18
Penyakit Katup Mitral Stenosis mitral Etiologi Penyebab tersering dari stenosis mitral (MS) adalah demam rematik. Sekitar 50% pasien dengan gejala stenosis mitral akan memiliki riwayat menderita demam rematik akut rata-rata 20 tahun sebelum adanya gejala stenosis mitral. Pasien tersebut akan memperlihatkan deformitas rematik tipikal dati katup pada pemeriksaan ekokardiografi dan pemeriksaan patologi yang akan dijelaskan lebih lanjut. Penyebab lain stenosis mitral yang cukup jarang ditemukan (kurang dari 1%) mencakup stenosis daun katup mitral kongenital, kalsifikasi prominen yang meluas dari anulus mitral ke daun katup pada pasien usia lanjut, atau endokarditis dengan vegetasi sangat besar sehingga menyumbat orifisium katup. Patologi 1

Mitral Stenosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mitral stenosis

Citation preview

Penyakit Katup MitralStenosis mitral

Etiologi

Penyebab tersering dari stenosis mitral (MS) adalah demam rematik. Sekitar 50% pasien dengan gejala stenosis mitral akan memiliki riwayat menderita demam rematik akut rata-rata 20 tahun sebelum adanya gejala stenosis mitral. Pasien tersebut akan memperlihatkan deformitas rematik tipikal dati katup pada pemeriksaan ekokardiografi dan pemeriksaan patologi yang akan dijelaskan lebih lanjut. Penyebab lain stenosis mitral yang cukup jarang ditemukan (kurang dari 1%) mencakup stenosis daun katup mitral kongenital, kalsifikasi prominen yang meluas dari anulus mitral ke daun katup pada pasien usia lanjut, atau endokarditis dengan vegetasi sangat besar sehingga menyumbat orifisium katup.

Patologi

Peradangan akut dan berulang akan menghasilkan gambaran patologi tipikal dari stenosis mitral rematik. Gambaran tersebut mencakup penebalan fibrosa dan kalsifikasi daun katup, penyatuan komisura (batas dimana daun katup bertemu), serta penebalan dan pemendekan dari korda tendinae.Patofisiologi

Pada fase diastolik dini dari jantung normal, katup mitral akan terbuka dan menyebabkan masuknya aliran darah secara bebas dari atrium kiri (LA) ke ventrikel kiri (LV), sehingga terdapat perbedaan tekanan antara kedua ruangan jantung tersebut. Pada kasus mitral stenosis, terdapat obstruksi aliran darah yang melewati katup, sehingga terjadi gangguan pengosongan atrium kiri sehingga menyebabkan gradien tekanan yang abnormal antara atrium kiri dan ventrikel kiri (Gambar 8.2 dan 8.3). Sebagai hasilnya, tekanan atrium kiri akan lebih tinggi dibandingkan kondisi normal, dimana kondisi ini merupakan mekanisme kompensasi untuk mendorong darah melewati katup yang mengalami obstruksi. Daerah cross-sectional dari orifisium katup mitral normal adalah 4 sampai 6 cm2. Stenosis mitral akan memberikan gangguan hemodinamik yang cukup signifikan jika area katup mengalami penyempitan sampai kurang dari 2 cm2. Walaupun tekanan ventrikel kiri biasanya masih normal pada kasus stenosis mitral, namun gangguan pengisian ruang ventrikel akibat penyempitan katup mitral ini dikatakan dapat menurunkan volume sekuncup dan curah jantung dari ventrikel kiri.

Gambar 8.2. Patofisiologi stenosis mitral. Pada jantung yang normal, darah dapat mengalir secara bebas dari atrium kiri (LA) ke ventrikel kiri (LV) selama fase daistol. Pada kasus stenosis mitral, terdapat obstruksi yang menyebabkan gangguan pengosongan atrium kiri. Jadi, tekanan atrium kiri akan mengalami peningkatan, sehingga menyebabkan peningkatan dari tekanan pulmoner dan berlanjut ke peningkatan tekanan jantung kanan.

Gambar 8.3. Gambaran hemodinamik untuk kasus stenosis mitral. Tekanan atrium kiri (LA) mengalami peningkatan, dan terdapat gradien tekanan (daerah yang berwarna biru) antara atrium kiri dan ventrikel kiri (LV) selama fase diastol. Dibandingkan dengan skema yang normal (Gambar 2.1). Selain itu, terdapat pula suara jantung yang abnormal, dimana terdapat opening snap (OS) diastolik yang berkorespondensi terhadap pembukaan katup mitral, yang diikuti dengan dekresensi murmur. Terdapat pula penonjolan murmur tepat sebelum bunyi S2 yang terjadi akibat peningkatan gradien tekanan ketika atrium kiri berkontraksi (penonjolan presistolik).

Tekanan atrium kiri yang tinggi pada kasus stenosis mitral secara pasif akan berpindah ke sirkulasi pulmoner, sehingga menghasilkan peningkatan tekanan kapiler dan vena pulmonalis (Gambar 8.2). Peningkatan tekanan hidrostatik pada vaskulatura pulmoner ini dapat menyebabkan transudasi plasma ke kompartemen interstisial paru dan alveolus. Oleh karena itu, pasien dapat memberikan gejala dispnea dan gejala lain dari gagal jantung kongestif. Pada kasus-kasus yang berat, peningkatan tekanan vena pulmoner yang signifikan akan menyebabkan terbukanya kanal kolateral antara vena bronkial dan vena pulmonalis. Setelah itu, tekanan pembuluh darah pulmoner yang tinggi akan menyebabkan ruptur dari vena bronkial ke parenkim paru, dan memberikan gejala batuk darah (hemoptisis).

Peningkatan tekanan atrium kiri pada stenosis mitral dapat menyebabkan dua bentuk hipertensi pulmoner yang berbeda, yaitu bentuk pasif dan bentuk aktif. Kebanyakan pasien dengan stenosis mitral akan mengalami hipertensi pulmoner pasif, yang berhubungan dengan perpindahan ke belakang dari tekanan atrium kiri yang tinggi ke arah vaskulatura pulmoner. Hal ini sebenarnya menggambarkan sebuah peningkatan tekanan arteri pulmoner yang memang harus terjadi untuk membantu mempertahankan aliran ke belakang dari kondisi tekanan vena pulmoner dan atrium kiri yang tinggi. Selain itu, sekitar 40% pasien dengan stenosis mitral akan memberikan gambaran hipertensi pulmoner reaktif dengan hipertrofi medial dan fibrosis intimal dari arteriola pulmonaris. Hipertensi pulmoner reaktif dikatakan cukup memberikan keuntungan, karena peningkatan resistensi arteriol akan menghambat aliran darah ke kaplier pulmoner, dimana kondisi ini akan menurunkan tekanan hidrostatik kapiler sehingga mencegah kapiler pulmoner dari peninggian tekanan yang lebih tinggi. Namun, keuntungan ini mengakibatkan penurunan aliran darah ke pembuluh darah pulmoner dan meningkatkan tekanan jantung kanan, karena jantung kanan memompa darah melawan resistensi pulmoner yang meningkat tersebut. Peningkatan tekanan ventrikel kanan yang kronik akan mengakibatkan hipertrofi dan dilarasi ruang jantung kanan, serta menyebabkan gagal jantung kanan.

Peningkatan tekanan berlebih dari atrium kiri pada kasus stenosis mitral akan menyebabkan pembesaran atrium kiri. Dilatasi dari atrium kiri akan meregangkan serabut konduksi atrium dan mengganggu integritas dari sistem konduksi atrium, dimana kondisi ini dapat menyebabkan fibrilasi atrium (ritme jantung yang cepat dan tidak teratur). Fibrilasi atrium berkontribusi terhadap menurunnya curah jantung pada kasus mitral stenosis, karena peningkatan denyut jantung pada kasus fibrilasi atrium ini dapat memperpendek fase diastol. Hal ini akan memperpendek waktu yang tersedia untuk darah agar dapat mengalir melewati katup mitral yang mengalami obstruksi, untuk mengisi ruang ventrikel kiri, dan pada waktu yang sama dapat pula terjadi peningkatan tekanan atrium kiri.

Stagnasi relatif dari aliran darah pada atrium kiri yang berdilatasi untuk kasus stenosis mitral, terutama jika terjadi bersamaan dengan adanya fibrilasi atrium, akan memicu terbentuknya trombus intra-atrium. Tromboemboli ke organ perifer dapat terjadi setelah kondisi tersebut, dan hal ini akan menyebabkan beberapa komplikasi, seperti oklusi serebrovaskuler (stroke). Jadi, pasien dengan stenosis mitral yang mengalami fibrilasi atrium perlu untuk menjalani terapi antikoagulasi jangka panjang.Gambaran klinis dan evaluasiGambaran klinis

Perjalanan penyakit stenosis mitral dikatakan sangat bervariasi. Angka bertahan hidup pada pasien yang tidak diterapi selama 10 tahun setelah onset gejala adalah 50% sampai 60%. Angka bertahan hidup ini dilaporkan melebihi 80% untuk periode 10 tahun, pada pasien dengan gejala minimal atau pasien tanpa gejala sama sekali. Angka bertahan hidup ini dilaporkan menjadi jauh lebih terbatas pada pasien dengan gejala tahap lanjut dan bahkan menjadi lebih buruk pada pasien yang mengalami hipertensi pulmoner yang cukup signifikan, dengan angka bertahan hidup rata-rata hanya 3 tahun.

Gambaran klinis stenosis mitral sangat bergantung pada derajat reduksi dari luas katup. Semakin berat derajat stenosis, maka semakin hebat gejala yang berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmoner dan atrium kiri. Manifestasi dini dari penyakit ini mencakup dispnea dan penurunan kapasitas olahraga. Pada stenosis mitral yang ringan, dispnea dapat tidak muncul pada saat istirahat, namun dapat memberat pada saat aktivitas karena tekanan atrium kiri akan meningkat pada kondisi denyut jantung yang lebih cepat, dan pada aktivitas-aktivitas yang menginduksi peningkatan aliran darah yang melewati jantung (contohnya, penutunan waktu pengisian diastolik). Oleh karena itu, kondisi dan aktivitas-aktivitas lain yang meningkatkan denyut jantung dan aliran darah jantung dikatakan dapat mempercepat atau memicu gejala dari stenosis mitral, yang mencakup demam, anemia, hipertiroid, kehamilan, aritmia cepat seperti fibrilasi atrium, olahraga, stres emosional, dan hubungan seksual.

Untuk kasus stenosis mitral yang berat seperti luas katup yang lebih kecil, dispnea dilaporkan dapat terjadi bahkan pada saat istirahat. Selain itu, dapat pula terjadi gejala lain seperti fatigue dan gejala-gejala kongesti pulmoner yang lebih berat seperti orthopnea dan dispnea nokturnal paroksismal. Untuk kasus mitral stenosis berat dengan hipertensi pulmoner, dapat terjadi gejala-gejala gagal jantung kanan seperti distensi vena, hepatomegali, asites, dan edema perifer. Kompresi nervus laringeal rekuren oleh pembesaran arteri pulmoner atau atrium kiri dikatakan dapat menyebabkan suara parau.

Untuk beberapa kasus, diagnosis stenosis mitral dapat ditandai dengan salah satu komplikasinya seperti fibrilasi atrium, tromboemboli, endokarditis infektif, atau hemoptisis, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.Pemeriksaan

Terdapat beberapa tanda khusus dari stenosis mitral yang bisa didapatkan dari pemeriksaan. Palpasi dari sisi anterior dada kiri dapat memberikan sensasi detakan dari ventrikel kanan pada pasien dengan peningkatan tekanan ventrikel kanan. Pemeriksaan auskultasi dapat memberikan suara S1 yang cukup nyaring (suara jantung pertama yang dikaitkan dengan penutupan katup mitral) pada fase dini penyakit. Peningkatan S1 disebabkan oleh gradien tekanan yang tinggi antara atrium dan ventrikel, yang menjaga mobilitas dari daun katup mitral untuk membuka secara luas pada fase diastol, dimana pada awal fase sistrol kontraksi ventrikel akan secara kasar menutup daun aktup tersebut, sehingga menyebabkan suara penutupan yang lebih menonjol. Pada fase lanjut penyakit ini, intensitas S1 dapat menjadi normal atau bahkan menurun karena adanya penambahan ketebalan, kalsifikasi, dan imobilitas dari katup mitral.

Gambaran utama stenosis mitral pada pemeriksaan auskultasi adalah adanya opening snap (OS) dengan intensitas yang cukup tinggi setelah bunyi S2. OS ini dikatakan merupakan hasil dari peningkatan tegangan korda tendinae yang tiba-tiba dan stenosis dari pembukaan daun katup. Interval antara S2 dan OS biasanya berbanding terbalik dengan derajat severitas mitral stenosis, dimana semakin berat derajat stenosis mitral, maka tekanan atrium kiri akan lebih tinggi dan pembukaan katup paksa pada fase diastol akan terjadi secara lebih dini. Bunyi OS akan diikuti dengan pengurangan murmur frekuensi rendah (disebut sebagai diastolic rumble) yang disebabkan oleh turbulensi aliran darah yang melewati katup stenotik selama fase diatol (Gambar 8.3). Derajat severitas dari stenosis mitral dikatakan berhubungan dengan durasi murmur diastolik, namun tidak berhubungan dengan intensitasnya. Semakin berat stenosis yang terjadi, maka semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk pengosongan atrium kiri dan semakin besar pula gradien yang dibutuhkan antara atrium kiri dan ventrikel kiri untuk bekerja. Pada periode yang mendekati akhir diastol, kontraksi dari atrium kiri akan menyebabkan peningkatan kembali gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri (Gambar 8.3), sehingga murmur secara ringkas akan menjadi lebih nyaring terdengar, dimana kondisi ini disebut sebagai pre-systolic accentuation. Penekanan akhir mutmur ini tidak akan terjdi jika terdapat fibrilasi atrium, karena tidak terdapat kontraksi atrium yang efektif pada kondisi tersebut. Murmur yang disebabkan oleh lesi katup lain sering terjadi bersamaan pada pasien stenosis mitral. Contohnya, regurgitasi mitral sering muncul bersamaan dengan stenosis mitral. Selain itu, gagal jantung kanan yang disebabkan oleh stenosis mitral dapat menginduksi regusgitasi trikuspid sebagai hasil dari pembesaran ventrikel kanan. Dekresensi murmur diastolik sepanjang batas sternum kiri dapat muncul akibat koeksistensi regurgitasi aorta karena adanya keterlibatan penyakit rematik katup aorta, atau dapat pula muncul akibat regurgitasi pulmoner karena adanya stenosis mitral yang menginduksi hipertensi pulmoner. Pemeriksaan elektrokardiogram pada kasus stenosis mitral secara rutin memperlihatkan adanya pembesaran atrium kiri, dan hipertrofi ventrikel kanan jika terdapat hipertensi pulmoner. Selain itu, fibrilasi atrium juga bisa didapatkan. Pemeriksaan radiologi dada memperlihatkan adanya pembesaran atrium kiri, redistribusi pembuluh darah pulmoner, edema interstisial, dan garis Kerley B yang muncul akibat adanya edema pada septum pulmoner. Adanya hipertensi pulmoner dapat menyebabkan pembesaran ventrikel kanan dan prominensia arteri-arteri pulmoner.

Pemeriksaan ekokardiogradi merupakan pemeriksaan diagnostik mayor untuk kasus stenosis mitral. Pemeriksaan ini memperlihatkan adnaya penebalan daun katup mitral dan penyatuan abnormal dari komisuranya dengan pemisahan terestriksi pada fase diastol. Pembesaran atrium kiri juga dapat dinilai, dimana kondisi ini dapat memperlihatkan adanya trombus intra-atrial. Luas katup mitral dapat dinilai secara langsung melalui proyeksi cross-sectional atau dikalkulasi menttunakan pemeriksaan velositas ekokardiogradi Doppler> Pasien dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelas severitas penyakit berdasarkan luas katup mitralnya. Orificium katup mitral normal seharusnya berukuran 4-6 cm2. Penurunan katup mitral < 2 cm2 dikategorikan ke dalam stenosis mitral ringan, penurunan luas katup mitral 1.1 sampai 1.5 cm2 dikorelasikan dengan stenosis mitral sedang, dan stenosis mitral berat didefinisikan sebagai luas katup yang kurang dari 1.0 cm2. Walaupun katetrisasi jantung dikatakan tidak perlu untuk mengkonfirmasi diagnosis stenosis mitral, namun pemeriksaan ini terkadang dilakukan untuk mengkalkulasi luas katup dengan penilaian hemodinamik langsung dan untuk mengklarifikasi apakah terdapat regurgitasi mitral, hipertensi pulmoner, atau penyakit arteri koroner.Terapi

Diuretik dapat diresepkan untuk menangani gejala kongesti vaskuler pada kasus stenosis mitral. Jika terdapat fibrilasi atrium, maka pasien dapat diberikan penghambat beta, antagonis kanal kalsium dengan sifat kronotropik negatif (verapamil atau diltiazem), atau digoksin, untuk memperlambat kontraksi ventrikel yang terlalu cepat, sehingga dapat memaksimalkan fase pengisian ventrikel kiri diastolik. Terapi antokoagulasi jangka panjang direkomendasikan untuk mencegah tromboemboli, pada pasien dengan stenosis mitral atau fibrilasi atrium, dan pada pasien yang sudah sementara mengalami emboli.

Jika gejala stenosis mitral menetap walaupun telah diberikan terapi diuretik dan pengontrolan denyut jantung, atau jika terdapat hipertensi arteri pulmoner yang cukup signifikan, maka koreksi mekanik dari stenosis dapat direkomendasikan. Percutaneous balloon mitral valvuloplasty merupakan terapi pilihan untuk kasus stenosis mitral pada beberapa pasien tertentu. Selama prosedur ini, balon kateter dimasukkan melalui vena femoralis sampai ke atrium kanan, melewati septum atrium (dengan secara sengaja membuat defek septum yang kecil), dan berlanjut ke orifisium katup mitral yang mengalami penyempitan. Balon ini kemudian diinflasi secara cepat sehingga membuka komisura-komisura yang saling melekat. Prosedur ini dikatakan paling aman dan paling efektif jika tidak terdapar komplikasi seperti regurgitasi mital, kalsifikasi valvular atau subvalvular ekstensif, atau trombus atrial. Hasil dari prosedur ini telah diteliti dalam suatu percobaan acak yang membandingkan prosedur tersebut dengan prosedur bedah secara anatomi. Penelitian ini memperlihatkan bahwa, 5% pasien yang menjalani valvuloplasti balon mitral ternyata masih memiliki defek septum atrial residual. Komplikasi lain yang cukup jarang terjadi mencakup emboli serebral pada waktu dilakukan prosedur valvuloplasti, perforasi jantung, atau pembentukan regurgitasi mitral yang membutuhkan penggantian katup secara bedah. Estimasi angka bertahan hidup tanpa komplikasi untuk 7 tahun setelah valvulopasti dilaporkan mencapai angka 67% sampai 76%.

Opsi pembedahan dapat diberikan untuk koreksi stenosis mitral pada pasien yang secara anatomi tidak dapat dilakukan balon valvuloplasti. Teknik pembedahan tersebut mencakup open mitral commisurotomy (operasi dimana komisura stenotik dipisahkan di bawah visualisasi langsung) dan untuk kasus yang berat dapat dilakukan penggantian katup mitral. Komisutoromi katup mitral terbuka dikatakan cukup efektif, dan kasus restenosis hanya terjadi pada kurang dari 20% pasien setelah dilakukan follow-up 10 sampai 20 tahun.1