52
T E S I S MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG KABUPATEN SINJAI, 1972-1997 AGRICULTURAL MODERNIZATION AT LAMATTI RIATTANG VILLAGE SINJAI REGENCY IN 1972-1997 ABDUL RAHMAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2008

MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

T E S I S

MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG KABUPATEN SINJAI, 1972-1997

AGRICULTURAL MODERNIZATION AT LAMATTI RIATTANG VILLAGE SINJAI REGENCY IN 1972-1997

ABDUL RAHMAN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2008

Page 2: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

iii

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan keharibaan Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas rahmat dan cinta kasihnya jualah yang selalu tercurah, sehingga saya

mampu menyelesaikan seluruh proses perkuliahan pada Program Studi

Antropologi, Bidang Kajian Utama Ilmu Sejarah Program Pascasarjana,

Universitas Hasanuddin, termasuk penyelesaian karya tulis ini, walaupun

dengan keadan yang susah payah dan tertatih-tatih.

Dengan sangat rendah hati, saya mengakui bahwa terselesaikannya

proses belajar dan terwujudnya karya tulis ini, bukanlah prestasi dan hasil

usaha saya semata. Banyak pihak yang telah memberikan bantuan materi

maupun non materi, berupa dorongan, arahan dan bimbingan. Untuk itu

maka sepatutnyalah saya memanjatkan doa yang tulus, semoga Tuhan

senantiasa mengasihi mereka.

Selain doa, saya pun merasa berkewajiban untuk menyampaikan

terima kasih kepada Dr. Bambang Sulistyo EP, MS atas kesediaannya untuk

menjadi pembimbing dan itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi

saya. Akan tetapi di lain sisi timbul semacam rasa kekhawatiran pada diri

saya, apakah saya mampu menelaah pikiran-pikirannya yang sarat dengan

teori itu. Namun berkat ketekunan dan kesabarannya dalam membimbing

saya, paling tidak hasil bimbingannya itu telah memperkenalkan saya

Page 3: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

iv

terhadap penulisan sejarah dengan menggunakan pendekatan teori dari

berbagai disiplin ilmu.

Kesediaan Dr.H. Mustari Bosra, M.A untuk bertindak sebagai tim

komisi pembimbing (pembaca) yang kedua kalinya (sebelumnya pernah

menjadi pembimbing saya waktu S1 di UNM). Dialog yang cukup intensif

dengan cendekiawan dan ilmuwan Islam ini telah semakin membuka

wawasan saya tentang kesejarahan. Olehnya itu saya mengucapkan pula

terima kasih atas kesabarannya dalam membimbing saya.

Ucapan terima kasih, selanjutnya saya haturkan yang setinggi-

tingginya kepada Dr. Edward Lambertus Poelinggoemang, M.A dan Dr. A.

Rasyid Andi Ambo Sakka, M.A beserta Dr. Anwar Thosibo, M.Hum yang telah

bersedia menjadi tim penelaah naskah karya tulis ini. Kritikan dari ketiga

ilmuwan ini memaksa saya untuk lebih banyak membaca buku-buku yang

berkaitan dengan sejarah ekonomi pedesaan.

Ucapan terima kasih yang sama pula saya haturkan kepada guru yang

telah menularkan sebagian ilmunya kepada saya. Mereka itu adalah Prof.

Nurul Ilmi Idrus,M.Sc, Ph.D, Prof. Dr. Andi Ima Kesuma IC, M.Pd, Prof. Dr.

Pawennari Hijjang, M.A, Prof. Dr. H. Hamka Naping, M.A, Dr. Munsi Lampe,

M.A, Dr. Armin Arsyad, M.A, Dr. H. Machmud Tang, M.A, Arlina Gunarya

Latief, M.Sc, Ph.D, Erwiza Erman, M.A, Ph.D, Dr. Nurhayati Rahman,

M.Hum, Margriet Lapia Moka, S.S, M.S dan Dra. Ade Yolanda Latjuba,

M.Hum.

Page 4: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

v

Selain itu sering pula saya melakukan dialog khusus yang telah

banyak membuat wawasan saya terbuka tentang dunia pertanian. Olehnya

itu tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada mereka, yakni: Prof.

Ir. H.M Saleh Sayyid Ali, M.Sc, Ph.D, Dr. Ir. Didi Rukmana, M.Sc, Dr. Ir

Gunawan Trijuno, DEA, Dr. Ir. Ade Rosmana, DEA, Dr.Ir. Yusran Nur Indar

M.Phill dan Dr. Firdaus W. Suhaeb, M.Si.

Terima kasih pula saya ucapakan kepada Prof. Dr. H.M Idris Arief, M.S

dan Prof. Dr. Hj. Rabihatun Idris, M.S yang telah membantu meringankan

beban saya dari segi finansial dalam proses penyelesaian karya tulis ini.

Demikian pula terima kasih kepada Jumadi, S.Pd, M.Si, Ahmadin, S.Ag,

S.Pd, M.Pd, Drs. H.M Saleh Madjid, M.Pd, Drs. H. Burhanuddin Pabitjara,

M.Pd dan seluruh dosen yang ada di jurusan pendidikan sejarah atas

dorongannya dalam menyelesaikan studi.

Terima kasih pula saya ucapkan kepada Drs. Muh Amir, Abd.

Rahman Hamid, S.Pd, M.Si, Muh. Asyikin, S.Pd dan Rosmawati S.S atas

diskusi panjangnya dengan saya selama kuliah. Kepada Dedi Sriwahyudi,

Ridwan M.Junaid, Surya Akbar Samid, Alexander Zulkarnaen, Efrayim

Demmanora, dan Muh. Rafiuddin yang senantiasa menemani sekaligus

memberi semangat ketika saya menghadapi kejenuhan dalam menulis karya

ini. Selain itu mereka dapat memahami ketika saya terkadang uring-uringan

dan sering menumpahkan perasaan stress yang menumpuk kepada mereka

selama proses penyelesaian tulisan ini. Demikian pula saya ucapkan terima

Page 5: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

vi

kasih kepada Alvito Deanova Gintings, S.Sos, M.Si yang telah bersedia

membayar SPP saya selama dua semester. Demikian pula saya ucapakan

terimah kasih kepada saudara Abdul Haris, S.P yang telah membantu dalam

proses pengumpulan data di lokasi penelitian.

Terakhir, saya harus mengucapakan terima kasih dan sembah sujud

kepada kedua orang tua saya, ayahanda A. Ambo Sakka dan Ibunda Nini

Rasmini. Merekalah yang telah menyebarkan virus rasa keingin tahuan yang

tinggi serta keinginan untuk meraih prestasi dalam dunia ilmu pengetahuan.

Terima kasih pula saya ucapkan kepada adinda, Siti Rosmawati beserta

kemenakan tersayang Reynald Darma Dirawan atas kesetiannya

mendampingi dan merawat orang tua kami, selama saya ada di Kota

Makassar dalam mencari jati diri.

Perlu saya tekankan bahwa meskipun selesainya tulisan ini, tidak

terlepas dari bantuan berbagai pihak, namun isi dan segala permasalahan

yang terkandung di dalamnya merupakan tanggung jawab pribadi saya.

Semoga Tuhan selalu memberkati dan mencurahkan kasihnya kepada kita

semua. Amin

Makassar, ..... September 2008

Abdul Rahman Andi Ambo Sakka

Page 6: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

vii

DAFTAR ISI

HALAM SAMPUL .............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii

PRAKATA ........................................................................................................... iii

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix

BAB PENDAHULUAN ...................................................................................... 01

A. Latar Penelitian ................................................................................. 01

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 10

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 10

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 12

A. Kepustakaan ...................................................................................... 12

B. Modernisasi Pertanian ..................................................................... 13

C. Perubahan Sosial ............................................................................. 17

D. Masyarakat Petani ............................................................................ 23

E. Pembangunan Sektor Pertanian .................................................... 25

F. Tinjauan Pertanian Sawah .............................................................. 30

G. Pendekatan Teori ............................................................................. 39

H. Kerangka Pikir ................................................................................... 44

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 45

A. Jenis Penelitian ................................................................................ 45

B. Prosedur dan Sumber ...................................................................... 47

BAB IV DESA LAMTTI RIATTANG SEBAGAI LOKASI PENELITIAN ..... 53

A. Kondisi Geografis ........................................................................... 53

Page 7: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

viii

B. Tata Ruang Desa ............................................................................ 58

C. Organisasi Sosial Desa ................................................................... 60

D. Kondisi Sosial Budaya ..................................................................... 65

E. Sistem Pengetahuan ........................................................................ 84

F. Kepercayaan Tradisional ................................................................. 91

G. Upacara yang berkaitan dengan Pertanian ................................. 94

H. Islam, Budaya, dan Etos Kerja ....................................................... 98

BAB V POLA PEMANFAATAN SAWAH DI DESA LAMATTI RIATTANG ......................................................... 102

A. Hubungan Antara Petani Dengan Tanah .................................... 102

B. Pemilikan dan Penguasaan lahan ................................................. 104

C. Proses Mendapatkan Hak Milik Lahan Sawah ........................... 111

D. Potret Pertanian Sawah Tradisional (1967-1972) ...................... 123

BAB VI PENERAPAN TEKNOLOGI MODEREN DALAM BIDANG PERTANIAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA LAMATTI RIATTANG ................................. 131

A. Pertanian Moderen di Desa Lamatti Riattang (1972-1997) ..... 131

B. Dampak di Bidang Ekonomi ........................................................... 154

C. Dampak di Bidang Sosial ................................................................ 159

D. Muncuknya Diversifikasi Pekerjaan ............................................... 170

BAB VII KESIMPULAN .................................................................................... 204

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 207

Page 8: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

ix

DAFTAR TABEL

1. Kondisi Areal Persawahan di Desa Lamatti Rianttang ........................... 137 2. Penggunaan Pupuk di Desa Lamatti Riattang .......................................... 139 3. Rotasi Pengolahan Sawah di Desa Lamatti Riattang ............................. 145 4. Alokasi Waktu Kegiatan Petani di Desa Lamatti Riattang ...................... 151 5. Tingkat Penghasilan Petani di Desa Lamatti Riattang ............................ 156 6. Tenaga Kesehatan di Desa Lamatti Riattang ............................................ 163 7. Difersifikasi Pekerjaan Petani Berlahan Sempit di Desa Lamatti Riattang ........................................................................................... 176 8. Difersifikasi Pekerjaan pada Petani Berlahan Luas di Desa Lamatti Riattang ............................................................................... 183 9. Tingkat Pendapatan Petani di Desa Lamatti Riattang ............................ 191

10. Pemilikan Barang Konsumtif pada Petani di Desa Lamatti Riattang... 193 11. Gaya Berpakaian pada Petani di Desa Lamatti Riattang ..................... 194 12. Sumbangan para Petani dalam suatu pesta di Desa Lamatti Riattang .......................................................................................... 20

Page 9: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Penelitian

Berbagai kebijakan pembangunan telah ditempuh oleh pemerintah

Republik Indonesia khususnya pemerintahan Orde Baru dengan prioritas

utama pada pertumbuhan ekonomi. Sebagai upaya merealisasikan tujuan

tersebut, dilaksanakan berbagai kebijakan pembangunan yang antara lain

adalah pelaksanaan modernisasi pertanian di pedesaan. Salah satu desa

yang mendapat kebijakan ini ialah Desa Lamatti Riattang yang terletak di

Kecamatan Bulupoddo, Kabupaten Sinjai.

Kebijakan tesebut ditempuh, mengingat sebagian besar penduduk

Indonesia tinggal di daerah pedesaan dengan mata pencaharian sebagian

besar adalah petani, maka pemerintah merasa perlu untuk meningkatkan

produktivitas pertanian padi dengan jalan melakukan modernisasi pertanian.

Masuknya modernisasi pertanian pada Desa Lamatti Riattang yang antara

lain adalah penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, pemberantasan

hama dengan pestisida, telah membawa perubahan-perubahan pada

masyarakat petani.

Desa Lamatti Riatang merupakan salah satu fokus pembangunan

secara keseluruhan yang meliputi segala potensi manusia, alam dan

teknologinya, serta mencakup pula segala aspek kehidupan dan

1

Page 10: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

2

penghidupan yang ada di desa ini. Setiap pembangunan yang dilakukan

terhadap masyarakat Desa Lamatti Riattang telah menimbulkan dampak

sosial dan budaya bagi masyarakatnya. Pembangunan masyarakat di desa

ini tidak dapat dipisahkan dari unsur -unsur pembangunan itu sendiri misalnya

teknologi1.

Penerapan teknologi sebagai salah satu perangkat dalam

pelaksanaan pembangunan di satu pihak, pada gilirannya akan berhadapan

dengan masyarakat pedesaan yang masih tradisional dengan segala cirinya

yang khas2 . Namun di lain pihak jika unsur pokok pembangunan tersebut

langsung diterapkan tanpa adanya perhitungan aspek sosial dan budaya,

maka pembangunan yang direncanakan bisa saja tidak mengalami

keberhasilan. Masyarakat Desa Lamatti Riattang yang berorientasi pada

bidang pertanian, merupakan sasaran utama pengenalan teknologi pertanian.

Dengan demikian salah satu sasaran utama teknologi ialah pedesaan yang

berbasis pertanian yang pada akhirnya melahirkan perubahan sosial.

Dipilihnya Desa Lamatti Riattang sebagai percontohan awal dalam

melaksanakan modernisasi pertanian karena desa inilah yang dianggap

memiliki lahan sawah yang paling luas di wilayah Kecamatan Bulupoddo

1 Haryo S. Martodirdjo, 1995. Membangun Desa. Jakarta: Grasindo. 2 Ciri masyarakat desa yang dimaksud ialah: sulit menerima hal yang baru,

solidaritas dan sekuritas sosialnya sangat tinggi, belum mengenal adanya pembagian kerja. Keteranagan lebih lanjut baca Soedjono Dirdjosisworo, 1997. Asas-Asas Sosiologi, Bandung: Rosda.

Page 11: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

3

yakni sekitar 505, 28 hektar3. Sementara di Desa Lamatti Riaja luas areal

persawahan hanya berkisar 352,61 hektar4. Sedangkan di Desa Tompo Bulu,

Desa DuampanuaE dan Desa Bulutellue masyarakatnya lebih banyak

mengusahakan tanaman perkebunan misalnya kopi, cengkeh, lada dan

kakao.

Masyarakat Desa Lamatti Riattang, sebagaimana masyarakat

pedesaan di Indonesia pada umumnya, apabila ditinjau dari segi

kehidupannya, mereka sangat terikat dan tergantung pada tanah 5. Karena

sama-sama tergantung pada tanah, maka kepentingan pokok juga sama,

sehingga mereka juga akan bekerja sama untuk mencapai kepentingannya,

misalnya ketika mengolah lahan dan pada waktu menanam padi. Hal ini

dilakukan karena biasanya sebuah keluarga saja tidak cukup memiliki tenaga

kerja yang cukup memadai untuk mengerjakan tanahnya, sehingga timbullah

modal sosial yang dikenal dengan istilah gotong royong6, dan bukan

semacam lembaga yang sengaja dibuat. Sebab itu pada masyarakat di

pedesaan tidak akan dijumpai pembagian kerja didasarkan profesi, akan

3 Data statistik desa Lamatti Riattang tahun 1972. 4 Data statistik pada kantor kecamatan Bulupoddo tahun 1972. 5 Oekan Soekotjo Abdullah, 1998. Manusia, Lingkungan Dan Pembangunan di

Pedesaan. Bandung: Rosda. 6 Herman Soewardi, 1994. Respon Masyarakat Desa Terhadap Modernisasi

Produksi Pertanian Terutama Padi di Jawa Barat. Yogyakarta: Gadajah Mada University Press.

Page 12: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

4

tetapi biasanya pembagian kerja didasarkan pada usia mengingat

kemampuan fisik masing-masing dan juga atas dasar jenis kelamin7.

Fungsi alam sebagai sumber kebutuhan hidup termasuk tanah dan air,

menuntut masyarakat Desa Lamatti Riattang untuk selalu berusaha

menguasai lingkungan dengan jalan memanfaatkannya secara maksimal.

Upaya itu pun harus dibarengi oleh pengetahuan dan jenis alat yang

memadai agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Desa Lamatti Riattang

yang merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Sinjai yang

mayoritas penduduknya bekerja pada sektor pertanian, khususnya tanaman

kebutuhan pangan misalnya padi, berkat adanya dukungan wilayah yang

cukup subur serta keuletan masyarakatnaya dalam bekerja 8 membuat

pertanian di daerah ini mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

Sebagaimana pada masyarakat petani pada umumnya, petani di Desa

Lamatti Riattang memiliki kesamaan karakteristik dengan kegiatan pertanian

di daerah lain yang bercorak agraris pula. Maksudnya kegiatan dan

perkembangan ekonomi ditentukan oleh keadaan alam, tradisi yang mereka

anut, modal usaha, tingkat perkembangan dan pemanfaatan teknologi dalam

kegiatan pertanian. Berolak dari hal tersebut, keadaan petani di Desa Lamatti

7 Abdul Syani, 1987. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Jakarta: Fajar Agung. 8 Lukman, 1999. Pola Partisipasi Wanita Dalam Pembangunan di Kabupaten Sinjai.

Tesis pada program studi ekonomi pembangunan dan perencanaan, Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Page 13: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

5

Riattang pada awalnya hidup dengan ciri ekonomi subsistensi9.

Perkembangan selanjutnya ketika memasuki tahun 1972 10, dengan adanya

prioritas utama pemerintah Republik Indonesia untuk mengejar pertumbuhan

ekonomi yang kemudian diikuti pula oleh pemerintah desa, maka

dilaksanakanlah berbagai macam kebijakan dalam bidang pembangunan

yang antara lain ialah melaksanakan modernisasi pertanian di pedesaan.

Modernisasai dalam bidang pertanian padi sawah yang dicanangkan oleh

pemerintah secara perlahan-lahan telah mampu merubah pola dan kondisi

kehidupan masyarakat petani menjadi semi subsistensi11 hingga akhirnya

berubah menjadi ekonomi komersial 12 .

Penerapan modernisasi pertanian di Desa Lamatti Riattang, selain

dilandasi tuntutan era perkembangan zaman yang sudah mengacu pada

teknologi moderen, juga karena adanya keinginan dari pemerintah desa yang

pada saat itu dijabat oleh Abdul Razak yang menginginkan adanya

perubahan terhadap warganya ke arah peningkatan kesejahteraan ekonomi

rumah tangga.

9 Struktur ekonomi subsistensi ialah kepemilikan dan penguasaan tanah sepenuhnya ada pada petani dan apa yang dihasilkan semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Didik J. Rachbini, 2001. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Grasindo.

10Keterangan tahun ini didasarkan pada tesis yang ditulis oleh Abdullah Ahmad untuk mencapai gelar Magister dalam bidang ilmu pertanian di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001 dengan judul: Strategi dan Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Pertanian Padi Sawah Di Desa Lamatti Riattang, Kabupaten Sinjai.

11 Ekonomi semi subsistensi menurut Hall Hill ialah kegiatan dalam mengelolah dan menghasilkan barang untuk memenuhi kebutuhan keluarga disamping adanya usaha untuk memperoleh modal walaupun dalam skala kecil. Aswicahyono, 2001. Ekonomi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Jakarta: Murai Kencana.

12 Ekonomi Komersial ialah kegiatan dan usaha produksi yang diorientasikan untuk memperoleh modal dan keuntungan yang maksimal. Hall Hill dalam Aswicahyono, 2001. ibid.

Page 14: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

6

Gejala modernisasai pertanian yang terjadi pada lingkungan petani

padi di Desa Lamatti Riattang bukan hanya sebatas penerapan unsur -unsur

ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kegiatan pertanian misalnya

penggunaan pupuk, penggunaan peralatan mekanis dalam mengolah sawah,

pengairan yang bagus, tersedianya tenaga kerja manusia yang potensial,

tetapi juga termasuk perubahan pola pikir dari masyarakat yang tertutup

menjadi masyarakat yang lebih terbuka dalam menghadapi laju modernisasi

yang begitu pesat.

Ada dua pendapat yang berbeda tentang bagaimana modernisasi

pertanian terdistribusi di kalangan kaum petani. Pertama, pendapat yang

mengatakan bahwa modernisasi pertanian bersifat bias skala. Pendapat ini

mengatakan bahwa modernisasi pertanian hanya dinikmati oleh petani

berlahan luas, sedangkan petani berlahan sempit tidak dapat menikmatinya

karena keterbatasan dana 13. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa

modernisasi pertanian bersifat netral skala. Pendapat ini mengatakan bahwa

modernisasi pertanian dinikmati, baik oleh petani berlahan sempit maupun

petani berlahan luas. Hanya saja keduanya berbeda dalam menerima nilai

tambah. Petani berlahan luas akan mendapatkan nilai tambah yang lebih

besar daripada petani berlahan sempit.

13 William L Collier. 1996. Pendekatan Baru Dalam Pembangunan Pertanian di Jawa.

Jakarta: YOI

Page 15: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

7

Kedua pendapat tersebut di atas, sama-sama memperlihatkan bahwa

modernisasi pertanian selalu menguntungkan pada petani berlahan luas dan

kurang menguntungkan, bahkan merugikan bagi petani berlahan sempit.

Dengan demikian terjadi kesenjangan sosial ekonomi antara petani berlahan

luas dengan petani berlahan sempit. Terhadap fenomena ini muncul pula dua

pendapat tentang bagaimana modernisasi pertanian berpengaruh terhadap

sistem stratifikasi pada masyarakat petani. Pendapat pertama mengatakan

bahwa akan terjadi polarisasi antara petani berlahan luas dengan petani

berlahan sempit 14. Pendapat kedua mengatakan bahwa modernisasi

pertanian telah menyebabkan berubahnya stratifikasi sosial masyarakat

petani. Kondisi kemiskinan yang dialami oleh petani tersebut diperburuk lagi

oleh tekanan penduduk yang semakin besar di pedesaan sehingga tambahan

produksi pertanian yang relatif kecil tidak mampu memenuhi kebutuhan yang

disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi 15.

Patut juga diingat, bahwa perubahan suatu sistem dalam lingkungan

masyarakat desa seperti halnya sistem pertanian moderen yang diterapkan

oleh pemerintah, selain membawa perubahan dan kemajuan terhadap

masyarakat pendukungnya, juga membawa dampak negatif terhadap

14 Sajogyo. 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Jakarta: YOI 15 Moh. Amaluddin. 1987. Kemiskinan dan Polarisasi Sosial: Studi Kasus di Desa

Bulugede, Kendal, Jawa Tengah. Jakarta: YOI.

Page 16: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

8

kehidupan sosial budaya masyarakat di Desa Lamatti Riattang 16. Perubahan

berupa transformasi sosial juga terjadi pada jarak sosial dan pola hubungan

kerja petani dari colective action menjadi individual action dalam artian bahwa

sebelum adanya modernisasi dalam kegiatan pertanian, solidaritas

masyarakat bersifat mekanik yang ditandai dengan tingginya kecenderungan

untuk saling membantu dalam bekerja mengolah sawah, kemudian berubah

menjadi solidaritas organik yang ditandai dengan memudarnya jiwa kegotong

royongan menjadi penerapan sistem upah dalam kegiatan produksi. Bahkan

melahirkan kelas-kelas sosial baru yang diukur oleh indikator ekonomi

(kekayaan), sekaligus menggeser kelas sosial yang diukur berdasarkan

ketentuan adat17.

Modernisasi pertanian yang dicanangkan oleh pemerintah Desa

Lamatti Riattang, demi meningkatkan produktifitas lahan pertanian juga

ternyata menyebabkan tersingkirnya angkatan kerja produktif dalam jumlah

yang cukup besar. Masalah tadi juga erat kaitannya dengan keterbatasan

lahan pertanian, sementara jumlah penduduk semakin meningkat akibat laju

pertumbuhan penduduk yang juga meningkat. Selain itu, juga semakin

diperparah oleh ketimpangan pola pemilikan tanah dan tuntutan evisiensi

16 Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Robert Redfield,1985. Bahwa

masuknya pengaruh modernisasi di pedesaan telah menciptakan kesenjangan sosial dan memeudarnya sistem nilai masyarakat pendukungnya. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Jakarta: CV. Rajawali.

17 Ahmadin, 2000. Transformasi Sosial Masyarakat Tani: Kasus Desa Watuliwa Kecamatan Lasusuwa Kabupaten Kolaka. Makassar: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Indonesia.

Page 17: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

9

dalam intensifikasi pertanian. Akibatnya di Desa Lamatti Riattang

kesempatan kerja menjadi semakin langka dan jika ada orang yang

mendapatkan lapangan kerja maka upah yang diterimanya dinilai tidak

sebanding dengan waktu kerja. Misalnya sebelum adanya mesin penggiling

padi, banyak kaum wanita yang menggantungkan kehidupannya sebagai

buruh penumbuk. Ketika mereka menumbuk dan menghasilkan beras 10 liter

maka dia mendapat bagian 2 liter. Tetapi kemudian mereka kehilangan

pekerjaan karena mereka tidak dibituhkan lagi tenaganya untuk mengolah

gabah menjadi beras.

Dinamika masyarakat petani padi di Desa Lamatti Riattang yang telah

dipaparkan menunjukkan adanya perubahan setelah diterapkannya

modernisasi dalam bidang pertanian. Hal inilah yang kemudian mendorong

saya untuk meneliti lebih lanjut tentang modernisasi pertanian dan kaitannya

dengan perubahan sosial yang terjadi pada masayarakat petani di Desa

Lamatti Riattang sejak tahun 1972 sampai pada tahun 1997. Tahun 1972

dijadikan awal dari penelitian ini karena pada tahun inilah pertama kali

diterapkan panca usaha tani yakni dengan dibangunnya irigasi hoddi. Tahun

1997 dijadikan akhir dari penelitian ini karena pada tahun ini terjadi krisis

ekonomi di Indonesia yang tentunya sangat berpengaruh pada masyarakat

petani di desa ini. Banyak di antara para petani, utamanya petani yang

berlahan sempit tidaka dapat membeli pupuk dan pestisida karena harganya

terlampau mahal. Sedangkan penghasilan mereka hanya untuk memenuhi

Page 18: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

10

kebutuhan keluarganya, dan tidak ada sama sekali simpanan mereka untuk

membeli bahan-bahan dalam merawat tanaman padi mereka, sehingga tidak

mampu lagi menghasilkan padi atau beras secara optimal.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini berupaya memberikan gambaran mengenai kondisi

kehidupan sosial masyarakat petani di Desa Lamatti Riattang sebelum dan

sesudah masuknya modernisasi pertanian. Adapun yang menjadi pertanyaan

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi pertanian dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial

dan budaya masyarakat petani sebelum modernisasi pertanian

diterapakan?

2. Bagaimana peranan pemerintah dalam proses pelaksanaan modernisasi

pertanian?

3. Bagaimana dampak pelaksanaan modernisasi pertanian terhadap

kehidupan sosial, ekonomi dan budaya pada masyarakat?

C. Tujuan Penelitian

Berdasakan pertanyaan penelitian yang diajukan dalam rumusan

masalah di atas, maka tujuan penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui kondisi pertanian dan pengaruhnya terhadap kehidupan

sosial budaya masyarakat petani sebelum diterapkannya modernisasi

pertanian..

Page 19: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

11

2. Untuk mengetahui peranan pemerintah dalam proses penerapan

modernisasi pertanian.

3. Untuk mengetahui dampak dari adanya modernisasi pertanian terhadap

kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat petani.

D. Manfaat Penelitian

Pengungkapan terhadap modernisasi pertanian kaitannya dengan

perubahan sosial budaya pada masyarakat petani di Desa Lamatti Riattang

diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Dijadikan bahan acuan oleh pemerintah desa dalam upaya memantapkan

program pengentasan kemiskinan dan pengembangan masyarakat petani

serta memeberikan pemahaman dan wawasan dalam menghadapi

tantangan dalam usaha pengembangan bidang pertanian di Desa Lamatti

Riattang.

2. Memberikan kontribusi dalam penulisan sejarah sosial yang bernuansa

lokal, khususnya sejarah petani di daerah pedesaan, sebab

pengungkapan sejarah dari masyarakat bawah sebagaimana yang

mereka alami dan tuturkan pada dasarnya merupakan upaya penulisan

sejarah yang menggunakan pendekatan etnografi.

Page 20: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepustakaan

Tinjauan pustaka bertujuan sebagai dasar pemikiran untuk menelaah

sebuah pokok persoalan. Dalam hal ini dibutuhkan sejumlah literatur untuk

mengarahkan kajian penelitian. Mengkaji tentang modernisasi pertanian telah

banyak karya yang dapat dijadikan rujukan. Karya tersebut ialah Revitalisasi

Pertanian di Indonesia yang ditulis oleh Mangora Tambunan.

Sementara untuk mengetahui sejumlah proses pelaksanaan

modernisasi pertanian di Desa Lamatti Riattang ada beberapa sumber yang

dijadikan sebagai bahan perbandingan antara lain Sanim1, Kasryono 2,

Kartohadirdjo 3, dan ada sebuah tesis yang ditulis oleh Ahmad Abdullah yaitu,

Srategi dan Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Pertanian Padi Sawah di

Desa Lamatti Riattang.

Terkait dengan dampak yang ditimbulkan oleh adanya modernisasi

pertanian, maka buku yang dijadikan rujukan ialah tulisan dari Koesnadi 4,

1 Bunasir Sanim. 1999. Pembangunan Pertanian diIndonesia. Jakarta: LP3ES. 2 Faisal Kasryono. 1984. Prospek Pembangunan EkonomiPedesaan di Indonesia.

Jakarta: YOI 3 Hariadi Kartohadirdjo. 1999. Strategi dan Kebijakan Pertanian Berkelanjutan di

Indonesia. Bogor: Pustaka Insani. 4 Engkos Koesnadi. 1989. Kabupaten Majalengka dan Dinamika Masyarakat Petani

Padi. Bandung: Rosda .

12

Page 21: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

13

dan Saefullah 5. Temuan penelitian Koesnadi menyatakan bahwa dengan

masuknya teknologi moderen dalam pertanian padi telah menyebabkan

meningkatnya pendapatan masyarakat, namun di lain sisi tingkat kegotong

royongan sesama petani mulai mengalami pergeseran. Selain itu, karena

adanya peningkatan pendapatan maka masyarakat memiliki daya beli yang

tinggi, termasuk perabotan rumah tangga maka orang mendapat

penghargaan berdasarkan kekayaannya. Sementara temuan Saefullah,

dengan masuknya peralatan moderen dalam pengolahan sawah dan

hasilnya, maka banyak dari kalangan rumah tangga petani yang

menggantungkan hidupnya sebagai buruh tani dan buruh penumbuk

mengalami kekurangan lapangan kerja sehingga pendapatan untuk

pemenuhan kebutuhan rumah tangga mengalami penurunan.

B. Modernisasi Pertanian

Pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 modernisasi umumnya

dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan rasionalisme dan sekularisme serta

pada proses di mana manusia berhasil melepaskan diri dari tirani kekuasaan

pemarintahan maupun belenggu takhayul. Masalah modernisasi dalam

pembangunan telah banyak menjadi tema dalam penulisan, karena masalah

modernisasi mencakup permasalahan yang kompleks, sehingga senantiasa

5 Ahmad Djadja Saefullah. 1993. Transformasi Pertanian dan Kesempatan Kerja di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Bandung: Rosda.

Page 22: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

14

meransang para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk

mengkajinya 6.

Modernisasi merupakan persoalan menarik yang dewasa ini

merupakan gejala umum yang sudah mendunia. Pada umumnya masyarakat

di dunia dewasa ini terkait pada jaringan modernisasi, baik yang baru

memasukinya maupun yang sudah meneruskan tradisi modernisasi tersebut.

Modernisasi jika dikaitkan dengan dunia pertanian, dalam pandangan

Hasansulama ialah pergantian teknik produksi dari cara-cara lama ke arah

yang lebih moderen dengan memanfaatkan kemajuan teknologi khususnya

dalam bidang pertanian 7. Lebih lanjut Kartasapoetra mengatakan bahwa

modernisasi pertanian ialah pembaharuan dalam mengelolah dan

memanfaatkan lahan persawahan untuk mencapai hasil produksi yang

maksimal. Dalam hal ini para petani dibina dan dibimbing agar berperilaku

baru dalam kegiatan usaha taninya. Sanggup menerima dan menggunakan

teknologi moderen, mengubah sarana-sarana produksi yang digunakan agar

bisa meningkatkan pendapatan rumah tangga 8.

Modernisasi pertanian di Indonesia dimulai sejak adanya program

Revolusi Hijau 9. Program ini memperkenalkan dan memperluas penggunaan

6 Zygmunt Baumant, 1991. Modernity and Ambivalence. Cambridge: Polity Press. 7 Muh. Imang Hasansulama, 1995. Pengantar Ilmu Petanian. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press. 8 Kartasapoetra, 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara. 9 Revolusi Hijau ialah suatu program intensifikasi pertanian tanaman pangan

khususnya padi. Bunasir Sanim, 1999. Pembangunan Pertanian di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Page 23: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

15

teknilogi moderen dalam bertani. Unsur utama dalam modernisasi pertanian

ialah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kegiatan pertanian

yang meliputi intensifikasi, ekstensifikasi, mekanisasi, diversifikasi dan

rehabilitasi 10. Intensifikasi pertanian ialah uasaha untuk meningkatkan

produksi pertanian melalui penerapan panca usaha tani yang meliputi

penggunaan pupuk, pengairan yang cukup, pemilihan bibit unggul,

pemberantasan hama dan perbaikan dalam bercocok tanam. Ektensifikasi

pertanian ialah usaha untuk meningkatkan hasil produksi pertanian dengan

cara menambah atau memperluas lahan pertanian. Mekanisasi pertanian

ialah usaha untuk peningkatan hasil produksi pertanian dengan cara

menggunakan mesin-mesin moderen. Diversifikasi pertanian ialah usaha

untuk meningkatkan produksi pertanian dengan cara memperbanyak

kegiatan pekerjaan dan jenis tanaman. Rehabilitasi pertanian ialah usah

untuk memperbaiki atau mengganti tanaman yang lama dengan tanaman

yang baru 11.

Modernisasi yang diperkenalkan di sektor pertanian tradisional yang

diharapkan dapat menimbulkan potensi kenaikan produktivitas pertanian

telah menimbulkan efek pengurangan penyerapan tenaga kerja di sektoer

10 Faisal Kasryono, 1984. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Indonesia.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 11 Mangora Tambunan, 2001. Revitalisasi Pertanian di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Page 24: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

16

pertanian tradisional. Collier dan Birowo 12 dalam suatu studinya atas sampel

unit pertanian yang representatif di Jawa Timur menunjukkan bahwa

penggunaan tenaga kerja perhektar tanah pertanian telah berkurang sesudah

unit pertanian ini menggunakan bibit unggul dibandingkan dengan bibit lokal

biasa. Penggunaan tenaga kerja yang diukur dalam hari perhektar telah

berkurang dari 260 hari manjadi 230 hari kerja.

Pemakain sabit untuk menggantikan ani-ani juga telah menimbulkan

pengurangan penggunaan tenaga kerja dalam unit-unit pertanian di sektor

pertanian tradisional. Saefullah13 menunjukkan bahwa pemetikan panen

dengan menggunakan ani-ani membutuhkan kira-kira 200 hari kerja

perhektar unit pertanian dibandingkan dengan 75 hari kerja pada saat

menggunakan sabit. Koesnadi 14 dalam suatu penelitiannya menunjukkan

bahwa 27 orang pria yang menggunakan sabit, telah mampu mengggantikan

ani-ani dalam memanen padi dalam suatu unit pertanian yang sama.

Penggunaan traktor dalam satu unit pertanian merupakan bentuk lain

dalam penggunaan teknologi baru yang telah menyebabkan pengurangan

dalam penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Collier15 berdasarkan

hasil penelitianya menunjukan suatu taksiran pengguna traktor ukuran kecil

12 William L. Collier dan Ahmad T. Birowo, 1992. Agricultural and Rural Development in Indonesia. Colorado: Westview Boulder.

13 A. Djadja Saefullah, 1993. Transformasi Pertanian dan Kesempatan Kerja di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Jakarta: LP3ES.

14Engkos Koesnadi, 1989. Kabupaten Majalengka dan Dinamika Masyrakat Petani Padi: Bandung: Rosda.

15 William L. Collier, 1994. Agricultural Evolution in West Java. The Decline of Shared Poverty and Involution. Bogor: Agro Economic Survey.

Page 25: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

17

sebanyak 9 unit, yang masing-masing dipakai untuk mengolah lahan sawah

dengan jumlah luas 20 hektar, mengakibatkan pengurangan penyerapan

tenaga kerja dari sebanyak 540 orang per hari kerja menjadi 260 orang per

hari kerja pada waktu proses pengolahan sawah dilakukan.

Menurunnya tenaga kerja di sektor pertanian tradisional telah

dihubungkan pula dengan masuknya mesin perontok padi yang telah

menggantikan banyak tenaga kerja dalam kegiatan memisahkan butiran buah

padi dari batangnya yang sebelum diterapkannya modernisasi merupakan

salah satu sumber penghidupan bagi banyak keluarga. Suparmoko16 dalam

penelitiannya menunjukkan bahwa akibat penggunaan mesin perontok padi

menyebabkan hilangnya kesempatan kerja dalam satu musim panen sekitar

124 orang buruh penumbuk.

C. Perubahan Sosial

Pada dasarnya setiap masyarakat dalam hidupnya akan mengalami

perubahan-perubahan. Perubahan itu akan dapat diketahui, apabila

dilakukan perbandingan, artinya adalah menelaah keadaan suatu masyarakat

pada waktu tertentu dan kemudian membandingkannya dengan keadaan

masyarakat itu pada masa lalu. Perubahan dalam masyarakat pada

prinsipnya merupakan suatu proses yang secara terus menerus, dalam artian

16Suparmoko, 1991. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Intensifikasi Tanaman Padi di

Kabupaten Karawang. Disertasi yang diajukan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor untuk memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Pertanian. Belum diterbitkan.

Page 26: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

18

bahwa setiap masyarakat pada umumnya akan mengalami perubahan itu,

akan tetapi perubahan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat

yang lainnya tidak selalu sama, ada masyarakat yang mengalaminya lebih

cepat jika dibandingkan dengan masyarakat lainnya.

Perubahan-perubahan dalam masyarakat menyangkut hal yang

kompleks, oleh karena itu Alvin L. Bertrand menyatakan bahwa perubahan

sosial pada dasarnya tidak dapat diterangkan oleh dan berpegang pada

faktor yang tunggal. Menurut Robin Williams, bahwa pendapat dari faham

determinisme monofaktor kini sudah ketinggalan zaman, dan ilmu sosiologi

moderen tidak akan menggunakan interpretasai-interpretasi sepihak yang

menyatakan bahwa perubahan itu hanya disebabkan oleh satu macam

rangkaian faktor saja 17.

Dengan demikian banyak faktor yang menjadikan masyarakat bisa

berubah, sehingga tidak dapat diterangkan dengan suatu formula yang

sederhana. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tidak ada suatu teori

yang bersifat sistematis mengenai perubahan itu yang bisa menjawab semua

pertanyaan yang berhubungan dengan fenomena ini.

Perubahan-perubahan dalam masyarakat sering dipersoalkan dengan

perubahan kebudayaan. Ada pandangan bahwa perubahan sosial itu

berbeda dengan perubahan kebudayaan, dengan menyatakan bahwa

17 Alvin L. Bertrand, 1980. Sosiologi, alihbahasa Sanapiah S. Faisal. Surabaya: Bina

Ilmu.

Page 27: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

19

perubahan sosial meliputi perubahan dalam aspek-aspek struktur dari

masyarakat, sedangkan perubahan-perubahan pada kebudayaan itu saja.

Perbedaan yang diajukan ini pada dasarnya bersifat amat teknis, karena

dalam situasi-situasi tertentu benar-benar tidak mungkin untuk menentukan

tipe perubahan yang terjadi. Walaupun secara teoritis kedua konsep itu dapat

dibedakan, tetapi oleh karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai

kebudayaan dan tidak ada kebudayaan yang menjelma di luar atau bukan

pada masyarakat, maka sebenarnya di dalam kehidupan sehari-hari acapkali

tidak mudah untuk menentukan dimana letaknya garis pemisah antara

masyarakat dan kebudayaan. Garis pemisah di dalam kenyataan hidup

antara perubahan kemasyarakatan dan perubahan kebudayaan, karena itu

lebih sukar ditegaskan. Biasanya antara kedua gejala itu dapat ditemukan

hubungan timbal balik sebagai sebab akibat.

Terjadinya perubahan dalam masyarakat disebabkan adanya

penyebab-penyebab tertentu. Apabila hendak ditanyakan mengenai jumlah

dari faktor singkat dijawab dengan ”banyak”. Daya penggerak untuk proses-

proses perubahan dalam suatu masayarakat datang dari dua sumber yakni

dari dalam dan dari luar18 . Yang datang dari dalam adalah daya gerak yang

berupa pendapatan-pendapatan baru di lapangan teknik, perjuangan-

perjuangan perseorangan untuk memperoleh tanah dan kekuasaan, tekanan

jumlah penduduk atas mata pencaharian serta perubahan-perubahan iklim.

18 Raymond Firth, 1960. Ciri-Ciri dan Alam Hidup Manusia. Bandung: Sumur.

Page 28: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

20

Sebab-sebab yang datang dari luar, untuk sebagian terletak dalam

lingkungan pergaulan itu sendiri dan untuk sebagian lagi terletak dalam

kekuatan ekspansinya peradaban.

David C. McClelland menyatakan bahwa dorongan yang

menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi dan modernisasi ialah virus

mental, yaitu suatu cara berpikir tertentu yang lebih jarang dijumpai tetapi

apabila terjadi pada diri seseorang, cenderung untuk menyebabkan orang itu

bertingkah laku secara giat. Virus mental ini diberi nama need for

achievement (kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi)19.

Margono Slamet, dalam konsepsinya tentang macam kekuatan yang

mempengaruhi perubahan, menyatakan bahwa terdapat tiga macam

kekuatan yang mempengaruhi perubahan, antara lain adalah kekuatan

pendorong, kekuatan yang mendorong masyarakat untuk untuk berubah. Hal

ini dinilai sebagai kondisi atau keadaan yang penting sekali, oleh karena

tanpa adanya kekuatan tersebut orang tidak akan berubah. Kekuatan ini

bersumber dari: (a) ketidak puasan terhadap situasi yang ada, karena itu ada

keinginan untuk situasi yang lain (b) adanya pengetahuan tentang perbedaan

antara yang ada dan yang seharusnya bisa ada (3) adanya tekanan dari luar

seperti kompetisi, keharusan menyesuaikan diri (4) kebutuhan dari dalam

19 David C. McClelland, Dorongan Hati Menuju Modernisasi, dalam Myron Weiner,

Modernisasi: Dinamika Pertumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 29: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

21

untuk mencapai efisiensi dan peningkatan, misalnya produktifitas dan lain-

lain20.

Perubahan-perubahan yang terjadi bisa merupakan kemajuan atau

mungkin justru kemunduran. Unsur-unsur kemasyarakatan yang mengalami

perubahan biasanya adalah mengenai nilai-nilai sosial, pola perilaku,

organisasi sosial dan stratifikasi sosial. Dalam masyarakat maju ataupun

masyarakat berkembang, perubahan sosial dan kebudayaan selalu berkaitan

erat dengan pertumbuhan ekonomi. Menurut Selo Soemardjan dan

Soelaiman Soemardi21 bahwa perubahan-perubahan di luar bidang ekonomi

tidak dapat dihindarkan oleh karena setiap perubahan dalam satu struktur

kehidupan masyarakat akan mengakibatkan pula perubahan dalam struktur

kehidupan lainnya.

Tipe perubahan dalam pandangan Sunarto 22 adalah perubahan yang

direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan. Perubahan yang

direncanakan adalah perubahan yang diperkirakan dan telah digagas

sebelumnya oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam

masyarakat. Pihak yang ingin mengadakan perubahan dinamakan agent of

change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat

kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin dalam suatu lembaga

20 R. Margono Slamet, 1981. Pembangunan Pedesaan dan Perubahan Sosial. Jakarta: Gramedia.

21 Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, 1984. Setangakai Bunga Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

22 Kamanto Sunarto, 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Page 30: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

22

kemasyarakatan. Perubahan yang direncanakan, paling baik diterapkan

terhadap masyarakat yang memang sebelumnya sudah memiliki keinginan

untuk berubah.

Sementara itu perubahan yang tidak direncanakan, merupakan

perubahan-perubahan yang berlangsung di luar kehendak atau pengawasan

masyarakat. Perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki ini biasanya

menimbulkan konflik. Dalam kondisi demikian anggota masyrakat pada

umumnya lebih sulit diarahkan untuk melakukan perubahan secara

mendalam. Hal ini disebabkan adanya pengalaman buruk mereka terhadap

akibat perubahan yang terjadi sebelumnya yang tidak membuahkan

kepuasan dan kesejahteraan atau karena masyarakat masih mempunyai

kepercayaan yang sangat kuat terhadap tradisi-tradisi sosial yang hidup

dalam masyarakat yang bersangkutan 23.

Perubahan sosial juag terkait dengan perubahan kebudayaan

masyarakat desa dari pola tradisional menjadi bersifat moderen.konsep

kebudayaan dalam pandangan Paul H. Landis24 adalah gambaran tentang

cara hidup masyarakat desa yang belum dirasuki oleh penggunaan

tekhnologi moderen serta sistem ekonomi uang. Dengan rumusan lain pola

kebudayaan tradisional adalah merupakan produk dari besarnya pengaruh

alam terhadap masyarakat yang hidupnya tergantung terhadap alam.

23 Haryo S. Martodirdjo, 1989. Pola Adat, Kampung dan Desa. Bandung: Rosda. 24 Paul H. Landis,1948. Rural Life in Procces. New York: McGraw-Hill Book

Company.

Page 31: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

23

Semakin tidak berdaya tetapi di lain pihak semakin tergantung terhadap

alam, Akan semakin terlihat jelas pola kebudayaan itu.

Perubahan-perubahan yang tejadi di desa-desa pertanian sawah,

khususnya dengan semakin intensifnya sistem ekonomi uang di desa-desa,

akan juga mengubah pola pelapisan sosial yang ada. Pelapisan sosial yang

didasarkan pada adat itu kemudian bergeser yang didasarkan pada

kemampuan ekonomi yang kemudian memunculkan elit baru dalam

masyarakat desa yakni orang kaya.

D. Masyarakat Petani

Menurut Hasan Sadly masyarakat dalah golongan besar atau kecil

terdiri dari beberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian

secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain 25.

Sedangakan menurut Widjaja, masyarakat adalah sekelompok orang yang

memiliki identitas sendiri yang membedakan dengan kelompok lain dan

berdomisili dalam wilayah atau daerah tertentu secara tersendiri. Jadi dalam

masyarakat itu terjadi interaksi di dalamnya terdapat nilai-nilai sosial tertentu

yang menjadi pedoman untuk bertingkah laku bagi anggota masyarakat 26.

Menurut Undang-Undang nomor 2 tahun 1960, yang dimaksud dengan

petani ialah orang baik mempunyai tanah maupun tidak yang menfokuskan

25 Hasan Shadly, 1998. Masyarakat Desa dan Pembangunan Terpadu. Jakarta:

Rineka Cipta. 26 A.W. Widjaja, 1986. Individu, Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Presindo.

Page 32: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

24

mata pencahariannya dengan mengusahakan tanah untuk kegiatan pertanian

dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya 27. Petani dapat pula

diartikan sebagai orang yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya

dengan cara memanfaatkan lahan pertanian untuk bercocok tanam. Dari

pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat petani

ialah kelompok manusia besar atau kecil, yang saling berinteraksi baik antar

manusia maupun dengan lingkungannya, yang melakukan kegiatan ekonomi

dengan memanfatkan sumber daya alam berupa tanah atau lahan pertanian

untuk bercocok tanam.

Masyarakat petani dapat dibagi atas beberapa jenis.Sutrisno membagi

masyarakat petani berdasarkan tingkat kepemilikan tanahnya. Dilihat dari

segi tingkatan pemilikan tanah pertanian, petani dapat dibagi atas dua

tingkatan, yakni petani pemilik dan buruh tani. Petani pemilik terdiri atas tiga

macam yaitu petani pemilik yang tidak menggarap tanahnya sendiri tetapi

diserahkan kepada orang lain, petani pemilik yang menggarap tanahnya

sendiri, dan petani pemilik yang menggarap tanahnya sendiri dan menggarap

tanah orang lain.

Biasanya petani pemilik yang tidak menggarap tanahnya adalah

keluarga petani yang memiliki lahan yang luas. Mereka tidak perlu berusaha

untuk menggarap sendiri tanahnya akan tetapi hanya diberikan kepada orang

lain untuk menggarapnya. Petani seperti ini disebut sebagai Tuan Tanah.

27 C.S.T. Kansil, 2000. Kitab Undang-Undang Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.

Page 33: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

25

Petani yang menggarap tanahnya sendiri adalah petani yang memiliki lahan

yang agak sempit (kurang dari 2 hektar), sehingga dianggap pas-pasan untuk

memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. Petani pemilik disamping

menggarap tanahnya sendiri, dia juga menggarap tanah orang lain dan

hanya memiliki lahan yang luasnya kurang dari 1 hektar. Hal ini dilakukan

untuk mengantisipasi kemungkinan kurangnya hasil pertanian yang mereka

peroleh. Sedangkan buruh tani ialah petani yang tidak memiliki lahan pertania

yang berusaha untuk menggarap tanah orang lain sebanyak mungkin sesuai

dengan kemampuan tenaganya untuk memenuhi kebutuhan hidup

keluarganya.

Jadi status seorang petani dapat dilihat dari status pola kepemilikan

tanahnya. Petani pemilik tampa mengolah lahan persawahan menempati

status sosial yang lebih tinggi dibandingkan pemilik lahan pertanian dengan

mengolah lahan yang dimilikinya, sedangkan yang tidak memiliki lahan

pertanian namuin hanya menggarap tanah milik orang lain memiliki status

yang lebih rendah.

E. Pembangunan Sektor Pertanian

Republik Indonesia merupakan Negara agraris dengan penduduk

mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Pada tahun 1993 tercatat 21,

5 juta rumah tangga menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian.

Apabila diasumsikan setiap rumah tangga terdiri dari 4 orang anggota

Page 34: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

26

keluarga, maka jumlah penduduk yang merasakan dampak pengganda dari

hasil pertanian adalah 86 juta jiwa atau 58,4 % dari total jumlah penduduk di

Indonesia 28.

Disimak dari kemampuan penyerapan jumlah tenaga kerja, sektor

pertanian juga tidak kalah dengan sektor lain bahkan pada tahun 1985-1995,

jumlah angkatan kerja yang terlibat langsung dalam sektor pertanian

mengalami peningkatan yang mencolok yakni dari 38,74 juta menjadi 48,76

juta jiwa. Sementara di saat krisis ketika sektor lain melakukan PHK, lagi-lagi

sektor pertanian menjadi katub pengaman dengan menciptakan sekitar 5 juta

lapangan kerja baru. Bahkan tercatat pada tahun 1997 sektor pertanian justru

mampu mencetak devisa ekspor sekitar US $ 13 milyar, serta memiliki

pertumbuhan positif 0,43 % tatkala sektor lain menukik dengan tingkat

pertumbuhan minus, sehinga mampu memberikan dampak pengganda tiga

kali lipat. Namun sayang kontribusi kontribusi sektor pertanian hingga saat ini

tetap masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Hal itu terbukti dari

posisi kredit modal kerja menurut sektor usaha yang menempatkan sektor

pertanian dibawah prioritas perindusterian, perdagangan dan jasa 29.

Bukan itu saja, keberadaan sektor pertanian sebagai sumber utama

penyediaan bahan pangan nasional juga cenderung terus diabaikan. Sebagai

28 Sumber sensus pertanian 1993 tentang jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

dalam Sumodiningrat, (2001: 27). 29 Revrisond Baswir. 1997. Agenda Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Page 35: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

27

bukti perkembangan pembangunan sektor industri dan prasarana

pendukungnya misalnya perumahan, jalan tol, lapangan golf dan usaha

industri lainnya telah membentuk proses penyusutan lahan sawah.

Diperkirakanh lahan pertanian sawah beririgasi teknis menyusut satu juta

hektar dalam satu dekade.

Akibatnya, pada pertengahan tahun tahun 1990-an pemerintah

kebingungan mencari jalan keluar dari krisis besar. Terdapat 3 aspek lain

yang melatar belakangi terjadinya krisis beras, yaitu aspek produksi,

komsumsi, dan distribusi. Orientasi kebijakan pembangunan pertanian yang

mengutamakan pada aspek produksi bahan pangan terutama beras

cenderung mengabaikan sumber pangan lain, sehingga setiap pelaksanaan

program peningkatan produksi membutuhkan biaya yang besar. Hal ini

nampak dari swasembada beras yang berhasil dicapai pada tahun 1984 tidak

dapat lagi dipertahankan, justru setelah impor beras kian meningkat dan

kesejahteraan petani ibarat jauh panggang dari api 30.

Dari aspek komsumsi, pandangan bahwa komsumsi beras sebagai

indikator masyarakat moderen menyebabkan perubahan kebiasaan dan

ketergantungan komsumsi pangan pada beras adalah makanan nasional.

30 Siswono Yudhohusodo mantan ketua umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia

(HKTI) menemukan data telah terjadi impor beras secara illegal yang diselundupkan secara besar-besaran dengan cara sistematis memanipulasi dokumen impor yang kian merajalela dan sulit dikendalikan. “ perbuatan segelintir importir ini akan menghancurkan kehidupan 22 juta rumah tangga petani atau sekitar 110 juta jiwa di dalam negeri, sebab beras yang dihasilkan petani tidak bakal mampu bersaing dengan harga beras impor”, Ungkap Siswono dalam Harian Kompas, edisi Rabu 5 Desember 2007.

Page 36: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

28

Perubahan pola makan yang cenderung diseragamkan dan dipaksakan dari

makanan pokok non beras (sagu, jagung, singkong atau ketela) ke beras

menyebabakan ketergantungan terhadap sumber pangan beras semakin

membengkak. Keadan ini menjadi problem serius, tatkala kebutuhan beras

tidak didukung oleh kemampuan daerah dalam menyediakan produksi

pangannya.

Ketimpangan antara produksi dengan kebutuhan komsumsi

menyebabkan harga beras berfluktuasi dan terjadinya kelangkaan beras.

Ketersediaan infranstruktur jalan yang belum merata menyentuh semua

wilayah pelosok negeri berujung pada permasalahan distribusi 31. Bercermin

pada persoalan tersebut pemerintah kemudian menerbitkan suatu kebijakan

tentang pemerataan sistem pola pertanian sawah yang wajib terap di seluruh

pelosok negeri melalui program transmigrasi32 dan program bina desa.

Pola pengerjaan pertanian sawah dilakukan dengan menerapkan

konsep panca usaha tani sebagai pengejawantahan pemikiran revolusi

31 Ketika terjadi ketimpangan antara produksi dengan komsumsi, maka diperlukan

suatu sistem penyangga harga guna mengantisipasi fluktuasi. Masalah akan muncul apabial petani secara individual maupun kelompok tidak mampu mengendalikan produk pangan sejak dari produksi, pendistribusian dan pengelolaan pendapatan. Lemahnya daya saing petani, kesejahteraan petani dan akhirnya tidak mendorong gairah petani meningkatkan produksi lebih lanjut. Kebijaksanaan pangan yang tidak tepat justeru menyebabkan respon petani berbalik arah. Daya saing petani diawali dengan pengendalian penjualan produk, karena dengan jumlah produksi yang terkendali maka harga juga akan terkendali sehingga pendapatan petani pun meningkat.

32 Praktek pertanian sawah di Indonesia jika dirunut dari Sejarah munculnya, pertma kali pertanian sawah berkembang dari Pulau Jawa kemudian menyebar ke daerah lain, seperi Seumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Divusi pertanian sawah ini dibawa oleh kaum migran Jawa yang dimulai pada zaman kolonial dan diteruskan pada masa pemerintahan NKRI.

Page 37: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

29

hijau33. Petani mulai diperkenalkan bibit unggul, mekanisasai, intensifikasi,

irigasi, pupuk kimia hingga diversifikasi tanaman yang berdampak pada

makin meningkatnya jumlah hasil padi di lahan pertanian sawah. Loncatan

pengetahuan sistem pertanian tradisional ke sistem pertanian moderen

berakibat terjadinya ketimpangan budaya bagi masyarakat petani. Terlebih

lagimuli terkuaknya dampak negatif revolusi hijau yang terkenal dengan

kenikmatan sesaat, penderitaan kemudian.

Implementasi revolusi hijau berdamapak pada keremtanan sumber

pangan dan peningkatan ketergantungan, surplus hasil tidak bertahan lama.

Penggunaan pupuk kimia yang digunakan secara terus menerus akhirnya

menjadikan tanah dalam kondisi jenuh sehingga tidak memberi hasil yang

baik. Pestisida justru melahirkan hama dan penyakit baru. Varietas baru yang

dianggap unggul telah menggeser peran bibit padi lokal, bahkan

memusnahkan sebagian varietas lokal yang dimiliki petani yang

menghasilkan beras yang lebih wangi, pulen dan tahan banting dengan

serangan hama. Kondisi ini diperparah dengan tidak didukungnya penerapan

modernisasi pertanian dengan nilai-nilai dan pengelolaan sistem pertanian

masyarakat desa.

33 Revolusi hijau lahir di mexiko yang dicetuskan oleh pakar genetika amaerika

serikat yang bernama Bourlaugh yang bekerja di pusat pengembangan gandum yang berhasil merekayasa varitas gandum. Varitas baru ini bersifat luar biasa karena memiliki produktifitas tinggi , tahan paenaykit, tahan rebah dan responsif terhadap pupuk. Keberhasilan ini mematahkan teori Thomas Malthus yang mengangap bahwa makanan bergerak sesuai deret hitung. Bourlaugh kemudian mendapat hadiah nobel pertama di bidang pertanian dan kemudiaan di kenallah revolusi hijau.

Page 38: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

30

Akhirnya sistem pertanian sawah hanya mampu menciptakan luasan

areal sawah, tanpa diimbangi penjiwaan mendalam berupa perubahan tata

nilai dan perilaku atas sistem pertanian sawah yang ramah dengan

modernisasi dan komersialisasi. Sistem pertanian sawah tidak mengalami

ketersinambungan hasil dan penciptaan kemandirian berusaha masyarakat

desa.

F. Tinjauan Pertanian Sawah

Manusia dan mengawali dan memepertahankan hidupnya dengan

cara berburu dan meramu yang di mulai sejak satu juta tahun yang lalu.

Pergeseran mata pencaharian hidup manusia dari berburu dan meramu ke

aktifitas bercocok tanam terjadi kira-kira sepuluh ribu tahun yang lalu dan

menandai terjadinya revolusi kebudayaan manusia 34. Manusia diberi

kesempatan dan memanfaatkan anugerah alam secara cuma-Cuma

tergantung dari kreatifitas berpikir manusia untuk mengelolah sumber daya

alam. Sejarah pertanian telah mencatat bahwa pola pertanian masyarakat

petani pada awalnya dilakukan secara subsistensi dan dilakukan secara

berpindah-pindah. Mereka menanam berbagai jenis tanaman pangan,

misalnya padi, jagung, singkong dan sayuran sebatas untuk memenuhi

kebutuhankeluarga sehari-hari. Mereka belum mengenal sistem pemupukan

untuk menyuburkan tanah, sehinga ketika tanah dirasa tidak lagi

34 Koentjaraningrat, 2002. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 39: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

31

mendatangkan hasil yang optimum, maka mereka akan mencari tempat

lain35.

Perkembangan budaya pertanian yang berpindah-pindah adalah

terbentuknya komunitas-komunitas kecil yang menyerupai desa dalam

bentuk dan struktur yang lebih sederhana. Pola pertaniannya masih berupa

sistem ladang dan masyarakatnya tidak menetap mengikuti lokasi ladang

yang baru. Solidaritas di antara masyarakat peladang tampil dalam bentuk

sistem gotong royong sebagai wujud kebersamaan dan wujud timbal balik

yang saling membutuhkan. Sistem pertanian ini belum memiliki konsepsi

pemilikan atas ladang secara individual, tetapi lebih menjadi sistem

kepemilikan bersama. Tiap individu anggota kelompok berladang boleh

mengerjakan suatu areal tanah dan mengambil hasil jerih payahnya. Ketika ia

menegerjakan suatu bagian tanah, maka tanah itu berada di bawah kendali

kekuasannya. Apabila tanh tersebut berhenti dikerjakan, maka secara

otomatis tanah kembali di bawah kekuasaan kelompok.

Seiring pertambahan penduduk yang cepat dan cadangan sumber

daya lahan ladang yang terbatas, maka masyarakat kemudian menerapkan

pola pertanian menetap. Perbedaan mencolok antara pertanian ladang

berpindah dengan sistem pertanian menetap ialah adanya pembangunan

35 Greg Soetomo, 1997. Kekalahan Manusia Petani: Dimensi Manusia dalam

Pembangunan. Yogyakarta: Kanisius .

Page 40: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

32

irigasi36 beserta perangkap yang mengatur pembagian air dan dikenalnya alat

bajak37. Aspek lain yang menjadi ciri pertanaian menetap ialah munculnya

sistem kepemilikan, misalnya sistem kepemilikan umum yang beralih-alih,

sistem pemilikan umum dengan pemakaian tetap, dan sistem pemilikan

pribadi. Pola pertanian menetapa pada umumnya dilakukan di daerah

dengan penduduk yang sudah padat, di atas 50 jiwa. Mereka mengerjakan

lahan pertanian milik pribadi dengan penerimaan 100 %, sedangakan tanah

milik umum sdikerjakan petani dengansistem bagi hasil atau berdasarkan

sewa tempat dengahitungan tahun.

Pada tahun 1704 seorang sarjana Belanda yang bernama JHF

Sollewijn Gelpke mencatat fakta penting tentang praktek pertanaian menetap

di Indonesia, khususnya pulau Jawa. Sistem pertanian menetap berupa

sawah dengan tanaman utama padi ditanam merata hampir di seluruh

masayarakat Jawa yang tinggal di dataran rendah. Namun dibalik itu ada

semacam penderitaan petani yang mengungkapakan bahwa bercocok tanam

padi lebih merupakan keharusan daripada menguntungkan. Eksploitasi hasil

36 Menurut Mohr dalam Geertz (1983:45) ada 3 fungsi irigasi yaitu (1) fungsi

pengairan, yaitu menyediakan air untuk tanah yang menjadi gersang jika kekurangan air, (2) fungsi pengontrolan, yaitu mengatur persediaan air yang cukup banyak agar dapat menghindarkan atau mengendalikan banjir, dan (3) fungsi pemupukan, yaitu menyuburkan tanah dengan zat-zat hara yang diangkutnya. Involusi Pertanian, Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

37 Perkembangan dan persebaran bercocok tanam sebagai salah satu unsure kebudayaan manusia menjadi perhatian utama oleh kaum antropologi budaya, khususnya pada sistem peralatan yang digunakan. Peralatan bercocok tanam manusia dibagi menjadi 2 jenis, yaitu bercocok tanam tanpa bajak dan bercocok tanam dengan menngunakan bajak. Koentjaraningrat, 2002. Pengantar Antropologi.Jakarta: Rineka Cipta.

Page 41: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

33

petani yang dimulai sejak zaman kerajaan dengan keharusan menyerahkan

separuh hasil buminya kepada raja membuat tragis kehidupan petani 38.

Kondisi ini berlanjut pada masa pemerintahan kolonial di bawah

kepemimpinan Gubernur Jenderal Raffles yang memeperkenalkan cultuur

stelsel (1830-1870) sebagai wujud penggabungan pajak tanah dan sewa

tanah dengan sistem panyerahan39.

Pada masa peralihan dari abad ke-19 sampai abad ke-20 terjadi

kemajuan ekonomi yang pesat di negeri Belanda. Situasi tersebut

menyadarkan mereka untuk melihat kondisi rakayat negara jajahan. Lewat

berbagai media dan pengamatan langsung yang dilakukan pihak Belanda

tersimpul realitas kehidupan rakayat Indonesia yang sengsara dan menderita,

jauh dari kemakmuran. Hal ini menjadi bahan kritikan terhadap pemegang

kekuasaan Hindia Belanda yang mengesploitir secara berlebihan sumber

daya alam negara jajahan yang menimbulkan kemerosotan kesejahteraan

dan terjadinya kemiskinan rakyat40. Akibatnya di kalangan Pemerintahan

Kerajaan Belanda terjadi konsensus politik kolonial baru yang dikenal dengan

38 Realitas tersebut secara psikologis membentuk karakter masyarakat Jawa yang cenderung menerima apa adanya dan ketika mendapat kesusahan palingan mereka berkata ”hidup itu seperti cakra manggilingan, ibarat roda kadang di bawah dan kadang di atas. G.E. Huntington, 1993. Ideology,History and Agriculture: Examples From Contemporary Indonesia. New York: Pricenton Press.

39 Pada tahun 1870 Pemerintahan Hindia Belanda mengeluarkan Agraische Wet yang lebih berupa pemeberian peluang bagi investor dari luar Hindia Belanda untuk dapat menguasai tanah-tanah pertanian untuk keperluan bisnis masing-masing investor. Tidak banyak masukan krusial bagi petani dalam kebijakan ini , mereka terus berposisi sebagai kaum yang terpinggirkan. Edy Suhendar,1997.Petani dan Konflik Agraria. Bandung : AKATIGA.

40 Kartodirdjo dalam Ahmad Fauzi (1999:39). Petani dan Penguasa. Jakarta: Rajawali Press.

Page 42: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

34

politik etis, yaitu kesadaran bahwa pemerintah Kerajaan Belanda berutang

kepada rakyat Indonesia atas pengurasan sumber daya alam. Oleh karena

itu sudah menjadi kewajiban pemerintah Belanda mengembalikan hasil

pengurasan sumber daya alam tersebut kepada rakyat Indonesia melalui

kebijakan politik etis. Plitik etis identik dengan kebijakannya yaitu, emigrasi,

irigasi dan edukasi dengan tujuan akhir terciptanya kesejahteraan rakyat dan

meningkatnya infrastruktur agro industri.

Sebagai realisasi dari kebijakan tersebut, maka pada tahun 1904

mulailah didirikan lumbung desa, bank kredit rakyat, dan rumah-rumah gadai

pemerintah serta pengawasan penjualan candu. Pelembagaan pelayanan itu

berakibata beberapa sumber penderitaan rakyat dapat ditanggulangi,

misalnya rentenir, paceklik dan kekurangan modal. Pada tahun 1939 di Jawa

terciptalah lahan pertanian rakyat seluas 8.662.600 Ha dan pertanian

kapitalis agro industri skala besar seluas 1.250.786 Ha 41.

Kesejahteraan petani Indonesia yang mulai merangkak, ini ternyata

tidak berlangsung lama, yang ditandai dengan masuknya penjajahan Jepang.

Pada masa penjajahan Jepang obyek pengurasan sumber daya alam lebih

getir lagi. Selain berkewajiban mengisi kebutuhan tentara jepang, petani juga

harus mengorbankan kekayaan dan tenaganya. Kewajiban petani ialah

menyerahkan 20% dari hasil padi kepada pemerintah Jepang serta

41 Francis Wahono, 2000. Perubahan Struktur Perekonomian Masyarakat Desa.

Yogyakarta: Lapera.

Page 43: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

35

membayar sewa pajak tanah. Selain itu seorang petani masih berkewajiban

menyerahkan hasil bumi kepada bangsawan feodal 42.

Memasuki masa kemerdekaan, maka tugas utma pemerintah ialah

menyusun peraturan pengganti dari peraturan pemerintah penjajah yang

dianggap merugikan petani. Akhirnya tersusunlah Undang-Undang No. 5

tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang mempunyai 5

prinsip yaitu (1) prinsip rasionalitas, yaitu wilayah Indonesia yang meliputi

darat, air dan udara merupakan satu kesatuan,(2) prinsip hak menguasai

negara, yakni hak menghilangkan peraturan, kebijakan, dankekeuasaan

kolonial atas wilayah kelola pertnian, (3) prinsip tanah mengandung fungsi

sosial, yakni penggunaan tanah harus bermanfaat bagi kepentingan umum,

(4) prinsip land reform, yakni mengedepankan prinsip tanah bagi petani agar

tidak terjadi tanah sebagai obyek spekulasi dan pemersan, dan (5) prinsip

agraria, yakni pemberian penugasan kepada negara untuk mengatur

pemberian hak dan pemanfaatan hak atas tanah, termasuk batas-batas luas

minimal dan maksimal tanah yang dapat dimiliki oleh warga negara dengan

maksud untuk memberikan tanah secara merata dengan prioritas petani

tanpa tanah43.

42 Hal ini kemudian menimbulkan perlawanan rakyat. Salah satu diantaranya ialah

perlawanan petani Unra di Bone. Keterangan Lebih lanjut Baca A. Rasyid Asba (2006) Katalog Sejarah Lisan Jepang di Sulawesi Selatan.

43 Pada tahun 1960 petani miskin tanpa tanah oleh sekelompok elit politik dijadikan alat untuk merebut tampuk kekuasaan, konsep land reform diperdagangkan kepada kalangan petani lapar tanah, sehingga dengan segera konsep tersebut laris manis dipegang kaum mayoritas petani di Indonesia yang memiliki lahan kurang dari satu hektar . meledaklah

Page 44: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

36

Implementasi kebijakan ini belum berjalan maksimal kemudian disusul

terjadi konflik politik perebutan kekuasaan di tingkat nasional yang sekali lagi

menjerumuskan para petani miskin dalam kenestapaan44. Pertarungan politik

yang telah menyengsarakan petani diperparah oleh kegagalan panen yang

diakibatkan musim kemarau panjang dan wabah tikus pada akhir 196345.

Pemerintah Orde Baru memahami betul kondidsi kemiskinan rakyat,

sehingga dipakailah filsafat cina kuno yang mengatakan bahwa negara yang

kuat adalah negara yang pemimpinnya disegani, prjuritnya kuat, dan punya

rakyat yang perutnya kenyang. Karenanya kebijakan pertama pemerintah

Orde Baru ialahy mengisi kebutuhan perut rakyat melalui sektor pertanian.

Pertama, pemerintah Orde Baru melalui presidium kabinet ampera

membentuk Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS) dengan

menggabungkan konsep revolusi hijau, maka dilakukanlah program

penyuluhan besar-besaran disertai penyediaan pupuk, kredit, dan sarana

produksi pertanian melalui proyek Bimbingan Massal. Program ini dibarebngi

oleh peran Bulog sebagai pemegang tata niaga beras yang bertugas peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang serta merta menjerumuskan petani gurem dalam konflik siapa lawan –siapa teman. Tidaka ada kebijakn dari petani tetapi justru petani telah menjadi korban politik. Soegijanto Padmo, 2000. Land Reform dan Gerakan Protes Petani Klaten 1959-1965. Yogyakarta: Media Presindo.

44 Sejak kemerdekaan hingga 1960, impor beras bergerak dari 0,3 juta ton pertahun menjadi 1 juta ton pertahun. Kondidsi ini berakibat tejadinya kelangkaan sumber pangan beras dan harga tinggi yang tidak mampu dibeli oleh kaum petani sendiri. Harga beras pada tahun 1965 melonjak dari Rp 202,8 per Kg menjadi Rp 726,04 per Kg. Realita ini menjadi salah satu pemicu jatuhnya Soekarno dari kursi kepresidenan. Ibid.

45 Pada tahun 1964, di Jawa Tengah, terdapat satu juta orang kelaparan . Di daerah Wonosari antar 2 sampai 6 orang meninggal setiap harinya. Banyak di antara warga yang mengalami kekurangan gizi dan memilih meniggalkan daerahnya yang kekeringan. Razif, 1997. Kemiskinan Struktural Pada Masa Orde Lama. Jakarta: LP3ES.

Page 45: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

37

membeli beras petani di kala panen raya agar harganya tidak jatuh dan

melekukan operasi pasar jika harganya dipermainkan. Kisah selanjutnya,

konsep revolusi hijau menjadi solusi terbaik bagi pengentasan kelaparan

rakyat Indonesia. Terbukti pada tahun 1984 Indonesia mencapai

swasembada beras dengan produksi padi mencapai 35 juta ton dan

pembangunan jaringanirigasi mencapai lebih dari 1 juta hektar.

Namun, kebanggan tersebut tidak bertahan lama bahkan menjadi

suatu ironi, sebab selang 5 tahun pemerintah gagal menjaga kebijakan untuk

mempethankan swasembada beras. Sejak tahun 1990 Indonesia menjadi

Importir beras kembali dan pada tahun 1995 jumlah impor beras mencapai 3

juta ton pertahun46. Kesalahan utama pemerintah Orde Baru ialah

pembangunan pertanian hanya dipahami dari sisi ekonomi politik belaka,

sehingga swasembada beras hanya menjadi sebuah jargon politik, bukan

murni upaya sistematis menjaga ketersediaan beras sekaligus meningkatkan

kesejahteraan petani. Lebih pahit lagi revolusi hijau sebagai pondasi konsep

pembanguna Orde Baru di sektor pertanian ternyata tidak mampu

memberikan hasil ideal, justru pemasalahan baru.

46 Pada tahun 1989, impor beras Indonesia meningkat hingga mencapai 268.321 ton.

Pada tahun 1992, ekspor beras hanya mencapai 42.492 ton, sedangkan impornya lebih tinngi yakni 611.697 ton. Meskipun tahun 1993 ekspor beras mencapai angka yang tinggi, yakni sebesar 350.609 ton,atau setara denagn produksi domestik 48.087 ton gabah kering, dan impor beras hanya 24.137 ton, namun kecenderungan ini tidaklah berlangsung lama. Kemarau panjang pada tahun 1994 menyebabkan produksi beras turun menjadi 46.641.524 ton. Pada tahun ini pula ekspor beras mencapai 633.048 ton. Pada tahun 1995 produksi beras membaik dari keterpurukan dari tahun sebelumnya dan mencapai 49.744.140 ton.Francis Wahono, 2001.Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Yogyakarta: Insist.

Page 46: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

38

Revolusi hijau telah menyingkirkan petani kecil dari tanah garapannya.

Revolusi hijau telah mengangkat produksi pertanian secara keseluruhan,

tetapi jumlah penduduk miskin yang hidup dari kelaparan tetap banyak.

Proses rasioanalisasi dalam dunia pertanian mengakibtkan banyak petani

kecil dan petani gurem tidak mampu, mengalami proses marginalisasi.

Proses marginalisasi yang dimaksud antara lain melalui: (1)

penggunaan bibit unggul yang menuntut sistematika pengairan yang baik,

sulit direalisasi oleh petani kecil (2) petani kecil sering memebeli kebutuhan

bibit, pupuk, pestisida, dengan cara menghutang, dan tanah garapannya

dijadikan sebagai jaminan. Karena tidak mampu membayar hutang, sedikit

demi sedikit tanah garapannya jadi hilang dan pada akhirnya menjadi buruh

tani, (3) proses rasionalisasi mengakibatkan turunnya harga. Ini membuat

petani kecil tidak mampu mendapatkan keuntungan, sebaliknya perusahaan

menengah dan besar memperoleh keuntungan yang besar dan (4) petani

terkadang mendapat penggusuran dari tanahnya secara paksa oleh pihak

perusahaan besar ataupun dari pihak pemarintah, sehingga banyak diantara

mereka yang kehilangan pekerjaan.

Petani di Indonesia dengan diterapkannya konsep revolusi hijau memiliki 3

permasalahan baru, yaitu (1) terjadinya pembengkakan kemiskinan dan

pengangguran, sebab revolusi hijau mengedepankan sistem kerja padat

modal dengan menjadikan pertanian sawah sebagai industri padat modal,

pada hal sejak dahulu pertanian memakai konsep padat karya, (2) konsep

Page 47: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

39

revolusi hijau ternyata lebih banyak menguntungkan petani-petani kayayang

mampu secara modal, sehingga yang muncul ialah kesenjangan antara

petani kaya dan petani miskin, (3) revolusi hijau ternyata justru memunculkan

masyarakat petani yang tidak inovatif dan tergantung pada produk pembantu

pertanian, misalnya bibit, pupuk, dan pestisida.

G. Pendekatan Teori

Masyarakat desa sebagai suatu institusi senantiasa mengalami

perkembangan sesuai dengan masyarakat pendukungnya dan

perkembangan budaya lingkungan sekitar. Jika dipandang dari teori evolusi

yang dipelopori oleh Ellen Roy, maka perubahan-perubahan yang terjadi

tersebut dipandang sebagai suatu progress yang sejalan dengan proses

evolusi. Paradigma yang berkaitan dengan konsep evolusi tersebut adalah

evolusionisme yang berarti cara pandang yang menekankan perubahan

secara perlahan-lahan menjadi lebih baik atau lebih maju dari sederhana ke

kompleks 47. Perspektif kaum adaptionist menjelaskan berbagai perubahan

tersebut merupakannlangkah masyarakat desa untuk menyesuaikan diri

terhadap situasi objektif lingkungan luar yang meliputi lingkungan fisik, sosial

budaya, ekonomi politik dan teknologi 48. Prediksi teoritis tersebut diperkuat

oleh Malthus yang menyiratkan pertumbuhan penduduk selaras dengan deret

47 Ahmad Fedyani Saifuddin, 2005. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Murai Kencana.

48 Hammado Tantu, 2006. Pengelolaan Lingkungan Hidup di Pedesaan. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Page 48: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

40

ukur dan laju ketersediaan sumber pangan selaras dengan deret hitung.

Realita ini menurut Geertz mendorong terciptanya suatu involusi sumber

pangan sebagai akibat negatif ledakan penduduk masyarakat desa

sebagaimana yang terjadi di pulau Jawa 49.

Berdasarkan perspektif teori divusi oleh David Graeber, jelas bahwa

perubahan-perubahan tersebut terjadi karena adanya penyerapan berbagai

kebudayaan luar dengan berbagai aspeknya. Tingginya intensitas interaksi

masyarakat suatu desa denagn dunia luar yang beraneka ragam

latarbelekang budayanya berakibat tata nilai budaya suatu masyarakat akan

mengalami pergeseran menuju suatu enkulturasi budaya sebagai puncak

kesepakatan dua atau lebih budaya yang berbeda. Jika dihubungkan dengan

teori fungsioanalisme dari Talcot Parsons maka perubahan yang terjadi

dalam suatu masyarakat memang sudah menjadi keharusan agar mereka

tidak mengalami kepunahan50.

Salah satu fungsi kebudayaan menurut pandangan penganut teori

fungsionalisme adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan biologis manusia

49 Clifford Geertz, 1983. Involusi Pertanian, Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

50 Sumbangsih yang dapat diberikan oleh ilmu antropologi dalam menghadapi dinamika sosial budaya adalah dengan mengungkap kodrat sifat setiap kebudayaan ialah dinamis dengan menghindari representasi budaya yang bersifat esensial dan statis, sehingga perubahan sosial dan budaya tidak pernah absen darikehidupan manusia. Levi Strauss mengatakan bahwa identitas atau jati diri para pendukung suatu kebudayaan menjadi kuat bukan karena isolasi tetapi justru adanya interaksi antar budaya. Kewaspadaan akan hilangnya jati diri dalam proses modernisasi dan globalisasi tidak perlu menjadi kekhawatiran yang berlebihan, sebab kontinuitas budaya justru dapat terwujud sebagai modus perubahan budaya. Keteranagn lebih lanjut baca Bahtiar Alam, 1998. Globalisasi dan Perubahan Sosial Budaya: Perspektif Teori Kebudayaan, dalam majalah Antropologi Indonesia No:54 Th XXI, Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta.

Page 49: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

41

misalnya kebutuhan pangan 51. Kebutuhan pangan dapat terpenuhi jika

manusia melakukan aktifitas mata pencaharian misalnya pertanian sawah.

Kegiatan pertanian sawah dalam pandangan Dove 52 yang

menggunakan teori fungsional dalam menganalisis kegiatan pertanian orang

Sunda di Kabupaten Garut mengatakan bahwa Kegiatan pertanian sawah

berfaedah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Sawah

sebagai suatu sistem pertanian di dalam dirinya sendiri memiliki

seperangakat variabel yang harus dipenuhi agar pertanian sawah dapat

berfungsi secara optimal dan adaptif terhadap lingkungannya. Sebagai suatu

cara dan saran produksi, kegiatan pertanian sawah didorong oleh adanya

kebutuhan pangan keluarga sebagai pelaku utama produksi dan komsumsi.

Kegiatan pertanian ini erat kaitannya dengan variabel-variabel yaitu (1)

adanya diferensiasi hasil produksi sawah dan ketidak tentuan kondisi

ekologis, dan (2) sistem organisasi sosial yang terbagi dalam keluarga atau

rumah tangga 53.

Pertanian sawah dalam pandangan Kartohadirdjo merupakan suatu

ekosistem karena ada lima tahap dalam bertani padi di sawah yang saling

berhubungan satu sama lain dalam suatu sistem yang terintegrasi, dimana

51 Pemuka teori fungsioanalisme ialah Branislaw Malinowski yang memaparkan bahwa kebudayaan berfungsi untuk:(1) memenuhi kebutuhan biologis misalnya kebutuhan pangan (2) memenuhi kebutuhan instrumental misalnya kebutuhan pendidikan (3) memebnuhi kebutuhan integratif misalnya agama dan kesenian. Keterangan lebih lanjut harap baca Nur Syam, 2007. Madzhab-madzhab Antropologi. Yogyakarta: LKiS.

52 Michael Ronald Dove. 1998. Sistem Persawahan di Indonesia: Suatu Studi Kasus Dari Kabupaten Garut. Yogyakarta: Tiara Wacana.

53 Michael Ronald Dove. 1998. ibid.

Page 50: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

42

proses tahapan itu juga bersifat integral. Kegagalan atau keberhasilan pada

satu tahap akan berpengaruh pada tahap-tahap selanjutnya. Adapun urutan

tahap-tahap dalam pertanian padi sawah ialah: (1) menyemai bibit padi (2)

pengolahan lahan sawah (3) penanaman bibit (4) pemeliharaan tanaman

padi dan (5) proses panen 54.

Kegiatan pertanian padi di dalamnya harus juga diperhatikan strtegi

adaptasi antara petani dengan lingkungannya. Bennet melihat bahwa

adaptasi merupakan perilaku responsif manusia dengan lingkungannya yang

memungkinkan mereka dapat menata sistem-sistem tertentu bagi tindakan

atau tingkah lakunya agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan

kondisi yang terjadi pada lingkungannya. Perilaku tersebut berkaitan dengan

kebutuhan hidup, setelah sebelumnya melewati keadaan-keadaan tertentu

dan kemudian membangun suatu strategi serta kepuasan tertentu untuk

menghadapi keadaan selanjutnya 55. Dengan demikian, adaptasi merupakan

suatu strategi yang digunakan oleh manusia dalam masa hidupnya untuk

mengantisipasi perubahan lingkungan.

Menurut McElroy dan Towsend 56, kemampuan suatu kategori individu

untuk beradaptasi memiliki nilai dan makna bagi kelangsungan hidupnya.

Semakin besar kemampuan adaptasi suatu makhluk hidup, semakin besar

54 Hariadi Kartohadirdjo, 1999. Strategi dan Kebijakan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia. Bogor: Pustaka Insani.

55 Jean W. Bennet, 1978. The Ecological Transition: Cultural Antropology and Human Adaptation. Oxford: Pergamon Press.

56 Oekan S. Abdullah, 2001. Strategi dan Adaptasi dalam Menghadapi Perubahan Ekologi. Jakarta: Rajawali Press.

Page 51: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

43

pula kelangsungan hidup makhluk tersebut. Sejalan dengan pandangan ini,

Sahlins57berpendapat bahwa adaptasi merupakan suatu proses di mana

suatu kategori individu berusaha memaksimalkan kebutuhan hidupnya. Oleh

karena itu adaptasi merupakan suatu proses kompromi yang

berkesinambungan dan tidak akan pernah berakhir dengan kesempurnaan.

Jadi adaptasi merupakan suatu proses yang dinamis, karena lingkungan dan

populasi manusia selalu berubah 58.

Berdasarkan konsep adaptasi ini, hubungan antara manusia dengan

lingkungan alamnya sifatnya sirkuler. Artinya, tingkah laku manusia dapat

mengubah suatu lingkungan dan sebaliknya lingkungan yang berubah itu

memerlukan suatu adaptasi yang selalu dapat diperbaharui agar manusia

dapat bertahan dan melangsungkan kehidupannya di mana ia berdomisili 59.

57 M.D. Sahlins, 1987: Evolution and Culture. Ann Arborr: Univ. of Michigan Press. 58 Engkoswara, 2002. Perubahan Ekologi. Bandung: Rosda. 59 Rimbo Gunawan,1998. Industrialisasi Kehutanan. Bandung: Yayasan AKATIGA.

Page 52: MODERNISASI PERTANIAN DI DESA LAMATTI RIATTANG …

44

H. Kerangka Pikir