Mid Prof Amran

Embed Size (px)

Citation preview

NAMA:ANDI ULFAH MAGEFIRAH RASYIDNIM:P2500213411PROGRAM STUDI:FARMASIKONSENTRASI:FARMASI KLINIKMATA KULIAH:MANAJEMEN FARMASI KLINIK

PROGRAM PASCA SARJANA FARMASIUNIVERSITAS HASANUDDIN2014

PELAYANAN INFORMASI OBAT OLEH APOTEKER PADA PELAYANAN RESEP DI APOTEK

Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian disebutkan bahwa Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Fasilitas pelayanan kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, antara lain adalah apotek (1).Apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, dan sebagai sarana farmasi untuk melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat dan sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (2).Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar yang ada untuk menghindari terjadinya hal tersebut serta berupaya mencegah dan meminimalkan masalah yang terkait obat (Drug Related Problems) dengan membuat keputusan profesional untuk tercapainya pengobatan yang rasional (2).Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana (2). Dalam pelayanan apoteker di apotek pelayanan informasi obat dapat dilakukan pada pelayanan resep maupun pelayanan swamedikasi.Pelayanan informasi bagi pengunjung apotek merupakan salah satu bagian dari pelayanan farmasi, karena baik tenaga farmasi maupun pengunjung apotek memperoleh keuntungan dari kegiatan informasi. Pelayanan informasi mengenai obat sebagai salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap muka merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian. Hal ini adalah usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pengobatan bagi pengunjung apotek (3).Pelayanan informasi obat pada pelayanan resep di apotek, obat yang diberikan pada pelayanan resep tidak selalu disertai dengan kemasan yang memuat informasi obat, sehingga peran apoteker dalam hal ini sangat penting dalam menjamin tujuan dari pengobatan dan ketepatan penggunaan obat pada pasien untuk dapat memberikan hasil yang optimal melalui pelayanan informasi obat. Namun, pada pelaksanaan pelayanan informasi obat oleh apoteker pada pelayanan resep di apotek belum diketahui kesesuaian komponen informasi obat yang disampaikan dengan ketentuan yang ada (4).Pemberian informasi obat telah dilakukan dengan subyek asisten apoteker dan jarang dilakukan dengan subyek apoteker, sehingga subyek apoteker sebagai pelaksana pelayanan informasi obat pada pelayanan resep di apotek harus sesuai dengan ketentuan yang ada. Komponen pelayanan informasi obat yang disampaikan oleh responden (apoteker) pada pelayanan resep belum seluruhnya disampaikan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang ada. Ketidaklengkapan komponen pelayanan informasi yang diberikan dapat disebabkan karena responden (apoteker) mempunyai persepsi bahwa komponen pelayanan informasi obat yang disampaikan tergantung pada jenis obat yang ada pada resep dan tingkat kepentingan informasi tersebut untuk disampaikan kepada pasien. Pada sebagian apotek jenis resep yang masuk ke apotek bervariasi dan ada yang sama, sehingga apoteker menyaring informasi obat yang harus diberikan kepada pasien berdasarkan obat yang diterima. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah seberapa penting informasi tersebut diperlukan oleh pasien, misalnya responden (apoteker) tidak memberikan informasi efek samping pada semua obat karena apabila diberikan pada seluruh obat maka pasien akan cenderung takut untuk minum obat., informasi efek samping hanya diberikan pada obat golongan NSAID yang sering menyebabkan nyeri lambung. Selain itu, adanya hambatan pada saat pelayanan informasi obat yang dapat berpengaruh pada komponen pelayanan informasi obat yang disampaikan oleh responden (apoteker) kepada pasien pada saat pelayanan resep (4).Selain itu, komponen pelayanan informasi obat yang paling banyak disampaikan oleh responden (apoteker) pada tiap apotek adalah cara pemakaian, lama pengobatan, frekuensi pemakaian obat, dan dosis obat. Menurut ketentuan yang ada, Apoteker harus memberikan informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas yang harus dihindari selama terapi, makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (2, 4).Berdasarkan teori perilaku menunjukkan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam memengaruhi tindakan seseorang. Hubungan antara pengetahuan dan kebutuhan informasi obat tidak bermakna, mungkin menunjukkan bahwa pengunjung apotek mengetahui tentang informasi obat tetapi tidak membutuhkan karena kemungkinan apoteker tidak ada di apotek. Hal ini merupakan suatu tantangan dan keharusan bagi setiap apoteker untuk lebih bekerja keras dalam menunjukkan eksistensinya di apotek kepada masyarakat yang membutuhkan. Apoteker harus menunjukkan bahwa profesi farmasi itu ada, dan tugas yang penting adalah memenuhi hak-hak konsumen melalui pelayanan informasi obat. Pelayanan informasi obat dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan efek samping obat (3).Pemberian pelayanan informasi obat di apotek telah dapat meningkatkan perubahan sikap seseorang menjadi lebih baik dengan bertindak untuk mau meminta atau menjalaninya. Sehingga salah satu faktor yang berhubungan dengan kepatuhan seseorang adalah penyuluhan langsung perorangan sebagai faktor untuk meningkatkan pengetahuan dan membentuk sikap yang positif (3).Sebagai upaya agar para apoteker pengelola apotek dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian yang profesional, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Adapun tujuan dikeluarkan standar tersebut adalah sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi, melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, serta melindungi profesi dalam menjalankan praktek (2). Untuk meningkatkan kualitas pelayanan informasi obat pada pelayanan resep di apotek dapat dilakukan dengan membuat dan melaksanakan prosedur tetap atau Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam pelayanan informasi obat. yaitu (a) memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis, (b) melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk memberikan informasi, (c) menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis, (d) mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi pasien, dan (e) mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat (2).

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2009. Pekerjaan Kefarmasian. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.2. Anonim. 2004. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.3. Abdullah, N.A., Andrajati, R., dan Sudibyo Supardi. 2010. Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung Apotek Terhadap Informasi Obat di Kota Depok. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 3443524. Sidharta, B., dkk. 2013. Profil Komponen Pelayanan Informasi Obat oleh Apoteker pada Pelayanan Resep di Apotek Kecamatan Klojen Kota Malang. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.