Microsoft Word - Kearifan

Embed Size (px)

Citation preview

www.harefa.com

HIDUP ARIF DALAM IMANKearifan penting dimiliki oleh setiap orang. Kearifan menunjukkan kualitas seseorang, sehingga dihargai dan dihormat oleh orang lain. Namun mengapa tidak semua orang memiliki kearifan. Benarkah kearifan tidak mucul dengan sendirinya pada diri manusia. Kata orang kearifan lahir berkat relasi pribadi dengan dunia di sekitarnya. Apa kriteri kearifan dan bagaimana memperolehnya? Samakah kearifan dengan kepintaran? Bisakah seorang yang tidak beriman memiliki kearifan? Atau sebaliknya dapatkah kita andaikan kalau seorang beriman itu pasti memiliki kearifan? Apakah benar kalau sebuah kearifan (kebijaksanaa) identik hadir dalam diri seseorang seiring dengan bertambahnya umur? Walaupun tidak semua, terkadang kita perpandangan bahwa orang-orang yang lebih tua diyakini akan lebih mampu (arif) dalam memberikan pertimbangan atau nasihat kepada kaum muda. Boleh jadi karena pertimbangan dan saran yang mereka tawarkan akurat, disertai suatu pemahaman yang luas dan mendalam. Untuk memutuskan suatu perkara, mereka tidak terlampau terburu-buru (gegabah). Sebaliknya kerap menawarkan pandangan atau pertimbangan yang seimbang, terumus dan terjawab dengan sangat praktis. Keputusan mereka tidak telalu dogmatis, tetapi lebih toleran. Mereka mampu melihat masalah dengan cara yang berbeda tidak hanya dari satu sudut pandang. Dan mereka mencoba menawarkan beberapa alternatif agar tidak tertutup pada suatu pandangan yang ekstrim. Memang kearifan merupakan suatu persoalan bagaimana menjadi tua dan menjadi "lebih bijaksana". Ada benarnya sebuah perumpamaan yang mengatakan bahwa anggur yang baik menjadi ranum dan matang bersama usianya. Sebab setiap orang tidak dapat mempercepat proses penuaan anggur atau dirinya sendiri.1) Semakin bertambah usia, orang diharapkan semakin mengetahui mengalami dan menghidupi banyak hal. Kita telah mempelajari lebih banyak hal, termasuk melakukan kesalahan di

dalamnya. Penting bagi setiap kita untuk menyediakan waktu lebih lama guna merefleksikan seluruh perjalanan hidup kita selama ini. Barangkali secara sederhana "kearifan" adalah sikap

yang didasari oleh kerendahan hati dan kemurahan hati untuk menerima dan membagikan sejumlah hikmah dari pengalaman hidup seiring perjalanan umur kita masing-masing. Kita1)

Edward de Bono, Buku Tentang Kearifan: Dalam Kehidupan, Kearifan Lebih Penting Daripada Kepintaran, (Jakarta: Delapratasa, 1997), hlm. 6.

1

www.harefa.com

yakin untuk menjadi bijaksana orang tidak harus menunggu sampai menjadi tua. Ada sejumlah prinsip umum, pedoman dan bahkan "alat berpikir" yang dapat membantu kita menjadi lebih bijaksana. Kearifan sebagai keutamaan tidak mesti selalu digali dari pengalaman diri sendiri. Kita juga dapat berusaha memperolehnya melalui pengalaman orang lain. Melalui interaksi dari keduanyalah setiap orang melatih dan membina diri secara tekun dari waktu ke waktu hingga menjadi manusia yang di kehendaki masyarakat dan Sang Pencipta.2) Kini kita mulai dapat bertanya bahkan protes dengan mulai meragukan pandangan sederhana yang menyamakan kearifan dengan usia (jenggot ubanan yang panjang). Sebab pada

kenyatannya dijumpai orang lebih tua yang tidak bijaksana sama sekali. Kita sebaliknya bisa menemukan dan mengagumi beberapa orang muda yang memiliki "bijaksanaan melebihi usia orang yang lebih tua darinya".3) Kearifan adalah sifat "bijaksana" yang ditunjukkan oleh seseorang. Kearifan sebagai suatu keutamaan disadari memiliki ciri-ciri umum, dan dapat merembes ke semua bidang kehidupan. Definisi tentang kearifan walau menuntut perwujudan tindakan yang praktis, tetapi untuk pendefinisiannya tidak memiliki nilai praktis. Sepintas terkesan hanya merupakan ungkapan permainan kata-kata. Oleh karena itu definisi kearifan kerap ditampakan dan dirumuskan secara kurang memuaskan. Memang harus diakui kalau persepsi mengenai keutamaan ini cukup kompleks, terdiri dari gabungan citra, cifat, perilaku yang berbeda-beda dan lain sebagainya.4) Kita perlu membedakan antara kepintaran dan kearifan. Kearifan sama sekali tidak sama dengan kepintaran. Banyak orang terkenal yang dikenal melalui bidang keahliannya (bahkan telah memenangkan hadiah Nobel), tetapi tidak "bijaksana" di luar bidang studi mereka. Kepintaran diandaikan sebuah lensa fokus yang sangat tajam. Kearifan lebih seperti sebuah lensa yang bersudut luas.5) Dengan cara yang sama, kearifan bukanlan fungsi kecerdasan. Banyak orang yang

pendidikannya sederhana sangat bijaksana daripada mereka yang telah belajar banyak dari buku. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa "kehidupanlah" yang telah mengajarkan banyak hal tentang kearifan seseorang.

2) 3)

Ibid. Ibid., hlm.7. 4) Ibid., hlm. 15; Bdk. William Chang, Menggali Butir-Butir Keutamaan (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 36. 5) Ibid., hlm. 8.

2

www.harefa.com

Kearifan adalah lebih mengenai perspektif dari pada mengenal rincian. Kepintaran adalah mengenai bagaimana kita mendapatkan informasi dan bagaimana kita menggunakan informasi. Kearifan adalah mengenai bagaimana informasi tersebut menyesuaikan dengan dunia sekitar dan nilai kehidupan kita sendiri.6) Kepintaran adalah seperti mengetahui, secara teknis, bagaimana cara memasak makanan yang luar biasa. Kearifan adalah seperti mendesain makanan agar cocok dengan bahan yang tersedia dan juga 'kena' dengan selera yang diinginakan pada saat itu. Kepintaran adalah seperti memiliki sebuah perpustakaan yang penuh dengan buku. Kearifan adalah mengetahui buku mana yang perlu dibaca pada saat itu. Kearifan adalah seni dengan hal mana persepsi menata pengalaman untuk memenuhi nilai yang kita perjuangkan.7) Ajaran tradisional kristiani dengan sangat jelas menunjukkan bagaimana ajaran moral kristiani hanya dapat dipahami oleh mereka yang memiliki kearifan. Manusia arifllah yang mampu menyadari dan menghargai saat-saat berahmat dari Tuhan. Dengan segenap hati, orangorang arif mempersiapkan kedatangan "si pengantin" pada waktu yang tidak terduga sebelumnya (Matius 25:1-13). Hidup arif berusaha memahami isi hati dan pikiran segala

makhluk ciptaan yang ada di sekitarnya, jujur dan setia terhadap nilai keilahian yang diperjuankanya (Lukas 22:63-71). Kearifan menunjuk sikap dasar manusia yang selalu berada dalam pengharapan akan nilai-nilai yang utama dalam hidupnya dan dalam kerjasama pasrah pada penyelenggaraan ilahi.8) Kearifan dipandang perlu memperhatikan (menghiraukan) prinsip-prinsip nilai sebagai berikut9): Kesadaran: Membangun kesadara dalam melihat bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai yang berbeda yang muncul dalam setiap situasi. Ada nilai yang jelas dan ada nilai yang harus dicari. Setiap nilai perlu dilihat secara positif dan dikenali dalam pikiran. Ketika nilai telah ditemukan, hendaklah dijaga, dirawat dan dimanfaatkan seoptimal mungkin dan digunakan secara bertanggung jawab. Dengan demikian hidup akan dijalankan dengan penuh semangat, dinikmati dengan segenap keyakinan, hidup dirasa lebih mudah dan dilihat dengan penuh kepastian.

6) 7)

Ibid. Ibid. 8) Chang, Menggali, hlm. 36. 9) Bono, Buku, hlm. 99 dan 149-210.

3

www.harefa.com

Nilai yang paling penting: Kearifan sebagian besar adalah tentang persepsi yang meluas. Sebagian besar kesalahan dalam berpikir adalah kesalahan saat membuat persepsi. Orang kerap melihat kenyataan sebagai situasi, sehingga terlalu cepat memutuskan pekara. Tidak semua nilai sama pentingnya. Sebagian dapat dikatakan penting, dan yang lain bisa saja tidak penting. Nilai yang dilihat penting perlu dikembangkan secara luas. Kata "luas" dapat dilihat dari beberapa arti. Luas dalam arti pertama adalah lebar, yaitu keluasan kita dalam melihat. Ini berarti membuat suatu pertimbangan terhadap faktor yang berbeda, orang yang berbeda, nilai yang berbeda dan kebutuhan yang berbeda. Luas yang ke dua memiliki arti kedalaman, yaitu mampu menimbang atas dasar pengalaman sebelumnya dan melihat prospek cerah ke masa depan dengan segala konsekuensinya. Luas yang ketiga adalah kekayaan, yaitu mencoba membuka alternatif dan cara yang berbeda tentang hal-hal yang ada. Bisa saja dengan melihat atau lewat bantuan dari sudut pandang orang lain yang berbeda-beda. Setelah itu, kita kembali mencoba memunculkan beberapa alternatif yang berasal dari diri sendiri. Dalam hal ini tentu dituntut untuk lebih aktif dan kreatif menghasilkan tindakan atau formulasi yang lebih baru. Desain: Desain bertujuan memenuhi nilai-nilai. Lewat suatu desain orang berusaha memenuhi atau menggabungkan nilai-nilai sendiri dan nilai dari orang lain (yang berbeda) dengan cara yang lebih praktis. Persepsi: Lewat persepsi orang memberi penekanan tentang pentingnya suatu nilai. Bernilainya suatu hal bukan berdasarkan apa yang dilihat oleh otak atau berdasarkan proses pemikiran. Jika persepsi salah, maka tidak ada keutamaan logika yang memberi jawaban yang benar di dalamnya. Peran logika hanya terbatas pada kelurusan pemikiran. Sulit untuk berdamai atau tidak bisa merubah emosi dan perasaan yang kerap bercampur baur saat hendak memutuskan suatu hal. Tetapi persepsi dapat berdamai dan hidup berdampingan dengan perasaan dan emosi. Melalui persepsi kearifan memperoleh keyakinan yang semakin mendalam. Di sini orang mampu untuk membayangkan setiap kemungkinan dan mempertimbangkannya. Melalui persepsi orang tidak bertindak gegabah walau kadang harus berjalan lambat hingga saat mau memutuskan. Persepsi memiliki keengganan untuk mudah terjebak dalam penilaian yang gampangan terhadap kepastian yang salah (atau dianggap biasa dan benar oleh pandangan banyak orang). Orang yang bertahan dalam persepsi tidak mengaburkan saat berlogika, bahkan mampu untuk mengubah serta mengarahkan emosi dan perasaan pada prinsip yang lebih tepat. Perilaku yang salah kebanyakan disebabkan oleh kesalahan persepsi (paling tidak sebagiannya):

4

www.harefa.com

seperti bertahan pada tindakan arogansi, terpusan pada kepentingan diri sendiri, mudah berputus asa, bereaksi secara berlebihan, bertahan dalam ketergantungan, dll. Semua prinsip pertimbangan atas nilai-nilai seperti di atas memang perlu diolah, dilatih dan dikembangkan agar orang semakin dapat bertindak arif. Ada satu kunci penting yang diperlukan (dituntut) dalam diri sorang bijak guna memenuhi dan menghidupi kebijaksanaanya, yaitu kerendahan hati. Kerendahan hati mengajak kita untuk pertama-tama mengenal diri sendiri, baik dari segi kelebihan maupun kekuranganya. Kerendahan hati selalu mau menyadarkan bahwa kekuatan atau kearifan juga masih terbatas. Kearifan harus tahu diri dalam arti sebenarnya. Dalam diri seseorang harus tetap memiliki sikap realistik terhadap dunia sekitar dan dibarengi sikap kritis terhadap diri sendiri. Tanggung jawab diri (moral) memuntut agar kita terus mengutamakan kearifan yang membela keadilan, berorientasi pada martabat manusia dan supaya semua orang dapat hidup bahagia. Nilai-nilai inilah yang menjadi panggilan dan perjuangan setiap orang bijak. Dimana kebodohan menjadi kebahagiaan maka ketololan yang menjadi kearifan.10) Tidak dapat ditawar lagi kalau keutamaan kearifan harus bertumbuh di atas kerendahan hati. Tugas kearifan bukan hanya memperhatikan nilai-nilai yang bersifat rohani, tetapi juga mengakui kehendak Allah yang terealisir dalam sikap serta tindakan-tindakan pada dunia nyata. Di situlah nilai-nilai keutamaan kristiani ini secara aktif sesuai dalam mengadapi rencana Tuhan. Kearifan yang seseuai dengan keinginan Allah bertugas memenuhi tuntutan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Kearifan menuntun seseorang untuk dengan benar dan terus terang memilih tindakan-tindakan konkret, atas pertimbangan moral dan religius. Jika seseorang melakukan kesalahan, karena sungguh kurang memahami dan mengetahui duduk masalah dengan baik, maka dia tidak dapat langung dituding sebagai orang berdosa (Lukas 5:38-48).11) Mengingat ciri keutamaan ini bersifat umum perwujudan dan penyempurnaan keutamaan, maka kearifan memiliki keistimewaan sebagai unsur integral dalam stuktur setiap keutamaan yang ada. Pembentukan dan pembudayaan keutamaan ini menuntut latihan yang berkesinambungan dalam praksis hidup sehari-hari. Dalam hal ini peran Roh Kudus tidak diabaikan. Hanya mereka yang hidupnya hidupnya mampu bekerja sama dengan Roh Kudus yang bisa memperoleh dan mempertahankan kearifan. Pribadi yang mau membuka diri untukFranz Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral (Franz Magnis Suseno, Etika (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 149-150. 11) Chang, Menggali, hlm. 37.10)

5

www.harefa.com

memperoleh penerangan dan bimbingan Roh Kudus baru bisa dikatakan memiliki bobot dan pancaran cahaya kearifan sejati yang membias pada semua orang. (Kebijaksanaan 8:4).12)

================================================== Sumber Kepustakaan:Chang, William, Menggali Butir-Butir Keutamaan. Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Edward de Bono, Buku Tentang Kearifan : Dalam Kehidupan, Kearifan Lebih Penting Daripada Kepintaran (Judul asli: Text Book of Wisdom). Jakarta: Delapratasa, 1997.

Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius, 1988.

12)

Ibid.

6

HIDUP ARIF DALAM IMANKearifan penting dimiliki oleh setiap orang. Kearifan menunjukkan kualitas seseorang, sehingga dihargai dan dihormat oleh orang lain. Namun mengapa tidak semua orang memiliki kearifan. Benarkah kearifan tidak mucul dengan sendirinya pada diri manusia. Kata orang kearifan lahir berkat relasi pribadi dengan dunia di sekitarnya. Apa kriteri kearifan dan bagaimana memperolehnya? Samakah kearifan dengan kepintaran? Bisakah seorang yang tidak beriman memiliki kearifan? Atau sebaliknya dapatkah kita andaikan kalau seorang beriman itu pasti memiliki kearifan? Apakah benar kalau sebuah kearifan (kebijaksanaa) identik hadir dalam diri seseorang seiring dengan bertambahnya umur? Walaupun tidak semua, terkadang kita perpandangan bahwa orang-orang yang lebih tua diyakini akan lebih mampu (arif) dalam memberikan pertimbangan atau nasihat kepada kaum muda. Boleh jadi karena pertimbangan dan saran yang mereka tawarkan akurat, disertai suatu pemahaman yang luas dan mendalam. Untuk memutuskan suatu perkara, mereka tidak terlampau terburu-buru (gegabah). Sebaliknya kerap menawarkan pandangan atau pertimbangan yang seimbang, terumus dan terjawab dengan sangat praktis. Keputusan mereka tidak telalu dogmatis, tetapi lebih toleran. Mereka mampu melihat masalah dengan cara yang berbeda tidak hanya dari satu sudut pandang. Dan mereka mencoba menawarkan beberapa alternatif agar tidak tertutup pada suatu pandangan yang ekstrim. Memang kearifan merupakan suatu persoalan bagaimana menjadi tua dan menjadi "lebih bijaksana". Ada benarnya sebuah perumpamaan yang mengatakan bahwa anggur yang baik menjadi ranum dan matang bersama usianya. Sebab setiap orang tidak dapat mempercepat proses penuaan anggur atau dirinya sendiri.1) Semakin bertambah usia, orang diharapkan semakin mengetahui mengalami dan menghidupi banyak hal. Kita telah mempelajari lebih banyak hal, termasuk melakukan kesalahan di

dalamnya. Penting bagi setiap kita untuk menyediakan waktu lebih lama guna merefleksikan seluruh perjalanan hidup kita selama ini. Barangkali secara sederhana "kearifan" adalah sikap

yang didasari oleh kerendahan hati dan kemurahan hati untuk menerima dan membagikan sejumlah hikmah dari pengalaman hidup seiring perjalanan umur kita masing-masing. Kita1)

Edward de Bono, Buku Tentang Kearifan: Dalam Kehidupan, Kearifan Lebih Penting Daripada Kepintaran, (Jakarta: Delapratasa, 1997), hlm. 6.

1

yakin untuk menjadi bijaksana orang tidak harus menunggu sampai menjadi tua. Ada sejumlah prinsip umum, pedoman dan bahkan "alat berpikir" yang dapat membantu kita menjadi lebih bijaksana. Kearifan sebagai keutamaan tidak mesti selalu digali dari pengalaman diri sendiri. Kita juga dapat berusaha memperolehnya melalui pengalaman orang lain. Melalui interaksi dari keduanyalah setiap orang melatih dan membina diri secara tekun dari waktu ke waktu hingga menjadi manusia yang di kehendaki masyarakat dan Sang Pencipta.2) Kini kita mulai dapat bertanya bahkan protes dengan mulai meragukan pandangan sederhana yang menyamakan kearifan dengan usia (jenggot ubanan yang panjang). Sebab pada

kenyatannya dijumpai orang lebih tua yang tidak bijaksana sama sekali. Kita sebaliknya bisa menemukan dan mengagumi beberapa orang muda yang memiliki "bijaksanaan melebihi usia orang yang lebih tua darinya".3) Kearifan adalah sifat "bijaksana" yang ditunjukkan oleh seseorang. Kearifan sebagai suatu keutamaan disadari memiliki ciri-ciri umum, dan dapat merembes ke semua bidang kehidupan. Definisi tentang kearifan walau menuntut perwujudan tindakan yang praktis, tetapi untuk pendefinisiannya tidak memiliki nilai praktis. Sepintas terkesan hanya merupakan ungkapan permainan kata-kata. Oleh karena itu definisi kearifan kerap ditampakan dan dirumuskan secara kurang memuaskan. Memang harus diakui kalau persepsi mengenai keutamaan ini cukup kompleks, terdiri dari gabungan citra, cifat, perilaku yang berbeda-beda dan lain sebagainya.4) Kita perlu membedakan antara kepintaran dan kearifan. Kearifan sama sekali tidak sama dengan kepintaran. Banyak orang terkenal yang dikenal melalui bidang keahliannya (bahkan telah memenangkan hadiah Nobel), tetapi tidak "bijaksana" di luar bidang studi mereka. Kepintaran diandaikan sebuah lensa fokus yang sangat tajam. Kearifan lebih seperti sebuah lensa yang bersudut luas.5) Dengan cara yang sama, kearifan bukanlan fungsi kecerdasan. Banyak orang yang

pendidikannya sederhana sangat bijaksana daripada mereka yang telah belajar banyak dari buku. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa "kehidupanlah" yang telah mengajarkan banyak hal tentang kearifan seseorang.

2) 3)

Ibid. Ibid., hlm.7. 4) Ibid., hlm. 15; Bdk. William Chang, Menggali Butir-Butir Keutamaan (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 36. 5) Ibid., hlm. 8.

2

Kearifan adalah lebih mengenai perspektif dari pada mengenal rincian. Kepintaran adalah mengenai bagaimana kita mendapatkan informasi dan bagaimana kita menggunakan informasi. Kearifan adalah mengenai bagaimana informasi tersebut menyesuaikan dengan dunia sekitar dan nilai kehidupan kita sendiri.6) Kepintaran adalah seperti mengetahui, secara teknis, bagaimana cara memasak makanan yang luar biasa. Kearifan adalah seperti mendesain makanan agar cocok dengan bahan yang tersedia dan juga 'kena' dengan selera yang diinginakan pada saat itu. Kepintaran adalah seperti memiliki sebuah perpustakaan yang penuh dengan buku. Kearifan adalah mengetahui buku mana yang perlu dibaca pada saat itu. Kearifan adalah seni dengan hal mana persepsi menata pengalaman untuk memenuhi nilai yang kita perjuangkan.7) Ajaran tradisional kristiani dengan sangat jelas menunjukkan bagaimana ajaran moral kristiani hanya dapat dipahami oleh mereka yang memiliki kearifan. Manusia arifllah yang mampu menyadari dan menghargai saat-saat berahmat dari Tuhan. Dengan segenap hati, orangorang arif mempersiapkan kedatangan "si pengantin" pada waktu yang tidak terduga sebelumnya (Matius 25:1-13). Hidup arif berusaha memahami isi hati dan pikiran segala

makhluk ciptaan yang ada di sekitarnya, jujur dan setia terhadap nilai keilahian yang diperjuankanya (Lukas 22:63-71). Kearifan menunjuk sikap dasar manusia yang selalu berada dalam pengharapan akan nilai-nilai yang utama dalam hidupnya dan dalam kerjasama pasrah pada penyelenggaraan ilahi.8) Kearifan dipandang perlu memperhatikan (menghiraukan) prinsip-prinsip nilai sebagai berikut9): Kesadaran: Membangun kesadara dalam melihat bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai yang berbeda yang muncul dalam setiap situasi. Ada nilai yang jelas dan ada nilai yang harus dicari. Setiap nilai perlu dilihat secara positif dan dikenali dalam pikiran. Ketika nilai telah ditemukan, hendaklah dijaga, dirawat dan dimanfaatkan seoptimal mungkin dan digunakan secara bertanggung jawab. Dengan demikian hidup akan dijalankan dengan penuh semangat, dinikmati dengan segenap keyakinan, hidup dirasa lebih mudah dan dilihat dengan penuh kepastian.

6) 7)

Ibid. Ibid. 8) Chang, Menggali, hlm. 36. 9) Bono, Buku, hlm. 99 dan 149-210.

3

Nilai yang paling penting: Kearifan sebagian besar adalah tentang persepsi yang meluas. Sebagian besar kesalahan dalam berpikir adalah kesalahan saat membuat persepsi. Orang kerap melihat kenyataan sebagai situasi, sehingga terlalu cepat memutuskan pekara. Tidak semua nilai sama pentingnya. Sebagian dapat dikatakan penting, dan yang lain bisa saja tidak penting. Nilai yang dilihat penting perlu dikembangkan secara luas. Kata "luas" dapat dilihat dari beberapa arti. Luas dalam arti pertama adalah lebar, yaitu keluasan kita dalam melihat. Ini berarti membuat suatu pertimbangan terhadap faktor yang berbeda, orang yang berbeda, nilai yang berbeda dan kebutuhan yang berbeda. Luas yang ke dua memiliki arti kedalaman, yaitu mampu menimbang atas dasar pengalaman sebelumnya dan melihat prospek cerah ke masa depan dengan segala konsekuensinya. Luas yang ketiga adalah kekayaan, yaitu mencoba membuka alternatif dan cara yang berbeda tentang hal-hal yang ada. Bisa saja dengan melihat atau lewat bantuan dari sudut pandang orang lain yang berbeda-beda. Setelah itu, kita kembali mencoba memunculkan beberapa alternatif yang berasal dari diri sendiri. Dalam hal ini tentu dituntut untuk lebih aktif dan kreatif menghasilkan tindakan atau formulasi yang lebih baru. Desain: Desain bertujuan memenuhi nilai-nilai. Lewat suatu desain orang berusaha memenuhi atau menggabungkan nilai-nilai sendiri dan nilai dari orang lain (yang berbeda) dengan cara yang lebih praktis. Persepsi: Lewat persepsi orang memberi penekanan tentang pentingnya suatu nilai. Bernilainya suatu hal bukan berdasarkan apa yang dilihat oleh otak atau berdasarkan proses pemikiran. Jika persepsi salah, maka tidak ada keutamaan logika yang memberi jawaban yang benar di dalamnya. Peran logika hanya terbatas pada kelurusan pemikiran. Sulit untuk berdamai atau tidak bisa merubah emosi dan perasaan yang kerap bercampur baur saat hendak memutuskan suatu hal. Tetapi persepsi dapat berdamai dan hidup berdampingan dengan perasaan dan emosi. Melalui persepsi kearifan memperoleh keyakinan yang semakin mendalam. Di sini orang mampu untuk membayangkan setiap kemungkinan dan mempertimbangkannya. Melalui persepsi orang tidak bertindak gegabah walau kadang harus berjalan lambat hingga saat mau memutuskan. Persepsi memiliki keengganan untuk mudah terjebak dalam penilaian yang gampangan terhadap kepastian yang salah (atau dianggap biasa dan benar oleh pandangan banyak orang). Orang yang bertahan dalam persepsi tidak mengaburkan saat berlogika, bahkan mampu untuk mengubah serta mengarahkan emosi dan perasaan pada prinsip yang lebih tepat. Perilaku yang salah kebanyakan disebabkan oleh kesalahan persepsi (paling tidak sebagiannya):

4

seperti bertahan pada tindakan arogansi, terpusan pada kepentingan diri sendiri, mudah berputus asa, bereaksi secara berlebihan, bertahan dalam ketergantungan, dll. Semua prinsip pertimbangan atas nilai-nilai seperti di atas memang perlu diolah, dilatih dan dikembangkan agar orang semakin dapat bertindak arif. Ada satu kunci penting yang diperlukan (dituntut) dalam diri sorang bijak guna memenuhi dan menghidupi kebijaksanaanya, yaitu kerendahan hati. Kerendahan hati mengajak kita untuk pertama-tama mengenal diri sendiri, baik dari segi kelebihan maupun kekuranganya. Kerendahan hati selalu mau menyadarkan bahwa kekuatan atau kearifan juga masih terbatas. Kearifan harus tahu diri dalam arti sebenarnya. Dalam diri seseorang harus tetap memiliki sikap realistik terhadap dunia sekitar dan dibarengi sikap kritis terhadap diri sendiri. Tanggung jawab diri (moral) memuntut agar kita terus mengutamakan kearifan yang membela keadilan, berorientasi pada martabat manusia dan supaya semua orang dapat hidup bahagia. Nilai-nilai inilah yang menjadi panggilan dan perjuangan setiap orang bijak. Dimana kebodohan menjadi kebahagiaan maka ketololan yang menjadi kearifan.10) Tidak dapat ditawar lagi kalau keutamaan kearifan harus bertumbuh di atas kerendahan hati. Tugas kearifan bukan hanya memperhatikan nilai-nilai yang bersifat rohani, tetapi juga mengakui kehendak Allah yang terealisir dalam sikap serta tindakan-tindakan pada dunia nyata. Di situlah nilai-nilai keutamaan kristiani ini secara aktif sesuai dalam mengadapi rencana Tuhan. Kearifan yang seseuai dengan keinginan Allah bertugas memenuhi tuntutan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Kearifan menuntun seseorang untuk dengan benar dan terus terang memilih tindakan-tindakan konkret, atas pertimbangan moral dan religius. Jika seseorang melakukan kesalahan, karena sungguh kurang memahami dan mengetahui duduk masalah dengan baik, maka dia tidak dapat langung dituding sebagai orang berdosa (Lukas 5:38-48).11) Mengingat ciri keutamaan ini bersifat umum perwujudan dan penyempurnaan keutamaan, maka kearifan memiliki keistimewaan sebagai unsur integral dalam stuktur setiap keutamaan yang ada. Pembentukan dan pembudayaan keutamaan ini menuntut latihan yang berkesinambungan dalam praksis hidup sehari-hari. Dalam hal ini peran Roh Kudus tidak diabaikan. Hanya mereka yang hidupnya hidupnya mampu bekerja sama dengan Roh Kudus yang bisa memperoleh dan mempertahankan kearifan. Pribadi yang mau membuka diri untukFranz Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral (Franz Magnis Suseno, Etika (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 149-150. 11) Chang, Menggali, hlm. 37.10)

5

memperoleh penerangan dan bimbingan Roh Kudus baru bisa dikatakan memiliki bobot dan pancaran cahaya kearifan sejati yang membias pada semua orang. (Kebijaksanaan 8:4).12)

================================================== Sumber Kepustakaan:Chang, William, Menggali Butir-Butir Keutamaan. Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Edward de Bono, Buku Tentang Kearifan : Dalam Kehidupan, Kearifan Lebih Penting Daripada Kepintaran (Judul asli: Text Book of Wisdom). Jakarta: Delapratasa, 1997.

Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius, 1988.

12)

Ibid.

6