18
1 MENGENAL SYI’AH Oleh : KH.Shiddiq Amien *) Disampaikan dalam Daurah Du’at PP Persis di Bandung (Rabu, 30 Juli 2008) A. Sejarah Awal Syi’ah menurut etimologi Bahasa Arab mempunyai arti : Sekumpulan orang yang menyepakati suatu perkara, pengikut seseorang atau pendukung. (Tahdzibul Lughah 3:61) Menurut terminologi syari’at, Syi’ah bermakna mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta anak cucunya bahwasanya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau. ( Al-Fishal fil Milali wal Ahwa Wan Nihal, Ibnu Hazm 2:113 ) Pada awal munculnya, tasyayu’ (dukungan) kepada Ali hanyalah merupakan gerakan politik. Penggunaan term “Syi’ah” di masa Khalifah Ali ra berkonotasi setia dan membela, tidak ada akidah khusus sebagaimana yang ada pada Syi’ah saat ini. Pasca peristiwa Tahkim atau Arbitrase antara Ali dan Mu’awiyah, posisi Khalifah Ali menjadi semakin lemah dan sempit, terutama sekali sesudah penumpasan pasukan Ali terhadap kaum Khawarij di Nahrawan, telah mendorong mereka untuk membentuk pasukan berani mati yang terdiri dari : Abdurrahman bin Muljam untuk membunuh Ali di Madinah, Hajaj bin Abdillah as-Sarimi untuk membunuh Mu’awiyah di Damaskus, dan Zadawih untuk membunuh Amr bin ‘Ash di Mesir. Akan tetapi dua petugas yang disebut terakhir gagal mencapai maksudnya, dengan demikian posisi Mu’awiyah menjadi semakin kuat. Kelahiran Syi’ah sebagai suatu aliran keagamaan yang bersifat politis secara utuh , dilihat dari aspek ajaran atau doktrin politiknya, yakni tentang hak legitimasi kekhalifahan ada pada keturunan Ali dengan Fatimah, putri Rasulullah saw. bermula sejak munculnya tuntutan penduduk Kufah pendukung Ali, agar masalah kekhalifahan dikembalikan kepada “ Ahlul Bait “. Yang dimaksud “Ahlul Bait” oleh Syi’ah hanya dibatasi kepada Ali, Fatimah, Hasan, Husein, dan keturunan Husein. Mereka tidak menganggap para istri Nabi saw, putra-putra Ali selain Hasan dan Husein, saudara-saudara perempuan Fatimah seperti Ruqayah, Ummu Kultsum dan Zainab, begitu pula keturunan Hasan bin Ali sebagai “Ahlul Bait”. Dengan demikian lahirnya Syi’ah pada dasarnya bersamaan waktunya dengan pengangkatan Hasan bin Ali bin Abi Thalib sebagai imam kaum Syi’ah. Pada masa ini posisi kaum Syi’ah semakin goyah karena derasnya fitnah, perselilisihan dan perpecahan di kalangan mereka yang sengaja ditanamkan oleh golongan Sabaiyyah pengikut Abdullah bin Saba. Lemahnya kepemimpinan Hasan bin Ali menjadi faktor yang mempersulit kaum Syi’ah. Usaha Hasan menumpas Sabaiyyah dan menentang pemerintahan Mu’awiyah, membuat banyak pendukungnya meninggalkannya dan berpaling kepada Mu’awiyah, sebagian bergabung dengan Sabaiyyah dan Khawarij. Akhirnya Hasan bin Ali memilih jalan damai dengan Mu’awiyah dengan mengundurkan diri dari jabatan sebagai Khalifah pada tahun 41H/661 M. Sesudah Hasan bin Ali Wafat diangkatlah saudaranya Husein bin Ali sebagai Imam. Putera Ali kedua ini tampak memiliki semangat dan daya juang seperti bapaknya, namun sayang ia harus tewas di ujung pedang tentara Yazid bin Muawiyah di padang Karbala secara memilukan pada tanggal 1 Oktober 680 H.

MENGENAL SYIAH - percikaniman.org fileAli bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya

  • Upload
    lekiet

  • View
    239

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

MENGENAL SYI’AH Oleh : KH.Shiddiq Amien

*) Disampaikan dalam Daurah Du’at PP Persis di Bandung (Rabu, 30 Juli 2008)

A. Sejarah Awal

Syi’ah menurut etimologi Bahasa Arab mempunyai arti : Sekumpulan orang yang menyepakati suatu perkara,

pengikut seseorang atau pendukung. (Tahdzibul Lughah 3:61) Menurut terminologi syari’at, Syi’ah bermakna

mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta anak cucunya bahwasanya

Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk

kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau. ( Al-Fishal fil Milali wal

Ahwa Wan Nihal, Ibnu Hazm 2:113 )

Pada awal munculnya, tasyayu’ (dukungan) kepada Ali hanyalah merupakan gerakan politik. Penggunaan

term “Syi’ah” di masa Khalifah Ali ra berkonotasi setia dan membela, tidak ada akidah khusus sebagaimana

yang ada pada Syi’ah saat ini. Pasca peristiwa Tahkim atau Arbitrase antara Ali dan Mu’awiyah, posisi

Khalifah Ali menjadi semakin lemah dan sempit, terutama sekali sesudah penumpasan pasukan Ali terhadap

kaum Khawarij di Nahrawan, telah mendorong mereka untuk membentuk pasukan berani mati yang terdiri

dari : Abdurrahman bin Muljam untuk membunuh Ali di Madinah, Hajaj bin Abdillah as-Sarimi untuk

membunuh Mu’awiyah di Damaskus, dan Zadawih untuk membunuh Amr bin ‘Ash di Mesir. Akan tetapi dua

petugas yang disebut terakhir gagal mencapai maksudnya, dengan demikian posisi Mu’awiyah menjadi

semakin kuat.

Kelahiran Syi’ah sebagai suatu aliran keagamaan yang bersifat politis secara utuh , dilihat dari aspek ajaran

atau doktrin politiknya, yakni tentang hak legitimasi kekhalifahan ada pada keturunan Ali dengan Fatimah,

putri Rasulullah saw. bermula sejak munculnya tuntutan penduduk Kufah pendukung Ali, agar masalah

kekhalifahan dikembalikan kepada “ Ahlul Bait “. Yang dimaksud “Ahlul Bait” oleh Syi’ah hanya dibatasi

kepada Ali, Fatimah, Hasan, Husein, dan keturunan Husein. Mereka tidak menganggap para istri Nabi saw,

putra-putra Ali selain Hasan dan Husein, saudara-saudara perempuan Fatimah seperti Ruqayah, Ummu

Kultsum dan Zainab, begitu pula keturunan Hasan bin Ali sebagai “Ahlul Bait”.

Dengan demikian lahirnya Syi’ah pada dasarnya bersamaan waktunya dengan pengangkatan Hasan bin Ali

bin Abi Thalib sebagai imam kaum Syi’ah. Pada masa ini posisi kaum Syi’ah semakin goyah karena derasnya

fitnah, perselilisihan dan perpecahan di kalangan mereka yang sengaja ditanamkan oleh golongan Sabaiyyah

pengikut Abdullah bin Saba. Lemahnya kepemimpinan Hasan bin Ali menjadi faktor yang mempersulit kaum

Syi’ah. Usaha Hasan menumpas Sabaiyyah dan menentang pemerintahan Mu’awiyah, membuat banyak

pendukungnya meninggalkannya dan berpaling kepada Mu’awiyah, sebagian bergabung dengan Sabaiyyah

dan Khawarij. Akhirnya Hasan bin Ali memilih jalan damai dengan Mu’awiyah dengan mengundurkan diri

dari jabatan sebagai Khalifah pada tahun 41H/661 M. Sesudah Hasan bin Ali Wafat diangkatlah saudaranya

Husein bin Ali sebagai Imam. Putera Ali kedua ini tampak memiliki semangat dan daya juang seperti

bapaknya, namun sayang ia harus tewas di ujung pedang tentara Yazid bin Muawiyah di padang Karbala

secara memilukan pada tanggal 1 Oktober 680 H.

2

Perubahan corak Syi’ah dari politik murni menjadi gerakan keagamaan antara lain dipengaruhi oleh

kedengkian Yahudi dan Majusi (Persia) terhadap Islam. Karena Islam-lah yang telah menghancurkan dan

mencabut akar-akar Yahudi dari Jazirah Arab, negeri yang dianggap sangat penting bagi Yahudi, mereka telah

lama menetap di Madinah dan Shan’a (Yaman) dan sebagian ujung-ujung jazirah Arab. Adapun Persia, mereka

adalah bangsa yang kaya dan pernah berkuasa atas bangsa-bangsa lain termasuk bangsa Arab. Persia yang

besar kerajaannya, kejayaannya, kewibawaannya tidak runtuh di tangan bangsa Romawi ataupun bangsa

Mongol, tapi justru jatuh di tangan kaum muslimin yang berjumlah relatif kecil di masa kekhalifahan ar-

Rasyid Umar ibnul Khattab ra.

Keinginan mengobarkan dendam lama nampak dari omongan Imam Khomaeni : “ Sesungguhnya aku

mengatakan dengan penuh keberanian bahwa bangsa Iran dengan jumlah jutaan pada saat ini lebih utama

dari pada bangsa Hijaz di masa Rasulullah saw, dan dari pada bangsa Kufah, Irak, pada masa Amirul

Mukminin Al-Husein bin Ali ( Al-Washiyah Al-Ilahiyah hal. 16 ).

Seorang orientalis Inggri- Dr. Brown- yang cukup lama tinggal di Iran untuk studi kesejarahan dalam Tarikh

Adabiyat Iran jilid 1 hal 217 mengatakan : “ Di antara faktor terpenting yang menyebabkan permusuhan

penduduk Iran terhadap Khalifah Ar-Rasid kedua, Umar, adalah karena dialah yang telah menaklukan negara-

negara non-Arab dan telah meruntuhkan kekuatan mereka. Hanya saja permusuhan mereka dibungkus

dengan baju agama dan madzhab.” Di bagian lain dia menjelaskan bahwa kebencian mereka kepada Umar

bukan karena merampas hak-hak Ali dan Fatimah, melainkan karena dialah yang telah menaklukan Iran dan

menumbangkan dinasti “Sasaniyah”. Kemudian dia menukil sebuah syair lagu Persia: “ Umar telah

mematahkan punggung-punggung singa yang ganas di kandangnya dan telah mencabut keluarga Jamsyid

(raja terbesar dari Persia) , bukanlah pertentangan itu karena ia merampas hak Ali, tetapi dendam lama

ketika ia menaklukan Persia. ( ibid, jilid IV, hal.49).

Setelah bertemunya kepentingan antara Sabaiyyah dan Majusiyah, mereka menggunakan makar dengan

mengeksploitasi terbunuhnya Ali bin Abi Thalib ra dan Husein bin Ali bin Abi Thalib , kemudian

membumbuinya dengan fatwa-fatwa yang dinisbahkan kepada Ali bin Abi Thalib dan keluarganya untuk

kemudian membawa agama baru yang berdiri sendiri. Memiliki akidah dan syariah yang berbeda atau

berpisah dari Islam yang dibawa oleh Ad-Shadiq Al-Amin Muhammad saw. Maka dengan demikian Tasyayu’

dibangun dan berdiri di atas ucapan-ucapan dan perbuatan para imam. Jika ditentang dengan ucapan atau

perbuatan imam itu sendiri yang dimuat dalam kitab mereka, dengan ringan mereka menjawab “Itu kan

Taqiyyah”. Jika ditentang dengan al-Qur’an, mereka menjawab “ Al-Qur’an yang ada telah diubah dan diganti.”

Jika dibantah dengan Sunnah yang shahih, mereka dengan mencibir berkata “ Itu riwayat dari orang-orang

yang murtad “.

B. Abdullah bin Saba dan Syi’ah :

Pencetus pertama dari Syi’ah (Rafidhah) adalah seorang Yahudi dari Yaman ( Shan’a) yang bernama Abdullah

bin Saba Al-Himyari atau Ibnu Sauda, yang menampakkan keislaman di masa Khalifah Utsman bin Affan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “ Asal usul faham ini dari munafiqin dan zanadiqah. Pencetusnya

adalah Abdullah bin Saba az-Zindiq. Ia menampakkan sikap ekstrim di dalam memuliakan Ali, dengan satu

slogan bahwa Ali yang berhak jadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum.” ( Majmu’ul Fatawa

4:435 )

3

Para ulama Syi’ah mutaakhirin banyak yang menyanggah tentang keberadaan dan keterlibatan Ibnu Sauda ini.

Salah satunya Sayid Muhammad Ali Kasyif Al-Ghitha ketika ditanya oleh Sayid Husain Al-Musawi tentang

Abdullah bin Saba, ia menjawab : “ Sesungguhnya Abdullah bin Saba adalah khurafat yang dibikin-bikin oleh

golongan Umawiyah dan Abbasiyah karena kedengkian merekqa kepada Ahlul Bait yang suci “( Mengapa Saya

Keluar dari Syi’ah : 11).

Padahal kitab-kitab Syi’ah yang dianggap mu’tabar dengan jelas mengakui keberadaan dan peran Abdullah

bin Saba . Diantaranya :

1) Al-Kassyi dalam kitab “ Rijal”nya hal 257 menceritakan dari Ibnu Sinan, dari Abu Abdillah berkata :

“ Kami ahlul bait adalah orang-orang yang jujur, tetapi selalu ada pendusta yang berdusta atas nama kami.

Maka runtuhlah kejujuran kami di mata manusia. Adalah Rasulullah saw manusia paling jujur ucapannya, dan

adalah Musailamah Al-Kadzab telah berani berbuat dusata atasnya. Adalah Amirul Mukminin (Ali) orang yang

paling jujur yang dibersihkan oleh Allah sepeninggal Rasulullah saw, dan adalah Abdullah bin Saba-semoga

dilaknat Allah- telah berani berdusta atasnya. Dan adalah Abu Abdillah Al-Husain bin Ali telah diuji dengan al-

Mukhtar ( Ats-Tsaqafi) “.

2) Abu Musa, Al-Hassan bin Musa An-Nubakhti dalam kitabnya “ Firaq Ass-Syi’ah “ hal 43-44

menjelaskan : “ Tatkala Ali a.s terbunuh pendukungnya terpecah menjadi tiga kelompok. Kelompok yang

berkata sesungguhnya Ali tidak terbunuh dan tidak akan terbunuh atau mati hingga ia menggiring bangsa

Arab dengan tongkatnya dan memenuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana telah dipenuhi

dengan kezaliman dan kecurangan. Inilah kelompok pertama yang berfaham “Waqf”(mengatakan tidak mati)

setelah Nabi saw dan yang pertama menyuarakan “ghuluw” ( berlebihan). Kelompok ini disebut “Sabaiyyah”,

pengikut Abdullah bin Saba, orang yang telah menampakkan penghinaan kepada Abu Bakar, Umar dan

Utsman dan para sahabat, serta memaklumkan “bara’ah” (berlepas diri) dari mereka. Dia orang yang

mengatakan bahwa Ali yang telah menyuruhnya berbuat demikian. Maka ia ditangkap oleh Ali. Setelah

ditanya ia mengakuinya, maka Ali memerintahkan untuk membunuhnya. Tetapi orang-orang berteriak

mengatakan : ‘Ya Amiral Mukminin apakah engkau akan membunuh orang yang telah mengajak untuk

mencintaimu dan Ahlul Bait ?Mengajak setia kepadamu dan membenci kepada musuh-musuhmu?’ Maka Ali

mengusirnya ke Madain ( Ibu Kota Persia/Iran). Sejumlah ahli ilmu sahabat Ali as mengisahkan bahwa

Abdullah bin Saba asalnya Yahudi, lalu masuk Islam dan mendukung Ali as Dialah orang pertama yang

menyiarkan kabar tentang kewajiban imamah Ali, yang memperlihatkan bara’ah dari musuh-musuhnya dan

yang mengungkap lawan-lawannya. Dari sanalah orang di luar Syi’ah mengatakan bahwa asal usul Syi’ah

diambil dari Yahudi. Tatkala Ibnu Saba di Madain mendengar berita wafatnya Ali, dia berkata kepada

pembawa berita duka itu : ‘Kamu berdusta, seandainya engkau datang kepada kami dengan membawa

otaknya dalam 70 kantong dan saksi adil sebanyak 70 orang tentu kami tetap yakin bahwa ia belum mati dan

belum terbunuh, dia tidak akan mati sebelum menguasai bumi.”

3) Sayid Ni’matullah al-Jazairi berkata : “ Abdullah bin Saba berkata kepada Ali as, Kamu adalah Tuhan

yang Benar. Maka Ali mengasingkannya ke Madain” ( Al-Anwar An-Nu’maniyyah 2:234 )

4) Di dalam buku “ Mengapa Saya Keluar dari Syi’ah yang judul aslinya Lillahi Tsumma Li At-Tarikh,

SayidHusai Al-Musawi menjelaskan bahwa bahwa lebih dari dua puluh referensi Syi’ah yang menyatakan

eksistensi Abdullah bin Saba, seperti : Al-Gharat karya Ats-Tsaqafi, Rijal karya At-Thusi, Ar-Rijal karya Al-

Hulli, Qamus Ar-Rijal karya Tasturi, Dairatul Ma’arif karya Al-Hariri, Al-Kuna wal-Alqab karya Abbas Al-Qumi,

Hallul Iskal karya Ahmad bin Thusi, At-Tahrir karya Ath-Thawusi, dsb.

4

Di antara ajaran yang disebarkan oleh Abdullah bin Saba dalam rangka merusak akidah dan memecah belah

umat :

a- Bahwa Ali bin Abi Thalib ra telah menerima wasiat sebagai pengganti Rasulullah saw (An-Nubakhti,

Firaq asy-Syi’ah, hal. 44)

b- Bahwa Abu Bakar, Umar Ibnul Khattab, Utsman bin Affan ra adalah orang-orang zalim yang telah

merampas hak khalifah Ali sepeninggal Nabi saw. Umat Islam yang telah ikut membai’atnya dinyatakan

murtad ( An-Nubakhti, op cit, hal 44 )

c- Bahwa Ali bin Abi Thalib adalah pencipta semua makhluk dan pemberi rizki. ( Ibnu Badran, Tahdzib

at-Tarikh ad-Dimasq, VII : 430 )

d- Bahwa Nabi Muhammad saw akan kembali lagi ke bumi sebelum hari kiamat, sebagaimana akan

kembalinya nabi Isa as ( Ibnu Badran, op cit, VII : 428 )

e- Bahwa Ali ra tidak mati melainkan tetap hidup di angkasa, petir adalah suaranya ketika marah dan

kilat adalah cemetinya ( At-Thahir Ibnu Muhammad Al-Baghdadi, Al- Farq Baina Al-Firaq, hal.234)

f- Bahwa Ruh Al-Quds berinkarnasi ke dalam diri para Imam Syi’ah ( Al-Bad’u wa At-tarikh , juz V, hal

129 ).

C. Hujatan Syi’ah Kepada Rasulullah

Untuk menggambarkan penghinaan Syi’ah (Rafidhah) kepada Rasulullah saw bisa diperhatikan beberapa

kutipan dari buku “ Gen Syi’ah”, yang ditulis Mamduh Farhan Al-Buhairi:61-63, sebagai berikut :

a- As-Shaduq di dalam kitabnya “Al-Amal” meriwayatkan bahwa Rasulullah saw berkata kepada Ali ra :

‘ Seandainya aku tidak menyampaikan apa yang aku diperintah dengannya dari perkara wilayahmu

(kepemimpinanmu), maka leburlah seluruh amalku.” ( Tafsir Nur Ats-Tsaqalain , Jilid I hal 654 ). Sepertinya

Allah swt mengutus Rasul-Nya yang mulia hanya untuk menyampaikan soal wilayah Ali, mereka telah

mengecilkan kedudukan Rasulullah saw.

b- An-Nu’mani meriwayatkan dari Imam Muhammad al-Baqir as, ia berkata: “ Ketika Imam Mahdi

muncul ia didukung oleh para Malaikat, dan orang yang pertama kali membai’atnya adalah Muhammad saw

kemudian Ali as.” Syaikh At-Thusi meriwayatkan dari Imam Ar-Ridha as bahwa di antara tanda-tanda

munculnya Al-Mahdi adalah dia akan muncul dalam keadaan telanjang di depan bulatan matahari. “ ( Al-Kafi

Al-Ushul, I : 504 )

c- An-Nu’mani juga meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah saw mi’raj ke langit, beliau melihat Ali ra

dan anak-anaknya telah sampai di sana sebelum Nabi saw. Nabi saw mengucapkan salam kepada mereka.

Ketika Rasulullah saw ditanya : “ Dengan bahasa apakah Rabb anda berbicara dengan anda pada waktu

mi’raj ?” Beliau menjawab : “ Dia berbicara kepadaku dengan bahasa Ali bin Abi Thalib,” hingga aku bertanya :

“ Engkaukah yang sedang berbicara kepadaku ataukah Ali ?” ( Kasyf Al-Ghummah I : 106 )

5

d- Ar-Ridha berkata dalam menafsirkan ( QS. Al-Ahzab : 37 ): “ Sesungguhnya Rasulullah saw pergi

menuju rumah Zaid bin Haritsah dalam urusan yang dia inginkan, lalu dia melihat istrinya sedang mandi,

maka dia berkata kepadanya : ‘ Maha Suci Allah yang telah menciptakan kamu “ (Ibnu Bawaih Al-Qummi ,

Uyunu Akhbar Ar-Ridha, hal. 113 ). Masa iya Rasulullah melihat istri orang yang sedang mandi ?

e- Sayid Ali Gharwi, salah seorang pembesar Syi’ah berkata : “ Sesungguhnya Nabi saw kemaluannya

pasti akan masuk neraka, karena dia menyetubuhi beberapa wanita musyrik. Yang dimaksud dengan wanita

musyrik adalah Aisyah dan Hafshah.” ( Mengapa Saya Keluar dari Syi’ah : 27 )

D. Hujatan Syi’ah Kepada Istri-Istri Nabi saw :

Jika Nabi saw tidak selamat dari kejahatan mereka, maka istri-istri beliupun lebih tidak selamat lagi. Bahkan

telah keluar fatwa “kafir “ bagi Ummahatul Mu’minin, terutama Aisyah dan Hafsah. ( Bihar Al-Anwar, XXII, hal

227-247 ). Di antara para istri Nabi saw yang paling dibenci mereka adalah Aisyah ra. Mereka merendahkan

kehormatan istri yang paling dicintai Rasulullah saw tersebut dengan kedustaan-kedustaan yang nyata.

Sebagai ilustrasi saya nukil beberapa riwayat sbb.:

a- Ali Ibrahim al-Qummi dalam tafsirnya Al-Qummi 2: 192 ketika menerangkan asbabun nuzul QS. Al-

Ahzab : 28 mengatakan : Sebab turun ayat ini ketika Rasulullah saw pulang dari perang Khaibar, beliau

membawa harta keluarga Abul Haqiq. Maka mereka ( para istri Nabi saw) berkata : “Berikanlah kepada kami

apa yang engkau dapatkan itu.” Beliau menjawab: “Aku akan bagikan kepada kaum muslimin sesuai perintah

Allah.” Maka marahlah mereka, lalu berkata : “Sepertinya engkau menganggap kalau seandainya engkau

menceraikan kami, maka kami tidak akan menemukan para pria berkecukupan yang akan menikahi kami.”

Maka Allah menentramkan hati Rasul-Nya dan memerintahkan untuk meninggalkan mereka.” Bagaimana

mungkin para istri Nabi saw yang sudah mendapat pujian Allah dalam al-Qur’an berani bersikap seperti itu?

b- Muhammad bin Mahmud bin Iyasy di dalam Tafsir al-Iyasy I:200- dengan dusta- berkata bahwa Abu

Abdillah Ja’far Ash-Shadiq pernah berkata :” Tahukah kalian apakah Nabi saw meninggal dunia atau dibunuh ?

Sesungguhnya Allah swt telah berfirman : Apakah jika dia (Muhammad) mati atau dibunuh, kalian akan

murtad? (QS.Ali Imran:144) Beliau sebenarnya telah diberi racun sebelum meninggalnya. Sesungguhnya dua

wanita itu ( Aisyah dan Hafsah) telah meminumkan racun kepada beliau sebelum wafatnya. Maka kami

menyatakan : Sesungguhnya kedua wanita itu dan kedua bapaknya ( Abu Bakar dan Umar) adalah sejelek-

jelek makhluk Allah.”

c- Dinukilkan secara dusta dalam kitab Ikhtiyar Ma’rifatur-Rijal karya At-Thusi hal57-60 bahwa

Abdullah bin Abbas ra (padahal mereka sangat membeci Ibnu Abbas) pernah berkata kepada Aisyah : “ Kamu

tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditingglkan Rasulullah saw.... “. Subhanallah

ini sesuatu yang sama sekali tidk mungkin terucap dari pemuka sahabat sekaliber Ibnu Abbas ra. Ini

merupakan penghinaan keji kepada para istri Nabi saw. Juga sekaligus penghinaan kepada sahabat Ibnu

Abbas.

d- Al-Bayadhi dalam kitabnya Shirathal Mustaqim 3: 135 menggelari Aisyah ra dengan: “ Ummusy

Syurur “ ( Ibunya kejelekan ) dan “ Ummu Syaithan “ ( Biangnya Syetan).

6

PadahalAli bin Abi Thalib ra sewaktu perang Jamal berkata : “ Wahai kaum muslimin, Dia (Aisyah) adalah

seorang yang jujur, dan demi Allah dia seorang yang baik. Sesungguhnya tidak ada di antara kami dengan dia

kecuali yang demikian itu. Dan ketahuilah dia adalah istri Nabi kalian di dunia dan di akhirat. ( Tarikh Ath-

Thabari 5 : 225 )

E. Hujatan Syi’ah Kepada “ Ahlul Bait “

Kaum Syi’ah sering menda’wakan diri sebagai pecinta Ahlul Bait, tapi jika kita perhatikan beberapa riwayat

berikut akan nampak jelas bahwa ungkapan cinta Ahlul Bait itu hanya sebagai kedok untuk menutupi

kebusukan ajarannya.

a- Dari Abu Abdillah as berkata : “ Seseorang wanita yang buruk rupa datang kepada Amirul Mu’minin,

sedang dia ketika itu sedang di mimbar, maka wanita itu berkata :’Ini adalah pembunuh kekasihnya’, maka Ali

melihat kepadanya dan berkata : Wahai Salfa’, wahai wanita yang lancang, wahai orang yang keji, wahai yang

mengingatkan, yang tidak haid seperti haidnya wanita lain, wahai orang yang pada kemaluannya terdapat

sesuatu yang jelas menggantung.” ( Al-Majlisi, Bihar Al-Anwar 41 : 293 ) Mungkinkah Amirul Mukminin

berkata sekotor itu ?

b- Dalam Tafsir Al-Qummi 2: 2236 diriwayatkan ketika Fatimah menceritakan tentang Ali :

“ Sesungguhnya para wanita Quraisy menceritakan kepadaku sesungguhnya dia adalah seorang laki-laki

gendut perutnya, panjang tangannya, besar persendiannya, blotot dua matanya, bahunya lunak seperti unta,

gigi yang berseri, tidak punya harta.”

c- Disebutkan oleh Al-Ashfahani dari Abu Ishaq bahwa ia berkata : Aku dimasukkan oleh ayahku ke

dalam mesjid pada hari Jum’at. Ia mengangkatku, maka aku melihat Ali berkhutbah di atas mimbar, dia adalah

orang tua yang botak, menonjol dahinya, bidang dadanya, jenggotnya memenuhi dadanya, dan lemah

penglihatannya.” ( Muqatil Ath-Thalibin hal 27 )

d- Al-Majlisi dalam Bihar Al-Anwar XIII hal.213 meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mendatangi

Amirul Mu’minin ketika ia tidur di masjid dan berbantal tumpukan kerikil yang ia kumpulkan. Rasulullah

membangunkannya dengan kakinya sambil berkata : “ Bangunlah wahai hewan Allah “. Maka seorang sahabat

bertanya : “ Wahai Rasulullah apakah sebagian kita boleh menyebut sebagain yang lain dengan nama seperti

ini ?” Beliau bersabda : “Tidak, Demi Allah, nama tadi khusus untuknya.”

e- Sayid Husain Al-Musawi menjelaskan bahwa imam yang paling banyak mendapat cacian, hinaan dan

ejekan adalah dua imam, yaitu : Al-Baqir dan putranya Ja’far As-Shadiq serta anak keduanya. Telah

dinisbahkan kepadanya sebagian besar permasalahan, seperti : Taqiyyah, Muth’ah, Homoseks, meminjamkan

kemaluan, dan yang lainnya. Sedangkan keduanya sama sekali terbebas dari semuanya.

f- Kekejian mereka nampak sekali dari penjelasan Sayid Muhsin Al-Amin : “ Husain membai’at dua

puluh ribu penduduk Kufah, lalu mereka semua melanggar sumpah tersebut, mereka keluar untuk

menentangnya, padahal bai’at masih terikat di leher-leher mereka, lalu mereka membunuhnya ( A’yanu

Syi’ah 1:34 )

7

F. Hujatan Kepada Para Sahabat

Para Sahabat Nabi saw yang dipuji oleh Allah dalam QS. At-Taubah : 100 sebagai As-Sabiquna al-Awwalun,

yakni orang-orang terdahulu yang pertama masuk Islam dari Muhajirin dan Anshar, Allah telah Ridha kepada

mereka, dan Allah telah menjanjikan bagi mereka tempat kembalinya surga. Di mata kaum Rafidhah para

sahabat Nabi saw itu adalah murtaddin yang busuk. Sebagai ilustrasi saya nukilkan beberapa riwayat berikut :

a- Al-Kulaini di dalam kitabnya Furu’ul Kafi Kitab Ar-Raudah hal.115 menyebutkan dari Abu Ja’far as :

“ Semua manusia telah murtad sepeninggal Nabi saw kecuali tiga orang.” Saya bertanya : Siapakah ketiga

orang itu ? Beliau menjawab : Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari dan Salman Al-Farisi.

b- Muhammad Al-Baqir Al-Majlisi dalam kitabnya Haqqul Yaqin :533 menjelaskan bahwa Abu Hamzah

At-Tamali menceritakan bahwa dia bertanya kepada Imam Zainal Abidin tentang Abu Bakar dan Umar. Maka

Imam menjawab : “Keduanya adalah kafir dan orang-orang yang membai’at keduanya juga kafir. “

c- Di hal 519 nya Al-Majlisi menyatakan :” Akidah kami dalam hal kebencian adalah membenci emat

berhala, yaitu : Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu’awiyah, dan empat wanita, yaitu : Aisyah, Hafsah, Hindun

dan Ummul Hakam, serta seluruh orang yang mengikuti mereka. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk Allah

di muka bumi. Tidaklah sempurna imam kepada Allah, rasul-Nya dan para Imam kecuali setelah membenci

musuh-musuh tadi. “

d- Al-Mula Kazhim dalam Ajma’ul Fadhaih : 157 dari Imam Zainal Abidin : “ Barangsiapa melaknat Al-

Jibti ( Abu Bakar ) dan At-Thagut (Umar) dengan sekali laknatan, maka Allah mencatat baginya 70 juta

kebaikan dan dihapus sejuta dosa, Allah mengangkat derajatnya 70 juta derajat. “

e- Maqbul Ahmad menyebutkan dalam Bioghrafinya hal 551 : Yang dimaksud dengan Fahsya adalah

Sayid yang pertama yaitu Abu Bakar, dan munkar adalah Syaikh kedua, yaitu Umar, sedangkan Baghy adalah

orang yang ketiga yaitu Utsman. Di Bagian lain ia menyebutkan : Yang dimaksud dengan Kufr adalah Abu

Bakar, Fusuq adalah Umar dan ‘Ishyan adalah Utsman.

f- Orang-orang Syi’ah mempunyai sebuah do’a yang mereka namai “ Do’a Shanamai Quraisy “ ( Do’a

buat dua berhala Quraisy, yakni Abu Bakar dan Umar ). Do’a tesebut berbunyi : Ya Allah laknatilah kedua

berhala Quraisy, kedua patung Quraisy, kedua pendusta Quraisy dan kedua putrinya. Keduanya telah

menyalahi perintah-Mu, menolak wahyu-Mu, mendurhakai Rasul-Mu, membalik agma-Mu, mengubah kitab-

Mu, mencintai musuh-musuh-Mu, melupakan semua karunia-Mu, menelantarkan hukum-Mu dan

mengingkari bukti-bukti kebenarn-Mu. Ya Allah laknatlah keduanya dalam relung rahasiah-Mu dan dalam

alam nyata-Mu, laknat yang banyak, terus menerus, abadi, selama-lamanya, tidak pernah berhenti dan tidak

pernah putus, tidak pernah habis dan tidak pernah pupus, menerjang awalnya dan tidak kembali akhirnya,

untuk mereka, pembantu mereka, penolong mereka, pecinta mereka, para mawali mereka, yang pasrah

kepada mereka, yang cenderung kepada mereka, yang meninggikan mereka, yang meneladani ucapan mereka

dan membenarkan hukum mereka. Ya Allah siksalah mereka dengan siksa yang penduduk nerakapun

berlindung dari padanya. Amin ya Rabbal ‘Alamin. “ ( Tuhfah Al-Awam, Manshur Husain, hal 423 ; Bihar Al-

Anwar, Al-Majlisi, jilid 82 hal 260. )

8

G. Pandangan “ Ahlul Bait “ Kepada Syi’ah

Banyak kitab Syi’ah yang menjelaskan tentang kemarahan “Ahlul Bait “ kepada para Pengikutnya , sebagai

contoh :

a- Amirul Mukminin Ali ra berkata : “ Kalaulah aku bisa membedakan pengikutku, maka tidak akan aku

dapatkan kecuali orang yang memisahkan diri. Kalaulah aku menguji mereka, maka tidak akan aku dapatkan

kecuali orang-orang murtad. Kalaulah aku menyeleksi seribu orang dari mereka, maka tidak akan ada yang

lolos seorangpun.” (Al-Kafi Kitab Ar-Raudah 8:338 )

b- Imam Husein bin Ali dalam mendo’akan pengikutnya berkata : “Ya Allah, jika Engkau memberi ni’mat

kepada mereka, maka cerai beraikanlah mereka sejadi-jadinya, jadikanlah mereka menempuh jalan yang

berbeda-beda, janganlah Engkau ridlai kepemimpinan mereka untuk selamanya, karena mereka menyeru

untuk menolong kami, kemudian mereka memusuhi kami dan membunuh kami.” ( Al-Irsyad, Muhammad An-

Nu’man Al-Mufid,hal 241 ).

c- Imam Hasan bin Ali berkata : “ Demi Allah, saya melihat Mu’awiyah lebih baik bagiku dari pada

mereka, mereka mengaku sebagai pengikutku, namun mereka berusaha membunuhku dan merampas

hartaku. Demi Allah untuk mengambil dari Mu’awiyah apa yang dapat melindungi darahku, dan merasa aman

di tengah-tengah keluargaku lebih baik dari pada mereka membunuhku, sehingga menjadi sia-sialah Ahlul

Baitku. “ ( Al-Ihtijaj, At-Thubrusi 2: 10 )

d- Imam Zainal Abidin berkata kepada penduduk Kufah : “Apakah kamu sekalian mengetahui bahwa

kalian menulis kepada bapakku lalu kalian menipunya. Kalian memberikan sumpah dan janji kepadanya atas

kerelaan diri kalian sendiri, tapi kemudian kalian memeranginya dan tidak menolongnya. Dengan mata yang

mana kalian melihat Rasulullah saw ketika beliau bersabda : Kalian memerangi keturunanku, merusak

kehormatanku, maka kalian bukanlah umatku.” ( Al-Ihtijaj 2:29)

e- Imam Al-Baqir berkata:”Kalaulah seluruh manusia adalah pengikut kami, tentu tiga perempat dari

mereka adalah orang-orang yang diragukan, dan seperempatnya lagi adalah orang-orang bodoh.” (Rijal Al-

Kasysyi hal.79 )

H. Keyakinan Syi’ah Terhadap Al-Qur’an

Kaum Syi’ah tidaklah meyakini akan jaminan Allah tentang keotentikan dan orsinilitas Al-Qur’an yang

termaktub dalam QS. Al-Hijir : 9, karena menurut keyakinan mereka Al-Qur’an yang ada sekarang bukan Al-

Quran yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw. Ini terungkap antara lain :

a- Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq Al-Kulaini dalam Kitabnya Al-Kafi fil Ushul, Kitab Fadhail Al-Qur’an

2 : 634 meriwayatkan dari Hisyam bin Salim dari Abu Abdillah as, dia berkata : “ Sesungguhnya Al-Quran

yang dibawa oleh Jibril as kepada Nabi Muhammad saw adalah 17.000 ayat.” Padahal Al-Qur’an yang berada

di tangan kita berjumlah 6236 ayat, berarti dua pertiganya telah hilang. Kemudian di Bab Al-Hujjah 1 : 239

dijelaskan bahwa bagi kaum Syi’ah memiliki Kitab suci sendiri yang bernama “ Mushaf Fatimah “ yaitu sebuah

Mushaf di dalamnya semisal Al-Qur’an yang tebalnya tiga kali lipat, dan tidak ada satu huruf-pun yang sama

dengan Al-Qur’an.

9

b- Ni’matullah Al-Jazairi berkata : “Telah diriwayatkan dalam banyak hadits bahwa mereka telah

memerintahkan para syi’ah mereka untuk membaca Al-Qur’an yang ada ini dalam shalat dan lainnya serta

mengamalkan hukumnya hingga munculnya Maulana Shahib Az-Zaman lalu ia mengangkat Al-Qur’an ini dari

tangan-tangan manusia menuju langit dan mengeluarkan Al-Qur’an yang disusun oleh Amirul Mukminin,

maka dibaca dan diamalkan hukum-hukumnya. ( Al-An-war an-Nu’maniyyah 2: 363 )

c- Mirza Husain bin Muhammad Taqiy An-Nuri Ath-Thubrusi, dalam kitabnya Fashl Al-Khitab fi Tahrif

Kitab Rabbi Al-Arbab hal 32 menyebutkan : “ Sesungguhnya Al-Qur’an yang ada pada kita bukanlah Al-Qur’an

yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw, tapi telah dirubah, diganti, ditambahi dan

dikurangi.” Diantara contoh ayat-ayat yang katanya ditahrif :

إ نإ - ا ف اإ ى ى نو ىءإ احو بإ ا ى ىءإ مف إ ىلا محمد ا فيوم صل-(33 :ىمىن ىء ) ى وب ف خ 264 : ى

إ وأاو - ى ىي ىممو ى إ ىوقو إ الإ ووقوو ق إ نقإ وو ل مونإ احفنوبفإ لإ ومو سء مونف قىء يده م اىلموا صل – (102 : ىمىن ىء ) م ف

خوب 267: ى

إ وأاو - ى ىي ىممو يوى إ يوى سوءإ ا إ اوا و ى مف مفكوبفإ ى ف هلل ىء م م و لىو اب محمد ل نو ) ى م صل(59 : ى خوب ق : ى

274

ل إ - نيف فنف إ ا دوإ لإ ىي ية ح كونو انإد ن م و اوبوإ ننا م م وإ ومف فإ ل ق إ م مر ) فهف صل (33:ى خوب ف 315 : ى

فإ - إ يفع إ ام وإ ا ارسوق ة ف لو ال امبإ حورإ قوإ فن نإ ى إ و د او د) مدى ف صل – (23:ى خوب ف 340 : ى

وإىفإ ىمفنوإ ونواو - مئ مة ف ا مو ق محمد ى مة اا يده م اىلئ ي و(27)م ةإ رمب إ ا ىرف ة رى ل لو م ةإ ى ف ثب م و م

ل و(28) و ف ع ف و فو دو ل محمد مع ى نق اى ل و(29) م و ف من و اى ة غ شم صل – (30) م وب ف خ 345 : ى

Dalam keyakinan Syi’ah, disamping ada yang disebut “ Mushaf Fatimah “ ada kitab-kitab samawi lain yang

diturunkan kepada Nabi saw, tapi dikhusukan buat Amirul Mukminin. Kitab-kitab tersebut antara lain :

a- Al-Jami’ah : Dari Abu Bahir, dari Abu Abdillah, dia berkta : “ Saya Muhammad, saya memiliki Al-

Jami’ah. Tidakah mereka mengetahui apakah Al-Jami’ah itu ? Dia berkata : Al-Jami’ah adalah lembaran yang

tingginya tujuh puluh hasta Rasulullah saw, dia didiktekan dari ufuk, ditulis oleh Ali dengan tangan kananya,

di dalamnya dituliskan tentang halal dan haram serta segala sesuatu yang dibutuhkan manusia hingga

tentang diyat dalam cakaran..” (Al-Kafi,1/239,Bihar Al-Anwar,26/22 ).

10

b- Shahifah An-Namus : Dari Ar-Ridha as tentang hadits tanda-tanda imam, dia berkata: “ Dia memiliki

shahifah yang di dalamnya terdapat nama-namapengikut mereka hingga hari kiamat, juga shahifah yang di

dalamnya nama-nama musuh mereka hingga hari kiamat. ( Bihar Al-Anwar 25/117 ).

c- Shahifah Al-Abithah : Dari Amirul Mukminin as, dia berkata : “ Demi Allah sesungguhnya aku memiiki

shahifah yang banyak sekali yang merupakan bagian milik Rasulullah, dan Ahlul Baitnya. Di antara shahifah

tersebut ada yang bernama Al-Abithah. Tidak ada yang datang kepada orang Arab yang lebih berat daripada

kitab tersebut. Di dalamnya disebutkan 60 kabilah Arab terkemuka yang tidak memiliki sedikitpun bagian

dalamagama Allah. ( Bihar Al-Anwar, 26/37 )

d- Masih ada lagi yang disebut : Shahifah Dzuabah As-Saif, Shahifah Ali, dan Al-Jufr

I. Keyakinan Syi’ah terhadap Al-Hadits :

Syi’ah hanya menerima hadits-hadits Nabi saw yang diriwayatkan melalui jalur Ahlul-Bait.Mereka menolak

hadits yang diriwayatkan sahabat selain Ali,karena mereka menilaipara sahabat itu telah murtad/kafir.

Menurut Syi’ah hadits bukan hanya yang datang dari Nabi saw tapi justru lebih banyak dari imam-imam

mereka. Karena perkataan imam yang juga dinilai “Ma’shum” sama dengan perkataan Nabi saw., bahkan

perkataan imam-imam itu sama dengan firman Allah swt. Dalam Al-Kafi 2 : 271-272 diriwayatkan : “Abu

Abdillah berkata: Haditsku berarti hadits ayahku, hadits ayahku berarti hadits kakekku, hadits kakekku

berarti hadits Husein, hadits Husein berarti hadits Hasan, hadits Hasan berarti hadits Ali, Hadits Ali berarti

hadits Rasulullah saw, hadits Rasulullah saw berarti firman Allah swt. “ Karena Syi’ah berkeyakinan bahwa

Imam itu ma’shum, sama dengan firman Allah, maka tidak perlu menyandarkan atau mengisnadkan ucapan

imam itu kepada Nabi saw. Seorang tokoh Syi’ah Abdullah Faiyadh : “ Keyakinan bahwa Imam itu ma’shum,

menjadikan semua hadits yang keluar dari mereka adalah shahih. Maka tidak diperlukan menyandarkan

sanadnya kepada Rasulullah saw sebagaimana halnya di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.” ( Tarikh Al-

Imamiyah : 140)

Masalah rawi bagi Syi’ah tidak diperlukan kriteria seperti di kalangan Ahlu Sunnah, yang penting rawi itu Syi’i

/ berpihak kepada Syi’ah.

Jumlah hadits dalam Syi’ah bertambah dan bertambah. Seperti diungkap Sayid Husain Al-Musawi dalam

bukunya “ Mengapa Saya Keluar dari Syi’ah “ ( Judul aslinya : Lillah Tsumma Lit-Tarikh ) hal. 129-130 sbb :

“ Kitab Al-Kafi adalah referensi Syi’ah terbesar secara mutlak, dia adalah kitab yang diakui oleh Imam kedua

belas yang makshum, yang tidak pernah salah dan keliru. Ketika Al-Kulaini menulis kitab Al-Kafi dia

menyodorkannya kepada Imam kedua belas di Sardabih, Samuria. Imam kedua belas mengatakan :’ Al-Kafi

telah cukup bagi para pengikut kami (Syi’ah) ( Lihat Mukaddimah Al-Kafi hal.25 ). Sayid Muhakkik Abbas Al-

Qummi berkata : “ Al-Kafi adalah kitab Islam yang paling agung, dan karangan keimanan yang paling besar,

tidak ada bakti bagi keimanan yang sebanding dengannya. “. Maulana Muhammad Amin Al-Istirbadi dalam

kitab Muhki Fawaid , kami mendengat guru-guru dan ulama kami berkata bahwa tidak dikarang dalam Islam

kitab yang sepadan dan sebanding dengan Al-Kafi. ( Al-Kunni wa Al-Inqab 3: 98). Tetapi marilah baca

bersama saya beberapa perkataan berikut ini : Al-Khawansari berkata : “ Mereka berselisih tentang kitab Ar-

Raudah yang menghimpun beberapa bab, apakah dia salah satu kitab Al-Kafi yang merupakan karangan Al-

11

Kulaini, ataukah tambahan sesudahnya ? ( Raudah Al-Jannat 6: 1180. Syaikh yang tepercaya Sayid Husain bin

Sayid Haidar Al-Karki Al-Amili yang wafat pada tahun 1076 : “ Sesungguhnya kitab Al-Kafi terdiri dari lima

puluh kitab yang disertai dengqn sanad-sanad dari setiap hadits yang bersambung dengan para imam

Alaihimus salam ( Raudhah Al-Jannah, 6:114 ). Sementara Sayid Abu Ja’far Ath-Thusi yang wafat tahun 460 H

berkata : “ Sesungguhnya kitab Al-Kafi mencakup tiga puluh kitab .” ( Al-Fahrasat hal. 61). Tampak bagi kita

dari perkataan-perkataan di atas bahwa yang ditambahkan kepada Al-Kafi antara abad kelima hingga abad

kesebelas adalah sekitar dua puluh kitab, dan setiap kitab mencakup beberapa bab, atau prosentase

penambahan yang terjadi pada Al-Kafi selama ini adalah 40 persen. Maka siapakah yang menambahkan

sebanyak 20 kitab ke dalam kitab Al-Kafi ? Apakah mungkin dia seorang manusia yang shalih ? Apakah dia

seorang diri atau beberapa orang yang secara kontinyu selama berabad-abad melakukan

perubahan,penggantian dan perombakan ? Marilah kita mengambil kitab yang lain, yang merupakan

peringkat kedua setelah Al-Kafi. Dan kitab inipun merupakan kitab sahih yang empat, yaitu kitab “ Tahdzib

Al-Ahkam “ karangan Syaikh Ath-Thusi pendiri kita Najaf. Para fuqaha dan mujtahid kami menyebutkan

bahwa kitab tersebut menghimpun 13.590 hadits, sementara Ath-Thusi sendiri yang merupakan penulis

kitab tersebut mengatakan bahwa kitab Tahdzib Al-Ahkam menghimpun sekitar 5000 hadits lebih atau tidak

lebih dari 6.000 hadits. Maka siapakah yang menambahkan hadits ke dalam kitab ini yang jumlahnya lebih

besar dari pada jumlah hadits yang asli ?

J. Sekte-Sekte Syi’ah

Menurut Al-Hasan bin Musa An-Nubakhti, salah seorang tokoh ulama Syi’ah yang hidup pada abad ke 3 H

dalam kitabnya ” Firaq Asy-Syi’ah “ dijelaskan bahwa telah terjadi perbedaan dan perselisihan di kalangan

Syi’ah sejak awal sejarah mereka, terutama dalam menentukan siapakah yang berhak menjadi Imam,

sekalipun dalam klaim mereka Imamah adalah pokok keimanan mereka dan telah ditetapkan berdasar nash.

Menurut An-Nubakhti perselisihan itu antaralain :

A) Setelah wafatnya Rasulullah saw, Syi’ah terpecah menjadi 3 kelompok :

1- Kelompok yang meyakini bahwa Ali adalah Imam yang harus ditaati dan bukan yang lainnya

berdasarkan nash dari Nabi saw, beliau ma’shum , terjaga dari segala bentuk kesalahan , yang ber-wilayah

dengannya akan selamat, dan yang memusuhinya adalah kafir dan sesat. Imamah ini terus diwarisi oleh

keturunannya, sebagain kelompok ini disebut Al-Jarudiyah.

2- Kelompok yang meyakini bahwa Ali memang paling berhak sesudah Rasulullah saw karena

keutamaanya, sekalipun demikian mereka membenarkan imamah Khalifah Abu Bakar dan Umar dikarenakan

keridaan serta bai’at Ali terhadap keduanya secara sadar tanpa paksaan, inilah kelompok Al-Batriyah.

3- Kelompok ketiga sama dengan kelompok kedua, hanya saja mereka berpendapat bahwa mentaati

imam yang sudah ditetapkan itu hukumnya wajib, maka siapapun yang tidak menaatinya dia kafir dan sesat.

Pada Masa ini, An-Nubakhti juga menyebutkan munculnya kelompok Khawarij dari kalangan Syi’ah Ali,

mereka kemudian mengkafirkan Ali bin Abi Thalib karena melakukan “Tahkim”.

12

B) Setelah Ali wafat, Syi’ah terpecah jadi 3 kelompok:

1- Kelompok yang berpendapat Ali tidak mati terbunuh, dan tidak akan mati sehingga ia berhasil

memenuhi bumi dengan keadilan. Inilah kelompok Ghuluw (ekstreem) pertama. Kelompok ini disebut Syi’ah

Sabaiyyah pimpinan Abdullah bin Saba.

2- Kelompok yang berpendapat bahwa Ali memang wafat dan imam sesudahnya adalah puteranya,

Muhammad Al-Hanafiyah, karena dia dan bukan Hasan atau Husain yang dipercaya membawa panji ayahnya

Ali dalam peperangan di Basrah. Kelompok ini disebut Al-Kaisaniyyah. Mereka mengkafirkan siapapun yang

melangkahi Ali dalam Imamah, juga mengkafirkan Ahlus-Shifin, Ahlul Jamal. Tokoh kelompok ini Al-Mukhtar

bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi, ia mengaku bahwa Jibril pernah menurunkan wahyu kepadanya

3- Kelompok ketiga berkeyakinan bahwa Ali memang wafat, dan imam sesudahnya adalah puteranya,

Al-Hasan. Ketika kemudian Al-Hasan menyerahkan khilafah kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan, mereka

memindahkan imamah kepada Al-Husein. Sebagian mereka mencela Al-Hasan, bahkan Al-Jarrah bin Sinan Al-

Anshari pernah menuduhnya sebagai musyrik dan membacok pahanya dengan pedang. Tetapi sebagian

Syi’ah berpendapat bahwa sesudah wafat Al-Hasan, yang berhak jadi imam adalah Al-Hasan bin Al-Hasan

yang bergelar Ar-Ridha.

C) Sesudah syahidnya Al-Husein ra dalam peristiwa Karbala, dimana beliau diundang oleh penduduk

Kufah yang mengaku diri sebagai Syi’ahnya dan mereka mengaku mempunyai belasan ribu orang yang siap

membela Husein. Tapi ternyata ketika Husein dikepung oleh pasukan Ubaidillah bin Ziyad di Karbala tak

satupun orang yang tadinya mengundang beliau tampil membelanya, tapi justru cuci tangan, sehingga

menyebabkan syahidnya Imam Husein . Seperti dikisahkan sejarawan Syi’ah, Al-Mas’udi, Husein sebelum

syahid bahkan sempat berdo’a :” Ya Allah turunkanlah keputusan-Mu atas kami dan atas orang-orang yang

telah mengundang kami, dengan dalih mereka akan mendukung kami, tapi kini ternyata mereka membunuhi

kami.” ( Tarikh Al-Mas’udi 2:71). Adapun yang ikut syahid bersama Al-Husein dalam peristiwa ini antara lain :

Putera-putera Ali bin Abi Thalib yang bernama : Abu Bakar, Utsman, dan Abbas; Putera Al-Hasan bin Ali yakni

Abu Bakar; dan putera Al-Husein bin Ali yakni Ali Al-Akbar bin Husein. Sehingga ketika jenazah Husein

beserta keluarganya yang masih hidup dibawa ke Kufah dan ditangisi oleh penduduk Kufah, Ali Al-Ashgar bin

Husein Zainal Abidin berkomentar : “ Mereka menangisi kami, padahal bukankah mereka sendiri yang telah

membunuhi kami. “ ( Tarikh Al-Ya’qubi 2:245; Al-Ihtijaj 2: 291)

Pada priode sesudah wafatnya Al-Husein, Syi’ah terpecah lagi menjadi beberapa golongan :

1- Kelompok-kelompok yang mengakui bahwa sesudah wafatnya Husein, imamah berlanjut ke putera

Ali yang lain, yaitu Muhammad Al-Hanafiyah, merekapun terpecah, ada yang berkeyakinan bahwa

Muhammad Al-Hanafiyah yang disebut oleh mereka sebagai Al-Mahdi tidak pernah meninggal. Sebagian

menyatakan meninggal dan pelanjutnya adalah puteranya Abu Hasyim, kelompok ini disebut Al-Hasyimiyah.

Setelah itu mereka pecah lagi, ada yang berkeyakinan bahwa Abu Hasyim berwasiat kepada Muhammad bin

Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib utk menjadi imam. Kelompok ini disebut Syi’ah Ar-

Rawandiyah.

13

2- Kelompok yang mengakui bahwa sesudah wafatnya Husein, Imamah dilanjutkan oleh puteranya yang

masih hidup, Ali Al-Ashgar Zainal Abidin, dari ibunya bernama Jihansyah, puteri kaisar Persia Yazdajird bin

Syahriyar.

3- Kelompok yang meyakini bahwa setelah syahidnya Husein,imamah telah selesai/terputus. Sebab

menurut mereka yang disebut namanya oleh Rasulullah saw sebagai Ahlul Bait beliau hanyalah tiga orang

saja yaitu Ali, Hasan dan Husein.

4- Kelompok yang berkeyakinan bahwa sesudah wafatnya Husein Imamah hanya bisa dilanjutkan oleh

keturunan Hasan dan Husein. Siapapun di antara mereka yang mengklaim sebagai imam, maka mereka

adalah imam yang wajib ditaati. Barangsiapa yang lalai melakukannya, maka ia kafir. Kelompok ini disebut

As-Sarhubiyah.

D) Sesudah wafatnya Ali Zainal Abidin, muncul kelompok Syi’ah antara lain :

1- Az-Zaidiyah, pengikut Zaid bin Ali bin Husein yang meyakini sekalipun Ali bin Abi Thalib lebih utama

dari Abu Bakar dan Umar, tetapi khilafah keduanya sah. Mereka juga berkeyakinan bahwa imamah dapat

diraih oleh siapapun dari keturunan nabi Muhammad saw apabila mereka memenuhi persyaratan dan bisa

memperjuangkannya. Sepeninggal Zaid, kelompok ini dipimpin oleh putera-puteranya : Yahya dan Isa.

2- Kelompok yang meyakini bahwa imamah sesudah Ali Zainal Abidin adalah puteranya, Muhammad

Al-Baqir.

E) Sesudah wafatnya Muhammad Al-Baqir, Syi’ah pecah lagi menjadi 3 kelompok :

1- Kelompok yang mengakui imamahnya Muhammad bin Al-Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib

sebagai Al-Qaim dan Al-Mahdi.

2- Kelompok yang mengakui bahwa imamah sesudah wafatnya Muhammad Al-Baqir adalah puteranya

Ja’far As-Shadiq.

3- Al-Mughiriyah, pengikut Al-Mughirah bin Said. Yang mengklaim mendapat wasiat dari Imam AlBaqir

untuk jadi imam sampai munculnya Al-Qaim.

F) Sesudah wafatnya Ja’far As-Shadiq , Syi’ah pecah lagi menjadi 6 kelompok :

1- Kelompok yang meyakini Imam Ja’far sebagai Al-Mahdi, disebut An-Nawusiyah

2- Kelompok yang meyakini bahwa imamah sesudah Ja’far adalah puteranya yang bernama Ismail.

Mereka juga meyakini Ismail tidak mati sehingga berhasil memimpin umat, dialah sang Al-Qaim. Kelompok

ini disebut Al-Ismailiyah.

14

3- Kelompok yang meyakini bahwa imamah sesudah Ja’far adalah Muhammad bin Ismail bin Ja’far, cucu

Ja’far. Menurut mereka wafatnya Ismail pada masa hidup sang ayah, Ja’far, menunjukkan bahwa imam

sesudah Ja’far adalah putera Ismail, Muhammad. Menurut mereka sesudah periode Hasan dan Husein,

iamamah tidak lagi berputar dari kakak ke adik, tapi dari ayah ke anak. Karenanya imamah sesudah Ja’far

tidak berpindah dari Ismail kepada saudaranya Abdullah dan Musa, melainkan kepada putera Ismail yakni

Muhammad. Kelompok ini disebut Al-Mubarakiyah. Termasuk dalam Al-Ismailiyah, pengikut Abil Khattab

yang populer disebut Al-Khattabiyah atau As-Sab’iyah karena meyakini bahwa jumlah imam hanya tujuh saja.

Kelompok ini dikenal juga dengan sebutan Al-Qaramithah.

4- Kelompok yang mengakui bahwa imamah sesudah Ja’far adalah puteranya Muhammad bin Ja’far,

kemudian anak keturunannya. Kelompok ini disebut As-Sumaithiyah dipimpin oleh Yahya bin Abi As-Sumaith.

5- Kelompok yang meyakini bahwa imamah sesudah Ja’far adalah puteranya yang bernama Abdullah al-

Afthah. Mereka berhujah dengan hadits yang disampaikan Ja’far bahwa Imamah itu adanya pada anak tertua

imam. Abdullah adalah putera tertua Ja’far dan telah memproklamirkan diri sebagai imam. Kelompok ini

disebut Al-Afthiyah.

6- Kelompok yang mengakui bahwa sesudah wafatnya Ja’far dan putera tertuanya Abdullah, maka

imamah berpindah ke putera Ja’far yang lain yaitu Musa Al-Kazhim, dan kemudian kepada anak turunannya.

G) Sesudah wafatnya Musa Al-Kazhim, syi’ah terpecah lagi dalam beberapa kelompok, di antaranya yang

meyakini bahwa imamah sesudah Musa Al-Kazhim adalah puteranya Ali Ar-Ridha. Mereka juga meyakini

bahwa imamah berhenti sampai di sini. Kelompok ini disebut Al-Waqifah.

H) Sesudah wafatnya Ali Ar-Ridha, Syi’ah terpecah lagi dalam berbagai kelompok, di antaranya adalah

yang meyakini bahwa sesudah Ali Ar-Ridha imamah berpindah ke puteranya, Muhammad bin Ali, yang baru

berumur 7 tahun, sehingga menimbulkan perpecahan di antara pengikutnya. Setelah wafat Muhammad bin

Ali. Imamah dilanjutkan oleh Ali Al-Hadi bin Muhammad, kemudian oleh Al-Hasan bin Ali Al-Askari.

I) Sesudah wafatnya Al-Hasan bin Ali, Syi’ah terpecah-pecah lagi menjadi 14 kelompok. Diantaranya

ada yang berpendapat bahwa Al-Hasan tidak wafat, sebab ia tidak boleh mati, karena ia belum punya anak

yang tampil sebagai penggati, bumi ini tidak boleh kosong dari imamah. Beliaulah Al-Qaim, beliau kini sedang

ghaib. Ada juga yang berkeyakinan bahwa Al-Hasan memang wafat , tapi ia mempunyai satu-satunya putera

bernama Muhammad yang ketika ayahnya wafat ia baru berumur 5 tahun. Ia disembunyikan oleh ayahnya

karena ia takut akan Ja’far saudara Hasan, juga terhadap musuh-musuhnya. Dialah Al-Qaim dan Mahdi Al-

Muntazar. Namun terjadi padanya Al-Ghaibah Shugra dan Al-Ghaibah Kubra. Inilah keyakinan Syi’ah Itsna

‘Asyariyah.

Ulama Ahlus Sunnah Fakhruddin Ar-Razi dalam kitabnya Al-Muhashal hal 575 setelah memperhatikan fakta

di atas berkomentar : “ Ketahuilah bahwa adanya perbedaan yang sangat besar seperti tersebut di atas,

15

adalah merupakan satu bukti konkrit tentang tidak adanya wasiat teks penunjukan yang jelas dan berjumlah

banyak (Nash jaliy mutawatir) tentang imam yang dua belas seperti yang mereka klaim itu.

Dr. Musa Al-Musawi salah seorang tokoh Syi’ah dalam bukunya Asy-Syi’ah wat Tashih, Ash-Shira Baina As-

Syi’ah wat-Tasyayu’ menyebutkan bahwa sekalipun Imam Ali meyakini keutamaanya, beliau justru

menegaskan keabsahan bai’at yang beliau berikan terhadap para khulafa (Abu Bakar, Umar dan Utsman )

serta pujian beliau terhadap mereka senbagaimana dilakukan umat Islam lainnya. Menurut Al-Musawi Imam

Ali bahkan berpendapat tidak adanya teks penunjukkan atas dirinya yang datang dari langit. Sahabat-sahabat

yang hidup semasa dengannyapun berkeyakinan serupa. Mereka juga berkeyakinan tidak ada yang “mencuri”

khilafah dari dirinya. Itu antara lain terbukti dari ungkapan Imam Ali yang termaktub dalam kitab Nahjul

Balaghah yang menegaskan ungkapan Imam Ali : “ Sesungguhnya saya telah dibai’at oleh kelompok yang

dahulu membai’at Abu Bakar, Umar, Utsman dengan materi bai’at yang sama pula, sesungguhnya syura itu

ada pada Al-Muhajirin dan Al-Anshar. Apabila mereka bersepakat terhadap seseorang yang kemudian mereka

angkat sebagai imam, maka yang demikian itulah yang diridhai Allah. Apabila sesudah itu ada yang tidak puas

dengan memunculkan fitnah atau bid’ah, mereka mengajak kepada prinsip awal, tapi bila ia enggan maka

mereka akan memeranginya, karena ia telah mengikuti jalan yang bukan jalannya kaum beriman.”

K. Syi’ah Itsna ‘Asyariyah ( Rafidhah )

Dari sekian banyak sekte dalam Syi’ah, sekte inilah yang paling luas pengaruhnya dan paling banyak

pengikutnya. Mayoritas mereka tinggal di Iran dan Irak. Sekte ini muncul pada abad ke 3 H, akan tetapi ada

juga yang menyatakan bahwa sekte ini baru muncul sesudah wafatnya imam ke-11 Hasan Al-Askari dan

ghaibnya imam yang ke-12 Muhammad Al-Mahdi Al-Muntazar tahun 260 H. Sekte ini membatasi imamah itu

hanya 12 orang.:

1. Ali bin Abi Thalib Al-Murtadha - *) Muhammad Al- Hanafiyah

2. Hasan bin Ali Abi Thalib Al-Mujataba – * Al-Hasan bin hasan bin Ali –

* Abdullah -

* Muhammad an-Nafsu Zakiyah.

3. Husein bin Ali bin Abi Thalib As-Syahid

4. Ali bin Husein Zainal Abidin As-Sajad – Zaid bin Ali

5. Muhammad bin Ali Al-Baqir

6. Ja’far bin Muhammad As-Shadiq : *) Ismail bin Ja’far

*) Abdullah Al-Afthah

*) Ishaq

16

*) Muhammad

7. Musa bin Ja’far Al-Khadim

8. Ali bin Musa Ar-Ridha

9. Muhammad bin Ali Al-At-Taqi

10. Ali bin Muhammad Al-Hadi : *) Ja’far

*) Muhammad

11.Al-Hasan Al- Askari

12. Muhammad bin Hasan Al-Mahdi (?).

Dalam sekte ini masalah imamah menjadi pokok agama, sehingga dimasukkan ke dalam salah satu rukun

iman mereka. Rukun iman mereka ada lima seperti dijelaskan oleh Muhammad Al-Husein Ali Kasyiful Ghitha

dalam bukunya Ahlusy Syi’ah wa Ushuluha : 1) At-Tauhid 2) Al-‘Adlu 3) An-Nubuwah 4) Al-Imamah 5) Al-

Ma’ad.

Masalah imamah juga merupakan pokok terpenting dalam Rukun Islam mereka. Al-Kulaini dalam Kitab Al-

Kafi fil Ushul 2:18 meriwayatkan dari Zurarah dari Abu Ja’far a.s berkata : “ Islam dibangun di atas lima

perkara : Shalat, Zakat, Haji, Shaum dan Al-Wilayah (Imamah)” Zurarah bertanya :” Mana yang paling

utama ?” Beliau menjawab : “ Al-Wilayahlah yang paling utama.”

Seseorang yang tidak meyakini imamah sebagaimana keyakinan Syi’ah Rafidhah, dia kafir dia sesat. Di dalam

Al-Amali hal 586 disebutkan bahwa Ibnu Abbas ra (?) berkata :”Barangsiapa mengingkari kepemimpinan Ali

setelahku maka dia seperti orang yang mengingkari kenabian semasa hidupku. Dan barangsiapa yang

mengingkari kenabianku maka dia seperti orang yang mengingkari ketuhanan Allah azza wa Jalla.”

Menurut Rafidhah Imam itu lebih tinggi kedudukannya dari pada para nabi dan malaikat, mereka juga

ma’shum. Al-Khomaeni dalam kitabnya Al-Hukumah Al-Islamiyah hal 52 berkata : Bahwasanya kedudukan

imam itu tidak bisa dicapai malaikat yang dekat dengan Allah, dan tidak bisa dicapai oleh para nabi dan

rasul.”

Dalam Kitab Mizanul Hikmah 1:174 , Muhammad Ar Rayyi Asy Syahri menyebutkan : “Telah diketahui bahwa

dia (imam) adalah seorang yang ma’shum dari seluruh dosa, baik dosa kecil maupun besar, tidak tergelincir

di dalam berfatwa, tidak salah dalam menjawab, tidak lalai dan lupa serta tidak lengah dengan satu perkara di

dunia. “

Para Imam juga diyakini mengetahui perkara-perkara ghaib. Al-Majlisi dalam kitabnya Bihar Al-Anwar 26 :

109 menulis sebuah Bab bahwa para imam itu tidak terhalangi untuk mengetahui perkara ghaib di langit dan

di bumi, di surga dan di neraka. Seluruh perbendaharaan langit dan bumi diperlihatkan kepada mereka.

Mereka juga mengetahui apa yang sudah terjadi dan yang belum terjadi. Padahal dalam QS. An-Naml : 65

ditegaskan : “ Katakanlah, tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib

kecuali Allah.”

17

Tentang Imam kedua belas, Sayid Husain Al-Musawi (2006:133-142) menjelaskan : “ Al-Akh Fadhil Sayid

Ahmad Al-Katib telah menulis tema ini dan dia menjelaskan tentang Imam yang ke-12 yang tidak ada

hakikatnya, tidak ada eksistensi dan wujud orangnya. Al-Akh tsb telah menyajikan pembahasan yang

memuaskan dalam tema ini, tapi saya berkata : ” Bagaimana dia dinyatakan ada, sedang kitab-kitab kami yang

muktabar menyatakan bahwa Hasan Al-Askari-Imam ke-11- meninggal dan tidak memiliki seorang anak laki-

laki pun. Mereka menyelidiki para istri dan budak perempuannya ketika beliau wafat, namun mereka tidak

mendapatkan seorangpun dari mereka yang hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Lihatlah tentang ini

kitab Al-Ghaibat, karangan Ath-Thusi hal.74, Al-Irsyad lil-Mufid, hal. 354, A’lam Al-Wari karangan Fadhal At-

Thibrisi hal 380, Al-Maqalat wa-Al-Firaq karangan Al-Asyary Al-Qummi hal. 102. Al-Akh Sayid Ahmad Al-

Katib telah meneliti masalah para wakil Imam kedua belas, maka dia menetapkan bahwa mereka itu dari

kelompok dajjal yang mengaku sebagai wakil imam dalam rangka mengeruk harta manusia atas nama

khumus, mendapatkan para wanita sebagai teman tidur atau mendapat tumpukan harta dari sumbangan

yang mereka terima. “

Apakah yang akan dilakukan oleh Imam ke-12 yang dikenal dengan nama Al-Qaim atau Al-Muntazhar, ketika

dia muncul :

1) Menguhunus pedang dan membunuhi orang Arab :

Al-Majlisi meriwayatkan bahwa Al-Muntazahar akan berjalan di tengah orang Arab seperti disebutkan dalam

Al-Jufri Al-Ahmar,yaitu membunuhi mereka. ( Bihar Al-Anwar, 52/318 )

“ Tidak ada yang tersisa antara kami dengan orang Arab selain pembantaian “ ( Bihar Al-Anwar 52/349 )

“ Hati-hatilah terhadap orang Arab, karena mereka memiliki kabar buruk, maka sesungguhnya tidak akan

keluar seorangpun dari mereka bersama Al-Qaim.” ( Bihar Al-Anwar, 52/333).

2) Menghancurkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi :

Al-Majlisi meriwayatkan : Sesungguhnya Al-Qaim akan merobohkan masjidil Haram dan Masjid Nabawi

sehingga rata dengan pondasinya. ( Bihar Al-Anwar 52/338)

Al-Faidh Al-Kasyani meriwayatkan : “ Wahai para penduduk Kufah, Allah Azza wa Jalla telah menghadiahkan

kepada kamu sekalian keutamaan yang tidak dihadiahkan kepada seorangpun. Tempat shalat kamu adalah

rumah Adam, rumah Nuh dan rumah Idris serta tempat shalatnya Nabi Ibrahim. Tidak akan pergi hari-hari

sehingga hajar Aswad ditanam di dalamnya. “ ( Al-Wafi, 1/215 )

3) Menegakkan Hukum Keluarga Daud :

Dari Abu Abdillah :” Jika Al-Qaim dari keluarga Muhammad muncul, dia akan berhukum dengan hukum Daud

dan Sulaiman. “ ( Al-Ushul min Al-Kafi 1/397 )

Al-Majlisi meriwyatkan bahwa Al-Qaim akan membawa ajaran baru, kitab yang baru dan hukum yang baru.”

( Bihar Al-Anwar 52/354 ).

18

Al-Musawi memberikan komentar terhadap riwayat-riwayat ini : Mengapa Al-Qaim menghunuskan pedang

kepada bangsa Arab ? Bukankah Rasulullah saw, Amirul Mukminin dan keturunannya juga bangsa Arab ?

Bukankah Al-Qaim sendiri yang akan menghunuskan pedangnya adalah orang Arab juga ? Bukankah dari

orang Arab juga banyak yang beriman kepada Al-Qaim dan kemunculannya ? Bagaimana mungkin Al-Qaim

akan menghancurkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, padahal Masjidil Haram adalah kiblat kaum

muslimin sebagai dinyatakan dalam Al-Qur’an. ... Setelah melewati tahun-tahun yang panjang dalam

mempelajari referensi-referensi induk, saya menangkap bahwa Al-Qaim adalah merupakan kiasan dari negeri

Israel raya, atau Masihid Dajjal, karena Hasan Al-Askari tidak mempunyai anak sebagaimana yang telah kami

sebutkan dan kami tetapkan..... Mengapa dia memberlakukan hukum Daud ? Bukankah ini isyarat bagi dasar-

dasar propaganda Yahudi ? Ketika negara Israel berdiri, hukum yang harus diberlakukan adalah hukum

keluarga Daud. Negara Israel jika telah berdiri, maka salah satu rencananya adalah menghukum orang-orang

Arab, khusunya kaum muslimin, dan kaum muslimin secara umum sebagaimana disebutkan dalam protokol

mereka. .... Obsesi dari negara Israel adalah menghancurkan kiblat kaum muslimin dan meratakannya dengan

tanah, kemudian menghancurkan masjid Nabawi, kembali ke negri Yatsrib dengan mengusir seluruh

pnduduknya. ... Sahabat-sahabat kami memilih bagi mereka sebanyak 12 imam, bilangan ini

merepresentasikan keturunan Bani Israel. Mereka menamai diri mereka dengan nama madzhab Itsna

Asyariyah dalam rangka mengharap berkah dari bilangan ini. Wallahu A’lam bis showwab.