan sering muncul isu adanya perselingkuhan administrasi antara
bendahara dengan kepala sekolah.
Persoalan terbesar dari sistem tersebut adalah sekolah tidak memilki sistem
yang permanen. Sangat tergantung pada kepala sekolah. Padahal kepala sekolah
sekarang ini hanya satu atau dua tahun. Atau paling lama empat tahun berada di
suatu tempat. Karena mencarai aman, kadang kepala sekolah baru tidak berani
melakukan perubahan. Hal itu bisa karena belum memahami kemampuan setiap
individu, ataupun ingin cari aman.
Begitupun bagi para pembantu kepala sekolah, agar mapan dan selalu
dibutuhkan oleh kepala sekolah, ia melakukan kerja Asal Bapak Senang (ABS). ABS
akan membuat sistem sangat terpusat pada kepala sekolah. Bila kepala sekolah
yang memilki idealisme tinggi, maka beruntung sekolah tersebut. Tapi bila sekolah
itu bernasib buruk di takdirkan Tuhan mendapat kepala sekolah yang tidak peduli
terhadap kemajuan pendidikan, maka persekongkolan dapat terjadi.
Selain itu, kemajuan sekolah tidak mungkin terjadi karena dipegang oleh
hanya orang-orang tertentu saja. Bisa kita bayangkan, sistem lama memungkinkan
seseorang menjadi wakil kepala sekolah sepuluh tahun, melebihi jabatan presiden.
Maka regenerasi jelas terhenti. Dan sekolahpun kehilangan kesempatan
mendapatkan inovasi dari berbagai orang dan generasi.
Maka sudah saatnya kita merealisasikan Peraturan Mentri Pendidikan
Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tanggal 23 Mei 2007 yang dengan tegas menyataka
bahwa pemilihan wakil kepala sekolah dipilih oleh dewan pendidik. Ini
mengisyaratkan bahwa sistem sekolah lebih difungsikan dari dewan pendidik.
Karena dewan pendidik termasuk sekelompok orang yang mempunyai kepedulian
tinggi untuk memajukan sekolah. Maka mekanisme pemilihan seluruh struktur yang
ada di sekolah harus ditentukan oleh dewan pendidik. Memang dewan pendidik
termasuk juga kepala sekolah, karena kepala sekolah hanyalah guru yang mendapat
tugas tambahan. Untuk itu nilai kepala sekoplah hampir setara dengan nilai guru
yang lain.
Saya yakin dengan cara tersebut, “persekongkolan” tidak akan terjadi, apalagi
salah pilih. Karena dewan pendidik telah memiliki catatan setiap guru yang ada.
Maka tak akan terjadi kesalahan dalam pemilihan. Selain itu, regenerasi dapat
berjalan dengan baik. Amanat Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 19
Tahun 2007 tanggal 23 Mei 2007 pasti diundangkan dalam memenuhi aturan yang
berkehendak baik dan menghasilkan “keluaran” yang lebih baik. Maka sudah
seharusnya dilakukan.
Salah satu unsure penting dari Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor
19 Tahun 2007 tanggal 23 Mei 2007 bagian D. tentang Kepemimpinan Sekolah
/Madrasah adalah keputusannya (hasil dari pemilihan) dilaporkan secara tertulis oleh
kepala sekolah/madrasah kepada institusi di atasnya. Peraturan ini menggambarkan
peran Depdiknas/ Depag atau institusi lainnya sebagai institusi terlapor, menjadi
penguat pengabsah.
Untuk itu, agar proses pemilihan seluruh organisasi sekolah perlu dibuat
format laporan yang menggambar situasi demokratis. Sehinga dapat tergambar dari
format laporan itu apakah suatu sekolah melaksanakan program pemeilihan wakil
kepala sekolah secara demokratis atau asal-asalan.
Hal ini dirasa penting untuk menumbuhkan situasi sekolah yang lebih sehat
dan siap melakukan perubahan-perubahan. Sekolah yang mandiri dan mampu
mengatur dirinya sendiri. Sebagaimana diamanatkan oleh sistem pendidikan
sekarang yaitu setiap lembaga pendidikan adalah sebuah satuan pendidikan yang
mandiri, independen dan berhak mengatur kehidupannya sendiri.
Keberanian untuk melakukan perubahan, adalah bagian dari proses menuju
maju. Namun hapir menjadi sifat manusia lebih condong paada keadaan yang
mapan dan aman. Padahal mapan dan aman dalam perubahan yang tersistem
merupakan kemapanan dan keamanan bagi setiap orang dan bagi lembaga.
Maka untuk merealisasikan permen tersebut, memenag kita nenerlukan
energy yang cukup kuat, karena yanag akan dirubah adalah karakter orang terkuat
di lembaga sekolah.