Upload
anang-widigdyo
View
219
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hfh
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Ternak kambing khususnya kambing Peranakan Ettawa (PE), merupakan salah satu sumberdaya
penghasil bahan makanan berupa daging dan susu yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dan
penting artinya bagi masyarakat. Seiring hal tersebut peternakan kambing memiliki peluang yang
cukup besar dengan semakin sadarnya masyarakat akan kebutuhan gizi yang perlu segera
dipenuhi.
Peternakan kambing dalam perkembanganya tidaklah semudah yang kita bayangkan. Banyak hal
yang menjadi masalah dalam perkembanganya, beberapa masalah tersebut adalah : (1)
pemeliharaan yang masih bersifat tradisional; (2) terbatasnya ketersediaan bakalan yang
merupakan pengeluaran terbesar dalam suatu proses produksi; (3) keterbatasan fasilitas yang
menimbulkan efek langsung pada proses produksi; (4) manajemen pakan yang kurang baik.
Berbekal dari pengalaman yang diperoleh dari Praktek Kerja Lapangan (PKL), mahasiswa dapat
mengetahui masalah yang timbul dan solusi yang diperlukan dalam proses tatalaksana
pemeliharaan ternak serta lebih siap dalam menghadapi dunia kerja. Selain itu, mahasiswa
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berharga dalam tatalaksana pemeliharaan ternak
yang baik.
Tujuan dari PKL ini adalah untuk belajar bekerja secara langsung dalam pengelolaan usaha
peternakan kambing PE yang ditekankan pada tatalaksana pemeliharaan dan tata cara pemberian
pakan, serta pemberian vaksin atau pemberian obat pada ternak yang terkena penyakit di
peternakan kambing Peranakan Ettawa KUD/KTT Sumber Makmur Mayong, Jepara.
Manfaat yang diperoleh dari PKL adalah mahasiswa mampu merasakan dan menganalisa
masalah-masalah yang ada pada usaha peternakan kambing PE, yang pada gilirannya mampu
menerapkan strategi yang tepat untuk pemecahannya serta memberi tambahan informasi dan
wawasan ilmu pengetahuan di bidang peternakan. Selain itu, mahasiswa memiliki pengalaman
praktis dalam kegiatan pengelolaan peternakan kambing PE sebagai bekal kesiapan mahasiswa
dalam menghadapi dunia kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Beternak Kambing
Kambing banyak dipelihara oleh penduduk pedesaan (Mulyono, 2003). Dijelaskan lebih lanjut,
alasannya pemeliharaan kambing lebih mudah dilakukan daripada ternak ruminansia besar.
Kambing cepat berkembang biak dan pertumbuhan anaknya juga tergolong cepat besar. Menurut
Sarwono (2005), nilai ekonomi, sosial, dan budaya beternak kambing sangat nyata. Dijelaskan
lebih lanjut, besarnya nilai sumber daya bagi pendapatan keluarga petani bisa mencapai 14-25 %
dari total pendapatan keluarga dan semakin rendah tingkat per luasan lahan pertanian, semakin
besar nilai sumber daya yang diusahakan dari beternak kambing. Pendapatan dan nilai tambah
beternak kambing akan semakin nyata jika kaidah-kaidah usaha peternakan diperhatikan.
Kaidah-kaidah itu antara lain penggunaan bibit yang baik, pemberian pakan yang cukup dari segi
gizi dan volume, tatalaksana pemeliharaan yang benar, serta memperhatikan permintaan dan
kebutuhan pasar.
Kambing adalah hewan dwi guna, yaitu sebagai penghasil susu dan sebagai penghasil daging
(Williamson dan Payne, 1993). Kambing PE adalah bangsa kambing yang paling populer dan
dipelihara secara luas di India dan Asia Tenggara (Devendra dan Burns, 1994). Ciri-ciri kambing
PE adalah warna bulu belang hitam putih atau merah dan coklat putih, hidung melengkung,
rahang bawah lebih menonjol, jantan dan betina memiliki tanduk, telinga panjang terkulai,
memiliki kaki dan bulu yang panjang (Sosroamidjojo, 1991). Kambing PE telah beradaptasi
terhadap kondisi dan habitat Indonesia (Mulyono, 2003).
Mulyono dan Sarwono (2005) menyatakan, bila tata laksana pemeliharaan ternak kambing yang
sedang bunting atau menyusui dan anaknya baik, maka bobot anak kambing bisa mencapai 10-
14 kg/ekor ketika disapih pada umur 90-120 hari. Menurut Williamson dan Payne (1993), untuk
kambing pedaging ada kecenderungan menunda penyapihan untuk memberikan kesempatan
anak kambing memperoleh keuntungan yang maksimal dari susu induknya.
2.2. Sistem Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan secara ekstensif umumnya dilakukan di daerah yang mahal dan sulit untuk
membuat kandang, kondisi iklim yang menguntungkan, dan untuk daya tampung kira-kira tiga
sampai dua belas ekor kambing per hektar (Williamson dan Payne 1993). Sistem pemeliharaan
secara ekstensif, induk yang sedang bunting dan anak-anak kambing yang belum disapih harus
diberi persediaan pakan yang memadai (Devendra dan Burns, 1994). Rata-rata pertambahan
bobot badan kambing yang dipelihara secara ekstensif dapat mencapai 20-30 gram per hari
(Mulyono dan Sarwono, 2005).
Sistem pemeliharaan secara intensif memerlukan pengandangan terus menerus atau tanpa
penggembalaan, sistem ini dapat mengontrol dari faktor lingkungan yang tidak baik dan
mengontrol aspek-aspek kebiasaan kambing yang merusak (Williamson dan Payne 1993). Dalam
sistem pemeliharaan ini perlu dilakukan pemisahan antara jantan dan betina, sehubungan dengan
ini perlu memisahkan kambing betina muda dari umur tiga bulan sampai cukup umur untuk
dikembangbiakkan, sedangkan untuk pejantan dan jantan harus dikandangkan atau ditambatkan
terpisah (Devendra dan Burns, 1994). Pertambahan bobot kambing yang digemukkan secara
intensif bisa mencapai 100-150 gram per hari dengan rata-rata 120 gram per hari atau 700-1.050
gram dengan rata-rata 840 gram per minggu (Mulyono dan Sarwono, 2005).
Sistem pemeliharaan secara semi intensif merupakan gabungan pengelolaan ekstensif (tanpa
penggembalaan) dengan intensif, tetapi biasanya membutuhkan penggembalaan terkontrol dan
pemberian pakan konsentrat tambahan (Williamson dan Payne 1993). Menurut Mulyono dan
Sarwono (2005), pertambahan bobot kambing yang digemukkan secara semi-intensif, rata-rata
hanya 30-50 gram per hari.
2.3. Pakan
Menurut Sarwono (2005), kambing membutuhkan hijauan yang banyak ragamnya. Kambing
sangat menyukai daun-daunan dan hijauan seperti daun turi, akasia, lamtoro, dadap, kembang
sepatu, nangka, pisang, gamal, puteri malu, dan rerumputan. Selain pakan dalam bentuk hijauan,
kambing juga memerlukan pakan penguat untuk mencukupi kebutuhan gizinya. Pakan penguat
dapat terdiri dari satu macam bahan saja seperti dedak, bekatul padi, jagung, atau ampas tahu dan
dapat juga dengan mencampurkan beberapa bahan tersebut. Sodiq (2002) menjelaskan, ditinjau
dari sudut pakan, kambing tergolong dalam kelompok herbivora, atau hewan pemakan
tumbuhan. Secara alamiah, karena kehidupan awalnya di daerah-daerah pegunungan, kambing
lebih menyukai rambanan (daun-daunan) daripada rumput. Menurut Kartadisastra (1997),
kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan, dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi.
Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase
(pertumbuhan, dewasa, bunting atau menyusui), kondisi tubuh (sehat, sakit), dan lingkungan
tempat hidupnya (temperatur dan kelembaban nisbi udara).
Pakan sangat dibutuhkan oleh kambing untuk tumbuh dan berkembang biak, pakan yang
sempurna mengandung kelengkapan protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin dan mineral
(Sarwono, 2005). Pemberian pakan dan gizi yang efisien, paling besar pengaruhnya dibanding
faktor-faktor lain, dan merupakan cara yang sangat penting untuk peningkatan produktivitas
(Devendra dan Burns, 1994).
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1. Lokasi dan Waktu
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan mulai tanggal 1 sampai 30 Agustus 2007. Lokasi
kegiatan PKL ini adalah KUD/KTT Sumber Makmur Mayong, Jepara.
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam PKL ini adalah partisipasi aktif dalam proses pemeliharaan dan
observasi secara langsung yaitu dengan mengamati proses pemeliharaan di peternakan. Kegiatan
yang dilakukan dalam PKL ini antara lain tatalaksana pengumpulan dan pemberian pakan serta
pengelolaan ternak.
Kegiatan pengumpulan dan pemberian pakan ini meliputi : (1) Mengikuti kegiatan dalam
pengumpulan pakan di gudang pakan; (2) Mengetahui harga bahan pakan; (3) Mengikuti proses
pembuatan konsentrat serta mengetahui komposisi bahan pakan dalam konsentrat; (4)
Menimbang pakan konsentrat maupun hijauan yang diberikan untuk ternak dan sisa pakan besok
harinya (untuk mengetahui jumlah pakan yang dikonsumsi); (5) Melakukan kegiatan dalam
pemberian pakan yang diberikan untuk ternak, serta pemberian obat-obatan dan vitamin.
Kegiatan pengelolaan ternak ini meliputi : (1) Mengikuti kegiatan yang dilakukan dalam
pemeliharaan atau pengelolaan ternak; (2) Mengetahui cara pencatatan atau recording pada
ternak; (3) Mengikuti kegiatan sanitasi ternak dan kandang; (4) Melakukan pengobatan pada
ternak yang sakit; (5) Melakukan penimbangan ternak pada awal dan akhir PKL untuk
mengetahui pertambahan bobot badan harian (PBBH) ternak.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum
Lokasi KUD/KTT Sumber Makmur terletak di Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara.
Kecamatan Mayong memiliki batas wilayah di sebelah Barat dan Selatan berbatasan langsung
dengan Kabupaten Kudus, sebelah Timur dengan Kecamatan Margoyoso dan sebelah Barat
dengan Kecamatan Welahan.
Kecamatan Mayong terletak pada ketinggian 300 meter dari permukaan air laut dengan curah
hujan rata-rata 1.440 mm/tahun. Rata-rata suhu di Kecamatan Mayong adalah 25-32 °C.
Kecamatan Mayong termasuk daerah tropis seperti yang dinyatakan oleh Williamson dan Payne
(1993), bahwa daerah tropis memiliki suhu yang konstan, suhu musiman rata-rata bervariasi
sekitar 27 0C. Suhu yang ada di daerah tropis cukup nyaman untuk kambing PE. Hal ini seperti
yang dinyatakan oleh Devendra dan Burns (1994), bahwa populasi kambing di daerah tropis
yang lebih tinggi dari pada di daerah lain mencerminkan bahwa ternak ini dapat diterima dengan
baik di beberapa tempat di daerah tropis. Kambing Peranakan Ettawa telah beradaptasi terhadap
kondisi dan habitat Indonesia (Mulyono, 2003).
4.2. Keadaan Umum Peternakan
Peternakan kambing di KUD/KTT Sumber Makmur didirikan pada tahun 1999 di Kecamatan
Mayong, Kabupaten Jepara, dengan badan Hukum nomor 105/17 H/KWK. 11-12/01/99. Usaha
peternakan ini diawali dari usaha simpan pinjam antar anggota dan sekarang sudah mempunyai
60 anggota. Jumlah kambing yang ada sampai sekarang sebanyak 82 ekor dengan rincian
kambing jantan 17 ekor, betina 63 ekor dan cempe sebanyak 2 ekor. Sebagian besar kambing
dipelihara menjadi satu atau dalam kandang koloni dan sebagian lagi diberikan kepada anggota
dengan sistem kemitraan. Perbandingan keuntungan yang didapat dari sistem kemitraan antara
anggota dengan pengurus adalah induk diberikan kepada anggota koperasi dan setelah induk
tersebut mempunyai anak, lalu anaknya sebanyak dua ekor (betina) lepas sapih diberikan kepada
pengurus, tanpa adanya batas waktu yang ditentukan oleh pengurus kepada anggota.
Luas lahan yang dimiliki peternakan ini adalah 1.569 m2, yang digunakan untuk kandang ternak
169 m2 dan untuk lahan pakan 1.400 m2. Lokasi perkandangan dengan pemukiman penduduk
berjarak ± 5 m, sedangkan untuk jarak dengan sumber air ± 4,5 m. Ketersediaan lahan hijauan
yang termasuk kecil ini, sudah dapat mencukupi kebutuhan pakan ternak. Lahan untuk kandang
kambing sudah cukup untuk menampung kambing yang dimiliki di peternakan ini. Apabila
kandang tidak mencukupi, maka kambing akan di titipkan kepada anggota koperasi. Menurut
Blakely dan Blade (1998), kambing memiliki sifat yang unik, karena mudah dipelihara dan
hanya memerlukan lahan yang tidak luas serta sangat tangguh.
Jumlah pekerja di peternakan ini sebanyak 1 orang, yang bertugas penuh mulai dari pengadaan
pakan, pemberian pakan sampai sanitasi. Tenaga kerja berasal dari daerah Salatiga. Gaji pekerja
Rp. 800.000,- per bulan. Kegiatan yang dilakukan setiap hari adalah mengambil rumput di
ladang, memberi pakan rumput dan konsentrat, membersihkan sisa pakan di palung pakan dan
setiap satu minggu sekali membersihkan feses di lantai kandang. Pekerja kandang bekerja dari
jam 07.00 – 17.00 WIB, dengan masa istirahat selama 1 jam yaitu jam 12.00-13.00 WIB setiap
harinya dan tanpa ada hari libur. Biasanya, semua anggota koperasi selalu membantu.
Tipe kandang yang dimiliki di KUD/KTT Sumber Makmur merupakan tipe kandang panggung,
sehingga ternak tidak langsung bersentuhan dengan lantai bawah kandang, akibatnya ternak tidak
mudah terserang penyakit. Menurut Mulyono (2003), kandang panggung merupakan kandang
yang konstruksinya dibuat panggung atau di bawah lantai kandang terdapat kolong untuk
menampung kotoran. Kolong dapat menghindari kebecekan, menghindari kontak dengan tanah
yang mungkin tercemar penyakit, dan memungkinkan ventilasi kandang yang lebih bagus.
Kandang di KUD/KTT Sumber Makmur mempunyai konstruksi yang kuat. Dinding kandang
terbuat dari kayu yang disusun sedemikian rupa, supaya sinar matahari dapat masuk, dengan
tiang penyangga yang terbuat dari kayu balok dan lantai yang disusun untuk memudahkan dalam
sanitasi (Ilustrasi 1). Hal ini sesuai pendapat Devendra dan Burns (1994) yaitu, apapun tipe
kandang, kandang itu harus mendapat cukup sinar matahari, ventilasi serta drainasi yang baik
dan mudah untuk dibersihkan. Dinding kandang di KUD/KTT Sumber Makmur mempunyai
tinggi 1,4 m, sehingga ternak mudah bergerak. Tinggi palung 33 cm, sehingga ternak merasa
nyaman, dan mudah mencapai pakan di palung. Ukuran kandang setiap ekor kambing di
KUD/KTT Sumber Makmur memiliki luas 1 x 1,5 m, hal ini sesuai dengan pendapat
Sosroamidjojo (1991), kambing adalah ternak kecil yang relatif membutuhkan tempat yang
memudahkan untuk bergerak, karena kambing mempunyai temperamen yang selalu bergerak.
Untuk seekor kambing dewasa dibutuhkan 1 x 1,5 m2.
Ilustrasi 1. Kandang di KTT/KUD Sumber Makmur.
Atap kandang di KUD/KTT Sumber Makmur mempunyai ketinggian 2,60 m dan terbuat dari
asbes. Ketinggian atap yang cukup tinggi ini bertujuan agar sirkulasi udara dalam kandang dapat
berjalan lancar, sedangkan penggunan asbes untuk atap karena pemasangannya praktis dan tidak
memerlukan waktu yang lama. Menurut Devendra dan Burns (1994), bahan atap harus dapat
memberikan perlindungan yang efektif terhadap radiasi matahari. Dijelaskan lebih lanjut, bagian
pinggiran atap bagian bawah harus panjang (hingga 1 meter) untuk mencegah hempasan air
hujan pada sisi-sisinya.
Konstruksi lantai yang diterapkan di KUD/KTT Sumber Makmur cukup baik, dengan lantai
panggung dari kayu dengan celah ± 1,5 cm, sehingga kaki ternak tidak terperosok dan kotoran
dapat jatuh ke bawah. Kolong berlantai beton, sebagai tempat penampung urin serta feses untuk
sementara (Ilustrasi 2). Tinggi lantai kandang dengan lantai kolong 90 cm. Menurut Devendra
dan Burns (1994), dengan adanya temperatur dan curah hujan yang tinggi di daerah tropis dan
kerentanan kambing terhadap lantai basah serta serangan parasit, maka kandang kambing yang
paling praktis adalah lantainya dibuat agak lebih tinggi dari tanah dan lantainya harus kuat dan
tahan lama.
Ilustrasi 2. Kontruksi Lantai Kolong.
4.3. Sistem Pemeliharaan
KUD/KTT Sumber Makmur menggemukan kambing PE jantan untuk penghasil daging dan
memelihara kambing PE betina untuk induk, sebagai penghasil anak. Bakalan untuk digemukkan
pada awalnya dibeli di pasar hewan. Pemilihan bakalan dilakukan dengan cara melihat cirinya
yang mendekati Ettawa yaitu warna bulu belang hitam putih atau merah dan coklat putih, hidung
melengkung, rahang bawah lebih menonjol, jantan dan betina memiliki tanduk, telinga panjang
terkulai, memiliki kaki dan bulu yang panjang (Ilustrasi 3) dan kesehatannya. Contoh bakalan
yang dipilih dapat dilihat pada Ilustrasi 4. Menurut Murtidjo (2001) pemilihan bakalan kambing
yang akan dipelihara oleh peternak tergantung dari selera peternak dan kemampuan modal yang
dimiliki. Syarat bakalan kambing yang baik adalah sehat, usia muda, dan tidak terkena penyakit.
Ilustrasi 3. Kambing PE Jantan.
Sistem pemeliharaan yang digunakan di KUD/KTT Sumber Makmur adalah sistem pemeliharaan
secara intensif yaitu menempatkan kambing dalam kandang terus-menerus, sehingga
memudahkan dalam pemberian pakan dan pemantauan kesehatan ternak. Menurut Williamson
dan Payne (1993), sistem ini dapat mengontrol faktor lingkungan yang tidak baik dan
mengontrol aspek-aspek kebiasan kambing yang merusak.
Ilustrasi 4. Anak Kambing yang Dipilih untuk Bakalan.
Untuk memudahkan dalam pengontrolan ternak, di KUD/KTT Sumber Makmur sudah mulai
melakukan rekording pada ternak. Kegiatan ini dilakukan untuk memudahkan dalam pengelolaan
atau pemeliharaan ternak. Hal-hal yang dicatat dalam kartu rekording antara lain jenis kelamin,
nomor ternak, penyakit, umur, keadaan ternak dan jenis pakan yang diberikan. Rekording di
peternakan ini masih banyak kekurangannya, antara lain belum ada data tentang induk ternak,
kebuntingan, dan cara perkawinan (IB atau alami)..
4.4. Pakan
Pakan yang diberikan berupa konsentrat dan hijauan segar yang berupa rumput lapangan dan
daun ketela pohon. Pakan hijauan segar diberikan dua kali sehari pada pukul 09.00 WIB dan
pukul 14.00 WIB secara terbatas. Pemberian pakan konsentrat dilakukan pada pukul 13.00 WIB
dan pukul 17.00 WIB secara ad libitum, yaitu pakan yang selalu tersedia.
Konsentrat yang digunakan oleh KUD/KTT Sumber Makmur adalah buatan sendiri. Bahan baku
untuk pembuatan konsentrat diperoleh dari anggota yang juga adalah seorang pengusaha
penggilingan padi. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan konsentrat pada waktu PKL
yaitu : bekatul padi, garam, dan tetes tebu (Ilustrasi 5). Hijauan pakan yang diberikan berupa
rumput lapangan dan daun ketela pohon yang diperoleh dari lahan setempat. Khusus untuk daun
ketela pohon, sebelum diberikan ternak terlebih dahulu dijemur agar ternak tidak keracunan
(Ilustrasi 6). Hal ini disebabkan karena daun ketela pohon mengandung HCN atau Asam Sianida
(Akoso, 1996). Rumput lapangan dan daun ketela pohon diberikan di dalam palung pakan.
Menurut Setiawan dan Tanius (2003), untuk memenuhi kebutuhan pakan setiap hari kambing
diberi pakan berupa konsentrat, rumput dan dedaunan. Dijelaskan lebih lanjut, semakin banyak
jenis pakan yang diberikan akan semakin baik, karena sifat saling melengkapi diantara bahan-
bahan pakan tersebut. Volume pemberian hijauan berbeda-beda berdasarkan bobot hidup dan
status fisiologis kambing yang bersangkutan (Sarwono, 2005).
Ilustrasi 5. Penyampuran Konsentrat
Pakan yang diberikan berupa daun ketela pohon, rumput lapangan dan bekatul padi, karena
mudah didapatkan dan murah. Selain itu, dari beberapa percobaan, pakan ini lebih cocok
diberikan untuk kambing atau ternak kambing lebih menyukainya. Pada awalnya, peternak
pernah mencoba memberi kambing dengan pakan jerami fermentasi, namun ternak cenderung
tidak menyukainya.
Konsumsi pakan setiap ekor kambing per hari di peternakan ini adalah daun ketela pohon
sebanyak 1,9 kg, rumput lapangan sebanyak 0,5 kg, dan bekatul padi sebanyak 2,0 kg. Bahan
pakan tersebut dicampur dengan air dan tetes tebu sebanyak ± 1 ml serta garam sebanyak ± 2 g
untuk 82 ekor ternak. Rata-rata konsumsi BK harian per ekor sebanyak 2,18 kg, konsumsi PK
sebanyak 0,288 kg. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2. Dilihat dari data yang diperoleh,
kebutuhan kambing sudah tercukupi. Hal ini dapat dilihat bahwa protein yang di konsumsi
sebesar 13,21%. Menurut Jurgens (1993), domba dengan berat ± 25 kg membutuhkan protein
sebesar 10-16% agar mempunyai pertambahan bobot badan dan konversi pakan yang maksimal.
Pemberian pakan hijauan dilakukan sedikit demi sedikit dan diberikan secara bertahap (Murtidjo,
2001). Sarwono (2005), menyatakan bahwa pemberian konsentrat pada kambing diharapkan
dapat memberikan tambahan bobot badan per hari. Sebaiknya pemberian konsentrat tidak
diberikan sekaligus, tetapi diselingi dengan pemberian hijauan.
Ilustrasi 6. Daun Ketela yang Dijemur.
Hijauan yang diberikan kepada ternak di KUD/KTT Sumber Makmur, baik daun ketela pohon
maupun rumput lapangan diberikan dalam keadaan kering/tidak berembun agar ternak terhindar
dari penyakit kembung. Menurut Siregar (1994), pakan yang diberikan sebagai sumber nutrisi
yang dibutuhkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan zat gizinya terdiri atas rumput
lapangan, daun ketela dan konsentrat. Dijelaskan lebih lanjut, hijauan merupakan pakan yang
mengandung serat kasar atau bahan tidak tercerna relatif tinggi. Setiawan dan Tanius (2003),
berpendapat bahwa secara umum jenis pakan yang diberikan pada kambing Peranakan Ettawa
terdiri dari tiga jenis yaitu, pakan kasar, pakan penguat, dan pakan tambahan atau suplemen.
Dijelaskan lebih lanjut, pakan kasar merupakan bahan pakan berkadar serat kasar tinggi. Bahan
ini berupa pakan hijauan dan dedaunan. Pakan penguat merupakan bahan pakan berkadar serat
rendah dan mudah dicerna seperti bekatul, ampas tahu, dan bubur singkong. Bahan pakan
suplemen misalnya sejenis probiotik seperti Nutri Simba, yang dicampurkan pada hijauan.
Probiotik ini berpengaruh pada peningkatan kesehatan ternak dan dapat mengurangi bau kotoran
ternak.
4.5. Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan pada kambing yang diamati berkisar antara 1 sampai 2 kg dalam satu
minggu, seperti dalam Tabel 1.
Tabel 1. Bobot Badan Kambing PE Jantan selama 1 Minggu
No
kambingBB Awal (1 Agustus) BB Akhir (7 Agustus) PBBH
1 29 kg 30,0 kg 0,14 kg
2 29 kg 31,0 kg 0,28 kg
3 30 kg 32,0 kg 0,28 kg
4 30 kg 31,0 kg 0,14 kg
5 30 kg 32,0 kg 0,28 kg
6 31 kg 32,0 kg 0,14 kg
7 32 kg 33,0 kg 0,14 kg
8 32 kg 32,5 kg 0,07 kg
9 32 kg 34,0 kg 0,28 kg
10 32 kg 33,0 kg 0,14 kg
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata pertambahan bobot badan harian kambing berkisar
antara 70 sampai 280 gram. Hasil PBBH ini sangat baik, karena ditunjang oleh pemberian pakan
yang baik dari segi jenis, jumlah, dan cara pemberian pakan. Hal ini seperti yang dinyatakan
Mulyono dan Sarwono (2005), bahwa pertambahan bobot kambing yang digemukkan secara
intensif bisa mencapai 100-150 gram per hari dengan rata-rata 120 gram per hari atau 700-1.050
gram dengan rata-rata 840 gram per minggu.
Hasil dari PBBH dalam Tabel 1 berbeda-beda, meskipun dengan perlakuan yang sama dan jenis
pakan yang sama. Hal ini karena ternak dan daya cerna ternak berbeda. Sugeng (1992)
menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan selain pakan, bangsa,
jenis kelamin, lingkungan, juga dipengaruhi oleh umur dan bobot badan awal. Menurut Sarwono
(2005), pakan sangat dibutuhkan oleh kambing untuk tumbuh dan berkembang biak. Hanya
pakan yang sempurna yang mampu mengembangkan pekerjaan sel tubuh. Pakan yang sempurna
mengandung kelengkapan protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin dan mineral. Menurut
Williamson dan Payne (1993), pertumbuhan merupakan pertambahan bobot badan atau ukuran
badan sesuai dengan umur. Pertumbuhan dimulai dengan perlahan-lahan, kemudian berlangsung
lebih cepat, selanjutnya berangsur-angsur menurun atau melambat setelah mencapai dewasa
tubuh (Tillman et al., 1991).
4.6. Sanitasi dan Penanganan Ternak yang Sakit
Sanitasi di KUD/KTT Sumber Makmur sudah cukup baik. Kegiatan sanitasi yang dilakukan
meliputi, sanitasi kandang, sanitasi peralatan, sanitasi lingkungan perkandangan, dan sanitasi
pekerja. Kandang dibersihkan setiap satu minggu sekali. Sanitasi pekerja dilakukan dua kali
sehari (mandi) yaitu sebelum dan sesudah melakukan aktivitas di kandang. Sanitasi pekerja
dilakukan agar kebersihan dan kesehatan pekerja dapat terjaga sehingga terhindar dari kuman
penyakit yang mungkin berasal dari kambing yang sedang sakit.
Penanganan ternak yang sakit di KUD/KTT Sumber Makmur sudah cukup baik. Ternak yang
mengalami mencret, diobati dengan cara diberi larutan garam dan gula masing-masing 10 gram
dengan air ± 2,5 liter, atau diberikan larutan oralit atau tablet karbon aktif (norit) sebanyak 2
tablet, juga dapat menggunakan daun jambu biji yang sudah ditumbuk.
Kambing yang terserang kudis diobati dengan menyuntikkan Ivomic ± 2 ml dibawah kulit. Kulit
yang terserang digosok dengan beberapa campuran serbuk belerang, kunyit, dan minyak kelapa
yang dipanaskan. Selain itu, kambing juga harus disuntik hematopan ± 3 ml, untuk mencegah
anemia.
Ilustrasi 7. Pemberian Obat pada Ternak yang Sakit.
Pengobatan pada kambing yang cacingan dilakukan dengan beberapa cara antara lain diberi obat
cacing jenis Albendazole sebanyak 5 ml secara oral (Ilustrasi 7), obat cacing Dovenix ± 1 ml dan
yang disuntikan di bawah kulit (Ilustrasi 8), atau diberi pelet buah pinang (jambe) tua. Selain itu,
ternak disuntik dengan Hematopan ± 3 ml.
Pengobatan untuk kambing yang terserang kembung dengan cara memberikan minyak kelapa
atau minyak kacang ± 100 ml, menekan perut yang kembung atau menusuknya antara tulang
rusuk dan tulang panggul, mulut ternak diusahakan tetap terbuka dan ternak dalam posisi berdiri.
Ternak disuntik dengan antibiotika 3 ml dan diberi permethyl 3%, atau minuman bersoda ± 200
ml.
Ilustrasi 8. Penyuntikan Dibawah Kulit.
Pengobatan untuk kambing yang terkena penyakit mata dilakukan dengan cara mengolesi mata
dengan salep Terramycin 0,1 %, atau dengan disemprotkan air garam ke mata ternak secara
rutin, bila sudah kronis diberi obat mata Sofradex.
Penanganan limbah di KUD/KTT Sumber Makmur, belum maksimal. Limbah padat di
peternakan ini hanya di tampung saja, tidak diolah lebih lanjut. Limbah cair hanya dibuang,
belum dikelola dengan baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Praktek Kerja Lapangan di KUD/KTT Sumber Makmur
Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara adalah tatalaksana pemeliharaan ternaknya sudah
dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya pengadaan
pakan, pengelolaan ternak, pertambahan bobot badan harian, sanitasi, pengendalian penyakit dan
sistem perkandangannya.
5.2. Saran
Perlu adanya recording yang lebih jelas agar diketahui data tentang induk ternak, kebuntingan,
dan perkawinannya. Selain itu, limbah padat dan cair perlu dikelola dengan baik, agar menambah
penghasilan.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J dan D.H. Blade. 1998. Ilmu Petemakan. Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh: B. Srigandono ).
Devendra, C. Dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB, Bandung
Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Cetakan
kesatu. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Jurgens. M. H. 1993. Animal Feeding and Nutrition. Seventh Edition. Kendall/ Hunt Publishing
Company, Dubuque.
Mulyono, S. 2003. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Cetakan Ke -V. Penerbit PT
Penebar Swadaya, Jakarta.
Mulyono, S dan B. Sarwono. 2005. Penggemukan Kambing Potong. Cetakan kedua. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Murtidjo, B.A. 2001. Memelihara Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Sarwono, B. 2005. Beternak Kambing Unggul. Cetakan Ke – VIII. Penerbit PT Penebar
Swadaya, Jakarta.
Setiawan, T dan A. Tanius. 2003. Beternak Kambing Perah Peranakan Etawa. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sodiq, A. 2002. Kambing Peranakan Etawa Penghasil Susu Berkhasiat Obat. Cetakan Pertama.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sosroamijoyo, M. S. 1991. Ternak Potong dan Kerja. Cetakan Ke-11. CV Yasaguna, Jakarta.
Sugeng, Y.B. 1992. Beternak Sapi Potong. CV Panebar Swadaya, Jakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawiro kusuma dan
S. Ledbosoekotjo. 1991. Cetakan ke-5.
Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Williamson, G dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Ilmu Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta (diterjemahkan oleh S.G.N. D Darmaja).
Lampiran 1. Daftar Quesioner
1. Keadaan Umum Peternakan
1. Tinjauan Peternakan
Sejarah Peternakan
Nama Peternakan
Bentuk usaha
Tanggal berdiri
Pemilik Peternakan
Nomor surat izin berdiri
1. Lokasi Peternakan
Alamat lokasi
Luas area Peternakan
Denah lokasi
Lay out Peternakan
Kapasitas kandang
Ketinggian dari permukaan air laut
Suhu
Kelembaban
Curah hujan
Sumber air
Jarak dari pemukiman
1. Permodalan
Asal modal
Besar modal awal
1. Struktur Organisasi
Jumlah manejer
Jumlah supervisor
Jumlah karyawan (karyawan tetap dan karyawan harian)
1. Tenaga kerja
Jumlah tenaga kerja
Pendidikan tenaga kerja
Kesejahteraan tenaga kerja
1. Fasilitas Perusahaan
Transportasi
Komunikasi
Lain-lain
2. Unit Peternakan
1. Luas areal
2. Luas bangunan utama
3. Luas bangunan penunjang
4. Alat-alat penunjang di unit peternakan
3. Metode Pengadaan Pakan
a. Jenis pakan
b. Asal pakan
c. Kandungan PK
d. Pola penyajian pakan 1. Ad libitum
2. Interval feeding
e. Metode yang digunakan untuk menyusun ransum
f. Pemberian pakan/ekor/hari
g. Pakan tambahan
h. Pemberian minum/ekor/hari
i. Vitamin yang diberikan
4. Program Sanitasi di Lingkungan Peternakan
1. Sanitasi terhadap pekerja
2. Sanitasi terhadap perlengkapan
3. Sanitasi terhadap peralatan
4. Sanitasi terhadap kendaraan (transportasi)
5. Alat yang digunakan untuk sanitasi
1. Perkandangan
a. Jumlah kandang
b. Tipe kandang
c. Lantai kandang (kemiringan)
d. Dinding kandang
e. Atap kandang
f. Ukuran kandang
g. Kapasitas kandang
h. Bahan material kandang
i. Jenis kandang
j. Peralatan kandang
Lampiran 2 Data Konsumsi Hijauan serta Perhitungan Konsumsi BK dan PK
Kambing No. 1
Tgl
Pemberian
Daun Ketela Rumput Lapangan
Pemberian Sisa Konsumsi Pemberian Sisa Konsumsi
1 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
2 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
3 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
4 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
5 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
6 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
7 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
Rata-Rata Konsumsi 1,8 kg Rata-Rata Konsumsi 0,5 kg
Kambing No. 2
Tgl
Pemberian
Daun Ketela Rumput Lapangan
Pemberian Sisa Konsumsi Pemberian Sisa Konsumsi
1 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
2 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
3 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
4 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
5 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
6 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
7 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
Rata-Rata Konsumsi 1,8 kg Rata-Rata Konsumsi 0,5 kg
Kambing No. 3
Tgl
Pemberian
Daun Ketela Rumput Lapangan
Pemberian Sisa Konsumsi Pemberian Sisa Konsumsi
1 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
2 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
3 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
4 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,2 kg 0,5 kg – 0,5 kg
5 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
6 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
7 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
Rata-Rata Konsumsi 2,0 kg Rata-Rata Konsumsi 0,5 kg
Kambing No. 4
Tgl
Pemberian
Daun Ketela Rumput Lapangan
Pemberian Sisa Konsumsi Pemberian Sisa Konsumsi
1 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
2 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
3 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
4 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
5 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
6 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
7 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
Rata-Rata Konsumsi 1,8 kg Rata-Rata Konsumsi 0,5 kg
Kambing No. 5
Tgl
Pemberian
Daun Ketela Rumput Lapangan
Pemberian Sisa Konsumsi Pemberian Sisa Konsumsi
1 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
2 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
3 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
4 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
5 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
6 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
7 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
Rata-Rata Konsumsi 1,9 kg Rata-Rata Konsumsi 0,5 kg
Kambing No. 6
Tgl
Pemberian
Daun Ketela Rumput Lapangan
Pemberian Sisa Konsumsi Pemberian Sisa Konsumsi
1 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
2 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
3 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
4 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
5 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
6 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
7 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
Rata-Rata Konsumsi 1,9 kg Rata-Rata Konsumsi 0,5 kg
Kambing No. 7
Tgl
Pemberian
Daun Ketela Rumput Lapangan
Pemberian Sisa Konsumsi Pemberian Sisa Konsumsi
1 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
2 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
3 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
4 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
5 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
6 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
7 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
Rata-Rata Konsumsi 1,9 kg Rata-Rata Konsumsi 0,5 kg
Kambing No. 8
Tgl
Pemberian
Daun Ketela Rumput Lapangan
Pemberian Sisa Konsumsi Pemberian Sisa Konsumsi
1 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
2 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
3 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
4 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
5 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
6 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
7 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
Rata-Rata Konsumsi 1,9 kg Rata-Rata Konsumsi 0,5 kg
Kambing No. 9
Tgl
Pemberian
Daun Ketela Rumput Lapangan
Pemberian Sisa Konsumsi Pemberian Sisa Konsumsi
1 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
2 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
3 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
4 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
5 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
6 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
7 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
Rata-Rata Konsumsi 2,0 kg Rata-Rata Konsumsi 0,5 kg
Kambing No. 10
Tgl
Pemberian
Daun Ketela Rumput Lapangan
Pemberian Sisa Konsumsi Pemberian Sisa Konsumsi
1 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
2 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
3 Agt 2007 2,5 kg 0,4 kg 2,1 kg 0,5 kg – 0,5 kg
4 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
5 Agt 2007 2,5 kg 0,5 kg 2,0 kg 0,5 kg – 0,5 kg
6 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
7 Agt 2007 2,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 0,5 kg – 0,5 kg
Rata-Rata Konsumsi 2,0 kg Rata-Rata Konsumsi 0,5 kg
Kandungan BK, PK dan TDN menurut pustaka.
Bahan Pakan BK PK TDN Keterangan
Daun Ketela 20,4 % 9 % 72,0 % Setiawan danTanius ( 2003)
Rumput Lapangan 21,8 % 8,29 % 54,0 % Setiawan danTanius ( 2003)
Bekatul 85,0 % 14,5 % 70,0 % Setiawan danTanius ( 2003)
Rata-rata Konsumsi Hijauan Segar Harian.
1. Daun ketela = 1,9 kg/ekor.
2. Rumput lapangan = 0,5 kg/ekor.
Rata-rata Konsumsi bekatul = 2,0 kg/ekor/hari
BK yang Terkonsumsi Perhari
1. Daun Ketela = 1,9 kg X 20,4 % = 0,38 kg/ekor
2. Rumput Lapangan = 0,5 kg X 21,8 % = 0,10 kg/ekor
3. Bekatul = 2,0 kg X 85,0 % = 1,70 kg/ekor +
2,18 kg/ekor
PK yang Terkonsumsi Perhari
1. Daun Ketela = 0,38 kg X 9 % = 0,034 kg/ekor
2. Rumput Lapangan = 0,10 kg X 8,29 % = 0,008 kg/ekor
3. Bekatul = 1,70 kg X 14,5 % = 0,246 kg/ekor +
0,288 kg/ekor