34
MAKALAH FARMAKOTERAPI II MYASTENIA GRAVIS Oleh : Riki Saut Marito Gideon Silaban 1301079 S1-VI B Dosen : Husnawati M,Si,. Apt  Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau Yayasan Universitas Riau Pekanbaru 2016

Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

  • Upload
    riki

  • View
    227

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 1/34

MAKALAH FARMAKOTERAPI II

MYASTENIA GRAVIS

Oleh :

Riki Saut Marito Gideon Silaban

1301079

S1-VI B

Dosen : Husnawati M,Si,. Apt 

Program Studi S1 Farmasi

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

Yayasan Universitas Riau

Pekanbaru

2016

Page 2: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 2/34

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga tersusunnya tugas makalah ini. Pengembangan

 pembelajaran dari materi yang ada pada makalah ini, dapat senantiasa dilakukan oleh

mahasiswa/i dalam bimbingan dosen. Upaya ini diharapkan dapat lebih

mengoptimalkan penguasaan mahasiswa/i terhadap kompetensi yang dipersyaratkan. 

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari makalah ini mungkin

masih belum sempurna, masih terdapat kelemahan baik dari segi materi, teknik

 penulisan, segi bahasa yang di sampaikan . Hal ini tentunya tidak lepas dari

keterbatasan penyusun, oleh sebab itu dengan senang hati penyusun bersedia

menerima kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya

 penyusun berharap semoga makalah ini dapat berguna hendaknya.

Pekanbaru , 12 Maret 2016

Penyusun

Page 3: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 3/34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 

Latar Belakang

Miastenia gravis merupakan penyakit neuromuscular yg merupakan gabungan

antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter & lambatnya pemulihan atau

suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf ( neuromuscular

 junction ) berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan otot menahun.

Miastenia gravis adalah suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan atau

kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktivitas dan akan pulih kekuatannya

setelah beberapa saat yaitu dari beberapa menit sampai jam. Jolly (1895) adalah

orang yang pertamakali menggunakan istilah miastenia gravis dan ia juga

mengusulkan pemakaian fisostigmin sebagai obatnya namun hal ini tidak berlanjut.

Baru kemudian Remen (1932) dan Walker (1934) menyatakan bahwa fisostigmin

merupakan obat yang baik untuk miastenia gravis.

Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi

 pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun.

Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan

wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada wanita, penyakit

ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria,

 penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun. Early-onset miastenia gravis biasanya

terjadi pada wanita pada usia 18-50 tahun dan late-onset miastenia gravis lebih

sering pada laki-laki dengan usia 50 tahun ke atas.

Page 4: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 4/34

Miastenia gravis timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission

atau pada paut saraf otot (neuromuscular junction). Kematian dari penyakit miastenia

gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dpt dilakukannya

 perbaikan dlm perawatan intensif.

1.2  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah :

1.  Anatomi, Fisiologi, dan Biokimia Neuromuscular Junction

2.  Definisi Miastenia Gravis

3. 

Epidemiologi Miastenia Gravis

4.  Klasifikasi Miastenia Gravis

5.  Etiologi Miastenia Gravis

6.  Patofisiologi Miastenia Gravis

7.  Manifestasi Klinis Miastenia Gravis

8.  Diagnosis Miastenia Gravis

9.  Penatalaksanaan Miastenia Gravis

1.3  TUJUAN

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :

1.  Mengetahui Anatomi, Fisiologi, dan Biokimia Neuromuscular Junction

2.  Mengetahui definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis, diagnosis dari Miastenia Gravis dan mampu melakukan

 penatalaksanaan terhadap penyakit Miastenia Gravis.

3.  Mampu melakukan diagnostik dan tindakan yang tepat pada kasus-kasus

Miastenia Gravis.

Page 5: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 5/34

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 

Anatomi, Fisiologi, dan Biokimia Neuromuscular Junction

2.1.1  Anatomi

Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi

dan fungsi normal dari neuromuscular junction  sangatlah penting. Tiap-tiap serat

saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa

ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut

neuromuscular junction atau sambungan neuromuskular. 

Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut

terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat

saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot),

dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction.

Page 6: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 6/34

2.1.2  Fisiologi dan Biokimia

Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap

 berlangsung dalam 6 tahap, yaitu:

1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan

enzim kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini:

Asetil-KoA + Kolin à Asetilkolin + KoA

2. Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membran yang

disebut vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini.

3. Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap

 berikutnya. Peristiwa ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi vesikel

dengan membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta tunggal (sekitar

10.000 molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu vesikel sinaps)

akan dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan potensial endplate

miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami depolarisasi akibat

transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka saluran Ca2+

  yang

sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan aliran masuk Ca2+

 dari

ruang sinaps ke terminal saraf. Ion Ca2+

  ini memerankan peranan yang esensial

dalam eksositosis yang melepaskan asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke

dalam rongga sinaps.

4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps ke

dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian yang

menonjol dari motor end plate  yang mengandung reseptor asetilkolin (AChR)

dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf. Kalau 2

Page 7: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 7/34

molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini akan

mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran dalam reseptor yang

memungkinkan aliran kation melintasi membran. Masuknya ion Na

+

  akan

menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga terbentuk potensial end plate.

Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan depolarisasi membran otot di

dekatnya dan terjadi potensial aksi yang ditransmisikan disepanjang serabut saraf

sehingga timbul kontraksi otot. 

5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh

enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:

Asetilkolin + H2O à Asetat + Kolin

Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina basalis

rongga sinaps

6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif di

mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.

Beberapa sifat dari reseptor asetilkolin di neuromuscular junction  adalah

sebagai berikut:

  Merupakan reseptor nikotinik (nikotin adalah agonis terhadap reseptor)

  Merupakan glikoprotein bermembran dengan berat molekul sekitar 275 kDa.

  Mengandung lima subunit : 2 alfa, beta, delta dan gamma.

 

Dua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang

memungkinkan aliran baik Na+ maupun K 

+.

  Bisa berikatan dengan erat pada subunit dan dapat digunakan untuk melabel

reseptor atau sebagai suatu ligand berafinitas untuk memurnikannya.

Page 8: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 8/34

  Autoantibodi terhadap reseptor termasuk penyebab miastenia gravis.

2.2 

Definisi Miastenia Gravis

Miastenia gravis adalah suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan atau

kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktivitas dan akan pulih kekuatannya

setelah beberapa saat yaitu dari beberapa menit sampai jam. Jolly (1895) adalah

orang yang pertamakali menggunakan istilah miastenia gravis dan ia juga

mengusulkan pemakaian fisostigmin sebagai obatnya namun hal ini tidak berlanjut.

Baru kemudian Remen (1932) dan Walker (1934) menyatakan bahwa fisostigmin

merupakan obat yang baik untuk miastenia gravis.

Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua

 pasien. Antibodi ini merupakan antibodi igG dan dapat melewati plasenta pada

kehamilan, yang menyebabkan miastenia neonatal pada bayi baru lahir.

(Corwin,2009)

Alasan pembentukan autoantibodi reseptor anti-asetilkolin masih belum

diketahui. Timektomi sering memperbaiki keadaan ini, dan diyakini bahwa timus

 berperan pada etiologi miastenia gravis, baik bekerja sebagai sumber antigen reaktif-

silang (sel-sel mioid timus membawa reseptor asetilkolin pada permukaannya). Atau

terlibat pada pembentukan sel-sel T helper yang memengaruhi pembentukan

autoantibodi. Timus bukan merupakan sumber antibodi tersebut, yang dihasilkan oleh

 jaringan limfoid perifer. (Chandrasoma,2005) 

Page 9: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 9/34

2.3  Epidemiologi Miastenia Gravis

Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi

 pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun.

Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan

wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada wanita, penyakit

ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria,

 penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun.( Saktivi,2015) 

Insiden miastenia gravis pada anak-anak 0,9 –  2,0 kasus per 1 juta anak tiap

tahun pada populasi pediatrik usia 0  –   17 tahun di Kanada dari tahun 2010 hingga

2011. Angka yang lebih tinggi didapatkan di Amerika Utara, yaitu 9,1 per 1 juta

 penduduk. Sebanyak 4,2% terjadi pada usia 0  –  9 tahun dan 9,5% pada usia 9  –  19

tahun. Sri-udomkajorn (2011) mendapatkan bahwa miastenia gravis pada anak lebih

 banyak mengenai perempuan, usia awitan rata-rata biasanya 4 tahun dan tipe okuler

lebih sering daripada tipe generalisata.

Hasil yang berbeda pernah dilaporkan bahwa usia awitan terjadi pada anak

yang lebih tua, yaitu usia 13 tahun dan lebih banyak tipe generalisata.2 Miastenia

gravis tipe okuler lebih banyak pada ras Asia, sedangkan tipe generalisata lebih banya

 pada ras Eropa dan Amerika. ( Saktivi,2015)

Page 10: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 10/34

2.4  Klasifikasi Miastenia Gravis

Untuk menentukan prognosis dan pengobatannya, penderita miastenia gravis

dibagi atas 4 golongan yaitu antara lain :

  Golongan I : Miastenia Okular

Pada kelompok ini terdapat gangguan pada satu atau beberapa otot okular

yang menyebabkan timbulnya gejala ptosis dan diplopia, seringkali ptosis unilateral.

Bentuk ini biasanya ringan akan tetapi seringkali resisten terhadap pengobatan.

  Golongan II : Miastenia bentuk umum yang ringan

Timbulnya gejala perlahan-lahan dimulai dengan gejala okular yang

kemudian menyebar mengenai wajah, anggota badan dan otot-otot bulbar. Otot- otot

respirasi biasanya tidak terkena. Perkembangan ke arah golongan III dapat terjadi

dalam dua tahun pertama dari timbulnya penyakit miastenia gravis.

  Golongan III : Miastenia bentuk umum yang berat

Pada kasus ini timbulnya gejala biasanya cepat, dimulai dari gangguan otot

okular, anggota badan dan kemudian otot pernafasan. Kasus-kasus yang mempunyai

reaksi yang buruk terhadap terapi antikolinesterase berada dalam keadaan bahaya dan

akan berkembang menjadi krisis miastenia.

  Golongan IV : Krisis miastenia 

Kadang-kadang terdapat keadaan yang berkembang menjadi kelemahan otot

yang menyeluruh disertai dengan paralisis otot-otot pernafasan. Hal ini merupakan

keadaan darurat medik. Krisis miastenia dapat terjadi pada penderita golongan III

yang kebal terhadap obat-obat antikolinesterase yang pada saat yang sama menderita

Page 11: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 11/34

infeksi lain. Keadaan lain yang berkembang menjadi kelumpuhan otot-otot

 pernafasan adalah disebabkan oleh banyaknya dosis pengobatan dengan

antikolinesterase yang disebut krisis kolinergik.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit ini, penderita

akan bertambah lemah pada waktu menderita demam, pada golongan III biasanya

akan terjadi krisis miastenia pada waktu adanya infeksi saluran nafas bagian atas,

 pada kebanyakan wanita akan terjadi peningkatan kelemahan pada saat menstruasi.

Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kelas subkelas Gejala

I Adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat

menutup mata, dan kekuatan otot-otot lain normal.

II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta

adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot

okular.

Iia Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.

Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan

Iib Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau

keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-

otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.

III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular.

Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami

kelemahan tingkat sedang.

IIIa Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau

keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot

orofaringeal yang ringan.

Page 12: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 12/34

  IIIb Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau

keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot

anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat

ringan.

IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan

dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular

mengalami kelemahan dalam berbagai derajat

Iva Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh

dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami

kelemahan dalam derajat ringan.

Ivb Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan ataukeduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat

kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau

keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan

 feeding tube tanpa dilakukan intubasi.

V Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak

akan tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas,

gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya

agak menurun.Miastenia gravis juga dapat dikelompokkan secara lebih sederhana

seperti dibawah ini :

a.  Miastenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan.

 b.  Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk untuk

mengunyah, menelan, dan berbicara. Otot-otot anggota tubuhpun dapat ikut

menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu.

Page 13: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 13/34

c.  Miastenia Gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-otot

okulobulbar. Pernapasan tidak terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.

Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik. 

2.5  Etiologi Miastenia Gravis

Miastenia gravis adalah suatu penyakit autoimun yang berhubungan dengan

 penyakit-penyakit lain seperti : tirotoksikosis, miksedema, artritis rematoid dan lupus

eritematosus sistemik. Dulu di katakan bahwa IgG autoimun antibodi merangsang

 pelepasan thymin, suatu hormon dari kelenjar timus yang mempunyai kemampuan

mengurangi jumlah asetilkolin. Sekarang dikatakan bahwa miastenia gravis

disebabkan oeh kerusakan reseptor asetilkolin neuromuscular junction  akibat

 penyakit autoimun.

Pada penyakit miastenia gravis yaitu kelemahan otot yang berbahaya telah

ditemukan adanya antibodi yang menduduki reseptor acetylcholine dari motor end

 plate sehingga ia tidak dapat merangsang serabut-serabut otot skeletal. Antibodi

tersebut dikenal sebagai antiacetylcholine reseptor antibodi ayng terbukti dibuat oleh

kelenjar timus yang dihasilkan oleh proses imunologik.

Pada miastena gravis ciri-ciri imunologik lebih lengkap daripada penyakit otot

lainnya. Gejala tunggal utama adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan tenaga

yang sembuh kembali setelah istirahat. Walaupun kelumpuhan khas itu dapat timbul

 pada setiap otot terutama otot-otot okuler dan saraf kranial motorik yang sering

terkena juga adalah otot wajah dan otot penelan.

Page 14: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 14/34

Pembuktian etiologi auto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa

glandula timus mempunyai hubungan yang erat. Pada 80% dari penderita mistenia

gravis didapati glandula timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari mereka

memperlihatkan struktur timoma dan pada penderita lainnya terdapat infiltrat limfosit

 pada pusat germinativa di glandula timus seperti juga ditemukan pada penderita lupus

eritematosus sistemik ,  tirotoksikosis, miksedema, penyakit Addison dan anemia

hemolitik eksperimental  pada tikus.

Gambaran histologik otot yang terkena terdiri dari reaksi CMI. Antibodi dan

faktor rheumatoid kedua-duanya ditemukan pada maworitas penderita miastenia

gravis. Kombinasi dengan arthritis rheumatid, lupus, anemia pernisiosa,

 sarkoidosis, Hodgkin dan tiroidits sering dijumpai pada beberapa penderita

miastenia gravis. 

2.6  Patofisiologi Miastenia Gravis

Biasanya kelemahan otot dimulai diotot-otot ekstraokuler,kelopak mata

melorot (ptosis) dan penglihatan ganda (diplopia) menyebabkan pasien berobat.

 Namun, gejala awal dapat berupa kelemahan otot generalisata. Kelemahan ini

 befluktuasi, dengan perubahan terjadi dalam satu hari, beberapa jam, atau bahkan

dalam hitungan menit serta penyakit medis lain dapat menyebabkan eksaserbasi

kelemahna otot. Pasien memperlihatkan perbaikan kekuatan otot pada pemberian obat

antikolinesterase. Hal ini masih merupakan uji paling bermanfaat dalam pemeriksaan

klinik. Dahulu, gangguan pernapasan merupakan penyebab utama kematian. Kini,

95% pasien dapat bertahan hidup lebih dari 5 tahun setelah diagnosis berkat

Page 15: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 15/34

meningkatnya metode pengobatan dan perbaikan bantuan ventilasi. Bentuk terapi

yang efektif antara lain adalah obat antikolinesterase, prednison, plasmaferesis, dan

reseksi timoma jika ada. (Kumar at al,2009)

Kelemahan pada otot-otot pada miastenia gravis dan meningkatnya

kelemahan otot pada saat melakukan kegiatan fisik adalah disebabkan oleh penurunan

 jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction. Pada orang normal waktu

untuk kegiatan fisik adalah lebih lama dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk

 pemulihan kekuatan otot atau istirahat, sebaliknya pada miastenia gravis justru waktu

yang dibutuhkan untuk istirahat adalah lebih lama dibandingkan dengan waktu yang

dibutuhkan untuk kegiatan fisik.

Page 16: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 16/34

Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada

 patofisiologi miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup

timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia

gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid,

dan lain-lain. Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada

serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan konstituen pada otot.

Inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita

dengan miastenia gravis. Tidak diragukan lagi, bahwa antibodi pada reseptor

nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan

miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah

dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis

generalisata. Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap

reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat

dimengerti.

Miastenia gr avis dapat dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”, dimana

antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin.

Peranan sel T pada patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol. Timus

merupakan organ sentral terhadap imunitas yang terkait dengan sel T. Abnormalitas

 pada timus seperti hiperplasia timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada

 pasien dengan gejala miastenik. Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG

dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara

langsung melawan area imunogenik utama pada subunit alfa.

Page 17: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 17/34

Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan

mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara

lain : ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan

mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction  dengan cara

menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga

mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor

asetilkolin yang baru disintesis.

2.7 

Manifestasi klinis Miastenia Gravis

Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan lokal yang

ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya

terdapat gejala kelainan okular disertai dengan kelemahan otot-otot lainnya. Kira-kira

15% ditemukan kelemahan ektremitas tanpa disertai dengan gejala kelainan okular.

Yang lainnya kira-kira 20% penderita didapati kesulitan mengunyah dan menelan.

Page 18: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 18/34

Anamnesis yang klasik dari penderita dengan miastenia okular adalah adanya

gejala diplopia yang timbul pada sore hari atau pada waktu maghrib dan menghilang

 pada waktu pagiharinya. Dapat pula timbul ptosis pada otot-otot kelopak mata. Bila

otot-otot bulbar terkena, suaranya menjadi suara basal yang cenderung berfluktuasi

dan suara akan memburuk bila percakapan berlangsung terus. Pada kasus yang berat

akan terjadi afoni temporer. Adanya kelemahan rahang yang progresif pada waktu

mengunyah dan penderita seringkali menunjang rahangnya dengan tangan sewaktu

mengunyah. Keluhan lainnya adalah disfagia dan regurgitasi makanan sewaktu

makan.

Tanda klinis dari miastenia gravis adalah (Crown,2009) :

  Kelemahan otot mata, yang menyebabkan ptosis ( turunnya kelopak mata).

Ptosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius.

Sering menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. Walupun pada miastenia

gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada kalanya otot-otot okular masih

 bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi

akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi,

diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala.

  Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk.

Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot

leher, hingga ke otot ekstremitas.

Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga

mulut penderita sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot

faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan dan

Page 19: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 19/34

 berbicara. Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau. Selain itu

 bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.

Gambar : Penderita Miastenia Gravis yang mengalami kelemahan otot

esktraokular (ptosis).

2.8  Diagnosis Miastenia Gravis

Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis

suatu miastenia gravis. Kelemahan otot dapat muncul dalam berbagai derajat yang

 berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal dari tubuh serta simetris di kedua

anggota gerak kanan dan kiri. Refleks tendon biasanya masih ada dalam batas

normal.Miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot

wajah. Kelemahan otot wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya a mask-like face 

dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal. (Crown,2009)

Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia

gravis. Pada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang

menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the voice)

Page 20: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 20/34

serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain itu,

 penderita miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah serta

menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang menyebabbkan

 penderita batuk dan tersedak saat minum. Kelemahan otot-otot rahang pada miastenia

gravis menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga dagu penderita

harus terus ditopang dengan tangan. Otot-otot leher juga mengalami kelemahan,

sehingga terjadi gangguan pada saat fleksi serta ekstensi dari leher. (Crown,2009)

Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan

sebagai berikut (Crown,2009) :

1.  Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan

akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang.

Penderita menjadi anartris dan afonis.

2.  Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama

kelamaan akan timbul ptosis.

Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka penderita

disuruh beristirahat. Kemudian tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis

 juga tidak tampak lagi.

Untuk memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes

antara lain ( Saktivi,2009) :

a.  Uji Tensilon (edrophonium chlor ide)  

Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak

terdapat reaksi, maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena.

Page 21: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 21/34

Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot yang lemah

seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar

disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini

kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena

efektivitas tensilon sangat singkat.

b.  Uji Prostigmin (neostigmin )

Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin merhylsulfat secara

intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila kelemahan itu

 benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis,

strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.

c.  Uji Kinin

Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3

tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan

oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan

 bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar

gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat. 

Pemeriksaan tambahan untuk Miastenia Gravis adalah :

a.  Anti-Asetilkolin reseptor antibodi

Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia

gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita

Page 22: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 22/34

miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni

menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien

thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibo

4

. (

Saktivi,2009)

Rata-rata titer antibody pada pemeriksaan anti-asetilkolin reseptor antibody, yang

dilakukan oleh Tidall, di sampaikan pada tabel berikut ( Saktivi,2009) : 

Tabel : Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis 

Osserman Class Mean antibody Titer Percent Positive

R 0.79 24

I 2.17 55

IIA 49.8 80

IIB 57.9 100

III 78.5 100

IV 205.3 89

Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized , IIB =

moderate generalized , III = acute severe, IV = chronic severe 

Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita

miastenia gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat

digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis. ( Saktivi,2009)

 b.   Antistriated muscle (anti-SM) antibody 

Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini

menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam

Page 23: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 23/34

usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40

tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif. ( Saktivi,2009)

c.   Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies 

Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab

negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-

MuSK Ab. ( Saktivi,2009)

d. 

 Antistriational antibodies 

Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya

antibody yang berikatan dalam pola cross-striational   pada otot rangka dan otot

 jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan

ryanodine (RyR). Antibody ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan

miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu

kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma  pada pasien muda dengan miastenia

gravis. ( Saktivi,2009)

DIAGNOSIS BANDING

Beberapa diagnosis banding untuk menegakkan diagnosis miastenia gravis,

antara lain: 

  Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III pada

 beberapa penyakit elain miastenia gravis, antara lain :

Page 24: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 24/34

o  Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika) 

o  Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring 

Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii 

o  Paralisis pasca difteri 

o  Pseudoptosis pada trachoma 

  Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan adanya suatu

sklerosis multipleks. 

  Sindrom Eaton-Lambert ( Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome) 

Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan pada

otot anggota tubuh bagian proksimal dan disertai dengan ke;emahan relatif pada otot-

otot ekstraokular dan bulbar. Pada LEMS, terjadi peningkatan tenaga pada detik-detik

awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulut kering, dan sering kali

dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama oat cell carcinoma  pada paru.

(Saktivi,2009)

EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia gravis. Defek

 pada transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah (2Hz) tetapi akan terjadi

ahmbatan stimulasi pada frekuensi yang tinggi (40 Hz). Kelainan pada miastenia

gravis terjadi pada membran postsinaptik sedangkan kelainan pada LEMS terjadi

 pada membran pre sinaptik, dimana pelepasan asetilkolin tidak berjalan dengan

normal, sehingga jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran postdinaptik

tidak mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi. (Crown,2009) 

Page 25: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 25/34

   Normalnya asetilkolin diuraikan ditaut neuromuskular oleh enzim

asetilkolinesterase. Diagnosis klinis miastenia gravis dapa ditegaskan berdasarkan

kembalinya kekuatan otot setelah pemberian intravena otot yang mencegah

aktivitas asetilkolinesterase fonium klorida (Tensilon), memungkinkan

asetilkolinmemiliki kesempatan yang lebih besar untuk berikatan dengan

reseptornya sehingga terjadi kontraksi otot volunter. Efek Tensilon berlangsung

 beberapa menit, kemudian kelemahan otot muncul kembali.

  Pengukuran elektromiografi (EMG) potensial aksi otot rangka memperlihatkan

 penurunan amplitudo pada stimulasi neurn motorik. (Crown,2009)

2.9 

Penatalaksanaan Miastenia Gravis

Dasar pengobatan adalah dengan menggunakan obat-obat antikolinesterase

misalnya neostigmin dan piridostigmin. Obat-obat ini berperan menghambat

kolinesterase yang kerjanya menghancurkan asetilkolin. Biasanya dimulai dengan 1

tablet neostigmin atau piridostigmin 3 kali perhari, kemudian dosisnya ditingkatkan

 bergantung pada reaksi penderita. Obat-obat antikolinesterase ini mempunyai

aktivitas muskarinik dan nikotinik. Efek muskarinik yaitu mempengaruhi otot polos

dan kelenjar, sedangkan efek nikotinik yaitu mempengaruhi ganglion autonom dan

myoneural junction.

Efek muskarinik seperti koli abdomen, diare dan hiperhidrosis dapat diatasi

dengan pemberian atropin. Pada penderita usia tua atau penderita dengan

kontraindikasi untuk dilakukan timektomi. Karena terapi steroid dapat menimbulkan

efek samping selam 2 minggu pengobatan, maka perlu perawatan di rumah sakit,

terutama bila timbul gejala-gejala bulbar. Obat antikolinesterase harus diteruskan dan

 prednison diberikan serta ditingkatkan perlahan-lahan dari dosis inisial 25 mg sampai

Page 26: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 26/34

100 mg perhari dan diberikan selang satu hari, tergantung pada reaksi penderita.

Setelah ada perbaikan, dosis neostigmin dan piridostigmin dapat diturunkan perlahan-

lahan. Kombinasi baik piridostigmin dan prednison yang diberikan selang 1 hari

merupakan terapi inisial pilihan untuk penderita dengan timoma.

Dalam penatalaksanaan pada miastenia gravis dapat diberikan terapi sebagai berikut :

1.   Neostigmin bromide (prostigmin) 15 mg per tab.(per os). Biasanya diberikan 3x1

tab sehari ) dapat ditingkatkan menjadi 3x2 tab). Untuk menghindari timbulnya

nyeri perut sebaiknya diberikan pula atropin atau ext. Belladonnae.

2. 

 Neostigmin methylsulfat (prostigmin) 0,5 mgr/amp (i.m / i.v). Bila perlu

diberikan 0,5 mgr prostigmin secara i.m (dapat ditingkatkan sampai 1,5 mgr.

Prostigmin secara i.m).

3.  Endrophonium chloride (tensilon) 10 mgr. per amp. (i.v).

4.  Pyridostigmin bromide (mestinon) 60 mgr per tab (per os).

5.  Pyridostigmin bromide (mestinon time span) 180 mgr. per tab (per os)

Obat-obat tersebut diatas adalah obat-obat antikolinesterase (kolinesterase

inhibitor). Pemberian obat-obat antikolinesterase memiliki efek toksis yang dapat

mencakup efek muskarinik (parasimpatikomimetik), efek nikotinik dan “central

nervous system effect”. Over dosis obat-obat antikolinesterase akan dapat

menimbulkan krisis kolinergik dengan gangguan pernafasan. Gangguan pernafasan

yang timbul antara lain : bronkokonstriksi, bronkhorrhea, paralisis otot-otot dada dan

depresi pusat pernafasan (sentral).

Page 27: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 27/34

Terapi Jangka Pendek untuk Intervensi Keadaan Akut

1.   Plasma Exchange (PE) 

Dasar terapi dengan PE adalah pemindahan anti-asetilkolin secara efektif.

Respon dari terapi ini adalah menurunnya titer antibodi. PE paling efektif digunakan

 pada situasi dimana terapi jangka pendek yang menguntungkan menjadi prioritas.

Terapi ini digunakan pada pasien yang akan memasuki atau sedang mengalami masa

krisis.

PE dapat memaksimalkan tenaga pasien yang akan menjalani thymektomi

atau pasien yang kesulitan menjalani periode postoperative. Belum ada regimen

standar untuk terapi ini, tetapi banyak pusat kesehatan yang mengganti sekitar satu

volume plasma tiap kali terapi untuk 5 atau 6 kali terapi setiap hari.

Albumin (5%) dengan larutan salin yang disuplementasikan dengan kalsium

dan natrium dapat digunakan untuk replacement . Efek PE akan muncul pada 24 jam

 pertama dan dapat bertahan hingga lebih dari 10 minggu. Efek samping utama dari

terapi PE adalah terjadinya pergeseran cairan selama pertukaran berlangsung. Terjadi

retensi kalsium, magnesium, dan natrium yang dpat menimbulkan terjadinya

hipotensi. Trombositopenia dan perubahan pada berbagai faktor pembekuan darah

dapat terjadi pada terapi PE berulang. Tetapi hal itu bukan merupakan suatu keadaan

yang dapat dihubungkan dengan terjadinya perdarahan, dan pemberian  fresh-frozen

 plasma tidak diperlukan

2.   Intravenous Immunoglobulin (IVIG) 

Produk tertentu dimana 99% merupakan IgG adalah complement-activating

aggregates yang relatif aman untuk diberikan secara intravena. Mekanisme kerja dari

Page 28: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 28/34

IVIG belum diketahui secara pasti, tetapi IVIG diperkirakan mampu memodulasi

respon imun. Reduksi dari titer antibodi tidak dapat dibuktikan secara klinis, karena

 pada sebagian besar pasien tidak terdapat penurunan dari titer antibodi.

Efek dari terapi dengan IVIG dapat muncul sekitar 3-4 hari setelah memulai

terapi. IVIG diindikasikan pada pasien yang juga menggunakan terapi PE, karena

kedua terapi ini memiliki onset yang cepat dengan durasi yang hanya beberapa

minggu. Tetapi berdasarkan pengalaman dan beberapa data, tidak terdapat respon

yang sama antara terapi PE dengan IVIG, sehingga banyak pusat kesehatan yang

tidak menggunakan IVIG sebagai terapi awal untuk pasien dalam kondisi krisis.

Dosis standar IVIG adalah 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama, dilanjutkan 1

gram/kgbb/hari selama 2 hari.

IVIG dilaporkan memiliki keuntungan klinis berupa penurunan level anti-

asetilkolin reseptor yang dimulai sejak 10 hingga 15 hari sejak dilakukan pemasangan

infus. Efek samping dari terapi dengan menggunakan IVIG adalah nyeri kepala yang

hebat, serta rasa mual selama pemasangan infus, sehingga tetesan infus menjadi lebih

lambat. Flulike symdrome seperti demam, menggigil, mual, muntah, sakit kepala, dan

malaise dapat terjadi pada 24 jam pertama.

Pengobatan Farmakologi Jangka Panjang 

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah terapi yang paling lama digunakan dan paling murah

untuk pengobatan miastenia gravis. Respon terhadap pengobatan kortikosteroid mulai

tampak dalam waktu 2-3 minggu setelah inisiasi terapi. Durasi kerja kortikosteroid

dapat berlangsung hingga 18 bulan, dengan rata-rata selama 3 bulan. Kortikosteroid

Page 29: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 29/34

memiliki efek yang kompleks terhadap sistem imun dan efek terapi yang pasti

terhadap miastenia gravis masih belum diketahui. Koortikosteroid diperkirakan

memiliki efek pada aktivasi sel T helper dan pada fase proliferasi dari sel B. Sel T

serta antigen-presenting cell   yang teraktivasi diperkirakan memiliki peran yang

menguntungkan dalam memposisikan kortikosteroid di tempat kelainan imun pada

miastenia gravis. Pasien yang berespon terhadap kortikosteroid akan mengalami

 penurunan dari titer antibodinya. Kortikosteroid diindikasikan pada penderita dengan

gejala klinis yang sangat mengganggu, yang tidak dapat di kontrol dengan

antikolinesterase. Dosis maksimal penggunaan kortikosteroid adalah 60 mg/hari

kemudian dilakukan tapering pada pemberiannya. Pada penggunaan dengan dosis

diatas 30 mg setiap harinya, aka timbul efek samping berupa osteoporosis, diabetes,

dan komplikasi obesitas serta hipertensi.

2. Azathioprine

Azathioprine biasanya digunakan pada pasien miastenia gravis yang secara

relatif terkontrol tetapi menggunakan kortikosteroid dengan dosis tinggi.

Azathioprine dapat dikonversi menjadi merkaptopurin, suatu analog dari purin yang

memiliki efek terhadap penghambatan sintesis nukleotida pada DNA dan RNA.

Azathioprine diberikan secara oral dengan dosis pemeliharaan 2-3 mg/kgbb/hari.

Pasien diberikan dosis awal sebesar 25-50 mg/hari hingga dosis optimafl tercapai.

Azathioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh

tubuh dan secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan

dengan obat imunosupresif lainnya. Respon Azathioprine sangant lambat, dengan

respon maksimal didapatkan dalam 12-36 bulan. Kekambuhan dilaporkan terjadi

Page 30: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 30/34

 pada sekitar 50% kasus, kecuali penggunaannya juga dikombinasikan dengan obat

imunomodulasi yang lain.

3. Cyclosporine

Cyclosporine berpengaruh pada produksi dan pelepasan interleukin-2 dari sel

T-helper. Supresi terhadap aktivasi sel T-helper, menimbulkan efek pada produksi

antibodi. Dosis awal pemberian Cyclosporine sekitar 5 mg/kgbb/hari terbagi dalam

dua atau tiga dosis. Respon terhadap Cyclosporine lebih cepat dibandingkan

azathioprine. Cyclosporine dapat menimbulkan efek samping berupa nefrotoksisitas

dan hipertensi.

Page 31: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 31/34

BAB III

PENUTUP

3.1 

KESIMPULAN

Miastenia gravis adalah gangguaan sistem saraf perifer yang ditandai dengan

 pembentukan auto antibodi terhadap reseptor asetilkolin yang terdapat di daerah

motor end-plate otot rangka. 

Pembagian Miastenia :

1.  Miastenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan. 

2.  Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untumengunyah,

menelan, danberbicara. Otot-otot anggota tubuhpun dapat ikut menjadi lemah.

Pernapasan tidak terganggu. 

3.  Miastenia Gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-ototo

kulobulbar. Pernapasan tidak terganggu. Penderita dapat meninggal dunia. 

Tanda klinis dari miastenia gravis adalah :

1.  Kelemahan otot mata, yang menyebabkan ptosis ( turunnya kelopak mata).

2.  kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan

tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke

otot ekstremitas.

Diagnosis dapat dilakukan dengan beberapa test, yaitu :

1.  Uji Tensilon

2.  Uji Prostigmin

3.  Uji Kinin

Page 32: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 32/34

DAFTAR PUSTAKA

Benny dewa.  Miastenia Gravis. www.miasteniagravisneurologi.com/120708,  etc

oktober, 2015

Harsono, 2005. Buku Ajar Neurologi Klinik PERDOSSI. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Harkitasari, Saktivi.2015.  Diagnosis dan Terapi Miastenia Gravis pada Anak vol.42

no.3. Denpasar: Fakultas kedokteran universitas Udayana

Kumar, dkk. 2005.  Robbins & cotran dasar patofisiologi penyakit, ed.7. Jakarta :

EGC

 Ngoerah Gd. Ng. Gst. I, Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga University

Press. 1991.

Sidharta Priguna. 2008 Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta. Penerbit

Dian Rakyat.

Sidharta Priguna dan Mardjono Mahar, 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta.

Penerbit Dian Rakyat.

Page 33: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 33/34

KASUS

Bapak jones adalah pelanggan reguler di toko saya, dia menyerahkan resep

kepada saya. Bapak jones memiliki beberapa kesulitan dengan resep karena dia tidak

 bisa fokus dengan baik karena kelopak matanya terkulai, dan tangannya lemah. Baru-

 baru ini dia mengambil pensiun dini dari pekerjaan nya sebagai petugas kantor

karena ia mendapatkan exteme. Bapak jones merasa lelah pada otot-ototnya, terutama

sepanjang hari di tempat kerja nya. Kelelahan improve dan sedang istirahat. ia telah

 berbicara dengan saya beberapa bulan yang lalu tentang kelelahan yang dia rasakan

dan dia berpikir bahwa mungkin diakibatkan karena stres atau diet yang salah, karena

ia telah bekerja seharian untuk menyelesaikan waktu kerja nya. ia membeli beberapa

multivitamin gingseng. Tapi rasa lelah nya tidak berkurang kecuali bila ia beristirahat

dalam beberapa hari. 

Bapak Jones diminta oleh ahli saraf untuk melakukan beberapa tes dan GP

menuliskan resep untuknya.

Bapak jones diminta oleh ahli saraf di rumah sakit setempat untuk

menjalankan beberapa tes dan meminta GP untuk menuliskan resep nya yaitu

 pyridostigmine bromide tablets. Bapak jones awal nya meminum obat 4 kali sehari

setengah tablet. Selanjut nya sampai enam tablet sehari . jika otot nya masih

mengalami kelemahan maka GP meresepkan kembali tablet hiosin botylbromide 10

mg dua tablet diminum empat kali sehari.

Penyelesaian Masalah

Subject:

  nama : Bapak jones

  umur : -

   jenis kelamin : laki-laki

  gejala : lelah, stress, diet yang salah, kelopak matanya terkulai

Page 34: Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

8/18/2019 Miastenia Gravis-Riki Saut Marito-word

http://slidepdf.com/reader/full/miastenia-gravis-riki-saut-marito-word 34/34

Object : Tidak ada dicantumkan hasil pemeriksaan laboratorium dalam angka.

Assessment:

Dari gelaja yang di tunjukkan oleh pasien seperti : lelah, stress, kelopak

matanya terkulai, pasien di diagnosis menderita penyakit miastenia gravis kelas IIB

karena di tunjukkan dengan gejala-gejala okular,aktifitas yang terbatas dan respon

terhadap terapi obat yang kurang memuaskan.

Plan

  Terapi Farmakologi

Pyridostigmine bromide teblets. Awalnya 4 x 1 hari setengah tablet, kemudian

dilanjut 6 x 1 hari.

Hiosin botylbromide 10 mg 4 x 1 hari 2 tablet  Terapi Non-Farmakologi

a.  Periode istirahat yang sering selama siang hari yang berfungsi untuk

menghermat energi.

 b.  Hindari/kurangin aktivitas yang berat.

c.  Hindari Stress

d.  Konsumsi makanan yang bergizi.