139

Mengapa Aku Memilih Poligami_rikrik Arika

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Novel Indonesia, terinspirasi dari kisah nyata

Citation preview

  • Mengapa

    Aku Memilih Poligami

    rikrik_arika

  • Mengapa Aku Memilih Poligami

    Penulis : rikrik_arika

    Penyunting : eyang_dew

    Cetakan Petama, Maret 2015

  • Terimakasih Khusus Kepada

    ALLAH Tuhan Seluruh Alam

    yang tiada hentinya memberi karunia dan petunjuk

    walau hambaMu ini tak pernah sempurna dalam

    menyembahMu

    Ibu

    Pendukung utamaku yang selalu sabar menghadapi

    ketidakstabilan emosiku

    Bapak

    Atas warisan terbesar yang ditinggalkan untukku

    Mbak Heru Sriwahyuni

    Pemberi komentar pertama pada novel-novelku yang

    membangkitkan semangat menulis

    Terima Kasih Semua

  • 4 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Kata Pengantar

    Alhamdulillah, akhirnya saya bisa menulis novel ini yang

    terinspirasi dari sebuah kisah nyata.

    Saya mengangkat topik poligami karena poligami tidak

    hentinya menjadi topik hangat untuk dibicarakan dalam

    berbagai bentuk, seperti pembicaraan ibu-ibu saat

    arisan, dibahas dalam pengajian, dalam talkshow,

    artikel, buku, sinetron, film, dan lain sebagainya.

    Poligami selalu menjadi bahan perdebatan karena

    dihalalkan dalam Islam, tetapi begitu menyakitkan bagi

    perempuan. Karena menggunakan topik yang selalu

    hangat, saya berharap bahwa novel ini bisa menarik

    banyak orang untuk membacanya.

    Alasan kedua untuk menulis novel ini adalah permintaan

    pelaku utamanya sendiri. Beliau ingin membagi

    pengalaman hidupnya agar siapa saja yang membaca

    novel ini bisa mengetahui bahwa poligami itu bagian dari

    takdir Tuhan yang mau tidak mau harus dijalani. Beliau

    ingin memberikan gambaran betapa sulitnya

    menjalankan poligami tetapi beliau juga ingin

    menekankan bahwa Allah itu tidak pernah pergi dari

    hambanya. Allah selalu membuat skenario terbaik bagi

    setiap orang sehingga cobaan yang terasa begitu berat

    ternyata bisa dijalani dengan karunia dan hikmah yang

    diberikan-Nya.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 5

    Namun, pelaku sangat menyadari bahwa jika cerita

    hidupnya diungkap, mungkin ada beberapa orang yang

    kecewa, tersinggung, dan sakit hati. Untuk menghindari

    hal-hal tersebut dan memperkecil kemungkinan konflik

    dengan orang-orang disekitar pelaku, nama-nama tokoh

    dalam cerita ini disamarkan. Yang terpenting bukanlah

    tentang tokoh ini jahat atau tokoh ini baik, tetapi yang

    terpenting adalah bagaimana pembaca mendapatkan

    pelajaran dari cerita hidup seorang wanita yang

    menjalani poligami.

    Saya sendiri sudah mendengarkan kisah ini berupa

    potongan-potongan cerita sejak saya kecil. Saat saya

    memutuskan untuk mengangkat kisah ini dalam bentuk

    novel, saya meminta sumber cerita ini untuk bercerita

    secara penuh dan runut. Subhanallah ternyata kisah

    hidupnya begitu menggugah hati. Saya semakin yakin

    bahwa kisah ini juga bisa menggugah lebih banyak

    orang.

    Saya berharap semoga pembaca bisa melihat sisi lain

    dari poligami yang mungkin bisa merubah cara pandang

    kita terhadap poligami. Saya sendiri dahulu begitu

    membenci poligami sehingga terkesan mengharamkan

    poligami. Namun, saya tekankan sekali lagi. Poligami itu

    sulit tetapi halal. Jika bisa dihindari, cobalah sekuat

    tenaga untuk menghindari. Jika ditakdirkan untuk

    berpoligami, lakukanlah yang terbaik untuk menjalani

    takdir Allah. Kita harus ingat bahwa selalu ada hikmah

    dari takdir hidup yang digariskan. Sekejam-kejamnya

    takdir, hikmah selalu menentramkan.

  • 6 Mengapa Aku Memilih Poligami

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 7

    Bab I

    Namaku Jingga. Aku adalah anak pertama dengan tujuh

    adik. Aku lahir satu tahun setelah Indonesia merdeka.

    Kehidupan masa kecilku sangatlah bahagia. Keluarga

    kami bisa dibilang mapan karena ayahku adalah

    seorang pejabat disalah satu lembaga pemerintah. Aku

    terlahir dengan berbagai kelebihan yang membuat aku

    sangat bersyukur. Aku mudah bergaul sehingga memiliki

    banyak teman. Tidak hanya teman dari kalangan anak

    pejabat saja, tetapi aku juga tidak malu untuk berteman

    dengan anak-anak lain yang nasibnya tidak seberuntung

    diriku. Hal itu disebabkan karena sejak kecil aku selalu

    dilatih untuk bersopan-santun dan selalu menghormati

    orang lain apapun latar belakangnya. Selain

    kemampuan berkomunikasi yang baik, aku juga

    dilahirkan dengan kondisi fisik yang baik. Kulitku putih

    dan wajahku disukai oleh banyak orang. Gaya

    berpakaian dan dandananku pun banyak dipuji oleh

    orang-orang disekitarku.

    Sebagai anak muda, aku juga sering mengalami cinta

    monyet, tetapi aku tidak bisa leluasa untuk berpacaran

    karena ayahku memberikan peraturan yang sangat ketat

    bagi laki-laki yang ingin mendekatiku. Selain itu, ibuku

    sangat senang menjodohkan aku sehingga aku tidak

  • 8 Mengapa Aku Memilih Poligami

    boleh berpacaran dengan laki-laki lain yang bukan

    pilihan ibuku. Barulah saat aku beranjak dewasa ada

    pria yang berhasil memikat hatiku dan menjadi awal

    berubahnya jalan hidupku. Inilah ceritanya.

    Saat itu aku sedang kuliah di Bandung. Karena

    keluargaku tinggal di Tasikmalaya, di Bandung aku

    tinggal bersama bibiku di daerah Bandung Timur. Pada

    suatu hari ada dua orang laki-laki muda datang

    berkunjung ke rumah bibiku. Aku sendiri yang

    membukakan pintu. Apa benar Neng Jingga tinggal

    disini?, tanya salah seorang dari mereka. Iya, saya

    sendiri Jingga, mangga silahkan masuk, aku menjawab.

    Aku mempersilahkan mereka masuk dan kami pun

    berbincang.

    Mereka memperkenalkan diri mereka masing-masing.

    Seorang bernama Doni dan seorang bernama Toni

    Atmaja. Keduanya adalah mahasiswa Unpad. Toni

    mengatakan bahwa dia diberitahu jika ada Neng Jingga

    yang keluarganya berasal dari Sumedang sedang

    belajar di Bandung. Dia datang dengan maksud untuk

    berkenalan.

    Aku mengiyakan bahwa aku adalah orang yang

    dimaksud dan kamipun melanjutkan perbincangan

    ringan sampai akhirnya mereka meminta ijin untuk

    pulang. Beberapa kali kedua lelaki tersebut datang

    untuk menemuiku dan seperti biasa kami hanya

    berbincang ringan.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 9

    Saat hari libur beberapa waktu kemudian, aku

    mengunjungi keluargaku yang berada di Sumedang. Bibi

    jauhku, Cicih yang menikah beberapa waktu lalu berkata

    jika aku telah mengganggu acara pernikahannya. Aku

    tidak mengerti apa yang dia maksudkan karena aku

    merasa tidak ada yang salah pada waktu

    pernikahannya. Ternyata, fotografer di pernikahan

    tersebut tertarik terhadapku dan mengambil fotoku jauh

    lebih banyak daripada foto pengantin. Aku tidak tahu

    menahu tentang hal itu dan hanya bisa meminta maaf.

    Suatu saat ketika aku sudah kembali ke Bandung, Toni

    datang seorang diri. Setelah berbincang ringan

    sebentar, dia bertanya kepadaku, Eneng sudah punya

    teman dekat belum? Aku yang tidak berpikir macam-

    macam langsung menjawab, Wah kalau teman dekat

    mah banyak. Di kampus semua teman dekat apalagi

    yang teman belajar. Akupun menyebutkan nama-nama

    temanku dengan bersemangat.

    Dia menyadari jika aku salah mengartikan

    pertanyaannya. Nggak, maksudnya teman kencan gitu,

    katanya. Mendengar perkataannya aku tersipu. Kalau

    teman kencan sih belum ada, aku menjawab. Toni

    tersenyum mendengar jawabanku itu. Sayangnya dia

    hanya melanjutkan perbincangan ringan sampai dia

    akhirnya pamit pulang.

    Sebenarnya aku kesal karena Toni tidak menyatakan

    cinta, tapi aku yakin jika dia memang menyukaiku. Sejak

    saat itu cara pandangku pada Toni pun berubah. Aku

  • 10 Mengapa Aku Memilih Poligami

    tidak lagi memandang dia sebagai teman. Aku

    melihatnya sebagai sosok laki-laki yang mengagumkan

    dengan wajahnya yang tampan dan cara berpakaiannya

    yang perlente. Belum lagi cara berbicaranya yang

    santun dan pintar. Terlihat sekali jika dia bukan orang

    sembarangan. Hatiku menjadi gundah gulana

    menunggu saat dia menyatakan cinta.

    Saat ada libur lagi, aku kembali berkunjung ke

    Sumedang. Saat itu aku bertemu dengan Bi Cicih dan

    seorang paman yang merupakan ipar jauh dengan Bi

    Cicih, bernama Mang Tom. Bi Cicih berkata padaku,

    Neng tuh nu naksir Eneng, fotografer, tah alo na si

    emang, Otong namanya. Mang Tom mengiyakan dan

    menambahkan, Eneng ada surat dari Otong, katanya

    mau kirim surat sama Eneng.

    Mang Tom pun memberikan suratnya padaku. Aku

    merasa tidak enak hati karena di Bandung aku sudah

    dekat dengan Toni. Walaupun kami belum jadian, tetapi

    dia jelas-jelas memberikan sinyal jika dia menyukaiku.

    Dengan perlahan akupun berkata pada pamanku, Mang

    puntennya, Eneng sudah ada calon di Bandung. Maaf

    ya, suratnya jangan diberikan ke Eneng. Salam aja,

    terima kasih perhatiannya, gitu ya Mang. Dengan berat

    hati aku menolak untuk menerima suratnya. Memang

    awalnya Mang Tom bingung dan memintaku untuk

    memikirkan keputusanku lagi, tetapi akhirnya dia mau

    melakukan permintaanku.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 11

    Aku tidak menyesal dengan keputusan aku itu dan

    ternyata benar, Toni memang menyukaiku. Kamipun

    akhirnya berpacaran. Berbulan-bulan aku menikmati

    masa pacaran yang menyenangkan dengan Toni.

    Namun, kami tidak seperti pasangan lainnya. Jika

    biasanya orang berpacaran di malam minggu, Toni tidak

    pernah datang pada malam minggu. Biasanya dia

    datang pada selasa malam karena malam minggu dia

    ada kuliah.

    Suatu saat, aku dan keluarga bibiku ada rencana untuk

    menghadiri acara tujuh bulanan anak bibiku di Cirebon.

    Pamanku berkata padaku supaya mengajak Toni untuk

    ikut, tetapi karena saat itu alat komunikasi sangat

    terbatas, aku tidak bisa menghubunginya. Kebetulan

    sekali Toni datang beberapa hari kemudian. Aku

    menyampaikan berita itu padanya dan dia menyambut

    baik ajakan tersebut. Kemudian aku memberitahu

    paman tentang kedatangan Toni.

    Pamanku mengajaknya berbincang dan aku masuk ke

    kamar sambil mendengarkan percakapan mereka.

    Pamanku berkata jika dia butuh bantuan untuk dicarikan

    kamera. Toni menyanggupi untuk menyediakan kamera

    yang dibutuhkan. Saat berbincang tentang rencana

    keberangkatan, Toni berkata jika sebaiknya dia dijemput

    saja di Sumedang. Pamanku kaget mendengar bahwa

    Toni ternyata berasal dari Sumedang dan bertanya lebih

    lanjut tentang itu. Toni menjelaskan bahwa orangtuanya

  • 12 Mengapa Aku Memilih Poligami

    berasal dari Sumedang dan memberitahukan lokasi

    rumahnya.

    Saat mendengar lokasi rumahnya, jantungku berdetak

    kencang sekali karena daerah itu adalah daerah tempat

    tinggal keluarga Mang Tom. Siapa dia sebenarnya?

    Jangan-jangan dia Otong. Itulah yang terbersit di

    kepalaku.

    Aku berusaha untuk mendengarkan pembicaraan Toni

    dan pamanku dengan lebih seksama. Dari keterangan

    yang diberikan Toni, aku semakin yakin bahwa dia

    adalah Otong. Aku pun langsung mengadu ke bibiku

    tentang Toni yang ternyata adalah Otong yang dahulu

    pernah aku tolak suratnya. Mih. Eneng malu, kan

    Eneng udah nolak Otong, kataku pada bibiku. Loh

    malah kebeneran kalau begitu. Eneng sudah mencintai

    Toni kan?, bibiku bertanya padaku. Ya iya, jawabku

    perlahan. Ya sudah jadian saja, kata bibiku dengan

    santainya.

    Dengan malu, akhirnya aku menceritakan hal ini pada

    paman dan Toni yang langsung mentertawaiku. Saat

    aku protes pada Toni dan bertanya mengapa ia tidak

    pernah mengatakan bahwa dia bernama Otong, dia

    hanya berkata jika dia tidak berbohong. Toni Atmaja

    adalah nama lengkapnya sedangkan Otong adalah

    nama panggilan di keluarganya. Enggak mungkinlah

    kalau aku nge-otongkan diri sendiri, begitu katanya.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 13

    Aku merasa begitu malu dan tidak tahu harus

    bagaimana menghadapi bibi dan pamanku di Sumedang

    yang menjodohkan aku. Namun, saat mereka

    mengetahui hal tersebut, seluruh keluarga justru

    bersyukur dan memintaku untuk segera melanjutkan

    hubungan lebih dekat lagi.

    Setelah kami berhubungan cukup lama, ayahku

    meminta kepastian dariku. Saat itu aku sedang liburan

    kuliah semester 4. Ayahku bertanya, Neng, Eneng teh

    sudah serius sama Otong? Memang sudah yakin mau

    memilih Otong sebagai suami? Mendengar pertanyaan

    itu aku bingung harus menjawab apa. Ya barang kali,

    kataku. Kok barang kali? Emang belum mantep?,

    tanya ayahku. Ya mantep sih udah pah, orangnya baik,

    aku menjelaskan. Aku menjadi semakin bingung dan

    juga salah tingkah.

    Sesaat kemudian ayahku berkata dengan sangat hati-

    hati padaku. Tapi gini ya Neng, kalau kang Otong itu

    kan background keluarganya petani kaya, pebisnis kaya.

    Biasanya orang yang pebisnis kaya mah suka hati-hati

    banget sama materi dan yang dilihatnya adalah materi

    dan materi aja. Sedangkan kita, Eneng mah kan anak

    papah, cuma anak pegawai negeri, gajinya sedikit. Apa

    nanti Eneng bisa mengimbangi? Bisa sabar? kata

    ayahku.

    Aku kembali bingung mendengar perkataan ayah. Ya

    gimana ya pah, kan udah janji, kataku pada ayah. Ya

    papah mah cuma tanya aja supaya Eneng nanti kalau

  • 14 Mengapa Aku Memilih Poligami

    ada apa-apa inget apa yang papah bilangin. Tapi papah

    mah nggak akan melarang dan nggak akan menyuruh

    karena itu hak Eneng untuk menentukan masa depan

    Eneng sendiri, kata ayahku dan diapun melanjutkan

    memberikan nasehat-nasehat bijaknya.

    Setelah pembicaraan kami, ayahku mengajak beberapa

    anggota keluarga untuk membicarakan tentang

    hubungan aku dan Toni yang sudah sangat dekat.

    Beliau khawatir jika kami tergoda untuk melakukan hal-

    hal terlarang. Kakekku merasakan kekhawatiran yang

    sama dan memintaku untuk segera menikah dengan

    maksud mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Beliau

    menjelaskan bahwa dalam agama, tidak baik jika lelaki

    dan perempuan berhubungan terlalu lama tanpa ikatan

    yang sah. Namun, aku menolak karena ingin

    menyelesaikan kuliah terlebih dahulu.

    Selain berbicara padaku, ayahku juga ingin berbicara

    dengan Toni. Seminggu kemudian, Toni datang ke Tasik

    memenuhi permintaan ayah bersama dengan

    pamannya. Diluar dugaanku, Toni justru sangat

    bersemangat untuk segera menikah. Wah saya mah

    sudah lebih dari mantap Om, dari dulu sejak pandangan

    pertama, itu yang dikatakan oleh Toni. Akhirnya

    setelah perbincangan yang cukup lama, disepakati

    bahwa kami segera lamaran dahulu baru nanti

    dibicarakan pernikahan setelah kami lulus.

    Berita pertunanganku membuat banyak temanku

    terkejut karena selama ini mereka sering sekali

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 15

    mengunjungiku di malam minggu dan tidak pernah

    melihat aku berpacaran di malam minggu. Keterkejutan

    mereka juga dibarengi dengan banyaknya lelaki yang

    patah hati. Ternyata, banyak teman laki-laki dikampus

    yang memendam rasa padaku. Bahkan ada salah

    seorang sahabatku bernama Tanto yang terlihat begitu

    sedih dan terpukul dengan pertunanganku. Aku

    memang tahu bahwa dia menyukaiku, tetapi karena aku

    tidak ada hati untuknya, aku telah memberikan sinyal

    bahwa aku hanya menyukainya sebagai teman. Oleh

    karena itulah, kesedihan Tanto tidak merubah apapun.

    Aku sudah membuat pilihan dan aku bertunangan

    dengan Toni walaupun banyak yang merasa sakit hati.

    Setahun setelah kami bertunangan, terjadi hal besar

    yang menghancurkan hatiku dan seluruh anggota

    keluargaku. Ayahku yang sedang berada di puncak

    karirnya, bahkan saat itu ayah sedang mendapatkan

    tawaran untuk menjadi menteri muda, jatuh sakit.

    Ayahku mengidap penyakit liver akut dan harus dirawat

    di rumah sakit di Tasik.

    Saat aku sedang menunggu ayahku yang sakit, beliau

    tiba-tiba berpesan padaku, Eneng, Papah kan sakit,

    Papah tuh sakitnya lama jadi Papah tidak bisa kerja.

    Sekarang pundak Papah pindah ke pundak Eneng da

    Eneng anak yang paling besar. Jaga Mamah sama ade-

    ade, bantu Mamah sama ade-ade. Bantu nyekolahkan

    ade-ade minimum sampe SMA da nanti mah SMP teh

    nggak ada nilainya kalau bekerja.

  • 16 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Aku begitu terkejut mendengar kata-kata yang

    diucapkan ayah dan sangat kebingungan. Loh papah

    tuh emang mau kemana? Kok udah pesen-pesen kayak

    gitu?, tanyaku pada ayah. Kan papah kata dokter lama

    sakitnya, ayahku menjawab dengan lembut. Otakku

    seperti membeku dan hatiku kacau mendengarnya. Tapi

    aku tidak ingin mengecewakan ayah. Ya insyaallah

    Pah, aku berjanji pada ayah. Ternyata itu adalah pesan

    terakhir ayah. Beberapa hari kemudian ayahku

    menghembuskan nafas terakhirnya, meninggalkan kami

    sekeluarga yang begitu terpukul dengan kematian

    beliau.

    Sebagai seorang muslim, aku tahu bahwa kematian

    adalah ketetapan Tuhan yang tidak bisa ditawar. Aku

    berusaha keras menerima kenyataan ini. Namun,

    keluarga kami tidaklah siap untuk menerima perubahan

    keadaan yang sangat drastis ini. Ibuku adalah ibu rumah

    tangga biasa yang sangat tergantung dengan suami

    sehingga meninggalnya ayah membuat dia shock berat,

    bahkan ibu sempat mengalami stroke ringan. Aku

    sendiri masih duduk dibangku kuliah saat itu dengan

    minim pengalaman untuk bisa bertahan hidup tanpa

    ayah yang selama ini begitu mencintai dan memanjakan

    aku. Adik-adikku yang lain juga masih belum ada yang

    mandiri, bahkan yang terkecil masih bayi.

    Beberapa minggu setelah ayah meninggal, ibu dan adik-

    adikku pindah ke Bandung. Mereka dipinjami rumah

    oleh keluarga Toni agar adik-adikku bisa bersekolah di

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 17

    Bandung. Kebetulan rumah di Gatot Subroto itu

    memang kosong sehingga tidak masalah jika keluargaku

    tinggal di sana. Keluarga Toni, terutama ayah dan kakek

    neneknya memang begitu menyayangi aku dan

    keluargaku sehingga tidak heran jika mereka sangat

    bersimpati dengan musibah yang kami alami dan

    berusaha untuk membantu sebisa mereka.

    Untuk harta peninggalan ayahku, pengelolaannya

    diserahkan pada Mang Eka, saudara jauh yang juga

    merupakan anak angkat ayah. Hal itu diputuskan karena

    wasiat ayah dan mempertimbangkan bahwa adikku

    yang laki-laki masih kecil sehingga belum mampu

    mengelola harta warisan.

    Ibuku yang merasakan beratnya menjadi orang tua

    tunggal, meminta aku untuk segera menikah dengan

    harapan bahwa suami aku nanti bisa menjadi pengganti

    ayah bagi aku dan adik-adik aku. Kakek dan nenekku

    juga setuju karena bagi mereka tidak baik jika

    bertunangan terlalu lama.

    Awalnya aku kurang setuju dengan hal tersebut karena

    aku masih belum terpikir untuk menikah. Namun, saat

    ibuku membicarakan hal tersebut pada Toni, dia justru

    setuju karena sebenarnya ia sudah ingin menikah sejak

    dulu. Akhirnya, kami pun menikah di Bandung.

    Setelah menikah, aku dan Toni tinggal di kontrakan dia,

    sedangkan keluargaku tetap tinggal di Gatot Subroto.

    Dikontrakan itu aku bersebelahan dengan Emi, adik Toni

  • 18 Mengapa Aku Memilih Poligami

    yang juga sudah menikah. Awal pernikahan begitu

    menyenangkan untukku karena aku sangat bahagia bisa

    hidup dengan lelaki yang mencintai dan memanjakan

    aku. Kami berdua sangatlah mesra dan saling

    memperhatikan. Hubunganku dengan keluarga Emi juga

    sangat baik. Kami sering berbagi makanan dan

    berbincang tentang berbagai hal.

    Karena hidup tidak pernah sempurna, aku juga merasa

    ada beberapa ganjalan setelah menikah. Pertama

    adalah aku diminta untuk tidak kuliah dahulu sampai

    Toni lulus. Agar bergantian, begitulah alasan yang

    diberikan keluarganya. Aku memang kecewa dengan hal

    itu, tetapi aku berusaha untuk menerimanya dengan

    lapang dada. Ganjalan kedua adalah ketidakbebasan

    ekonomi. Saat itu Toni masih kuliah dan hanya

    mendapatkan honor dari mengajar di SMA yang

    jumlahnya sedikit. Untuk kebutuhan sehari-hari, kami

    masih bergantung pada keluarga Toni yang masih

    memberikan biaya rutin setiap bulannya. Kami tidak

    leluasa untuk berbelanja dan harus pintar berhemat agar

    tidak membebani keluarga Toni. Untungnya hal ini

    bukan masalah besar karena aku sudah dibiasakan

    untuk hidup sederhana sejak kecil. Yang ketiga adalah

    sifat Toni yang ternyata cukup keras. Dia mudah marah

    jika tersinggung atau jika ada sesuatu yang tidak sesuai

    dengan keinginannya. Untungnya dia tidak pernah

    bermain fisik. Tidak pernah sekalipun dia memukulku.

    Karena aku begitu mencintainya, hal itupun tidak

    menjadi masalah besar.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 19

    Masalah besar pertama justru datang dari Emi beberapa

    bulan setelah kami menikah. Saat itu aku dan Toni

    sedang santai duduk di ruang makan. Tiba-tiba Emi

    menarik rambutku dan terus menyerangku dengan pisau

    besar. Saat itu Toni berhasil menenangkan Emi

    sehingga akupun selamat.

    Pada hari-hari selanjutnya, Emi kembali berusaha

    menyerang aku. Ternyata saat itu Emi sedang hamil dan

    mungkin kehamilannya mempengaruhi kondisi

    psikologisnya. Karena aku takut, akhirnya aku meminta

    Toni untuk pindah dan kamipun mengontrak rumah di

    dekat paman suami Emi. Aku menceritakan hal tersebut

    pada paman itu dan meminta agar paman tidak

    menceritakan keberadaan aku pada Emi.

    Disaat aku masih mengontrak untuk menghindari Emi,

    Ibuku memutuskan untuk menjual rumah di Tasik.

    Setelah rumah terjual, uang penjualannya dikelola oleh

    Mang Eka untuk kebutuhan keluarga kami. Setelah

    mendapatkan uang penjualan rumah, Mang Eka

    meminta ibu dan adik-adikku untuk pindah ke

    Sumedang. Akhirnya ibu dan adik-adikku pun

    meninggalkan rumah keluarga Toni dan pindah ke

    Sumedang, tanah kelahiran Ibuku. Karena rumah di

    Gatot Subroto telah kosong, aku dan Toni akhirnya

    pindah ke rumah besar itu. Karena aku telah tinggal

    dirumah besar, diputuskan bahwa dua orang adikku,

    Bunga dan Juna, tinggal bersamaku agar beban ibuku

    bisa sedikit berkurang.

  • 20 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Selang berapa lama, Emi pun melahirkan. Karena

    kontrakan mereka habis dan kondisi di kontrakan tidak

    terlalu nyaman untuk keluarga dengan bayi kecil,

    keluarga Toni menyarankan agar Emi pindah ke

    pavilyun yang tidak terpakai di rumah Gatot Subroto

    yang aku tempati. Aku sebenarnya masih kuatir dan

    takut, tetapi keluarga Toni meyakinkan aku bahwa Emi

    telah berubah dan tidak akan menyerang aku seperti

    dahulu. Aku tidak bisa menolak dan akhirnya Emi pindah

    ke pavilyun itu.

    Dengan adanya keluarga Emi di rumah, ayah dan ibu

    Toni semakin sering datang berkunjung. Pada suatu

    hari, sekitar tiga tahun setelah kami menikah, aku

    dengan tidak sengaja mendengarkan percakapan antara

    Toni dan ibunya yang sedang berada di pavilyun Emi.

    Rumah kami adalah rumah setengah tembok dan

    bagian atasnya terbuat dari bilik atau anyaman bambu

    sehingga suara mudah terdengar antar ruangan.

    Dalam percakapan itu, terdengar jelas bahwa Ibu Toni

    tidak suka dengan aku dan keluargaku. Tong kamu itu

    belum apa-apa sudah disuruh ngurus adi-adi. Kamu

    mau bagaimana hidup? Mau bagaimana bisa senang

    kamu mah? Belum apa-apa udah direcokin. Sekarang

    gini, kalau ngasih belanja ke si Eneng dijatah setiap hari.

    Jangan dikasih semuanya kalau punya duit. Sekarang

    mah dikasih tiap hari 50 perak, ibunya berkata pada

    Toni. Iyalah nanti gampang, Mimih kok begitu banget?

    Da dia mah sama adi-adi ada yang ngurusnya, kan ada

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 21

    pamannya yang suka ngasih untuk dana sekolah, Toni

    menjawab ibunya. Ah, setidak-tidaknya ikut makan di

    tempat kita, ibunya menimpali.

    Aku begitu sakit hati mendengar kata-kata ibunya.

    Memang adik-adikku ikut bersamaku, tetapi kami tidak

    seratus persen bergantung pada Toni karena kami

    masih mendapat biaya dari Mang Eka. Walaupun

    sedikit, tetapi uang tersebut sangatlah membantu kami.

    Lagipula, aku bukannya tidak mau membantu ekonomi

    keluarga. Aku mau bekerja, tetapi Toni melarangku. Dia

    bilang dia sanggup menghidupi keluarga sehingga aku

    tidak perlu bekerja.

    Sakit hati yang aku rasakan hanya bisa aku pendam

    dalam hati. Aku tidak berani bercerita pada ibuku karena

    aku takut hal tersebut akan menjadi beban dan

    membuat ibu stress. Aku juga tidak bisa bercerita pada

    teman karena setelah menikah, Toni tidak mengijinkan

    aku untuk pergi jauh dari rumah. Aku diharuskan untuk

    tinggal dan mengurus rumah saja. Aku seperti burung di

    sangkar emas.

    Setelah perbincangan dengan ibunya, Toni ternyata

    mengikuti kata-kata ibunya itu. Setiap hari, dia hanya

    memberiku uang 50 rupiah. Saat itu, harga daging satu

    ons adalah 40 rupiah sehingga uang 50 rupiah tidaklah

    mencukupi untuk kebutuhan kami. Karena uang yang

    sangat sedikit, aku harus memutar otak untuk belanja.

    Aku tidak pernah membeli daging karena terlalu mahal.

    Lauk yang paling mahal adalah ikan mujaer. Itupun aku

  • 22 Mengapa Aku Memilih Poligami

    hanya bisa membeli dua ekor karena aku masih harus

    membeli sayuran dan bahan lain. Karena tidak bisa

    membeli lauk yang banyak, ikan yang aku beli itu hanya

    untuk makan Toni saja. Untuk aku dan adik-adikku, aku

    hanya memasak sayur dengan lauk tahu atau tempe

    saja.

    Suatu saat, minyak tanah untuk kompor hampir habis

    sedangkan Toni sudah pergi dan seperti biasa, hanya

    meninggalkan 50 rupiah. Aku bingung harus bagaimana.

    Jika aku membeli minyak tanah, maka aku tidak akan

    bisa belanja. Jika aku belanja, maka tidak akan ada

    minyak tanah untuk memasak. Aku memeriksa kembali

    kompor dan melihat bahwa minyak tanah yang tersisa

    masih cukup untuk memasak nasi. Akhirnya aku

    memutuskan untuk memasak nasi dan menggoreng ikan

    asin. Uang belanja yang diberikan Toni aku biarkan

    begitu saja di meja.

    Saat Toni datang, ternyata dia datang bersama

    sahabatnya, Kang Hari namanya. Begitu melihat tidak

    ada makanan, dia langsung emosi. Aku berusaha

    menjelaskan apa yang terjadi tetapi Toni sudah terlanjur

    marah. Jadi harus makan duit ini? katanya dengan

    marah. Dengan perasaan campur aduk aku

    menjelaskan hal yang terjadi sambil menangis. Baru kali

    itu aku menangis karena masalah uang.

    Kebetulan saat itu ada Kang Hari yang mendengarkan

    dan akupun mengadu padanya. Jadi begini nih Kang

    Hari, Eneng tuh tiap hari cuma dikasih 50 perak buat

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 23

    belanja. Padahal kan kalau belanja tuh buat macem-

    macem, untuk sayurnya, untuk apanya. Eneng tuh

    bingung harus gimana belanjanya, kataku pada Kang

    Hari. Tong, kamu tuh kebangetan. Masa sama istri

    begitu?, Kang Hari membelaku. Mereka pun berdebat

    cukup lama. Namun, apapun yang dikatakan Kang Hari

    tidak masuk ke otak Toni. Dia justru semakin marah

    padaku. Karena kasihan padaku, diam-diam Kang Hari

    memberiku uang sebanyak 200 rupiah untuk

    membantuku mencukupi kebutuhan sehari-hari.

    Aku bahagia mendapatkan uang dari Kang Hari karena

    belanjaku menjadi lebih longgar. Namun, uang yang

    diberikan oleh Kang Hari hanya bisa membantu selama

    beberapa hari saja. Setelah uangnya habis, aku kembali

    bingung mengatur uang belanja. Hatiku terasa begitu

    sakit melihat adik-adikku yang tidak bisa makan dengan

    layak. Akupun memutar otak untuk bisa menghasilkan

    uang. Aku tidak berani untuk bekerja karena aku selalu

    diajarkan untuk tidak pernah melawan suami. Namun,

    bagaimanapun juga aku harus mendapatkan uang.

    Karena didekat rumahku saat itu ada toko kelontong,

    aku mendapat ide menitipkan makanan untuk dijual. Aku

    berbicara pada pemiliknya dan bertanya apakah aku

    boleh menitipkan jualan disana. Alhamdulillah, pemilik

    toko itu memperbolehkan permintaanku.

    Karena dirumahku tidak banyak perabot untuk

    memasak, aku memutuskan untuk membuat dodol tape.

    Untuk modalnya, aku menjual beberapa baju yang aku

  • 24 Mengapa Aku Memilih Poligami

    punya. Aku berjualan dengan sembunyi-sembunyi

    karena tidak ingin Toni mengetahui hal tersebut. Setelah

    Toni pergi barulah aku memasak dodol. Agar tidak

    ketahuan, dodol yang sudah jadi aku sembunyikan

    dibawah tempat tidur yang terletak di kamar yang tidak

    digunakan.

    Dengan berjualan dodol tape, aku jadi memiliki uang

    lebih untuk adik-adikku. Gembira sekali aku karena

    sudah bisa membelikan telur untuk makan dan juga

    jajanan lain seperti es cendol untuk adik-adikku.

    Tentunya, aku hanya memasak telur dan jajan disaat

    Toni tidak di rumah supaya dia tidak curiga. Aku juga

    berpesan pada adik-adikku untuk tidak bercerita pada

    Toni agar kami tidak kena marah.

    Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu

    hari, Toni sedang membetulkan sesuatu dan kehilangan

    obeng. Dia berusaha mencari obeng tersebut dan

    celakanya, dia mencari di kamar kosong tempat aku

    menyembunyikan dodol tape. Dia pun menemukan

    dodol yang kubuat. Dari mana ini?, Toni berteriak. Aku

    kaget tapi segera membuat alasan. Tadi ada uang sisa

    dibeliin tape. Ah mau bikin dodol, kok kepengen bikin

    dodol. Kayaknya enak buat dodol tape, Kang Otong juga

    suka kan dodol tape?, aku berbohong padanya. Kok

    banyak-banyak teuing? Nggak kira-kira, Toni tidak

    percaya dengan ceritaku.

    Kemudian Toni melanjutkan marahnya. Nah gini

    kayaknya nih, duit belanja tidak cukup tuh. Kayak gini

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 25

    nih, dibuat gini-ginian, kata Toni penuh amarah. Disaat

    aku berusaha untuk mencari jawaban terbaik, datanglah

    adik laki-lakiku Juna dan langsung berkata, Bukan,

    bukan ngeboros-boros belanja. Ceuceu mah buat

    mencari uang. Terang saja Toni semakin marah

    mendengar kata-kata Juna. Cari uang gimana? tanya

    Toni. Kan Ceuceu jualan dodol tape dititipkan di Cici,

    jawab Juna polos. Toni langsung murka mendengar itu.

    Diinjak-injaknya dodol tape yang kubuat. Kamu tuh

    bikin malu, nanti dikirain tidak dikasih makan sama aku.

    Kamu tuh bikin malu. Awas kalau bikin-bikin lagi, Toni

    mengancamku.

    Kejadian itu begitu menyakitkan buatku. Dengan

    kejadian itu, aku meminta adik-adikku untuk kos

    ditempat lain. Aku sendiri menjadi sering melamun dan

    bertanya mengapa aku bisa menjadi seperti ini. Aku

    tidak boleh sekolah, aku tidak boleh bekerja, dan aku

    juga tidak diberi keleluasaan untuk mengurus adik-

    adikku, padahal aku sudah berjanji pada ayah untuk

    mengurus mereka. Aku bingung dengan keadaanku

    yang sulit padahal suamiku berasal dari keluarga kaya.

    Hati yang hancur juga mempengaruhi kondisi fisikku.

    Jika sedang mengepel, aku bisa tiba-tiba jatuh pingsan.

    Saat memasak di dapur, aku juga sering jauh pingsan.

    Jika terdengar suara berisik dari dapurku, tetangga

    dekatku yang mendengar langsung tahu jika itu pasti

    aku yang jatuh pingsan. Dengan segera, nenek yang

  • 26 Mengapa Aku Memilih Poligami

    berjualan sayur itu akan datang dan membantu

    menyadarkanku.

    Keadaan itu terjadi selama beberapa bulan lamanya.

    Aku tidak berani untuk bercerita pada Toni karena takut

    dia tidak percaya dan semakin marah padaku. Karena

    kuatir, akupun diam-diam memeriksakan diri ke klinik di

    kampus. Oleh dokter, aku diberi tahu bahwa aku

    mengidap gangguan klep jantung dan harus dioperasi.

    Namun aku tidak memiliki biaya waktu itu dan dokter

    menyarankan aku untuk menjaga diri baik-baik. Aku

    tidak boleh terlalu tertekan perasaan. Aku tidak boleh

    terlalu gembira maupun sedih. Dokter juga memberikan

    daftar makanan dan minuman yang tidak boleh aku

    konsumsi dalam jumlah yang banyak. Aku mengikuti

    saran dokter dan banyak minum air putih supaya sehat.

    Aku menguatkan diri agar tidak merepotkan orang lain.

    Tak berapa lama, aku dan Toni mendapatkan berita

    baik. Orang tua Toni membelikan kami motor. Kamipun

    gembira karena tentunya akan menjadi lebih mudah

    bagi kami untuk berpergian. Namun kebahagiaan itu

    juga tidak bertahan lama. Saat adik perempuanku yang

    bernama Bunga sedang belajar bersama dirumah

    temannya, ayah teman adikku menghubungiku dan

    memberitahukan bahwa Bunga jatuh sakit. Bunga telah

    dibawa ke dokter dan diketahui bahwa dia mengidap

    usus buntu. Aku segera datang ke rumah sakit dan

    dokter berkata bahwa adikku harus segera dioperasi

    karena kondisinya sudah sangat parah. Dokter

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 27

    membutuhkan surat kuasa untuk operasi tetapi dokter

    mengatakan bahwa tidak mungkin jika harus menunggu

    ibuku datang dari Sumedang. Akhirnya aku

    menandatangani surat kuasa untuk operasi.

    Setelah mengurus operasi adikku, aku segera pergi ke

    Sumedang untuk memberitahu ibuku dan meminjam

    uang pada tetangga untuk kebutuhan mengurus Bunga

    yang sakit. Ibuku dan adik laki-lakiku yang bernama Ali

    pergi ke Bandung untuk membantu mengurus Bunga.

    Tetapi malang tidak bisa ditolak. Ali yang ikut bersama

    ibuku jatuh sakit. Menurut dokter, itu adalah gejala tifus.

    Beberapa hari kemudian, Bunga sudah diperbolehkan

    pulang sehingga pekerjaan rumah menjadi lebih banyak

    karena aku dan ibuku harus mengurus dua orang yang

    sedang sakit.

    Disaat aku harus mengurus dua orang adik yang sakit,

    Emi dan adik lelaki Toni yang bernama Jaka datang ke

    rumah. Orang tua Toni juga datang berkunjung. Ibu Toni

    bercerita padaku bahwa Emi dan Jaka juga sudah

    membeli motor baru. Aku ikut gembira dengan mereka.

    Tidak ada pikiran buruk di kepalaku mengenai hal itu.

    Saat sore hari, Toni datang dan berkata bahwa ia dan

    adik-adiknya berencana ingin pawai ke Subang dengan

    motor untuk mengunjungi paman mereka. Aku menjadi

    bingung dan bertanya mengapa Toni harus pergi

    sekarang padahal aku harus mengurus dua orang adik

    yang sedang sakit. Kan ada mamah, kata Toni. Aku

    semakin bingung karena tidak mungkin bagiku

  • 28 Mengapa Aku Memilih Poligami

    meninggalkan ibu yang pasti akan sangat kerepotan

    untuk mengurus dua orang anak yang sedang sakit

    tanpa aku. Kan ada mimih sama apah juga, Toni

    menambahkan. Tapi aku tetap bertahan karena aku

    tahu hubungan ibuku dengan besan tidak terlalu dekat

    sehingga ibu pasti merasa canggung. Akhirnya, Toni

    membiarkan aku untuk tetap tinggal dirumah dengan

    emosi yang masih sangat terlihat di wajahnya. Bahkan

    Toni pergi begitu saja disaat aku masih sholat asar

    sehingga aku tidak mengantarkannya.

    Baru saja Toni pergi, tiba-tiba ibu mertuaku datang dan

    mengajakku bicara di ruang tamu. Neng, ini makanya

    yang Mimih buktikan sekarang begini, Eneng tuh sama

    Otong tidak repok. Tidak bagus jodoh Eneng tuh sama

    Otong. Nyatanya sudah berapa tahun ini tidak punya

    anak. Kalau perempuan tidak punya anak itu tidak bawa

    rejeki. Terus keduanya, Eneng sama Otong tuh tidak

    seirama. Sekarang diajak enak-enak, diajak gumbira-

    gumbira maen kesana pake motor sama ade-ade, tidak

    mau. Apa itu seiya sekata? Kalau menurut Mimih mah

    Otong sama Eneng harus cerai, ibu mertuaku berbicara

    dengan nada keras.

    Aku yang mendengar ucapan ibu mertuaku sontak

    kaget. Astagfirullah, kataku. Disaat aku begitu terkejut,

    aku menyadari bahwa aku tidak boleh terbawa emosi.

    Akupun berusaha untuk menjawab ibu mertuaku dengan

    lebih bijak. Yang pertama Mimih, ini saya belum

    mempunyai anak, kan anak itu pemberian Allah. Saya

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 29

    mah tidak bisa ngapa-ngapain. Meskipun saya terus

    mencoba, yang menimbulkan kejadian itu Allah.

    Kersaning Allah anak mah. Sekarang saya belum dapet

    ya kersaning Allah belum dapet, kataku sambil

    berusaha untuk menahan emosi dalam dada. Ah

    pokoknya itu mah tidak bagus jodohnya, ibu mertuaku

    menimpali. Ya terserah Mimih kalau begitu, kataku.

    Aku meneruskan pembicaraanku. Yang kedua, saya

    tidak ikut pergi. Kan Mimih lihat sendiri ada ibu saya,

    besannya Mimih. Ada adik saya juga yang sedang sakit.

    Apa saya tega meninggalkan? kataku. Ah, da itu mah

    sudah baik. Tinggal dirumah saja. Kan ditinggalnya

    cuma sehari. Besok udah pulang, ibu mertuaku tidak

    mau mengerti. Ya gimana ya Mih. Kalau Mamah ada

    apa-apa, kalau Bunga ada apa-apa kan Mamah nanti

    bingung. Mimih juga mungkin bingung kalau ada apa-

    apa nanti, aku berusaha keras untuk membuat ibu

    mertuaku mengerti. Tapi masih saja ibu mertuaku

    berbicara keras. Ah itu mah dibuat-buat saja, katanya.

    Aku menarik nafas dan kembali berbicara. Nah yang

    ketiganya, Mimih bilang jodoh saya tidak baik sama

    Kang Otong. Saya disuruh cerai sama Mimih.

    Subhanallah Mih. Kalau yang saya dengar. Kalau anak-

    anak yang sudah berumah tangga bertengkar mau

    bercerai, biasanya orang tuanya itu mengingatkan dan

    menasehati. Jangan begitu larinya. Itu dosa, tidak boleh

    sama gusti Allah. Kamu harus belajar memperbaiki dan

    rukun. Itu seingat saya dan sepengetahuan saya, orang

  • 30 Mengapa Aku Memilih Poligami

    tua biasanya begitu. Tapi kok Mimih mah malah saya

    yang sama Kang Otong tidak pernah bertengkar, tidak

    pernah apa-apa, baik-baik saja, kok malah disuruh

    cerai? Saya tidak mengerti dengan pemikiran Mimih,

    kataku.

    Aku tidak percaya jika ibu mertuaku sendiri meminta aku

    untuk bercerai. Tapi aku berusaha untuk tegar dan

    melanjutkan, Tapi Mih, terlepas dari itu, saya mah

    perempuan. Saya ada disini menjadi istri Kang Otong

    karena Kang Otong mencintai saya dan mau menikahi

    saya. Tapi kalau Kang Otong sudah tidak mau bersama-

    sama saya, tidak mau berumah-tangga dengan saya,

    sudah tidak mencintai saya lagi, Lillahitaala, saya

    dicerai juga nggak apa-apa. Saya pulang. Saya juga

    masih punya orang tua. Aku tidak tahu dari mana

    datangnya kekuatan itu dan mengapa aku bisa

    berbicara seperti itu, tetapi aku bersyukur pada Tuhan

    karena sanggup menghadapi ibu mertuaku dengan

    tegar. Ya terserah. Pokoknya Mimih mah maunya

    begitu saja, ibu mertuaku menimpali dan langsung pergi

    kembali ke pavilyun Emi.

    Tubuhku langsung terasa lemas dan tulang-tulang

    sepertinya hilang dari tubuhku sesaat setelah ibu

    mertuaku pergi. Aku langsung menemui ibuku yang

    ternyata sedang menangis bersama dengan adik-

    adikku. Ibuku merasa bersalah karena merasa dirinya

    yang telah menyusahkan aku sehingga hidupku menjadi

    seperti ini. Aku tidak ingin ibuku bersedih dan hanya

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 31

    bisa meminta maaf sambil menangis tersedu. Adikku Ali

    bereaksi lain. Dia marah-marah mendengar perkataan

    ibu mertuaku. Namun, aku tidak mau jika adikku berlaku

    tidak baik. Akupun berusaha menenangkannya. Jadilah

    kami bertiga bertangis-tangisan.

    Disaat keadaanku sedang begitu hancur, tiba-tiba

    setelah waktu isya, datang polisi ke rumah. Polisi itu

    memberitahukan bahwa Toni dan adik-adiknya

    mengalami kecelakaan dan sedang dirawat di rumah

    sakit di Cimahi. Mendengar berita itu, ibu mertuaku

    semakin menyalahkan aku sebagai pembawa sial. Tah

    da eta tah doa ti pamajikan nana teu baleg. Si Otong teh

    cilaka, ibu mertuaku berteriak keras. Tah Eneng, kamu

    mah memang begitu. Kamu mah tidak mendukung

    suami apa-apa juga. Kamu mah mendoakannya jelek

    sama suami, beliau menambahkan sambil tetap

    berteriak marah. Aku menjadi gemetar dan berusaha

    keras untuk membela diri, tetapi tidak berhasil.

    Karena keadaan sangat mendesak, aku tidak ingin lebih

    lama lagi bertengkar dengan ibu mertuaku. Dengan

    segera aku membereskan barang dan pergi untuk

    menjenguk Toni. Sampai di rumah sakit, aku melihat

    keadaan Toni dan adik-adiknya yang terluka cukup

    parah. Aku menginap di rumah sakit selama lima hari

    tanpa pulang untuk mengurusi Toni. Hanya ayah

    mertuaku saja yang sering bolak-balik untuk menjenguk

    karena ibu mertuaku harus mengurus anak Emi dan

    ibuku harus mengurus adik-adikku.

  • 32 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Pada hari keenam Toni dirawat dirumah sakit, aku

    pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang.

    Saat itu kondisi Toni sudah membaik dan menurut

    dokter beberapa hari lagi Toni sudah boleh pulang.

    Sesampainya aku di rumah, aku dikagetkan lagi oleh

    kedatangan saudara dari Sumedang. Saudaraku

    memberitahukan bahwa nenekku dari ayah sakit dan

    meminta aku untuk menemui nenekku. Aku tidak

    mungkin menolak permintaan itu karena aku berhutang

    budi banyak sekali pada nenekku. Semasa kecil aku

    pernah tinggal bersama nenek dan kakekku selama

    beberapa tahun. Selama bersama mereka, aku selalu

    disayang dan dimanjakan.

    Karena nenekku sakit, aku akhirnya meminta ibuku

    untuk pindah ke kos Bunga untuk sementara karena

    kondisi di rumah juga tidak nyaman. Setelah

    mengantarkan ibu dan adik-adikku, aku kembali ke

    rumah sakit untuk meminta ijin pada Toni agar aku bisa

    mengurus nenekku yang sedang sakit. Toni memberikan

    ijinnya.

    Sebelum pergi, aku pamit pada mertuaku. Saat pamit

    dengan ayah mertuaku, aku sempat berbicara padanya

    tentang pembicaraan aku dan ibu mertuaku. Aku mohon

    pada ayah mertuaku untuk tidak membahas masalah itu

    dengan Toni karena dia masih sakit dan aku masih

    punya kewajiban untuk merawatnya. Ayah mertuaku

    setuju dan meminta aku untuk tenang.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 33

    Sesampainya di Sumedang, aku menemui nenekku

    yang sedang sakit. Beliau meminta aku untuk

    membawanya ke rumah sakit. Aku memenuhi

    permintaannya. Setelah diperiksa oleh dokter, ternyata

    nenekku harus opname. Setelah itu, aku kembali ke

    Bandung untuk memberitahukan keadaan nenek pada

    ibuku. Karena keadaan itu, diputuskan untuk membawa

    adik-adikku ke Sumedang agar bisa dirawat oleh

    nenekku dari pihak ibu.

    Setelah nenek dirawat beberapa hari di Sumedang,

    dokter berkata bahwa mereka sudah tidak sanggup

    merawat nenek sehingga harus dirawat di rumah sakit di

    Bandung. Aku akhirnya membawa nenek ke Bandung.

    Setelah selesai mengurus kepindahan nenek di rumah

    sakit Bandung, aku langsung ke Cimahi untuk

    menjenguk Toni, menceritakan kondisi nenek, dan juga

    meminta ijin darinya untuk mengurus nenek.

    Keesokan harinya, nenekku sudah selesai diobservasi

    oleh dokter. Menurut hasil pemeriksaan, diketahui

    bahwa nenekku mengidap kanker hati. Karena keadaan

    nenek yang sudah renta, dokter mengatakan bahwa

    kesempatan untuk sembuh sangat kecil. Dokter

    menyarankan agar nenek dibawa pulang saja supaya

    bisa lebih merasa nyaman.

    Aku membawa nenek kembali ke Sumedang ditemani

    oleh adik sepupuku. Hanya beberapa menit setelah

    sampai di rumah, nenek menghembuskan nafas yang

    terakhir. Aku sempat pingsan saat mengetahui

  • 34 Mengapa Aku Memilih Poligami

    meninggalnya nenek. Setelah sadar, aku berusaha

    untuk bisa tegar.

    Siang harinya, keluarga Toni datang untuk melayat.

    Ternyata Toni sudah keluar dari rumah sakit tetapi

    belum bisa datang karena masih lelah. Keluarganya

    berkata bahwa mungkin esok hari Toni bisa datang

    melayat. Aku pun meminta maaf karena tidak bisa

    merawat Toni selama ini. Aku menjelaskan bahwa

    hanya aku satu-satunya cucu yang bisa mengurus

    nenekku saat ini. Aku lebih mementingkan nenek karena

    aku tahu bahwa keadaan Toni sudah membaik.

    Keesokan harinya Toni datang. Setelah berberapa lama

    berbincang ringan, dia berbicara serius denganku. Dia

    menceritakan kondisinya yang masih tidak sehat

    sehingga masih sangat bergantung dengan orang

    tuanya untuk beberapa waktu. Dia juga menceritakan

    permintaan ibunya untuk berpisah dengan aku. Nggak

    ngerti Akang, kok bisa begitu, memang ada apa? dia

    bertanya padaku. Justru Eneng tidak mengerti ada apa,

    tanya aja sama Mimih, itu jawabku. Sekarang mah

    kewajiban Eneng untuk ngerawat Kang Otong.

    Insyaallah setelah tujuh hari, Eneng pulang buat ngurus

    Akang. Urusan Akang tidak kerja mah tidak apa-apa,

    biar nanti giliran Eneng yang kerja, aku menambahkan

    untuk meyakinkan bahwa aku masih mau menjadi istri

    yang baik. Tapi Eneng minta ijin ya Kang untuk disini

    dulu sampai tujuh hari, kataku untuk mendapatkan ijin

    dari suami karena saat itu tidak ada lagi orang yang bisa

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 35

    mengurus tahlilan nenek selain aku. Toni pun

    mengijinkan aku untuk mengurus tahlilan sampai tujuh

    hari.

    Saat hari ketujuh meninggalnya nenek, ibuku

    memutuskan untuk pergi ke rumah ibunya untuk

    mempersiapkan kebutuhan acara 40 hari nenek. Aku

    hanya sendirian dan membereskan rumah nenek.

    Selang berapa lama, Toni datang. Aku menyambutnya

    dengan gembira. Kami berbincang dan aku

    mengajaknya untuk makan siang bersama. Makan siang

    kami lalui dengan senang.

    Setelah membereskan sisa makan, aku duduk

    beristirahat dan kami mengobrol. Aku meminta maaf

    pada Toni karena tidak bisa mengurusnya selama ini.

    Aku menjelaskan bahwa disini tidak ada yang bisa

    mengurus masalah keuangan untuk tahlilan selain aku.

    Iya ngerti, kata Toni.

    Tak berapa lama, Toni berkata bahwa dia tidak bisa

    menginap. Akang tuh ke sini mau ada yang diomongin

    sama Eneng, katanya. Mau bicara apa? Ya sudah

    bicara saja. Kang Otong mau apa, mau dibuatkan apa?

    kataku. Eneng juga mau pulang kok besok ke Bandung,

    mau ngurusin Kang Otong, aku menambahkan. Ah

    nggak usahlah, nggak usah ke Bandung, katanya. Aku

    tidak mengerti apa yang dia maksudkan. Kenapa?

    tanyaku. Ya.. Akang kan mau ngasih ini, kata Toni

    sambil mengeluarkan surat dari tas dan memberikannya

    padaku.

  • 36 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Aku membuka surat yang diberikannya dan membaca

    isinya. Betapa terkejutnya aku saat mengetahui bahwa

    itu adalah surat talaknya untukku. Aku serasa disambar

    petir. Dunia sepertinya runtuh menimpa tubuhku.

    Selama beberapa saat, aku tidak bisa memikirkan

    apapun. Otakku kosong dan tubuhku terasa beku.

    Namun, aku kemudian teringat Allah dan beristigfar.

    Astagfirullah hal adzim Astagfirullah hal adzim,

    ucapku berkali-kali. Aku berusaha untuk menenangkan

    pikiran dan hati agar aku bisa mencari cara terbaik untuk

    menghadapi masalah besar ini.

    Kok ini surat talak Kang? Memang benar Akang mau

    bercerai sama Eneng? Nggak nyesel? Nggak inget dulu

    kita berusaha memperjuangkan hubungan seperti apa?

    tanyaku. Ya gimana? Da Akang harus nurut sama

    orang tua. Soalnya Akang kan sekarang sedang

    tergantung sama orang tua lagi. Akang tidak bisa kerja,

    tidak bisa ini itu, jawabnya. Lho itukan bukan masalah,

    karena orang tua sudah bertanggung jawab menikahkan

    kita, nggak papa kan kalau orang tua bantu anaknya

    yang lagi susah? Lagipula Eneng bisa mengatasi kok,

    Eneng bisa kerja, aku berusaha merubah pemikirannya

    dan meyakinkan bahwa kami masih bisa bertahan. Ah

    nggak ah, nggak usah, nggak usah, katanya.

    Sulit dipercaya bahwa Toni begitu takut dengan

    orangtuanya dan begitu mudah menyerah dengan

    hubungan kami. Aku sedih, kesal, dan marah.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 37

    Karena harga diri, akhirnya aku menerima perceraian.

    Aku berterimakasih pada Toni karena telah memberikan

    surat talak padaku sehingga tidak menambah dosa jika

    pernikahan ini dilanjutkan dengan keterpaksaan. Aku

    meminta maaf apabila selama menjadi istrinya, aku

    banyak kesalahan dan tidak bisa menjadi istri yang baik

    menurut Toni. Semoga pengabdianku padanya tidak jadi

    hilang nilainya di mata Allah.

  • 38 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Bab II

    Sedetik setelah Toni melangkah pergi, tangisku jatuh

    tertumpah tanpa bisa ku tahan. Ketegaranku dihadapan

    Toni tadi hanyalah sebuah bentuk pertahanan untuk

    menjaga harga diriku supaya tidak hancur karena hanya

    harga diri yang kupunya saat ini. Aku menangis tersedu-

    sedu tanpa mempedulikan apa-apa lagi. Yang ada

    hanya rasa sakit dalam hati yang hancur berkeping-

    keping. Teganya dia padaku.

    Dalam tangisku, muncul banyak pertanyaan dalam

    kepalaku. Mengapa ini terjadi? Aku sudah merelakan

    pendidikanku untuk dihentikan sementara agar dia bisa

    menyelesaikan kuliahnya. Aku sudah rela kehilangan

    kehidupan sosialku dengan lebih banyak berdiam diri di

    rumah sesuai keinginannya. Aku sudah berusaha keras

    menjadi istri terbaik dengan mengurus semua

    kebutuhan rumah dan juga kebutuhannya. Namun apa

    yang kudapatkan saat ini? Bukannya kasih sayang dan

    pujian yang kudapatkan dari usaha kerasku itu, tapi aku

    dicampakkan seperti sampah. Tanpa pemberitahuan.

    Tanpa mediasi. Tanpa sidang. Aku menerima surat talak

    dari suamiku disaat aku baru saja kehilangan salah satu

    orang paling penting dalam hidupku.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 39

    Setelah aku selesai menumpahkan kesedihanku, aku

    berdiri untuk mengambil wudhu dan sholat. Aku tahu

    bahwa dalam keadaan seperti ini, tidak ada yang bisa

    menolongku selain Tuhan pencipta alam yang maha

    pengasih dan maha penyayang. Aku memohon ampun

    pada Allah karena diberi cobaan seperti ini. Jika ini

    adalah sebuah hukuman, berarti aku telah melakukan

    kesalahan dalam berumah tangga. Aku memohon pada

    Allah untuk diberi kekuatan dan pikiran yang terang

    untuk bisa melanjutkan hidup tanpa Toni.

    Selang berapa lama, ibuku datang bersama adik-adikku.

    Nenek sepupuku yang ternyata mendengarkan

    pembicaraan aku dengan Toni menceritakan apa yang

    terjadi pada ibuku. Tentu saja ibuku begitu terkejut

    mendengar ceritanya. Ibuku tidak bisa percaya bahwa

    aku telah dicerai oleh suamiku dan amarahnya pun

    meledak. Kurang ajar. Anakku diperlakukan seperti itu.

    Tidak ingat ya waktu dia pengennya. Tidak ingat ya

    bagaimana perlakuan dia sama istrinya, anakku diam

    saja, sabar saja, kata ibuku dengan suara keras.

    Ibuku segera menuju kamarku dan memintaku untuk

    keluar. Namun, aku yang masih begitu sedih tidak

    memiliki tenaga untuk beranjak. Karena pintu tidak

    dikunci, ibuku membuka pintu dan langsung memelukku

    sambil menangis. Sabar ya Neng, sabar, ucap ibuku

    berulang kali. Aku yang tidak tega melihat tangis ibuku,

    berusaha untuk tegar dan menenangkannya. Walaupun

  • 40 Mengapa Aku Memilih Poligami

    aku begitu hancur, aku berusaha untuk terlihat kuat

    dihadapan ibuku saat itu.

    Namun, seberapapun aku berusaha untuk tegar, aku

    tetaplah seorang wanita biasa yang memiliki hati rapuh.

    Hari-hari berikutnya kuhabiskan dengan merenungi

    nasibku. Aku mengurung diri di kamar dan hanya keluar

    untuk ke kamar mandi, wudhu, dan makan. Aku seperti

    gila saat itu. Bukan karena kehilangan dia, tapi aku gila

    karena tidak percaya dengan keadaanku saat itu. Aku

    harus hidup sendiri sedangkan pendidikanku belum

    selesai. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak

    tahu harus berbuat apa dengan ilmu yang kudapat

    selama ini. Aku hanya bingung dan bingung setiap hari

    dengan terus mencurahkan isi hati pada Allah. Hal ini

    terjadi selama hampir satu bulan.

    Setelah mengalami hari-hari yang sangat

    membingungkan, aku akhirnya mulai bisa menenangkan

    diri dan ikhlas menerima perceraian ini. Aku mulai keluar

    kamar untuk berbincang dengan ibuku. Namun, aku

    masih belum bisa berbuat banyak sampai ada kejadian

    yang akhirnya menyadarkanku dari kesalahanku.

    Hari itu, aku sedang berada di dalam kamar. Adik

    perempuanku yang bernama Upi pulang sekolah sambil

    berteriak senang. Mamah Mamah, Upi mau piknik ke

    Bandung. Mau ke kebun binatang. Itu pelajaran lho mah.

    Pelajaran ilmu hayat untuk dicatet, kata Upi. Ya, ibuku

    menjawab. Boleh ya Mah? Upi bertanya. Ya, kata

    ibuku lagi. Tapi Mah harus bawa uang 2500 lho mah,

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 41

    Upi menjelaskan. Aduh, kalau bawa uang 2500 Mamah

    nggak ada uang. Dari mana ya? Mamah belum gajian,

    kata ibuku. Wah gimana Mah? Kan itu tuh untuk ongkos

    masuk sama ongkos mobil, Upi mendesak. Yah nanti-

    nanti ya, jawab ibuku.

    Tak berapa lama, Ali juga datang sambil berteriak. Mah

    Mah, Ali mau kemah pramuka. Kemahnya sekabupaten

    lho ini, kata Ali. Ya syukur, kata ibuku. Biayanya 2500

    Mah, Ali menambahkan.Ya nanti, kata ibuku

    menghindar. Boleh kan Mah?, Ali memohon. Aduh

    Upi 2500, Ali 2500, ibuku mengeluh. Tapi Ali cuma itu

    doang kok Mah, anak perempuan yang bawa beras,

    anak laki-laki mah nggak harus bawa beras, kata Ali

    membela diri. Iya, tapi Mamah teh lagi nggak punya

    uang, ibuku menjelaskan.

    Kedua adikku terus saja mendesak Ibu untuk

    mengabulkan permintaan mereka. Nurunin kelapa aja

    atuh Mah, kata Ali. Aduh baru aja kemaren nurunin

    kelapa, jawab ibuku. Jual padi aja atuh, kata Upi. Yeh

    padi mah untuk makan, ibuku kembali menolak. Mah

    Ceceu mah, Ceceu pasti punya uang, kata Ali. Eh, tau

    nggak, Ceceu kamu teh lagi sakit. Untung nggak gila

    Ceceu kamu teh. Mamah mana berani minta sama

    Ceceu, kata ibuku.

    Mendengar kata-kata ibuku, aku jadi tersentak.

    Astagfirullaaaaaah. Apa yang telah aku lakukan selama

    ini? Mengapa aku menjadi tidak berguna seperti ini?

    Bukankah aku sudah berjanji pada Ayah untuk

  • 42 Mengapa Aku Memilih Poligami

    membantu ibu menyekolahkan adik-adik? Mengapa aku

    tidak ingat pada tanggung jawab yang sudah

    dibebankan di pundakku? Aku telah mengecewakan

    Ayah dan aku sudah menambah penderitaan ibu.

    Sebuah kekuatan muncul dalam diriku secara tiba-tiba.

    Akupun segera keluar kamar. Ada apa ini? tanyaku.

    Adik-adikku langsung menyambut aku dan menceritakan

    yang terjadi dengan penuh semangat. Boleh ya Ceu?

    mereka memohon. Iya boleh, kataku pada mereka

    yang langsung berteriak senang. Tuh kan Mah, kalau

    minta Ceceu pasti ada, kata mereka. Hatiku terharu

    melihat kegembiraan mereka. Dengan lembut, aku

    meminta mereka untuk berganti pakaian, makan, dan

    kemudian mereka bisa bermain.

    Setelah berpikir beberapa saat, aku berbicara pada

    ibuku. Aku memberikan beberapa perhiasanku dan

    meminta ibu untuk menjualnya agar kami bisa

    membiayai kebutuhan adik-adik. Awalnya ibuku menolak

    dan mengatakan bahwa aku tidak perlu melakukan itu

    hanya untuk membiayai wisata dan kemah. Namun aku

    memaksa karena aku sudah berjanji. Akupun

    menjelaskan pada ibu bahwa uang hasil penjualan

    perhiasan itu juga akan aku pergunakan untuk biaya ke

    Bandung supaya aku bisa mencari pekerjaan. Ibuku

    akhirnya menyetujui permintaanku.

    Aku berjanji pada Ibu untuk menyekolahkan adik-adik di

    SMA agar ibuku bisa fokus menyekolahkan adik-adik

    sampai SMP. Sebenarnya aku masih bingung apa yang

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 43

    harus kulakukan, tetapi aku menguatkan hati dan tekad.

    Bismillah Mah, kataku pada Ibu. Ya syukurlah kalau

    Jingga berpikir begitu, tidak usah dipikirin laki-laki mah,

    kata ibuku.

    Dengan uang sisa hasil penjualan perhiasan, aku pergi

    ke Bandung. Aku mengontrak rumah di belakang kos

    Bunga. Aku meminta Bunga dan Juna untuk tinggal

    bersamaku.

    Disaat aku akan mencari pekerjaan, aku kembali

    bingung. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk

    bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan

    kemampuanku. Selain itu, aku juga masih dihantui oleh

    perasaan sedih karena perceraian yang tidak jua hilang.

    Aku kembali gamang dengan hidup dan banyak

    merenung. Aku bahkan menjadi perokok. Dalam sehari,

    aku bisa menghabiskan berbatang-batang rokok.

    Aku cukup beruntung karena masih ada masa disaat

    aku sadar bahwa aku tidak boleh terus menyiksa diri

    dan mengambil langkah untuk memperbaiki hidup aku

    dan keluarga. Akupun memutuskan untuk pergi ke

    kampus dan mencari informasi tentang pekerjaan yang

    bisa aku lakukan. Alhamdulillah, aku mendapatkan

    informasi yang kubutuhkan dan aku melamar pekerjaan

    di pabrik sebagai staff laboratorium. Alhamdulillah, aku

    mendapatkan pekerjaan dengan honor yang lumayan

    untuk seorang pemula sepertiku.

  • 44 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Bekerja di pabrik ternyata tidak menyenangkan.

    Walaupun aku bekerja di laboratorium yang notabene

    tidak banyak masalah, aku tidak kuat menghadapi

    situasi pabrik yang ternyata sangat keras. Aku sering

    mendengar para pegawai dimarahi dengan kata-kata

    yang tidak pantas. Aku juga sering mendengar para

    pegawai berbicara dengan kata-kata yang kasar. Karena

    hatiku yang masih rapuh, aku tidak kuat dan sering ikut

    sakit hati saat mendengar kata-kata keras dan kasar itu.

    Karena tidak kerasan, akupun berhenti dan pindah kerja

    di pabrik lain. Situasi di tempat kerjaku yang baru

    ternyata tidak jauh beda dengan sebelumnya sehingga

    akupun memutuskan untuk keluar.

    Setelah gagal bekerja di pabrik, aku kembali ke kampus

    untuk mencari informasi pekerjaan yang lain. Disana aku

    bertemu dengan kakak kelas yang juga saudara jauh

    dari Toni. Kakak kelasku itu bekerja di sekolah tinggi

    swasta dan mengajakku untuk mengajar di sana.

    Karena dia masih saudara jauh dari Toni, aku menolak

    ajakan itu. Aku tidak mau berhubungan lagi dengan Toni

    sehingga berusaha menjaga jarak sejauh mungkin,

    termasuk menjaga jarak dari siapa saja yang

    berhubungan dengan Toni. Untung saja kakak kelasku

    itu mengerti dan tidak terus memaksaku.

    Disaat aku sedang duduk termenung di kampus,

    datanglah kakak kelasku lainnya yang bernama Ovi. Dia

    menanyakan kabarku dan akupun menceritakan

    padanya jika aku sedang mencari pekerjaan karena

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 45

    harus mengurus keluargaku. Mendengar ceritaku, Kak

    Ovi merasa simpati. Dia memberitahukan aku bahwa

    ada lowongan di sebuah sekolah kejuruan. Lowongan

    yang tersedia adalah sebagai guru praktikum di bidang

    kimia tekstil. Aku tertarik dengan lowongan itu dan

    berkata pada Kak Ovi bahwa aku akan melamar.

    Setelah mempersiapkan semua kebutuhan, akupun

    melamar ke sekolah tersebut. Aku sangat beruntung

    karena tanpa proses yang berbelit, aku diterima untuk

    mengajar di sekolah tersebut. Sekolah tersebut adalah

    sekolah yang baru dua tahun beroperasi sehingga

    membutuhkan tenaga-tenaga baru untuk

    mengembangkan sekolah tersebut.

    Hari pertama mengajar adalah hari yang cukup berat.

    Walaupun aku akan mengajar di bidang yang aku

    kuasai, tetapi aku belum pernah mengajar sebelumnya

    sehingga aku merasa tidak percaya diri. Aku begitu

    gugup saat akan berangkat, tetapi aku menguatkan diri

    dan melangkahkan kaki dengan yakin.

    Namun, cobaan pertama ternyata bukan datang dari

    murid-murid yang aku hadapi, tetapi dari salah seorang

    guru. Saat itu aku sedang berkenalan dengan staff tata

    usaha sekolah. Tiba-tiba ada seorang guru laki-laki yang

    mendekat. Staff tata usaha yang ada didepanku

    langsung memperkenalkan aku sebagai guru baru

    kepada guru itu yang ternyata dia adalah guru di bidang

    kimia industri bernama Koko.

  • 46 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Bukannya ucapan selamat bergabung yang kudapatkan

    dari guru itu, tetapi sindiran sinis yang keluar dari

    mulutnya. Memangnya dia bisa ngajar apa? , katanya

    sambil melirik ke arahku. Kelihatannya tidak

    meyakinkan, tambahnya. Mendengar ucapannya, aku

    merasa tersinggung. Akupun berjanji pada diriku sendiri

    untuk bekerja keras dan membuktikan padanya bahwa

    aku mampu.

    Bekerja sebagai guru ternyata sangat membahagiakan.

    Pekerjaan aku dihargai dengan baik, bahkan aku diberi

    kesempatan untuk mengajar di kelas. Di sekolah, aku

    juga mendapat ketentraman karena semua orang saling

    menghormati satu sama lain. Memang aku masih

    perang dingin dengan guru bernama Koko. Berbulan-

    bulan aku pelit bicara dengannya. Namun, selain

    masalah dengannya, aku sangat bahagia bekerja di

    sekolah.

    Sekitar enam bulan setelah aku bekerja sebagai guru,

    tiba-tiba ada kejutan. Toni datang menemuiku. Akang

    pengen kita kembali lagi, kata-kata mengejutkan itu

    keluar dari mulutnya. Dia menggunakan berbagai kata-

    kata manis bahwa dia akan berubah dan ingin memulai

    semuanya dari awal. Yang lebih mengejutkan lagi, dia

    mengajakku untuk melihat rumah yang telah dibelinya

    untuk kami tinggali jika kami telah menikah nanti. Biar

    kita tidak diganggu keluarga, begitu katanya.

    Aku merasakan kegalauan yang luar biasa dengan

    permintaannya untuk kembali menikah. Aku merasa

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 47

    takut, tetapi disudut hatiku, aku merasa senang dengan

    semua janji yang diberikannya. Cintaku padanya masih

    besar dan aku berharap bahwa kali ini kami akan

    sanggup membina rumah tangga yang kuat dan

    langgeng sampai akhir hayat.

    Karena aku masih sangat trauma dengan perlakuan

    ibunya padaku, aku memberikan syarat padanya. Yang

    membuat kita cerai kan Mimih. Kita tidak ada apa-apa,

    kita baik-baik saja, tetapi Mimih meminta kita cerai. Jadi

    Eneng maunya Mimih datang langsung dan memberikan

    restu pada Eneng untuk kembali sama Kang Otong,

    begitu kataku. Toni terkejut dengan permintaanku, tetapi

    dia berusaha untuk memenuhinya. Iya, nanti Akang

    usahakan, katanya.

    Harapan besar kembali muncul dalam hatiku. Bayangan

    kehidupan yang lebih bahagia memenuhi kepalaku.

    Namun, harapan itu sedikit-demi sedikit mulai terkikis

    karena tidak ada kabar lagi dari Toni. Dua bulan aku

    menunggu, Toni tidak datang dan tidak pula

    mengirimkan surat.

    Hanya ibu dan adik-adikku yang bisa membuat aku

    tegar. Dengan kegelisahan dalam dada, aku berusaha

    menjalani hidup seperti biasa. Aku berusaha lebih

    memfokuskan diri pada pekerjaanku karena mencari

    uang adalah tujuan utamaku saat itu demi keluargaku.

    Akhirnya kegelisahanku mendapatkan jawabannya.

    Pada suatu hari, aku berkunjung ke rumah Kang Hari.

  • 48 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Nia, istri Kang Hari adalah sahabatku dan dia sedang

    mengandung. Ketika aku sedang berbincang dengan

    Nia di dalam kamar, tiba-tiba ada tamu datang. Ternyata

    tamu tersebut adalah Toni. Yang sangat mengejutkan,

    Toni tidak datang sendiri. Dia bersama seorang wanita.

    Kenalin, ini bojoku yang baru, aku mendengar

    perkataan Toni pada Kang Hari.

    Aku kembali hancur mendengar kata-kata Toni.

    Bagaimana mungkin Toni kembali menyakitiku? Aku

    terpuruk, tidak percaya dengan kenyataan ini. Apa

    artinya semua janji yang telah dikatakannya beberapa

    bulan lalu?

    Nia yang merasakan kepedihanku meyakinkan aku

    bahwa aku harus menemui Toni. Nia bilang aku harus

    terlihat tegar dan kuat untuk menunjukkan pada Toni

    bahwa aku bukanlah perempuan yang bisa

    dipermainkan.

    Aku melakukan apa yang diminta Nia dan menemui Toni

    dengan kepala tegak. Eh ternyata ada Neng Jingga,

    kata Toni yang terkejut melihatku. Iya kebetulan sedang

    main ke sini, jawabku. Oh, kenalin istri aku yang

    sekarang, kata Toni. Oh sudah nikah, dikirain teh,

    ditunggu-tunggu beritanya, kataku. Iya, kebetulan

    ketemu sama dia, jawabnya. Aku memperkenalkan diri

    sebagai teman Toni dan Kang Hari. Tidak ingin berlama-

    lama aku kembali ke kamar dengan alasan menemani

    Nia yang sedang sakit.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 49

    ***

    Pengalaman menyakitkan dengan Toni membuat aku

    tidak percaya terhadap laki-laki. Yang lebih menyakitkan

    lagi, belum sampai setahun Toni menikah, aku

    mendapatkan kabar bahwa dia dan istrinya telah

    memiliki anak. Jika dia bisa memiliki anak, berarti aku

    yang memiliki masalah. Hatiku begitu hancur dan

    menjadi tidak percaya diri bahwa akulah yang tidak bisa

    memiliki anak.

    Lebih dari satu tahun aku hanya menyibukkan diri

    dengan pekerjaan tanpa memikirkan laki-laki. Aku hanya

    fokus pada pekerjaanku dan mencoba berhubungan

    baik dengan orang-orang disekitarku. Bahkan aku mulai

    melunak kepada Koko karena beberapa guru

    menasihatiku untuk tidak terus membencinya. Menurut

    beberapa guru, Koko memang sering bergaya dan sok

    saat bertemu guru baru, tetapi aslinya dia orang baik.

    Berdamai dengan diri sendiri dan tidak pernah

    memikirkan Toni lagi ternyata tidak cukup untuk

    menghapus Toni dalam hidupku. Pada suatu hari,

    datanglah adik Toni menemuiku. Dia menceritakan

    keadaaan Toni yang sudah bercerai dan ditipu oleh

    istrinya. Adiknya memintaku untuk mengasihani Toni

    dan kembali padanya. Terang saja aku menolak. Sudah

    berkali-kali dia menyakitiku dan aku tidak ingin

    mengulangi kesalahan yang sama.

  • 50 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Aku tidak menyesal dengan keputusanku dan kembali

    fokus pada pekerjaan. Setelah dua tahun mengajar,

    murid kami semakin banyak. Dewan sekolah

    memutuskan untuk mengangkat dua orang wakil kepala

    sekolah untuk membantu kepala sekolah yang mulai

    kesulitan dalam mengurus berbagai macam masalah.

    Yang terpilih adalah aku dan Koko.

    Dengan adanya tugas baru, mau tidak mau aku harus

    sering berhubungan dengan Koko. Setelah

    mengenalnya lebih jauh, ternyata, Koko tidaklah jahat.

    Dia hanyalah seseorang yang senang ceplas ceplos dan

    jika bercanda suka kelewatan. Setelah aku lebih

    mengenal pribadinya, aku mengetahui bahwa dia adalah

    tipe lelaki penyayang, terutama terhadap keluarganya.

    Aku juga pernah bertemu dengan istrinya beberapa kali

    dan terlihat jelas bahwa Koko menyayangi istrinya itu.

    Setelah melalui masa yang cukup tenang, ada kakak

    kelas semasa aku kuliah yang datang untuk melamar

    sebagai tenaga honorer di sekolah tempatku mengajar.

    Namanya Dede. Karena sekolah kami memang

    membutuhkan tenaga, dia diterima untuk mengajar.

    Dengan adanya dia, aku jadi teringat masa lalu. Dahulu

    aku pernah punya hati untuknya karena dia ganteng,

    tinggi, dan mempesona. Kenangan masa lalu membuat

    aku dekat dengannya dan kami pun memulai masa

    pendekatan.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 51

    Namun, belum sampai kami jadian, aku mendapatkan

    kabar yang menyakitkan bahwa ternyata dia sudah

    dijodohkan dengan anak bosnya. Saat aku menanyakan

    masalah itu dengannya, dia membenarkan hal tersebut

    tetapi dia menyakinkan aku bahwa dia hanya

    mencintaiku.

    Dengan pengalaman cinta yang begitu menyakitkan,

    aku tidak bisa menerima penjelasan Dede dan

    memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengannya.

    Tidak mungkin bagiku untuk mengambil resiko.

    Lagipula, aku tidak melihat ada keyakinan dalam dirinya

    bahwa dia akan mampu menolak perjodohan itu.

    Kembali disakiti oleh laki-laki, aku menjadi berhenti

    berharap pada laki-laki. Namun, statusku sebagai janda

    muda terus menggangguku. Banyak kudengar

    perkataan miring tentangku. Bahkan aku pernah di

    panggil oleh Pak RW karena warga mengira aku adalah

    perempuan nakal. Warga melapor bahwa mereka sering

    melihat beberapa pemuda datang mengunjungiku.

    Padahal, pemuda-pemuda itu adalah murid-muridku

    yang datang untuk meminta bimbingan belajar.

    Tidak ingin terus menjadi bahan pembicaraan dan

    difitnah, aku berusaha untuk kembali membuka hatiku.

    Saat itu ada guru olahraga yang mengatakan bahwa

    telah lama dia suka padaku. Namanya Cipto.

    Sebenarnya aku tidak yakin untuk menerimanya karena

    dia masih perjaka, tetapi melihat kesungguhan dan

    kebaikannya, aku sulit untuk menolak.

  • 52 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Hubunganku dengan Cipto berjalan baik. Kami juga

    mendapat dukungan dari orang-orang disekitar kami,

    termasuk guru-guru di sekolah. Bahkan, Koko yang

    selama ini suka mengejekku justru sangat mendukung,

    Beberapa kali Koko membelikan tiket nonton untuk

    kami.

    Sayangnya, hubunganku dengan Cipto juga tidak

    berlangsung lama. Beberapa bulan setelah kami

    berhubungan, Cipto dikirim ke luar negeri untuk

    menemani tim olahraga yang mendapatkan kesempatan

    untuk pertukaran pelajar. Sebelum Cipto pergi, dia

    mengatakan padaku bahwa hubungan jarak jauh

    tentunya akan sulit untuk kami hadapi. Oleh karena itu,

    dia meminta agar kami menjalani hidup masing-masing.

    Jika kami berjodoh, tentunya kami akan mendapatkan

    jalan untuk bersama, tetapi jika tidak, maka kami tidak

    perlu merasa berat jika ada jalan lain yang lebih baik

    untuk diri masing-masing.

    Setelah kegagalan dengan Cipto, aku kembali

    menikmati kesendirianku. Guru-guru yang mengetahui

    kegagalan hubungan kami, berusaha untuk memberikan

    semangat padaku untuk tetap tegar walaupun sesekali

    mereka meledekku. Aku bahagia dengan hidupku saat

    itu. Aku merasa hidup sendiri jauh lebih baik bagiku

    sampai akhirnya ada kejadian mengejutkan di sekolah.

    Kami guru-guru mendapatkan berita bahwa Koko

    bercerai dengan istrinya.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 53

    Perceraian tersebut sepertinya sangat berat bagi Koko

    karena dia terlihat begitu terpukul dan kehilangan arah.

    Di sekolah, dia hanya berdiam diri dan termenung. Dia

    tidak mengajar, dia tidak pernah bercanda lagi dengan

    guru-guru, bahkan dia tidak berbincang dengan kami

    lagi. Dia terlihat sangat tidak terawat dan menyedihkan.

    Aku tidak tega melihatnya. Bagaimana mungkin

    seseorang yang dahulu begitu percaya diri dan keras

    bisa menjadi lemah tak berdaya seperti itu.

    Keadaan Koko mendapat perhatian dari para guru,

    termasuk kepala sekolah. Setelah bermusyawarah,

    diputuskan bahwa beberapa guru perempuan

    diharapkan untuk membantu Koko dengan cara

    mengurus makannya dan memberikan bantuan lain

    sewajarnya. Guru perempuan dipilih karena perasaan

    perempuan lebih halus dan lebih pandai mengurus

    orang. Aku adalah salah satu guru wanita yang

    ditugaskan.

    Kami para guru wanita berusaha keras untuk membantu

    Koko. Kami juga berusaha untuk mengembalikan

    semangat Koko. Setelah melakukan pendekatan,

    akhirnya aku dan guru lainnya bisa membuat Koko

    kembali bersemangat. Ia kembali mengajar dan mulai

    kembali bergaul seperti sebelumnya.

    Setelah kejadian itu, aku dan Koko semakin dekat. Kami

    saling menghibur satu sama lain. Aku mulai merasa

    bahwa dia menyukaiku dan rasa empatiku padanya pun

    sepertinya berubah menjadi suka. Aku sendiri tidak

  • 54 Mengapa Aku Memilih Poligami

    mengerti bagaimana ini terjadi, tetapi itulah

    kenyataannya. Selain itu, para guru, termasuk kepala

    sekolah mendorong kami untuk segera jadian.

    Ternyata Koko juga menyimpan perasaan padaku.

    Sekitar lima bulan setelah perceraiannya, dia berkata

    padaku, Kelihatannya kita berdua saling cocok.

    Gimana kalau kita membangun rumah tangga lagi?

    Neneng kan sudah lama sendirinya. Mau nggak kalau

    kita menikah? Aku menjadi galau mendengar

    permintaannya, tetapi ada rasa bahagia di sudut hatiku.

    Tidak berapa lama, Koko mengenalkanku pada ibu dan

    adiknya. Ibunya bercerita padaku tentang alasan

    perceraian Koko dengan istrinya yang membuat aku

    mengerti mengapa dia begitu terpukul. Menurut ibunya,

    keluarga mantan istri Kokolah yang memaksa mereka

    untuk bercerai.

    Dengan segera aku menceritakan lamaran Koko pada

    ibuku. Di luar dugaanku, ibuku justru kurang setuju jika

    aku menikahi Koko. Ibuku takut jika suatu saat Koko

    akan kembali pada mantan istrinya. Janganlah,

    biasanya ada alasan anak, jadi dia menemui mantan

    istrinya, kata ibuku. Tetapi gimana ya Mah,Eneng kan

    sudah lama menjanda. Nggak enak ternyata. Suka ada

    fitnah. Kalau ada suami kan setidak-tidaknya bisa

    tenang, kataku pada ibu. Akhirnya ibuku tidak

    melarang, ia mengembalikan semuanya padaku karena

    aku yang akan menjalaninya.

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 55

    Sebenarnya aku merasa tidak nyaman dengan

    perkataan ibu, tetapi entah mengapa aku tetap merasa

    yakin untuk menikahi Koko. Aku merasa kebaikan hati

    Koko tidak dibuat-buat. Walaupun dia suka ceplas-

    ceplos tetapi yang dikatakannya benar. Dia juga paling

    bisa membuat aku senang dengan cara mengikuti

    berbagai macam kemauanku, tidak seperti Toni yang

    egois. Selain itu, kenyataan bahwa dia adalah duda

    dengan tiga anak justru membuat aku tenang karena

    aku yakin bahwa dia tidak akan menuntut anak dariku.

    Aku tidak perlu takut jika ternyata aku memang tidak

    diberi karunia untuk bisa mengandung anakku sendiri.

    Memang, menikah dengan Koko saat itu mungkin terlalu

    cepat karena Koko baru saja bercerai. Namun, aku

    adalah seorang janda yang sudah terlalu lama menjadi

    bahan pembicaraan banyak orang. Aku juga menyadari

    bahwa sebagai seorang janda, aku sudah tahu

    bagaimana rasanya berhubungan suami istri. Aku takut

    jika aku terlalu lama berhubungan dengan Koko, aku

    tidak bisa mengendalikan nafsu dan jatuh ke dalam

    jurang dosa. Selain itu, walaupun hubungan asmara

    kami terbilang cukup singkat, aku sudah mengenal Koko

    sejak lama sehingga aku merasa tidak perlu berpacaran

    lama. Lagipula, masa laluku dengan Toni membuktikan

    bahwa berpacaran lama tidak menjadi jaminan sebuah

    pernikahan akan berhasil.

    Kemudian aku kembali bertemu dengan keluarga Koko,

    bahkan lebih lengkap karena ada Ayah dan adiknya

  • 56 Mengapa Aku Memilih Poligami

    yang lain. Saat itu, dia mengatakan bahwa aku adalah

    perempuan yang ingin dinikahinya. Orang tuanya

    menyambut baik keinginan kami. Mereka justru ingin

    kami segera menikah. Kalian itu sudah dewasa, tidak

    baik kalau berlama-lama, begitu kata ibunya.

    Saat aku menceritakan pada orang tuanya tentang

    ketakutanku, mereka meyakinkanku bahwa Koko tidak

    akan kembali kepada mantan istrinya. Ibunya bahkan

    meminta Koko membuat surat perjanjian bahwa dia

    tidak akan kembali pada mantan istrinya demi

    meyakinkan aku. Dengan adanya perjanjian tersebut

    dan dukungan penuh dari keluarga Koko, akhirnya aku

    memantapkan diri untuk menikahi Koko. Tapi aku juga

    berkata pada keluarganya, Kalau misalnya Mas

    memang mau kembali pada mantan istrinya, saya tidak

    apa-apa kok jika berpisah.

    Selain dukungan dari keluarga Koko, secara

    mengejutkan aku juga mendapat dukungan dari

    keluarga besarku. Sebenarnya, menikahi orang Jawa

    tidak diperkenankan di keluargaku. Menurut mereka

    orang Jawa itu keras sehingga akan membawa banyak

    masalah bagi kami. Namun, saat bertemu dengan Koko

    yang lemah lembut, sopan santun, dan bisa berbahasa

    Sunda dengan baik, mereka menjadi suka dengan Koko.

    Tapi sekali lagi, dunia memang sangat mengejutkan.

    Disaat aku sudah mantap dengan keputusanku, tiba-tiba

    ada kejadian yang membuat hatiku menjadi galau. Tanto

    teman kuliahku yang dahulu begitu sakit hati

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 57

    mendengar berita pertunanganku dengan Toni datang

    menemuiku di rumah.

    Tanto bercerita bahwa dia sudah bercerai dengan

    istrinya yang menghianatinya. Saat mendengar bahwa

    aku sudah bercerai dengan Toni, dia jadi memiliki

    harapan lagi untuk bisa bersatu denganku. Belum

    sempat aku menjawab, Koko datang. Dengan berat

    hati, aku memperkenalkan Koko sebagai calon suamiku.

    Terlihat sekali kekecewaan di mata Tanto, tetapi dia

    berjiwa tegar. Dia justru mengobrol banyak dengan

    Koko. Mereka cepat akrab karena keduanya adalah

    orang Jawa. Saat akan pulang, Tanto berkata, Kamu

    bener pilih dia, orangnya baik.

    Walaupun ada berbagai kejadian yang mengusik hati,

    pada akhirnya aku mendapatkan kemantapan hati yang

    sudah tidak tergoyahkan. Di akhir bulan Desember, aku

    menikah dengan Koko, tiga setengah tahun setelah

    perceraian aku dan enam bulan setelah perceraian

    Koko.

  • 58 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Bab III

    Di awal pernikahanku dengan Koko, semua berjalan

    dengan sangat baik. Tuhan sepertinya mendengar jerit

    hatiku yang sakit oleh perlakuan Toni dan keluarganya.

    Tanpa harus menunggu lama, aku mendapatkan kabar

    luar biasa. AKU HAMIL.

    Gejolak kegembiraan yang kurasakan tidak bisa

    digambarkan. Ini adalah suatu pembuktian bahwa aku

    tidak mandul dan aku bukan perempuan pembawa sial.

    Tuhan benar-benar membuktikan bahwa tidak ada yang

    tidak mungkin di dunia ini. Jika Allah sudah

    berkehendak, tidak ada yang bisa menghentikan-Nya.

    Toni, Mimih, apa yang akan kalian katakan sekarang?

    Kebahagiaanku semakin memuncak dengan adanya

    kasih sayang dan perhatian Koko yang tercurah padaku.

    Koko bukanlah Toni. Mereka berbeda hampir 180

    derajat. Toni adalah orang yang senang dengan

    kemewahan sedangkan Koko adalah orang yang

    sederhana. Toni adalah anak mami yang selalu

    berlindung pada ketiak ibunya sedangkan Koko adalah

    anak tertua yang selalu bekerja keras untuk membantu

    orang tuanya. Toni selalu mengekangku, sedangkan

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 59

    Koko memberikan begitu banyak ruang untukku bekerja

    dan bersosialisasi

    Satu lagi perbedaan yang mencolok antara Toni dan

    Koko, yaitu perhatian terhadap adik-adikku. Koko sangat

    memperhatikan adik-adikku. Koko tidak keberatan jika

    aku mengurus adik-adikku karena diapun adalah anak

    tertua dengan tanggung jawab pada adik-adiknya.

    Alhasil, kami bahu membahu menggurus dan

    menyekolahkan adik-adik kami.

    Memang, Koko dan Toni juga memiliki kesamaan yaitu

    keduanya sama-sama sering berbicara keras dan keras

    kepala. Koko adalah orang Jawa Timur yang memang

    terkenal memiliki sifat keras. Namun, walaupun Koko

    suka berbicara keras, dia juga memiliki sisi lembut yang

    bisa membuatku luluh. Selain itu, pengalaman hidupku

    yang terdahulu membuat aku lebih kuat dan berani. Jika

    dahulu aku hanya bisa mengangguk dan mengikuti

    keinginan suami, setelah menikah dengan Koko aku

    lebih berani dalam menyatakan pendapat dan

    keinginanku. Bukannya aku membangkang dan

    melawan suami, tetapi aku hanya berusaha untuk

    mendapatkan keadilan agar cerita pernikahanku yang

    dahulu tidak terulang lagi. Hasilnya cukup baik. Dengan

    keberanianku, aku bisa menekan sifat keras Koko.

    Dengan adanya Koko, aku merasa beban hidupku

    berkurang. Aku memiliki teman untuk berbagi senang

    maupun susah. Keadaan ekonomi keluargaku juga

    semakin baik dengan nafkah yang diberikan Koko,

  • 60 Mengapa Aku Memilih Poligami

    walaupun gajinya tidak diberikan sepenuhnya padaku.

    Setengah gajinya, diberikan untuk menafkahi anak-anak

    dari pernikahannya yang terdahulu. Yah, aku mengerti

    bahwa sebagai ayah, dia masih memiliki kewajiban

    untuk menafkahi anak-anaknya. Oleh karena itulah aku

    tidak keberatan jika gajinya dibagi dua. Untungnya,

    setelah perceraian, mantan istri dan anak-anaknya

    tinggal di luar kota sehingga mereka tidak sering

    bertemu. Aku merasa bahwa kekhawatiran ibuku tidak

    akan terbukti.

    Selama aku hamil, aku cukup dimanjakan oleh Koko.

    Dia selalu berusaha untuk memenuhi keinginanku

    selama ngidam. Walaupun kadang-kadang dia suka

    malas dan berusaha membohongiku, tetapi aku bisa

    memaafkannya. Yah, paling aku hanya sedikit ngambek

    dan segera berbaikan tidak lama kemudian. Lagipula,

    Koko telah berpengalaman dalam menghadapi istri yang

    sedang hamil sebelumnya sehingga dia lebih mengerti

    jika aku yang sedang hamil suka menginginkan hal-hal

    yang cukup merepotkan dan memiliki emosi yang

    kadang tidak stabil.

    Disaat usia kandunganku belum genap tujuh bulan, aku

    mengalami kecelakaan kecil. Aku terpeleset saat akan

    mencuci rambut. Aku merasa ada sesuatu yang basah

    dipahaku dan segera memanggil Koko. Bapak

    Bapak, aku berteriak dengan keras. Ada apa bu?

    Koko menjawab dan segera mendekatiku. Ini lho pak

    ada yang kayak gini, aku mempelihatkan cairan yang

  • Mengapa Aku Memilih Poligami 61

    keluar. Oh itu slem, kata dia. Terus gimana? kataku

    dengan cemas. Aku takut jika terjadi sesuatu pada

    kandunganku, tapi aku juga tidak berani bercerita

    tentang jatuhku karena takut Koko akan marah. Kita

    harus ke rumah sakit, kata Koko.

    Koko segera membawa aku ke rumah sakit. Dokter

    mengatakan bahwa usia kandunganku sebenarnya

    belum cukup, tetapi dokter menyarankan agar aku

    berjalan-jalan untuk melihat perkembangan selanjutnya.

    Jika terjadi kontraksi, maka aku harus segera menemui

    dokter. Akupun berjalan-jalan sekitar satu jam dan

    merasakan sakit. Saat aku kembali menemui dokter,

    terlihat pembukaan dan dokter mengatakan aku bisa

    segera melahirkan. Setelah melalui proses persalinan

    yang tidak terlalu lama, anak pertamaku yang berjenis

    kelamin laki-laki hadir di dunia.

    Alhamdulillahi robilalamin. Betapa bersyukurnya aku

    atas keselamatan anakku yang usia kandungannya

    sebetulnya belum cukup. Aku bersyukur atas semua

    karunia yang diberikan oleh Allah, terutama karena aku

    tidak perlu menunggu lama untuk bisa menimang bayi

    yang begitu aku harapkan. Koko juga terlihat begitu

    bahagia dengan bayi kami. Walaupun dia telah memiliki

    tiga anak sebelumnya, tetapi anak yang kami beri nama

    Tigo adalah buah cinta kami berdua. Buah cinta yang

    menunjukkan bahwa Allah selalu memberikan sesuatu

    tepat pada waktu yang terindah.

  • 62 Mengapa Aku Memilih Poligami

    Namun, kebahagiaanku sedikit terganggu. Tigo

    mengalami diare yang cukup parah. Aku dan Koko

    segera memeriksakannya ke dokter. Bagaimana

    keadaan anak saya Dok? tanyaku dengan cemas

    setelah dokter memeriksa Tigo. Begini Bu. Anak Ibu

    kan lahirnya prematur, jadi lambungnya belum terlalu

    kuat. ASI Ibu terlalu berlemak sehingga lambung anak

    Ibu tidak sanggup mencerna ASI dengan baik, dokter

    menjelaskan. Jadi saya harus bagaimana Dok?

    tanyaku. Sebaiknya Ibu menghentikan pemberian ASI

    dan menggunakan susu formula yang cocok untuk anak

    Ibu, kata dokter.

    Betapa hancur hatiku mendapa