Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“MENDORONG KONVERGENSI PROGRAM PERCEPATAN PENCEGAHAN ANAK KERDIL
(STUNTING) DI WILAYAH PRIORITAS”
TIM PERCEPATAN PENCEGAHAN ANAK KERDIL (STUNTING) - TP2AKSEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Gedung Grand Kebon Sirih, Lantai 15 Jl. Kebon Sirih Raya No. 35, Jakarta Pusat 10340 Telepon +62 21 391 2812Faksimili +62 21 391 2511E-mail [email protected]
TP2AKTIM PERCEPATAN PENCEGAHAN ANAK KERDIL (STUNTING)SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN
MENDORONG KONVERGENSI PROGRAM PERCEPATANPENCEGAHAN ANAK KERDIL (STUNTING) DI WILAYAH PRIORITAS
@ Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting), SetwapresAnda dipersilahkan untuk menyalin, menyebarkan dan mengirimkan karya ini untuk tujuan non-komersial.
Tautan materi acara Rapat Koordinasi Teknis ke-3 (1-4 Oktober 2019) http://bit.ly/paparanrakortek
Untuk meminta salinan publikasi ini, atau keterangan lebih lanjut mengenai publikasi ini, silahkan hubungi TP2AK - Unit Pengelolaan Pengetahuan & Komunikasi (KM & Com)
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
3
RAPAT KOORDINASI TEKNISPERCEPATAN PENCEGAHAN
STUNTINGJAKARTA, 1 - 4 OKTOBER 2019
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
4
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
5
I. Latar Belakang II. Acara dalam Angka
III. “Sampai Dimana Komitmen Pemerintah Daerah dalam Mengatasi Stunting?”
IV. Pendanaan Aksi Konvergensi Kabupaten/Kota pada Aksi Cegah Stunting
V. Konvergensi Stunting dari Sudut Pandang Kementerian
VI. Praktik Baik “Inisiasi dan Inovasi dari Multi Sektor dalam Percepatan Pencegahan Stunting”
a. Kemitraan Pemerintah
VII. Lampiran
Daftar Isi
7910
14
19
23262931
353940
b. Kemitraan Swasta
c. Pengelolaan Data Inovatif
1. Wilayah Prioritas
2. Percepatan Pencegahan Stunting
3. Rakortek dalam Media
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
6
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
7
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, 30,8% atau sekitar 8 juta balita
Indonesia mengalami stunting. Sebanyak 228 kabupaten/kota mempunyai
prevalensi stunting di atas 40 % (tergolong sangat tinggi). 190 kabupaten/
kota mempunyai prevalensi stunting antara 30-40 % (tergolong tinggi). Hanya
8 kabupaten/kota (1,6%) yang mempunyai prevalensi stunting di bawah 20%,
(tergolong sedang dan rendah).
Berbagai program terkait pencegahan stunting telah diselenggarakan, namun
belum efektif dan belum terjadi dalam skala yang memadai. Kajian Bank Dunia
dan Kementerian Kesehatan menemukan bahwa sebagian besar ibu hamil dan
anak berusia di bawah dua tahun (baduta) tidak memiliki akses memadai terhadap
layanan dasar, sementara tumbuh kembang anak sangat tergantung pada akses
terhadap intervensi gizi spesifik dan sensitif, terutama selama 1.000 HPK (Hari
Pertama Kehidupan).
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mencapai target penurunan angka
stunting pada baduta dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019 sebesar 28% pada akhir tahun 2019. Diantaranya dengan
mendorong peran dan keterlibatan pemerintah daerah khususnya melalui
program-program inisiatif daerah. Strategi Nasional Percepatan Pencegahan
Stunting (Stranas Stunting) telah menetapkan 100 kabupaten/kota prioritas tahun
2018. Pada tahun 2019 ditambah menjadi 160 kabupaten/kota prioritas. Hingga
tahun 2024 akan memperluas cakupan hingga ke seluruh kabupaten/kota di
Indonesia.
Pemerintah Indonesia memanfaatkan instrumen Program untuk Hasil atau
Program-for-Results (PforR) Bank Dunia. Skema PforR Investing in Nutrition
and Early Years (INEY) ini berlangsung selama tahun 2018-2021 yang bertujuan
mendorong konvergensi program pencegahan stunting di semua tingkatan.
Pelaksanaan PforR INEY akan didukung oleh komponen Investment Project
Financing (IPF) yang dibiayai oleh hibah multi-donor Global Financing Facility
(GFF). Komponen IPF akan digunakan untuk mendukung investasi yang
bersifat katalitik untuk meningkatkan kapasitas pelaksanaan dan memperkuat
sistem implementasi yang akan memberikan dasar pada reformasi jangka
panjang dan kapasitas pelaksanaan yang berkelanjutan.
Latar Belakang
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
8
Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), Kedeputian Bidang Dukungan Kebijakan
Pembanguan Manusia, bertugas memastikan sinkronisasi program-program
percepatan pencegahan stunting di tingkat nasional, lokal, dan masyarakat.
Setwapres bekerja sama dengan 23 Kementerian/Lembaga untuk mendorong
seluruh perencanaan, implementasi, termasuk pemantauan dan evaluasi pada
semua program yang mendukung Stranas Stunting.
Sesuai tugas dan tanggungjawabnya, Setwapres menyelenggarakan Rapat
Koordinasi Teknis (Rakortek) Ke-3 pada tanggal 1 – 4 Oktober 2019 di Jakarta.
Setwapres mengundang Kepala Daerah dan pimpinan OPD terkait dari
105 kabupaten/kota prioritas. Pertemuan nasional ini bertujuan membekali
pemerintah daerah dalam melakukan percepatan pencegahan stunting di
daerahnya masing-masing melalui informasi tentang kebijakan, praktik baik,
serta cara melakukan pemetaan program/dana yang relevan dalam rangka
percepatan pencegahan stunting. Rapat koordinasi ini juga menjadi sarana
untuk meningkatkan koordinasi dan implementasi kebijakan, serta mempertajam
pelaksanaan percepatan pencegahan (stunting) di wilayah prioritas.
Gambar 1. Asisten Kedeputian Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia, Abdul Muis, menyampaikan laporan penyelenggaraan acara.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
9
Acara dalam Angka
33 Provinsi
25 Narasumber
56 Bupati
56 Komitmen yang ditanda-tangani Kepala Daerah
60 Organisasi PerangkatDaerah (OPD) Provinsi
420 Organisasi PerangkatDaerah (OPD) Kabupaten
700 Peserta
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
10
“Sampai Dimana Komitmen Pemerintah Daerah dalam Mengatasi Stunting?”
Gambar 3. Bambang Widianto, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia, Setwapres RI/Sekretaris Eksekutif TNP2K membuka acara Rapat
Angka prevalensi stunting sudah mengalami penurunan di beberapa daerah,
namun masih ada yang memiliki prevalensi tinggi, seperti Nusa Tenggara Timur
(51,7%). Diperlukan kerja sama untuk menurunkan angka stunting. Problem
stunting tidak dapat ditangani oleh sendiri-sendiri. Harus ada komitmen dari
pimpinan tertinggi, mulai dari presiden dan wapres yang memimpin langsung
penanganan stunting, dan gubernur serta bupati/walikota harus memimpin di
tingkat provinsi, kabupaten/kota sampai desa.
Saat ini dinilai program stunting cukup banyak dalam segi jumlah dan dana,
namun kurang terintegrasi atau konvergen. “Jangan sampai di sebuah desa ada
obat cacing namun desa tersebut tidak punya sanitasi, artinya kurang konvergen.
Kita punya dana, sekitar Rp 40 -50 trilyun, SDM juga ada. Kenapa sama dengan
negara-negara Afrika? Berarti ada yang kurang,” kata Bapak Bambang Widianto,
Deputi Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan/Sekretaris
Eksekutif TNP2K, Sekretariat Wakil Presiden.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
11
Bapak Bambang Widianto mengingatkan kembali bila di akhir acara para peserta
mahir memetakan kegiatan yang terkait pencegahan stunting, dicontohkan
pemetaan 5 desa yang telah dilakukan kabupaten Buleleng. Di akhir pelatihan
pemetaan, peserta diharapkan bisa menyusun seperti Buku Pemetaan 5 Desa
di Kabupaten Buleleng. “Jika untuk tahun depan peserta dapat memetakan
kegiatan-kegiatan tersebut, maka stunting diharapkan bisa turun dengan cepat,”
kata Bambang. Perlu digarisbawahi bila pemetaan dilakukan untuk memastikan
ketersediaan program, kegiatan dan anggaran serta cakupan intervensi gizi
spesifik dan sensitif. Kegiatan pemetaan ini menjadi bagian dari Aksi 1 Analisis
Situasi yang merupakan salah satu tahapan dari 8 Aksi Konvergensi intervensi
penurunan stunting.
Gambar 4. Buku Pemetaan Kabupaten Buleleng.
Rapat Koordinasi TeknisPembukaan secara resmi dilakukan oleh Bapak Agus Suprapto, Deputi Bidang
Koordinasi Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan (Komenko PMK) setelah lebih dulu diawali laporan ketua panitia
acara yang disampaikan Bapak Abdul Muis (Asisten Deputi Perlindungan Sosial
dan Penanggulangan, Setwapres RI). Acara malam pembukaan dihadiri oleh
kurang lebih 500 peserta.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
12
Secara keseluruhan, acara terbagi atas 7 sesi. Sesi ke 1 sampai ke 3 (Hari ke-
2) bertema memastikan konvergensi dalam upaya pencegahan stunting,
mendorong konvergensi intervensi spesifik dan sensitif, serta praktik baik
mendorong konvergensi di provinsi dan kabupaten. Sementara Sesi ke 4
menyajikan pengantar analisa pemetaan. Para narasumber berasal dari Bappenas,
Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), juga Wakil Gubernur Jawa Timur dan
Bupati Bangka.
Acara hari ke 2, diakhiri dengan 4 kelas paralel (sesi 5) yang menyajikan praktik
baik seperti Kampanye Perubahan Perilaku (Kemenkes, Kominfo dan GAIN
Internasional), intervensi sensitif stunting: Pendidikan Anak Usia Dini/PAUD (Plan
International, Kemendikbud dan Bank Dunia), Kemitraan pemerintah dan swasta
(Danone, Bappeda Kab. Kapuas Hulu, Bappeda Kab. Pandeglang), Pembangunan
Satu Data (Bappeda Kab. Banyuwangi, Dinas Kesehatan Kab. Kulon Progo,
Kasubdit Kewaspadaan Gizi, Kementerian Kesehatan).
Gambar 5. Peserta dan para bupati dari Provinsi Papua dan Papua Barat
“Bayangkan sepertiga dari anak balita Indonesia mengalami stunting, agak mencemaskan karena dua dekade setelahnya dia tidak akan bisa kerja secara produktif sehingga level kompetitif sebagai bangsa akan turun”Bambang Widianto, Deputi Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres RI/Sekretaris Eksekutif TNP2K.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
13
Gambar 6. Kelas pemetaan
Pada hari ke 3 dilaksanakan pelatihan pemetaan dan perencanaan program
terkait pencegahan stunting hingga tingkat desa. Pelatihan ini berlangsung
dari pukul 08.30 sampai 17.30. Di saat yang bersamaan, diselenggarakan kelas
provinsi yang membahas pendalaman peran provinsi mendukung pelaksanaan
aksi konvergensi kabupaten/kota dalam perecepatan pencegahan stunting.
Kelas provinsi difasilitasi oleh Sekretariat Wakil Presiden dan Kementerian Dalam
Negeri, didukung oleh tim Bank Dunia.
Rapat Koordinasi Teknis (RAKORNIS) “Mendorong Konvergensi Program
Percepatan Pencegahan Stunting”, ditutup dengan penandatanganan komitmen
perecepatan pencegahan stunting oleh para bupati/walikota. Penandatangan
komitmen ini merupakan bukti keseriusan pemerintah kabupaten/kota untuk
menurunkan angka prevelensi stunting di wilayah masing-masing. Terdapat 56
pimpinan daerah yang hadir menandakan komitmennya di acara ini, disaksikan
oleh Deputi Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Setwapres,
serta Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan III, Kemendagri. Perjalanan
masih panjang dan penuh tantangan, namun masalah stunting harus segera
dituntaskan. Seperti pantun yang disampaikan Bapak Agus Suprapto pada saat
pembukaan Rakornis, “Memandang bulan dipinggir kali, udang ikan menari-nari,
akan datang program konvergensi, stunting hilang demi harga diri”.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
14
Pendanaan Aksi Konvergensi Kabupaten/Kota pada Aksi Cegah StuntingMasalah pembiayaan Program Percepatan Pencegahan Stunting bukan persoalan
yang mudah untuk dipetakan pengalokasiannya. Meski pemerintah telah
membuat skema pengaliran dana program pencegahan stunting, namun masih
banyak tantangan yang dihadapi kabuputen/kota bahkan desa dalam mengatur
pengelolaan anggaran untuk semua kegiatan.
Dalam Stranas Stunting 2018-2024 dinyatakan bahwa sumber pembiayaan
untuk percepatan pencegahan stunting didasarkan pada skema pembiayaan
pemerintah yang sudah ada, yakni Dana Desa (APBDesa), APBD Kabupaten/Kota,
Dana Alokasi Khusus (DAK), APBD Provinsi, anggaran Kementerian /Lembaga
(APBN), maupun pendapatan lainnya yang sah.
Gambar 7. Illustrasi skema sumber pembiayaan
Adalah lumrah bila besaran anggaran adalah tantangan utama, namun
bagaimana memastikan anggaran tersebut efisien, tepat sasaran dan tidak terjadi
tumpang tindih satu sama lain adalah satu pertanyaan yang perlu dijawab untuk
mengatasi kebutuhan saat ini. Bapak Pungkas Badjuri Ali, Direktur Kesehatan
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
15
dan Gizi Masyarakat (Bappenas), Bapak Putut Hari S, Direktur Dana Perimbangan
(Kementerian Keuangan), Bapak Edward Sigalingging, Direktur Sinkronisasi Urusan
Pembangunan Daerah/SUPD III (Kementerian Dalam Negeri) dan Bapak Bito
Wikantosa, Direktur Pelayanan Sosial Dasar, Direktorat Jenderal Pembangunan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT)) adalah para pengulas topik ini.
Gambar 8. Antusias peserta sesi Pendanaan Aksi Konvergensi kabupaten/kota pada Aksi cegah Stunting
Seperti halnya pernyataan Bapak Bambang Widianto bahwa anggaran sudah
cukup tinggi (Rp 40 – 50 triliun) untuk kegiatan-kegiatan terkait stunting di
pemerintah, namun tidak dibarengi dengan konvergensi untuk memastikan
anggaran yang dialokasikan dan program yang dilaksanakan menjadi efektif.
Kenapa perlu konvergensi? Secara programatik, Bapak Pungkas Badjuri Ali
menggambarkan kondisi saat ini, “Sasaran utama dalam program percepatan
pencegahan stunting adalah 1.000 HPK dalam rumah tangga. Sementara Program
Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) menyasar
kelompok miskin, yang belum tentu merupakan keluarga 1000 HPK, seharusnya
menyasar juga sasaran tersebut. Oleh karena itu dari mulai kabupaten, program
harus di lokus stunting, kegiatan sanitasi juga harus mencakup lokus, di desa juga
sasaran mencakup 1.000 HPK. Inilah peran kabupaten/kota untuk memastikan
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
16
bagaimana 1.000 HPK mendapatkan intervensi-intervensi tersebut.” Bagaimana
memastikan hal tersebut? Perencanaan, pemberdayaan masyarakat dan
pemantauan yang dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan adalah
proses untuk memastikan semuanya dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dari sisi sumber dan alur pendanaan
kegiatan pencegahan stunting,
pemerintah telah mendesain beberapa
jenis aliran pendanaan yang bisa
dimanfaatkan secara langsung,
namun sumber pendanaan tidak
terbatas pada itu saja. Karena ranah
program stunting adalah daerah,
maka sumber pendanaan utama
adalah APBD. Untuk memberi
dorongan lebih besar, pemerintah
pusat mengalokasikan pendanaan
yang spesifik yaitu DAK (Dana
Alokasi Khusus) Non Fisik khusus
untuk lokasi prioritas 260 daerah dan
Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) khusus untuk penanganan
program stunting.
Bapak Ivan Rangkuti (Kasubdit Pengembangan Akses Informasi Masyarakat,
Direktorat Pelayanan Sosial Dasar, Ditjen PPMD, Kementerian Desa PDTT)
memaparkan tentang Dana Desa dalam konvergensi program stunting. Telah
dibahas bahwa pendanaan adalah masalah krusial. Pendanaan tidak saja terkait
besarnya anggaran dan alur transfer pendanaan, tetapi juga terkait dengan
integrasi sumber pendanaan program stunting.
Dana Desa adalah salah satu komponen utama dalam percepatan pencegahan
stunting. Dana Desa, berada di bawah koordinasi Kementerian Desa PDTT. Dana
Desa diatur dalam dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
61/PMK.07/2019 tentang Pedoman Penggunaan Transfer ke Daerah dan Dana
Desa untuk Mendukung Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Pencegahan Stunting
Terintegrasi. Tahun 2015-2019 sekitar Rp 257 triliun Dana Desa telah dikucurkan
untuk menjadikan desa dapat membangun secara mandiri. Sementara Permendes
Gambar 9. Illustrasi penimbangan balita
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
17
No.11/ 2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa dalam Pasal 6 menyatakan
bila Dana Desa tidak hanya untuk pembangunan fisik saja. APBDes juga dapat
digunakan untuk kegiatan pencegahan stunting. Laporan terkait kegiatan
stunting akan menjadi parameter penyaluran Dana Desa di pencairan tahap ke-3.
Anggaran 2020 sudah disepakati dan diumumkan di laman Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPKK), Kementerian Keuangan. Ada satu program
yang dilakukan dengan sumber pendanaan atau institusi yang melakukannya,
misalnya dalam BOK ada satu bagian yang bisa digunakan untuk koordinasi
pelaksanaan konvergensi dan kegiatannya. BOK dikelola oleh Dinas Kesehatan,
namun dalam Juknis disebutkan bila BOK tidak hanya untuk Dinas Kesehatan saja
tapi dalam penggunaannya dikoordinasikan oleh Bappeda, diantaranya untuk
kegiatan monitoring & evaluasi dan konsultasi ke pemerintah pusat dalam jumlah
terbatas. Sementara itu, DAK Fisik mengalokasikan dana kesehatan, sanitasi dan
air minum. DAK Fisik didasarkan pada usulan dari daerah.
Saat ini terdapat 260 lokus stunting kabupaten/kota, tapi tidak semua kabupaten/
kota mengusulkan penggunaan DAK Fisik. Asumsinya, daerah tidak membutuhkan
DAK Fisik karena merasa sudah dialokasikan dalam APBD. Namun, bisa juga
peluang dukungan pendanaan ini tidak diketahui kabupaten/kota, padahal ini
sudah masuk tahun kedua. Dalam DAK Fisik dapat diusulkan obat gizi, PMT,
penyediaan alat antropometri, air minum SPAM komunal dan sebagainya.
Pada kasus berbeda, ada kabupaten/kota yang mengusulkan tetapi salah karena
berbeda dengan yang dialokasikan sehingga tidak bisa diberikan. Kondisi seperti
ini menyebabkan terjadi disintegrasi pendanaan. “Kasus stunting di desa A yang
diperbaikinya di desa B, harus benar-benar dipikirkan dan direncanakan serta
dipetakan, disinilah pentingnya peran Bappeda,” tambah Bapak Putut. Sebagai
tambahan, Dana Desa sudah dialokasikan ke seluruh kabupaten/kota yang punya
desa, diantaranya hal-hal yang terkait program stunting. Sebenarnya sumber
dana yang ada tidak hanya terbatas pada yang sudah disampaikan tetapi juga
ada DAU (Dana Alokasi Umum), DBH (Dana Bagi Hasil) dan PAD (Pendapatan
Asli Daerah).
Sebagai upaya pengawasan atau pemantauan dilakukan secara berjenjang.
Untuk kabupaten/kota kegiatan dikoordinasikan oleh Bappeda. Laporan secara
berjenjang. Secara parsial setiap K/L yang menjadi pengampu dana-dana
tersebut juga melakukan pemantauan dan evaluasi secara langsung dengan
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
18
mekanisme yang ada. Terutama untuk bandingkan perencanaan dengan realisasi
dan pencapaian indikator keluaran (output). Bila sudah terkoordinasi, pelaporan
tidak dilakukan secara terpisah tetapi sudah terintegrasi. Ini yang harus dilakukan
oleh pemerintah daerah sehingga konvergensi dari sisi pendanaan dan program
dapat berlangsung secara sinergis.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
19
Konvergensi Stunting dari Sudut Pandang Kementerian
Penjelasan tentang percepatan pencegahan stunting di bawah kementerian/
lembaga yang memegang porsi besar dalam penanggulangan stunting di
Indonesia pun disajikan. Ini untuk memberikan gambaran baik tentang desain
intervensi yang berkontribusi pada percepatan pencegahan stunting sesuai
mandat Stranas Stunting. Sebagai narasumber yaitu Ibu Kirana Pritasari (Dirjen
Kesehatan Masyarakat, Kemenkes), Bapak Agus Rahman (Kasubdit Program
dan Evaluasi Direktorat Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan PAUD dan
Dikmas, (Kemendikbud) dan Bapak Ivan Rangkuti (Kasubdit Pengembangan
Akses Informasi Masyarakat, Direktorat Pelayanan Sosial Dasar, Ditjen PPMD,
Kementerian Desa PDTT) .
Gambar 10. Peserta sangat antusias pada penjelasan kelompok sesi Konvergensi Stunting dari sudut kementerian
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
20
Upaya percepatan pencegahan stunting perlu menyasar penyebab langsung
dan tidak langsung melalui pendekatan menyeluruh yang mencakup intervensi
gizi spesifik dan gizi sensitif. Intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan oleh
sektor kesehatan, sedangkan intrevensi gizi sensitif terkait ketahanan pangan
pendidikan PAUD, sanitasi, dan lain sebagainya. Intervensi gizi sensitif dilakukan
kementerian/lembaga lain seperti Kementerian Desa PDTT, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial dan lembaga negara lainnya.
Sesuai dengan studi ilmiah, intervensi spesifik memiliki proporsi 30% terhadap
percepatan pencegahan stunting, sedangkan 70 % terkait intervensi sensitif.
Seperti halnya pernyataan Ibu Kirana Pritasari dalam sesi tersebut, “Jangan hanya
mengandalkan intervensi spesifik, karena yang sensitif juga mempunyai dampak
besar terhadap penurunan stunting. Contohnya, pendidikan di PAUD akan
sangat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan kognitif anak.” Ibu
Kirana juga menegaskan bahwa intervensi stunting juga harus dilakukan kepada
semua kelompok; remaja, usia sekolah, balita, bayi baru lahir, usia reproduksi,
dan ibu hamil. Sebagai contoh, anak dalam jenjang pendidikan SMP dan SMA
harus sehat, tidak boleh anemia agar lebih siap ketika memasuki usia pernikahan.
Kemenkes mempunyai kewajiban menyusun Pedoman Penyusunan Strategi
Komunikasi (Strakom) Perubahan Perilaku Progam Pencegahan Stunting (Pilar
ke 2). Perubahan perilaku tidak bisa berjalan dengan baik jika infrastruktur lain
tidak terpenuhi, seperti gizi seimbang, atau ketahanan pangan belum baik.
Berdasarkan panduan ini, diharapkan daerah mampu mempunyai strategi
masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan budaya masyarakat masing-masing
(konteks lokal). Penyusunan strategi ini harus mendapat dukungan komitmen
dari pimpinan daerah, sehingga strategi perubahan perilaku yang disusun
daerah bisa diterapkan sehingga terjadi perubahan perilaku di masyarakat.
Intervensi sensitif dalam program pencegahan stunting juga disampaikan
Kasubdit Program dan Evaluasi Direktorat Pembinaan Guru dan Tenaga
Kependidikan PAUD dan Dikmas, Kemendikbud, Bapak Agus Rahman. Dalam
Stranas Stunting disebutkan bahwa salah satu cakupan dalam intervensi sensitif
adalah peningkatan kesadaran komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan
anak. Praktik pengasuhan dapat dilakukan dan didorong oleh para Pendidik PAUD.
Di tingkat desa diharapkan pendidik PAUD desa melakukan kegiatan pengasuhan
dalam rangka melakukan stimulasi kepada ibu hamil, anak-anak berusia dua tahun,
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
21
termasuk didalamnya pengajaran kepada orang tua untuk berinteraksi dengan
anak-anak tersebut. Kemendikbud menugaskan pendidik PAUD bertugas
melakukan kegiatan pengasuhan dalam rangka melakukan stimulasi kepada sasaran.
Tahun 2018, Kemendikbud telah menerbitkan materi modul dan modul
pengasuhan stimulasi pencegahan stunting. Tahun 2019-2021, Kemendikbud
menargetkan pendidikan dan pelatihan (diklat) kepada 2000 orang calon pelatih
(ToT) PAUD tingkat kabupaten di 100 kab prioritas dengan menu pelatihan yang
sudah mencakup materi gizi dan kesehatan. Setiap kabupaten akan mengirimkan
20 orang. Selanjutnya Dinas Pendidikan harus memastikan bagaimana diklat
pendidik PAUD Desa dapat dilaksanakan oleh kabupaten dengan dibiayai oleh
Dana Desa. Selain untuk mencegah stunting, Kemendikbud juga berkewajiban
melakukan penguatan kompetensi tenaga pendidik PAUD secara umum,
melalui diklat berjenjang. Pada akhirnya diharapkan akan tercipta PAUD Holistik
dan Integratif (PAUD HI) yang mendukung percepatan pencegahan stunting
yang di dalamnya mencakup 4 aspek layanan (pendidikan, kesehatan, gizi dan
pengasuhan) serta melibatkan berbagai pihak terkait peningkatan pendidikan,
khususnya dalam program aksi cegah stunting.
Inisiasi-inisiasi lain yang dilakukan Kemendesa PDTT untuk mendukung Percepatan
Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) diantaranya adalah menerbitkan 3 buku
yaitu Panduan Fasilitasi Konvergensi, Pembentukan KPM (Kader Pembangunan
Manusia), dan Program Rumah Desa Sehat. Panduan pembentukan KPM sudah
difasilitasi Tenaga Ahli (TA) di daerah, pendamping desa dan pendamping lokal
desa. Sementara itu KPM yang sudah dilatih antara lain bertugas untuk memastikan
TTD (Tablet Tambah Darah) diminum oleh sasaran kegiatan pencegahan stunting.
Gambar 11. Illustrasi kegiatan PAUD & Posyandu Remaja
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
22
Percepatan Pencegahan Stunting tetap berjalan dan telah mencapai hasil.
Meski demikian masih banyak tantangan yang dihadapi, baik di pusat maupun
di tingkat daerah. Beberapa pertanyaan yang muncul dalam sesi ini seperti
diajukan Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, mengenai PAUD yang sudah
menggunakan Dana Desa, namun perlu disediakan anggaran non fisik terkait
operasional Pendidik PAUD. Pertanyaan lainya datang dari Kabupaten Kutai
Kertanegara tentang KPM yang menjadi kader adalah bidan desa. Masalahnya
terdapat perbedaan instrumen antara KPM dengan tenaga bidan desa karena
banyak KPM tidak punya kompetensi terkait kesehatan. Isu lainya adalah terkait
TTD (Tablet Tambah Darah), yang punya program kesehatan, tetapi sasarannya
ada di Dinas Pendidikan. TTD tidak sekadar dibagi, tetapi harus diminum di
sekolah disaksikan oleh guru, Dinas Kutai Kertanegara sudah ada MoU terkait
kewajiban tersebut. Kedua pertanyaan di atas adalah contoh kecil mengapa
upaya Percepatan Pencegahan Stunting masih perlu berbenah dan disampaikan
ke tingkat yang lebih bawah secara lebih jelas dan seragam agar terjadi kesamaan
pemahaman.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
23
Praktik Baik“Inisiasi dan Inovasi dari Multi Sektor dalam Percepatan Pencegahan Stunting”Praktik baik atau Good Practices dapat didefinisikan sebagai cara paling efisien
dan efektif untuk menyelesaikan suatu tugas, berdasarkan suatu prosedur yang
dapat diulangi yang telah terbukti ampuh untuk banyak orang dalam jangka
waktu yang cukup lama. Istilah ini juga sering digunakan untuk menjelaskan
proses pengembangan suatu cara standar untuk melakukan suatu hal yang dapat
digunakan oleh berbagai organisasi.
Banyak daerah telah mencoba melakukan intervensi-intervensi dalam upaya
percepatan pencegahan stunting dengan pendekatan kearifan lokal. Beberapa
kabupaten telah mencapai hasil yang baik sehingga dapat dijadikan contoh
atau inspirasi. Intervensi-intervensi ini ada yang berasal dari inisiatif pemerintah
daerah, tetapi ada juga buah hasil kemitraan dengan pihak swasta atau dengan
lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Gambar 12. Sesi Talkshow Praktik Baik oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
24
Sesi praktik baik, diawali dengan menghadirkan Bapak Emil Dardak (Wakil
Gubernur Jawa Timur) dan Bapak Mulkan (Bupati Bangka). Bapak Emil Dardak
menyoroti masalah stunting di Jawa Timur. Beliau menyatakan, “Kita tidak bisa
menganggap bahwa stunting hanya untuk keluarga miskin, namun memang ada
korelasi antara stunting dan kemiskinan. Political will harus berawal dari pimpinan
karena melibatkan lintas OPD,” tambah Bapak Emil. “Yang perlu diingat bahwa
intervensi multidimensi ini diharapkan bisa dilaksanakan,” tandasnya. Lebih
dari itu, informasi berdasarkan gambar World Hunger Map menyatakan bahwa
Indonesia bukan tempat yang mengalami kelaparan akut. Ketahanan pangan
Indonesia relatif baik sehingga hal ini seharusnya menjadikan stunting bisa
lebih mudah dicegah. Jawa Timur berpenduduk 40 juta jiwa dan memiliki angka
prevalensi stunting bervariasi dari 20,86% - 47,92% (2018) dan 22,7% - 56,4%
(2013). Terdapat 12 kabupaten/kota yang menjadi lokus stunting di Jawa Timur,
untuk mengatasi stunting misalnya dapat dilakukan dengan pendekatan budaya
lokal. Jawa Timur memiliki budaya Mataraman (45%), Madura (30%), Arek (20%),
Osing dan Tengger (5%).
Karenanya ada beberapa hal yang dilakukan oleh Pemerintah Jatim:
Pendekatan berbasis tokoh agama sangat penting dilakukan. Sebagai contoh, ibu Kyai di Madura menjadi tokoh penting dalam program stunting. Secara keseluruhan dalam konteks ini harus melihat bagaimana kondisi sosial ekonomi dan pendekatan yg paling efektif. Keterlibatan kader kesehatan masyarakat dalam mengukur berat badan balita dilakukan secara periodik. Peningkatan fungsi Puskesmas juga ditingkatkan. Puskesmas memiliki dua fungsi yakni kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat. Kecenderungan saat ini adalah Puskesmas dibangun seperti rumah sakit mini seperti penyediaan rawat inap, tetapi hal ini jangan sampai melupakan fungsi utama Puskesmas. Sebagai tambahan masalah sanitasi juga perlu diperhatikan, misalnya BAB (Buang Air Besar) di pinggir sungai. Dari segi praktik pendanaan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur memberikan panduan apa yg seharusnya dapat dipenuhi di desa, seperti penggunaan Dana Desa yang tidak hanya untuk pembangunan fisik.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
25
Sesuai dengan Stranas Stunting 2018 – 2024, Provinsi Jawa Timur sedang
mempersiapkan Peraturan Gubernur. Sementara itu, Peraturan Bupati (Perbup)
dan Peraturan Wali Kota (Perwali) penurunan stunting ada di 9 kab/kota. Hal
ini sesuai dengan Pilar 1 Stranas Stunting. Pada tahun 2019, rapat koordinasi
Tim Kelompok Kerja (Pokja) stunting dilakukan setiap triwulanan. Sementara
itu, Rencana Aksi Daerah dan Gizi (RADPG), pemanfaatan makanan lokal juga
dilakukan. Penilaian kinerja kab/kota lokus stunting dilakukan sesuai dengan Pilar
5 Stranas Stunting. Sementara itu untuk memastikan keterpaduan data, untuk
melihat intervensi sensitif dan spesifik tidak hanya dipantau oleh Dinkes, tetapi
semua OPD terkait.
Jawa Timur juga telah melakukan ranking sesuai 8 Aksi Konvergensi berdasarkan
penilaian paling inovatif (Malang), paling replikatif (Probolinggo), inspiratif
(Nganjuk). Dalam pelaksanaan 8 Aksi Cegah Stunting, Aksi 1 sampai 4 dari 8 Aksi
Cegah Stunting telah dilakukan.
Sebagai tindak lanjut atas Percepatan Pencegahan Stunting di Jawa Timur,
Pemprov akan mencoba meningkatkan dan memfasilitasi akses kepada
pemangku kepentingan (stakeholder) yang dilibatkan. Pemprov juga akan
membuat terobosan-terobosan baru dan meminta Kemendagri untuk melakukan
penilaian kinerja. Lebih jauh, Pemprov juga akan memprioritaskan 15 kabupaten
yang merupakan kantong kemiskinan.
Hal senada juga dipaparkan Bapak Mulkan (Bupati Bangka) menyikapi stunting
di Kabupaten Bangka. “Daerah belum bisa dikatakan maju dan berkembang jika
angka stunting tetap tinggi dan ini adalah pekerjaan rumah bagi kita di daerah,”
katanya. Angka prevelensi stunting Kabupaten Bangka sebesar 32,27% (2013)
dan akibatnya adalah kerugian ekonomi yang ditaksir berjumlah Rp 293 milyar -
Rp 439 milyar.
Untuk mengatasi masalah ini diperlukan komitmen dan keseriusan dari kepala
daerah. Komitmen yang dimaksud adalah bagaimana mewujudkan SDM
berkualitas dan berdaya saing. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangka
menerbitkan 3 Peraturan Daerah (Perda), 7 Perbup (Peraturan Bupati) dan 9 Surat
Keputusan untuk mendukung percepatan pencegahan stunting. Pemkab Bangka
juga menandatangani MoU dengan Kementarian Agama untuk membatasi usia
pernikahan dini menjadi 17 tahun. Di samping itu, Pemkab juga mendukung
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
26
program-program terkait gizi ibu hamil dan pengasuhan seperti Bumil Resti, SMS
Bunda Cerdas, PMT Bumil, Jampersal, Manajemen data kesehatan ibu, kelas ibu
hamil, konseling gizi dan kesehatan, bina keluarga balita, parenting, akses PAUD,
pengasuhan orang tua hebat, dan PMT balita.
Inovasi-inovasi terus ditumbuhkan dalam rangka penurunan prevalensi stunting
seperti Program Kembang Desa, Public Service Center, Isbat Muda (legalisasi
pernikahan dini) untuk pendataan keluarga, Bang Muda (Bangka Mudah Dapat
Akta), dan menggunakan budaya pantun untuk sosialisasi stunting. Semua hal ini
dilakukan Pemkab untuk peningkatan penurunan angka prevalensi stunting.
Dalam Stranas Stunting, pada Pilar 1 dijelaskan bahwa Pilar ini menjaga dan
menindaklanjuti komitmen dan visi Presiden dan Wakil Presiden terhadap
Percepatan Pencegahan Stunting dengan mengarahkan, mengkoordinasikan,
dan memperkuat strategi, kebijakan, dan target pencegahan stunting.
Penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah,
pemerintah desa, kelompok-kelompok masyarakat, hingga rumah tangga.
Penetapan strategi dan kebijakan percepatan pencegahan stunting diselaraskan
dengan sasaran World Health Assembly (WHA) 2025, dan agenda kedua dari
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Berbagai kegiatan terkait Pilar 1
dikoordinasikan oleh Setwapres.
Salah satu strategi yang perlu dilakukan adalah keterlibatan dunia usaha,
universitas/akademisi, organisasi profesi, media, dan organisasi/kelompok
masyarakat lainnya, dengan memobilisasi sumber daya dan mendorong partisipasi
secara aktif dalam percepatan pencegahan stunting di kalangan masyarakat.
Kemitraan kelompok non pemerintah dengan pemerintah ini sudah banyak
berjalan. Setwapres juga serius menggulirkan kemitraan swasta dan pemerintah
dalam mendukung percepatan pencegahan stunting.
Sudah banyak inisiatif kemitraan sehingga upaya konvergensi tidak saja diantara
lembaga milik pemerintah saja, tetapi juga kerjasama pihak swasta dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki perhatian dalam masalah stunting.
a. Kemitraan Pemerintah
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
27
Setwapres memberikan contoh praktik baik pada keterlibatan organisasi non
pemerintah, baik profit organization ataupun non-profit organization. Contohnya
adalah LSM internasional, GAIN International (Global Alliance for Improved
Nutrition) dan Plan International.
Dikaitkan dengan kegiatan kemitraan untuk Pilar 2, perubahan perilaku adalah
salah satu pemicu penurunan angka prevalensi stunting. Dimana Kemenkes
bertanggungjawab terhadap isi pesan yang ingin disampaikan berikut
penyampaiannya yang fokus pada metode Komunikasi Antar Pribadi (KAP).
Kemenkominfo berwenang untuk menyampaikan pesan tersebut kepada
sasarannya melalui berbagai kanal informasi yang sesuai dan mudah dicerna oleh
masyarakat. Kemenkominfo akan berkontribusi untuk memperkuat kampanye
nasional dalam percepatan pencegahan stunting dengan penyelenggaraan
kampanye media yang massive dan mendukung apa yang dilakukan oleh
Kemenkes di lapangan.
Peran LSM dalam aksi cegah stunting melalui perubahan perilaku menggunakan
metode Komunikasi Antar Pribadi (KAP) terlihat pada kegiatan yang dilakukan
GAIN International di Probolinggo, Jawa Timur. Emo-Demo (Emotional
Demonstration) adalah langkah di sektor hulu dalam pencegahan stunting. Emo-
Demo adalah cara untuk meningkatkan kapasitas kader dalam menyampaikan
pesan-pesan perbaikan gizi kepada masyarakat. Contohnya, bagaimana pelatihan
kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif dan makanan bergizi untuk anak di
Probolinggo, Jawa Timur.
Praktik Baik PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) adalah salah satu kegiatan yang
Gambar 13. Tampilan aplikasi Emo-Demo
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
28
penting dan menjadi prioritas utama dalam Stranas Stunting. PAUD adalah salah
satu intervensi gizi sensitif yang menyasar penyebab tidak langsung anak stunting,
melalui kelas pengasuhan. Lebih dari itu, dalam 5 Pilar Percepatan Pencegahan
Stunting, PAUD terdapat dalam Pilar ke-3 (Konvergensi Program Pusat, Daerah
dan Desa) sehingga semua praktik baik yang telah dilaksanakan di daerah perlu
dijadikan pijakan program yang sesuai dengan wilayah masing-masing.
Praktik baik terkait PAUD menjadi salah satu fokus diskusi acara Rapat Koordinasi
Teknis ini. Plan International memiliki pendekatan dalam mengatasi stunting
melalui integrasi beberapa kegiatan, yakni: mencegah perkawinan anak, PAUD
dan perlindungan anak, Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), ketrampilan
pengasuhan untuk membangun kapasitas orang tua di 600 desa di Nusa Tenggara
Timur dan Nusa Tenggara Barat. Plan Internatonal juga mengembangkan materi
untuk kelas pengasuhan yang diintegrasikan dengan STBM dan gizi. Materi ini
dapat digunakan oleh lembaga lain bila ingin direplikasi di daerah lain sebagai
sebuah praktik baik.
Sementara itu World Bank mempresentasikan praktik baik Program Generasi
Desa Cerdas di Sumba, dimana dikembangkan 10 langkah untuk memastikan
peningkatan kapasitas PAUD. Aktivitas ini meliputi:
Pendataan dan analisis data guru PAUD, potensi pendanaan dan data prevalensi stunting;Rapat koordinasi kabupaten; Memastikan terjadinya Pelatihan Calon Pelatih (PCP); Dinas PMD menyusun dan memproses regulasi yang disepakati sedangkan Dinas Pendidikan menetapkan organisasi mitra untuk mendukung pelaksanaan pelatihan; Bappeda memfasilitasi rapat koordinasi kabupaten terkait persiapan sosialisasi ditingkat kecamatan dan desa; Pelaksanaan sosialisasi di tingkat kecamatan; Pelaksanaan Musyawarah Desa; Penyusunan rencana Pelatihan Guru PAUD desa di tingkat kabupaten (District Planning Plan); Pelaksanaan pelatihan; dan Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi.
1.
2.3.4.
5.
6.7.
8.9.10.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
29
b. Kemitraan Swasta
Sebagai bagian upaya konvergensi, pihak swasta juga dapat berperan penting
dan terlibat langsung dalam percepatan pencegahan stunting di Indonesia.
Inisiatif perusahaan swasta dalam upaya pencegahan stunting telah dan sedang
dilakukan sebagai bagian dari CSR (Corporate Social Responsibility) ataupun
bentuk tanggungjawab terhadap misi perusahaan. Sebagai contoh, Yayasan Haji
Kalla yang bersama dengan Pemda dan Poltekes menyampaikan dukungannya
berupa sosialisasi pencegahan stunting dengan pendekatan keluarga di Maros,
Sulawesi Selatan. Contoh lain adalah PT. Sinar Mas dan PT. Danone Indonesia juga
memiliki program CSR yang terkait pencegahan stunting. Mereka hadir sebagai
narasumber dalam Sesi “Praktik Baik Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam
Pencegahan Stunting” (Kelas 2) bersama Kepala Bappeda Kabupaten Kapuas
Hulu dan Kepala Bappeda Kabupetan Pandeglang sebagai lokasi program
stunting yang mereka laksanakan.
Menurut Kepala Bappeda Kabupaten Kapuas Hulu, dengan angka prevalensi
stunting yang cukup tinggi (35%), Kabupaten Kapuas Hulu melakukan pendekatan
dengan beberapa perusahaan untuk bersinergi dalam mengatasi masalah
stunting. Di lain pihak Sinar Mas memiliki perhatian untuk melakukan pencegahan
stunting, salah satunya di Desa Mantan yang berada dalam radius wilayah kerja
Sinar Mas. Sejak 1 Juli 2018 - 31 Agustus 2019, Desa Mantan, Kecamatan Suhaid,
Kabupaten Kapuas Hulu menjadi projek kemitraan cegah stunting antara TNP2K
dan Setwapres. Intervensi pencegahan stunting yang dilakukan antara lain
pembelian peralatan kesehatan Posyandu, sosialisasi, konsumsi gizi (7 kegiatan),
pola asuh (2 kegiatan), kebersihan lingkungan (5 kegiatan). Ada 10 OPD yang
terlibat dengan pembiayaan perjalanan dinas yang dibebankan kepada Pemkab
Kapuas Hulu.
Contoh-contoh kegiatan dalam intervensi stunting di Kapuas Hulu adalah
penanaman bibit bersama oleh Dinas Pertanian, kemudian membagikan kepada
masyarakat sehingga tersedia suplai tanaman palawija, kacang, dan lainnya.
Kegiatan lain yang dilakukan adalah penyuluhan untuk mengolah pupuk kompos/
organik, kegiatan di Posyandu, pembangunan MCK (14 MCK sudah dapat
digunakan), penyuluhan pola asuh anak untuk cegah stunting, lomba pekarangan
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
30
sehat, monitoring desa binaan, penyuluhan makanan sehat bergizi seimbang dari
hasil pekarangan mereka, dan membuat rencana tindak lanjut.
Kemitraan dengan pihak swasta juga terjadi di Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat,
yang memiliki prevalensi stunting sebesar 39,5 % (Riskesdas 2018) dan termasuk
daerah tertinggal (menjadi kabupaten daerah tertinggal yang terentaskan tahun
2015-2019 pada Agustus 2019). Sebagai bentuk dari CSR, Danone melakukan
uji coba di Desa Bayumundu, sesuai rekomendasi yang diterima Danone dari
Kemendesa PDTT. Ujicoba program selama 6 bulan dilaksanakan di desa tersebut
sebagai bagian dari intervensi untuk anak yang sudah mengalami stunting
(curative).
Secara garis besar langkah-langkah aksi cegah stunting yang dilakukan Danone
meliputi koordinasi lembaga terkait (penyamaan persepsi), pelatihan tenaga
kesehatan (memastikan tenaga kesehatan dan kader punya standar yg sama
dan benar), pendataan dan screening status gizi balita (memastikan intervensi
yg diberikan tepat), serta intervensi dan monitoring (memastikan keberlanjutan
perbaikan gizi). Seluruh proses ini dilakukan dengan pendampingan untuk
pemerintah setempat. Kemitraan di Desa Bayumundu ini memperlihatkan peran
Gambar 14. Pemerintah Daerah Kapuas Hulu memberikan paparan praktik baik kemitraan antara pemerintah daerah dan swasta
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
31
masing-masing stakeholder. Koordinasipun dilaksanakan baik di pusat maupun
daerah. Yang perlu diingat adalah Posyandu merupakan poros penting untuk
screening awal, harus dipastikan terlatihnya tenaga atau kader.
Saat ini dunia telah memasuki era Revolusi Industri 4.0, termasuk Indonesia.
Kemajuan teknologi informasi tidak saja dirasakan di kawasan perkotaan saja,
tetapi juga merambah ke wilayah pedesaan. Kemajuan teknologi informasi
yang pesat memacu pengembangan berbagai aplikasi yang dapat membantu
pekerjaan di sektor kesehatan menjadi lebih efesien, cepat, dan tepat sebagai
basis pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Sesi Praktik Baik “Pembangunan Satu data untuk Memantau Pencegahan
Stunting di Kabupaten” menampilkan Aplikasi Bumilku (Kabupaten Kulon
Progo), SmartKampung (Kabupaten Banyuwangi) dan E-PPGBM (Kemenkes).
Aplikasi-aplikasi tersebut adalah alat yang bisa dijadikan contoh, rujukan atau
dapat digunakan untuk membantu Program Percepatan Pencegahan Stunting di
tingkat kabupaten/kota
Kabupaten Kulon Progo memiliki predikat daerah paling miskin di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), namun umur harapan hidup tertinggi. Bumilku
merupakan quick win unggulan Kulonprogo dalam penerapan Smart City
sebagai aplikasi pemantauan kesehatan ibu hamil yang mengintegrasikan Nomor
Induk Kependudukan (NIK) dan Geospasial. Aplikasi Bumilku digunakan untuk
mengetahui kondisi ibu hamil dalam upaya peningkatan kualitas kesehatannya.
Aplikasi ini dirintis sejak 2018 dan berhasil masuk 10 terbaik penilaian inovasi
pemanfaatan Informasi Geospasial (IG) Nasional yang diselenggarakan Badan
Informasi Geospasial (BIG) pada tahun 2019. Aplikasi Bumilku dioperasikan oleh
para bidan yang mencakup informasi pemantauan bidan (golongan darah, isi
HPM, riwayat kehamilan, isi jaminan), monev fasilitas kesehatan (isi diagnosa,
isi ANC, ANC terpadu, status), persalinan ibu hamil (normal di bidan, dengan
risiko di Puskesmas, dan risiko tinggi ke RSUD). Bidan desa bertanggung jawab
terhadap ibu hamil di wilayahnya, namun penanganan tergantung tingkat
keparahan masing-masing.
c. Pengelolaan Data Inovatif
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
32
(Menkominfo), 189 desa sudah masuk jaringan fiber optic, wifi di ruang publik
desa, pelayanan publik berbasis digital, kantor desa ramah lansia disabilitas anak
ibu hamil, keterbukaan informasi publik, honor untuk satgas pemburu kemiskinan.
SmartKampung dapat menjadi kolaborasi antar desa. Desa yang dapat
melaporkan apa yg terjadi di lapangan akan diberi honor. Contoh lain bagaimana
jika SmartKampung digunakan oleh tukang sayur yang diberi telepon genggam
Android, lalu digunakan untuk bertanya ke ibu hamil apakah ibu hamil sudah masuk
ke daftar? Ini cara optimal untuk mencari bumil hingga ke pelosok kampung. Data
lalu dihubungkan ke Puskesmas, maka akhirnya data akan langsung keluar dan
dapat digunakan. Akibat dari SmartKampung ini sangat berpengaruh terhadap
pembangunan Kabupaten Banyuwangi. Pendapatan per kapita naik 134% dari
2010 ke 2018, kunjungan wisatawan domestik naik 960%, dan PDRB naik 142%
dari 2010 ke 2018.
Gambar 15. Program SmartKampung yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Bila Kabupaten Kulon Progo
memiliki Aplikasi Bumilku,
maka Kabupaten Banyuwangi
memiliki SmartKampung.
SmartKampung adalah
program pengembangan
desa yang digagas
Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi untuk
mendekatkan pelayanan
publik hingga ke level
desa. Setiap desa didesain
memiliki program terintegrasi
yang memadukan antara
penggunaan teknologi,
kegiatan ekonomi produktif,
peningkatan pendidikan
dan kesehatan, dan upaya
pengentasan kemiskinan.
Sejak diluncurkan pada Mei
2016 oleh Bapak Rudiantara
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
33
Kementerian Kesehatan memperkenalkan Aplikasi e-PPGBM (Pencatatan dan
Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) yang dikelola Direktorat Gizi Masyarakat,
Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes dalam upaya peningkatan pengelolaan
kesehatan ibu dan anak, termasuk didalamnya pencegahan stunting. Aplikasi ini
ditujukan untuk memberikan informasi status gizi individu baik balita maupun
ibu hamil secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan untuk penyusunan
perencanaan dan perumusan kebijakan gizi. Dimana petugas pengelola gizi
Puskesmas bertanggung jawab dalam melakukan input data dalam sistem dan
bisa mengaksesnya untuk digunakan dalam pengelolaan program di lokasinya.
Dengan adanya e-PPGBM, maka diharapkan siapa pun penggunanya akan
mendapatkan beberapa manfaat, diantaranya:
Aplikasi ini akan memberikan berbagai data:
Data yang saat ini dimiliki e-PPGBM masih belum mencakup semua populasi ibu
dan balita di Indonesia. Diharapkan data ini akan bisa lebih dilengkapi, mengingat
Kemenkes akan bergantung pada Puskemas yang tersebar di seluruh Indonesia
untuk mengisi data secara rutin dan berkelanjutan.
Tentunya, adanya berbagai data yang tersebar di masing-masing kabupaten
dengan metode pengumpulan data yang berbeda akan memperkaya data
yang bisa disetor ke e-PPGBM. Konsistensi data tetap dibutuhkan, sehingga
Memperoleh data sasaran individu Mengetahui status gizi individu secara cepat dan akurat Mengetahui secara cepat balita gizi buruk yang harus dirujuk atau dilakukan tindakanMengetahui pertumbuhan balitaMemantau pemberian makanan tambahan
Identitas sasaran individu Pengukuran yang meliputi penimbangan, tinggi badan dan lingkar lengan atas (LiLA) Status gizi balita by name by address hasil pemantauan bulanan dari seluruh Posyandu di Puskesmas di Indonesia. Dashboard peta dan diagram yang menggambarkan kondisi status gizi per desa/kecamatan/ kabupaten/propinsiKinerja Gizi (Vitamin A, Pemberian Makanan Tambahan, Tablet Tambah Darah, Masalah Gizi)Perilaku Masyarakat (Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif, Kartu Menuju Sehat, Penimbangan Balita)
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
34
pengelolaan program di tingkat nasional hingga desa pun menjadi baik. Tepat
sasaran dan efektif.
Semua praktik baik yang ditampilkan dalam acara Rapat Kerja Teknis, 1 – 4 Oktober
2019 di Jakarta, diharapkan akan menjadi inispirasi dan tempat pembelajaran
sehingga dapat diterapkan dan dijadikan inovasi untuk percepetan pencegahan
stunting pada khususnya dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat pada
umumnya. Inovasi-inovasi dan intervensi-intervensi baru tetap diperlukan.
Alangkah baiknya bila kita meningkatkan kualitas inovasi-inovasi dan intervensi
yang sudah dibangun dan dikembangkan.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
35
Wilayah PrioritasPercepatan Pencegahan StuntingSesuai target nasional, 260 Kabupaten/Kota diharapkan menjadi wilayah prioritas
percepatan pencegahan stunting nasional di tahun 2019. Setelah 160 Kabupaten/
Kota selesai terpilih, pada October 2019, pemerintah menambahkan 100
kabupaten sebagai wilayah prioritas tahun 2020. Pada 1 – 4 Juli 2019 (Rakortek
ke-2) di Jakarta, 100 Kabupaten/Kota direncanakan berkomitmen. Nama-nama
kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
Daftar Kabupaten/Kota tersebut adalah :
No Provinsi Kabupaten/Kota1 Aceh 1 Simeulue
2 Bireuen
3 Nagan Raya
4 Kota Subulussalam
5 Aceh Tenggara
6 Bener Meriah
7 Gayo Lues
2 Sumatera Utara 8 Mandailing Natal
9 Nias
10 Pakpak Bharat
11 Dairi
12 Nias Selatan
13 Nias Barat
14 Padang Lawas Utara
15 Tapanuli Tengah
16 Deli Serdang
17 Kota Medan
3 Sumatera Barat 18 Lima Puluh Kota
4 Riau 19 Rokan Hilir
20 Kepulauan Meranti
21 Pelalawan
Lampiran 1.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
36
No Provinsi Kabupaten/Kota5 Jambi 22 Merangin
23 Tanjung Jabung Barat
6 Sumatera Selatan 24 Ogan Ilir
25 Lahat
26 Banyu Asin
27 Kota Palembang
7 Bengkulu 28 Bengkulu Selatan
29 Seluma
8 Lampung 30 Lampung Utara
31 Pesawaran
9 Kepulauan Bangka Belitung 32 Bangka Selatan
10 Kepulauan Riau 33 Karimun
11 DKI Jakarta 34 Kota Jakarta Timur
12 Jawa Barat 35 Bekasi
36 Kota Bekasi
37 Kota Depok
38 Kota Bandung
39 Ciamis
40 Purwakarta
13 Jawa Tengah 41 Sragen
42 Pati
43 Jepara
44 Magelang
14 Daerah Istimewa Yogyakarta 45 Gunung Kidul
15 Jawa Timur 46 Pasuruan
47 Ngawi
48 Kota Surabaya
49 Sidoarjo
16 Banten 50 Serang
51 Tangerang
17 Bali 52 Bangli
18 Kalimantan Barat 53 Melawi
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
37
No Provinsi Kabupaten/Kota19 Kalimantan Tengah 54 Kapuas Hulu
55 Barito Selatan
56 Gunung Mas
20 Kalimantan Selatan 57 Tapin
58 Tabalong
59 Kutai Kartanegara
21 Kalimantan Timur 60 Kutai Timur
22 Kalimantan Utara 61 Bulungan
23 Sulawesi Utara 62 Minahasa Utara
63 Bolaang Mangondow Selatan
24 Sulawesi Tengah 64 Sigi
65 Morowali
25 Sulawesi Selatan 66 Kepulauan Selayar
67 Pinrang
68 Gowa
69 Pangkajene Dan Kepulauan
70 Tana Toraja
71 Sinjai
72 Jeneponto
73 Toraja Utara
74 Takalar
26 Sulawesi Tenggara 75 Wakatobi
76 Muna
77 Kolaka Timur
78 Buton Selatan
27 Gorontalo 79 Bone Bolango
28 Sulawesi Barat 80 Mamuju Tengah
29 Maluku 81 Maluku Tenggara
82 Seram Bagian Timur
83 Maluku Barat Daya
30 Maluku Utara 84 Halmahera Timur
85 Halmahera Tengah
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
38
No Provinsi Kabupaten/Kota31 Papua Barat 86 Fakfak
87 Kaimana
88 Teluk Wondama
89 Teluk Bintuni
90 Sorong
91 Raja Ampat
92 Maybrat
93 Manokwari Selatan
32 Papua 94 Merauke
95 Jayapura
96 Mimika
97 Mappi
98 Sarmi
99 Waropen
100 Kota Jayapura
Lokasi Kab Prioritas 2018/2019 yang tidak hadir di Rakornis sebelumnya
33 Nusa Tenggara Timur 101 Alor
102 Timor Tengah Utara
103 Malaka
35 Papua 104 Pegunungan Arfak
105 Puncak Jaya
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
39
KomitmenPercepatan Pencegahan StuntingContoh Lembar Komitmen Kabupaten :
PERNYATAAN KOMITMENPELAKSANAAN PERCEPATAN PENCEGAHAN ANAK KERDIL
(STUNTING)
Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, Pemerintah Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh berkomitmen untuk melakukan upaya percepatan pencegahan anak kerdil (stunting) di wilayah kami dengan melakukan aksi konvergensi/integrasi melalui beberapa kegiatan sebagai berikut:
1. Melakukan pemetaan program, kegiatan, dan sumber pembiayaan terkait percepatan pencegahan anak kerdil (stunting) hingga tingkat desa di daerah.2. Melaksanakan pertemuan daerah percepatan pencegahan anak kerdil (stunting) bersama dengan seluruh organisasi perangkat daerah, camat, kepala desa, dan pihak terkait lainnya.3. Melakukan pengumpulan dan publikasi data anak kerdil (stunting) serta program-program percepatan yang sudah dilakukan secara berkala, dan menggunakan data sebagai dasar untuk melakukan perbaikan program.4. Menyusun kebijakan dan melaksanakan kampanye perubahan perilaku dan komunikasi antar pribadi untuk percepatan pencegahan anak kerdil (stunting).5. Meningkatkan peran desa dalam melakukan konvergensi percepatan pencegahan anak kerdil (stunting) di desa.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dilaksanakan secara bertanggungjawab oleh seluruh unsur dan masyarakat.
Jakarta, 3 Oktober 2019Mengetahui,
Bupati Simeulue selakuPenanggung Jawab Pelaksanaan
Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting)
Deputi Bidang Dukungan KebijakanPembangunan Manusia danPemerataan Pembangunan
Lampiran 2.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
40
Laporan Pemberitaan Media Rapat Koordinasi Teknis Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Konvergensi Program di Wilayah Prioritas 1 – 4 Oktober 2019
Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) menggelar Rapat Koordinasi Teknis
(Rakortek) Percepatan Pencegahan Stunting 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta,
1 - 4 Oktober 2019. Acara tersebut diikuti oleh perwakilan 105 Kabupaten/Kota
Prioritas penanganan stunting di Indonesia dan diakhiri dengan penandatanganan
komitmen pencegahan stunting oleh seluruh Kepala Daerah peserta Rakornis.
Tahun 2019 pemerintah menetapkan 160 kabupaten prioritas penanganan
stunting, bertambah dari tahun 2018 lalu yang hanya 100 kabupaten yang tersebar
lokasinya di 34 propinsi. Sekretariat Wakil Presiden menyebarkan siaran pers untuk
menyebarluaskan pesan tentang perluasan lokasi prioritas pencegahan stunting.
Hasil pantauan media selama penyelenggaraan Rakortek Stunting 2019,
menunjukkan mayoritas media mengangkat isu tentang “Komitmen 105
Kabupaten/Kota untuk Penanganan dan Pencegahan Stunting”. Dalam bingkai
yang dibangun media, komitmen ini menjadi penting agar dapat menurunkan
angka stunting hingga di bawah 20 persen pada tahun 2024. Selain itu, media
juga mengangkat salah satu narasumber pada gelaran Rakortek, Wakil Gubernur
Jawa Timur Emil Dardak yang berbagi resep cara Jawa Timur menurunkan angka
stunting.
Narasumber yang paling banyak dikutip terkait isu ini adalah Deputi Bidang
Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil
Presiden (Setwapres), Bambang Widianto dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil
Elestianto Dardak. Total pemberitaan yang dimuat media massa sebanyak 33
artikel dengan tonality seluruhnya positif. Press release disebarkan oleh Kantor
Humas Setwapres didukung Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting).
Lampiran 3.
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING, OKTOBER 2019
41
Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya. Stunting dan masalah gizi lain diperkirakan menurutkan produk domestic bruto (PDB) sekitar 3% per tahun.
Sumber Stranas Stunting 2018-2024
Profil
Gambar 16. Panitia Rapat Koordinasi Teknis Percepatan Pencegahan Stunting berfoto bersama Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia, Setwapres RI, Bambang Widianto
TP2AK atau Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) di bawah koordinasi Kedeputian Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia, Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) Republik Indonesia.
Setwapres didukung TP2AK bertugas memastikan sinkronisasi program-program nasional, lokal dan masyarakat dengan pendekatan multisector melalui konvergensi program dan menyasar keluarga dengan ibu hamil dan baduta atau keluarga 1000 HPK di semua tingkatan yang didasari pada 5 (lima) pilar pencegahan stunting, yaitu (1) Komitmen dan visi kepemimpinan tertinggi negara; (2) Kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku; (3) Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah, dan desa; (4) Gizi dan ketahanan pangan, (5) Pemantauan dan evaluasi.
TIM PERCEPATAN PENCEGAHAN ANAK KERDIL (STUNTING)SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Gedung Grand Kebon Sirih, Lantai 15 Jl. Kebon Sirih Raya No. 35, Jakarta Pusat 10340
Telepon +62 21 391 2812Faksimili +62 21 391 2511E-mail [email protected]