Upload
nana-sejati
View
33
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Salah satu sifat material yang penting untuk dipertimbangkan adalah kekerasan (Callister, 2007). Kekerasan merupakan suatu ukuran ketahanan material terhadap perlakuan tekan hingga terjadi deformasi. Deformasi yang terjadi pada dua permukaan yang mengalami kontak dapat berupa deformasi elastis atau plastis. Deformasi plastis dapat terjadi pada permukaan material yang keras. Sedangkan deformasi plastis terjadi pada permukaan material yang lebih lunak. Efek deformasi tergantung pada tingkat kekerasan material (Dahlan, 2000) dimana pengukuran resistansi suatu material dipusatkan pada deformasi plastis, seperti penempaan atau penggoresan (Callister, 2007).
Citation preview
PENDAHULUAN
Salah satu sifat material yang penting untuk dipertimbangkan adalah
kekerasan (Callister, 2007). Kekerasan merupakan suatu ukuran ketahanan
material terhadap perlakuan tekan hingga terjadi deformasi. Deformasi yang
terjadi pada dua permukaan yang mengalami kontak dapat berupa deformasi
elastis atau plastis. Deformasi plastis dapat terjadi pada permukaan material yang
keras. Sedangkan deformasi plastis terjadi pada permukaan material yang lebih
lunak. Efek deformasi tergantung pada tingkat kekerasan material (Dahlan, 2000)
dimana pengukuran resistansi suatu material dipusatkan pada deformasi plastis,
seperti penempaan atau penggoresan (Callister, 2007).
Beberapa teknik pengukuran kekerasan yang dikenal antara lain adalah uji
kekerasan gores, uji kekerasan pantul, dan uji kekerasan indentasi. Uji kekerasan
gores bergantung pada kemampuan suatu material untuk menggores material yang
lain. Uji kekerasan pantul merupakan uji yang mengukur serapan energi impak
oleh suatu logam pada saat dijatuhi benda penekan. Uji kekerasan indentasi
merupakan uji penjejakan oleh sebuah indentor yang keras yang ditekankan pada
permukaan material logam yang akan diuji. (Dahlan, 2000).
Pada awalnya, uji kekerasan berdasarkan pada gagasan bahwa suatu
material memiliki kemampuan untuk menggores material lain yang lebih lunak.
Tingkat kekerasan diukur dengan skala Mohs, yang memiliki rentang dari 1 untuk
material terlunak hingga 10 untuk material terkeras seperti intan. Teknik untuk
menentukan kekerasan secara kuantitatif telah lama dikembangkan, dimana
indentor kecil ditekankan pada permukaan suatu material yang akan diuji, dengan
beban indensi yang terkontrol dan berdasarkan aplikasi yang dibutuhkan.
Kedalaman atau ukuran yang dihasilkan dari indensi diukur untuk memperoleh
nilai kekerasan material yang diuji. Semakin lunak suat material, maka indentasi
yang dihasilkan semakin dalam dan lebar serta indeks kekerasannya semakin
rendah. Pengukuran kekerasan cenderung bersifat relatif dan perlu perhatian yang
lebih ketika membandingkan nilai indeks yang diperoleh dari teknik yang berbeda
(Callister, 2007).
1
Uji kekerasan lebih sering dilakukan jika dibandingkan dengan uji-uji yang
lain, hal ini disebabkan beberapa faktor berikut ini (Callister, 2007):
1. Uji kekerasan merupakan uji yang sederhana dan tidak mahal.
Umumnya, tidak memerlukan persiapan sampel yang khusus dan
peralatan yang digunakan relatif tidak mahal.
2. Merupakan uji tidak merusak. Sampel yang telah diuji tidak mengalami
keretakan maupun kerusakan yang berlebihan karena indentasi kecil yang
dihasikan hanya menimbulkan sedikit cacat.
3. Sifat mekanik lain, seperti kekuatan regangan dapat diperkirakan dari
data kekerasan.
2
ISI
Berdasarkan jenis indentor dan bebannya, teknik uji kekerasan dibagi
menjadi 3 jenis, seperti dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Teknik uji kekerasan (Caliister, 2007)
Uji Kekerasan Rockwell
Uji ini merupakan metode paling umum yang digunakan untuk mengukur
kekerasan karena uji ini sangat sederhana dan tidak memerlukan keahlian yang
khusus. Penggunaan kombinasi skala yang berbeda dari berbagai indentor dan
beban yang berbeda yang memungkinkan dapat digunakan untuk pengujian
hampir semua logam paduan dan beberapa polimer. Indentor yang digunakan
dapat berbentuk bola atau bola baja yang dengan diameter 1
16,
18
, 14
, dan 12
inci
dan indentor intan yang runcing (berbentuk keerucut) yang digunakan untuk
material yang paling keras.
Uji kekerasan Rockwell dilakukan dengan menekankan indentor para
permukaan sampel logam dengan gaya tertentu dengan beban minor, kemudian
diberi beban mayor dan beban mayor dihilangkan. Setelah gaya tekan
dikembalikan ke beban minor, bukan diameter bekas lekukan yang dijadikan dasar
untuk nilai kekerasan, melainkan kedalaman beas lekukan (Anonim, Nd).
Penggunaan beban minor bertujuan untuk memperoleh hasil tes yang akurat.
3
Berdasarkan besarnya beban mayor dan minor, jenis uji rockwell dibagi menjadi
2, yaitu (Callister, 2007) :
1. Uji Rockwell
Beban minor untuk uji ini adalah 10 kg, sedangkan beban mayornya
adalah 60, 100, dan 150 kg. Masing-masing skala diwakili oleh sebuah
huruf alfabet. Tabel 2 berikut menunjukkan beberapa hubungan antara
indentor dengan beban.
Tabel 2. Perbandingan hubungan antara indentor dengan beban.
Skala Simbol Indentor Beban Mayor (Kg)
A Intan 60
B Bola Baja (1
16 inci) 100
C Intan 150
D Intan 100
E Bola Baja (18
inci) 100
F Bola Baja (1
16 inci) 60
G Bola Baja (1
16 inci) 150
H Bola Baja (18
inci) 60
K Bola Baja (18
inci) 150
2. Uji Superficial Rockwell
Pada uji superficial Rockwell, beban minor adalah sebesar 3 kg, sedangkan
nilai beban mayor yang memungkinkan adalah sebesar 15,30, atau 45 kg. Skala
kekerasan diidentifikasikan oleh 15, 30, atau 45 (berdasarkan beban), dan diikuti
oleh N, T, W, X, atau Y, tergantung pada indentor. Uji ini sering dilakukan pada
sampel tipis. Tabel 3 menunjukkan beberapa skala pada uji superficial.
4
Tabel 3. Daftar skala pada uji Superficial Rockwell
Simbol Skala Indentor Beban (Kg)
15N Intan 15
30N Intan 30
45N Intan 45
15TBola Baja (
116
inci)15
30TBola Baja (
116
inci)30
45TBola Baja (
116
inci)45
15WBola Baja (
18
inci)15
30WBola Baja (
18
inci)30
45WBola Baja (
18
inci)45
Pada kedua uji Rockwell ini, kedua angka indeks kekerasan dan simbol
skala harus dituliskan. Skala dinyatakan dengan simbol HR langsung diikuti
dengan identifikasi skala. Sebagai contoh, 80 HRB menunjukkan kekerasan
Rockwell 80 pada skala B, dan 60 HR30W menunjukkan kekerasan superficial 60
pada skala 30W.
Uji Kekerasan Brinell
Pada uji kekerasan Brinell, indentor berupa bola baja yang dikeraskan
ditekankan pada permukaan sampel logam secara statis (Anonim, Nd). Diameter
indentor adalam 10,00 mm dengan beban standar 500 hingga 3000 kg dengan
kenaikan sebesar 500 kg setiap 10 sampai 30 detik selama pengujian (Callister,
5
2007). Setelah gaya tekan dihilangkan dan indentor diambil, diameter bekas
lekukan paling atas diukur dan digunakan untuk menghitung kekeasan logam
yang diuji dengan persmaan sebagai berikut (Anonim, Nd):
BHN= 2 P
πD [D−√ (D2−d2 )] .......................... (1)
dimana : P : beban yang diberikan (KP atau Kgf)
D : diameter indentor yang digunakan (m)
D : diameter bekas lekukan (m)
BHN merupakan kepanjangan dari Brinell Hardness Number yang
menyatakan angka kekerasan dari uji ini. Semakin besar nilai BHN maka semakin
keras pula logam yang diuji.
Uji Kekerasan Vickers
Uji kekerasan Vickers berdasarkan pada penekanan indentor dengan gaya
tekan tertentu. Indentor yang digunakan pada uji ini berupa intan berbentuk
piramida terbalik dengan ujung yang membentuk sudut 136° dengan permukaan
sampel logam (Anonim, Nd). Beban yang digunakan pada pengujian Vickers jauh
lebih kecil dibandingkan dengan uji-uji lain, yaitu berkisar antara 1 hingga 1000
gram. Jejak yang dihasilkan dari proses indensi diamati dengan mikroskop dan
diukur. Hasil ukur kemudian digunakan untuk mencari indeks kekerasan dengan
persamaan sebagai berikut (Callister, 2007) :
HV=1,854 P/d .......................... (2)
dimana P : beban yang diberikan (Kgf)
d : diameter hasil indensi (mm)
HV merupakan indeks kekerasan yang dihasilkan dari uji kekerasan Vickers
(Callister, 2007). Nilai kekerasan ini didefinisian sebagai beban per luas jejak
indentor dan dinyatakan dalam satuan kg/mm2. Alat yang digunakan dalam
pengujian Vickers antara lain adalah Leitz Micro Hardness Tester (dapat dilihat
pada gambar di bawah).
Langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan pengujian Vickers
dengan alat di atas dapat dijelaskan sebagi berikut. Hal pertama yang harus
6
dilakukan adalah menghubungkan Power Supply dengan instrumen. Pembangkit
beban dapay dihidupkan dengan menekan tombol (14). Untuk mengatur intensitas
cahaya dilakukan dengan mengatur tombol (16). Jika lampu sudah menyala hijau
maka instrumen siap untuk dioperasikan. Level air (10) diatur dengan memutar
naik atau turun kaki-kaki instrumen hingga posisinya tepat. Setelah posisi level air
sudah tepat, beban yang diinginkan dapat ditempatkan pada tempat beban dan
sampel diletakkan pada tempat sampel.
Gambar 1. Leitz Micro Hardness Tester
Untuk melihat bekas indensi, menggunakan mikroskop yang fokusnya dapat
diatur dengan pengatur kasar (23). Spindel mikrometer (13) dapat diputar untuk
melihat area hasil indensi pada permukaan sampel. Proses pengujian dimulai
dengan mengarahkan indentor intan pada posisi yang diinginkan dengan memutar
grip (7) ke arah kiri. Indentor diturunkan dengan menekan ujung kabel (8),
indentor akan turun menuju permukaan sampel dengan indikasi lampu yang
berwarna merah menyala. Proses indensi berlangsung selam 15 detik dan ketika
indensi selesai diindikasikan dengan lampu kuning yang menyala. Indentor
dinaikkan dengan memutarr knurled (18) searah jarum jam dengan indikasi lampu
kuning padam dan lampu hijau menyala kembali. Untuk melihat hasil indensi,
lensa objektif dapat diarahkan dengan menarik grip (7) ke arah kanan. Pembacaan
diameter dapat dilakukan dengan mengenolkan skala pada lensa dengan memutar
7
skrup (3) sampai tepat berhimpit dengan angka nol. Untuk mengukur diagonal
indensi, skrup (3) digerakkan mulai dari nolhingga batas akhir indensi.
Pengukuran diameter diagonal indensi dilakukan dua kali sehingga dihasilkan d1
dan d2. Kedua nilai d ini dirata-rata sehingga menghasilkan nilai d yang
dimasukkan ke Persamaan (2) untuk memperoleh nilai kekerasan Vickers. Setelah
proses pengujian berakhir, instrumen dimatikan dengan menarik tombol (14) dan
hubungan dengan Power Supply diputuskan (Dahlan, 2000).
Berikut ini merupakan contoh hasil pengujian Vickers yang dilakukan oleh
Dahlan.
Gambar 2. Contoh grafik hasil pengujian Vickers (Dahlan, 2000)
Grafik pertama menunjukkan hubungan antara nilai kekerasan rata-rata
terhadap perubahan beban yang digunakan pada material baja. Grafik hubungan
antara nilai kekerasan rata-rata terhadap perubahan beban yang digunakan pada
material AlMg2. Sedangkan grafik ketiga menunjukkan hubungan antara nilai
kekerasan rata-rata terhadap perubahan beban yang digunakan pada material SS-
304.
8
PENUTUP
Uji kekerasan merupakan salah satu uji yang paling sering dilakukan untuk
mengetahui karakteristik mekanik dari suatu material yang berupa kekerasan
(hardness). Pengujian kekerasan di bagi menjadi 3 kelompok utama, yaitu
Rockwell, Brinell, dan Vickers. Pada pengujian Vickers, beban yang digunakan
jauh lebih kecil dibandingkan dengan dua uji lainnya. Hal ini dikarenakan uji
vickers menitikberatkan pada kekerasan mikro yang hanya dapat diamati dengan
mikroskop. Semakin beesar nilai indeks kekerasan suatu material, maka material
semakin keras pula material tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Callister,W. D. 2007. Material Science and Engineering An Introduction. New
York : John Wiley & Sons, Inc.
Dahlan, H. 2000. Pengaruh Variasi Beban Indentor Micro Hardness Tester
terhadap Akurasi Data Uji Kekerasan Material. Jurnal URANIA. No 23-
24/Thn VI/ Juli – Oktober.
Anonim. No date. Modul Praktikum Material Teknik.
9