8

Click here to load reader

Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

8/14/2019 Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

http://slidepdf.com/reader/full/misteri-salib-kristus-menurut-para-penginjil 1/8

Page 2: Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

8/14/2019 Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

http://slidepdf.com/reader/full/misteri-salib-kristus-menurut-para-penginjil 2/8

Martin/Salib/hal. 2

Namun, di kemudian hari ternyata ada orang-orang yang menerima Salib Kristus itu, dan

bahkan rela mati untuk memperjuangkan Salib Kristus, seperti nyata dari sejarah Gereja dengan

martir-martirnya. Stefanus mati sebagai martir pertama (Kis 7). Rasul Yakobus mati sebagai

martir (Kis 12:2), begitu pula Petrus -menurut tradisi- disalibkan terbalik setelah tadinya mau

lari dari kemartiran (film Quo Vadis, bdk. Yoh 21:19). Paulus sendiri akhirnya mengalami pula

kemartiran di Roma di Tre Fontane, kurang lebih bersamaan dengan Petrus (ca. 64 M). Jauh

sebelum kematiannya itu (1 Kor ditulis ca. 57 M), Paulus telah melihat bahwa bagi orang-orang

yang dipanggil Allah, "Kristus [yang tersalib itu] adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah"(1 Kor

1:24), bahkan ia berkata lebih lanjut, "aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara

kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan" (1 Kor 2:2).

Bagaimana mungkin terjadi pembalikan pengertian yang radikal seperti itu? Apakah yang

menyebabkan perubahan itu?

Dua Sudut Pandang: Allah >< Manusia:

Nubuat-nubuat di atas sebenarnya bukan  hanya memberitakan penderitaan, penolakan, dan

pembunuhan Yesus, tetapi juga kebangkitan-Nya. Tetapi mengapa Petrus menegur Yesus?

Mengapa para murid-murid tak mengerti? Apakah mereka tuli dan tak mendengar bahwa

disebutkan juga tentang kebangkitan? Sebetulnya mereka kan tak perlu bingung dan gelisah

(seharusnya mereka berpikir "Lha biarin aja tho, mau njengking apa njungkir , pokoknya kan

nanti hidup lagi?").

Tapi di lain pihak, mengapa mereka seakan tak mendengar tentang sengsara dan wafat

Yesus, tapi malah bicara soal siapa yang paling besar dan lebih-lebih Yakobus dan Yohanes

minta tempat terhormat? Jadi sebenarnya mereka tidak salah dengar, mereka dengar soal

kebangkitan Yesus! Hanya saja, berbeda dari Petrus yang lebih terpukau oleh sengsara & wafat

Yesus, para murid lainnya lebih memikirkan kebangkitan/kemuliaan Yesus.

Jadi kesulitan mereka adalah menghubungkan kematian dengan kebangkitan,

kesengsaraan dengan kemuliaan, mati dengan hidup! Atau mereka nglokro merasa kalah (seperti

Petrus), atau mereka mau enaknya saja (Yak & Yoh)! Tapi bahwa dalam Salib mereka dapat

menemukan keselamatan, kebangkitan, kemuliaan, mereka tak dapat mengerti! Di manakah

kesulitan mereka?

Yesus memberikan kunci pemahaman ketika Dia menegur balik Petrus: "  Engkau bukan

memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia!" (Mk 8:33b). Inilah

problemnya, selama orang hanya pakai cara berpikirnya sendiri, sampai kiamat pun ia tak akan

memahami misteri Salib Kristus! Orang harus melihat dengan "mata Allah" sendiri agar dapat

memahami Kristus yang tersalib. Maka tentunya bukan kebetulan kalau persis sebelum Yesus

memasuki Yerusalem untuk memulai jalan salib-Nya, seorang buta yaitu Bartimeus

disembuhkan dari kebutaannya. Dan ia dapat melihat kembali justru karena imannya, kata Yesus

kepada dia, "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" (Mk 10:52). Dan justru karena melihat

Page 3: Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

8/14/2019 Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

http://slidepdf.com/reader/full/misteri-salib-kristus-menurut-para-penginjil 3/8

Martin/Salib/hal. 3

kembali itulah Bartimeus dapat "mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya" (Mk 10:52). Dari manakah

datangnya iman seperti ini? Iman yang memungkinkan orang mengerti, menerima jalan salib

Yesus dan membuat orang dapat mengikuti Yesus di jalan-Nya?

Pengalaman akan Yesus Yang Bangkit: 

Pengalaman Paulus dapat merupakan kunci perubahan radikal dari sudut pandang manusia ke

sudut pandang Allah. Seperti juga bagi orang-orang sebangsanya (Yahudi) dan yang

sependidikan dengan dia (Yunani), maka juga bagi Paulus tadinya Salib Kristus itu merupakan

batu sandungan dan kebodohan. Ia bukan hanya tak dapat mengerti dan menerima Kristus yang

disalibkan, tapi malahan memburu dan menganiaya "tanpa batas" orang-orang Kristen yang

mengakui Yesus sebagai Penyelamat (Gal 1:13)! Bagi orang Romawi, mati disalib adalah mati

yang paling mengenaskan yang hanya diperuntukkan bagi penjahat paling hina; menurut Taurat,

mati disalib merupakan tanda bahwa orang itu dikutuk oleh Allah (Ul 21:23). Tapi apakah yang

dialami oleh Paulus di jalan ke Damsyik?

Ia mengalami bahwa orang yang menurut Taurat adalah orang yang dikutuk Allah itu

ternyata bukan mati, melainkan hidup dan berkata kepadanya: "  Akulah Yesus yang kauaniaya itu!"

(Kis 9:5) dan malahan menjadikan dia utusan-Nya. Bukan kebetulan pula kalau Paulus

mengalami kebutaan dan disembuhkan kembali. Seluruh sudut pandang hidupnya harus diubah

total. Di kemudian hari Paulus akan menuliskan pengalamannya itu sebagai penampakan Yesus

yang bangkit, pewahyuan diri Allah dalam Putera-Nya: "...Kristus ... telah menampakkan diri kepada ...

  yang paling akhir dari semuanya, Ia menampakkan diri juga kepadaku" (1 Kor 15:8), "... [Allah] berkenan

menyatakan Putera-Nya kepadaku" (Gal 1:16).

Karena pembalikan sudut pandang itulah, Paulus dapat mengatakan bahwa: "  Apa yang

dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap

rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku

telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus" (Fil 3:7-8). Dan

pembalikan ini dialami oleh Paulus bukan sebagai hasil usahanya sendiri, melainkan semata-

mata karena kasih karunia Allah: "  Aku adalah yang paling hina dari semua rasul, karena aku telah

menganiaya Jemaat Allah. Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang" (1 Kor

15:9-10).

Pembalikan sudut pandang seperti itu pulalah yang dialami oleh pengikut Kristus

sebelum Paulus. Sebelum berjumpa dengan Yesus yang bangkit, dua orang murid dari Emaus

berjalan pulang dengan muka muram dan kecewa besar: "Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa

  Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel" (dibalik itu: "Lha,  jebulane kok mati konyol!"

Luk 24:21) padahal telah mendengar dari para perempuan bahwa " Ia hidup!" (Luk 24:24). Tapi

selagi mendengar keterangan Yesus yang bangkit itu, hati mereka dikobarkan, dan dalam roti

yang dipecahkan, mata mereka terbuka dan mengenali Yesus (Luk 24:31-32), dan bisa memberi

kesaksian: "Sesungguhnya Tuhan telah bangkit !" (Luk 24:33).

Page 4: Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

8/14/2019 Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

http://slidepdf.com/reader/full/misteri-salib-kristus-menurut-para-penginjil 4/8

Martin/Salib/hal. 4

Karena pengalaman akan Yesus yang bangkit itulah Salib Yesus menjadi bermakna,

bukan lagi dilihat sebagai "batu sandungan dan kebodohan", melainkan sebagai "kekuatan Allah

dan hikmat Allah" (1 Kor 1:24). Dari sudut pandang seperti inilah seluruh kisah sengsara dan

wafat Yesus dituliskan oleh para penginjil.

Salib Kristus dikisahkan dari sudut pengalaman akan Yesus yang Bangkit:

Sejak awal mula Gereja Purba pewartaan mereka berbunyi: "Kristus telah mati ....dikuburkan ...

dibangkitkan ... menampakkan diri" (1 Kor 15:3-5). Itulah tradisi yang diterima oleh Paulus dan

diteruskannya kepada yang lain. Kisah tentang Salib tak pernah dipisahkan dari Kisah

Kebangkitan. Boleh dikatakan, bahwa tanpa Kisah Kebangkitan maka Kisah Salib itu menjadi

tanpa arti bagi kita, kata Paulus, "  jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu" (1

Kor 15:17). Maka halnya bukanlah seperti kerap dituduhkan orang, yaitu bahwa karena para

rasul ingin menerima Salib Kristus, maka mereka mengarang-ngarang kisah Kebangkitan; jelas

bahwa mereka sebenarnya tak dapat dan tak ingin menerima Yesus yang disalibkan. Tapi halnya

adalah bahwa mereka mau tak mau harus menerima Yesus yang disalibkan karena mereka telah

mengalami Yesus yang bangkit! Mereka bisa menerima Yesus yang mati karena mereka telah

mengalami Yesus yang bangkit dari mati!

Tanpa pengalaman akan Yesus yang bangkit ini maka kiranya tak akan ada Gereja Purba,

tak akan ada tradisi pewartaan mereka, tak akan pula Injil-injil dituliskan! Segala kata dan

perbuatan Yesus barulah dapat dipahami oleh para rasul dalam terang kebangkitan, seperti

dikatakan oleh penulis Injil Yohanes, "Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah

teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan mereka pun percayalah akan Kitab Suci

dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus" (Yoh 2:22).

Masing-masing rasul mengalami Yesus yang bangkit itu dengan caranya sendiri-sendiri.

Dan justru karena kisah hidup, sengsara dan wafat Yesus itu merupakan kisah yang dituliskan

berdasarkan suatu flashback [kilas balik], maka pengalaman, daya tangkap, daya kreasi, masing-

masing rasul itu menghasilkan kesaksian iman yang bervariasi. Kita kenal empat Injil (Mateus,

Markus, Lukas, dan Yohanes), yang menurut para ahli KS tampaknya tak satu pun ditulis

langsung oleh para saksi mata hidup Yesus (para rasul Yesus, generasi pertama orang Kristen),

melainkan oleh orang-orang yang dilahirkan dalam dan meneruskan tradisi pewartaan para saksi

mata itu, "seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan

Firman" (Luk 1:2).

Kisah masing-masing para penulis Injil tentang Yesus itu dituliskan dari sudut pandang

mereka sendiri-sendiri, meski bukan semata-mata "sudut pandang manusia", melainkan "sudut

pandang Allah", maka selain ada kesamaan pokok, ada pula gambaran, kiasan, macam-macam

tentang makna Salib Kristus.

Buku   Iman Katolik bicara tentang macam-macam kiasan yang telah digunakan untuk 

menerangkan ungkapan iman bahwa "Kristus telah mati karena dosa-dosa kita" (1 Kor 15:3 bdk. Gal

1:4; Rom 8:3; 2 Kor 5:21), misalnya "kurban" (Ibr 9:23 - 10:18), "tebusan" (Mk 10:45),

Page 5: Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

8/14/2019 Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

http://slidepdf.com/reader/full/misteri-salib-kristus-menurut-para-penginjil 5/8

Martin/Salib/hal. 5

"pembelian" (1 Kor 6:20; 7:23), "pembebasan" (Rom 6:18, 22), "pengampunan" (Ef 1:7; Kol

1:14), "pendamaian" (Rom 5:10; 2 Kor 5:18-20), "pembenaran" (Rom 4:5). Dikatakan, "semua

istilah itu hanya secara simbolis menyatakan bahwa manusia berdosa diterima oleh Allah.  Bagaimana penebusan

atau perdamaian atau pembenaran itu terjadi, tidak dijelaskan oleh istilah-istilah itu" (hal. 278).

Salib Kristus dikisahkan dalam kesatuan dengan keseluruhan hidup Yesus: 

Buku Iman Katolik itu menyebut pula kiasan yang digunakan oleh para Bapa Gereja, a.l.

"uang tebusan". St. Anselmus bicara tentang Kristus sebagai "silih" dosa-dosa kita. Dalam

kalangan Protestan disebutkan pula bahwa Kristus dihukum sebagai ganti hukuman atas dosa-

dosa kita. Kekurangan Anselmus dan teologi-teologi yang dikembangkan selanjutnya adalah,

"hanya berbicara mengenai wafat Yesus, bukan mengenai penjelmaan menjadi manusia atau mengenai kebangkitan-

Nya. Dengan demikian wafat Kristus tidak lagi dilihat sebagai solidaritas Kristus dengan manusia, melainkan

sebagai korban yang diberikan kepada Allah. Allah yang 'kejam' dilawankan dengan Yesus yang penuh kasih."

(hal. 281).

Jelas dari keempat Injil bahwa Kisah Salib tidak berdiri sendiri. Wafat Yesus tidak  

ditampilkan sebagai peristiwa tiba-tiba, seakan diluar segala macam dugaan, melainkan sebagai

suatu peristiwa yang sudah dapat diduga sebelumnya. Wafat Yesus itu tidak  pula ditampilkan

sebagai semata-mata akibat tindakan pembunuhan mendadak (entah karena motif agama maupun

politik, entah siapa yang bertanggung-jawab atas keputusan menyalibkan Yesus, lih.  Iman

Katolik , hal. 272-274), seakan-akan Yesus hanya seorang korban yang tertimpa nasib sial,

melainkan sebagai konsekuensi dari suatu pola hidup yang diperjuangkan oleh Yesus.

Para penginjil memperlihatkan bahwa pilihan dan nilai-nilai hidup yang diperjuangkan

oleh Yesus sejak awal karya-Nya otomatis akan menimbulkan konflik dengan orang-orang di

sekelilingnya. Sudah sejak awal karya Yesus Mk menunjukkan bagaimana sikap Yesus yang

menjelmakan sifat-sifat Allah (pengampun, penyembuh, mempelai laki-laki, tuan atas Sabat,

pemberi hidup) menimbulkan rentetan "lima konflik" (Mk 2:1-3:6) yang mengakibatkan kaum

Farisi bersekongkol dengan kaum Herodian untuk membunuh Yesus (Mk 3:6). Yoh

menampilkan bayangan akan "saat Yesus" (kematian) sudah sejak awal mukjizat-mukjizat-Nya

pada Perkawinan di Kana (Yoh 2:4). Mat bahkan menunjukkan bagaimana sejak kelahiran-Nya

pun Yesus sudah terancam untuk dibunuh oleh Raja Herodes Agung (Mat 2:13).

Page 6: Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

8/14/2019 Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

http://slidepdf.com/reader/full/misteri-salib-kristus-menurut-para-penginjil 6/8

Martin/Salib/hal. 6

Salib Yesus dikisahkan bukan sebagai "nasib buta", melainkan sebagai konsekuensi

pilihan hidup yang disadari sepenuhnya: 

Digambarkan pula bahwa Yesus bukannya buta terhadap nasib yang menantikan-Nya

bila Ia tetap meneruskan program hidup dan perjuangan-Nya. Ketika Ia memproklamirkan

program kerja-Nya untuk memberitakan Kabar Gembira kepada orang miskin, Ia sudah langsung

dihadapkan pada ancaman kematian, justru di kampung halaman-Nya sendiri (Luk 4:29). Dan

setelah itu, Ia tanpa gentar melaksanakan program kerja itu. Luk menggambarkan bagaimana

Yesus, di tengah-tengah karya-Nya, meski diberitahu akan ancaman pembunuhan dari pihak 

Herodes Antipas, tetap bersiteguh untuk meneruskan karya-Nya sampai saat kematian-Nya tiba,

"Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, ... hari ini dan

besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak 

di Yerusalem" (Luk 13:32-33).

Jelaslah bahwa dalam hal kematian-Nya, Yesus bukanlah digambarkan oleh para

penginjil sebagai "korban" pasif, tapi justru seorang "pelaku" yang aktif. Dalam bahasa Yoh

dikatakan, "  Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak 

seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku

berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Kui" (Yoh

10:17-18). Tekanan pada tugas dari Bapa ini membawa kita pada point berikut ini.

Salib Kristus dikisahkan dalam kesatuan dengan keseluruhan rencana Allah mengenai

kebahagiaan manusia:

Dalam Sabtu malam Paska, pada Exultet , selalu muncul satu ungkapn " felix culpa", "dosa yang

membawa bahagia". Gambaran di balik itu adalah seakan-akan Kristus didatangkan Allah itu

hanya karena dosa-dosa kita; jadi seakan-akan seandainya kita tak pernah berdosa maka Kristus

itu tak akan pernah diutus untuk menebus kita ("lha kan ndak perlu ditebus lagi tho, lha wong

tanpa dosa kok?!"). Jadi seakan-akan dosa-dosa kita itu perlu disyukuri karena telah

mendatangkan Kristus! Mungkin ungkapan itu didasarkan pada ungkapan Paulus, "di mana dosa

bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah" (Rom 5:20). Tapi Paulus sendiri

sudah memperingatkan, " Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?

Sekali-kali tidak!" (Rom 6:1-2). Jadi pengandaian bahwa Kristus didatangkan semata-mata karena

kita telah berdosa itu perlu ditinjau kembali.

Buku   Iman Katolik menulis demikian, "Allah tidak mengutus Anak-Nya ke dunia, ketika semua

sudah kacau oleh dosa Adam. Dari semula Allah mempunyai rencana 'untuk mempersatukan segala sesuatu di

dalam Kristus sebagai Kepala' (Ef 1:10). Maka Kristus juga disebut ' yang sulung, yang pertama dari segala yangdiciptakan' (Kol 1:15). Dilihat dari sudut Allah, manusia pertama bukanlah Adam, melainkan Kristus. Adam

hanyalah 'gambaran dari Dia yang akan datang' (Rom 5:14), sebab Adam diciptakan menurut citra Kristus. Allah

menciptakan manusia karena ingin membuat makhluk yang dapat dikasihi-Nya. Oleh karena itu, Ia menciptakan

manusia menurut citra Anak yang terkasih. Kristus itu gambaran manusia sebelum segala zaman. Manusia

'ditentukan dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak Allah, supaya Ia, Anak Allah itu, menjadi

Page 7: Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

8/14/2019 Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

http://slidepdf.com/reader/full/misteri-salib-kristus-menurut-para-penginjil 7/8

Martin/Salib/hal. 7

 yang sulung di antara banyak saudara' (Rom 8:29). Rencana Allah ialah sejarah manusia yang menuju keserupaan 

dengan Kristus" (hal. 283).

Hanya saja memang rencana Allah itu tak berjalan sebagaimana diharapkan oleh Allah

karena terbentur pada kehendak bebas manusia, sehingga "sejarah keselamatan" menjadi

"sejarah kemalangan" ( Iman Katolik , hal. 283). Manusia semakin terpusat pada diri sendiri, jatuh

dalam dosa, dan semakin jauh dari Allah dengan rencana-Nya tentang manusia yang serupa

dengan citra Putra terkasih-Nya. Seandainya manusia tak jatuh dalam dosa (seandainya!),

kedatangan Kristus di dunia akan disambut dengan gegap gempita oleh umat manusia bagaikan

adik-adik yang menyambut kakak sulung dan "idola" mereka, dan mereka akan berlomba-lomba

untuk makin menyerupai Dia. Tapi kenyataannya, kedosaan manusia itu sendiri telah

mengakibatkan manusia dikuasai oleh maut, maka Kristus yang rela datang sebagai manusia juga

rela menanggung akibat kedosaan manusia itu dan masuk dalam kekuasaan maut (Fil 2:6-11).

Karena kerelaan-Nya itulah kuasa maut dikalahkan, dan manusia dikembalikan ke orientasi dasar

semula sebagai putra-putri Allah yang sejati, yaitu di dalam Yesus Kristus (Yoh 1:12).

Salib Kristus dikisahkan dalam berbagai versi dan masing-masing menonjolkan suatu

aspek tertentu dari Misteri Kristus:

Kita terbiasa dengan hanya satu gambaran atau satu makna saja akan Salib Kristus, seakan-akan

suatu gambaran tunggal yang diperoleh dari gabungan keempat Injil. Padahal fakta bahwa GerejaPurba telah menerima empat versi Injil berarti bahwa masing-masing versi itu memang berbeda

tapi meski berbeda tetap saling melengkapi. Seandainya semuanya hanya mengisahkan satu versi

yang sama, tentulah hanya salah satu saja yang diterima.

Sikap Gereja Purba itu merupakan pengakuan bahwa realitas Yesus itu begitu kaya

sehingga tak satu gambaran pun dapat mencakup siapa Dia bagi kita, meski diakui bahwa "Yesus

Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya" (Ibr 13:8). Lewat macam-

macam pengisahan itu Gereja Purba, seperti Paulus, berharap bahwa para pembacanya "dapat 

memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih

itu, sekali pun ia melampaui segala pengetahuan" (Ef 3:18-19).

Masing-masing penulis itu ingin menerangi makna kesengsaraan dan kematian Yesus dan

dengan itu pula sekaligus ingin menerangi makna kesengsaraan dan kematian yang sedang/akan

dialami oleh para pembacanya. Seorang ekseget Amerika, Donald Senior, merumuskannya

demikian, "The passion of Jesus was not only a story from the past but, in the sufferings and hopes of the

Christians, was a living reality of the present" (The Passion of Jesus in the Gospel of Mark , hal. 11).

Tentu dibutuhkan kesempatan yang jauh lebih luas untuk dapat membahas gambaran

lengkap masing-masing penginjil, apalagi Paulus, tentang makna Salib Kristus itu. Di sini hanya

dapat diberikan ringkasan dari buku seorang ekseget Amerika lainnya, Raymond E. Brown, yang

sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Kristus yang Tersalib dalam Pekan Suci 

(Yogyakarta: Kanisius, 1992). Dia bicara tentang gambaran menurut Mk, Luk dan Yoh karena

Mat dianggap berbeda sedikit dari Mk. Ia menyimpulkan demikian:

Page 8: Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

8/14/2019 Misteri Salib Kristus: Menurut para Penginjil

http://slidepdf.com/reader/full/misteri-salib-kristus-menurut-para-penginjil 8/8

Martin/Salib/hal. 8

"Apabila kisah sengsara yang berbeda ini dibaca bersamaan, janganlah orang

cemas oleh perbedaannya atau menanyakan pandangan mana tentang Yesus

yang lebih tepat: Yesus dalam Mrk yang mengalami penderitaan, ditinggalkan

seorang diri, tetapi akhirnya dibenarkan; Yesus dalam Luk yang cemas terhadap

orang lain dan dengan kemurahan hati memberi pengampunan; atau Yesus

dalam Yoh yang penuh kemenangan meraja dari salib sambil menguasai semua

yang terjadi. Ketiga-tiganya diberikan kepada kita oleh Roh Pengilham, dan tak 

satu pun di antaranya menimba habis makna Yesus; ibarat seorang berjalan

mengitari sebuah berlian besar untuk melihatnya dari tiga sudut yang berlainan.

Sebuah gambaran yang benar atas seluruh berlian itu baru muncul karena sudut-

sudut pandangan yang berbeda. Dengan menyajikan dua pandangan yang

berbeda tentang Yesus Yang Tersalib, setiap Pekan Suci, yang satu pada

Minggu Palma [Thn. A: Mat; Thn. B: Mk; Thn. C: Lk], yang satu lagi pada

Jumat Agung [selalu dari Yoh], Gereja ingin memberi kesaksian tentang

kebenaran dan memungkinkan umat dengan kebutuhan rohani yang amat

berbeda, menemukan makna dalam salib. ... Memilih satu gambaran Yesus

Yang Tersalib sedemikian rupa, sehingga yang lain terabaikan atau

mengharmoniskan semua lukisan Injil ke dalam satu hal saja, akan mengurangi

kekayaan makna salib." (hal. 96-97).

[Kursus Pendalaman Iman Katolik 

Para Pemuka Jemaat - D.I.Y,

Aula FIPA-USD,

20 Nov. 1997]