23
MIKORIZA ANGGREK Oleh: Kelompok 4 Anggota kelompok: Virna Dwi Risnawanti 080914034 Dwi Dyna Prasasti 080914070 Sri Wahyuningsih 080914073 Putut R. Purnama 080914083 Nurul Ayu D. 080914092 Mayang Manikwara 080914109 Fitria Nisail laily 081114050 PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI

Micoryza pada Anggrek

Embed Size (px)

DESCRIPTION

endomycoriza pada tanaman anggrek

Citation preview

MIKORIZA ANGGREK

Oleh:

Kelompok 4

Anggota kelompok:

Virna Dwi Risnawanti 080914034

Dwi Dyna Prasasti 080914070

Sri Wahyuningsih 080914073

Putut R. Purnama 080914083

Nurul Ayu D. 080914092

Mayang Manikwara 080914109

Fitria Nisail laily 081114050

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2013

Pendahuluan

Mikoriza berasal dari bahasa latin, yaitu Muccor (Jamur) dan Rhiza (Akar). Mikoriza

adalah jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Merupakan jamur yang mempunyai

peranan penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah dan kimia tanah dalam meningkatkan

pertumbuhan dan produksi tanaman. Berdasarkan cara infeksi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Ektomikoriza

Ektomikoriza adalah hifa jamur yang menyelubungi masing-masing cabang akar di

bagian luar akar sehingga membentuk mantel akar, dikotomi, trikotomi dan polikotomi. Sebagian

hifa lainnya menembus antar sel korteks akar (interseluler) dan membentuk struktur yang khas

disebut hartig net atau jala hartig.

Gambar 1. Ektomikoriza (tanda panah menunjukkan jalinan hifa di luar sel epidermis

akar)

2. Endomikoriza

Pada Endomikoriza, hifa jamur tidak membentuk selubung luar tetapi hifa akan

menembus masuk kedalam sel dan hidup dalam sel akar (intraseluler). Hifa endomikoriza

membentuk karakteristik yang khas di dalam sel akar yaitu arbuskel, hifa tumbuh dalam sel akar,

sehingga ukuran sel menjadi lebih besar dari sel yang tidak ada arbuskelnya, dan vesikel yang

ditengarai sebagai cadangan nutrisi. Ada tiga tipe endomikoriza

1. Tipe vesikular arbuskular (VA), ditemukan dalam sejumlah besar tanaman, dimana hifa

jamur (aseptat) menyebar lewat korteks utama dari akar dan memasuki sel kortikal.

Mikoriza VA meningkatkan asupan nutrisi (terutama fosfat) bagi tanaman inang. Tipe ini

adalah tipe paling purba dan paling banyak dalam kerajaan tanaman.

2. Tipe ericoid, ditemukan dalam anggota famili Ericaceae, dimana jamur mengkoloni akar

terminal halus dari tanaman inang dan membentuk spiral atau loop di dalam sel inang.

3. Tipe anggrek, ditemukan dalam anggota Orchidaceae, dimana jamur memasuki sel inang

dan membentuk spiral hifa intrasel. Semua jamur mikoriza anggrek yang diketahui juga

merupakan saprotrof tanah normal atau parasit tanaman lain; mereka biasanya

basidiomycetes (misalnya Armillaria, Ceratobasidium, Marasmius, Thanatephorus,

Tulasnella).

Gambar 2. Endomikoriza (V=vesikel)

3. Ektendomikoriza

Merupakan bentuk intermediet antara ektomikoriza dan endomikoriza. Seperti halnya

ektomikoriza, karena menghasilkan hartig net dan mantel tetapi hidup dalam sel akar

(intraseluler)

Sejarah

Penggambaran secara anatomis oleh Heinrick Friedrich Link, pada tahun 1840,

merupakan pengamatan pertama mengenai struktur hifa dalam sel pada persemaian anggrek.

Kemudian Irmisch, pada tahun 1853, mendiskripsikan secara eksplisit hifa jamur dalam system

perakaran Corallorhiza innata R.Br. (C. trifida Chatelain), yaitu anggrek yang kekurangan

klorofil. Meskipun masalah nutrisi anggrek telah didiskusikan sebelumnya, keberadaan hifa

intraseluler yang ada tidak dikaji bentuk hubungannya.

Hubungan fungsional antara nutrisi anggrek dan keberadaan hifa endofitik pertama kali

disampaikan oleh Frank pada tahun 1891. Frank juga menciptakan istilah mikoriza pada tahun

1885 untuk menggambarkan kombinasi akar-jamur. Frank berasumsi bahwa hubungan dari

keberadaan hifa dan nutrisi anggrek tersebut adalah mutualistik, dan dijelaskan bahwa endofit

akan sulit atau tidak mungkin dikembangkan di luar anggrek karena memerlukan nutrisi yang

spesifik. Pada tahun 1904, Decordenoy pertama kali melaporkan bahwa jamur mikoriza dapat

mendukung penyediaan nutrisi bagi tanaman yang berasosiasi dengannya. Isolasi endofit

anggrek dan tiruan hubungan simbiotik mikoriza pada persemaian secara in vitro berhasil

dilakukan oleh Bernard dan Burgeff pada tahun 1909. Bernard menunjukkan bahwa endofit

anggrek berupa Rhizoctonia ada tiga spesies, yaitu: R. repens, R. mucoroides, dan R. lanuginose.

Jamur

Jamur-jamur yang diisolasi dari tanaman anggrek yang dimasukan dalam genus

Rhizoctonia. Tiga spesies jamur pertama kali berhasil diisolasi oleh Bernard yaitu R. repens, R.

mucoroides, dan R. lanuginose (Gambar 4). Jamur-jamur tersebut diberi nama berdasarkan dari

mana mereka diisolasi, misalnya, Miselium radicis Thrixspermum arachnites (artinya "miselium

dari akar" arachnites Thrixspermum). Nomenklatur ini didasarkan pada asumsi yang keliru

bahwa jamur anggrek adalah bagian dari kelompok taksonomi yang terpisah, disebut sebagai

Orcheomyces. Baru-baru ini beberapa jamur Rhizoctonia yang diisolasi dari anggrek mampu

mendorong dihasilkannya buah. Sejumlah jamur anggrek telah diisolasi dan dikultur secara in

vitro. Mereka dapat tumbuh pada berbagai sumber karbon, termasuk sukrosa, glukosa, fruktosa,

maltosa, manosa, galaktosa, xilosa, rafinosa, selulosa, kayu, lignin, dan pektin. Beberapa

mungkin memerlukan zat tambahan.

Ada beberapa jamur yang menghasilkan enzim hidrolitik, termasuk

endopolymethylgalacturonase, protopectinase, endopolygalacturonase, selulosa, dan hidrolase

lainnya, yang dapat memecah makromolekul menjadi molekul-molekul sederhana. Enzim ini

memungkinkan jamur untuk tumbuh sebagai saprophytes pada tanah dan/atau menjadi parasit,

seperti Armillaria mellea dan Rhizoctonia solani.

Kebanyakan jamur anggrek dapat memanfaatkan amonia, nitrat, atau keduanya sebagai

sumber nitrogen. Beberapa isolat lebih memilih bekas, dan lainnya dapat tumbuh lebih baik pada

senyawa nitrogen organik seperti urea, asam amino beberapa peptida, dan protein. Sejumlah

jamur membutuhkan, atau setidaknya manfaat dari asam amino yang spesifik. Contoh adalah:

1. Asparagin, glisin, dan urea untuk Tulasnella calospora

2. Glutamic acid untuk dua strain Rhizoctonia dari Arindina chinensis

3. Asam aspartat, glisin, serin, asam glutamat dan untuk Rhizoctonia repens M32

Vitamin juga diperlukan oleh endophytes anggrek. Thiamine dan p-amino-benzoic acid

(PABA) dibutuhkan oleh beberapa isolat yang berbeda, termasuk Tulasnelia calospora (dari

anggrek Eropa) dan Rhizoctonia (dari Arundina graminifolia dan Cymbidium). Isolasi dari

spesies Cymbidium membutuhkan asam folat, tetapi dapat tumbuh pada PABA, yang merupakan

komponen vitamin. Demikian pula, kebutuhan untuk tiamin dapat dipenuhi oleh bagian dari

molekul (gugus tiazol), yang diproduksi oleh jamur anggrek. Jamur yang berasosiasi dengan

anggrek memproduksi dan memasok bagian lain dari tiamin (gugus piridin). Pada proses ini

terjadi pertukaran molekul vitamin tunggal.

Gambar 4. Orchid mycorrhizae. (A) Rhizoctonia mucoroides. (B) Rhizoctonia repens. (C)

isolate jamur dari Phalaenopsis (D) Rhizoctonia lanuginose. (E) Rhizoctonia

violacea. (Arditti, 1992)

Jamur anggrek sudah ditemukan di dalam tanah dimana anggrek tidak tumbuh. Mereka

dapat eksis sebagai saprofit tanah atau sebagai parasit pada tanaman lain. Beberapa, seperti

Tulasnella calospora (Rhizoctonia repens) dan Ceratobasidium cornigerum (Rhizoctonia

goodyerae-repentis), telah tersebar di seluruh dunia. Contoh dari mycorrhizal fungi yang

berasosiasi dengan anggrek dapat dilihat pada table 1.

Table 1. Genus mycorrhizal fungi yang berasosiasi dengan anggrek (Mehrotra, 2005)

Spesifitas Orchid Fungus

Studi spesifisitas orchid-fungus umumnya dilakukan secara in vitro sebagai bagian dari

uji simbiosis perkecambahan. Menurut JH Warcup hasil dari percobaan in vitro tidak berlaku

untuk kondisi lapangan yang sebenarnya.

Masalah kedua yang sulit mengenai studi spesifisitas orchid-fungus yaitu isolasi

endophytes. Beberapa peneliti telah mengisolasi hifa dari gulungan jamur dalam sel anggrek.

Prosedur ini menjamin isolasi endophytes yang benar, dan jamur terisolasi tersebut berhasil

digunakan dalam perkecambahan biji anggrek. Peneliti lain mengisolasinya dari bagian akar

yang lebih tua. Akan tetapi beberapa isolat yang diperoleh melalui prosedur ini bukan merupakan

endofit yang sebenarnya.

Kesulitan ketiga terkait dengan penyelidikan spesifisitas orchid-fungus adalah kurangnya

informasi tentang interaksi antara jamur akar dewasa secara bebas dan jamur yang dapat

mempengaruhi perkecambahan. Sehingga tidak jelas apakah ada spesifitas atau tidak.

Beberapa peneliti memiliki pendapat yang berbeda-beda. Noel Bernard (Perancis) dan

Burgeff (Jerman) mempercayai bahwa tidak ada hubungan spesifitas. Sebaliknya, John T. Curtis

(Wisconsin University) dan Lewis Knudson (Cornell University) menyatakan bahwa ada

spesifitas.

Pandangan mengenai spesifisitas dapat didukung oleh data yang diperoleh G. Hadley dan

G. Harvais, menunjukkan bahwa Dactylorhiza purpurella berhasil melakukan hubungan

simbiosis dengan beberapa jamur yang telah terisolasi. Beberapa anggrek mungkin memiliki

kebutuhan khusus. Misalnya, Ceratobasidium bukanlah pasangan simbiosis yang baik untuk

Cattleya, Thelymitra, atau Diuris, sedangkan Tulasnella calospora mungkin cocok bagi beberapa

anggrek. Spesies anggrek lainnya kurang spesifik. Contohnya adalah Ceratobasidium, yang

mungkin cocok untuk Spiranthes cernua, Orchis morio, Dactylorhiza purpurella, Dactylorhiza

incarnata, Nutants pterostylis, Finlaysonianum dan juga Cymbidium.

Percobaan dengan perkecambahan biji anggrek terestrial dari Amerika Utara dan Eropa

oleh EA Smreciu dan RS Currah dari University of Alberta di Kanada juga memberikan

dukungan kepada pandangan bahwa (1) "dari satu isolat spesies anggrek tidak selalu merangsang

perkecambahan benih atau pengembangan protocorm dari spesies yang sama'' (pandangan ini

pertama kali dikemukakan oleh G. Hadley dan G. Harvais), (2) beberapa strain Rhizoctonia

(Ceratobasidium) dapat “merangsang perkecambahan benih dan pengembangan dalam berbagai

macam anggrek host "(diusulkan oleh G. Hadley), dan (3) anggrek tertentu memiliki persyaratan

yang lebih spesifik daripada yang lain.

Komposisi Substrat juga dapat memainkan peran penting dalam pembentukan hubungan

simbiosis yang sukses. Interaksi juga dapat terjadi antara sumber nitrogen, isolat jamur, dan

perkecambahan.

Secara keseluruhan, akan ada interaksi antara jamur dan beberapa benih anggrek, mulai

dari (1) tidak ada infeksi, melalui (2) penghancuran jamur oleh anggrek, (3) pembentukan

simbiosis sukses dan stabil, untuk (4) parasitisme oleh jamur menyebabkan kematian bibit.

Anggrek dari daerah beriklim sedang (utara atau selatan) lebih bergantung pada jamur daripada

anggrek dari daerah beriklim hangat. spesifitas mereka juga lebih terbatas.

Sedikit yang diketahui tentang evolusi simbiosis anggrek dan koevolusi kedua pasangan

tersebut. Distribusi luas mikoriza anggrek dengan berbagai kondisi alam telah mengindikasikan

bahwa hubungan simbiosis ini telah berhasil. Selanjutnya, fakta bahwa sebagian besar

endophytes anggrek juga bisa tetap hidup secara bebas, menunjukkan bahwa selama evolusi

miycorrhiza anggrek disesuaikan dengan jamur. Semua anggrek (termasuk Apostasioideae, jika

salah satu dari mereka termasuk dalam Orchidaceae) berhubungan dengan Rhizoctonia jenis

endophytes, menunjukkan bahwa ini adalah jenis leluhur jamur. Kehadiran Rhizoctonia dalam

umbi Apostasia stylioides mendukung pandangan ini. Asosiasi dengan jamur lain dan

prevolution dari parasit (saprophytic) anggrek mungkin terjadi kemudian.

Perkecambahan Biji Anggrek

Biji anggrek hanya terdiri dari embrio dan testa (pelindung embrio) tanpa cadangan

makanan atau endosperm (Thompson, 1980). Jika bersimbiosis dengan mikoriza anggrek dapat

memperoleh nutrisi yang diperlukan untuk tumbuh. Pada umumnya tingkat keberhasilan

perkecambahan secara alami persentasenya sangat kecil. Bernard adalah yang pertama

mengamati fenomena ini pada spesies Neotta nidus-avis dan selanjutnya di anggrek lainnya,

termasuk Phalaenopsis. Semua anggrek memerlukan infeksi jamur mikoriza untuk melengkapi

siklus hidupnya. Anggrek mempunyai tingkat heterotrofik yang bervariasi. Anggrek yang tingkat

hetertrofiknya rendah sangat membutuhkan keberadaan mikoriza dalam memperoleh karbohidrat

dan nutrisi organik lainnya. Hal ini juga terjadi pada persemaian anggrek. Stimulasi pertumbuhan

semai anggrek mungkin terjadi di awal yaitu 48 jam setelah infeksi (Andersen & Rasmussen

1996). Secara alami beberapa spesies anggrek dapat mengalami suatu mekanisme yang

menyebabkan tertundanya perkecambahan. Keberadaan miselium mikoriza yang kompatibel

dapat meningkatkan perkecambahan anggrek secara signifikan. Penyebab utamanya belum

teridentifikasi, tetapi suatu komponen tambahan, seperti etilen dan berbagai vitamin, diketahui

dapat menstimulasi perkecambahan benih anggrek (Andersen & Rasmussen, 1996). Komponen

tambahan tersebut diketahui dapat diproduksi oleh strain Rhizoctonia dalam medium biakan,

dan diduga terlibat dalam interaksi. Selain itu seperti yang kita tau bahwa pembenihan

membutuhkan karbohidrat sederhana. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dari hasil infeksi jamur

mikoriza dengan cara memecah molekul karbohidrat kompleks menjadi molekul karbohidrat

yang sederhana. Sedangkan mikoriza sendiri akan mendapatkan sisa-sisa metabolisme dari

anggrek.

Pembukaan testa pada biji anggrek dapat memfasilitasi masuknya jamur ke dalam biji.

Penetrasi jamur terjadi melalui sel suspensor (Gambar 5A-C). Jamur juga dapat masuk melalui

sel epidermis (Gambar D,E). Jamur kemudian menyebar ke sel yang bersebelahan dengan cara

hifa tunggal (Gambar 5B). Cabang hifa tersebut beranastomosis dan membentuk jaringan tiga

dimensi yang disebut peloton (Gambar 5A,B) . Lapisan beberapa sel dapat terinfeksi di bagian

pembibitan, tetapi beberapa bagian tetap bebas dari jamur (Gambar 5F-K). Pertumbuhan

umumnya terjadi setelah jamur telah menjadi satu di dalam biji anggrek. Dalam Dactylorhiza

purpurella, epideremis tersebut ditembus dalam waktu 15 jam dari kontak dengan hifa. Pelotons

Intrerselular dapat dilihat pada sel subepidermal beberapa jam kemudian. Pencernaan pelotons

dimulai jam 30-40 setelah itu.

Gambar 5. Fase awal infeksi mikoriza pada anggrek. (A) Jamur berpenetrasi melalui sel

suspensor (B) biji anggrek yang terinfeksi (C) Perkecambahan dan infeksi

dari Goodyera repens, protocorm muda yang menunjukkan infeksi pada sel

suspensor (D) Infeksi sel epidermis Dactylorhiza purpurella (E) Infeksi

rambut-rambut epidermis Spathoglottis plicata (F) Potongan memanjang

melalui protocorm muda (G) Protocorm yang terinfeksi usia 21 hari (H)

protocorm tua yang terinfeksi selama beberapa bulan (I, J) Potongan melalui

protocorm muda (K) Protocorm yang terinfeksi (Arditti, 1992)

Akar

Kebanyakan anggrek memiliki akar adventif, berambut. Beberapa jenis memiliki akar

koraloid. Semua akar tersebut memiliki jamur mikoriza dalam satu hingga beberapa tahap

pertumbuhannya. Pada beberapa jenis, korteks akar secara ekstensif terinfeksi mengingat

beberapa mikoriza anggrek hanya ditemukan sepanjang tepi akar. Infeksi menyebar dari satu sel

ke sel yang lain berupa hifa dan peloton. Pada jenis seperti Dactyolorhiza purpurella, korteks

hampir sepenuhya terinfeksi. Sedangkan dari anggrek tropis seperti Dendichilum carnosum

sangat jarang.

Penetrasi mikoriza terjadi melalui sel epidermis atau rambut akar. Akar pada jenis

anggrek terestrial cenderung lebih terinfeksi, dibandingkan dengan anggrek epifit yang terinfeksi

hanya setelah terjadi kontak dengan jamur yang terkandung dalam substrat. Hifa menembus ke

jaringan setelah menginfeksi seperti jenis Dactylorizha incarnata yang terjadi sebulan setelah

infeksi. Bersamaan dengan penetrasi, sel-sel lain dapat mengalami infeksi baru. Pada beberapa

anggrek misalnya Neottia, mikoriza masuk ke dalam sel yang disebut digestion cell dan tinggal

menetap di sel inang tersebut. Fenomena ini disebut dengan tolypophagy (Gambar 5A) dan

ditemukan di sebagian besar anggrek. Fenomena yang lebih jarang disebut ptyophagy (Gambar

5B) yang melibatkan pemecahan hifa individu, bukan sejenis lapisan sel fagosit. Pada sel-sel

tersebut hifa hancur di bagian ujungnya, melepaskan sitoplasma dan melingkupi sel (ptyosome)

yang akan dicerna.

Gambar 5. Infeksi mikoriza pada akar tanaman anggrek. (A) tolypophagy (B) ptyophagy

(Arditti, 1992)

Hifa yang berbentuk peloton secara umum melekat erat dan melingkupi sitoplasma

inangnya, serta membentuk area infeksi yang luas antara jamur dan anggrek. Lapisan tipis sel

sitoplasma anggrek selalu melingkupi hifa. Plasmalemma berlekatan dengan hifa dan tidak

benar-benar menembus sitoplasma. Sitoplasma tambahan dihubungkan dengan plastida, inti sel,

dan beberapa organel lain dari sel inang. Dinding sel hifa berelektron padat dan dihubungkan

dengan lapisan luar bergranular yang kepadatannya lebih rendah. Lapisan dengan kepadatan

rendah diasumsikan sebagai dinding sel jamur tetapi sekarang dianggap sebagai lapisan

pembungkus yang dihasilkan oleh anggrek. Seiring berjalannya waktu, penampakan hifa

cenderung menghilang. Hifa tersebut kemudian rusak, menjadi rata, dan dikelilingi lapisan tipis

pembungkus. Dinding tetap bergabung, mungkin melipat dan menggumpal dalam massa yang

terdiri dari peloton.

Inti yang besar adalah bentuk yang umum dari sel anggrek yang terinfeksi dan sel-sel

disekitarnya. Fenomena ini disebut nuclear hypertrophy dan berhubungan dengan peningkatan

kadar DNA. Besarnya ukuran nukleus dan tingginya kadar DNA telah diteliti pada jaringan yang

terinfeksi pada Spathoglottis plicata dan Dactyolorhiza purpurella. Alasan dan pengaruh

hipertrofi ini belum jelas, tetapi ini juga terjadi di beberapa tanaman selain anggrek.

Kontrol Infeksi

Mekanisme kontrol terhadap infeksi pada asosiasi anggrek dan jamur belum diketahui

secara pasti. Keberadaan peloton yang hanya terbatas pada sel-sel kortek memunculkan dugaan

bahwa sesungguhnya anggrek memiliki keampuan untuk mengatur serbuan jamur ke tempat-

tempat yang dikehendaki. Asosiasi yang berimbang bertujuan agar keduanya, baik anggrek

maupun mikoriza akan bertahan hidup. Inang secara aktif merespon infeksi dari jamur dengan

membebaskan zat antimikroba sambil mematikan sel-sel yang terinfeksi agar infeksi lebih

terlokalisir dan tiak meluas ketempat lain.

Pada anggrek, setelah terjadi infeksi, disuga jamur tidak mengeluarkan enzim yang dapat

mematikan sel. Anggrek sendiri pun tidak mengaktifkan pertahannya, namun ada mekanisme

kontrol lain yang belum diketahui secara pasti. Kenyataan lain adalah anggrrek memiliki

spesifitas tinggi terhadap jamur yang menginvasi,. Apabila yang menginvasi adalah jamur yang

tidak sesuai, maka akan menjadi patogen bagi inang. Dapat disimpulkan bahwa asosiasi mikoriza

pada anggrek dientukan oleh anggrek, jamur dan kadar ketersediaan hara.

Dalam Arditi (1992) dikatakan bahwa fosfatase berperan dalam pencernaan hifa jamur,

juga beberapa enzim lainnya. Enzim ini akan mencegah dan membatasi penyebaran jamur.

Fungsi lainnya adalah untuk melepaskan substansi dari hifa

Penyebaran jamur ini juga diatur oleh zat yang dikenal sebagai fitoaleksin. Dari hasil

penelitiannya, Bernard menyatakan bahwa anggrek menghasilkan zat yang beracun untuk

endophytes. Fitoaleksin pertama, orchinol, dari Orchis militaris, diisolasi oleh Ernst antara tahun

1956 dan 1961. Fitoaleksin ini menunjukkan aktifitas fungisidal yang kuat.

Ketergantungan dan Ketahanan Mikoriza

Tanaman anggrek terrestrial dewasa biasanya bergantung pada mikoriza. Namun

beberapa dari mereka ada yang terinfeksi sedikit atau bahkan tidak terinfeksi sama sekali.

Hubungan simbiosis ini tidak terjadi secara terus menerus. Setiap musimnya harus diperbarui.

Sedikit yang diketahui tentang daya tahan infeksi di antara terrestrials dengan akar perenial.

Jamur kadang-kadang hanya akan memilih tempat kolonisasi di daerah tertentu, yaitu di ujung

akar, sementara bagian yang lain tetap bebas dari simbion.

Kestabilan dan Lama Simbiosis

Kelompok mycorhiza orchid telah diketahui bersimbiosis mutualisme secara spesifik.

Tiap spesies orchid bersimbiosis dengan spesies mycorhiza tertentu. Uji pertumbuhan mycorhiza

orchid dalam medium diperkaya mendorong proses proliferasi hifa dan pertumbuhan bibit yang

lebih cepat.

Cahaya dapat mempengaruhi durasi fase saprofit dengan memicu proses autotrofi.

Contoh : benih anggrek yang terinfeksi Ryzoctonia repens tumbuh menjadi fototrofik lebih cepat

dari pada benih yang erinfeksi Corticium catonii.

Epifitosis

Epifitosis adalah suatu fenomena dimana porofit yang terserang karena tertekan oleh

pertumbuhan epifit. Indikasinya berupa dedaunan layu dan menguning serta rantingnya yang

mungkin akan mati. Reaksi pertumbuhan dapat diamati di dekat tempat perlekatan anggrek.

Alasan penurunan pertumbuhan dari tumbuhan inang ini dikarenakan adanya anggrek yang

bersifat parasit terhadap mikoriza dan kemudian anggrek tersebut berubah menjadi parasit pada

tumbuhan inang.

Fenomena epophytosis ini dipelajari lebih lanjut oleh Dr. Jacoba Ruinen di Treub

Laboratory Bogor Botanical Garden. Dr. Ruinen menemukan bukti bahwa adanya penetrasi hifa

mikoriza ke dalam porofit yang menghubungkan jaringan hidup dibawah epidermis akar anggrek

dengan porofit. Meskipun bukti anatomi menunjukkan hasil positif, analisis pelacak diperlukan

untuk menentukan apakah nutrisi memang mengalir dari porofit ke anggrek. Kemungkinan lain

beberapa lumut penghuni kulit tanaman inang mengalami kekurangan mangan, yang merusak

mereka.

Di Indonesia, anggrek yang diamati memiliki efek merusak pada porofit contohnya

Thrixspernum arachnites pada Barringtonia racemosa, Dendrobium crumenatum dan

Thrixspernum arachnites pada Crescentia cujete, Thrixspernum arachnites pada Chepaelis

berriana, dan Taeniophyllum sp. pada Gardenia grandiflora. Selain itu Microcoelia exilis juga

memiliki efek merusak pada beberapa pohon seperti Vitex doniana dan Terminalia mollis di

Tanzania.

Gambar 6. Microcoelia exilis

Faktor yang mempengaruhi epifitosis :

1. Aliran nutrien dari phorophyte / mycorhiza ke janringan akar orchid

2. Suatu jenis Lichenes pada kulit kayu memicu defisiensi mangan, yang dapat menyebabkan

kerusakan pada phorophyte (mycorhiza Quercus rotundiflora )

3. Akar orchid menjadi reservoir fungi phorophyte yang tumbuh secara spontan.

Asal Usul, Evolusi, dan Dampak

Micotropy biasanya dianggap sebagai nenek moyang anggrek dan berkembang menjadi

berbagai variasi. Tidak ada kelompok tumbuhan yang tidak menggunakan fungi sebagai sumber

nutrisi. Hampir sebagian kelompok tumbuhan angiospremae yang mengandung achlorophyllous

micotropy merupakan kelompok anggrek. Sebagai contoh perbandingan family anggrek, seluruh

kelompok (Epipogieae, Gastroidieae) ada yang tidak berklorofil. Dalam filogeni, spesies-spesies

tumbuhan achlorophyllous berkerabat dekat dengan nenek moyang tumbuhan hijau (berklorofil).

Meskipun sejumlah anggota famili orchidaceae bersifat holomycotrophic, tidak mempengaruhi

sifat-sifat khas famili ini. Spesies yang bersifat achlorophyllous pada umumnya memiliki

persebaran lokal ( Corallorhiza, habitat di hutan deciduous Amerika Utara bagian timur).

Anggrek dengan tahap transisi achlorophyllous bersifat holoheterotrop. Kemampuan ini

sebagai proses evolusi mycotrophy dari anggrek, fase juvenile sampai dewasa yang bersimbiosis

dengan fungi yang memiliki kemampuan adaptasi pada substrat organik exogenous sebagai sifat

turunan. Pertumbuhan benih orchid tergantung pada kemampuan mengikat mycorhiza

(simbiosis) pada fase seedling (germinating) yang dapat mempercepat perkecambahan awal.

Kebutuhan akan nutrisi harus dipenuhi oleh anggrek dari exogenous secara seimbang, sebab

kebutuhan dan ketersediaan zat hara pada fase seedling dan dewasa sangat berbeda. Pada fase

juvenile, anggrek membutuhkan perlindungan dari tanah atau kulit kayu (batang host) yang

terkait dengan tekanan kadar nutrisi dan air.

Kemampuan adaptasi dan perkembangan pada kelompok anggrek ini bersifat progressive

sehingga dapat diamati pada beberapa klade modern. Ada beberapa taksa dengan variasi tipe

bentuk daun, akar, dan buah yang tidak berpengaruh besar terhadap daya fiksasi karbon.

Ukuran biji kecil dan bersimbiosis dengan mycorhiza pada fase germinating merupakan

sifat khas anggrek. Kemampuan simbiosis ini bersifat spontan setelah fase maturasi gamet.

Kemampuan atau ketahanan anggrek selama fase pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor

habitat, cahaya, ketersediaan air, kesuburan substrat, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

ketersediaan nutrisi bagi biji. Hifa mycorhiza yang bersimbiosis dengan akar anggrek

berkontribusi dalam penyerapan beberapa nutrien organik seperti karbohidrat, mineral ion, dan

membantu mengatur kelembaban.

Evolusi dari microspermy-micotropy pada anggrek kemungkinan memiliki pengaruh

yang besar terhadap fekunditas dan peningkatan polinasi. Semua holoheterotrop dan kelompok

tumbuhan lainnya dengan tahap mycotropy tidak hanya menghasilkan biji dengan ukuran yang

kecil. Perkembangan microspermi dan micotropy pada tanaman anggrek merupakan adaptasi

selektif dari fekunditas yang tinggi yang mana meningkatkan proses reproduksi.

Reproduksi Allocation (RA) merupakan proporsi atau ukuran biomassa, energi, atau

mineral yang menjadi satu pada tahap reproduksi mature. Sebagai contoh autogomous

achlorophytes dengan cara mengurangi jaringan daun, batang, dan akar, seperti Corallorhiza

odontorhiza yang berfungsi untuk memperbanyak buah yang dihasilkan.

KESIMPULAN

Mycorhiza berperan penting dalam siklus hidup anggrek, meskipun hanya membantu

dalam proses penyerapan nutrien dan substrat. Kemampuan simbiosis ini berperan dalam proses

perkembangan evolusi kelompok anggrek yang mayoritas anggotanya bersifat simbiont-specific

(tiap spesies anggrek bersimbiosis dengan mycorhiza tertentu).

Pertumbuhan endofit mycorhiza yang tumbuh menginfeksi benih, membantu mempercepat

perkecambahan biji anggrek. Kemampuan simbiosis dengan mycorhiza mempengaruhi

perkembangan life-form, fungsi dan adaptasi anggrek.

DAFTAR PUSTAKA

Andersen, T.F. and Rasmussen, H.N. 1996. The Mycorrhizal species of Rhizoctonia. In: Sneh,

B., S.Jabaji-Hare, S. Neate, & G. Dijst. Rhizoctonia Spesies: Taxonomy, Molecular

Biology, Ecology, Pathology and Disease Control. KAP. London.

Arditti, J. 1992. Fundamentals of Orchid Biology. Departement of Development and Cell

Biology. University of California. Irviene. California

Harley, J. L. 1959. The Biology of Mycorrhiza. Leonard Hill (Books) Ltd. London.

Mehrotra, V. S. 2005. Mycorrhiza-Role and Application. Allied Publishers. New Delhi, India.