modul FPI 1

  • Upload
    dewi

  • View
    245

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    1/159

    FILSA

    PROGRA

    UNIVERSIT

    MODUL

    AT PENDIDIKAN IS 

    DISUSUN OLEH :

    RAHMI RABIATY, S.Sos.I., M.Ag

    STUDI PENDIDIKAN AGAM

    FAKULTAS AGAMA ISLAM

    S MUHAMMADIYAH PALAN

      TAHUN 2014 

    LAM

    ISLAM

    KARAYA

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    2/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 2

    KATA PENGANTAR

     Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas

    segala limpahan rahmat, inayah, dan taufik-Nya. Shalawat dan salam

    tercurahkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah

    membimbing umatnya menjadi yang beriman, berilmu, beramal, dan

    berakhlak al-karimah.

    Penyusunan Modul Filsafat Pendidikan Islam ini akan mengkaji

    berbagai hal dalam pendidikan Islam seperti tujuan pendidikan, dasar

    dan asas-asas pendidikan Islam, konsep manusia, guru, anak didik,

    kurikulum, metode, evaluasi hingga para pemikir tokoh filsafat pendidikan

    Islam.

    Harapan penyusun,  semoga modul ini memberikan manfaat bagi

    pembaca, baik kalangan mahasiswa maupun umum. Jika ada kekeliruan

    dan kurang sempurna, maka ke depannya akan dijadikan sebagai bahan

    pertimbangan untuk memperbaiki isi materi dan substansi modul ini. 

     Akhirnya, penyusun berdoa semoga Allah SWT memberikan

    rahmat dan berkah-Nya kepada kita semua. Amin.

    Palangkaraya, September 2014Penulis,

    Rahmi Rabiaty, S.Sos. I, M. Ag

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    3/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 3

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar

    Daftar Isi

    Bab I Pendahuluan

    Bab II Pengertian dan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam

    Bab III Aliran-aliran filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam

    Bab IV Konsep alam semesta, manusia, masyarakat, dan ilmu

    pengetahuan dalm perspektif filsafat pendidikan Islam

    Bab V Hakikat dan tujuan pendidikan Islam

    Bab VI Paradigma pendidik dan peserta didik

    Bab VII Etika keilmuan dalam filsafat pendidikan Islam

    Bab VIII Hakikat kurikulum dalam filsafat pendidikan Islam

    Bab IX Hakikat metode dalam pendidikan Islam

    Bab X Hakikat evaluasi dalam filsafat pendidikan Islam

    Bab XI Pendidikan Islam sebagai suatu sistem

    Bab XII Peluang dan tantangan pendidikan IslamBab XIII Pemikiran tokoh pendidikan Islam Al-Ghazali

    Bab XIV Pemikiran tokoh pendidikan Islam Syed Muhammad

    Naquib Al- Attas

    Bab XV Pemikiran tokoh pendidikan Islam Hasan Langgulung

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    4/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Ketika Allah SWT menciptakan manusia pertama, tugas

    terberatnya adalah menjadi khalifah. Ketika itu para malaikat

    mempertanyakan kinerja dan akhlak manusia yang akan membahayakan

    kehidupan dunia. Sebab, kerusakan dan pertumpahan darah di muka

    bumi diakibatkan sepenuhnya oleh manusia. Keraguan para malaikat

    terhadap Adam merupakan pertanda bahwa manusia akan menghadapi

    ancaman, tantangan, hambatan dan rintangan yang amat berat dalam

    menjalankan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi.

     Allah SWT membekali Adam dengan seperangkat ilmu

    pengetahuan, konsep, dan terminologi duniawi yang para malaikat pun

    tidak mengetahuinya. Semua pengetahuan bersumber dari Allah, dan

     Adam memperolehnya untuk memberi keyakinan kepada para malaikat

    bahwa dirinya mampu menjalankan tugas sebagai khalifah.

    Ilmu pengetahuan ditananamkan sejak dini oleh Allah kepada

    manusia. Oleh karena itu, bayi yang baru dilahirkan telah memilikipengetahuan tentang Tuhan dengan fitrahnya, pengetahuan dengan

    pendengaran dan perasaannya. Sekalipun demikian, semua potensi akal

    manusia harus terus dikembangkan melalui pendidikan berkarakter,

    artinya pendidikan yang mengikuti perkembangan dan kebutuhan

    manusia sebagai makhluk yang kreatif dan dinamis.1 

    Filsafat Pendidikan Islam adalah satu mata kuliah yang disajikan

    guna mengembangkan cara berpikir manusia tentang pendidikan Islam

    sebagai suatu sistem yang didalamnya mengajarkan sistem pendidikan

    yang berkaitan dengan akal, hati, dan pendidikan jasmani.

    Modul ini akan membahas pendidikan Islam secara filosofis.

    Pembahasannya dibagi menjadi beberapa bab sebagai berikut:

    1 Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung : Pustaka Setia, 2009) , 1.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    5/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 5

    Bab I Pendahuluan

    Bab II Pengertian dan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam

    Bab III Aliran-aliran filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam

    Bab IV Konsep alam semesta, manusia, masyarakat, dan ilmu

    pengetahuan dalam perspektif filsafat pendidikan Islam

    Bab V Hakikat dan tujuan pendidikan Islam

    Bab VI Paradigma pendidik dan peserta didik

    Bab VII Etika keilmuan dalam filsafat pendidikan Islam

    Bab VIII Hakikat kurikulum dalam filsafat pendidikan Islam

    Bab IX Hakikat metode dalam pendidikan Islam

    Bab X Hakikat evaluasi dalam filsafat pendidikan Islam

    Bab XI Pendidikan Islam sebagai suatu sistem

    Bab XII Peluang dan tantangan pendidikan Islam

    Bab XIII Pemikiran tokoh pendidikan Islam Al-Ghazali

    Bab XIV Pemikiran tokoh pendidikan Islam Syed Muhammad

    Naquib Al- Attas

    Bab XV Pemikiran tokoh pendidikan Islam Hasan Langgulung

    Berdasarkan pembahasan-pembahasan diatas diharapkan parapembaca dapat memahami dan mempelajari dasar-dasar filsafat

    pendidikan Islam.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    6/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 6

    BAB II

    PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

    Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata  philo  yang berarti

    cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian,

    filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Subjek filsafat lazimnya

    disebut philosopher , yang dalam bahasa Arab disebut failasuf .2 

    Untuk mendapatkan ilmu atau hikmah, media yang efektif adalah

    pendidikan. Pendidikan Islam merupakan media keilmuan Islam yang

    didasarkan pada nilai-nilai dasar Islam. Nilai-nilai ini dirasionalisasi lewat

    filsafat sehingga bisa dikonversi dan diimplementasikan pada tataran

    praktis. Oleh karena itu, peran filsafat pendidikan Islam sangat urgen

    untuk pengembangan pendidikan Islam.

    A. Tujuan Pembelajaran Umum

    1. Mahasiswa mampu memahami pengertian filsafat pendidikan

    dan filsafat pendidikan Islam

    2. Mahasiswa mampu memahami pendekatan dalam filsafat

    pendidikan Islam3. Mahasiswa mampu memahami ruang lingkup filsafat

    pendidikan Islam

    B. Tujuan Pembelajaran Khusus

    1. Mahasiswa mampu menguraikan dan membedakan

    pengertian filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam

    2. Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan dalam filsafat

    pendidikan Islam

    3. Mahasiswa mampu memetakan ruang lingkup filsafat

    pendidikan Islam

    2 Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), 5 

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    7/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 7

    C. Uraian Materi

    1. Pengertian filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam

    a. Pengertian filsafat pendidikan

    Berbagai pengertian filsafat pendidikan telah dikemukakan

    para ahli. Menurut al-syaibani filsafat pendidikan adalah aktivitas

    pikiran yang teratur, yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk

    mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.

     Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan

    maklumat-maklumat yang diupayakan untuk pengalaman

    kemanusiaan merupakan faktor yang integral.

    Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah

    filososfis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-

    aspek pelaksaan falsafah umum dan menitikberatkan pada

    pelaksaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar

    dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-

    persoalan pendidikan secara praktis

    Menurut Imam bernadib, filsafat pendidikan merupakan

    ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan

    merupakan aplikasi sesuatu analisis filsofis terhadap pendidikan.

    Sedangkan menurut John Dewey, filsafat pendidikan

    merupakan suatu pembentukkan kemampuan dasar yang

    fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual)

    maupun daya perasaaan (emosional) menuju tabiat manusia.

    Jadi untuk mendapatkan pengertian filsafat pendidikan

    yang lebih jelas, ada baiknya kita melihat beberapa konsep

    mengenai pengertian pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah

    bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan

     jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya manusia yang

    memiliki kepribadian yang utama dan ideal, yaitu kepribadian yang

    memiliki kesadaran moral dan sikap mental secara teguh dan

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    8/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 8

    sungguh-sungguh memengang dan melaksanakan ajaran atau

    prinsip-prinsip nilai (filsafat) yang menjadi pandangan hidup

    secara individu, masyarakat maupun filsafat bangsa dan Negara.

    b. Pengertian filsafat pendidikan Islam

    Filsafat pendidikan Islam memiliki pengertian yang

    mengkhususkan kajian pemikiran-pemikiran yang menyeluruh dan

    mendasar tentang pendidikan berdasarkan tuntutan ajaran Islam.

    Sedangkan ajaran Islam sebagai sebuah sistem yang diyakini

    oleh penganutnya yang memiliki nilai-nilai tentang kebenaran

    yang hakiki dan mutlak, untuk dijadikan sebagai pedoman dalam

    berbagai aspek kehidupan, termasuk didalamnya apek

    pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa filsafat

    pendidikan Islam adalah pemikiran yang radikal dan mendalam

    tentang berbagai masalah yang ada hubungannya dengan

    pendidikan Islam.

    Sebagai contoh akan dikemukakan beberapa masalah

    kependidikan yang memerlukan analisis filsafat dalam memahami

    dan memecahkannya, antara lain:1) Apakah hakikat pendidikan. Mengapa pendidikan harus ada

    pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia. apa

    hakikat manusia dan bagaimana hubungan antara pendidikan

    dengan hidup dan kehidupan manusia.

    2) Apakah tujuan pendidikan yang sebenarnya.

    3) Apakah hakikat peribadi manusia. manakah yang utama untuk

    dididik;akal, perasaan atau kemauannya, pendidikan jasmani

    atau mentalnya, pendidikan skiil ataukah intelektualnya,

    ataukah kesemuanya dan lain sebagainya.

    Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat

    dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan

    ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran

    Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    9/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 9

    batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada

    umumnya.

    2. Pendekatan dalam filsafat pendidikan Islam

    Permasalahan yang perlu dipecahkan dalam masalah

    pendidikan Islam perlu didekati melalui berbagai pendekatan

    sesuai dengan permasalahannya. Diantara pendekatan yang

    digunakan adalah sebagai berikut.

    a. Pendekatan Wahyu

    Metode ini digunakan dalam upaya menggali,

    menafsirkan, dan – mungkin – menta’wilkan argument yang

    bersumber dari pokok ajaran Islam yang terkandung dalam al-

    quran dan hadis. Dari kajian itu, kemudian disusun suatu konsep

    dasar pendidikan Islam secara filosofos. Dengan landasan

    keyakinan bahwa ajaran yang bersifat wahyu, merupakan petunjuk

    yang harus diikuti dan imani. Dalam konteks ini, metode filsafat

    pendidikan Islam berangkat dari kepercayaan (keyakinan) untuk

    memperoleh kebenaran yang lebih tinggi.

    b. Pendekatan SpekulatifPendekatan spekulatif merupakan pendekatan yang

    umum dipakai dalam filsafat, termasuk filsafat pendidikan Islam.

    Pendekatannya dilakukan dengan cara memikirkan,

    mempertimbangkan dan menggambarkan suatu objek untuk

    mencari hakikat yang sebenarnya. Dalam pendidikan, banyak

    sekali objek yang harus diketahui hakikat yang sebenarnya, seperti

    hakikat manusia, kurikulum, tujuan, proses, materi, pendidik,

    peserta didik, evalusi, dan sebagainya.

    c. Pendekatan Ilmiah

    Pendekatan ilmiah menggunakan merode ilmiah dalam

    memecahkan masalah-masalah yang berkembang ditengah-

    tengah masyarakat yang ada kaitannya dengan pendidikan.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    10/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 10

    Pendekatan ilmiah berkaitan dengan kehidupan kekinian dengan

    sasaran adalah problematika pendidikan kontemporer.

    d. Pendekatan Konsep

    Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji hasil karya

    ulama dan ahli pendidikan Islam dimasa-masa silam. Melalui

    pendekatan ini diharapkan dapat diketahui bagaimana konsep-

    konsep pendidikan Islam dari zaman ke zaman, faktor-faktor yang

    mempengaruhi perubahannya, serta latar belakang yang

    mendorong munculnya konsep-konsep tersebut. Dengan mengkaji

    konsep tersebutkan diperoleh manfaat, anatara lain:  pertama,

    bagaimana perkembangan filsafat pendidikan Islam pada setiap

    zaman. Kedua, mengetahui hasil karya para pemikir pendidikan

    Islam. Ketiga, melanjutkan rangkaian pemikiran yang masih

    relevan sambil melakukan perbaikan-perbaikan apada hal-hal yang

    perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan tuntutan

    lingkungan. Keempat, menghindari pola pikirjamping, dengan

    mengabaikan hasil pemikiran para pakar pendidikan sebelumnya.

    3. Ruang lingkup filsafat pendidikan Islam

    Pembahasan tentang ruang lingkup filsafat pendidikan

    Islam sebenarnya merupakan pengkajian dari aspek ontologis

    filsafat pendidikan Islam. Setiap ilmu pengetahuan memiliki objek

    tertentu yang akan dijadikan sasaran penyelidikan (objek material)

    dan yang akan dipandang (objek formal). Perbedaan suatu ilmu

    pengetahuan dengan ilmu lainnya terletak pada sudut pandang

    (objek formal) yang digunakannya. Objek material filsafatpendidikan Islam sama dengan filsafat pendidikan pada

    umumnya, yaitu segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu yang

    ada ini mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak

    tampak”. Ada yang tampak adalah dunia empiris, dan ada yang

    tidak tampak adalah alam metafisis. Adapun objek formal filsafat

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    11/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 11

    pendidikan Islam adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal,

    dan objektif tentang pendidikan Islam untuk dapat diketahui

    hakikatnya.

    Secara makro, yang menjadi ruang lingkup filsafat

    pendidikan Islam adalah yang tercakup dalam objek material

    filsafat, yaitu mencari keterangan secara radikal mengenai Tuhan,

    manusia, dan alam yang tidak bisa dijangkau oleh pengetahuan

    biasa. Sebagaimana filsafat, filsafat pendidikan Islam juga

    mengkaji ketiga objek ini berdasarkan ketiga cabangnya: ontologi,

    epistemologi, dan aksiologi.

    Secara mikro objek kajian filsafat pendidikan Islam adalah hal-hal

    yang merupakan faktor atau komponen dalam proses

    pelaksanaan pendidikan. Faktor atau komponen pendidikan ini

    ada lima, yaitu tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat

    pendidikan (kurikulum, metode, dan evaluasi pendidikan), dan

    lingkungan pendidikan. 

    Untuk lebih memfokuskan pembahasan filsafat pendidikan

    Islam yang sesuai dengan fokus penelitian ini, maka cukupdisajikan ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan Islam

    secara makro.

    a. Ontologi

    Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan  logos. 

    Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan  logos berarti ilmu. Jadi

    ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud

    hakikat yang ada.  Dalam konsep filsafat ilmu Islam, segala

    sesuatu yang ada ini meliputi yang nampak dan yang tidak

    nampak (metafisis).

    Filsafat pendidikan Islam bertitik tolak pada konsep  the

    creature of God,yaitu manusia dan alam. Sebagai pencipta, maka

    Tuhan telah mengatur di alam ciptaan-Nya. Pendidikan telah

    berpijak dari  human  sebagai dasar perkembangan dalam

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    12/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 12

    pendidikan. Ini berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan

    manusia itu adalah transformasi pendidikan. Sehingga yang

    menjadi dasar kajian atau dalam istilah lain sebagai objek kajian

    (ontologi) filsafat pendidikan Islam seperti yang termuat di dalam

    wahyu adalah mengenai pencipta (khalik ), ciptaan-Nya (makhluk), 

    hubungan antar ciptaan-Nya, dan utusan yang menyampaikan

    risalah pencipta (rasul ).

    Dalam hal ini al-Syaibany mengemukakan bahwa prinsip-

    prinsip yang menjadi dasar pandangan tentang alam raya meliputi

    dasar pemikiran:

    1) Pendidikan dan tingkah laku manusia serta akhlaknya selain

    dipengaruhi oleh lingkungan sosial dipengaruhi pula oleh

    lingkungan fisik (benda-benda alam);

    2) Lingkungan dan yang termasuk dalam alam raya adalah segala

    yang diciptakan oleh Allah swt baik makhluk hidup maupun

    benda-benda alam;

    3) Setiap wujud (keberadaan) memiliki dua aspek, yaitu materi

    dan roh.Dasar pemikiran ini mengarahkan falsafah pendidikan Islam

    menyusun konsep alam nyata dan alam ghaib, alam materi

    dan alam ruh, alam dunia dan alam akhirat;

    4) Alam senantiasa menngalami perubahan menurut ketentuan

    aturan pencipta;

    5) Alam merupakan sarana yang disediakan bagi manusia untuk

    meningkatkan kemampuan dirinya.

    b. Epistemologi

    Epistemologi berasal dari kata  episteme  yang berarti

    pengetahuan dan logos  yang berarti ilmu. Jadi epistemologi

    adalah ilmu yang membahas tentang pengetahuan dan cara

    memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori pengetahuan,

    yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    13/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 13

    memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber

    pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi adalah suatu

    cabang filsafat yang menyoroti atau membahas tentang tata cara,

    teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan. Tata cara,

    teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan adalah

    dengan metode non-ilmiah, metode ilmiah, dan metode  problem

    solving.

    Pengetahuan yang diperoleh dengan metode non-ilmiah

    adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan

    secara kebetulan; untung-untungan (trial and error ); akal sehat

    (common sense); prasangka; otoritas (kewibawaan); dan

    pengalaman biasa.

    Metode ilmiah adalah cara memperoleh pengetahuan

    melalui pendekatan deduktif dan induktif. Sedangkan metode

     problem solving adalah memecahkan masalah dengan cara

    mengidentifikasi permasalahan, merumuskan hipotesis;

    mengumpulkan data; mengorganisasikan dan menganalisis data;

    menyimpulkan; melakukan verifikasi yakni pengujian hipotesis.Tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori, prinsip-

    prinsip, generalisasi dan hukum-hukum. Temuan itu dapat dipakai

    sebagai basis, bingkai atau kerangka pemikiran untuk

    menerangkan, mendeskripsikan, mengontrol, mengantisipasi atau

    meramalkan sesuatu kejadian secara tepat. 

    c. Aksiologi

    Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan

    penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan

    manusia berikut manfaatnya bagi kehidupan manusia. Dengan

    kata lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap

    pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup

    manusia.  Dalam bahasan lain, tujuan keilmuan dan pendidikan

    Islam yang berusaha untuk mencapai kesejahteraan manusia di

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    14/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 14

    dunia dan akhirat ini sesuai dengan  Maqasid al-Syariah  yakni

    tujuan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum

    Islam. Sementara menurut Wahbah al-Zuhaili, Maqasid Al Syariah 

    berarti nilai- nilai dan sasaran syara'  yang tersirat dalam segenap

    atau bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan

    sasaran-sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia

    syariah, yang ditetapkan oleh  al-Syari'   dalam setiap ketentuan

    hukum. Menurut Syathibi tujuan akhir hukum tersebut adalah satu,

    yaitu mashlahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia. 

    Kemudian Muzayyin Arifin memberikan definisi aksiologi sebagai

    suatu pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai tinggi

    dari Tuhan, misalnya nilai moral, nilai agama, dan nilai keindahan

    (estetika). Jika aksiologi ini dinilai dari sisi ilmuwan, maka aksiologi

    dapat diartikan sebagai telaah tentang nilai-nilai yang dipegang

    ilmuwan dalam memilih dan menentukan prioritas bidang

    penelitian ilmu pengetahuan serta penerapan dan

    pemanfaatannya.

    D. Soal1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat pendidikan dan filsafat

    pendidikan Islam, apa kesamaan dan perbedaannya?

    2. Jelaskan beberapa pendekatan dalam filsafat pendidikan

    Islam?

    3. Uraikan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam ?

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    15/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 15

    DAFTAR PUSTAKA

    Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan. Jakarta: GayaMedia Pratama, 1997.

     Ali Saifullah,  Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: UsahaNasional, 1983.

     Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta:  PT Raja GrafindoPersada, 1997.

     Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Jakarta: BulanBintang, 1990

    Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis,Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.

     Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,  Cet. I, Jakarta: LogosWacana Ilmu, 1997.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    16/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 16

    BAB III

    ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DAN FILSAFAT

    PENDIDIKAN ISLAM

    Proses pertumbuhan filsafat sebagai hasil pemikiran para filosof

    dalam rentang waktu yang dilaluinya telah melahirkan berbagai macam

    pandangan. Pandangan para filosof tersebut adakalanya bersifat saling

    mendukung, tetapi tak jarang pula yang bertentangan. Hal ini dapat

    dimaklumi karena hasil pemikiran seorang filosof bukan merupakan

    komponen yang dapat berdiri sendiri, akan tetapi senantiasa dipengaruhi

    oleh banyak faktor, seperti pendekatan yang dipakai serta situasi dansetting sosial pemikiran filosof tersebut muncul.

    Dalam perjalan sejarahnya, filsafat pendidikan telah melahirkan

    berbagai pandangan. Tak jarang, masing-masing pandangan berusaha

    mempertahankan pendapatnya sebagai suatu kebenaran..3 

    A. Tujuan Pembelajaran Umum

    1. Mahasiswa mampu memahami aliran-aliran filsafat pendidikan

    B. Tujuan Pembelajaran Khusus

    1. Mahasiswa mampu mendefinisikan dan mengkritisi aliran-

    aliran filsafat pendidikan

    C. Uraian Materi 

    1. Aliran-aliran filsafat pendidikan

    a. Aliran-aliran filsafat pendidikan

    Filsafat Pendidikan bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, dan

    filsafat itu sendiri dengan berbagai tokoh dan pendirinya

    memberikan pandangan yang berbeda-beda tentang segala

    sesuatu baik Tuhan, alam semesta dan manusia, yang

    adakalanya bersifat saling mendukung, tetapi tak jarang pula

    3Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan

    dan pemikiran Para tokohnya (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 15. 

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    17/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 17

    saling bertentangan, maka perbedaan pandangan tersebut

    berimbas pada Filsafat Pendidikan sehingga menimbulkan

    berbagai aliran dalam Filsafat Pendidikan yang dilatarbelakangi

    oleh aliran-aliran filsafat itu sendiri. Berikut adalah aliran-aliran

    dalam Filsafat Pendidikan:

    1). Idealisme

    Idealisme termasuk dalam kelompok filsafat tertua. Tokoh

    aliran ini adalah Plato (427-34 SM) yang secara umum dipandang

    sebagai bapak idealisme di Barat yang hidup kira-kira 2500 tahun

    yang lalu. Aliran ini menurut Poedjawijatna memandang dan

    menganggap yang nyata hanya idea. Idea tersebut selalu tetap

    dan tidak mengalami perubahan atau pergeseran. Aliran filsafat

    idealisme menekankan moral dan ralitas spiritual sebagai sumber-

    sumber utama di alam ini.

    Ramayulis dan Samsul Nizar menjelaskan bahwa aliran

    filsafat ini memandang pendidikan bukan hanya mengembangkan

    atau menumbuhkan tetapi juga harus digerakkan ke arah tujuan

    yaitu menjaga keunggulan kultural, sosial dan spiritual, sehinggamanusia bisa mencapai kesempurnaan dirinya, yaitu mencapai

    nilai-nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara

    bersama-sama. Oleh karenanya kurikulum pendidikan

    seyogyanya bersifat tetap, dan tidak menerima perkembangan.

    2). Realisme

    Realisme berasal dari kata real yang berarti aktual atau

    yang ada. Realisme adalah aliran yang patuh kepada yang ada

    (fakta). Realisme termasuk dalam kelompok pemikiran klasik.

     Aliran ini memandang dunia dari sudut materi. Menurut mereka,

    realitas dunia ini adalah alam. Segala sesuatu berasal dari alam

    dan yang menjadi subjek adalah hukum alam (dunia nyata, alam

    dan benda). Oleh karenanya suatu pengetahuan akan dikatakan

    benar atau tepat apabila sesuai dengan kenyataan.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    18/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 18

    Dalam bidang pendidikan, perhatian aliran realisme ini

    tertuju pada pemenuhan akal peserta didik dengan peraturan-

    peraturan dan hakikat-hakikat yang terlihat dalam alam. Oleh

    karenanya pendidikan realism mengutamakan pendidikan akal

    (rasio) atas dasar bahwa pendidikan adalah tujuan dan sasaran

    untuk mendapat segala sesutu yang diperoleh melalui porses

    berfikir yang didapat melalui metode latihan yang benar. Karena

    hal itu merupakan perhatian terhadap studi-studi dasar yang

    punya hubungan dengan segi-segi akhlak, rasio dan logika

    kemanusiaan maka kewajiban guru adalah berupaya menciptakan

    model-model dalam pengajaran dengan pendekatan pada

    kenyataan yang inderawi, kemudia berpindah kepada hal-hal yang

    abstrak.

    3). Pragmatisme

     Aliran Pragmatisme timbul pada abad 20. Pendiri aliran ini

    adalah Charks E. Peirce. Pemikiran Peirce mendapat pengaruh

    dari Kant dan Hegel. Aliran Pragmatisme adalah suatu aliran yang

    memandang realitas sebagai sesuatu yang secara tetapmengalami perubahan (terus menerus berubah). Untuk itu realitas

    hanya dapat dikenal melalui pengalaman. Tidak ada pengetahuan

    yang absolute (permanen). Realitas atau kenyataan hanyala apa

    yang dapat diamati dan dirasakan. Pengetahuan bersifat

    sementara dan demikian juga dengan nilai-nilai. Bagi pragmatism

    semua yang mengalami perubaan tidak ada yang kekal (tetap).

     Adapun yang kekal adalah perubahan itu sendiri.

    Pragmatisme mementingkan orientasinya kepada

    pandangan anthroposentris  (berpusat kepada manusia),

    kemampuan kreativitas dan pertumbuhan manusia ke arah yang

    bersifat praktis, kemampuan kecerdasan dan individualitas serta

    perbuatan dalam masyarakat.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    19/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 19

    Dalam bidang pendidikan, aliran ini tidak memisakan antara

    materi pengajaran dengan metode pengajaran. Variasi metode

    pengajaran yang digunakan berpijak atas konsep demokrasi. Guru

    tidak boleh menghilangkan keaktifan anak didiknya. Seorang guru

    tidak boleh membatasi kegiatan murid dan hanya menerima

    pemikiran guru. Aliran ini menuntut agar peserta didik

    diikutsertakan secara demokratis dan dinamis; baik dalam berpikir

    dan membahas. Dengan demikian, peserta didik akan mampu

    menemukan hakikat kebenaran dengan sendirinya.

     Aliran ini mempercayai adanya perbedaan-perbedaan

    kecerdasan individual. Untuk itu, pendidikan yang perlu

    dikembangkan seyogyanya menekankan pada upaya

    menanamkan rasa kebebasan individual kepada setiap orang

    yang bekerja di bidang pendidikan. Aliran ini tidak melihat

    perlunya menggunakan hukuman fisik terhadap anak didik dengan

    alas an bahwa ketertiban dan kesadaran bertanggung jawab mesti

    tumbuh dari murid sendiri dan murid haruslah dilibatkan dalam

    semua kegiatan. Bila timbul kesulitan, guru harus berusahamemecahkannya bersama murid, tanpa menyerahkannya ke

    bagian administrasi.

    4). Eksistensialisme

    Kata eksistensi berasal dari kata latin existere, ex yang

    berarti keluar dan sitere  yang berarti membuat berdiri. Jadi

    eksistensialisme berarti apa yang ada, apa yang memiliki

    aktualitas, apa saja yang dialami. Eksistensialisme adalah aliran

    filsafat yang melukiskan dan mendiagnosa kedudukan manusia

    yang sulit. Titik sentralnya adalah manusia. Menurut

    eksistensialisme, hakekat manusia terletak dalam eksistensi dan

    aktivitasnya. Aktivitas manusia merupakan eksistensi dari dirinya

    dan hasil aktifitas yang dilakukan merupakan cermin hakekat

    dirinya.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    20/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 20

     Aliran ini memandang bahwa manusia menciptakan

    kehidupannya sendiri. Oleh sebab itu, manusia bertanggung

     jawab sepenuhnya atas pilihan-pilihan yang dibuat. Baik dan

    buruknya sesuatu tergantung atas keyakinan pribadinya. Aliran ini

    memberikan pemahaman kepada individual, kebebasan dan

    penanggungjawabannya.

    Dalam bidang pendidikan, aliran eksistensialisme menuntut

    adanya sistem pendidikan yang beraneka ragam warna dan

    berbeda-beda, baik metode pengajarannya maupun penyusunan

    keahlian-keahlian. Hal ini karena aliran eksistensialisme

    mengutamakan perorangan/individu. Oleh sebab itu, ia tidak

    membatasi murid dengan buku-buku yang ditetapkan saja. Sebab,

    hal ini akan membatasi kemampuan murid untuk mengenal

    pnngan lain yang bermacam-macam dan berbeda-beda.

    b. Aliran-aliran filsafat pendidikan Islam

    Dalam dunia pendidikan Islam, terdapat tiga aliran utama

    filsafat pendidikan Islam, yaitu: 1) Aliran Konservatif, dengan

    tokoh utamanya adalah al-Ghazali, 2) Aliran Religius-Rasional,dengan tokoh utamanya yaitu Ikhwan al-Shafa, dan 3) Aliran

    Pragmatis, dengan tokoh utamanya adalah Ibnu Khaldun.

    1). Aliran Konservatif (al-Muhafidz )

    Tokoh-tokoh aliran ini adalah al-Ghazali, Nasiruddin al-

    Thusi, Ibnu Jama’ah, Sahnun, Ibnu Hajar al-Haitami, dan al-

    Qabisi. Aliran al-Muhafidz cenderung bersikap murni keagamaan.

     Aliran ini memaknai ilmu dengan pengertian sempit. Menurut al-

    Thusi, ilmu yang utama hanyalah ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat

    sekarang, yang jelas akan membawa manfaat di akhirat kelak.

     Al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi:

    a. Berdasarkan pembidangannya, ilmu dibagi menjadi dua bidang:

    1) Ilmu syar’iyyah, yaitu semua ilmu yang berasal dari para

    Nabi, terdiri atas: a. Ilmu ushul   (ilmu pokok), b. Ilmu furu’  

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    21/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 21

    (cabang), c. Ilmu pengantar (mukaddimah), dan d. Ilmu

    pelengkap (mutammimah).

    2) Ilmu ghairu syar’iyyah, yaitu semua ilmu yang berasal dari

    ijtihad ulama’ atau intelektual muslim, terdiri atas: a. Ilmu

    terpuji, b. Ilmu yang diperbolehkan (tak merugikan), c. Ilmu

    yang tercela (merugikan).

    b. Berdasarkan status hukum mempelajarinya, dapat digolongkan

    menjadi: 1) Ilmu yang fardlu ‘ain, dan 2) Ilmu yang fardlu

    kifayah. 

     Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu-ilmu keagamaan

    hanya dapat diperoleh dengan kesempurnaan rasio dan

    kejernihan akal budi.Karena, hanya dengan rasiolah manusia

    mampu menerima amanat dari Allah dan mendekatkan diri

    kepada-Nya.Pemikiran al-Ghazali ini sejalan dengan aliran

    Mu’tazilah yang berpendapat bahwa rasio mampu menetapkan

    baik buruknya sesuatu.

    Pola umum pemikiran al-Ghazali dalam pendidikannya

    antara lain:a. Kegiatan menuntut ilmu tiada lain berorientasi pada

    pencapaian ridha Allah.

    b. Teori ilmu ilhami  sebagai landasan teori pendidikannya, dan

    diperkuat dengan sepuluh kode etik peserta didik.

    c. Tujuan agamawi merupakan tujuan puncak kegiatan

    menuntut ilmu.

    d. Pembatasan term al-‘ilm hanya pada ilmu tentang Allah.

    Dari deskripsi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

    pemikiran utama aliran konservatif antara lain: 1) Ilmu adalah

    ilmu al-hal , yaitu ilmu yang dibutuhkan saat sekarang yang bisa

    membawa manfaat di akhirat, 2) Ilmu-ilmu selain ilmu

    keagamaan adalah sia-sia, dan 3) Ilmu hanya bisa diperoleh

    melalui rasio.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    22/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 22

    2). Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlaniy )

    Tokoh-tokoh aliran ini adalah Ikhwan al-Shafa, al-Farabi,

    Ibnu Sina, dan Ibnu Miskawaih.Aliran ini dijuluki “pemburu”

    hikmah Yunani di belahan dunia Timur, dikarenakan

    pergumulan intensifnya dengan rasionalitas Yunani.

    Menurut Ikhwan al-Shafa, yang dimaksud dengan ilmu

    adalah gambaran tentang sesuatu yang diketahui pada benak

    (jiwa) orang yang mengetahui. Proses pengajaran adalah

    usaha transformatif terhadap kesiapan ajar agar benar-benar

    menjadi riil, atau dengan kata lain, upaya transformatif terhadap

     jiwa pelajar yang semula berilmu (mengetahui) secara

    potensial, agar menjadi berilmu (mengetahui) secara riil-aktual.

    Dengan demikian, inti proses pendidikan adalah pada kiat

    transformasi potensi-potensi manusia agar menjadi

    kemampuan “psikomotorik”. 

    Ikhwan berpendapat bahwa akal sempurna

    mengemanasikan keutamaan-keutamaan pada jiwa dan

    dengan emanasi ini eternalitas akal menjadi penyebabkeberadaan jiwa.Kesempurnaan akal menjadi penyebab

    keabadian jiwa dan supremasi akal menjadi penyebab

    kesempurnaan jiwa. Pandangan dualisme jiwa-akal Ikhwan

    tersebut merupakan bukti dari pengaruh pemikiran Plato.

    Menurut Ikhwan, jiwa berada pada posisi tengah antara

    dunia fisik-materiil dan dunia akal. Hal inilah yang menjadikan

    pengetahuan manusia menempuh laju “linier-progresif ” melalui

    tiga cara, yaitu: 1) Dengan jalan indera, jiwa dapat mengetahui

    sesuatu yang lebih rendah dari substansi dirinya; 2) Dengan

     jalan burhan (penalaran-pembuktian logis), jiwa bisa

    mengetahui sesuatu yang lebih tinggi darinya; dan 3) Dengan

    perenungan rasional, jiwa dapat mengetahui substansi dirinya.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    23/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 23

    Ikhwan tidak sependapat dengan ide Plato yang

    menganggap bahwa belajar tiada lain hanyalah proses

    mengingat ulang. Ikhwan menganggap bahwa semua

    pengetahuan berpangkal pada cerapan inderawiah.Segala

    sesuatu yang tidak dijangkau oleh indera, tidak dapat

    diimajinasikan, segala sesuatu yang tidak bisa diimajinasikan,

    maka tidak bisa dirasiokan.

    Kalangan Ikhwan sangat memberi tempat terhadap ragam

    disiplin ilmu yang berkembang dan bermanfaat bagi kemajuan

    hidup manusia.Implikasinya adalah konsep ilmu berpangkal

    pada “kesedia-kalaan” ilmu tanpa pembatasan.

    Ikhwan membagi ragam disiplin ilmu sebagai berikut: 1)

    Ilmu-ilmu Syar’iyah  (keagamaan), 2) Ilmu-ilmu Filsafat, dan 3)

    Ilmu-ilmu Riyadliyyat  (matematik). Al-Farabi menghendaki agar

    operasionalisasi pendidikan seiring dengan tahap-tahap

    perkembangan fungsi organ tubuh dan kecerdasan manusia.

    Dari pemikiran kedua tokoh di atas, teori utama aliran

    Religius-Rasional ini antara lain: 1) Pengetahuan adalahmuktasabah, yakni hasil perolehan dari aktivitas belajar, 2)

    Modal utama ilmu adalah indera, 3) Lingkup kajian meliputi

    pengkajian dan pemikiran seluruh realitas yang ada, 4) Ilmu

    pengetahuan adalah hal yang begitu bernilai secara moral dan

    sosial, dan 5) Semua ragam ilmu pengetahuan adalah penting.

    3). Aliran Pragmatis (al-Dzarai’iy )

    Tokoh aliran Pragmatis adalah Ibnu Khaldun. Sedangkan

    tokoh Pragmatisme Barat yaitu John Dewey.Bila filsafat

    pendidikan Islam berkiblat pada pandangan pragmatisme John

    Dewey, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah

    segala sesuatu yang sifatnya nyata, bukan hal yang di luar

     jangkauan pancaindera. 

    http://www.blogger.com/null

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    24/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 24

    Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan dan

    pembelajaran adalah tabi’i (pembawaan) manusia karena

    adanya kesanggupan berfikir. Pendidikan bukan hanya

    bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi

     juga untuk mendapatkan keahlian duniawi dan ukhrowi,

    keduanya harus memberikan keuntungan, karena baginya

    pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rizki.

    Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ilmu pengetahuan

    berdasarkan tujuan fungsionalnya, yaitu: 1) Ilmu-ilmu yang

    bernilai instrinsik. Misal: ilmu-ilmu keagamaan, Ontologi dan

    Teologi, dan 2) Ilmu-ilmu yang bernilai ekstrinsik-instrumental

    bagi ilmu instrinsik. Misal: kebahasa-Araban bagi ilmu syar’iy, 

    dan logika bagi ilmu filsafat.

    Berdasarkan sumbernya, ilmu dapat dibagi menjadi dua

    yaitu: 1) Ilmu ‘aqliyah  (intelektual) yaitu ilmu yang diperoleh

    manusia dari olah pikir rasio, yakni ilmu Mantiq (logika), ilmu

    alam, Teologi dan ilmu Matematik, dan 2) Ilmu naqliyah  yaitu

    ilmu yang diperoleh manusia dari hasil transmisi dari orangterdahulu, yakni ilmu Hadits, ilmu Fiqh, ilmu kebahasa-Araban,

    dan lain-lain.

    Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pendidikan bukanlah suatu

    aktivitas yang semata-mata bersifat pemikiran dan perenungan

    yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan,

    akan tetapi ilmu dan pendidikan merupakan gejala konklusif

    yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya

    dalam tahapan kebudayaan. Menurutnya bahwa ilmu dan

    pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri

    khas jenis insani.

    Dari pemikiran Ibnu Khaldun di atas, maka ide pokok

    pemikiran aliran Pragmatis antara lain: 1) Manusia pada

    dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    25/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 25

    belajar, 2) Akal merupakan sumber otonom ilmu pengetahuan,

    dan 3) Keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan

    ukhrawi.

    D. Soal

    1. Sebutkan dan uraikan secara singkat aliran-aliran filsafat

    pendidikan ?

    2. Sebutkan dan uraikan secara singkat aliran-aliran filsafat

    pendidikan Islam ?

    DAFTAR PUSTAKA

    H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis,Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002

    Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan  Jakarta: GayaMedia Pratama, 1997

     Ali Saifullah,  Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya : UsahaNasional, 1983.

    Musa Asy’arie, Filsafat Islam, Yogyakarta : LESFI, 2010

     Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,  Cet. I, Jakarta: LogosWacana Ilmu, 1997

     Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Jakarta: BulanBintang, 1990

    H.Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: TelaahSistem Pendidikan dan pemikiran Para tokohnya, Jakarta:Kalam Mulia, 2009 

     Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,  Jakarta:  PT Raja GrafindoPersada, 1997.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    26/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 26

    BAB IV

    KONSEP ALAM SEMESTA, MANUSIA, MASYARAKAT, DAN ILMU

    PENGETAHUAN PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

    Menurut al-quran manusia adalah khalifah di muka bumi yang

    memiliki tugas memelihara alam semesta. Sementara alam semesta

    merupakan materi yang membantu manusia mengembangkan diri dan

    memenuhi kebutuhan kehidupannya. Meskipun demikian, seorang

    individu manusia tidak akan sanggup melakukan itu semua tanpa peran

    serta individu-individu lain. Oleh karena itulah diperlukan peran

    masyarakat demi mengimplementasi semua kebutuhan hidupnyatersebut.

    Selanjutnya agar relasi alam semesta, manusia dan masyarakat

    bisa berjalan dengan dengan baik, efektif dan efesien, maka

    diperlukanlah ilmu pengetahuan. Sebab dengan ilmu pengetahuanlah

    manusia bisa menyadari kelebihan dan kekurangan dirinya,

    masyarakatnya serta alam sekitarnya.

    Oleh karena itulah dalam Islam relasi antar alam semesta,

    manusia, masyarakat dan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan.

    A. Tujuan Pembelajaran Umum

    1. Mahasiswa mampu memahami kedudukan alam semesta

    dalam perspektif filsafat pendidikan Islam

    2. Mahasiswa mampu memahami konsep manusia dalam

    perspektif filsafat pendidikan Islam

    3. Mahasiswa mampu memahami konsep ilmu pengetahuan

    dalam perspektif pendidikan Islam

    4. Mahasiswa mampu memahami konsep masyarakat dalam

    perspektif filsafat pendidikan Islam

    B. Tujuan Pembelajaran Khusus

    1. Mahasiswa dapat menjelaskan kedudukan alam semesta

    dalam perspektif filsafat pendidikan Islam

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    27/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 27

    2. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep manusia dalam

    perspektif filsafat pendidikan Islam

    3. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep ilmu pengetahuan

    dalam perspektif filsafat pendidikan Islam

    4. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep masyarakat dalam

    perspektif filsafat pendidikan Islam.

    C. Uraian Materi

    1. Konsep alam semesta dalam perspektif filsafat pendidikanIslam

     Apabila kita merenungi surat al-fatihah sebagai ummul-kitab,

    kita akan menemukan review yang luar biasa dari semua ayat Allah

    yang tercatat dalam Kitab Suci Al-quran. Lafazh

    bismillahirrahmanirrahim adalah awal yang menekad bulatkan semua

    niat manusia yang beriman kepada Allah dalam bertindak, berprilaku,

    berpikir dan berkarya nyata, sehingga semua aktivitas dan karsa

    manusia bernilai ibadah kepada Allah dan tidak ada yang sia-sia

    secara duniawi maupun ukhrawi.

     Allah sebagai Pencipta atau  Al-Khaliq, pemilik kasih dansayang untuk segenap makhlukNya. Alam ini tercipta sebagai bukti

    dari kaih sayang Allah untuk manusia. Apabila meresapi ayat yang

    berbunyi malikiyaumiddin, kita tersadarkan sepenuhnya bahwa

    semua alam ini adalah hamba-Nya yang secara mutlak harus tunduk

    pada hukum-hukum Allah.

    Sekali lagi, alam tunduk mutlak pada hukum-hukum Allah.

    Semua alam yang berjalan sesuai dengan hukumnya menjadi subjek

    sekaligus objek pendidikan dan pembelajaran. Bagaimana matahari

    konsisten utnuk terbit dan terbenam sesuai dengan hukumnya,

    bagaimana air, api, angina, daratan, lautan, gunung-gunung, hutan

    dan pepohonan, bumi yang berputar sangat kencang sehingga

    manusia bagaikan sedang berjalan di atas hamparan tikar, dan

    demikian selanjutnya.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    28/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 28

     Alam semesta ini dapat dijadikan guru yang bijaksana, angin

    dimanfaatkan untuk terjun payung, air deras yang dibendung untuk

    energi pembangkit listrik, dan banyak manfaat yang dengan mudah

    semakin meningkatkan taraf hidup manusia. Belajar dari alam

    semesta adalah tujuan hidup manusia dan secara filosofis

    kedudukan alam semesta bagaikan guru dengan muridnya, pendidik

    dengan anak didik, bahkan alam semesta bagaikan literatur yang

    amat luas dan kaya dengan informasi yang aktual.

    Maka kedudukan alam semesta dalam perspektif filsafat

    pendidikan Islam adalah sebagai “guru” yang mengajar kepada

    manusia untuk bertindak sesuai dengan hukum-hukum yang telah

    digariskan Tuhan.

    2. Manusia dalam perspektif filsafat pendidikan Islam

    a. Gambaran Tentang Manusia

    Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek

    pendidikan. Manusia dalam proses perkembangan kepribadiannya,

    baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan

    intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaranatau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa

    perkembangan kepribadian adalah self development   melalui self

    actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri

    sendiri.

    Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang

    membicarakan tentang manusia dan makna filosofis dari

    penciptaannya. Manusia merupakan makhluk-Nya paling sempurna

    dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran. Dalam

    hal ini Ibn ‘Arbi misalnya menggambarkan hakikat manusia dengan

    mengatakan bahwa,”tak ada makhluk Allah yang lebih sempurna

    kecuali manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui,

    berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan

    memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting,

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    29/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 29

    karena dilengkapi dengan semua pembawaan atau fitrahnya dan

    syarat-syarat yang diperlukan bagi mengemban tugas dan fungsinya

    sebagi makhluk Allah d muka bumi.

     Al-quran menggunakan empat konsep untuk menunjuk pada

    makna manusia, namun secara khusus memiliki penekanan

    pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada

    konsep berikut:

    1. Konsep al-Basyar  

    Kata al-Basyar  dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali

    dan tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al-Basyar   juga

    diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dan

    perempuan. Makna ini dapat dipahami bahwa manusia merupakan

    makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan yang terbatas,

    seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain

    sebagainya. Penunjukkan kata al-Basyar ditunjukan Allah kepada

    seluruh manusia tanpa kecuali. Demikian pula halnya dengan para

    rasul-rasul-Nya. Hanya saja kepada mereka diberikan wahyu,

    sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan.Berdasarkan konsep al-Basyar , manusia tak jauh berbeda

    dengan makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan

    manusia terikat kepada kaidah-kaidah prinsip kehidupan biologis lain

    seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan

    perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan serta

    kedewasaan.

    Manusia memerlukan makan, minum dengan kreteria halal

    serta bergizi (QS. 16: 69) untuk hidup dan ia juga butuh akan

    pasangan hidup melalui jalur pernikahan (QS. 2: 187) untuk menjaga,

    melanjutkan proses keturunanya (QS. 17: 23-25). Dan Allah SWT

    memberikan kebebasan dan kekuatan kepada manusia sesuai

    dengan batas kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    30/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 30

    mengelola dan memanfaatkan alam semesta, sebagai salah satu

    tugas kekhalifahannya di muka bumi.

    2. Konsep al-Insan 

    Kata al-Insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam

    al-Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara

    etimologi, al-Insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak,

    atau pelupa.

     Ada juga dari akar kata Naus yang mengandung arti

    “pergerakan atau dinamisme”. Merujuk pada asal kata al- Insan dapat

    kita pahami bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi yang

    positif untuk tumbuh serta berkembang secara fisik maupun mental

    spiritual. Di samping itu, manusia juga dibekali dengan sejumlah

    potensi lain, yang berpeluang untuk mendorong ia ke arah tindakan,

    sikap, serta prilakun negatife dan merugikan.

    Kata al-Insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjukan totalitas

    manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Harmonisasi kedua

    aspek tersebut dengan berbagai potensi yang di milikinya

    mengantarkan manusia sebagi makhluk Allah yang unik danistimewa, sempurna, dan memiliki diferensiasi individual antara satu

    dengan yang lainnya,dan sebagai makhluk yang dinami, sehingga

    mampu menyandang predikat khalifah Allah di muka bumi.

    Perpaduan antara aspek fisik dan fisikis telah membantu

    manusia untuk mengekspresikan dimensi al-insan al-bayan,  yaitu

    sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik

    dan buruk, mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban, dan

    lain sebagainya.

    3. Konsep an-Nas 

    Kata an-Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali

    dan tersebar dalam 53 surat. Kosa kata  An- Nas  dalam Al- Qur’an

    umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk

    social. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    31/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 31

    berawal dari pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang

    menjadi suku dan bangsa untuk saling kenal mengenal “berinterksi”

    (QS. 49 : 13). Hal ini sejalan dengan teori “strukturalisme” Giddens

    yang mengatakan bahwa manusia merupakan individu yang

    mempunyai karakter serta prinsip berbeda antara yang lainnya tetapi

    manusia juga merupakan agen social yang bisa mempengaruhi atau

    bahkan di bentuk oleh masyarakat dan kebudayaan di mana ia

    berada dalam konteks sosial.

    4. Konsep Bani Adam 

    Manusia sebagai Bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam

     Al-Qur’an. Bani berarti keturunan dari darah daging yang dilahirkan.

    Berkaitan dengan penciptaan manusia menurut Christyono Sunaryo,

    bahwa bumi dan dunia ini telah diciptakan Allah SWT jutaan tahun

    sebelum Nabi Adam AS diturunkan dibumi, 7000 thn yang lalu. Pada

    waktu itu Allah SWT sudah menciptakan “manusia” (somekind of

    humanoid)  jauh sebelum Nabi Adam AS diturunkan, sebagaimana

    dalam surat Al-Ankabuut ayat 19 yang artinya:

     

    “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allahmenciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya(kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi

     Allah”. (Al-Ankabuut:19)

     Ayat ini memperlihatkan bahwa kita seharusnya dapat

    memperhatikan adanya pengulangan kerena memang telah terjadi.

    Bukan pengulangan kebangkitan kembali nanti setelah hari kiamat,

    karena (pengulangan) kebangkitan setelah kiamat itu belum terjadi,

    sehingga masih sulit untuk di mengerti oleh yang tidak percaya.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    32/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 32

    Dan banyak ayat-ayat Al- Qur’an, data dan kejadian yang

    menunjang konsep pemikiran ini. Seperti misalnya: Pada saat

    manusia akan diciptakan Allah SWT untuk menjadi kalifah dibumi,

    bagaimana para Malaikat mungkin mengetahui bahwa manusia

    hanya akan membuat kerusakan diatas bumi. Sedangkan Malaikat

    hanya mengetahui apa-apa yang diberitahukan Allah SWT kepada

    mereka. Tentunya karena memang mereka pernah mengetahui

    adanya “manusia” dibumi sebelum Adam as diciptakan.

    b. Proses Penciptaannya Manusia Dalam Al-Qur’an 

    Dan dilihat dari proses penciptaannya, Al-Qur’an menyatakan

    peroses penciptaan manusia dalam dua tahapan yang berbeda, yaitu:

     pertama, disebut dengan tahapan  primordial. Kedua, disebut dengan

    tahapan biologi . Manusia pertama, Adam as, diciptakan dari at-tin 

    (tanah), at-turob  (tanah debu), min shal   (tanah liat), min hamain

    masnun  (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah

    dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya

    kedalam diri (manusia) tersebut (Q.S, Al-Anam/6:2,Alhijr/15:26,28,29,

     Al-Mu’minun/23:12, Ar-Ruum/30:20, Ar-Rahman/55:4).Penciptaan manusia selanjutnya adalah proses biologi yang

    dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia

    diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang

    disimpan di tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani di jadikan

    darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku

    tersebut kemudian dijadikan-Nya segumapal daging (mudghah) dan

    kemudian di balut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan

    ruh. (Q.S, Al Mu’minun/23:12-24).

     Al-Ghazali mengungkapkan proses penciptaan manusia dalam

    teori pembentukan (taswiyah) sebagai suatu proses yang timbul di

    dalam materi yang membuatnya cocok untuk menerima ruh. Materi

    itu merupakan sari pati tanah liat nabi Adam as yang merupakan cikal

    bakal bagi keturunannya. Cikal bakal atau sel benih (nuthfah) ini yang

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    33/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 33

    semula adalah tanah liat setelah melewati berbagai proses akhirnya

    menjadi bentuk lain (khalq akhar ) yaitu manusia dalam bentuk yang

    sempurna.

    Tanah liat menjadi makanan (melalui tanaman dan hewan),

    makanan menjadi darah, kemudian menjadi sperma jantan dan

    indung telur. Kedua unsur ini bersatu dalam satu wadah yaitu rahim

    dengan transformasi panjang yang akhirnya menjadi tubuh harmonis

    ( jibillah) yang cocok untuk menerima ruh. Sampai disini prosesnya

    murni bersifat materi sebagai warisan dari leluhurnya. Kemudian

    setriap manusia menerima ruhnya langsung dari Allah disaat embiro

    sudah siap dan cocok menerimanya. Maka dari pertemuan ruh dan

    badan, terbentuklah makhluk baru manusia.

    c. Kedudukan Manusia 

    Kesatuan wujud manusia antara pisik dan pisikis serta

    didukung oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa

    manusia sebagai ahsan at-taqwin  dan merupakan manusia pada

    posisi yang strategis yaitu: Hamba Allah (‘abd Allah) dan Khalifah

     Allah (khalifah fi al-ardh).1. Manusia Sebagai Hamba Allah (‘abd Allah) 

    Esensi hamba adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan

    yang kesemuanya itu hanya layak di berikan kepada Tuhan.

    Ketundukan dan ketaatan pada kodrat alamiah senantiasa berlaku

    baginya. Ia terikat oleh hukum-hukum Tuhan yang menjadi kodrat

    pada setiap ciptaannya, manusia menjadi bagian dari setiap

    ciptaannya, dan ia bergantung pada sesamanya. Sebagai hamba

     Allah, manusia tidak bisa terlepas dan kekuasaannya. Sebab,

    manusia mempunyai fitrah (potensi) untuk beragama.

    Hal ini disebabkan karena manusia adalah makhluk yang

    memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya. Dan

    manusia dulu telah mengakui bahwa diluar dirinya ada zat yang lebih

    berkuasa dan mengusa seluruh kehidupannya. Namun mereka tidak

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    34/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 34

    mengetahui hakikat zat yang berkuasa. Mereka aplikasikan apa yang

    mereka yakini dengan berbagai bentuk ucapan ritual seperti

    pemujaan terhadap batu besar, gunung, matahari, dan roh nenek

    moyang mereka. Kesemuanya dalah bukti bahwa manusia memiliki

    potensi untuk beragama, Allah berfirman:

     

     Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkansupaya mereka menyembah-Ku (QS.Az-Zariyat: 56)

    Bardasarkan Ayat tersebut terlihat bahwa seluruh tugas

    manusia dalam hidup ini berakumulasi pada tanggung jawab

    mengabdi (beribadah) kepada-Nya.

    2. Manusia Sebagai Khalifah Allah fi al-Ardh 

    Bila ditinjau, kata khalifah berasal dari fi’il madhi khalafa, yang

    berarti “mengganti dan melanjutkan”. Bila pengertian tersebut ditarik

    pada pengertian khalifah, maka dalam konteks ini artinyalebih

    cenderung kepada pengertian mengganti yaitu proses penggantian

    antara satu individu dengan individu yang lain.

    Menurut Quraish Shihab, istilah khalifah dalam bentuk mufrad  

    (tunggal) berarti pengusaan politik dan religius. Istilah inji digunakan

    nabi-nabi dan tidak digunakan untuk manusia pada umumnya.

    Sedangkan manusia bisa digunakan khala’if   yang didalamnya

    mengandung makna yang lebih luas, yaitu bukan hanya sebagai

    penguasa dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam hubungan

    pembicaraan dengan kedudukan manusia di alam ini, nampaknya

    istilah khala  cocok digunakan dibanding kata khalifah. Namun

    demikian yang terjadi dalam penggunaan sehari-hari adalah bahwa

    manusia sebagi khalifah di muka bumi. Dan sebagi seorang khalifah

    manusia berfungsi mengantikan orang lain dan menempati tempat

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    35/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 35

    serta kedudukan-Nya. Ia menggantikan kedudkan orang lain dalam

    aspek kepemimpinan atau kekuasaan. Dan Quraisy Shihab pun

    menyimpulkan bahwa kata khalifah itu mencakup dua pengertian:

    a. Orang yang di beri kekuasaan untuk mengelola wilayah, baik luas

    maupun terbatas.

    b. Khalifah memilki potensi untuk mengemban tugasnya, namun juga

    dapat berbuat kesalahan dan kekeliruan.

    d. Manusia dan Proses Pendidikan 

    Paulo freire, tokoh pendidikan Amerika Latin mengatakan

    bahwa tujuan akhir dari proses pendidikan adalah memanusiakan

    manusia (humanisasi ), tidak jauh berbeda dengan pandangan diatas

    M. Arifin berpendapat, bahwa proses pendidikan pada akhirnya

    berlangsung pada titik kemampuan berkembangnya tiga hal yaitu

    mencerdaskan otak yang ada dalam kepala (head ) kedua, mendidik

    akhlak atau moralitas yang berkembang dalam hati (heart ) dan

    ketiga, adalah mendidik kecakapan/ketrampilan yang pada prinsipnya

    terletak pada kemampuan tangan (hand ) selanjutnya populer dengan

    istilah 3 H’s.Berangkat dari arti pentingnya pendidikan ini, Karnadi Hasan

    memandang bahwa pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai

    “Human investment”   yang berarti secara historis dan filosofis,

    pendidikan telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik

    dalam proses humanisasi dan pemberdayaan jati diri bangsa.

    Merujuk dari pemikiran tersebut, Pendidikan adalah hajat hidup

    bagi setiap manusia. Karena kita sadari bahwa tidak ada seorangpun

    yang lahir di dunia ini dalam keadaan pandai (berilmu). Hal ini

    membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ini merupakan proses

    berkelanjutan yang tidak asal jadi seperti bayangan dan impian kita.

    Berkaitan adanya proses tersebut, penciptaan manusia oleh Allah

    SWT juga tidaklah sekali jadi.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    36/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 36

     Ada proses penciptaan (khalq), proses penyempurnaan

    (taswiyyah), dengan cara memberikan ukuran atau hukum tertentu

    (taqdir), dan juga di berikannya petunjuk (hidayah). Dengan demikian

    menurut Sunnatullah manusia sangat terbuka kemungkinannya untuk

    mengembangkan segala potensi yang dia miliki melalui bimbingan dan

    tuntunan yang tearah, teratur serta berkesinambungan yang

    semuanya merupakan proses dalam rangka penyempurnaan manusia

    (insan kamil ) yang nantinya dapat memenuhi tugas dari kejadiannya

    yaitu sebagai Khalifah Fil Ardl .

    e. Manusia Menurut Filsafat Pendidikan Islam 

    Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala

    makro yaitu: kosmologi, ontology,  philosophy of mind , epistimologi,

    dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia

    dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena

    manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat

    dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang

    pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa

    menempatkan dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusiadiberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh

    ( philosophy of mind ).

    Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam

    hal memperoleh pengetahuan itu berjalan secara berjenjang dan

    bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman

    dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi),

    oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua

    makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita

    seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa

    dipisahkan.

     Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan

    kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi

    (aksiologi), sehingga dalam pandangan Filsafat Pendidkan Islam,

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    37/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 37

    manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi

    ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini

    dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas)

    tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).

    3. Ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat pendidikan Islam

    a. Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Islam

    Menurut Quraish Shihab, kata ilmu dalam berbagai bentuk

    terdapat 854 kali dalam al-Qur'an. Kata ini digunakan dalam makna

    proses pencapaian tujuan. Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan.

    Jadi ilmu pengetahuan adalah pengetahaun yang jelas tentang

    sesuatu. Di dalam Islam, ilmu pengetahuan bukan hanya diperoleh

    dengan perantaraan akal dan indera yang bersifat empiris saja, tetapi

     juga ada pengetahuan yang bersifat immateri, yaitu ilmu pengetahuan

    yang berasal dari Allah sebagai khaliq (pencipta) pengetahuan

    tersebut.

     Al-Qur'an sangat memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu,

    seperti perintah al-Qur'an menggunakan akalnya untuk berpikir dan

    merenungkan semua ciptaan Allah dan segala peristiwa sejarah yangtelah terjadi di muka bumi. Dengan demikian, ilmu dan iman dalam

    Islam bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

    b. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam 

    Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran

    Islam. Allah berfirman  dalam al-  Mujadalah  ayat  11: “  Allah

    meninggikan derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara

    kamu dan orang-orang yang berilmu. Dan Allah maha mengetahui apa

    yang kamu kerjakan.”

    Dalam hal ini, keimanan dalam Islam akan menjadi pendorong

    untuk menuntut ilmu, dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan

    memperkokoh keimanan seseorang. Dengan demikian, Islam untuk

    tidak pernah berhenti memotivasi umatnya menuntut ilmu.

    c. Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan dalam Islam

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    38/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 38

    Dalam filsafat ilmu cara mendapatkan ilmu dinamakan

    epistemologi. Dalam epistemologi Islam, pengetahuan diperoleh

    melalui tiga cara yaitu bayani, irfani dan burhani .

    1) Epistemologi Bayani  

    Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang

    menekankan otoritas teks Arab (nass), secara langsung ataupun

    tidak langsung, dan dijustifikasi oleh akal kebahasaan yang digali

    lewat inferensial (dalil-dalil). Secara langsung artinya memahami

    teks sebagai pengetahuan dan mengaplikasikannya langsung tanpa

    perlu pemikiran. Secara tidak langsung berarti memahami teks

    sebagai pengetahuan yang mentah, sehingga memerlukan tafsir dan

    penalaran lebih mendalam. Meski demikian, hal ini bukan berarti

    akal dan nalar dapat bebas menentukan makna dan maksudnya,

    tetapi tetap bersandar pada teks. Epistemologi bayani   menaruh

    perhatian besar pada proses transmisi teks dari generasi ke

    generasi, sampai kepada wilayah tafsir, fiqh, ushul fiqh, dan lain-lain.

    2) Epistemologi ‘Irfani  Dalam menerjemahkan kata ‘irfan, ada dua makna kata yang

    bisa dirujuk. Pertama, kata gnosis yang berarti pengetahuan intuitif

    tentang hakikat spiritual yang diperoleh tanpa proses belajar. Kedua,

    gnostik   yakni pengetahuan tentang Allah yang dinisbahkan kepada

    “gnostisime”.

    ‘Irfani  jika dibandingkan dengan bayani, maka bayani

    mendasarkan pengetahuannya kepada teks, sedangkan ‘irfani

    mendasarkan pengetahuannya kepada kasf, yaitu tersingkapnya

    rahasia-rahasia ketuhanan. Oleh karena itu, ‘irfan tidak diperoleh

    berdasarkan analisis terhadap teks, akan tetapi dari hati nurani yang

    suci, sehingga Tuhan menyingkapkan sebuah pengetahuan

    (ladunni).

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    39/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 39

    ‘Irfani dilakukan dengan menggunakan qiyas ‘irfani, yaitu

    analogi makna batin yang diungkap dalam kasyf kepada makna

    zahir yang ada dalam teks.

    3) Epistemologi Burhani  

    Burhani , dalam bahasa Arab, berasal dari kata ‘al-burhan’

    yang berarti argumen yang jelas (al-hujjah  al-bayyinah). Dalam

    logika (mantiq), burhani   merupakan aktivitas berfikir untuk

    menetapkan kebenaran melalui metode penyimpulan, dengan

    menghubungkan suatu premis terhadap premis lain yang telah

    terbukti kebenarannya. Secara umum, burhani  adalah aktivitas nalar

    yang menetapkan kebenaran suatu premis.

    Burhani   adalah aktifitas berpikir secara mantiqi yang identik

    dengan silogisme atau al-qiyas al-jami`’ yang tersusun dari beberapa

    proposisi. Burhani   menekankan tiga syarat, yaitu: pertama,

    mengetahui terma perantara (ma'rifah al-hadd al-awsat ); kedua,

    keserasian hubungan relasional antara terma perantara dankesimpulan (tartib al-‘alaqah bayn al-‘illah wa al-ma’lul ); ketiga,

    natijah  (kesimpulan) harus muncul secara otomatis dan tidak

    mungkin muncul kesimpulan yang lain. Kias ketiga ini yang inheren

    dengan epistemologi burhani .

    Dalam memandang proses keilmuan, kaum burhani   merujuk

    dari cara pikir filsafat yakni memahami hakikat sebenarnya adalah

    universal. Hal ini menempatkan “makna” dari realitas pada posisi

    otoritatif, sedangkan ”bahasa” bersifat partikular sebagai penegasan

    atau ekspresi saja.

    Oleh karena itu, ilmu burhani  berpola dari nalar burhani  dan

    nalar burhani   bermula dari proses abstraksi yang bersifat rasional

    terhadap realitas sehingga muncul makna, sedangkan makna agar

    bisa dipahami dan dimengerti, diaktualisasi lewat kata-kata (bahasa).

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    40/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 40

    Jadi secara struktural, proses yang dimaksud di atas terdiri dari tiga

    hal, pertama, proses eksperimentasi yakni pengamatan terhadap

    realitas. Kedua, proses abstraksi, yakni terjadinya gambaran atas

    realitas dalam pikiran. Ketiga, ekspresi yaitu mengungkapkan

    realitas dalam kata-kata.

    Berkaitan dengan cara ketiga, pembahasan tentang silogisme

    demonstratif atau kias burhani  menjadi sangat signifikan. Silogisme

    yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi qiyas jami’  terdiri

    dari dua proposisi (qadiyah) yang kemudian disebut premis,

    kemudian dirumuskan hubungannya dengan bantuan term tengah

    untuk mendapatkan konklusi yang meyakinkan. Metode ini populer di

    kalangan filsuf peripatetik. Sementara Ibn Rusyd mendefinisikan

    burhani  (demonstrasi) dengan suatu argumen yang konsisten, tidak

    diragukan lagi kebenarannya, diperoleh dari premis yang pasti

    sehingga kesimpulan yang akan diperoleh juga pasti, dan argumen

    ini diliputi oleh fakta rasional. Jadi silogisme demonstratif atau kias

    burhani   yang dimaksud adalah silogisme yang premis-premisnya

    terbentuk dari konsep-konsep yang benar, meyakinkan, sesuaidengan realitas dan diterima oleh akal.

     Aplikasi dari pembentukan silogisme ini harus melewati tiga

    tahap, yaitu: tahap pengertian (ma’qulat ), tahap pernyataan (‘ibarat )

    dan tahap penalaran (tahlilat ). Tahapan pengertian (ma’qulat ),

    merupakan proses awal dalam pikiran dan di sinilah terjadi

    pengabstraksian realitas dari hasil pengalaman, pengindraan, dan

    penalaran untuk mendapatkan suatu gambaran. Pengertian ini

    merujuk kepada sepuluh kategori yaitu: substansi, kuantitas,

    kualitas, aksi, pasivitas, relasi, tempat, waktu, sikap dan keadaan.

    Tahapan pernyataan (‘ibarat ) adalah tahap mengekspresikan

    pengertian dalam kalimat yang disebut dengan proposisi. Dalam

    proposisi ini harus memuat unsur subyek (maudu’ ) dan predikat

    (muhmal ) serta relasi antara keduanya, yang mempunyai pengertian

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    41/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 41

    dan mengandung kebenaran yaitu adanya kesesuaian dengan

    realitas dan tiada keragu-raguan dan persangkaan. Untuk

    memperoleh sebuah pengertian yang meyakinkan harus

    mempertimbangan al-alfaz al-khamsah  (lima konsep universal);

    pertama, jenis (genus) yakni sebuah klasifikasi yang dapat dibagi ke

    dalam klas-klas lain yang disebut spesies. Kedua, nau’ (spesies)

    yaitu konsep universal yang mengandung satu pengertian tetapi

    memiliki hakikat yang berbeda. Ketiga, fasl (differentia) yaitu sifat

    yang membedakan secara mutlak. Keempat, kekhususan

    (propirum), pada suatu benda tetapi hilangnya sifat ini tidak akan

    menghilangkan eksistensinya. Kelima, ‘ard   (aksidensi) atau sifat

    khusus yang tidak bisa diterapkan pada semua benda.

    Tahapan penalaran (tahlilat ), ini dilakukan dengan perangkat

    silogisme. Sebuah silogisme harus terdiri dari dua proposisi yang

    kemudian disebut premis mayor (al-hadd al-akbar ) untuk premis

    yang pertama dan premis minor (al-hadd al-asghar ) untuk premis

    yang kedua, yang kedua-duanya saling berhubungan dan darinya

    ditarik kesimpulan logis.Menurut Muhammad ‘Abid al-Jabiri, dalam burhani   pasti

    terdapat silogisme, tetapi belum tentu dalam silogisme itu ada

    burhani . Silogisme yang burhani   (silogisme demonstratif atau kias

    burhani ) selalu bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, bukan

    untuk tujuan tertentu seperti yang dilakukan oleh kaum sophis.

    Silogisme (al-qiyas) dapat disebut sebagai burhani , jika memenuhi

    tiga syarat: pertama, mengetahui sebab yang menjadi alasan dalam

    penyusunan premis; kedua, adanya hubungan yang logis antara

    sebab dan kesimpulan; dan ketiga, kesimpulan yang dihasilkan

    harus bersifat pasti, sehingga tidak ada kesimpulan lain selain itu.

    Syarat pertama dan kedua adalah yang terkait dengan silogisme (al-

    qiyas). Sedangkan syarat ketiga merupakan karakteristik silogisme

    burhani , karena kesimpulan bersifat pasti dan tidak menimbulkan

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    42/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 42

    kebenaran lain. Hal ini dapat terjadi, jika premis-premis tersebut

    benar dan kebenarannya telah terbukti lebih dulu sebelum

    kesimpulannya.

    Kebenaran yang dihasilkan oleh pola pikir burhani   adalah

    kebenaran koherensi atau konsistensi, sebab burhani   menuntut

    penalaran yang sistematis, logis, saling berhubungan dan konsisten

    antara premis-premisnya. Oleh karena itu, kebenaran burhani  

    ditegakkan atas dasar hubungan antara keputusan baru dengan

    keputusan lain yang telah ada dan diakui kebenarannya serta

    kepastiannya sehingga kebenaran identik, konsisten, dan saling

    berhubungan secara sistematis.

    4. Masyarakat dalam perspektif filsafat pendidikan Islam

    Masyarakat dalam himpunan individu dan kumpulan keluarga

    yang bertempat tinggal pada suatu wilayah tertentu, hidup bersama

    dengan landasan peraturan yang berlaku dalam lingkungannya.

    Masyarakat adalah dinamika dari berbagai cara pandang dan

    variasi perilaku individu sebagai creator kehidupan social yang

    potensial dalam melakukan tindakn sesuai dengan hasratnya masing-masing Jika konsep masyarakat dan budaya berlaku, otomatis

    potensi individual terjebak dalam sistem normatif yang dapat

    menghentikan proses dinamis dari berbagai potensi individual. Oleh

    karena itu, masyarakat adalah sebagai institusi social yang mewadahi

    berbagai tindakkan individu, mempersamakan persepsi tentang

    tujuan berkelompok dan melakukan tugas serta fungsi social sesuai

    dengan kesepakatan yang terjadi lingkungan soaialnya masing-

    masing.

     Adapun dalam kehidupan masyarakat selalu terdapat proses

    kebudayaan yang interaktif, yaitu;

    a. Proses saling belajar dalam berbudaya melalui interaksi dalam

    masyarakat yang terorganisasi atau masyarakat yang kompleks

    b. Proses saling berbagi budaya diantara anggota organisasi

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    43/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 43

    c. Proses saling mewariskan budaya dari generasi ke genarasi atau

    lintas generasi

    d. Proses simbolisasi perilaku yang dipandang representative bagi

    integrasi kultural organisatoris

    e. Proses pembentukkan dan pengintegrasian perilaku sosial

    f. Proses adaptasi dari semua perilaku masyrakat institusional, yang

    memperkuat heterogenitas perilaku, sebaliknya memperlemah

    dinamika persepsi dan tindakkan.

    Dalam persfektif filsafat pendidikan Islam, proses saling belajar

    yang dapat berlaku di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,

    lingkungan masyarakat merupakan perjalanan kebudayaan manusia

    dalam mencerdaskan dirinya, meningkatkan kesadarannya sebagai

    makhluk yang berbudi luhur, makhluk yang belajar memahami

    keinginan manusia yang beragam.

    Masyarakat adalah cermin bagi kehidupan manusia, secara

    filosofis belajar yang paling sempurna adalah belajar dari kehidupan

    masyarakat, sebagaimana Rasullullah SAW. menyarankan untuk

    belajar dari kehidupan pasar karena di pasar ada kejujuran,kebohongan, kegembiraan, kepedihan, dsb. Belajarlah pada

    kejujuran karena dengan itu modal masuk surga.

    Tujuan utama dalam pendidikan Islam, yang diperoleh anak

    didik di bangku sekolah adalah agar dapat dimanfaatkan untuk

    kehidupan masyarakat. Belajar ilmu pengetahuan bertujuan

    membentuk akhlak yang mulia sehingga dengan akhlak yang mulia

    akan terbangun masyarakat yang berakhlak mulia karena kemuliaaan

    masyarakat berawal dari kemuliaan akhlak individu yang

    membangunnya.

    Hal tersebut menggambarkan bahwa konsep masyarakat

    dalam islam berawal dari 4 kondisi sosial yang menjadi faktor

    pendukungnya, yaitu:

    a. Adanya hukum asal bahwa manusia adalah umat yang satu

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    44/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 44

    b. Telah terjadi perpecahan karena adanya perbedaan kepentingan

    individual dan kelempok

    c. Muncul tokoh manusia atau rosul yang membawa risalah dengan

    sumber ajaran yang berasal sesuatu yang diyakini (Tuhan) yang

    bermaksud mendamaikan manusia.

    d. Kunci dari perdamaian manusia adalah interaksi atau silaturrahim

    sebagai puncak keasatuan dalam keragaman, karena adanya

    keragaman maka kehidupan manusia menjadi fungsional.

    Pola interaksi yang dibentuk secara institusional, pertama kali

    dipusatkan pada suatu bangunan yang menjadi tempat

    berkomunikasinya manusia muslim dengan Allah. Oleh karena itulah,

    Rasullullah SAW dalam perjuangan dakwahnya pertama-tama

    membengun mesjid, yakni mesjid nabawi. Mesjid adalah lembaga

    yang membangun interaksi timbale balik dengan kekuatan social dan

    kekuatan emisional keberagaman manusia.

    Bentuk dan lingkungan sosial umat islam ditentukan oleh

    aktifitas keagamaannya sedangkan aktifitas tersebut bergantung

    pada dinamika masyarakat dalam memakmurkan mesjid sebagaipusat budaya muslim. Sejak Zaman nabi Muhammad SAW. sampai

    sekarang, mesjid adalah lembaga yang bukan hanya dijadikan tempat

    ritual, tetapi sebagai tempat bermusyawarah, menimba ilmu,

    menyamakan persepsi tentang kehidupan dunia dan akhirat, serta

    tempat yang sangat tepat untukpusat informasi dan komunikasi

    bermasyarakat.

    Dengan pandangan diatas, kedudukan masyarakat dalam

    filsafat pendidikan Islam dapat disimpulkan sebagai berikut:

    a. Masyarakat adalah sebagai guru bagi semua manusia yang

    memiliki kemauan mengambil pelajaran dari setiap yang terjadi di

    dalamnya.

    b. Masyarakat adalah sebagai subjek yang menilai keberhasilan

    pendidikan.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    45/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 45

    c. Masyarakat adalah tujuan bagi semua anak didik yang telah

    belajar di berbagai lingkungan.

    d. Masyarakat adalah ujian paling sulit bagi aplikasi hasil-hasil

    pendidikan.

    e. Masyarakat adalah cermin keberhasilan atau kegagalan dunia

    pendidikan.

    f. Masyarakat adalah etika dan estetika pendidikan karena norma-

    norma individu berproses menjadi norma sosialdan norma social

    yang disepakati dalam masyarakat merupakan puncak estetika

    kehidupan.Tanpa ada norma sosial yang disepakati,

    sesungguhnya kehidupan tidak indah

    D. Soal

    1. Bagaimana kedudukan alam semesta dalam persepektif

    filsafat pendidikan Islam ?

    2. Bagaimana manusia dalam perspektif filsafat pendidikan

    Islam?

    3. bagaimana ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat

    pendiidikan Islam?4. Bagaimana masyarakat dalam filsafat pendidikan Islam ?

    DAFTAR PUSTAKA

    Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan,  Jakarta, Gaya MediaPratama, 1997.

    Musa Asy’ari, Filsafat Islam, Yogyakarta : LESFI, 2010.

     Ali Saifullah,  Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: UsahaNasional, 1983.

     Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,  Cet. I, Jakarta: LogosWacana Ilmu, 1997

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    46/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 46

    H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam:  Pendekatan Historis,Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.

     A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Editor: TediPriatna, M. Ag, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004.

    BAB V

    HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

    Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya

    awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti “perbuatan” (hal,cara dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa

    Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan

    kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa

    Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan.

    Dalam bahasa Arab, istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah”

    yang berarti pendidikan.4 

    Dalam perkembangannya, istilah pendidikan berarti bimbingan

    atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik

    untuk perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah yang lebih baik.

    Sedangkan hakikat tujuan pendidikan islam itu sendiri adalah untuk

    membentuk insan yang memiliki dimensi religius, berbudaya dan

    berkemampuan ilmiah, dalam istilah lain disebut “insan kamil”. 

    A. Tujuan Pembelajaran Umum

    1. Mahasiswa mampu memahami pengertian pendidikan Islam

    2. Mahasiswa mampu memahami tugas dan fungsi pendidikan

    Islam

    3. Mahasiswa mampu memahami dasar dan tujan pendidikan

    Islam

    B. Tujuan Pembelajaran Khusus

    4 H.Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan

    dan pemikiran Para tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 83. 

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    47/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 47

    1. Mahasiswa dapat mendeskripsikan pengertian pendidikan

    Islam

    2. Mahasiswa dapat membedakan dan memapaparkan tugas dan

    fungsi pendidikan Islam

    3. Mahasiswa dapat menjelaskan dasar dan tujuan pendidikan

    Islam

    C. Uraian Materi

    1. Pengertian pendidikan Islam

    Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya

    mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari

    ketiga istilah tersebut term yang popular digunakan dalam praktek

    pendidikan Islam ialah al-tarbiyah. Sedangkan al-ta’dib dan al-

    ta’lim  jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut

    telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam.

    Istilah al-tarbiyah berasal dari kata rabb. Walaupun kata

    ini memiliki banyak arti, akan tetapi pengertian dasarnya

    menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat,

    mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.Proses pendidikan Islam adalah bersumber pada

    pendidikan yang diberikan Allah sebagai “pendidik” seluruh

    ciptaanNya, termasuk manusia. Pengertian pendidikan Islam yang

    dikandung dalam al-tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan,

    yaitu:

    a. Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang

    dewasa (baligh). 

    b. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.

    c. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan.

    d. Melaksanakan pendidikan secara bertahap.

    Istilah al-ta’lim telah digunakan sejak periode awal

    pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih

    bersifat universal di banding dengan al-tarbiyah maupun al-ta’dib.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    48/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 48

    Misalnya mengartikan al-ta’lim sebagai proses transmisi brbagai

    ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan

    ketentuan tertentu. Melainkan membawa kaum muslimin kepada

    nilai pendidikan tazkiyah an-nafs (pensucian diri) dari segala

    kotoran, sehingga memungkinkannya menerima al-hikmah  serta

    mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui.

    Istilah al-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang

    secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia

    (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala

    sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini,

    pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing kearah

    pengenalan dan pengakuan kepada Tuhan yang tepat dalam

    tatanan wujud dan kepribadiaannya.

    Pada kata al-tarbiyah yang memiliki arti pengasuhan,

    pemeliharaan, dan kaih saying tidak hanya digunakan untuk

    manusia, akan tetapi juga digunakan untuk melatih dan

    memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya.

    Di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah:a. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses

    mengubah tingkah laku individu peserta didik pada

    kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya.

    b. Mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya

    mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik

    hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang

    tinggi dan kehidupan yang mulia.

    c. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan

    atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap

    perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju

    terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil). 

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    49/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 49

    d. Mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang

    diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara

    maksimal sesuai dengan ajaran Islam.

    2. Tugas dan fungsi pendidikan Islam

    a. Tugas Pendidikan Islam 

    Tugas pendidkan islam bersifat continue dan tanpa

    batas. Pendidikan islam merupakan proses tanpa akhir,

    sehingga pendidikan islam merupakan pendidikan yang terus

    menerus yang dikenal dengan istilah “min al-mahdi ila al-lahd”

    atau dalam istilah lain “life long education” pendidikan

    sepanjang hayat.

    Tugas pendidikan Islam pada hakikatnya bertumpu pada

    dua aspek:

    1) Pendidikan tauhid

    Pendidikan tauhid dilakukan dengan pemberian

    pemahaman terhadap dua kaliamat syahadat; pemahaman

    terhadap jenis-jenis tauhid (rububiyah, uluhiyah, asma dan 

    sifat ); ketundukan, kepatuhan dan keikhlasan menjalankan

    islam; dan menghindarkan dari segala bentuk kemusyrikan.

    2) Pendidikan pengembangan tabiat peserta didik

     Adalah mengembangkan tabiat peserta didik agar

    mampu memenuhi tujuan penciptaannya, yaitu beribadahkepada Allah SWT dan menyediakan bekal untuk beribadah

    seperti makan dan minum. Manusia yang sempurna adalah

    mereka yang senantiasa beribadah, baik diniyyah  maupun

    beribadah qauniyah. 

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    50/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 50

    Untuk menelaah tugas-tugas pendidikan agama islam,

    dapat dilihat dari tiga pendekatan. Hal ini dapat dijelaskan

    dibawah ini.

    1. Pendidikan Sebagai Pengembangan Potensi

    Tugas pendidikan islam ini merupakan realisasi dari

    pengertain tarbiyah “al-insya”   yaitu menumbuhkan atau

    mengaktualisasikan potensi. Asumi tugas ini adalah bahwa

    manusia mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan

    sedangkan pendidikan merupakan proses untuk

    menumbuhkembangkan potensi-potensi itu.

     Abdul Mujid menyebutkan tujuh macam potensi bawaan

    manusia, yaitu :

    a.  Al-Fitrah (citra asli)

    Fitrah merupakan citra asli manusia, yang berpotensi

    baik atau buruk dimana aktualisasinya tergantung pilihannya.

    Fitrah adalah citra asli yang dinamis, yang terdapat pada

    sistem-sistem psikopisik manusia, dan dapat diaktualisasikan

    dalam bentuk tingkah laku. Seluruh manusia memiliki fitrahyang sama, meskipun perilakunya berbeda. Fitrah manusia

    yang paling esensial adalah penerimaan terhadap amanah

    untuk menjadi khalifah dan Hamba Allah di muka bumi.

    Jenis fitrah memiliki banyak dimensi, diantaranya:

    1) Fitrah agama

    Sejak di alam roh, manusia telah mempunyai komitmen

    bahwa Allah adalah Tuhannya. Oleh katena itu sejak lahir

    manusia sudah mempunyai naluri atau insting beragama.

    2) Fitrah intelek

    Dengan adanya fitrah intelek ini manusia dapat

    memperoleh pengetahuan dan dapat membedakan antara yang

    baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Karena fitrah

    ini lah pembeda jelas antara manusia dengan hewan.

  • 8/17/2019 modul FPI 1

    51/159

    Modul Filsafat Pendidikan Islam 51

    3) Fitrah sosial

    Manusia cenderung hidup berkelompok yang di dalamnya

    terbentuk suatu ciri-ciri khas yang disebut dengan kebudayaan.

    Tugas pendidikan disini adalah menjadikan kebudayaan

    khususnya islam sebagai proses kurikulum pendidikan islam

    dalam seluruh peringkat dan tahapannya.

    4) Fitrah susila

     Adalah suatu kemampuan manusia mempertahankan diri

    dari sifat-sifat amoral, sifat-sifat yang menyalahi tujuan Allah

    yang menciptakannya. Manusia yang menyalahi fitrah susilanya

    akan berakibat manusia menjadi hina.

    5) Fitrah ek