Upload
dinhdang
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Oleh :
THOMAS MAILINTON
F34102008
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH
PABRIK KELAPA SAWIT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
THOMAS MAILINTON
F34102008
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH
PABRIK KELAPA SAWIT
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
THOMAS MAILINTON
F34102008
Dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1984
Tanggal lulus : Agustus 2007
Menyetujui,
Bogor, Agustus 2007
Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Ir. Chamidun Daim, MM Pembimbing I Pembimbing II
MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH
PABRIK KELAPA SAWIT
Thomas Mailinton. F34102008. Rapid Assesment Model for Waste Management in Palm Oil Mill. Supervised by Hartrisari Hardjomidjojo and Chamidun Daim. 2007
SUMMARY Palm oil mill is an industrial sector that has good potential to develop as one of leading industry in Indonesia. In 2005 noted, palm crop field in Indonesia reach 4.2 millions acre and among 2.9 millions acre has been productive field. At the end of 2007, Indonesia has been predicted will be the largest producer of palm crop and crude palm oil in the world. In 2005, amount of palm oil mill in Indonesia is 320 units with any production capacity. Total production capacity of palm oil mill in Indonesia is 13520 tones/hour. At the side of produce crude palm oil and palm kernel oil as main product, palm oil mill also produces waste mill that are palm oil mill effluent, empty fruit bunch, shell, and fiber. Shell and fiber have been used by palm oil mill as alternative energy but palm oil mill effluent and empty fruit bunch not used very well yet. Annually, palm oil mill in Indonesia produced palm oil mill waste water 5.678 millions m3, sludge 1.135 millions ton, and empty fruit bunch 1.869 millions ton. The outsized amount of waste palm oil mill pushed each palm oil mill has a good waste management that will keep the environmental sustainability. The objective of this research is to identify the variety and the amount of waste at palm oil mill and build a rapid assesment model for waste management in palm oil mill. Waste management technology that usually used at palm oil mill in Indonesia could be categorized as three group of waste management technology. First, palm oil mill effluent treats by pond technology and empty fruit bunch used as mulsa. Second, palm oil mill effluent treats by land application technology to be liquid fertilizer and empty fruit bunch use as mulsa. Third, palm oil mill effluent an empty fruit bunch used as compost by composting technology. Rapid assesment model for waste management in palm oil mill implemented into computer software that called MPC LIKESWIT 1.0. This software contains fifteen sub-model penilaian kinerja (SMPK), (1) SMPK waste water characteristic, (2) SMPK waste water substances, (3) SMPK sludge characteristic, (4) SMPK empty friut bunch characteristic as group of variety and waste characteristic; (5) SMPK pond technology, (6) SMPK land application technology, (7) SMPK mulsa technology, (8) SMPK composting technology as group of waste management technology; (9) SMPK waste water product, (10) SMPK liquid organic fertilizer, (11) SMPK mulsa product, (12) SMPK compost as group of waste management product; (13) SMPK Economic, (14) SMPK Social, dan (15) SMPK Environmental. The judgement of the performances assesment is done by calculating the deviation. The maximum deviation value is 10 %. If the deviation of the criteria is less or equal to 10% then the criteria value is ‘good’. If the deviation of the criteria is between 10% to 30%, then the criteria value is ‘less good’. And If the deviation of the criteria is greater than 30%, then the criteria value mean ’bad’.
The result of overall analysis as validation process, palm oil mill PTPN IV Medan that used pond technology and mulsa technology perform PTPN IV Medan waste management was ‘less good’ by deviation value is 23.71%. Palm oil mill PT AIP Teluk Siak that used land application technology and mulsa technology perform PT AIP Teluk Siak waste management was ‘good’ by deviation value is 9.88%
Thomas Mailinton. F34102008. Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Dibawah bimbingan Hartrisari Hardjomidjojo dan Chamidun Daim. 2007
RINGKASAN Industri pengolahan kelapa sawit merupakan sektor industri yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai salah satu industri unggulan Indonesia. Tahun 2005 tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,2 juta ha, dengan lahan produktif mencapai 2,9 juta. Pada akhir tahun 2007, Indonesia diprediksi akan menjadi produsen tanaman kelapa sawit dan produk olahan CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia. Pada tahun 2005, jumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia mencapai 320 unit dengan berbagai kapasitas produksi pabrik. Total kapasitas olahan pabrik kelapa sawit di Indonesia adalah 13520 ton/jam. Selain menghasilkan CPO dan PKO (Palm Kernel Oil) sebagai produk utama, pabrik kelapa sawit juga menghasilkan limbah produksi berupa air limbah dan lumpur (Palm Oil Mill Effluent), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Cangkang dan serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan bakar industri tetapi penanganan limbah cair kelapa sawit dan tandan kosong sawit masih belum optimal. Apabila dilakukan konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di Indonesia maka setiap tahunnya akan dihasilkan air limbah sebanyak 5,678 juta m3, lumpur sebanyak 1,135 juta ton, dan 1,869 juta ton tandan kosong sawit. Banyaknya limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit menuntut adanya instalasi penanganan limbah yang dapat menjaga kelestarian lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dalam pabrik kelapa sawit dan membangun model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Teknologi penanganan limbah yang lazim digunakan pada pabrik kelapa sawit di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga jenis kelompok penanganan limbah. Pertama, air limbah dan lumpur ditangani dengan teknologi sistem kolam dan tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai mulsa. Kedua, air limbah dan lumpur dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik dan tandan kosong sawit digunakan sebagai mulsa. Ketiga, air limbah dan lumpur serta tandan kosong sawit diolah menjadi kompos dengan menggunakan teknologi pengomposan. Model penilaian cepat kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer dengan nama MPC LIKESWIT 1.0. Perangkat lunak ini terdiri dari limabelas sub-model penilaian kinerja (SMPK), yaitu (1) SMPK karakteristik limbah cair, (2) SMPK kandungan hara limbah cair, (3) SMPK karakteristik lumpur, (4) SMPK karakteristik TKS sebagai kelompok kinerja jenis dan karakteristik limbah; (5) SMPK teknologi sistem kolam, (6) SMPK teknologi aplikasi lahan, (7) SMPK teknologi mulsa, (8) SMPK teknologi pengomposan sebagai kelompok kinerja teknologi penanganan limbah; (9) SMPK buangan sistem kolam, (10) SMPK produk pupuk cair organik, (11) SMPK produk pupuk mulsa, (12) SMPK produk kompos sebagai kelompok kinerja produk limbah; (13) SMPK Ekonomi, (14) SMPK Sosial, dan (15) SMPK Lingkungan.
Penentuan kinerja dilakukan dengan menghitung nilai penyimpangan (deviasi). Pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini penyimpangan maksimal yang dapat diterima adalah 10%. Jika penyimpangan suatu kriteria kurang dari atau sama dengan 10% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘baik’. Jika penyimpangan kriteria lebih besar dari 10% dan kurang dari atau sama dengan 30% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘kurang baik’. Jika penyimpangan kriteria lebih dari 30% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘buruk’.
Hasil analisis kinerja keseluruhan sebagai tahap validasi yang dilakukan pada pabrik kelapa sawit PTPN IV Medan yang menggunakan teknologi sistem kolam dan mulsa sebagai teknologi penanganan limbahnya menunjukkan kinerja penanganan limbah PTPN IV Medan adalah ‘kurang baik’ dengan penyimpangan (deviasi) sebesar 23,71%. Pabrik kelapa sawit PT Aneka Inti Persada Teluk Siak yang menggunakan teknologi aplikasi lahan dan mulsa menunjukkan kinerja penanganan limbah yang ‘baik’ dengan penyimpangan deviasi sebesar 9,88%.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Model Penilaian
Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit” adalah benar-benar hasil
karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen pembimbing atau dengan jelas
ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Agustus 2007
Yang menyatakan,
Thomas Mailinton
F34102008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 11 Mei 1984 dan
merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara dari pasangan Yosia Rutgers Sera dan
Barbara Shinta Gerson.
Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SD Negeri Langkai 6
Palangkaraya pada tahun 1996, selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke SLTP
Negeri 4 Selat Kuala Kapuas dan selesai pada tahun 1999. Setelah lulus pada
tahun 2002 dari SMU Negeri 5 Palangkaraya, penulis melanjutkan pendidikan di
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
PMDK.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah skripsi ini dapat diselesaikan. Banyak pihak
yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama pelaksanaan penelitian dan
juga penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang tulus kepada :
• Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, selaku dosen pembimbing I
atas segala dorongan, masukan, arahan, dan nasehat selama masa
perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini.
• Bapak Ir. Chamidun Daim, MM, selaku dosen pembimbing II yang telah
mengarahkan dan membimbing penulis dalam penelitian dan penulisan
skripsi ini.
• Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM, selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan saran kepada penulis.
• Ayah, Ibu, dan seluruh anggota keluarga penulis atas doa, dukungan serta
bantuan moril dan materiil sampai selesainya skripsi ini.
• Ferryza, Iwal, Askam, Wahyu, Amin, Parlan, Sanz, Berry, Tedy, Nope,
dan Ednan atas persahabatan dan suasana kekeluargaan yang telah terjalin
selama ini.
• Rekan-rekan TIN 39 atas kebersamaan dan semangatnya selama ini.
• Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian hingga penyelesaian
skripsi.
Semoga karya ini dapat berkenan dan bermanfaat bagi seluruh pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Agustus 2007
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Ruang Lingkup .............................................................................................. 3
C. Tujuan ............................................................................................................ 3
D. Manfaat .......................................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5
A. Pabrik Kelapa Sawit ..................................................................................... 5
1. Tanaman Kelapa Sawit .............................................................................. 5
2. Pabrik Kelapa Sawit ................................................................................... 7
3. Proses Produksi ......................................................................................... 7
4. Jenis dan Karakteristik Limbah Pabrik Kelapa Sawit ............................. 10
5. Sistem Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit ................................... 12
B. Pengukuran Kinerja ..................................................................................... 21
1. Definisi ................................................................................................... 22
2. Ukuran Kinerja ....................................................................................... 23
3. Teknik Pengukuran Kinerja .................................................................... 25
C. Pendekatan Sistem ....................................................................................... 27
III. METODOLOGI ............................................................................................. 32
A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 32
B. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 32
C. Pendekatan Sistem ....................................................................................... 33
1. Analisis Kebutuhan .................................................................................. 33
2. Formulasi Permasalahan .......................................................................... 35
3. Identifikasi Sistem ................................................................................... 34
Halaman
C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 36
D. Teknik Analisis ............................................................................................ 36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 39
A. Konfigurasi Model ....................................................................................... 39
B. Struktur Model ............................................................................................. 42
C. Arsitektur Model .......................................................................................... 44
D. Rancang Bangun Model .............................................................................. 52
E. Validasi ........................................................................................................ 72
VI. KESIMPULAN .............................................................................................. 86
A. Kesimpulan .................................................................................................. 86
B. Saran ............................................................................................................ 87
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 88
LAMPIRAN .......................................................................................................... 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tahap proses, fungsi dan limbah pengolahan minyak sawit ............ 10
Gambar 2. Konsep pengolahan limbah terpadu ................................................. 16
Gambar 3. Teknologi penanganan sistem kolam ................................................ 17
Gambar 4. Teknologi aplikasi lahan .................................................................. 19
Gambar 5. Teknologi Pengomposan .................................................................. 21
Gambar 6. Feedback system ............................................................................... 28
Gambar 7. Tahap Pendekatan Sistem ................................................................ 30
Gambar 8. Tahapan Analisis Sistem .................................................................. 31
Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................ 33
Gambar 10. Diagram input-output sistem penanganan limbah PKS ................... 36
Gambar 11. Konfigurasi Model ........................................................................... 41
Gambar 12. Struktur Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah PKS ............. 42
Gambar 13. Arsitektur Model Aliran Limbah Pabrik Kelapa Sawit ................... 45
Gambar 14. Arsitektur Model Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit........... 47
Gambar 15. Arsitektur Model Faktor Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan ......... 51
Gambar 16. Halaman pengguna MPC LIKESWIT 1.0........................................ 53
Gambar 17. Form Lingkup Informasi MPC LIKESWIT 1.0............................... 53
Gambar 18. Form Tahapan I, II, III ..................................................................... 54
Gambar 19. Form Profil Pabrik atau Perusahaan................................................. 56
Gambar 20. Kesimpulan kinerja MPC LIKESWIT 1.0 ....................................... 57
Gambar 21. Kajian faktor sosial model penilaian cepat limbah PKS .................. 71
Gambar 22. Kinerja Keseluruhan Penanganan Limbah PTPN IV Medan ........... 83
Gambar 23. Kinerja Keseluruhan Penanganan Limbah PT AIP Teluk Siak ....... 84
Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi kimia tandan kosong sawit ................................................ 11
Tabel 2. Karakteristik lumpur limbah cair industri kelapa sawit ....................... 12
Tabel 3. Analisa kebutuhan stakeholders sistem penanganan limbah PKS ....... 34
Tabel 4. Kriteria karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit ......................... 59
Tabel 5. Kriteria kandungan hara limbah cair pabrik kelapa sawit .................... 59
Tabel 6. Kriteria karakteristik drab lumpur pabrik kelapa sawit ....................... 60
Tabel 7. Kriteria karakteristik tandan kosong pabrik kelapa sawit .................... 61
Tabel 8. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1) ............... 62
Tabel 9. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1I) .............. 62
Tabel 10. Kriteria penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan .............................. 63
Tabel 11. Kriteria penilaian kinerja teknologi mulsa ........................................... 63
Tabel 12. Kriteria penilaian kinerja teknologi pengomposan .............................. 65
Tabel 13. Kriteria parameter mutu buangan sistem kolam .................................. 65
Tabel 14. Kriteria penilaian produk pupuk cair organik ...................................... 66
Tabel 15. Kriteria penilaian produk pupuk mulsa ................................................ 67
Tabel 16. Kriteria penilaian produk pupuk kompos ............................................ 68
Tabel 17. Kriteria penilaian investasi teknologi penanganan limbah .................. 69
Tabel 18. Kriteria penilaian biaya penanganan limbah dan peningkatan
keuntungan ........................................................................................... 70
Tabel 19. Kriteria penilaian faktor lingkungan .................................................... 72
Tabel 20. Penilaian karakteristik limbah cair PTPN IV Medan ........................... 73
Tabel 21. Penilaian karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak ....................... 74
Tabel 22. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PTPN IV Medan ............ 75
Tabel 23. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PT AIP Teluk Siak......... 75
Tabel 24. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet) 1 PTPN IV Medan ............ 76
Tabel 25. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet 2) PTPN IV Medan ............ 76
Tabel 26. Penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan PT AIP Teluk Siak ............ 77
Tabel 27. Penilaian kinerja teknologi mulsa PTPN IV Medan ............................ 77
Tabel 28. Penilaian kinerja teknologi mulsa PT AIP Teluk Siak ........................ 78
Halaman
Tabel 29. Penilaian buangan sistem kolam PTPN IV Medan .............................. 78
Tabel 30. Penilaian produk pupuk cair organik PT AIP Teluk Siak .................... 79
Tabel 31. Penilaian produk pupuk mulsa PTPN IV Medan ................................. 80
Tabel 32. Penilaian produk pupuk mulsa PT AIP Teluk Siak ............................. 80
Tabel 33. Penilaian kinerja lingkungan PTPN IV Medan.................................... 82
Tabel 34. Penilaian kinerja lingkungan PT AIP Teluk Siak ................................ 82
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pohon industri tanaman kelapa sawit ............................................ 91
Lampiran 2. Proses produksi minyak kelapa sawit ............................................. 92
Lampiran 3. Diagram alir implementasi model penilaian cepat pabrik kelapa
sawit ............................................................................................... 93
Lampiran 4. Contoh hardcopy kinerja keseluruhan MPC LIKESWIT 1.0 ......... 94
Lampiran 5. Investasi dan biaya penanganan teknologi sistem kolam ............... 95
Lampiran 6. Investasi, biaya operasional, dan keuntungan pada teknologi
pengomposan .................................................................................. 96
Lampiran 7. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PTPN IV Medan ................... 97
Lampiran 8. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak ............... 98
Lampiran 9. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PTPN IV Medan ............. 99
Lampiran 10. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak ....... 100
Lampiran 11. Hasil penilaian kinerja sosial PTPN IV Medan ............................ 101
Lampiran 12. Hasil penilaian kinerja sosial PT AIP Teluk Siak ........................ 102
Lampiran 13. Hasil Kinerja Keseluruhan PTPN IV Medan ............................... 103
Lampiran 14. Hasil Kinerja Keseluruhan PT AIP Teluk Siak ............................ 104
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai
peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberi
manfaat sebagai bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah
di dalam negeri dan untuk ekspor sebagai penghasil devisa negara. Perkebunan
dan industri pemanfaatan kelapa sawit menyediakan kesempatan kerja bagi lebih
dari 2 juta tenaga kerja di berbagai subsistem. Dari sisi upaya pelestarian
lingkungan hidup, tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan
berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan dalam penyerapan efek gas rumah
kaca seperti (CO2), dan mampu menghasilkan O2.
Keunggulan komperatif berupa sumber daya alam dengan lahan yang luas
dan subur, Indonesia berpotensi untuk menjadi negara produsen kelapa sawit
terbesar di dunia. Tahun 2003 tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia mencapai 4,9 juta hektar, dengan lahan produktif mencapai 2,9 hektar
(Dirjen Perkebunan-Deptan, 2006). Diprediksi akhir tahun 2007 atau awal 2008,
Indonesia akan menjadi produsen tanaman kelapa sawit dan produk olahan CPO
(Crude Palm Oil) terbesar di dunia. Ekspor CPO pada tahun 2005 memberikan
devisa negara sebesar US$ 2,348 milyar serta peningkatan nilai hingga diatas 10%
setiap tahunnya (Dirjen Perkebunan-Deptan, 2006).
Pabrik kelapa sawit merupakan sektor industri yang memiliki potensi yang
sangat besar untuk dikembangkan sebagai salah satu industri ungggulan
Indonesia. Pada tahun 2005 menurut data BP3-Deptan, jumlah pabrik kelapa sawit
di Indonesia mencapai 320 unit dengan berbagai kapasitas produksi pabrik. Total
kapasitas olahan pabrik kelapa sawit di Indonesia adalah 13520 ton TBS/jam.
Selain menghasilkan CPO dan PKO (Palm Kernel Oil) sebagai produk utama,
pabrik kelapa sawit juga menghasilkan limbah produksi berupa limbah cair pabrik
kelapa sawit (LCPKS), tandan kosong sawit (TKS), cangkang, dan serat.
Cangkang dan serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai alteratif bahan bakar
tetapi penanganan LCPKS dan TKS masih belum optimal. Apabila dilakukan
konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di Indonesia maka setiap tahunnya
akan dihasilkan limbah cair sebanyak 5,678 juta m3, lumpur sebanyak 1,135 juta
ton, dan 1,865 juta ton TKS. Banyaknya limbah yang dihasilkan pabrik kelapa
sawit menuntut adanya instalasi penanganan limbah yang dapat menjaga
kelestarian lingkungan.
Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat dunia tentang pelestarian
lingkungan hidup serta adanya persaingan pada pasar global, maka mutu produk
tidak hanya dilihat dari aspek fisik dan kimianya saja, tetapi juga aspek
lingkungan. Sampai saat ini kebijakan pengelolaan lingkungan di bidang industri
perkebunan, khususnya industri minyak sawit masih belum mampu menyentuh
akar permasalahan. Banyak kendala masalah lingkungan yang muncul di lapangan
dan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan pada jangka panjang. Bila kondisi
ini berlanjut, tidak saja kualitas sumberdaya alam dan lingkungan yang
seharusnya dapat dijaga kelestariannya akan rusak, tetapi juga hambatan-
hambatan non tarif pada perdagangan dunia khususnya untuk minyak sawit akan
sangat sulit diatasi dimasa-masa mendatang.
Kuantitas limbah yang besar pada pabrik kelapa sawit menuntut pihak
manajemen harus memiliki kinerja penanganan limbah dengan teknologi yang
ramah terhadap lingkungan, biaya penanganan yang murah, dan mampu
memberikan nilai tambah terhadap limbah sehingga dapat dijadikan sebagai by
product pada pabrik kelapa sawit. Penilaian cepat penanganan limbah pabrik
kelapa sawit dapat memberikan informasi kepada para stakeholders untuk
melakukan evaluasi/audit, koreksi maupun perbaikan terhadap sistem penanganan
limbah sehingga membantu dalam menciptakan penanganan limbah yang optimal
bagi keuntungan pabrik kelapa sawit dan kelestarian lingkungan.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian model penilaian cepat (rapid assessment)
penanganan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) adalah pada lingkup sistem
penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) dan limbah padat berupa
tandan sawit kosong (TKS). Model penilaian cepat yang disusun akan dibatasi
pada empat alternatif penanganan limbah, yaitu teknologi sistem kolam,
teknologi mulsa, teknologi aplikasi lahan, dan teknologi pengomposan.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dalam pabrik
kelapa sawit.
2. Membangun model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa
sawit yang dikembangkan dalam sebuah perangkat lunak aplikatif.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan penilaian terhadap kinerja penanganan limbah
pabrik kelapa sawit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alat
(tool) untuk melakukan pengukuran tentang kinerja penanganan limbah pabrik
kelapa sawit di Indonesia. Beberapa manfaat dari keluaran model penilaian cepat
penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah :
1. Bagi pemerintah, secara umum dapat dijadikan sebagai masukan dan
sebagai dasar evaluasi penentuan strategi pengembangan agribisnis kelapa
sawit pada masa mendatang.
2. Bagi pengusaha dan pabrik kelapa sawit, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat kinerja penanganan
limbah pabrik saat ini (self assessment). Dengan demikian diharapkan
manajemen pabrik kelapa sawit dapat mengetahui prioritas utama yang
perlu dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja penanganan limbah pabrik
kelapa sawit.
3. Bagi lembaga penelitian, hasil penilaian kinerja penanganan limbah pabrik
kelapa sawit dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menyusun
program kerja pada masa yang akan datang, sehingga dapat diperoleh
teknologi penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang paling tepat dan
ekonomis.
4. Bagi auditor, perangkat lunak aplikatif yang dihasilkan dari penelitian ini
dapat menjadi alternatif alat analisis (tools) dalam melakukan evaluasi dan
audit kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pabrik Kelapa Sawit
1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili
Palmae dan berasal dari Afrika Barat. Meskipun demikian, kelapa sawit dapat
tumbuh di luar daerah asalnya, termasuk di Indonesia. Hingga kini tanaman
ini telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa
sawit (Fauzi et al., 2006). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) termasuk
dalam kelas tanaman keras dengan produk primer buah dari tanaman ini
adalah minyak nabati dan sumber vitamin A (Mangoensoekarjo et al., 2003).
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak
mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang kelapa sawit
berbentuk silinder dengan diameter 20 - 75 cm. Tinggi maksimum yang
ditanam di perkebunan antara 15 – 18 m, sedangkan yang di alam mencapai
30 m. Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20 – 22
tandan/tahun (Fauzi et al., 2006).
Buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama
adalah perikarpium yang terdiri dari epikaprium dan mesokarpium, sedangkan
yang kedua adalah biji, yang terdiri dari endokaprium, endosperm, dan
lembaga atau embrio. Epikaprium adalah kulit buah yang keras dan licin,
sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung
minyak dengan rendemen paling tinggi. Endokaprium merupakan tempurung
berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan
penghasil inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal
tanaman (Fauzi et al., 2006).
Tanaman Kelapa Sawit secara umum memiliki waktu tumbuh rata-rata
20 – 25 tahun. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam
tahun. Pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagi periode matang,
dimana pada periode tersebut mulai menghasilkan tandan buah segar (TBS).
Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai
mengalami penurunan produksi TBS dan terkadang pada usia 20-25 tahun
tanaman kelapa sawit mati (Anonim, 2005).
Pada tahun 1968, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia baru
120 ribu ha dan menjadi 4,926 juta ha pada tahun 2003. Selain dari
pertumbuhan areal yang cukup besar tersebut, hal lain yang lebih mendasar
lagi adalah penyebarannya, yang semula hanya ada pada 3 propinsi saja di
Sumatera, tetapi saat ini telah tersebar di 17 propinsi di Indonesia. Sumatera
masih memiliki areal terluas di Indonesia, yaitu mencapai 75,98% diikuti
Kalimantan dan Sulawesi, masing-masing 20,53% dan 2,81%. Komposisi
pengusahaan kelapa sawit juga mengalami perubahan, yaitu dari sebelumnya
hanya perkebunan besar, tetapi saat ini telah mencakup perkebunan rakyat dan
perkebunan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai
1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan
perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%). Sumatera
mendominasi ketiga jenis pengusahaan, sedangkan Kalimantan dan Sulawesi
menjadi lokasi pengembangan perkebunan swasta dan perkebunan rakyat
(Goenadi et al., 2005).
Tanaman kelapa sawit menghasilkan tandan buah sawit (TBS) yang
merupakan bahan baku bagi industri pengolahan di pabrik kelapa sawit.
Pabrik kelapa sawit (PKS) mengolah TBS menjadi produk minyak sawit
mentah (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Crude palm
oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) merupakan bahan baku industri hilir
kelapa sawit, industri hilir ini dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, pertama
industri pangan yang berupa industri minyak goreng, kedua industri non-
pangan yang meliputi industri oleokimia seperti, fatty acid, fatty alcohol,
stearin, gyserin, dan metallic soap (Goenadi et al., 2005). Pada Lampiran 1
ditunjukkan pohon industri tanaman kelapa sawit.
2. Pabrik Kelapa Sawit
Pabrik kelapa sawit adalah industri pengolahan tanaman kelapa sawit
menjadi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit. Tidak semua usaha
perkebunan kelapa sawit mempunyai pabrik untuk mengolah tandan buah
segar (TBS). Dalam hal ini menurut luas atau kapasitas pabriknya usaha
perkebunan kelapa sawit dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu :
Perusahaan besar : kapasitas pabrik lebih dari 10 ton TBS/jam
Perusahaan menengah : kapasitas pabrik kurang dari 10 ton TBS/jam
Perusahaan kecil : tanpa pabrik, luas perkebunan kurang dari 200 ha
(Mangoensoekarjo et al.,2003).
3. Proses Produksi Minyak Sawit (CPO) dan Minyak Inti Sawit (PKO)
Proses produksi minyak kelapa sawit diawali dengan penerimaan TBS
di pabrik, perebusan, penebahan, pengadukan, pemisahan dan pemurnian
minyak, pengambilan minyak dari sludge dan pengolahan inti (Lampiran 2).
3.1 Penerimaan TBS di Pabrik
TBS yang sudah ditimbang di looding ramp dan selanjutnya
dicurahkan pada lori-lori (kapasitas 2,5, ton) sebelum dibawa ke tempat
perebusan. Letak looding ramp lebih tinggi dari pada letak lori.
3.2 Perebusan
Rebusan merupakan bejana besar terbuat dari besi yang dapat
memuat beberapa lori. TBS dalam lori yang telah selesai direbus diangkat
dengan hoisting crane ke bak penebah. Tujuan perebusan adalah agar
enzim sebagai katalis yang dapat menguraikan minyak menjadi asam
lemak bebas (ALB) dan gliserin rusak. Lendir dikeluarkan agar minyak
lebih mudah terpisah dari air dalam proses pemurnian minyak. Lama
perebusan 90 menit dengan suhu 135-150 oC dan tekanan uap 2,5-3,0 atm.
3.3 Penebahan
Pelepasan buah dari tandannya dilakukan oleh mesin penebah.
Buah yang sudah lepas akan jatuh ke ularan dan dibawa ke stasiun
pengadukan. Pada proses ini menghasilkan limbah padat berupa tandan
kosong sawit.
3.4 Pengadukan
Di tempat pengadukan, buah dilumatkan untuk melepaskan daging
buah dari biji. Selanjutnya dilakukan pemanasan dengan suhu 85-95 oC
untuk menjaga minyak tidak membeku.
3.5 Pengempaan
Minyak yang berbentuk bubur yang masuk dari tangki pengadukan
kemudian dikempa. Alat yang dipakai adalah scew press dengan tekanan
50 kg/cm, suhu 85-90 oC, selama 6-10 menit. Pada tekanan 50 kg/cm
minyak dapat terpisah dari ampasnya dengan baik dan biji yang pecah
akan minimal. Minyak kasar yang keluar dari mesin kempaan ditampung
pada tangki setelah melalui saringan getar untuk memisahkan sabut dan
biji. Biji dan serat akan dikirim ke deperikarper.
Mengingat pengoperasian scew press berpengaruh terhadap
presentase biji yang pecah, yang menyebabkan rendemen inti sawit
menjadi rendah, maka untuk meningkatkan ekstraksi minyak dan inti pada
saat ini sudah diterapkan pengempaan dua tahap (double pressing).
Penerapan pengempaan dua tahap dapat meningkatkan ektraksi inti
sebesar 23,02% atau 1,15% terhadap TBS, selain itu metode ini dapat
menurunkan kadar minyak dalam ampas (Naibaho, 1998).
3.6 Pemisahan dan pemurnian minyak
Minyak yang masih bercampur serat dan kotoran ditampung pada
bak pengendap. Minyak yang ada dibagian atas disalurkan ke tangki
minyak kasar setelah mengalami penyaringan di ayakan getar. Minyak
yang akan dimasukan ke dekanter dipanaskan terlebih duhulu dengan uap
panas. Fraksi padat (non oil solid) dan fraksi cair (minyak dan air)
dipisahkan dalam dekanter ini dengan gaya sentrifugal. Fraksi padat yang
masih mengandung 80% air dikeringkan atau dibuang ke lapangan sebagai
buangan lumpur (sludge effluent). Fraksi padat yang sudah dikeringkan
(kadar air 9%) disebut lumpur kering (dry sludge). Penggunaan dekanter
ini adalah untuk mengurangi limbah, tetapi penggunaannya belum disertai
persiapan alat pembantu, misalnya alat angkut bahan padatan yang
diproduksi. Minyak yang terpisah dari fraksi padat dialirkan ke continous
settling tank. Minyak pada bagian atas tangki ini dialirkan ke tangki
minyak sebelum masuk ke pemurnian. Pada bagian bawah continous
settling tank akan terkumpul lumpur yang akan dialirkan ke tangki lumpur.
Untuk menghindari hidrolisis, minyak yang keluar dari pemurnian masuk
ke alat pengering, sedangkan kotoran dialirkan ke fat pit (tempat
pengutipan minyak dari kotoran).
3.7 Pengambilan minyak dari lumpur
Lumpur yang berasal dari continous settling tank masih
mengandung minyak. Suhu lumpur pada tangki lumpur dinaikkan menjadi
95 oC, lalu dialirkan ke tabung penyaring minyak dari serabut (self
cleaning strainer) dan diteruskan ke pemisah minyak dari pasir (desanding
cyclone). Minyak yang sudah bebas serabut dan pasir sebelum masuk ke
continous settling tank, disaring lagi dari kotoran pada pemisah lumpur.
Air dan kotoran dari pemisah lumpur, pemurnian dan rebusan yang masih
mengandung minyak dialirkan ke fat pit. Dengan cara pemanasan, minyak
dapat dipisahkan dari lumpur, sedangkan air dan kotoran dialirkan ke
kolam limbah.
3.8 Pengolahan inti sawit
Ampas yang nerupakan campuran serat dan biji dibawa ke
deperikarper dengan alat cake breaker conveyor. Ampas halus
dikeluarkan melalui fibre cyclone, yang selanjutnya dipakai sebagai bahan
bakar ketel uap, sedangkan biji dikeluarkan melalui polishing drum. Biji
yang bersih diangkut ke silo biji dan dipanaskan agar inti mudah lepas dari
cangkang. Selanjutnya bijih dipecah, dipisahkan dan keringkan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rendemen minyak dan inti
kelapa sawit normal adalah masing-masing sebesar 22% dan 5%,
sedangkan kehilangan minyak dan inti kelapa sawit normal masing-masing
sebesar 1,23% dan 0,27% (Naibaho, 1998). Pada beberapa PKS di
Indonesia, rendemen minyak dan inti kelapa sawit bervariasi, selain oleh
faktor tanaman dan iklim, juga sering ditemui akibat peralatan yang sudah
tua dan tidak standar lagi (Turner et al., 1974).
4. Jenis dan Karakteristik Limbah Pabrik Kelapa Sawit
Industri minyak kelapa sawit yang beroperasi saat ini pada umumnya
sudah berusaha meminimumkan limbah yang dihasilkan, akan tetapi masih
menghasilkan limbah yang cukup potensial mencemari lingkungan, seperti
terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tahap proses, fungsi dan limbah pengolahan minyak sawit
(Anonim, 1998)
Limbah industri minyak sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat
proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis
yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Fauzi et al., 2006).
a. Limbah Padat (tandan kosong sawit)
Sa’id (1996) menyebutkan bahwa limbah padat industri kelapa sawit
mempunyai kekhasan tersendiri pada komposisinya. Komponen bahan
terbesar dari limbah padat adalah selulosa disamping hemiselulolsa dan lignin
dalam jumlah yang lebih kecil. Salah satu jenis limbah padat industri kelapa
sawit yang terbesar adalah tandan kosong sawit (TKS). Komposisi kimiawi
TKS terlihat seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia tandan kosong sawit
Jenis Komponen Komposisi (%) Kadar abu Selulosa Lignin hemiselulosa
15 40 21 24
Sumber : Pratiwi, et al. (1995)
b. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (air limbah dan lumpur)
Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan juga limbah cair (palm
oil mill effluent) yang berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi dan dari
hidrosiklon. Sebagaimana hasil limbah pertanian lainnya, limbah cair kelapa
sawit mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan
organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar,
karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Salah satu
limbah cair industri kelapa sawit yang penting karena diduga sebagai
penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge) yang berasal dari
proses klarifikasi atau disebut lumpur primer (Sa’id, 1996).
Seperti halnya limbah cair industri hasil pertanian lainnya, limbah cair
industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi,
sehingga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi. Limbah cair industri
minyak kelapa sawit umumnya mengandung minyak dan lemak. Hal ini
disebabkan proses ekstraksi minyak kelapa sawit menggunakan uap air,
sehingga air buangan dari proses ini akan mengandung minyak, disamping itu,
sifatnya yang cenderung asam jika dibiarkan lama pH akan turun mencapai
lebih kecil dari empat (Anonim, 1998). Semakin banyak bahan-bahan organik
pada limbah cair, maka semakin besar pula nilai biological oxygen demand
(BOD) limbah tersebut (Anonim, 1995).
Pengaruhnya apabila limbah dibuang langsung tanpa di tangani
terlebih dahulu akan mengakibatkan dampak lingkungan yang menyebabkan
pengurangan kadar oksigen di dalam badan air yang menerimanya sebagai
akibat dari terjadinya pemecahan bahan-bahan organik (Anonim, 1995).
Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka akan
menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air tersebut.
Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan makhluk hidup yang
membutuhkan oksigen di dalam air akan terganggu dan menghambat
perkembangannya (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).
Nurcahyo (1993) dalam Sa’id (1996) menyebutkan karakteristik
lumpur limbah cair industri minyak sawit seperti yang dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik lumpur limbah cair industri kelapa sawit
Parameter Kolam primer Kolam sekunder pH Padatan tersuspensi (ppm) Padatan volatil (ppm) COD (ppm) Nitrat (ppm) Fosfat (ppm)
3,75 80.720 64.760 28.220
31 106
4,54 243.670 233.730 16.320
3 3
Sumber : Nurcahyo (1993) dalam Sa’id (1996)
5. Sistem Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit
Perhitungan besarnya beban pencemaran yang masuk ke lingkungan
tergantung pada kegiatan yang ada disekitar lingkungan tersebut. Untuk
daerah pemukiman beban pencemaran biasanya diperhitungkan melalui
kepadatan penduduk dan rata-rata perorang membuang limbah. Limbah cair
yang dihasilkan dari kegiatan industri sangat bervariasi tergantung dari jenis
dan ukuran industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air,
dan derajat pengolahan air limbah yang ada. Selain limbah cair, limbah padat
(sampah) juga merupakan beban pencemaran yang dapat masuk ke lingkungan
baik secara langsung maupun tak langsung.
Secara konvensional pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit
(LCPKS) dilakukan dengan sistem kolam yang terdiri dari kolam anaerobik
dan aerobik dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari (Wulfert et al.,
2000). Keuntungan dari cara ini antara lain adalah:
• Sederhana
• Biaya investasi untuk peralatan rendah
• Kebutuhan energi rendah
Akan tetapi bila ditelaah lebih lanjut, sistem kolam mempunyai
beberapa kerugian antara lain :
• Kebutuhan areal untuk kolam cukup luas, yaitu sekitar 5 ha untuk pabrik
kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas 30 ton/jam.
• Perlu biaya pemeliharaan untuk pembuangan dan penanganan Lumpur dari
kolam. Untuk PKS yang menggunakan separator 2 fase, praktis semua
lumpur (sludge) yang berasal dari buah mengalir ke kolam. Padatan
tersuspensi dari Lumpur ini tidak akan/sedikit didegradasi sehingga
konsentrasinya akan semakin meningkat dan akan mengendap di dasar
kolam akan semakin menurun sehingga waktu retensi limbah akan turun
dan kapasitas perombakkan kolam juga turun. Disamping itu pembuangan
lumpur juga tidak dapat dilakukan pada semua bagian kolam karena luas
dan dalamnya kolam.
• Hilangnya nutrisi
Semua nutrisi yang berasal dari limbah (N, P, K, Mg, Ca) akan hilang
pada waktu limbah dibuang ke sungai.
• Emisi gas metana ke udara bebas
Hampir semua bahan organik terlarut dan sebagian bahan organik
tersuspensi didegradasi secara anaerobik menjadi gas metana dan
karbondioksida. Emisi gas metana ke udara bebas dapat menyebabkan
efek rumah kaca yang besarnya 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
dengan karbon dioksida. Jumlah gas metan yang diproduksi kolam limbah
anaerobik sekitar 10 m3 setiap ton TBS diolah.
Dengan memperhatikan kerugian pada penggunaan sistem kolam,
maka perlu dikembangkan konsep alternatif pengolahan LCPKS secara
terpadu.
Konsep Alternatif Pengolahan LCPKS
Pada tahap pertama, lumpur/padatan tersupsensi dipisahkan dengan
dekanter atau dissolved air floatation dengan tujuan :
• Mengurangi kandungan COD, BOD, nitrogen dan pasir
• Mengurangi masalah pada proses pengolahan berikutnya seperti foaming,
sedimentasi dan penyumbatan pipa outlet reaktor karena adanya lumpur.
Setelah lumpur dipisahkan, limbah cair yang kandungan utamanya
adalah padatan terlarut di pompakan ke reaktor anaerobik (unggun tetap/fixed
bed, up flow anaerobic sludge blanket atau lainnya), dimana akan terjadi :
• Perombakan bahan organik menjadi biogas
• Proses perombakan terjadi dalam waktu yang singkat dengan kinerja yang
tinggi
• Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dan disimpan
LCPKS yang telah didegradasi secara anaerobik dapat digunakan
sebagai air irigasi (aplikasi lahan/land application) untuk :
• memanfaatkan nutrisi dalam limbah
• menghemat areal untuk kolam
• meminimalisasi pencemaran dan konsumsi energi
Apabila aplikasi lahan tidak dapat dilakukan, limbah dapat diolah lebih
lanjut secara aerobik (kolam aerobik atau activated sludge system) sampai
memenuhi baku mutu lingkungan sebelum dibuang ke sungai.
Apabila energi menjadi faktor yang penting, fraksi lumpur dapat diolah
secara anaerobik dalam reaktor anaerobik berpengaduk untuk produksi biogas.
Lumpur yang sudah diolah dapat digunakan sebagai pupuk bersama dengan
limbah cair untuk memanfaatkan nutrisinya. Lumpur juga dapat dikeringkan
dengan drum drier untuk dijadikan pakan ternak. Pemanfaatan lain dari
lumpur adalah untuk produksi kompos bersama-sama dengan tandan kosong
sawit. Lumpur dicampur dengan TKS yang telah dirajang dan dibiarkan
beberapa minggu sampai menjadi kompos. Dengan cara ini akan terjadi
penguapan air pada lumpur. Tumpukan kompos ini harus dibalik secara
periodik agar proses penguapan maksimal.
Pada Gambar 2 terlihat beberapa variasi dan konsep alternatif
pengolahan LCPKS. Apabila pabrik menggunakan sistem dekender 3 fase,
maka tidak diperlukan proses pemisahan lumpur, tetapi proses pengolahan
lumpur dan limbah cair adalah serupa. Proses utama dari konsep ini adalah
pengolahan secara anaerobik dan pemisahan lumpur.
16
Gambar 2. Konsep pengolahan limbah terpadu (PKS dengan separator 2 fase)
(BAPEDAL, 1998)
39
Pengelolaan limbah cair dan lumpur dengan teknologi sistem kolam
Teknologi sistem kolam merupakan penanganan limbah cair pabrik
kelapa sawit (LCPKS) yang dianggap paling mudah dan murah bagi
pabrik kelapa sawit karena limbah diolah dengan menggunakan prinsip
instalasi penanganan air limbah (IPAL) yang bersifat end of pipe. Gambar
3 menunjukkan proses penanganan limbah cair kelapa sawit dengan
menggunakan teknologi sistem kolam (PPKS, 2000).
Gambar 3. Teknologi penanganan sistem kolam (PPKS, 2000)
• Recovery Tank
Berfungsi untuk mengurangi kadar minyak dari dalam limbah.
• Deoiling Pond
Berfungsi untuk menangkap minyak yang masih tersisa di dalam
limbah, sehingga hanya tersisa 0,4% - 0,6%.
• Cooling Pond
Berfungsi untuk menurunkan suhu limbah menjadi 20-40 0C, agar
mikroorganisme dapat menguraikan limbah. Cooling Pond dapat
digantikan dengan Cooling Tower, yang memiliki fungsi sama namun
lebih menghemat lahan.
Recovery Tank
Deoiling Tank
Cooling Pond/Tower
Netralization
Seedling Pond
Primary Anerobic Pond
Secondary Anerobic Pond
Facultative Pond
Aerobic Pond FinalPond
Public River
40
• Netralization Pond
Berfungsi untuk menaikan pH limbah dari 4 menjadi 7,0 – 7,5, dengan
menambahkan kaustik soda (NaOH) atau kapur tohor (CaO).
• Seedling Pond
Berfungsi untuk mengembangbiakan bakteri. Jika sudah siap akan
dialirkan ke kolam anaerobik.
• Primary Anaerobic Pond
Berfungsi untuk mengubah bahan organik majemuk oleh bakteri
menjadi asam-asam organik yang mudah menguap.
• Secondary Anaerobic Pond
Merupakan kelanjutan dari Primary Anaerobic Pond, yang berfungsi
untuk mengubah asam organik mudah menguap terutama asam asetat
menjadi gas seperti metan, karbondioksida dan hidrogen sulfida.
• Facultative Pond
Berfungsi untuk menguraikan limbah oleh bakteri fakultatif yang pada
penguraian sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh bakteri obligat. Dan
sebagai kolam transisi sebelum masuk ke aerobic pond.
• Aerobic Pond
Berfungsi untuk menguraikan senyawa kompleks menjadi sederhana
oleh aktivitas mikroorganisme yang memiliki. Bahan organik disintesis
menjadi sel-sel baru, dan hasilnya berupa produk akhir (CO2, H2O, dan
NH3) yang stabil.
• Final Pond
Berfungsi sebagai penampungan sementara limbah yang telah diolah,
dan untuk menguji apakah baku mutunya sesuai dengan peraturan
pemerintah pusat dan atau daerah, sebelum dikeluarkan dari sistem
pengolahan air limbah.
Pengelolaan limbah cair dengan teknologi aplikasi lahan
Pemanfaatan limbah cair PKS dengan teknologi aplikasi lahan
dilakukan dengan cara mengalirkan limbah yang berasal dari kolam
penanganan limbah cair ke parit-parit yang ada di perkebunan kelapa
sawit. Pemanfaatan limbah cair PKS menjadi pupuk dikarenakan
41
komposisi limbah cair yang masih banyak mengandung unsur-unsur hara
yang tinggi.
Proses pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum
dialirkan ke lahan-lahan (flat bed) perkebunan sama dengan teknologi
sistem kolam hingga pada proses pengendapan di kolam anaerobik.
Penanganan ini dilakukan bertujuan untuk menurunkan nilai parameter
limbah cair seperti BOD (< 5000 ppm) dan COD (< 10000 ppm) sehingga
lahan dapat menyerap limbah tersebut sebagai pupuk cair organik. Gambar
4 berikut ini adalah yang menunjukkan teknologi yang menggunakan
aplikasi lahan (PTPN IV, 2004).
Gambar 4. Teknologi aplikasi lahan (PTPN IV, 2004)
Pengelolaan limbah padat dengan teknologi mulsa
Penanganan limbah padat berupa tandan kosong sawit dengan
menggunakan tekologi mulsa merupakan teknologi penanganan yang
paling mudah dan murah diantara sistem penanganan limbah padat
lainnya. Proses teknologi mulsa hanya dilakukan dengan meletakkan dan
mengatur tandan kosong sawit pada bagian-bagian dari lahan perkebunan
sebagai pupuk organik. Penyebaran TKS harus sesuai dengan prosedur
42
agar tidak memicu pembususkan pada tanaman kelapa sawit (PPKS,
2000).
Selain pemanfaatan nilai haranya, dengan teknologi mulsa juga
dapat diperoleh keuntungan sebagai berikut.
• Perbaikan struktur tanah oleh mikroorganisme pada pelapukan tandan
buah sawit
• Pengurangan erosi tanah karena pembentukan lapisan pelindung
• Perbaikan penahanan air dan pengurangan penguapan oleh lapisan
yang terbentuk.
Ada beberapa kerugian pemanfaatan mulsa sebagai pengganti
pupuk anorganik, yaitu dapat terjadinya pembentukan jamur karena masih
memiliki nilai hara yang tinggi sehingga menimbulkan pencemaran bau
pada areal perkebunan. Kontrol yang kurang terhadap nilai-nilai parameter
juga dapat memicu proses anaerob yang menyebabkan kematian tanaman
kelapa sawit.
Pengelolaan limbah cair dan limbah padat (TKS) dengan teknologi
pengomposan
Teknologi pembuatan kompos (Gambar 5) pada pabrik kelapa
sawit terdiri dari 5 tahapan proses, yaitu : (PTPN IV, 2003)
i) Pencacahan Tandan Kosong Sawit
Pencacahan dilakukan untuk mengecilkan ukuran tandan kosong sawit
sehingga bidang kontak proses dapat menjadi lebih besar dan proses
pengomposan dapat berjalan dengan baik.
ii) Pembuatan Tumpukan
Pembuatan tumpukan dimaksudkan agar bahan pembuatan dapat
ditangani dengan mudah dan bahan tidak bercecer ke mana-mana.
Pembuatan tumpukan umunya memiliki lebar 3 meter dan tinggi
mencapai 1,2 meter, sedangkan panjangnya tergantung ketersediaan
lahan dan produksi kompos.
iii) Pembalikan
Pembalikan dilakukan agar seluruh bagian tumpukan memperoleh
aerasi yang cukup sehingga pengomposan dapat berjalan dengan baik.
43
Pembalikan dilakukan 3 – 5 kali dalam seminggu.
iv) Penyiraman Limbah Cair PKS
Penyiraman dengan menggunakan limbah cair PKS bertujuan untuk
menambah unsur hara dalam produk pengomposan. Penyiraman
dilakukan 3 - 5 kali seminggu.
v) Pengeringan/Penjemuran
Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dimaksudkan untuk
mengurangi kadar air pada produk kompos yang diproduksi.
Beberapa keuntungan penggunaan teknologi kompos, yaitu proses
terjadi secara aerobik, tanpa penambahan mikroorganisme, waktu
pengomposan 6-8 minggu, mutu produk tinggi dan homogen, resiko
kegagalan kecil, memanfaatkan limbah cair, dan kebutuhan tenaga kerja
rendah.
Gambar 5. Teknologi Pengomposan (PPKS, 2000)
B. Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja (measurement performance system) telah
dikenal lama dalam dunia industri. Pada awalnya sistem pengukuran kinerja
pertama kali diperkenalkan oleh sebuah perusahaan bernama Dupont pada tahun
44
1919. Sistem pengukuran kinerja tersebut dikenal dengan nama skema Dupont.
Pengukuran kinerja Dupont adalah pengukuruan kinerja yang berkaitan dengan
penilaian kinerja keuangan, yaitu kinerja pada pengembalian investasi (return on
investment). Metode pengukuran kinerja berkembang dengan pesat pada periode
1980an sampai 1990an. Pesatnya perkembangan ini ditandai dengan munculnya
berbagai teknik pengukuran kinerja perusahaan, baik kinerja ekonomi maupun
kinerja proses. Berberapa teknik pengukuran kinerja yang sering digunakan
adalah: Activity-Based-Costing (ABC), Blanced Score Card (BSC), Self-
assestment, Competitive Benchmarking, Statitistical Process Control (SPC),
Work-flow Based Monitoring, Capability Maturity Model, dan lain-lain (Krueng
et al., 2004).
1. Definisi
Sistem pengukuran kinerja adalah suatu cara atau alat (tools) yang
terorganisasi untuk mendefinisikan (defining), mengumpulkan (collecting),
menganalisis (analyzing), melaporkan (reporting), dan membuat keputusan
berkenaan dengan ukuran-ukuran kinerja dalam suatu proses atau produk.
Ukuran kinerja merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan
basis kuantitatif dari penilaian atau pengukuran kinerja suatu proses atau
produk terhadap tujuan dan standar yang telah ditetapkan (PBM-SIG, 1995).
Ukuran-ukuran kinerja merupakan bagian penting dari konsep Total Quality
Management (TQM).
Sebagai sebuah proses, konsep pengukuran kinerja tidak hanya
menitikberatkan pada standar dan pengumpulan data. Lebih dari itu,
pengukuran kinerja merupakan pola pikir manajemen sistem terhadap
keseluruhan proses yang bermula dari pencegahan (prevention) dan deteksi
yang ditujukan untuk memenuhi standar permintaan dari proses atau produk
(PBM-SIG, 1995). Fokus pengukuran kinerja adalah optimalisasi proses,
yaitu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas suatu proses atau produk.
Pengukuran kinerja merupakan suatu program yang harus dijalankan secara
kontinu. Selanjutnya hasil pengukuran kinerja dapat ditingkatkan sampai
pada taraf perluasan dan pengembangan teknik kerja. Prinsip-prinsip dasar
sistem pengukuran kinerja meliputi:
45
a. Mengukur hanya yang penting.
b. Fokus kepada kebutuhan pelanggan, baik pelanggan internal maupun
pelanggan eksternal.
c. Melibatkan karyawan dalam proses desain dan implementasi sistem
pengukuran kinerja.
Salah satu fungsi penting pengukuran kinerja adalah untuk
mengurangi atau menghilangkan variasi yang terjadi di dalam proses atau
produk kerja. Target pengukuran kinerja adalah sampai pada tahap
pengambilan keputusan tindakan atau perbaikan proses dan outputnya.
Keuntungan pengukuran kinerja adalah :
a. Mengetahui apakah proses atau produk telah sesuai dengan permintaan
konsumen.
b. Membantu mengetahui masalah dan keadaan yang terjadi di dalam
proses.
c. Membantu mengambil keputusan berdasarkan fakta.
d. Mengatahui peningkatan-peningkatan aktual yang terjadi.
2. Ukuran Kinerja
Ukuran kinerja tersusun atas nilai dan satuan. Nilai berfungsi untuk
menunjukkan besar atau jarak, dan satuan berfungsi untuk memberi arti pada
nilai. Ukuran-ukuran kinerja selalu berhubungan dengan target (objective)
dan tujuan (goal). Secara umum ukuran kinerja dapat dikelompokkan
menjadi enam kategori:
a. Efektivitas : karakteristik proses yang menunjukkan derajat
pemenuhan output atau proses terhadap permintaan
(spesifikasi).
b. Efisiensi : karakteristik yang menunjukkan derajat dimana
proses menghasilkan output pada tingkat biaya
minimum.
c. Kualitas : derajat dimana produk atau pelayanan sesuai dengan
keinginan dan harapan pelanggan.
46
d. Timeliness : menunjukkan ketepatan waktu, yaitu ukuran apakah
sebuah unit kerja telah dikerjakan dengan benar dan
tepat waktu.
e. Produktivitas : ukuran besarnya nilai tambah yang dihasilkan proses
dibagi dengan jumlah modal dan tenaga kerja yang
dikonsumsi.
f. Keamanan : keseluruhan ukuran aspek kesehatan dari organisasi
dan lingkungan kerja untuk karyawan.
Hasil pengukuran kinerja diperlukan untuk mengontrol suatu
aktivitas atau proses, tanpa pengukuran yang akurat dan terpercaya maka
kita tidak akan dapat membuat keputusan dengan baik. Terdapat tiga dasar
teknik pengukuran kinerja (PBM-SIG, 1995), yaitu:
1. Perencanaan dan pengembangan standar operasi yang akan dicapai.
2. Pendeteksian penyimpangan (deviasi) terhadap ukuran kinerja yang telah
ditetapkan.
3. Memperbaiki kinerja proses sehingga kembali memenuhi tingkat standar
kinerja yang telah ditetapkan.
Prinsip-prinsip dan dasar teknik pengukuran kinerja selanjutnya
dijabarkan dalam pedoman (guideline) langkah-langkah umum proses
pengembangan sistem pengukuran kinerja. Pedoman berikut merupakan
pedoman umum proses pengembangan sistem pengukuran kinerja yang
disusun oleh PBM-SIG (1995):
1. Identifikasi aliran proses
2. Identifikasi aktivitas kritis
3. Mengembangkan standar atau tujuan kinerja yang ingin dicapai
4. Mengembangkan ukuran kinerja
5. Identifikasi bagian yang bertanggung jawab dalam proses pengukuran
kinerja
6. Mengumpulkan data
7. Analisis atau melaporkan kinerja aktual
47
8. Membandingkan kinerja aktual dengan tujuan atau standar
9. Identifikasi apakah diperlukan tindakan perbaikan, dan
10. Tindakan perbaikan jika diperlukan.
Menurut PBM-SIG (1995), langkah-langkah yang telah
dikembangkan tersebut bukanlah suatu kerangka kerja yang bersifat mutlak,
setiap organisasi dapat memodifikasi dan mengembangkan kerangka
tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
3. Teknik Pengukuran Kinerja
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan
pengukuran kinerja industri secara cepat adalah teknik “studi kapabilitas
jangka pendek (short term capability study)”. Studi kapabilitas jangka
pendek merupakan dasar dari statistical process control (SPC) dan total
quality management (TQM). Studi ini berguna untuk mempelajari kondisi
suatu proses seiring berjalannya waktu apakah tetap akurat dan tetap berada
dalam spesifikasi (standar) yang telah ditentukan (Alsup et al., 1993). Studi
kapabilitas jangka pendek dapat digunakan untuk menentukan ukuran
tingkat penyimpangan sistem (measurement system error) dan ukuran
kapabilitas suatu mesin atau proses dalam memenuhi standar.
Menurut Alsup, et al. (1993), studi kapabilitas jangka pendek
dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut:
1. Terlalu banyak inspeksi yang diperlukan.
2. Menentukan ukuran penyimpangan dengan cepat.
3. Menemukan penyebab khusus dari masalah kontrol dengan cepat.
4. Menemukan sumber-sumber penyimpangan sistem dengan cepat.
5. Mengurangi waktu dan biaya studi.
Terdapat empat langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan studi
kapabilitas jangka pendek:
1. Mengumpulkan data
2. Kalkulasi data
3. Analisis hasil
4. Melakukan tindakan berdasarkan hasil.
48
Salah satu parameter sederhana yang sering digunakan dalam studi
kapabilitas jangka pendek adalah akurasi (Alsup et al., 1993). Dalam PBM-
SIG (1995), akurasi didefinisikan sebagai kedekatan nilai pengukuran
terhadap nilai standar. Semakin kecil perbedaan antara nilai pengukuran
dengan nilai standar, maka nilai tersebut akan semakin akurat. Dalam
Alsup, et al. (1993) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata
data aktual (average) dengan nilai standar (true value). Akurasi dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Selanjutnya nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan
rentang nilai standar kualitas yang dapat diterima (acceptability).
Acceptability adalah persen maksimum variasi yang masih dapat diterima
(Besterfield, 1990). Nilai acceptability biasanya ditentukan berdasarkan
kontrak kerja atau karena sebagai tanggung jawab produsen. Menurut
Besterfield (1990) secara teoritis nilai acceptability dapat ditentukan
berdasarkan:
1. Data historis
2. Pengalaman (Empirical judgment)
3. Informasi Teknik (engineering information)
4. Percobaan
5. Kemampuan produsen, dan
6. Keinginan konsumen.
Dalam praktek rentang nilai acceptabiltas bervariasi antara ±0.01%
sampai dengan ±10% (Besterfield, 1990). Jika akurasi masih berada dalam
rentang standar maka nilai variasi diterima, dan sebaliknya jika akurasi
melebihi nilai standar maka nilai variasi tidak diterima.
TrueValueAverageAccuracy −=
49
C. Pendekatan Sistem
Pada dasarnya sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan elemen-
elemen yang saling berhubungan melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerja
sama untuk mencapai suatu tujuan yang berguna. Berdasarkan pengertian ini,
maka perumusan ciri-ciri atau karakteristik sistem, yaitu : (Gaspersz, 2001)
1. Terdiri dari elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan
2. Adanya tujuan dan saling ketergantungan
3. Adanya interaksi antar elemen
4. Mengandung mekanisme, kadang-kadang disebut juga sebagai
transformasi
5. Adanya lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem.
Tujuan sistem adalah menciptakan atau mencapai sesuatu yang berharga,
memiliki nilai, dengan memadukan dan mendayagunakan berbagai macam bahan
atau masukan dengan suatu cara tertentu (Amirin et al., 1993 dalam Budihardjo,
1995). Tujuan sistem biasanya lebih dari satu yang sering disebut dengan tujuan
jamak (multiple purposes), sekalipun ada urut-urutan prioritasnya. Untuk
menentukan peringkat tujuan yang dicapai oleh suatu sistem, digunakan empat
tolak ukur, yaitu kualitas atau mutu, kuantitas, waktu, dan biaya. Dalam
menentukan tujuan sistem harus memperhatikan kepentingan sistem sebagai
keseluruhan harus lebih diutamakan daripada kepentingan subsistemnya.
Keadaan sistem, selain dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam
sistem juga dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di luar sistem. Lingkungan
sistem digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan suatu lingkungan di luar
sistem yang merupakan tempat bagi terjadinya perubahan-prubahan yang dapat
mempengaruhi sistem. Aktifitas-aktifitas yang terjadi di dalam sistem disebut
endogenus, sedangkan aktifitas-aktifitas yang terjadi di luar sistem disebut
eksogenus (Sushil, 1993).
Ditinjau dari hubungan antara objek maupun unsur objek yang ada
dalam suatu sistem, maka sifat hubungannya dapat diklasifikasikan menjadi dua
macam, yaitu :
50
1. Sistem yang mempunyai hubungan searah yang sering disebut
nonfeedback system. Sifat hubungan antara objek yang satu dengan objek-
objek yang lain ataupun unsur-unsur dari objek tersebut merupakan
hubungan yang searah.
2. Sistem yang mempunyai hubungan bolak balik (feedback system). Sifat
hubungan antara objek yang satu dengan objek-objek yang lain ataupun
unsur-unsur dari objek tersebut bukan merupakan hubungan yang searah.
Antara satu objek dengan yang lain mempunyai hubungan bolak balik
yang disebabkan adanya aksi yang datang darisesuatu objek, dimana
timbulnya aksi tersebut akan diikuti oleh reaksi yang kembali ke arah
objek semula (Gambar 6).
Gambar 6. Feedback system (Sabari et al., 1991)
Menurut Marimin (2004), terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan
pokok dalam menganalisis suatu permasalahan menggunakan pendekatan sistem
yaitu:
1. Cybernetic, artinya cara pandang berorientasi tujuan
2. Holistic, artinya cara pandang yang menyeluruh terhadap keutuhan sistem
3. Efectiveness, yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna operasional
serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai
efisiensi keputusan.
Pengkajian permasalahan menggunakan pendekatan sistem ditandai
dengan ciri-ciri : (Marimin, 2004)
1. Mencari faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk
menyelesaikan permasalahan.
2. Adanya model kuantitatif untuk membantu menyelesaikan permasalahan
secara rasional.
X Y
51
Metodologi pendekatan sistem erat kaitannya dengan prinsip dasar ilmu
manajemen, yaitu merupakan aktivitas yang mentransformasikan sumber daya
(input) menjadi hasil yang dikehendaki (output), secara sistematis dan
terorganisasi guna mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang dirancang
(Eriyatno, 1999). Dalam aplikasi manajemen, teknik pendekatan sistem
dipersyaratkan menggunakan beberapa teori dasar yang bersifat kuantitatif
meliputi : (1) model matematik, (2) analisis fungsi terhadap model matematik
yang digunakan, (3) teori kontrol, (4) teori estimasi, dan (5) teori keputusan.
Model adalah simplifikasi atau penyederhanaan sistem. Model harus
memiliki 3 elemen penting dalam proses rancang bangunnya, yaitu pemahaman
proses, peramalan, dan mampu membantu stakeholders dalam mengambil
kebijakan. Pemahaman proses merupakan kegiatan yang dilakukan agar model
yang dibangun mampu mewakili sistem dengan verifikasi dan validitas yang baik.
Peramalan merupakan salah satu alat untuk melakukan simulasi yang berarti
menirukan tingkah laku sistem. Apabila suatu model mampu melakukan simulasi
dengan baik dan akurasi yang tepat maka model tersebut dapat dinilai baik. Model
juga harus mampu memberikan informasi kepada para stakeholders sehingga
dapat membantu dalam hal pengambilan kebijakan/keputusan.
Metode untuk menyelesaikan persoalan menggunakan pendekatan sistem
terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut meliputi analisis, rekayasa
model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem. Setiap tahap
dalam proses tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang guna mengetahui
apakah hasil dari masing-masing tahap telah sesuai dengan yang diharapkan atau
belum. Diagram alir metode pendekatan sistem disajikan dalam Gambar 7.
52
Gambar 7. Tahap Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1999)
Metodologi pendekatan sistem pada prinsipnya dilakukan melalui enam
tahap analisis sebelum tahap rekayasa, meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2)
identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5)
determinasi dari realisasi fisik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan
finansial. Langkah pertama sampai keenam umumnya dilakukan dalam satu
kesatuan kerja yang disebut sebagai analisis sistem. Model tahap analisis sistem
disajikan dalam Gambar 8.
53
Gambar 8. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno, 1999)
54
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2006 hingga bulan April 2007
sedangkan tempat penelitian dilakukan dibeberapa tempat, yaitu Bogor, Medan,
dan Teluk Siak (Riau). Di PT Perkebunan Negara IV Medan dan PT Aneka Inti
Persada Teluk Siak dilakukan verifikasi dan validasi terhadap model penilaian
cepat penanganan limbah pabrik yang dihasilkan.
B. Kerangka Pemikiran
Pabrik kelapa sawit merupakan industri pengolahan kelapa sawit menjadi
minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Rendemen yang
dihasilkan kedua produk tersebut adalah 30%, artinya ada 70% dari bahan baku
yang merupakan limbah pabrik. Semakin rendah rendemen yang dihasilkan maka
semakin besar limbah pabrik yang dihasilkan. Limbah tidak hanya berasal dari
bahan baku, bahan penunjang seperti air pengolahan juga merupakan sumber
limbah pabrik yang besar. Apabila limbah pabrik kelapa sawit tidak ditangani
dengan baik dan benar maka buangan limbah dapat merusak kelestarian
lingkungan bahkan mengganggu kehidupan masyarakat sekitar pabrik.
Kualitas buangan limbah atau produk olahannya bergantung pada
karakteristik dan sistem penanganan yang digunakan pada pabrik kelapa sawit.
Berdasarkan hal tersebut maka dibuat suatu model penilaian cepat penanganan
limbah pabrik kelapa sawit. Karakteristik, kinerja penanganan, dan nilai tambah
produk olahan limbah dibangun menjadi nilai-nilai standar sebagai bahan ukuran
kinerja penanganan pabrik. Dengan memasukkan nilai-nilai parameter tersebut
maka model mampu mengukur kinerja suatu penanganan limbah pabrik kelapa
sawit. Kerangka pemikiran penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 9 berikut.
55
Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian
C. Pendekatan Sistem
Metode penelitian yang digunakan dalam membuat model penilaian cepat
penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini adalah pendekatan sistem. Pendekatan
sistem terdiri atas beberapa tahapan kegiatan, yaitu analisa kebutuhan, formulasi
permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan, verifikasi dan validasi serta
implementasi. Penelitian ini dibatasi hanya pada tahap verifikasi dan validasi.
1. Analisa Kebutuhan
Analisa kebutuhan menunjukkan apa saja hal-hal utama yang
diharapkan aktor-aktor (stakeholders) di dalam sistem yang menjadi
kebutuhan yang dikehendaki. Hasil analisa kebutuhan pada sistem penanganan
limbah pabrik kelapa sawit stakeholders yang terkait dalam sistem adalah
pemerintah pusat dan daerah, pabrik kelapa sawit (pengusaha/manajemen),
perguruan tinggi dan pihak akademisi lainnya, masyarakat dan lembaga
swadaya. Analisa kebutuhan stakeholders dalam sistem penanganan limbah
PKS disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
56
Tabel 3. Analisa Kebutuhan Stakeholders Sistem Penanganan Limbah PKS
No. Pelaku Sistem Kebutuhan Pelaku Sistem
1. Pemerintah Pusat dan Daerah
• Kesejahteraan masyarakat
• Peningkatan devisa negara
• Pemanfaatan sumberdaya lingkungan secara optimal dan tidak terjadi pencemaran
2. Pabrik Kelapa Sawit • Keamanan investasi
• Biaya pengelolaan limbah rendah
• Peraturan atau regulasi yang jelas
• Fasilitas sarana atau prasarana memadai
• Tersedia teknologi yang tepat
• Profit yang lebih tinggi
3. Perguruan Tinggi dan Akedemisi
• Mampu memberikan masukan untuk diaplikasikan kepada pihak industri kelapa sawit
• Adanya network antara akademisi dengan dunia usaha dan pemerintah
4. Masyarakat dan Lembaga Swadaya
• Tidak terjadi konflik sosial
• Kepercayaan atau dukungan masyarakat
• Infrastruktur fisik yang memadai
• Sarana pembuangan limbah
• Tingkat pencemaran rendah
• Kelestarian lingkungan hidup
• Produk yang ramah lingkungan
• Air bersih
• Aksesibilitas informasi dan data
• Dukungan lembaga donor
57
2. Formulasi Permasalahan
Formulasi permasalahan merupakan tahapan untuk merumuskan
permasalahan yang dihadapi stakeholders berdasarkan kebutuhan-kebutuhan
yang telah diidentifikasi. Berdasarkan hasil analisa kebutuhan yang
dibandingkan dengan keadaaan yang sekarang maka permasalahan-
permasalahan yang timbul dalam sistem penanganan limbah pabrik kelapa
sawit adalah sebagai berikut.
• PKS belum menggunakan teknologi penanganan limbah yang efektif dan
efisien.
• Keterbatasan sarana dan prasarana, SDM , modal, mekanisme dan
informasi transfer teknologi dalam sistem penanganan limbah PKS.
• Terjadi pencemaran lingkungan (penurunan kualitas lingkungan) di sekitar
lokasi PKS.
• Peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup yang tidak
operasional.
3. Identifikasi Sistem
Secara garis besar ada enam kelompok variabel yang mempengaruhi
kinerja suatu sistem, yaitu : (1) variabel output yang dikehendaki, yang
ditentukan berdasarkan hasil analisa kebutuhan, (2) variabel output yang tidak
dikehendaki, (3) variabel input yang terkontrol, (4) variabel input yang tidak
terkontrol, (5) variabel input lingkungan dan (6) variabel kontrol sistem. Pada
sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit, variabel-variabel yang
mempengaruhi sistem tersebut adalah sebagai berikut (Gambar 10).
58
Gambar 10. Diagram Input-Output Sistem Penanganan Limbah PKS
D. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data pengukuran pada proses penanganan limbah
pabrik kelapa sawit. Data primer ini berasal dari dua pabrik kelapa sawit, yaitu PT
Perkebunan Negara IV Medan dan PT Aneka Inti Persada Teluk Siak. Data
primer ini digunakan untuk melakukan verifikasi dan validasi terhadap model
penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Data sekunder diperoleh
dari badan-badan yang melakukan pengumpulan data, pusat penelitian, studi
pustaka, dan publikasi hasil penelitian. Data sekunder ini digunakan sebagai nilai
standar kriteria pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa
sawit.
E. Teknik Analisis
Ukuran kinerja aktivitas atau proses dapat dianalisis menggunakan
parameter tingkat akurasi. Akurasi merupakan perbedaan antara rata-rata data
Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit
Input Tidak Terkontrol
— Jenis Limbah PKS — Kualitas Limbah — Cuaca dan Iklim — Kondisi Kebun
Input Terkontrol
— Teknologi Penanganan & Pemanfaatan Limbah — Biaya Penanganan Limbah — Sarana & Prasarana — Kuantitas Limbah — Kapasitas Produksi Pabrik Kelapa Sawit
Output Dikehendaki
— Tidak Ada Pencemaran — Biaya Penanganan Limbah yg Rendah — Profit lebih Tinggi — limbah yg Minimal — Limbah Termanfaatkan
Output Tidak Dikehendaki
— Terjadi Pencemaran — Biaya Penanganan Limbah yg Tinggi — Kerusakan Lingkungan — Limbah yang tidak Dimanfaatkan — Limbah yang Banyak
Input Lingkungan
— Kebijakan Pemerintah — Globalisasi — Kondisi SDA
Umpan Balik
59
aktual (average) dengan nilai standar (true value). Akurasi dihitung
menggunakan persamaan:
SXA −= …................................................. Persamaan 1
Dimana:
A = Akurasi
X = Rata-rata hasil pengukuran
S = Standar pabrikasi
Variasi (penyimpangan) maksimum akurasi dihitung menggunakan persamaan
berikut:
SVSA *%max ±= ....................................…… Persamaan 2
Dimana:
maxA = Akurasi maksimum
VS = Variasi standar yang masih dapat diterima (%)
S = Standar pabrikasi
Persentase variasi yang digunakan adalah 10%. Nilai 10% merupakan
nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia
industri. Jika nilai akurasi (A) kurang dari atau sama dengan ± akurasi maksimum
(Amax) maka variasi dari suatu aktivitas yang diukur dinyatakan diterima (baik),
dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai variasi maksimum maka variasi dari
aktivitas yang diukur dinyatakan ditolak (kurang baik atau buruk).
Dalam implementasi, standar penilaian yang akan digunakan sebagai
justifikasi kondisi kinerja aktivitas atau proses adalah nilai persentase (%) dari
variasi (penyimpangan). Nilai persentase digunakan karena nilai ini akan
memudahkan untuk dibaca oleh pengguna model. Suatu aktivitas akan dinilai
baik jika persentase variasi kurang dari atau sama dengan nilai VS, dan sebaliknya
aktivitas akan dinilai kurang baik atau buruk jika persentase variasi lebih dari nilai
VS.
60
Justifikasi baik atau tidaknya suatu proses penanganan limbah pada pabrik
kelapa sawit (PKS) dihitung berdasarkan nilai rata-rata persentase variasi dari
setiap aktivitas yang terdapat dalam sistem penanganan limbah tersebut. Jika nilai
rata-rata persentase variasi tiap aktivitas kurang dari atau sama dengan VS maka
kinerja penanganan limbah tersebut dinyatakan baik. Sebaliknya jika rata-rata
persentase variasi dari setiap aktivitas lebih dari VS maka kinerja stasiun tersebut
dinyatakan kurang baik atau buruk.
Persentase variasi aktivitas dihitung menggunakan persamaan berikut:
( )
SSXV act
act−
=% ........................................…… Persamaan 3
Dimana:
%Vact = Persentase variasi aktivitas
actX = Rata-rata hasil pengukuran variasi aktivitas
S = Standar pabrikasi
Persentase variasi stasiun produksi dihitung menggunakan persamaan sebagai
berikut:
n
VV
n
iact
st
i∑== 1
%% ...............................................…… Persamaan 4
Dimana:
%Vst = Persentase variasi stasiun produksi iactV% = Persentase variasi aktivitas yang ke-i
n = Jumlah aktivitas
Persentase variasi pada tingkat PKS dihitung menggunakan persamaan berikut:
m
VV
m
jpg
pg
j∑== 1
%% ..............................................…… Persamaan 5
Dimana:
%Vst = Persentase variasi stasiun produksi jstV% = Persentase variasi aktivitas yang ke-i
n = Jumlah aktivitas
61
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Konfigurasi Model
Konfigurasi model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit
terdiri atas basis data dan model penilaian kinerja. Model basis data dan model
penilaian kinerja akan diolah pada pengolahan terpusat yang membentuk
rancangan antarmuka pengguna (user interface). Antarmuka pengguna
selanjutnya yang menghubungkan antara penguna dengan model yang dibuat
sehingga antarmuka pengguna merupakan salah satu faktor yang penting dalam
implementasi model dalam sebuah perangkat lunak.
Basis data pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa
sawit terdiri dari 4 elemen data, yaitu data pabrik kelapa sawit, data kriteria, data
nilai ideal, dan data pengukuran. Data pabrik kelapa sawit meliputi profil pabrik
sebagai informasi umum dan kapasitas pabrik sebagai input dalam perhitungan
neraca massa. Data kriteria adalah jenis-jenis kriteria yang menjadi parameter-
parameter penilaian dalam penentuan kinerja penanganan limbah pabrik kelapa
sawit. Data nilai ideal merupakan nilai kriteria yang menjadi standar dalam
perhitungan nilai deviasi dengan nilai pengukuran. Data pengukuran adalah data
yang dimiliki pabrik kelapa sawit yang akan menjadi input untuk menilai kinerja
tiap-tiap kriteria.
Model penilaian cepat merupakan bagian yang berfungsi sebagai kerangka
model yang akan menganalisis input data pengukuran dengan data nilai ideal
sehingga dapat diketahui ukuran kinerja pabrik dalam melakukan penanganan
limbah. Model penilaian terdiri atas beberapa sub-model yang mewakili sistem
penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Pada model penilaian cepat penanganan
limbah pabrik kelapa sawit ini tersusun atas limabelas sub-model penilaian
kinerja (SMPK), yaitu :
1. SMPK Karakteristik limbah cair
2. SMPK Kandungan hara limbah cair
3. SMPK Karakteristik lumpur
4. SMPK Karakteristik TKS
5. SMPK Teknologi sistem kolam
62
6. SMPK Teknologi mulsa
7. SMPK Teknologi aplikasi lahan
8. SMPK Teknologi pengomposan
9. SMPK Buangan sistem kolam
10. SMPK Produk pupuk mulsa
11. SMPK Produk pupuk cair organik
12. SMPK Produk pupuk kompos
13. SMPK Ekonomi
14. SMPK Sosial
15. SMPK Lingkungan
Pengolahan terpusat merupakan kendali utama dalam konfigurasi model
penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Pengolahan terpusat
merupakan bagian yang berfungsi untuk mengkombinasikan nilai data pada basis
data yang digunakan dalam model penilaian kinerja serta mengatur tampilannya
sebagai antarmuka pengguna sehingga pengguna memperoleh informasi yang
dibutuhkannya serta mudah untuk dipahami.
Antarmuka pengguna atau user interface adalah bagian yang
menghubungkan pengguna dengan model penilaian cepat penanganan limbah
pabrik kelapa sawit pada tampilan perangkat lunak. Perangkat lunak yang baik
harus memiliki tampilan antarmuka pengguna yang mudah dalam
pengoperasiannya dan memberikan penjelasan yang mudah dipahami tentang
model yang ada didalam perangkat lunak tersebut. Antarmuka pengguna pada
model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit diutamakan kepada
auditor maupun pihak perusahaan yang cukup memahami proses dalam
penanganan limbah pabrik. Antarmuka pengguna juga disesuaikan dengan
kebutuhan perangkat lunak yang dirancang untuk melakukan penilaian auditor
maupun self assessment yang dilakukan pabrik kelapa sawit.
Berikut Gambar 11 yang menunjukkan konfigurasi model penilaian cepat
penanganan limbah pabrik kelapa sawit.
63
Model Penilaian CepatLimbah PKS
Basis Data Model Penilaian Kinerja
Pengolahan Terpusat
AntarmukaPengguna
Pengguna
- Data Pabrik Kelapa Sawit
- Data Kriteria
- Data Nilai Ideal
- Data Pengukuran
- SMPK Parameter kimia limbahcair
- SMPK Kandungan hara limbahcair
- SMPK Karakteristik lumpur- SMPK Karakteristik TKS- SMPK Teknologi sistem kolam
dan mulsa- SMPK Teknologi aplikasi lahan
dan mulsa- SMPK Teknologi pengomposan- SMPK Produk limbah- SMPK Ekonomi (Investasi dan
analisa biaya penanganan)- SMPK Sosial- SMPK Lingkungan
Model Penilaian CepatLimbah PKS
Basis Data Model Penilaian Kinerja
Pengolahan Terpusat
AntarmukaPengguna
Pengguna
- Data Pabrik Kelapa Sawit
- Data Kriteria
- Data Nilai Ideal
- Data Pengukuran
- SMPK Parameter kimia limbahcair
- SMPK Kandungan hara limbahcair
- SMPK Karakteristik lumpur- SMPK Karakteristik TKS- SMPK Teknologi sistem kolam
dan mulsa- SMPK Teknologi aplikasi lahan
dan mulsa- SMPK Teknologi pengomposan- SMPK Produk limbah- SMPK Ekonomi (Investasi dan
analisa biaya penanganan)- SMPK Sosial- SMPK Lingkungan
Gambar 11. Konfigurasi Model
64
B. Struktur Model
Struktur model merupakan desain yang menunjukkan kerangka dasar
model. Kerangka dasar model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa
sawit terdiri dari kombinasi objek kajian penelitian yaitu, input, proses, dan output
sebagai kajian internal; faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan
sebagai kajian eksternal; dan gabungan antara kajian internal dan kajian eksternal
penanganan limbah pabrik kelapa sawit sebagai kajian kinerja keseluruhan.
Gambar 12 menunjukkan struktur model penilaian cepat penanganan limbah
pabrik kelapa sawit (PKS).
Gambar 12. Struktur Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah PKS
Kajian internal model adalah objek penelitian penilaian cepat penanganan
limbah pabrik kelapa sawit yang meliputi proses penanganan limbah pada pabrik
kelapa sawit. Elemen-elemen pembentuk kajian internal model terdiri dari input,
proses, dan output. Limbah pabrik kelapa sawit merupakan elemen input pada
kajian internal. Input berasal dari produk samping proses pengolahan pabrik
kelapa sawit yang tidak termanfaatkan lagi bagi proses pengolahan CPO maupun
PKO. Produk samping ini adalah limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS)
dan limbah cair (Palm Oil Mill Effluent).
65
Elemen proses menunjukkan sistem penanganan limbah pabrik kelapa
sawit yang digunakan untuk mengolah input menjadi produk olahan limbah
(output). Elemen proses pada model ini mencakup 3 kelompok alternatif
penanganan limbah dengan 4 sistem penanganan limbah yang dapat digunakan.
Kelompok pertama, limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) ditangani dengan
teknologi sistem kolam dan tandan kosong sawit (TKS) ditangani dengan
teknologi mulsa. Kelompok kedua, LCPKS ditangani dengan teknologi aplikasi
lahan (land aplikasi) dan TKS ditangani dengan teknologi mulsa. Kelompok
ketiga, LCPKS dan TKS ditangani dengan teknologi pengomposan. Selain
melakukan penilaian kinerja proses penanganan limbah terpasang, kajian proses
dapat memberikan informasi sistem penanganan limbah yang paling tepat untuk
diterapkan berdasarkan kinerja prosesnya.
Empat sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit menghasilkan
produk limbah sebagai elemen output pada kajian internal. Teknologi sistem
kolam menghasilkan produk limbah berupa air buangan sistem kolam yang
kemudian akan dialirkan ke lingkungan (sungai, laut, dll). Pupuk cair organik
adalah produk penanganan limbah dengan sistem teknologi aplikasi lahan, produk
ini dialirkan ke lahan perkebunan. Tekonologi mulsa menghasilkan pupuk organik
yang disebar pada lahan perkebunan. Teknologi pengomposan menghasilkan
pupuk kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk alternatif pada lahan
pertanian atau dapat pula dikomersialisasikan.
Kinerja internal merupakan penilaian akumulatif terhadap kajian internal
pada elemen input, elemen proses, dan elemen output. Kinerja internal
menyimpulkan penilaian keseluruhan kriteria pada sistem penanganan limbah
pabrik kelapa sawit dengan merata-ratakan nilai deviasi setiap elemen kajian
internal.
Faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan adalah bagian kajian
eksternal pada struktur model. Biaya investasi dan biaya operasional penanganan
limbah merupakan komponen yang membentuk penilaian faktor ekonomi. Nilai
tambah, kemungkinan pencemaran, bau yang dihasilkan, potensi dampak sosial,
dan pemenuhan program produksi bersih merupakan komponen pembentuk
penilaian faktor sosial. Laju respirasi, penyerapan karbondioksida, produksi
66
biomassa merupakan komponen-komponen utama pada penilaian kinerja faktor
lingkungan. Seperti halnya kinerja internal, kinerja eksternal merupakan
kesimpulan penilaian kajian eksternal dengan merata-ratakan nilai deviasi faktor
ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan.
Rata-rata deviasi kinerja internal dan kinerja eksternal akan menghasilkan
kinerja keseluruhan model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa
sawit. Kinerja keseluruhan merupakan informasi akumulatif dari kajian internal
dan kajian eksternal. Kinerja keseluruhan menunjukkan detail tiap sub-model
penilaian kinerja sebagai laporan keseluruhan penilaian kinerja penanganan
limbah pabrik kelapa sawit.
C. Arsitektur Model
Berdasarkan struktur model penilaian cepat penanganan limbah pabrik
kelapa sawit dibuat sebuah rancangan detail model untuk memudahkan
pemahaman dalam mengimplementasikan model dalam perangkat lunak
komputer. Rancangan detail model penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini
digambarkan pada sebuah arsitektur model yang secara umum merupakan
rancangan aliran limbah (jenis dan jumlah limbah) dan rancangan sistem
penanganan limbah.
Aliran limbah yang terdiri atas jenis dan jumlah limbah adalah produk
samping yang tidak diharapkan dalam proses produksi pada pabrik kelapa sawit.
Akan tetapi, aliran limbah ini tidak mungkin dihilangkan dalam proses produksi
pengolahan kelapa sawit. Hal yang mungkin dilakukan adalah meminimalisasi
produk samping ini, melakukan penanganan limbah yang baik dan ramah
lingkungan atau memanfaatkanya kembali menjadi by product yang memiliki
nilai tambah bagi pabrik kelapa sawit. Pada model penilaian cepat penanganan
limbah pabrik kelapa sawit ini tidak mencakup kegiatan yang berhubungan
dengan minimalisasi limbah karena kegiatan tersebut terintegrasi dengan sistem
proses produksi pengolahan kelapa sawit. Aliran limbah pada arsitektur model
bertujuan memberikan informasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan
sehingga dapat ditentukan sistem penanganan limbah yang paling tepat untuk
diterapkan pada pabrik kelapa sawit. Selain itu, dapat pula diketahui by product
yang berpotensi untuk diproduksi dari aliran limbah pabrik kelapa sawit tersebut.
67
TBS
Pemisahan Serat
Pengeringan Biji
Pemecahan Biji
PemisahanCangkang
Pengeringan Inti
Pembersihan Inti
Cangkang
Limbah CairLimbah Cair
Limbah Cair
TKS
Limbah Cair
Proses Produksi
ALIRAN
LIMBAH
Perebusan
Penebahan
Pengadukan
Pressing
Pemurnian
Vacum Drier
CPO
Biji Pemisahan Serat
Serat
Pengeringan Biji
Pemecahan Biji
PemisahanCangkang
Pengeringan Inti
Pembersihan Inti
PKO
Cangkang
Limbah CairLimbah Cair
Limbah Cair
TKS
Limbah Cair
Proses Produksi
ALIRAN
LIMBAH
Kapasitas PKS
TBS
Pemisahan Serat
Pengeringan Biji
Pemecahan Biji
PemisahanCangkang
Pengeringan Inti
Pembersihan Inti
Cangkang
Limbah CairLimbah Cair
Limbah Cair
TKS
Limbah Cair
Proses Produksi
ALIRAN
LIMBAH
Perebusan
Penebahan
Pengadukan
Pressing
Pemurnian
Vacum Drier
CPO
Biji Pemisahan Serat
Serat
Pengeringan Biji
Pemecahan Biji
PemisahanCangkang
Pengeringan Inti
Pembersihan Inti
PKO
Cangkang
Limbah CairLimbah Cair
Limbah Cair
TKS
Limbah Cair
Proses Produksi
ALIRAN
LIMBAH
Kapasitas PKS
Gambar 13. Arsitektur Model Aliran Limbah Pabrik Kelapa Sawit
68
Gambar 13 menunjukkan arsitektur model yang menggambarkan aliran
limbah pada proses produksi pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan arsitektur
model tersebut, proses produksi pada pabrik kelapa sawit menghasilkan 4 jenis
limbah, yaitu limbah cair, tandan kosong sawit (TKS), serat, dan cangkang.
Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari proses perebusan, penebahan,
pengadukan, klarifikasi (pemurnian dan vacum drier), dan pemisahan cangkang.
Tandan kosong sawit berasal dari proses penebahan yang merupakan proses
pemisahan antara buah sawit dengan jejang buahnya. Serat dihasilkan pada lini
produksi minyak inti sawit yaitu proses pemisahan serat dengan biji sawit. Proses
pemecahan biji sawit akan menghasilkan limbah cangkang yang dipisahkan pada
proses pemisahan cangkang.
Limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri dari air limbah dan lumpur
(sludge). Akan tetapi, tidak setiap proses yang menghasilkan limbah cair
mengandung lumpur. Lumpur hanya dihasilkan pada proses klarifikasi
(pemurnian). Lumpur merupakan kotoran-kotoran yang berasal dari buah sawit
seperti lendir, getah, fospolipid, karbohidrat, serat-serat kulit, mineral, senyawa
nitrogen, dan senyawa lainnya.
Limbah yang berupa serat dan cangkang telah dimanfaatkan pabrik kelapa
sawit sebagai alternatif bahan bakar pabrik. Pemanfaatan ini dinilai cukup tepat
bagi limbah serat dan cangkang sehingga jenis limbah ini tidak dimasukkan
sebagai objek dan parameter yang diukur dalam model penilaian cepat
penanganan limbah pabrik kelapa sawit.
Selain limbah yang tersebut diatas, pabrik kelapa sawit juga menghasilkan
limbah lainnya dalam jumlah yang kecil. Bungkil inti buah sawit merupakan
limbah hasil proses ekstraksi minyak inti sawit. Limbah ini digunakan secara
efektif sebagai bahan baku pakan ternak. Pabrik kelapa sawit umumnya menjual
limbah ini kepada industri pakan ternak.
Limbah pabrik kelapa sawit selanjutnya akan mengalami proses
penanganan limbah agar limbah tersebut dapat dibuang ke lingkungan atau dapat
dimanfaatkan kembali menjadi produk limbah berupa pupuk organik atau
kompos. Berikut ini Gambar 14 menunjukkan arsitektur penanganan limbah pada
pabrik kelapa sawit.
69
PKS(Kapasitas Pabrik)
AliranLimbah
Limbah Cair
Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- TSS <= 250 mg/L- Debit LCPKS <= 0,7 m3/Ton TBS- Minyak <= 25 mg/L- Total Lumpur <= 52% TBS
Tandan Kosong
Kriteria :- Bahan Kering=300-320 kg/ton DM- C/N =50-65 kg/Ton DM- Kalium =20,1-21,8 kg/TonDM- Ca = 1,6-4 kg/Ton DM- Jumlah TKS <= 23% TBS
JENIS LIMBAH TeknologiPenanganan
Alternatif I :- Teknologi Sistem Kolam- Teknologi Mulsa
Alternatif II :- Teknologi Aplikasi Lahan- Teknologi Mulsa
Alternatif II :- Teknologi Pengomposan
Kriteria :- pH - Outlet Sistem Kolam (BOD,COD,TSS)- Lama Proses penanganan- Dosis Sebaran Mulsa- Outlet land aplikasi (BOD,COB,TSS)- Peningkatan Produktifitas Kebun- Rendemen produk
Teknik Penilaian :
PRODUK LIMBAH
Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- Peningkatan Produksi >= 1,6-3,5%- Jumlah produk limbah- Kandungan hara
Teknik Penilaian :
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%( )
SSXV act
act
−=%( )
SSXV act
act
−=%
- Buangan Air Limbah- Pupuk Mulsa
- Pupuk Cair Organik- Pupuk Mulsa
- Pupuk Kompos
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
PROSES
PRODUKS I
PKS(Kapasitas Pabrik)
AliranLimbah
Limbah Cair
Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- TSS <= 250 mg/L- Debit LCPKS <= 0,7 m3/Ton TBS- Minyak <= 25 mg/L- Total Lumpur <= 52% TBS
Tandan Kosong
Kriteria :- Bahan Kering=300-320 kg/ton DM- C/N =50-65 kg/Ton DM- Kalium =20,1-21,8 kg/TonDM- Ca = 1,6-4 kg/Ton DM- Jumlah TKS <= 23% TBS
JENIS LIMBAH TeknologiPenanganan
Alternatif I :- Teknologi Sistem Kolam- Teknologi Mulsa
Alternatif II :- Teknologi Aplikasi Lahan- Teknologi Mulsa
Alternatif II :- Teknologi Pengomposan
Kriteria :- pH - Outlet Sistem Kolam (BOD,COD,TSS)- Lama Proses penanganan- Dosis Sebaran Mulsa- Outlet land aplikasi (BOD,COB,TSS)- Peningkatan Produktifitas Kebun- Rendemen produk
Teknik Penilaian :
PRODUK LIMBAH
Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- Peningkatan Produksi >= 1,6-3,5%- Jumlah produk limbah- Kandungan hara
Teknik Penilaian :
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%( )
SSXV act
act
−=%( )
SSXV act
act
−=%
- Buangan Air Limbah- Pupuk Mulsa
- Pupuk Cair Organik- Pupuk Mulsa
- Pupuk Kompos
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
PKS(Kapasitas Pabrik)
AliranLimbah
Limbah Cair
Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- TSS <= 250 mg/L- Debit LCPKS <= 0,7 m3/Ton TBS- Minyak <= 25 mg/L- Total Lumpur <= 52% TBS
Tandan Kosong
Kriteria :- Bahan Kering=300-320 kg/ton DM- C/N =50-65 kg/Ton DM- Kalium =20,1-21,8 kg/TonDM- Ca = 1,6-4 kg/Ton DM- Jumlah TKS <= 23% TBS
JENIS LIMBAH TeknologiPenanganan
Alternatif I :- Teknologi Sistem Kolam- Teknologi Mulsa
Alternatif II :- Teknologi Aplikasi Lahan- Teknologi Mulsa
Alternatif II :- Teknologi Pengomposan
Kriteria :- pH - Outlet Sistem Kolam (BOD,COD,TSS)- Lama Proses penanganan- Dosis Sebaran Mulsa- Outlet land aplikasi (BOD,COB,TSS)- Peningkatan Produktifitas Kebun- Rendemen produk
Teknik Penilaian :
PRODUK LIMBAH
Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- Peningkatan Produksi >= 1,6-3,5%- Jumlah produk limbah- Kandungan hara
Teknik Penilaian :
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%( )
SSXV act
act
−=%( )
SSXV act
act
−=%
- Buangan Air Limbah- Pupuk Mulsa
- Pupuk Cair Organik- Pupuk Mulsa
- Pupuk Kompos
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
PROSES
PRODUKS I
Gambar 14. Arsitektur Model Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit
70
Limbah pabrik kelapa sawit yang keluar dari proses produksi akan diukur
karakteristik limbahnya. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah limbah
tersebut harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan atau dapat langsung dibuang
ke lingkungan. Selain itu, informasi tentang karakteristik limbah pabrik dapat
membantu manajemen dalam menentukan teknologi penanganan limbah yang
paling tepat. Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri dari karakteristik
fisiko-kimia dan kandungan hara, sedangkan karaktersistik limbah padat (TKS)
meliputi kandungan mineral limbah.
Pengukuran karakteristik fisiko-kimia limbah cair pabrik kelapa sawit
yaitu membandingkan nilai baku mutu limbah cair dengan nilai pengukuran
terhadap limbah. Apabila nilai pengukuran limbah menunjukkan penyimpangan
deviasi lebih kecil daripada 10% maka limbah cair tersebut dapat langsung
dibuang ke lingkungan tetapi apabila penyimpangan deviasi lebih besar daripada
10% maka limbah cair tersebut wajib melalui proses penanganan limbah sebelum
dibuang ke lingkungan. Baku mutu limbah cair yang menjadi parameter utama
adalah nilai biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD),
padatan tersuspensi, pH, dan debit limbah.
Limbah cair kelapa sawit tidak semua yang ditangani untuk selanjutnya
dibuang ke lingkungan. Akan tetapi, ada limbah cair yang kemudian dimanfaatkan
sebagai pupuk cair organik dan bahan campuran pada teknologi pengomposan.
Pemanfaatan tersebut akan lebih efektif apabila limbah cair yang keluar dari
pabrik memiliki kandungan hara yang masih tinggi. Untuk hal tersebut maka
model penilaian cepat pabrik kelapa sawit ini juga menyediakan penilaian
kandungan hara pada limbah pabrik kelapa sawit. Nilai kandungan hara yang
tinggi akan membuat produk limbah sebagai pupuk mampu meningkatkan
pendapatan pabrik kelapa sawit melalui peningkatan produksi kebun dan
keuntungan dari penjualan kompos.
Setelah pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang tandan kosong
sawit ditangani dengan teknik incenerator, sebagian besar pabrik kelapa sawit
memanfaatkan tandan kosong sawit sebagai pupuk mulsa atau bahan baku
pembuatan kompos. Seperti halnya limbah cair yang akan dimanfaatkan sebagai
produk pupuk maka tandan kosong sawit juga perlu diketahui kadungan hara dan
71
mineralnya agar produk pupuk yang dihasilkan dapat memberikan efek nilai
tambah pada produktifitas kebun. Kriteria-kriteria yang diukur pada karakteristik
tandan kosong sawit antara lain kandungan bahan kering (dry matter), kandungan
karbon/nitrogen (C/N), kandungan kalium, kandungan kalsium, dan jumlah
tandan kosong yang dihasilkan.
Ruang lingkup model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa
sawit ini mencakup 4 jenis teknologi penanganan limbah, yaitu teknologi sistem
kolam, teknologi aplikasi lahan, teknologi mulsa, dan teknologi pengomposan.
Secara umum pada pabrik-pabrik kelapa sawit yang ada di Indonesia, terdapat 3
kelompok alternatif penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Alternatif pertama,
limbah cair ditangani dengan menggunakan teknologi sistem kolam yang
kemudian dibuang ke lingkungan dan tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai
pupuk mulsa dengan teknologi mulsa. Alternatif kedua, limbah cair pabrik kelapa
sawit ditangani dengan menggunakan teknologi aplikasi lahan yang menghasilkan
pupuk cair organik dan tandan kosong sawit menjadi pupuk mulsa dengan
teknologi mulsa. Alternatif ketiga, limbah cair dan tandan kosong kelapa sawit
dimanfaatkan sebagai bahan baku teknologi pengomposan yang akan
menghasilkan pupuk kompos.
Pengukuran kinerja teknologi sistem kolam adalah mengukur penurunan
nilai-nilai fisiko-kimia limbah cair pada point pengukuran sampai limbah tersebut
siap untuk dibuang ke lingkungan. pengukuran kinerja ini dapat mengetahui
efektifitas teknologi sistem kolam apakah telah sesuai dengan standar efektifitas
teknologi sistem kolam. Pada teknologi aplikasi lahan, pengukuran kinerja
dilakukan pada proses penanganan limbah cair sebelum dialirkan ke areal
perkebunan dan dosis pupuk cair organik yang dialirkan ke areal perkebunan.
Teknologi mulsa membandingkan dosis sebaran tandan kosong sawit ke areal
perkebunan dengan standar dosis sebaran pupuk mulsa. Penilaian kinerja
teknologi pengomposan meliputi standar-standar tiap proses produksi dan
rendemen produk yang dihasilkan.
Produk yang dihasilkan dari proses penanganan limbah kelapa sawit
adalah buangan air limbah sebagai produk teknologi sistem kolam, pupuk cair
organik sebagai produk aplikasi lahan, pupuk mulsa sebagai produk teknologi
72
mulsa, dan kompos sebagai produk teknologi pengomposan. Penilaian buangan
air kolam akan membandingkan kembali nilai baku mutu air limbah yang boleh
dibuang ke lingkungan, sedangkan pupuk cair organik, pupuk mulsa, dan kompos
diukur kandungan hara, rendemen produk, dan peningkatan produksi kebun.
Teknik analisis yang digunakan untuk melakukan penilaian kinerja
teknologi penanganan limbah (proses) dan produk limbah adalah mengukur
penyimpangan deviasi hasil pegukuran dengan standar yang dimiliki kriteria
tersebut. Ada tiga kesimpulan penilaian kinerja pada model ini, yaitu ‘baik’
apabila nilai penyimpangan deviasi lebih kecil atau sama dengan 10%, ‘kurang
baik’ apabila nilai penyimpangan deviasi lebih dari 10% dan kurang dari atau
sama dengan 30%, dan ‘buruk’ apabila nilai penyimpangan deviasi lebih dari
30%. Deviasi untuk parameter nilai ‘mutlak’ dihitung keatas dan kebawah,
deviasi untuk parameter dengan nilai ‘lebih kurang atau sama dengan’ dihitung
hanya keatas, dan deviasi untuk parameter nilai ‘lebih besar atau sama dengan’
dihitung kebawah saja.
Seperti yang telah dijelaskan dalam struktur model penanganan limbah
pabrik kelapa sawit sebelumnya, selain faktor internal yang terdiri dari input,
proses, dan produk sebagai pusat kajian penelitian ini, faktor eksternal yang terdiri
dari faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan merupakan tonggak
model yang mempengaruhi kinerja internal pada teknologi penanganan limbah
kelapa sawit.
Faktor ekonomi yang menjadi tolak ukur kinerja model adalah nilai
investasi teknologi penanganan limbah, biaya penanganan limbah, dan nilai
tambah produk limbah yang diinterpretasikan dalam peningkatan keuntungan
(profit) pabrik kelapa sawit. Faktor sosial melihat dampak yang diperoleh dari
produk limbah yang dihasilkan terhadap kehidupan sosial sekitar pabrik kelapa
sawit. Parameter yang dilihat pada faktor sosial antara lain, kemungkinan
pencemaran, produksi bau limbah, nilai tambah produk limbah, dan tersedianya
standar mutu terhadap karakteristik limbah yang dibuang ke lingkungan.
Arsitektur faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan dalam model
penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terlihat pada gambar 15
berikut.
73
INPUT PROSES OUTPUTINPUT PROSES OUTPUTAliranLimbah
-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen
-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih
-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit
LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen
-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih
-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit
LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%
Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)
Skor = 0 (Negative Effect)
Standar Skor = 8
Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)
Skor = 0 (Negative Effect)
Standar Skor = 8
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%
PROSES
PRODUKSI
INPUT PROSES OUTPUTINPUT PROSES OUTPUTAliranLimbah
-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen
-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih
-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit
LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen
-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih
-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit
LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%
Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)
Skor = 0 (Negative Effect)
Standar Skor = 8
Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)
Skor = 0 (Negative Effect)
Standar Skor = 8
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%
INPUT PROSES OUTPUTINPUT PROSES OUTPUTAliranLimbah
-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen
-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih
-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit
LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen
-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih
-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit
LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%
Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)
Skor = 0 (Negative Effect)
Standar Skor = 8
Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)
Skor = 0 (Negative Effect)
Standar Skor = 8
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%
Teknik Penilaian :
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then
Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
( )S
SXV actact
−=%( )
SSXV act
act
−=%
PROSES
PRODUKSI
Gambar 15. Arsitektur Model Faktor Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan Model
86
D. Rancang Bangun Model
Model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit
dimplementasikan dalam sebuah program komputer aplikatif yang diberi nama
MPC LIKESWIT versi 1.0. Program komputer aplikatif ini dibangun dengan
menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0 dan microsoft access 2000
sebagai aplikasi database model. Perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0
diharapkan mampu membantu peneliti maupun evaluator dalam menganalisa
kinerja penanganan limbah pada pabrik kelapa sawit. Keluaran yang dihasilkan
dari model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah berupa
nilai penyimpangan atau gap kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit
terhadap standar ideal yang telah ditetapkan. Diagram alir implementasi model
penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada
lampiran 3.
Dalam pengembangan suatu perangkat lunak antar muka pengguna (user
interface) merupakan bagian yang berinteraksi secara langsung antara model
dengan pengguna. User interface sangat mempengaruhi pemahaman dan
penggunaan pada suatu perangkat lunak. Semakin baik tampilan user interface
suatu perangkat lunak maka program tersebut semakin mudah untuk dipergunakan
bahkan oleh user yang awalnya tidak mengerti model dalam perangkat lunak
tersebut.
Pengguna MPC LIKESWIT 1.0 dibedakan menjadi dua, yaitu pengguna
umum dan peneliti. Pengguna ”umum” memiliki hak untuk hanya mengakses
baca informasi dan tidak memiliki hak untuk mengubah basis data (read only).
Pengguna umum juga tidak memiliki hak untuk menjalankan model perhitungan
kinerja. Sedangkan pengguna ”peneliti” merupakan pengguna yang memiliki
akses penuh terhadap data dan model. Untuk membedakan hak akses masuk
pengguna MPC LIKESWIT 1.0, maka bagi pengguna peneliti disediakan kunci
akses berupa ”user name” dan ”password”. Sedangkan bagi pengguna umum
dapat langsung masuk ke dalam sistem (Gambar 16).
87
Gambar 16. Halaman Pengguna MPC LIKESWIT 1.0
Lingkup informasi yang ditampilkan baik dalam mode pengguna umum
maupun mode pengguna peneliti adalah sama, yang membedakan hanya pada hak
akses terhadap modifikasi data. Seperti yang telah dijelaskan pada struktur model
penanganan limbah pabrik kelapa sawit, ruang lingkup informasi pada perangkat
lunak ini meliputi model kajian internal (penanganan limbah), faktor ekonomi,
faktor sosial, dan faktor lingkungan. Lingkup informasi MPC LIKESWIT 1.0
digambarkan dalam form tampilan program seperti ditampilkan dalam gambar di
bawah ini.
Gambar 17. Form Lingkup Informasi MPC LIKESWIT 1.0
88
Form tahapan (Gambar 18a, 18b, 18c) menunjukkan proses produksi
pengolahan tanaman kelapa sawit menjadi minyak sawit kasar (crude palm oil)
dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Diagram proses produksi dilengkapi
dengan neraca massa tiap stasiun produksi sehingga dapat diketahui rendemen
minyak yang hilang dan yang dihasilkan pada setiap stasiun produksi. Diagram
proses produksi pada model penilaian cepat ini telah sesuai dengan standar proses
produksi menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Kelapa Sawit Medan
Diagram proses produksi pabrik kelapa sawit pada form tahapan ini menunjukkan
stasiun-stasiun produksi yang menghasilkan produk samping berupa limbah cair
(air limbah dan lumpur), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Konversi
neraca massa pada setiap form tahapan berdasarkan kapasitas pabrik yang telah
diinput dan standar konversi proses produksi pengolahan minyak sawit.
Gambar 18a. Form Tahapan I
89
Gambar 18b. Form Tahapan II
Gambar 18c. Form Tahapan III
90
Diagram proses produksi yang ditampilkan pada form tahapan diharapkan
dapat memberikan pengertian buat pengguna awam yang tidak mengetahui proses
produksi pengolahan minyak sawit sehingga mampu menjalankan perangkat lunak
dengan mudah. Form ini membantu peneliti dalam mengetahui jumlah dan jenis
limbah yang dihasilkan dari setiap proses produksi minyak sawit dengan berbagai
skenario kapasitas produksi.
Untuk meng-input profil pabrik atau perusahaan pengolahan minyak sawit
yang akan diukur kinerja penanganan limbah pabriknya, perangkat lunak
menyediakan form profil perusahaan (Gambar 19) yang berisi ID pabrik, nama
pabrik, lokasi pabrik, dan kapasitas pabrik. ID pabrik dan kapasitas pabrik
merupakan item yang harus diisi pada saat memasukkan profil pabrik atau
perusahaan karena selanjutnya akan dijadikan acuan untuk menjalankan model
basis data dan proses konversi selama model penilaian cepat dijalankan.
Gambar 19. Form Profil Pabrik atau Perusahaan
91
Setelah selesai melakukan penilaian, tahap selanjutnya pengguna dapat
melihat kesimpulan hasil penilaian penanganan limbah pabrik kelapa sawit secara
keseluruhan. Contoh tampilan formulir kesimpulan kinerja penanganan limbah
PKS disajikan pada gambar di bawah ini (Gambar 20). Dalam form pada Gambar
20 tersebut pengguna dapat melihat kesimpulan penilaian kinerja dalam level
pabrik kelapa sawit, dan pada level detail setiap parameter. Pada tabel pertama,
pengguna dapat melihat ringkasan kesimpulan kinerja dari setiap unit proses dan
sub proses. Pada tabel kedua, pengguna dapat melihat ringkasan penilaian setiap
parameter kinerja sesuai dengan stasiun atau unit kerja yang di pilih (klik) pada
tabel pertama. Melalui form ini pengguna juga dapat mencetak hasil analisis ke
dalam hardcopy menggunakan printer melalui perintah ”Print”. Contoh tampilah
hardcopy hasil penilaian cepat penanganan limbah PKS ditampilkan pada
Lampiran 4.
Gambar 20. Form Kesimpulan Kinerja MPC LIKESWIT 1.0
92
Jenis model yang digunakan dalam implementasi model ini adalah berupa
model simbolik (matematik). Format model yang dipakai adalah berupa
persamaan (equation). Model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa
sawit meliputi penilaian karakteristik limbah, kinerja penanganan limbah, kinerja
produk, kinerja ekonomi, kinerja sosial, dan kinerja lingkungan. Masing-masing
kategori penilaian kinerja selanjutnya diterapkan menjadi sub model - sub model
penilaian kinerja. Prinsip kerja utama setiap sub-model penilaian kinerja adalah
menghitung penyimpangan (deviasi) data empirik setiap parameter terhadap nilai
standar ideal. Nilai standar yang dijadikan sebagai parameter ideal merupakan
nilai standar ideal bagi penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Nilai ini diperoleh
berdasarkan studi pustaka dan berdasarkan referensi para pakar.
Model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terdiri atas
lima belas sub-model penilaian kinerja (SMPK) yang diimplementasikan dalam
perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0. Setiap SMPK tersusun atas beberapa
parameter penilaian kinerja. Berikut adalah penjelasan masing-masing sub-model
penilaian kinerja.
1. SMPK karakteristik limbah cair
Limbah cair industri minyak kelapa sawit berasal dari proses sterilisasi
(perebusan), pengempaan (pressing), proses klarifikasi, dan buangan dari
hidrosiklon. Seperti halnya limbah cair industri pertanian lainnya, limbah cair
kelapa sawit memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar
tersebut dapat menimbulkan beban pencemaran yang besar sehingga
diperlukan degradasi bahan organik yang besar pula (Husni, 2000). Kualitas
limbah cair kelapa sawit dapat ditentukan dengan beberapa parameter uji.
Parameter uji yang pokok dalam parameter limbah cair kelapa sawit adalah
BOD, COD, padatan tersuspensi, kandungan minyak, kadar nitrogen, jumlah
limbah, dan pH. Kriteria penilaian karakteristik limbah cair pabrik kelapa
sawit adalah :
93
Tabel 4. Kriteria karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit
2. SMPK kandungan hara limbah cair
Limbah cair kelapa sawit termasuk dalam limbah cair yang memilki
kandungan senyawa organik dan anorganik yang cukup tinggi. Kandungan
senyawa organik yang terdapat pada limbah cair kelapa sawit antara lain
berupa senyawa amoniak (NH3-N), dan senyawa hidrokarbon. Senyawa
anorganik yang paling banyak terkandung dalam limbah cair kelapa sawit
adalah besi diikuti oleh senyawa kalium, magnesium, dan posfat.
Menurut Sharifuddin, et al. (1996) kandungan hara yang tinggi tersebut
dapat dipergunakan lebih lanjut sebagai pupuk. Berdasarkan percobaan yang
dilakukan selama 20 tahun terakhir menunjukkan penggunaan limbah cair
sebagai pupuk mampu meningkatkan produksi tanaman, menurunkan biaya
produksi, dan penggunaannya tidak menimbulkan polutan ke lingkungan.
Limbah cair kelapa sawit dapat dijadikan pupuk cair menggunakan teknologi
aplikasi lahan dan dapat pula sebagai bahan baku pada teknologi pembuatan
kompos dari bahan-bahan limbah PKS. Pemanfaatan ini lebih bijaksana dan
menguntungkan daripada limbah hanya ditangani dengan sistem kolam dan
dibuang kembali ke lingkungan. Kriteria penilaian kandungan hara limbah cair
pabrik kelapa sawit adalah :
Tabel 5. Kriteria kandungan hara limbah cair pabrik kelapa sawit
94
3. SMPK karakteristik lumpur
Drab lumpur merupakan kotoran-kotoran yang terikut pada limbah cair
pabrik kelapa sawit yang berasal dari proses sterilisasi dan klarifikasi minyak.
Drab lumpur berasal dari sisa-sisa kotoran yang menempel pada tandan buah
segar kelapa sawit pada saat pemanenan dan senyawa-senyawa dari buah
sawit yang berbentuk getah, lendir, fosfolipid, karbohindrat, senyawa nitrogen
serta beberapa senyawa protein. Selain itu, drab lumpur juga dihasilkan pada
saat limbah cair mengalami proses perombakan oleh mikroba (BAPEDAL,
1998).
Drab lumpur yang terikut dalam limbah cair juga mengandung hara
yang cukup tinggi sehingga digunakan juga sebagai pupuk organik yang
alirkan dengan teknologi aplikasi lahan dan teknologi pengomposan. Drab
lumpur juga yang mengandung senyawa protein yang menggumpal berpotensi
digunakan sebagai sumber protein untuk pakan ternak namun hingga saat ini
belum dimanfaatkan. Kriteria penilaian karakteristik drab lumpur pabrik
kelapa sawit adalah :
Tabel 6. Kriteria karakteristik drab lumpur pabrik kelapa sawit
4. SMPK karakteristik TKS
Tandan kosong sawit (TKS) merupakan limbah padat yang dihasilkan
pada proses pengolahan minyak sawit. Tahapan proses produksi PKS yang
menghasilkan tandan kosong adalah pada tahap pemisahan tandan dengan
buah sawit. Pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah TKS hingga 23 % dari
95
produksi tandan buah segar. Jumlah limbah yang besar ini berpotensi untuk
memberikan nilai tambah pada pabrik kelapa sawit.
Secara umum, tandan kosong sawit yang dihasilkan pada PKS
dipergunakan sebagai bahan bakar pembantu generator dan sebagai pupuk
alami (mulsa). Sebagai bahan bakar pembantu generator TKS sudah jarang
digunakan pabrik kelapa sawit karena pembakaran yang dihasilkan tidak
efisien karena masih tingginya kadar air dalam TKS. Menurut Chavalvarit
(2006), TKS dimanfaatkan sebagai mulsa untuk meningkatkan daya serap air
dan menurunkan erosi tanah. Selain itu, TKS juga digunakan sebagai bahan
baku kompos karena nilai pupuk yang dimiliki tinggi yaitu N, P2O5, dan K2O
(Unapumnuk, 1999). Penilaian karakteristik tandan kosong sawit difokuskan
pada kandungan bahan kering dan kandungan mineral yang terdapat dalam
TKS. Hal ini berkaitan dengan fungsi TKS yang sebagian besar digunakan
sebagai pupuk mulsa maupun bahan baku pupuk kompos. Kriteria penilaian
karakteristik tandan kosong pabrik kelapa sawit adalah :
Tabel 7. Kriteria karakteristik tandan kosong pabrik kelapa sawit
5. SMPK teknologi sistem kolam
Penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan teknologi sistem
kolam menggunakan prinsip penguraian bahan-bahan organik yang
terkandung dalam limbah dengan penguraian secara biologis dengan bantuan
bakteri pengurai. Teknologi sistem kolam yang dikaji pada model ini adalah
sistem kolam konvensional dengan terdiri dari penguraian secara anaerobik
96
dan aerobik. Limbah cair pabrik kelapa sawit mengalami proses penurunan
parameter mutu limbah sebanyak tiga kali, yaitu pada kolam anaerobik I,
kolam anaerobik II, dan kolam aerobik.
Penilaian kinerja teknologi sistem kolam dilihat dari lama proses
penanganan limbah cair, dan efektifitas penurunan parameter mutu limbah.
Point proses yang menjadi lokasi penilaian adalah kolam anaerobik II (outlet
1) dan kolam aerobik (outlet 2). Lama waktu penanganan berhubungan
dengan biaya yang dikeluarkan untuk penanganan limbah. Semakin panjang
waktu yang diperlukan maka biaya penanganan akan semakin tinggi.
Efektifitas penurunan berhubungan dengan kinerja bakteri yang melakukan
penguraian terhadap senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair
pabrik kelapa sawit (Ahmad, 2003). Efektifitas yang baik akan menghasilkan
produk buangan air limbah dengan parameter mutu sesuai baku mutu yang
ditetapkan pemerintah sebelum produk limbah tersebut dibuang ke
lingkungan. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam adalah:
Tabel 8. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1)
Tabel 9. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 2)
6. SMPK teknologi aplikasi lahan
Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit menjadi pupuk cair
organik (aplikasi lahan) dilakukan dengan cara mengalirkan limbah yang
berasal dari kolam penanganan limbah cair ke parit-parit yang ada di
97
perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan limbah cair kelapa sawit menjadi
pupuk cair organik karena komposisi limbah cair yang masih banyak
mengandung unsur-unsur hara yang tinggi.
Limbah cair PKS yang digunakan untuk aplikasi lahan sebaiknya
memiliki nilai BOD yang rendah (<5000 ppm). Limbah cair dengan nilai
BOD yang masih tinggi menunjukkan bahan organik pada limbah tersebut
belum terurai dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya kondisi
anaerobik yang dapat mengakibatkan kematian pada tanaman kelapa sawit
(BAPEDAL, 1998). Kriteria penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan adalah :
Tabel 10. Kriteria penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan
7. SMPK teknologi mulsa
Mulsa merupakan teknologi penanganan limbah yang memanfaatkan
tandan kosong sawit sebagai penutup permukaan tanah, pupuk organik dan
pupuk Kalium. Menurut Mangoensoekarjo, et al. (2003), nilai hara per ton
mulsa adalah lebih kurang ekivalen dengan urea 7 kg, rock phosphate 2,5 kg,
muriate of potash 18,8 kg, dan kieserite 4,7 kg. Areal tanaman yang terdekat
dengan pabrik cukup dapat menggunakan mulsa sebagai alternatif pengganti
pupuk anorganik. Tingkat produksi tanaman ternyata dapat meningkat dengan
pemberian mulsa. Setiap tahunnya, peningkatan produksi perkebunan kelapa
sawit dengan pemberian mulsa dapat mencapai 3,5 %.
Penilaian kinerja yang dilakukan terhadap teknologi mulsa adalah
besarnya dosis tandan kosong yang disebar pada areal perkebunan. Terdapat
dua teknik sebaran pada teknologi mulsa, yaitu sebaran teknik merata dan
piringan keliling serta sebaran teknik merata saja. Dosis sebaran ini
98
mempengaruhi efektifitas pemanfaatan tandan kosong sawit sebagai pupuk
mulsa sehingga potensi peningkatan produksi kebun seperti yang dijelaskan
diatas dapat tercapai. Kriteria penilaian kinerja teknologi mulsa adalah :
Tabel 11. Kriteria penilaian kinerja teknologi mulsa
8. SMPK teknologi pengomposan
Teknologi pengomposan merupakan sistem penanganan limbah pabrik
kelapa sawit yang masih belum banyak diterapkan oleh pabrik-pabrik kelapa
sawit di Indonesia. Apabila diamati dari jenis limbah yang mampu ditangani
dengan teknologi pengomposan ini, seharusnya teknologi ini yang lebih
banyak dipergunakan karena mampu menangani limbah cair dan tandan
kosong secara sekaligus. Pabrik kelapa sawit beralasan biaya investasi yang
cukup tinggi untuk menjalankan teknologi pengomposan.
Pupuk kompos yang dihasilkan teknologi pengomposan tidak hanya
dapat dipergunakan sebagai bahan pupuk alternatif pada areal perkebunan
kelapa sawit pabrik bersangkutan, tetapi pupuk kompos ini juga baik untuk
dipergunakan bagi tanaman-tanaman hortikultura. Hal tersebut telah diperkuat
dengan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan.
Penilaian yang dilakukan pada teknologi pengomposan berpusat pada
penilaian standar teknik pengolahan pupuk kompos. Teknik pengolahan ini
meliputi ukuran cacahan tandan kosong sawit, dimensi tumpukan pada saat
penumpukan untuk pengeringan pertama, frekuensi pembalikan, periode
pembalikan, volume penyiraman limbah cair, dan penurunan volume setelah
dilakukan penjemuran terakhir. Berikut ini menunjukkan nilai kriteria
penilaian kinerja teknologi pengomposan :
99
Tabel 12. Kriteria penilaian kinerja teknologi pengomposan
9. SMPK buangan sistem kolam
Sistem kolam merupakan penanganan limbah cair dengan konsep end
of pipe. Konsep ini dalam konteks produksi bersih merupakan hirarki
penanganan limbah yang paling bawah dan tidak dianjurkan untuk diterapkan.
Buangan sistem kolam pada pabrik kelapa sawit diwajibkan memilki nilai
parameter mutu limbah yang telah ditetapkan pemerintah sebelum dibuang ke
lingkungan.
Buangan sistem kolam harus memilki nilai parameter kimia yang telah
ditetapkan. Hal ini berhubungan dengan dampak yang dapat terjadi apabila
parameter kimia tersebut tidak terpenuhi. Eutrofikasi, kematian organisme air
dan mahluk air, bau busuk, penyakit kulit, dan pendangkalan perairan adalah
beberapa potensi dampak lingkungan dan sosial yang dapat diakibatkan
buangan sistem kolam (BAPEDAL, 1998). Oleh karena itu, proses
penanganan limbah, dan pengawasan menjadi hal yang sangat penting agar
buangan sistem kolam tidak mencemari lingkungan. Kriteria parameter mutu
buangan sistem kolam adalah :
Tabel 13. Kriteria parameter mutu buangan sistem kolam
100
10. SMPK produk pupuk cair organik
Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) sebagai produk
pupuk cair organik merupakan salah satu produk sistem penanganan LCPKS
yang ramah terhadap lingkungan. Pupuk cair organik bertujuan untuk
meningkatkan produktifitas kebun kelapa sawit, pemanfaatan nutrisi yang
masih terkandung dalam LCPKS, dan mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan. LCPKS tidak dapat secara langsung dialiri menjadi pupuk cair
organik karena nilai parameter kimia LCPKS yang keluar dari proses produksi
masih tinggi. Untuk menurunkan nilai parameter kimia ini, LCPKS di-
treatment hingga kolam anaerobik I untuk menurunkan parameter kimianya
sehingga cukup layak untuk dialirkan ke kebun kelapa sawit.
Seperti pupuk mulsa, pupuk cair organik memilki kemampuan untuk
memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah. pupuk cair organik juga tidak
mencemari air tanah disekitar lokasi aplikasi (aliran aplikasi lahan).
Penggunanan pupuk cair organik pada perkebunan kelapa sawit adalah
12,66mm ECH LCPKS/bulan dengan tambahan pupuk organik komersil
dengan dosis 50% dari dosis normal (Mangoensoekarjo et al., 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan BP3-Deptan, penerapan aplikasi lahan
mampu meningkatkan produksi tandan buah sawit hingga 1,6% dan
penghematan biaya pupuk organik komersil hingga 45%. Kriteria penilaian
produk pupuk cair organik adalah :
Tabel 14. Kriteria penilaian produk pupuk cair organik
101
11. SMPK produk pupuk mulsa
Pupuk mulsa adalah produk pemanfaatan tandan kosong sawit menjadi
pupuk organik pada perkebunan kelapa sawit. Mulsa sebagai pupuk organik
memiliki kandungan hara yang cukup tinggi, antara lain kalium, magnesium,
posfor, kalsuim, besi, dan senyawa nitrogen. Apabila dikonversi menjadi
pupuk organik komersil, satu ton tandan kosong sawit setara dengan campuran
urea 3 kg, RP 0,6 kg, MOP 12 kg, dan Kiserit 12 kg. Dengan kandungan hara
yang cukup tinggi, mulsa dapat dijadikan pengganti pupuk organik komersil
atau sebagai alternatif pupuk yang digunakan secara kombinasi.
Pupuk mulsa memiliki sifat untuk memperbaiki kondisi kimia dan
fisika tanah sehingga sangat baik untuk peremajaan tanah. Dalam
penggunaannya, setiap hektar kebun sawit dibutuhkan 25-35 ton mulsa
ditambah pupuk organik komersil dengan komposisi 60% dari dosis normal.
Artinya, pupuk mulsa mampu menghemat penggunaan pupuk organik
komersil sekitar 40%. Pemanfaatan pupuk mulsa juga mampu meningkatkan
produksi tandan buah sawit hingga 3,5% sehingga akan meningkatkan
pendapatan perkebunan dan pabrik kelapa sawit (Menon, 2004). Kelemahan
penggunaan pupuk mulsa adalah dapat menghasilkan polusi udara berupa bau
yang tidak enak, dan dapat menjadi media pertumbuhan jamur yang
berpotensi untuk menyerang tanaman kelapa sawit. Selama pemanfaatan dan
pemeliharaan yang baik, pupuk mulsa masih merupakan alternatif pupuk
organik yang ramah lingkungan dan efisien.
Tabel 15. Kriteria penilaian produk pupuk mulsa
102
12. SMPK produk kompos
Kompos merupakan produk teknologi penanganan limbah yang paling
menguntungkan dan ramah terhadap lingkungan. Menguntungkan karena
produk kompos dapat menjadi alternatif pengganti pupuk anorganik yang
sekarang banyak dipergunakan pada sektor pertanian. Produk kompos yang
bersifat organik serta bahan-bahannya yang berasal dari alam tentu lebih
ramah lingkungan karena sifatnya yang mudah terurai didalam tanah.
Produk kompos tidak hanya dapat digunakan pada perkebunan kelapa
sawit saja, tetapi dapat pula dipergunakan pada perkebunan-perkebunan
tanaman lainnya. Produk kompos telah dilakukan uji coba terhadap tanaman-
tanaman hortikultura, antara lain tomat, cabai, dan jeruk manis, hasilnya
sangat memuaskan. Produktifitas tanaman tomat, cabai, dan jeruk manis
meningkat masing-masing 2,6 kg/tanaman, 2,41 kg/tanaman, dan 5,4
kg/pohon (Isroi, 2006). Akan tetapi, pemasaran produk kompos yang masih
kurang baik merupakan permasalahan utama yang dihadapi pabrik kompos.
Tabel 16. Kriteria penilaian produk pupuk kompos
13. SMPK Ekonomi
Investasi terbesar pada sistem kolam adalah pembangunan kolam-
kolam proses yang akan dipergunakan. Kolam yang dibutuhkan sedikitnya 6
buah sebagai bak netralisasi, kolam pembiakan,kolam pengasaman, kolam
anaerobik, kolam aerobik, dan kolam sedimentasi. Investasi lainnya pada
103
sistem kolam yaitu, menara pendingin, instalasi pipa dan listrik, pompa,
aerator permukaan, dan start up effluent. Total biaya operasional pada sistem
kolam adalah mencapai 570 juta rupiah pertahun untuk pabrik kelapa sawit
dengan kapasitas 30 ton TBS/jam. Detail penjelasan tentang modal investasi
dan biaya penanganan teknologi sistem kolam dapat dilihat pada lampiran 5.
Penanganan limbah tandan kosong sawit dengan teknologi mulsa,
tidak membutuhkan biaya investasi yang tinggi. Nilai investasi untuk
teknologi mulsa mencapai 425 juta rupiah pada pabrik dengan kapasitas 30
ton TBS/jam. Investasi ini terdiri dari pembelian truk pengangkut, dan
peralatan penunjang teknologi mulsa seperti, pengait. Biaya pengangkutan
dan upah tenaga kerja merupakan biaya operasi yang paling besar pada
aplikasi teknologi mulsa. Biaya pengangkutan untuk tiap ton mulsa adalah
5000 rupiah, sehingga biaya pengangkutan untuk setiap tahunnya adalah 230
juta rupiah. Upah tenaga kerja adalah 15000 rupiah per hari, sehingga total
upah tenaga kerja dalam 1 tahun adalah 40 juta rupiah. Total biaya operasional
teknologi mulsa adalah 270 juta rupiah pertahun.
Pembuatan lajur-lajur aliran produk land aplikasi pada seluruh bagian
perkebunan kelapa sawit merupakan biaya investasi yang paling tinggi pada
teknologi aplikasi lahan. Jumlah lalur-lalur aliran produk aplikasi lahan
mencapai 130 ha lahan perkebunan. Selain itu, pembelian pompa dan
pembangunan kolam penampungan sederhana juga membutuhkan dana yang
cukup besar. Total biaya investasi aplikasi lahan adalah sekitar 4 milyar
rupiah.
Teknologi pengomposan membutuhkan bangunan dan peralatan untuk
pembangunan pabrik kompos yang meliputi, lantai pengomposan dengan luas
2,5 ha (20%-nya beratap) dan tebal semen 10 cm, kolam penampung
sementara limbah caik kelapa sawit 1 buah (5000 m2), mesin pencacah TKS,
mesin pembalik, wheel loader, dump truck, dan pompa limbah. Total investasi
untuk kebutuhan bangunan dan peralatan tersebut adalah 2,7 milyar rupiah
ditambah biaya transfer teknologi dan supervisi yang mencapai 15% dari total
investasi. Total nilai investasi untuk pendirian pabrik kompos adalah 3,12
milyar rupiah. Apabila harga jual tiap ton kompos sebesar 250000 rupiah,
104
maka penerimaan dari penjualan kompos yang menjadi keuntungan pabrik
kompos untuk setiap tahunnya dapat mencapai 3 milyar rupiah. Perhitungan
secara lengkap untuk modal investasi, biaya operasional, dan keuntungan pada
teknologi pengomposan dapat dilihat pada lampiran 6.
Tabel 17. Kriteria penilaian investasi teknologi penanganan limbah (Rp. 000)
Tabel 18. Kriteria penilaian biaya penanganan limbah dan peningkatan profit (Rp. 000)
14. SMPK Sosial
Faktor sosial merupakan faktor yang langsung berhubungan dengan
kehidupan sosial masyarakat di sekitar areal perkebunan dan pabrik kelapa
sawit. Peran faktor sosial yang strategis menuntut pihak pabrik kelapa sawit
harus memperhatikan efek-efek yang dihasilkan dari proses produksi minyak
sawit. Efek ini terutama berasal dari limbah-limbah yang dibuang ke
lingkungan sekitar pabrik. Semakin kecil limbah yang dibuang ke lingkungan
105
maka akan semakin kecil efeknya terhadap faktor sosial disekitar pabrik
kelapa sawit.
Kajian faktor sosial pada model penilaian cepat penanganan limbah
pabrik kelapa sawit berbentuk pernyataan terhadap isu-isu menyangkut
teknologi penanganan limbah yang digunakan pabrik kelapa sawit. Pernyataan
tersebut antara lain ’ada’ atau ’tidak ada’ nilai tambah sebagai pupuk, bau
yang dihasilkan, limbah yang dibuang ke lingkungan, baku mutu, bau yang
dihasilkan, kemungkinan pencemaran, dampak sosial, peningkatan profit
perusahaan, ’mudah’ atau ’sedang’ atau ’sulit’ dalam pemeliharaan teknologi
penanganan limbah, serta ’ya’ atau ’tidak’ teknologi yang diterapkan telah
memenuhi program produksi bersih. Implementasi kajian sub-model penilaian
kinerja faktor sosial ditunjukkan pada Gambar 21.
Gambar 21. Kajian faktor sosial model penilaian cepat limbah PKS
15. SMPK Lingkungan
Penilaian kinerja faktor lingkungan yang dilakukan pada model
penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini mencakup
kapasitas respon eko-psikologi lingkungan terhadap perkebunan kelapa sawit
dan pabrik pengolahan minyak sawit. Analisis lingkungan ini termasuk dalam
kinerja eksternal dalam model penanganan limbah pabrik kelapa sawit.
106
Parameter lingkungan yang digunakan pada model penilaian cepat
penanganan limbah pabrik kelapa sawit antara lain produksi biomassa,
pengikatan karbondioksida, laju fotosintesis, kapasitas penyerapan energi,
respirasi, dan produksi oksigen.
Tabel 19. Kriteria penilaian faktor lingkungan
E. Validasi
Validasi bertujuan untuk mengetahui apakah model penilaian cepat
penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang telah disusun dapat digunakan untuk
melakukan penilaian penanganan limbah pabrik kelapa sawit sesuai dengan tujuan
semula, yaitu dapat melakukan penilaian penanganan limbah pabrik kelapa sawit
secara cepat dan akurat. Dari validasi model penilaian ini akan diperoleh
informasi tentang pencapaian kinerja pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit atau
penyimpangan penanganan limbah pabrik kelapa sawit terhadap standar ideal.
Dengan membandingkan antara data empirik penanganan limbah pabrik kelapa
sawit dengan standar pengelolaan limbah, maka akan diperoleh nilai gap (variasi)
antara penanganan limbah pabrik kelap sawit dengan standar. Dari kriteria-
kriteria yang mempunyai gap yang signifikan selanjutnya dapat disusun suatu
rekomendasi yang dapat memperbaiki kinerja penanganan limbah pada pabrik
kelapa sawit.
Validitas perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0 dilaksanakan terhadap dua
pabrik kelapa sawit, yaitu PT Perkebunan Negara IV (PTPN IV) Medan, Sumatra
Utara yang menerapkan teknologi sistem kolam untuk penanganan limbah cair
dan teknologi mulsa untuk penanganan tandan kosong sawit, dan PT Aneka Inti
107
Persada (PT AIP) Teluk Siak, Riau yang menerapkan teknologi aplikasi lahan
untuk penanganan limbah cair dan teknologi mulsa untuk penanganan tandan
kosong sawit. Kedua pabrik kelapa sawit ini mengolah tandan buah segar (TBS)
menjadi minyak sawit kasar (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel
oil). Kapasitas pabrik PTPN IV Medan adalah 60 ton TBS/jam, sedangkan PT
AIP Teluk Siak adalah 30 ton TBS/jam.
Berdasarkan proses validasi model penilaian cepat penanganan limbah
pabrik kelapa sawit dengan data-data sekunder pada kedua pabrik di atas,
selanjutnya dapat ditentukan sistem penanganan limbah yang paling tepat untuk
diterapkan dari faktor pembiayaan, faktor sosial, faktor lingkungan, dan efektifitas
sistem penanganan itu sendiri. Validasi model penilaian cepat penanganan limbah
pabrik kelapa sawit dilaksanakan terhadap sub-model penilaian kinerja yang telah
diimplementasikan pada perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0. Berikut ini proses
validasi untuk setiap sub-model penilaian kinerja (SMPK).
1. SMPK Karakteristik limbah cair
Hasil penilaian karakteristik limbah cair pada PTPN IV (Tabel 20)
Medan menunjukkan penyimpangan deviasi yang tinggi yaitu mencapai
3505,57%. ini berarti bahwa limbah cair yang keluar dari proses produksi
PTPN IV wajib diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan untuk
menurunkan parameter-parameter mutu limbahnya agar dapat sesuai dengan
standard mutu yang telah ditetapkan pemerintah.
Table 20. Penilaian karakteristik limbah cair PTPN IV Medan
108
Nilai BOD, COD, padatan tersuspensi, dan minyak pada karakteristik
limbah cair PT AIP Teluk Siak menunjukkan penyimpangan yang besar
hingga mencapai 14465% untuk parameter BOD. Secara keseluruhan, nilai
rata-rata deviasi penilaian karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak adalah
5294%. Nilai penyimpangan ini menunjukkan bahwa kinerja proses produksi
PT AIP Teluk Siak lebih buruk daripada kinerja proses produksi PTPN IV
Medan.
Tabel 21. Penilaian karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak
2. SMPK Karakteristik TKS
Tandan kosong sawit merupakan limbah pabrik kelapa sawit yang
berasal dari proses perontokan buah sawit dengan tandan buahnya sehingga
tandan kosong sawit merupakan limbah yang sebenarnya dapat dibuang
langsung ke lingkungan karena kecil kemungkinannya untuk menimbulkan
pencemaran. Akan tetapi, jumlahnya yang banyak dan bulk mengharuskan
pabrik untuk mengelola limbah ini menjadi produk yang lebih bermanfaat.
Selain itu, tandan kosong sawit masih memiiki kandungan hara yang tinggi
sehingga dapat dipergunakan sebagai alternatif pupuk organik.
Kandungan hara tandan kosong sawit inilah yang menjadi kriteria
penilaian karakteristik tandan kosong sawit. Rata-rata deviasi karaktristik
tandan kosong sawit PTPN IV Medan adalah 5,21% (Tabel 22) dan lebih
tinggi dari rata-rata deviasi yang dimiliki PT AIP Teluk Siak yaitu 4,01%
(Tabel 23). Karakteristik tandan sawit kedua pabrik ini baik untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos atau menjadi pupuk mulsa.
109
Tabel 22. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PTPN IV Medan
Table 23. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PT AIP Teluk Siak
3. SMPK Teknologi sistem kolam
Penilaian teknologi kolam pada outlet 1 PTPN IV Medan
menunjukkan kesimpulan rata-rata deviasi yang ’baik’ dengan penyimpangan
sebesar 6,4%. Kinerja teknologi sistem kolam PTPN IV Medan mampu
menurunkan parameter-parameter mutu limbah secara efektif seperti nilai
BOD dan COD. Walaupun demikian, kriteria padatan tersuspensi masih
memiliki nilai tertimbang ’kurang baik’. Nilai penilaian pada outlet 1
menunjukkan efektifitas teknologi kolam hingga proses di kolam anaerobik II.
110
Tabel 24. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet) 1 PTPN IV Medan
Nilai rata-rata deviasi teknologi sistem kolam PTPN IV Medan pada
outlet 2 adalah 100,06% yang berarti kinerja pada kolam aerobik adalah
’buruk’. Hal ini ditunjukkan nilai BOD,COD, dan padatan tersuspensi limbah
cair yang masih tinggi dibandingkan standar yang seharusnya dapat dicapai
setelah limbah melalui kolam aerobik.
Tabel 25. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet 2) PTPN IV Medan
Kinerja teknologi sistem kolam pada outlet 1 adalah ’baik’ tetapi pada
outlet 2 kinerja teknologi sistem kolam adalah ’buruk’. Kesimpulan kinerja ini
dapat menjadi informasi bagi manajemen perusahaan untuk melakukan
evaluasi terhadap sistem penanganan limbah cair yang telah terpasang saat ini
atau pihak perusahaan dapat merancang suatu teknologi penanganan limbah
cair yang lebih efektif.
111
4. SMPK Teknologi aplikasi lahan
Teknologi aplikasi lahan menunjukkan efektifitas penanganan limbah
cair yang tepat bagi pabrik kelapa sawit. Nilai parameter mutu limbah cair PT
AIP Teluk Siak yang awalnya tinggi dapat di-treatment dengan baik menjadi
pupuk cair organik. Pupuk cair organik tidak membutuhkan nilai parameter
mutu hingga standar mutu limbah yang ditetapkan pemerintah tetapi
disesuaikan dengan kemampuan lahan untuk menyerap produk limbah cair
menjadi pupuk cair organik. Kinerja teknologi aplikasi lahan PT AIP
menunjukkan rata-rata deviasi yang ’baik’ dengan penyimpangan 6,30%
(Tabel 26).
Tabel 26. Penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan PT AIP Teluk Siak
5. SMPK Teknologi mulsa
Sebaran pupuk mulsa dengan teknik dosis I dan dosis II teknologi
mulsa yang dilakukan PTPN IV Medan dan PT AIP Teluk Siak menunjukkan
nilai tertimbang yang sama yaitu ’baik’. Tabel 27 dan Tabel 28 menujukkan
penilaian kinerja teknologi mulsa pada kedua pabrik kelapa sawit.
Tabel 27. Penilaian kinerja teknologi mulsa PTPN IV Medan
112
Tabel 28. Penilaian kinerja teknologi mulsa PT AIP Teluk Siak
6. SMPK Buangan sistem kolam
Berdasarkan penilaian kinerja tahap kedua teknologi sistem kolam
PTPN IV Medan sebelumnya, dapat diramalkan bahwa parameter mutu
limbah yang dihasilkan setelah masih berada diatas nilai standar baku mutu
limbah cair yang dikeluarkan pemerintah. Dari kriteria yang dinilai, nilai BOD
dan COD limbah cair PTPN IV Medan masih tinggi denagn nilai
penyimpangan masing-masing 222,00% dan 42,29%. Kesimpulan rata-rata
deviasi limbah cair pun adalah 38,50% yang berarti kinerja ’buruk’.
Limbah cair yang dibuang PTPN IV ini berpotensi mencemari
lingkungan sekitarnya, khususnya daerah aliran sungai yang menjadi transit
akhir limbah cair. Sebaiknya PTPN IV mengevaluasi teknologi sistem kolam
yang diterapkannya saat ini dan mempertimbangkan jenis teknologi lain yang
lebih ramah lingkungan, memberikan nilai tambah, dan memiliki peluang
pencemaran yang kecil.
Tabel 29. Penilaian buangan sistem kolam PTPN IV Medan
113
7. SMPK Produk pupuk cair organik
Pupuk cair organik PT AIP Teluk Siak hasil penerapan teknologi
aplikasi lahan memberikan nilai rata-rata deviasi kinerja 7,62% yang berarti
nilai tertimbangnya adalah ’baik’. Akan tetapi, salah satu tujuan utama
diterapkannya teknologi aplikasi lahan yaitu peningkatan produksi kebun tidak
tercapai dengan baik bahkan kinerjanya menunjukkan nilai tertimbang
’buruk’. Hal tersebut dapat disebabkan daya serap tanah yang kurang baik atau
kemampuan tanaman dalam mengambil hara dari pupuk cair organik yang
tidak optimal.
Walaupun peningkatan produktifitas kebun tidak tercapai dengan baik
tetapi dengan penerapan teknologi aplikasi lahan, PT AIP Teluk Siak telah
mampu memanfaatkan limbah cair pabrik menjadi by product yang memilki
nilai tambah kepada perusahaan dan mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan.
Tabel 30. Penilaian produk pupuk cair organik PT AIP Teluk Siak
8. SMPK Produk pupuk mulsa
Penilaian yang dilakukan pada produk pupuk mulsa PTPN IV Medan
menunjukkan kesimpulan kinerja yang ’baik’ dengan nilai rata-rata deviasi
7,01% sedangkan penilaian yang dilakukan pada pupuk mulsa PT AIP Teluk
Siak menujukkan kesimpulan kinerja yang ’kurang baik’ dengan nilai rata-rata
deviasi sebesar 16,37%. Seperti halnya pemanfaatan pupuk cair organik,
penggunaan pupuk mulsa pada kedua perusahaan juga masih belum optimal
karena masih berada dari standar yang seharusnya dapat dicapai yaitu
peningkatan produktifitas kebun 3,5%.
114
Tabel 31. Penilaian produk pupuk mulsa PTPN IV Medan
Tabel 32. Penilaian produk pupuk mulsa PT AIP Teluk Siak
9. SMPK Ekonomi
Faktor ekonomi pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik
kelapa sawit mengkaji aspek investasi, biaya operasional penanganan limbah,
dan nilai tambah produk limbah (keuntungan pabrik kelapa sawit). PTPN IV
Medan yang menerapkan teknologi limbah dan teknologi mulsa untuk
penanganan limbah pabriknya, tercatat total investasi bagi kedua teknologi
tersebut adalah 4,1 milyar rupiah. Nilai investasi ini masih lebih rendah
dibandingkan nilai standar investasi untuk penerapan kedua teknologi ini yang
bernilai 5 milyar rupiah (Lampiran 7). PT AIP Teluk Siak yang menerapkan
teknologi aplikasi lahan dan teknologi mulsa membutuhkan biaya investasi
sebesar 7,35 milyar rupiah (lampiran 8) atau lebih besar 4,13% dari nilai
standar yang berarti kesimpulan kinerja dalah ’baik’.
Biaya penanganan limbah pabrik kelapa sawit PTPN IV Medan per-
ton tandan buah sawit yang diolah adalah 21900 rupiah sedangkan PT AIP
115
Teluk Siak adalah 5610 rupiah. Keuntungan yang diperoleh dari produk
limbah PTPN IV Medan adalah 13,2 juta rupiah per-bulan sedangkan PT AIP
Teluk Siak adalah 9,75 juta rupiah per-bulan. Berdasarkan kedua aspek diatas,
PT AIP Teluk Siak memiliki kinerja faktor ekonomi yang lebih baik daripada
PTPN IV Medan yaitu biaya penanganan yang lebih rendah dan keuntungan
yang lebih tinggi per-ton tandan buah sawit yang diolah. Lampiran 9 dan
Lampiran 10 menunjukkan penilaian kinerja faktor ekonomi PTPN IV Medan
dan PT AIP Teluk Siak.
10. SMPK Sosial
Penilaian faktor sosial PTPN IV Medan menunjukkan skor 1
(penyimpangan 70%) untuk teknologi sistem kolam dan skor 8
(penyimpangan 0%) untuk teknologi mulsa. Penyimpangan yang tinggi pada
teknologi sistem kolam karena produk limbah yang dihasilkan berpotensi
menimbulkan pencemaran, dampak sosial, dan bau limbah serta tidak
memenuhi program produksi bersih dan tidak memberikan nilai tambah bagi
pabrik kelapa sawit (nilai tambah sebagai pupuk). Penilaian faktor sosial
PTPN IV Medan lebih lengkap disajikan pada Lampiran 11.
Penyimpangan teknologi aplikasi lahan pada PT AIP Teluk Siak
adalah 10% atau memiliki skor 7, sedangkan penyimpangan teknologi mulsa
adalah 0% atau memiliki skor 8. Penyimpangan yang dihasilkan teknologi
aplikasi lahan karena produk limbah ini masih mengeluarkan bau produk
pupuk cair organik yang kurang enak. Penilaian faktor sosial PT AIP Teluk
siak secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12.
11. SMPK Lingkungan
Penilaian faktor lingkungan merupakan penilaian terakhir yang
dilakukan dalam proses validasi model penilaian cepat penanganan limbah
pabrik kelapa sawit. Penilaian faktor lingkungan pada PTPN IV memiliki
kesimpulan kinerja yang ’kurang baik’ dengan rata-rata deviasi 15,19%. Nilai
produksi biomassa yang tinggi dengan nilai tertimbang ’buruk’ merupakan
116
penyebab terbesar ’kurang baik’-nya kinerja faktor lingkungan PTPN IV
Medan.
Tabel 33. Penilaian kinerja lingkungan PTPN IV Medan
Pada PT AIP Teluk Siak menunjukkan rata-rata deviasi 9,84% dengan
nilai tertimbang adalah ’baik’ untuk penilaian kinerja faktor lingkungannya.
Akan tetapi, nilai produksi biomassa pada lingkungan pabrik dan perkebunan
kelapa sawit ini juga masih tinggi mencapai nilai penyimpangan 40,26% dari
standar yang seharusnya. Tabel 34 menyajikan penilaian kinerja lingkungan
PT AIP Teluk Siak secara lengkap.
Tabel 34. Penilaian kinerja lingkungan PT AIP Teluk Siak
Setelah melakukan penilaian terhadap seluruh sub-model penilaian kinerja
SMPK), perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0 menyediakan fitur berupa kinerja
keseluruhan yang merupakan kesimpulan menyeluruh dari SMPK-SMPK yang
telah dinilai. Kinerja keseluruhan dihitung dengan merata-ratakan deviasi setiap
kelompok SMPK, yaitu kelompok SMPK penanganan limbah cair, kelompok
SMPK penanganan tandan kosong sawit, SMPK ekonomi, SMPK sosial, dan
117
SMPK lingkungan. Apabila nilai deviasi kurang dari dan sama dengan 10% maka
kinerja keseluruhan penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah ‘baik’.
Apabila nilai deviasi lebih dari 10% dan kurang dari dan sama dengan 30% maka
kinerja keseluruhan penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah ‘kurang baik’
dan apabila nilai deviasi lebih besar daripada 30% maka kinerja keseluruhan
penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah ‘buruk’.
Rata-rata deviasi kinerja keseluruhan PTPN IV Medan adalah 23,71%
dengan kesimpulan kinerja keseluruhan ‘kurang baik’. Kelompok SMPK
penanganan limbah cair menunjukan nilai deviasi 48,50%, kelompok SMPK
penanganan tandan kosong sawit menunjukkan nilai deviasi 4,22%, SMPK
ekonomi dengan nilai deviasi 15,64%, SMPK sosial dengan deviasi 35%, dan
SMPK lingkungan dengan nilai deviasi 15,19%. Dari nilai deviasi tiap kelompok
SMPK, hanya kelompok SMPK penanganan tandan kosong sawit saja yang
tergolong kinerja ‘baik’ sedangkan kelompok kinerja lainnya menunjukkan
kinerja ‘kurang baik’. Hal ini yang menyebabkan kinerja keseluruhan penanganan
limbah pada PTPN IV adalah ‘kurang baik’. Cuplikan form kinerja keseluruhan
ditunjukkan pada Gambar 22 dan print laporan PTPN IV Medan dapat dilihat
pada Lampiran 13.
118
Kinerja keseluruhan PT AIP Teluk Siak menunjukkan nilai deviasi yang
lebih baik dibandingkan PTPN IV Medan, yaitu 9,88% dengan kesimpulan kinerja
keseluruhan adalah ‘baik’. Kelompok SMPK penanganan limbah cair memiliki
nilai deviasi 6,96%, kelompok SMPK penanganan tandan kosong sawit memiliki
nilai deviasi 11,62%, SMPK ekonomi dengan nilai deviasi 15,67%, SMPK sosial
dengan nilai deviasi 5%, dan nilai deviasi SMPK lingkungan adalah 9,84%. Dari
seluruh kelompok SMPK yang dinilai hanya SMPK tandan kosong sawit dan
SMPK ekonomi saja yang tergolong memiliki kinerja ‘kurang baik’ dan nilai
deviasinya pun tidak lebih dari 16% sehingga setelah dilakukan kalkulasi rata-rata
deviasi, kesimpulan kinerja keseluruhan (Gambar 23) PT AIP Teluk Siak adalah
‘baik’. Print laporan kinerja keseluruhan PT AIP Teluk Siak dapat dilihat pada
lampiran 14.
Gambar 22. Kinerja keseluruhan penanganan limbah PTPN IV Medan
119
Gambar 23. Kinerja keseluruhan penanganan limbah PT AIP Teluk Siak
120
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Jenis limbah produksi pabrik kelapa sawit berupa limbah cair dan lumpur
(Palm Oil Mill Effluent), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Cangkang dan
serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan bakar industri tetapi
penanganan limbah cair kelapa sawit dan tandan kosong sawit masih belum
optimal. Apabila dilakukan konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di
Indonesia maka setiap tahunnya akan dihasilkan limbah cair sebanyak 5,678 juta
m3, lumpur sebanyak 1,135 juta ton, dan 1,865 juta ton TKS.
Teknologi penanganan limbah yang lazim digunakan pada pabrik kelapa
sawit di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga jenis kelompok penanganan
limbah. Pertama, limbah cair dan lumpur ditangani dengan teknologi sistem
kolam dan limbah tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai mulsa. Kedua,
limbah cair dan lumpur dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik dan tandan
kosong sawit digunakan sebagai mulsa. Ketiga, limbah cair dan lumpur dan
tandan kosong sawit diolah menjadi kompos dengan menggunakan teknologi
pengomposan.
Model penilaian cepat kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit
diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer dengan nama MPC
LIKESWIT 1.0 . Perangkat lunak ini terdiri dari limabelas sub-model penilaian
kinerja (SMPK), yaitu (1) SMPK karakteristik limbah cair, (2) SMPK kandungan
hara limbah cair, (3) SMPK karakteristik lumpur, (4) SMPK karakteristik TKS
sebagai kelompok kinerja jenis dan karakteristik limbah; (5) SMPK teknologi
sistem kolam, (6) SMPK teknologi aplikasi lahan, (7) SMPK teknologi mulsa, (8)
SMPK teknologi pengomposan sebagai kelompok kinerja teknologi penanganan
limbah; (9) SMPK buangan sistem kolam, (10) SMPK produk pupuk cair organik,
(11) SMPK produk pupuk mulsa, (12) SMPK produk kompos sebagai kelompok
kinerja produk limbah; (13) SMPK Ekonomi, (14) SMPK Sosial, dan (15) SMPK
Lingkungan.
121
Hasil analisis kinerja keseluruhan sebagai tahap validasi yang dilakukan
pada pabrik kelapa sawit PTPN IV yang menggunakan teknologi sistem kolam
dan mulsa sebagai teknologi penanganan limbahnya menunjukkan kinerja
penanganan limbah PTPN IV adalah ‘kurang baik’ dengan penyimpangan
(deviasi) sebesar 23,71%. Pabrik kelapa sawit PT Aneka Inti Persada yang
menggunakan teknologi aplikasi lahan dan mulsa menunjukkan kinerja
penanganan limbah yang ‘baik’ dengan penyimpangan deviasi sebesar 9,88%.
B. Saran
1. Dilakukan penelitian lanjutan dengan memperluas ruang lingkup model
yang mencakup seluruh jenis limbah pada pabrik kelapa sawit.
2. Evaluasi dan pengkajian tentang metode penanganan limbah lainnya pada
industri kelapa sawit untuk mengembangkan model penilaian cepat
penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang lebih komprehensif.
122
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Andrianto. 2003. Penentuan Parameter Kinetika Proses Biodegradasi
Anaerob Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Jurnal Natur Indonesia 6(1):
45-48 (2003).
Alsup, F dan Watson, R.M. 1993. Practical Statistical Quality Control: A Tool for
Quality Manufacturing. Van Nostrand Reinhold, New York.
Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan. 1998. Buku Panduan Teknologi
Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Minyak Kelapa Sawit di
Indonesia. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Berburu Energi di Kebun
Sawit. Litbang Departemen Pertanian, Jakarta.
Berterfield, D.H. 1980. Quality Control. Prentice Hall.Inc, New Jersey.
Budihardjo, E. 1995. Pendekatan Sistem dalam Tata Ruang Pembangunan Daerah
untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional. UGM Press, Yogyakarta.
Chavalparit, O. 2006. Clean Technology for Crode Palm Oil Industry in Thailand.
PhD Thesis. Wageningen University. Belanda.
Dirjen Perkebunan-Departemen Pertanian. 2006. Statistik Pertanian Tahun 2005.
Pusat Data dan Informasi, Departemen Pertanian. Jakarta.
Eriyatno. 1999. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press,
Bogor.
Fauzi, Yan dan Y.E. Widyastuti. 2006. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan
Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Kampus Dinoyo (Seri
Aribisnis), Jakarta.
Husni, A.A. 2000. Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan. ITP Press.
Bandung.
Isroi. 2006. Pengomposan Limbah Padat Organik. Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia. Bogor.
Gaspersz, V. 2001. Penerapan Total Quality Management in Education (TQME)
pada Perguruan Tinggi di Indonesia. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta.
123
Goenadi, G.H., B. Dradjat, L. Erningpraja, B. Hutabarat. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Indonesia. BP3-Departemen
Pertanian. Jakarta.
Krueng, P. dan A.J.W. Krahn. 2004. Building a Process Performance
Measurement System: some early experiences. University of Fribourg,
Switzerland.
Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. UGM Press. Yogyakarta.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Grasindo. Jakarta.
Menon, N.R. 2004. Empty Friut Bunch Evaluation : Mulch in Plantation vs Fuel
for Electricity Generation. MPOB. Malaysia.
Naibaho, P.M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit, Medan.
PBM-SIG. 1995. How To Measure Performance: A Handbook of Techniques and
Tools. U.S. Department of Energy, USA
Pratiwi, W. , P. Goeritno, Darnoko, P..M. Naibaho 1995. Produksi Pulp dan
Kertas dari Tandan Kosong Kelapa Sawit pada Skala Pilot. Journal
Penelitian Kelapa Sawit, 1 (1), 89:100.
PT Perkebunan Negara IV. 2003. Kajian Pemanfaatan LCPKS dan TKKS Sebagai
Bahan Kompos. Medan.
PT Perkebunan Negara IV. 2004. Pengkajian Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik
Kelapa Sawit (LCPKS) Secara Aplikatisi Lahan dengan Sistem Long
Bed Terhadap Lingkungan. PTPN IV dan Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2000. Prosiding Pertemuan Teknis Sawit 2000-II :
Penanganan Terpadu Limbah Industri Kelapa Sawit yang Berwawasan
Lingkungan. Medan
Sa' id, G. 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Trubus
Agriwidya. Jakarta.
124
Sharifuddin, H.A.H. dan A.R. Zaharah. 1996. Utilization of Organic Wastes and
Natural Systems in Malaysian Agriculture. University of Agriculture,
Serdang. Malaysia.
Sushil. 1993. Dynamics: A Practical Approach for Managerial Problems. Wiley
Eastern Limited, New Delhi.
Turner, P.D. dan R.A. Gillbanks R. 1974. Oil Palm Cultivation and Management.
The Incorporated Society of Planters, Kuala Lumpur, Malaysia.
Unapumnuk, K. 1999. Solid Waste Management in Palm Oil Mills: A Case Study
in Thailand. Master Thesis. Asian Institute of Technology, Thailand.
Wulfert, K. 2000. A New Integrated for Waste (EFB) and Waste Water (POME).
International Oil Palm Conference, Bali.
125
LAMPIRAN
126
Lampiran 1. Pohon industri tanaman kelapa sawit
Sumber : Goenadi, et al. (2005)
127
Lampiran 2. Proses produksi minyak kelapa sawit
Sumber : O. Chavalparit (2006)
128
Lampiran 3. Diagram alir implementasi model penilaian cepat pabrik kelapa sawit
Start
Kriteria Penilaian
Pemahaman Proses
Rancang Bangun Model MPC LIKESWIT 1.0
Verifikasi dan Validasi
Data Aktual PKS
Sesuai
End
Ya
Tidak
129
Lampiran 4. Contoh hardcopy kinerja keseluruhan MPC LIKESWIT 1.0
130
Lampiran 5. Investasi dan biaya penanganan teknologi sistem kolam (kapasitas pabrik 30 ton TBS / jam)
Sumber : Buana, et al. (2000)
131
Lampiran 6. Investasi, biaya operasional, dan keuntungan pada teknologi pengomposan (kapasitas pabrik 30 ton TBS/jam)
Sumber : Buana, et al. (2000)
132
Lampiran 7. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PTPN IV Medan
133
Lampiran 8. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak
134
Lampiran 9. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PTPN IV Medan
135
Lampiran 10. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak
136
Lampiran 11. Hasil penilaian kinerja sosial PTPN IV Medan
137
Lampiran 12. Hasil penilaian kinerja sosial PT AIP Teluk Siak
138
Lampiran 13. Hasil Kinerja Keseluruhan PTPN IV Medan
139
Lampiran 14. Hasil Kinerja Keseluruhan PT AIP Teluk Siak