1
Entrepreneur | 7 MINGGU, 24 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Membangun Bisnis dari Rasa Prihatin H ARI masih pagi para pekerja ber- aktivitas di Pabrik Rokok Usaha Da- gang Putra Bintang Timur di Perumahan Umum Kalianyar Permai C-1, Desa Sidodadi, Ke- camatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Siti Aminah, Diah, dan kar- yawan lainnya sibuk melinting rokok. Di depan pabrik, Su- bandi dan Heru Ariandi terlihat mengepak rokok hasil lintingan para pekerja tadi. Sementara itu Devi Trilia Ro- sitawati Desi Traindi, dan Indah Permatasari juga terlihat sibuk di depan komputer kantor. Pa- ra pekerja tersebut membagi tugas melinting batang rokok, mengepak, mengangkut ke gudang penyimpanan, serta melayani permintaan. Aktivitas itu saban hari di- lakoni ratusan pekerja yang sebagian besar perempuan. Uniknya mereka yang bekerja di pabrik rokok itu sebagian be- sar janda yang secara ekonomi kurang mampu. Produk yang dihasilkan adalah rokok terapi sin. “Untuk kesehatan,” kata pemilik PR UD Putra Bintang Timur KH R. Abdul Malik Al Kholwati kepada Media Indo- nesia, Rabu (20/10). Abdul Malik adalah seorang kiai yang sebelum mengem- bangkan bisnis rokok -yang disebutnya untuk terapi kese- hatan berbagai penyakit kronis dan berat lainnya itu--meng- geluti bidang pengobatan dan pengajian di Siwalankerto, Surabaya, dan Hanya butuh waktu satu tahun omzet usaha yang dirintis Abdul Malik meningkat 600 %. Bagus Suryo di Desa Sidodadi, Lawang, Ka- bupaten Malang. Tempat itu kini menjadi pusat produksi rokoknya. Munculnya rokok dengan ikon yang bertentangan de- ngan pendapat dan pandangan umum yakni “Merokok dapat mengganggu kesehatan” terse- but terjadi pada 2000. Saat itu sang kiai yang lulus- an S-1 Institut Teknologi Na- sional (ITN) Malang jurusan Tek nik Elektronika tersebut me rasa prihatin dengan ba- nyaknya orang miskin yang ter- paksa berobat alternatif karena mereka tidak mampu berobat ke dokter. Saat itu ia membuka praktik pengobatan dengan metode pi jat refleksi dengan media alat tusuk dari kayu. Memijat di sejumlah titik pada kaki pasien untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Ia juga memberikan bantuan doa kepada pasien dan mereka yang konsultasi berbagai per- masalahan hidup. Banyaknya pasien dari warga miskin itulah kemudian meng- gerakkan dirinya menciptakan lapangan pekerjaan. Tujuan- nya ke depan adalah hasil dari usaha dapat digunakan untuk syiar agama dan membantu fa- kir miskin, anak terlantar, janda dan anak yatim. Untuk itu ia berdoa dan ti- rakat dengan berpuasa 40 hari, mengikuti jejak Nabi Musa. Dari tirakat tersebut, pada hari ke-39 bermimpi didatangi dua orang berpakaian perak. Dalam mimpi tersebut, ia mendapat petunjuk komposisi 17 ramuan herbal untuk pengobatan dan zikir untuk doa. Sebanyak 17 komposisi her- bal itu kemudian diracik. Hasil- nya dilakukan uji laboratorium di Universitas Negeri Malang (dulu IKIP Malang). Hasilnya, kata dia, ada lima lembar yang menerangkan kandungan atau khasiat yang bisa digunakan untuk menyembuhkan berba- gai penyakit. Setelah mengetahui hasil uji laboratorium 17 ramuan herbal tersebut, ia tidak lantas berpikiran mendirikan pa- brik rokok. “Sebab saya tidak memiliki pengetahuan dalam mendirikan perusahaan ro- kok,” katanya. Selama lima tahun lamanya ramuan herbal itu tidak ditin- daklanjuti. Kiai kelahiran Sam- pang, Madura, 2 Mei 1969 terse- but terus menggeluti pengajian dan pengobatan alternatif. Memasuki tahun 2005, ketika salah satu muridnya dari Sum- bawa membawa seperangkat alat linting rokok beserta bahan rokok, dari situ ia teringat ten- tang 17 ramuan yang pernah diuji laboratorium lima tahun lalu. Ia lantas meracik ulang dan alat yang digunakan untuk mengeringkan bahan ramuan adalah microwave yang diper- oleh dari meminjam pada salah satu murid. Bahan yang diracik antara lain tembakau, cengkih, dan bahan lainnya menjadi rokok. Rokok-rokok kretek dan lter hasil lintingan sendiri itu ter- batas dinikmati di lingkungan sendiri oleh murid, sebagai pelengkap mengaji. Sesekali diberikan tamu dan saudara untuk sekadar peleng- kap minum kopi dan teh. Setelah dinikmati beberapa orang, banyak yang memberi- kan masukan bahwa setelah menghisap rokok produksi Pak kiai, justru badan terasa enak. “Seperti digurah. Kotoran keluar dari tenggorokan dan hidung,” tegasnya. Setelah itu ramuan diuji la- boratorium di Universitas Bra- wijaya, Kota Malang, untuk me ngetahui kadar tar dan jualan rokok masih terbatas di lingkungan santri, tamu yang berobat dan saudara. Pesan yang disampaikan bagi pengguna rokok ini adalah bisa mengobati berbagai penyakit seperti asma, sinusitis, saria- wan, sakit gigi, penyakit kulit, mag, diare, kanker, gangguan lambang dan paru. Pemasaran konvensional menggunakan pendekatan dari mulut ke mulut tersebut justru meningkatkan permintaan dari Madura, Surabaya, dan Sum- bawa. Saat itu satu pak rokok dijual Rp2 ribu. Omzet naik Penjualan terus dilakukan, dan permintaan terus dilayani menggunakan jaringan kul- tural yang justru lebih mengena dan tepat sasaran. Setelah satu tahun berjalan, bisnis ini terus berkembang. Menunjukkan kemajuan positif. Akhirnya diputuskan untuk menambah karyawan menja- di 15 orang dengan kapasitas produksi mencapai 24 ribu ba- tang per hari. Selama satu tahun berjalan omzet sudah mencapai Rp600 juta dari modal awal sekitar Rp100 juta. “Sekarang penjualan rokok sudah meram- bah seluruh wilayah Jatim, Jabar, Jakarta, dan luar Jawa,” katanya. Manajer marketing PR UD Putra Bintang Timur Mujiono menambahkan kunci keber- hasilan dalam mengembang- kan usaha adalah kerja keras. Seluruh karyawan harus me- ngetahui seluruh proses dalam membuat rokok mulai meracik, melinting, paking dan penjual- an. Sehingga terjadi proses pem- belajaran tidak hanya ilmu aga ma tetapi juga menda- pat pengetahuan tentang bisnis dan manajemen. Selain itu ke- berhasilan usaha ini diperoleh dari ikon yang dijual adalah rokok terapi. Bukan hanya se- kadar klaim iklan namun juga terbukti memberikan khasiat pengobatan. “Pemasaran dilakukan oleh distributor,” kata Mujiono. Dulu dari mulut ke mulut, na- mun sekarang dikelola secara modern. Agar lebih banyak di ketahui masyarakat maka dibuatlah e-mail dan website tentang rokok terapi ini. Kini, usaha ini sudah banyak diketahui masyarakat. Konsu- men juga semakin bertambah sehingga mendongkrak omzet menjadi Rp2,5 miliar, sedang- kan pekerja sekarang bertam- bah menjadi 200 orang. (M-1) miweekend @mediaindonesia.com MENJAGA MUTU : KH R Abdul Malik Al Kholwati di ruang produksi memperhatikan proses kerja karyawannya. MI/BAGUS SURYO Pemasaran konvensional menggunakan pendekatan dari mulut ke mulut tersebut justru meningkatkan permintaan dari Madura, Surabaya, dan Sumbawa.” nikotin. Hasilnya menunjuk- kan kadar tar 5 miligram (mg) dan kadar nikotin 0,05 mg. Tidak seperti rokok yang dijual di pasaran pada umumnya memiliki kadar tar dan nikotin lebih tinggi. Mempertimbangkan banyak masukan, ia memutuskan mendirikan pabrik rokok. Izin usaha diurus hingga di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Ma- lang. Pabrik rokok diberi nama UD Putra Bintang Timur. Awal pendirian 2005 hanya merekrut 4 pekerja terdiri atas tiga orang tukang linting, dan seorang bagian packing. Semen- tara meracik dilakukan sendiri. Tanpa bahan kimia dan saus. “Sehingga murni berbahan herbal dari dedaunan untuk bahan obat,” katanya. Kapasitas produksi saat itu 6 ribu batang rokok kretek dan lter per hari. Untuk pen-

MINGGU, 24 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA ... itu saban hari di-lakoni ratusan pekerja yang sebagian besar perempuan. Uniknya mereka yang bekerja di pabrik rokok itu sebagian be-sar

Embed Size (px)

Citation preview

Entrepreneur | 7MINGGU, 24 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Membangun Bisnis dari Rasa Prihatin

HARI masih pagi para pekerja ber-aktivitas di Pabrik Rokok Usaha Da-

gang Putra Bintang Timur di Perumahan Umum Kalianyar Permai C-1, Desa Sidodadi, Ke-camatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Siti Aminah, Diah, dan kar-yawan lainnya sibuk melinting rokok. Di depan pabrik, Su-bandi dan Heru Ariandi terlihat mengepak rokok hasil lintingan para pekerja tadi.

Sementara itu Devi Trilia Ro-sitawati Desi Traindi, dan Indah Permatasari juga terlihat sibuk di depan komputer kantor. Pa-ra pekerja tersebut membagi tugas melinting batang rokok,

mengepak, mengangkut ke gu dang penyimpanan, serta me layani permintaan.

Aktivitas itu saban hari di-lakoni ratusan pekerja yang sebagian besar perempuan. Uniknya mereka yang bekerja di pabrik rokok itu sebagian be-sar janda yang secara ekonomi kurang mampu. Produk yang dihasilkan adalah rokok terapi sin. “Untuk kesehatan,” kata pe milik PR UD Putra Bintang Timur KH R. Abdul Malik Al Kholwati kepada Media Indo-nesia, Rabu (20/10).

Abdul Malik adalah seorang kiai yang sebelum mengem-bangkan bisnis rokok -yang di sebutnya untuk terapi kese-hatan berbagai penyakit kronis dan berat lainnya itu--meng-geluti bidang pengobatan dan pengajian di

Siwalankerto, Surabaya, dan

Hanya butuh waktu satu tahun omzet usaha yang dirintis Abdul Malik meningkat 600 %.

Bagus Suryodi Desa Sidodadi, Lawang, Ka-bupaten Malang. Tempat itu kini menjadi pusat produksi rokoknya.

Munculnya rokok dengan ikon yang bertentangan de-ngan pendapat dan pandangan umum yakni “Merokok dapat mengganggu kesehatan” terse-but terjadi pada 2000.

Saat itu sang kiai yang lulus-an S-1 Institut Teknologi Na-sional (ITN) Malang jurusan Tek nik Elektronika tersebut me rasa prihatin dengan ba-nyaknya orang miskin yang ter-paksa berobat alternatif karena mereka tidak mampu berobat ke dokter.

Saat itu ia membuka praktik pengobatan dengan metode pi jat refleksi dengan media alat tusuk dari kayu. Memijat di sejumlah titik pada kaki

pa sien untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Ia juga memberikan bantuan doa kepada pasien dan mereka yang konsultasi berbagai per-masalahan hidup.

Banyaknya pasien dari warga miskin itulah kemudian meng-gerakkan dirinya menciptakan lapangan pekerjaan. Tujuan-nya ke depan adalah hasil dari usaha dapat digunakan untuk syiar agama dan membantu fa-kir miskin, anak terlantar, janda dan anak yatim.

Untuk itu ia berdoa dan ti-rakat dengan berpuasa 40 hari, mengikuti jejak Nabi Musa. Dari tirakat tersebut, pada hari ke-39 bermimpi didatangi dua orang berpakaian perak. Dalam mimpi tersebut, ia mendapat petunjuk komposisi 17 ramuan herbal untuk pengobatan dan zikir untuk doa.

Sebanyak 17 komposisi her-bal itu kemudian diracik. Hasil-nya dilakukan uji laboratorium di Universitas Negeri Malang (dulu IKIP Malang). Hasilnya, kata dia, ada lima lembar yang menerangkan kandungan atau khasiat yang bisa digunakan untuk menyembuhkan berba-gai penyakit.

Setelah mengetahui hasil uji laboratorium 17 ramuan her bal tersebut, ia tidak lantas berpikiran mendirikan pa-brik rokok. “Sebab saya tidak me miliki pengetahuan dalam mendirikan perusahaan ro-kok,” katanya.

Selama lima tahun lamanya ramuan herbal itu tidak ditin-daklanjuti. Kiai kelahiran Sam-pang, Madura, 2 Mei 1969 terse-but terus menggeluti pengajian dan pengobatan alternatif.

Memasuki tahun 2005, ketika salah satu muridnya dari Sum-bawa membawa seperangkat alat linting rokok beserta bahan rokok, dari situ ia teringat ten-tang 17 ramuan yang pernah diuji laboratorium lima tahun lalu.

Ia lantas meracik ulang dan alat yang digunakan untuk me ngeringkan bahan ramuan adalah microwave yang diper-oleh dari meminjam pada salah satu murid. Bahan yang diracik antara lain tembakau, cengkih, dan bahan lainnya menjadi rokok.

Rokok-rokok kretek dan fi lter hasil lintingan sendiri itu ter-batas dinikmati di lingkungan sendiri oleh murid, sebagai pe lengkap mengaji.

Sesekali diberikan tamu dan saudara untuk sekadar peleng-kap minum kopi dan teh.

Setelah dinikmati beberapa orang, banyak yang memberi-kan masukan bahwa setelah menghisap rokok produksi Pak kiai, justru badan terasa enak. “Seperti digurah. Kotoran keluar dari tenggorokan dan hi dung,” tegasnya.

Setelah itu ramuan diuji la-boratorium di Universitas Bra-wijaya, Kota Malang, untuk me ngetahui kadar tar dan

jualan rokok masih terbatas di lingkungan santri, tamu yang berobat dan saudara.

Pesan yang disampaikan bagi pengguna rokok ini adalah bisa mengobati berbagai penyakit seperti asma, sinusitis, saria-wan, sakit gigi, penyakit kulit, mag, diare, kanker, gangguan lambang dan paru.

Pemasaran konvensional meng gunakan pendekatan dari mulut ke mulut tersebut justru meningkatkan permintaan dari Madura, Surabaya, dan Sum-bawa. Saat itu satu pak rokok di jual Rp2 ribu.

Omzet naikPenjualan terus dilakukan,

dan permintaan terus dilayani menggunakan jaringan kul-tural yang justru lebih mengena dan tepat sasaran. Setelah satu tahun berjalan, bisnis ini terus berkembang. Menunjukkan

ke majuan positif.Akhirnya diputuskan untuk

menambah karyawan menja-di 15 orang dengan kapasitas produksi mencapai 24 ribu ba-tang per hari. Selama satu tahun berjalan omzet sudah mencapai Rp600 juta dari modal awal se kitar Rp100 juta. “Sekarang penjualan rokok sudah meram-bah seluruh wilayah Jatim, Ja bar, Jakarta, dan luar Jawa,” ka tanya.

Manajer marketing PR UD Putra Bintang Timur Mujio no menambahkan kunci keber-hasilan dalam mengembang-kan usaha adalah kerja keras. Se luruh karyawan harus me-nge tahui seluruh proses dalam membuat rokok mulai meracik, melinting, paking dan penjual-an.

Sehingga terjadi proses pem-belajaran tidak hanya ilmu aga ma tetapi juga menda-

pat pengetahuan tentang bisnis dan manajemen. Selain itu ke-berhasilan usaha ini diperoleh dari ikon yang dijual adalah ro kok terapi. Bukan hanya se-kadar klaim iklan namun juga terbukti memberikan khasiat pengobatan.

“Pemasaran dilakukan oleh distributor,” kata Mujiono. Du lu dari mulut ke mulut, na-mun sekarang dikelola secara modern. Agar lebih banyak di ketahui masyarakat maka di buatlah e-mail dan website ten tang rokok terapi ini.

Kini, usaha ini sudah banyak diketahui masyarakat. Konsu-men juga semakin bertambah sehingga mendongkrak omzet menjadi Rp2,5 miliar, sedang-kan pekerja sekarang bertam-bah menjadi 200 orang. (M-1)

[email protected]

MENJAGA MUTU : KH R Abdul Malik Al Kholwati di ruang produksi memperhatikan proses kerja karyawannya.

MI/BAGUS SURYO

Pemasaran konvensional menggunakan pendekatan dari mulut ke mulut tersebut justru meningkatkan permintaan dari Madura, Surabaya, dan Sumbawa.”

nikotin. Hasilnya menunjuk-kan kadar tar 5 miligram (mg) dan kadar nikotin 0,05 mg. Tidak seperti rokok yang dijual di pa saran pada umumnya me miliki kadar tar dan nikotin lebih tinggi.

Mempertimbangkan banyak masukan, ia memutuskan men dirikan pabrik rokok. Izin usaha diurus hingga di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Ma-lang. Pabrik rokok diberi nama UD Putra Bintang Timur.

Awal pendirian 2005 hanya merekrut 4 pekerja terdiri atas tiga orang tukang linting, dan seorang bagian packing. Semen-tara meracik dilakukan sen diri. Tanpa bahan kimia dan saus. “Sehingga murni berbahan herbal dari dedaunan untuk bahan obat,” katanya.

Kapasitas produksi saat itu 6 ribu batang rokok kretek dan fi lter per hari. Untuk pen-