23
MODUL PENGAYAAN MATERI SANITASI DAN HIGIENE MAKANANTOPIK: Cemaran Kimia dan Sumbernya Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan – Universitas Muhammadiyah Surakarta 2020

MODUL PENGAYAAN MATERI

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MODUL PENGAYAAN MATERI

MODUL PENGAYAAN MATERI

“SANITASI DAN HIGIENE MAKANAN”

TOPIK: Cemaran Kimia dan Sumbernya

Program Studi Ilmu Gizi

Fakultas Ilmu Kesehatan – Universitas Muhammadiyah

Surakarta

2020

Page 2: MODUL PENGAYAAN MATERI

5

Cemaran kimia yang diuraikan dalam Petunjuk ini meliputi cemaran logam

beracun, dioksin, mikotoksin, racun tanaman, racun pada ikan dan kekerangan,

zat kimia beracun akibat proses pengolahan pangan, dan senyawa hasil

migrasi kemasan pangan. Cemaran tersebut dapat berasal dari bahan baku

yang digunakan, peralatan pengolahan dan pengemasan serta akibat proses

pengolahan seperti kukus, rebus, tumis, goreng, panggang dan bakar.

2.1 Cemaran Logam Beracun

Logam beracun adalah istilah yang digunakan untuk logam yang bersifat

toksik/racun. Secara umum logam beracun akan selalu ada pada pangan dalam

jumlah yang sangat rendah. Sumber cemaran logam beracun dapat berasal dari

bahan baku dan lingkungan yang tercemar, termasuk dari

kemasan/pembungkus. Logam beracun yang akan diuraikan dalam petunjuk

ini adalah kadmium (Cd), timah (Sn), timbal (Pb), dan merkuri (Hg). Logam

beracun sulit dikeluarkan dari dalam tubuh manusia dan cenderung ditimbun

dalam jaringan tertentu seperti rambut, tulang dan jaringan lunak lainnya.

2.1.1 Kadmium (Cd)

a. Deskripsi

Kadmium merupakan logam alami dalam kerak bumi yang tidak memiliki rasa

maupun aroma spesifik. Kadmium biasa ditemukan sebagai mineral yang terikat

dengan unsur lain seperti oksigen, klorin, atau sulfur.

b. Sumber/penyebab

Pencemaran Cd pada bahan pangan terjadi melalui lingkungan atau kegiatan

industri, termasuk melalui penggunaan pupuk tanaman, karena Cd dapat

diserap oleh tanaman dan hewan laut. Oleh karena itu, pangan olahan yang

menggunakan bahan baku yang telah mengandung Cd atau yang disimpan

dalam keadaan terbuka dapat berisiko mengandung Cd.

c. Bahaya

Kadmium merupakan bahan kimia karsinogen dan racun kumulatif. Akumulasi

Cd di ginjal dapat berlanjut hingga usia 50-60 tahun, yang dapat mengakibatkan

BAB 1I

CEMARAN KIMIA, BAHAYA DAN SUMBERNYA

Page 3: MODUL PENGAYAAN MATERI

6

gangguan kesehatan seperti antara lain anemia, penurunan fungsi ginjal dan

hati, serta perubahan komposisi mineral pada tulang. Selain itu, akumulasi Cd

juga dapat menyebabkan kanker prostat dan paru-paru.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum Cd pada pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan

POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas

Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan, misalnya:

Jeroan olahan, batas maksimum Cd: 0,5 mg/kg Daging olahan, batas maksimum Cd: 0,3 mg/kg Ikan olahan, kekerangan (bivalve) moluska olahan dan teripang olahan,

udang olahan dan krustasea olahan lainnya, batas maksimum Cd: 0,1 mg/kg.

2.1.2 Timah (Sn)

a. Deskripsi

Timah merupakan logam yang dapat ditempa dan berwarna keperakan.

Timah digunakan sebagai penyalut pelindung tipis pada lempeng baja dan

merupakan komponen dari sejumlah aloi (misalnya kuningan fosfor, logam

senjata, dan solder).

b. Sumber/penyebab

Pencemaran Sn ditemukan pada produk pangan kaleng (buah, sayur, dan

ikan), debu atau asap polusi industri. Pangan berlemak lebih mudah

menyerap Sn. Dengan demikian, pangan olahan dalam kaleng dan pangan

olahan yang menggunakan bahan baku yang telah mengandung Sn atau

yang disimpan dalam keadaan terbuka dapat berisiko mengandung Sn.

c. Bahaya

Timah merupakan bahan kimia yang disebut sebagai mineral beracun

ringan (mildly toxic mineral). Konsumsi pangan yang mengandung Sn

berlebihan dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan yang ditandai

dengan gejala muntah, diare, kelelahan dan sakit kepala. Pada dosis akut

dapat menyebabkan anoreksia, ataksia dan kelemahan otot, serta

pembengkakan usus halus hingga kematian. Konsentrasi Sn antara

150 - 250 µg/g di dalam pangan kaleng dapat mengakibatkan perlukaan

lambung secara akut.

Page 4: MODUL PENGAYAAN MATERI

7

d. Batas Maksimum

Batas maksimum pada pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan

POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas

Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan, misalnya:

Pangan olahan yang diolah dengan proses panas dan dikemas dalam kaleng, batas maksimum Sn: 250,0 mg/kg,

Daging olahan dalam kemasan kaleng, batas maksimum Sn: 200,0 mg/kg,

Minuman dalam kemasan kaleng, batas maksimum Sn: 150,0 mg/kg, Pangan olahan yang tidak dikemas dalam kaleng, batas maksimum

Sn: 40,0 mg/kg.

2.1.3 Timbal (Pb)

a. Deskripsi

Timbal merupakan logam alami yang ditemukan pada tanah. Timbal tidak

berbau dan tidak berasa serta dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa

lain membentuk berbagai senyawa-senyawa timbal, baik senyawa-senyawa

organik seperti timbal oksida (PbO), timbal klorida (PbCl2) atau senyawa

organik seperti timbal tetraetil (tetraethyl lead - TEL) yang mudah menguap.

b. Sumber/penyebab

Pencemaran timbal pada pangan dapat terjadi antara lain melalui

lingkungan seperti polusi asap kendaraan dari bahan bakar bertimbal, debu,

udara, air minum, dan cat usang. Dengan demikian, pangan olahan yang

menggunakan bahan baku yang telah mengandung Pb atau yang disimpan

dalam keadaan terbuka dapat berisiko mengandung Pb.

c. Bahaya

Timbal merupakan logam yang sangat beracun terutama terhadap anak-

anak. Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan dan pangan.

Konsumsi Pb dalam jumlah banyak secara langsung menyebabkan

kerusakan jaringan, termasuk kerusakan jaringan mukosal. Semua sel-sel

yang sedang aktif berkembang sensitif terhadap Pb. Selain itu, Pb juga

dapat merusak syaraf. Pada bayi dan anak-anak, paparan terhadap Pb

yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan otak, penghambatan

pertumbuhan anak-anak, kerusakan ginjal, gangguan pada kecerdasan dan

tingkah laku. Pada orang dewasa, Pb dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah dan gangguan pencernaan, kerusakan ginjal, kerusakan

syaraf, sulit tidur, sakit otak dan sendi, perubahan “mood” dan gangguan

reproduksi.

Page 5: MODUL PENGAYAAN MATERI

8

d. Batas Maksimum

Batas maksimum pada pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan

POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas

Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan, misalnya:

Kekerangan (bivalve) moluska olahan dan teripang olahan, batas maksimum Pb: 1,5 mg/kg

Daging olahan, sirup, batas maksimum Pb: 1,0 mg/kg Buah olahan dan sayur olahan, Produk bakeri, Udang olahan dan

krustasea olahan lainnya, batas maksimum Pb: 0,5 mg/kg Serealia dan produk serealia, dan ikan olahan, batas maksimum

Pb: 0,3 mg/kg Sari buah dan nektar buah, teh, batas maksimum Pb: 0,2 mg/kg.

2.1.4 Merkuri (Hg)

a. Deskripsi

Merkuri merupakan logam cair berwarna putih keperakan, mengkilat dan

tidak berbau. Merkuri merupakan salah satu logam beracun yang

berbahaya dan secara alamiah terdapat di lingkungan. Kebanyakan

senyawa merkuri anorganik berupa serbuk atau larutan berwarna putih

kecuali untuk merkuri sulfida (dikenal sebagai sinabar) yang berwarna

merah dan berubah menjadi hitam apabila terkena cahaya. Umumnya Hg

ditemukan di alam dalam bentuk merkuri metalik, merkuri sulfida, merkuri

klorida dan metil merkuri.

b. Sumber/penyebab

Pencemaran Hg pada bahan pangan dapat terjadi akibat pencemaran

lingkungan tempat budidaya bahan pangan tersebut terutama jenis ikan dan

crustaceae. Dengan demikian, pangan olahan yang menggunakan bahan

baku yang telah mengandung Hg atau yang disimpan dalam keadaan

terbuka dapat berisiko mengandung Hg.

c. Bahaya

Merkuri dalam bahan pangan terutama terdapat pada jenis ikan/crustaceae

yang berasal dari lingkungan yang tercemar. Di dalam tubuh ikan, merkuri

anorganik akan diubah menjadi merkuri organik seperti metil merkuri yang

jauh lebih beracun. Saat manusia menghirup uap Hg, 80% Hg akan

langsung masuk ke dalam darah dari paru-paru dan dengan cepat

menyebar ke organ tubuh lainnya termasuk otak dan ginjal. Menghirup

merkuri organik dapat mempengaruhi otak dan fungsi lainnya, dan akan

menyebabkan bermacam-macam gejala seperti mudah marah, mudah

Page 6: MODUL PENGAYAAN MATERI

9

gemetar, kehilangan sensasi, kesulitan daya ingat, otak yang tidak

terorganisir, dan lain-lain. Apabila kontak dengan kulit, dapat menyebabkan

alergi dan reaksi yang terjadi tergantung daya tahan tubuh seseorang.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum pada pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan

POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas

Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan, misalnya:

Kekerangan (bivalve) moluska olahan dan teripang olahan, udang olahan dan krustasea olahan lainnya, batas maksimum Hg: 1,00 mg/kg

Ikan olahan, batas maksimum Hg: 0,50 mg/kg Tepung dan hasil olahannya, batas maksimum Hg: 0,05 mg/kg Produk bakeri, batas maksimum Hg: 0,05 mg/kg Daging olahan, sari buah, sari buah konsentrat, teh, batas maksimum

Hg: 0,03 mg/kg.

2.2 Dioksin dan Dioksin like PCB

a. Deskripsi

Dioksin merupakan kelompok senyawa yang terdiri dari beberapa senyawa kimia dengan struktur kimia dan karakteristik biologi tertentu. Dioksin terdiri dari 3 kelompok senyawa, yaitu: (1) polychlorinated dibenzo-p-dioxins (PCDDs), (2) polychlorinated dibenzofurans (PCDFs), dan (3) dioxin-like polychlorinated biphenyls (PCBs). Terkadang istilah dioksin mengacu pada dioksin yang paling sering dikaji dan toksik yaitu 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (2,3,7,8-TCDD). Meskipun dioksin dan dioxin-like PCBs menunjukkan sifat toksikologi dan kimia yang mirip, tetapi sumbernya berbeda.

b. Sumber/penyebab

Dioksin terbentuk sebagai hasil produk yang tidak diinginkan karena aktivitas manusia termasuk industri (kimia, metalurgi, proses pembakaran), pemanasan, pertanian, pembakaran dari buangan rumah tangga. Proses alam seperti gunung meletus, dan kebakaran hutan dapat juga menghasilkan dioksin. Dioksin dapat tersimpan dalam tumbuhan dan tanah yang dapat mengkontaminasi pakan dan pangan. Pangan dapat terkontaminasi melalui banyak cara, termasuk secara langsung terpapar dari udara ke daun tanaman yang digunakan sebagai pakan dan tertelannya tanah yang terkontaminasi oleh hewan herbivora. Dengan demikian pangan yang berasal dari hewan merupakan rute dominan sumber paparan dioksin dan dioxin-like PCBs ke dalam tubuh manusia terutama jika mengonsumsi

lemak yang terdapat di dalam ikan, daging dan produk susu.

Page 7: MODUL PENGAYAAN MATERI

10

c. Bahaya

Dioksin (PCDDs) dapat menyebabkan penurunan asupan makanan dan hilangnya berat badan, pendarahan di beberapa organ, penurunan selularitas sumsum tulang dan hilangnya lemak tubuh dan bersandarnya massa otot. Hasil beberapa studi genotoksisitas jangka pendek, menunjukkan bahwa TCDD tidak menyebabkan karsinogenesis.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum dioksin pada pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala

Badan POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas

Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan, misalnya:

Hati olahan, batas maksimum dioksin (2,3,7,8-TCDD): 6,1 pg WHO-PCDD/F-TEQ/g lemak;

Daging olahan, batas maksimum dioksin (2,3,7,8-TCDD): 3 pg WHO-PCDD/F-TEQ/g lemak;

Ikan olahan, batas maksimum dioksin (2,3,7,8-TCDD): 3 pg/g berat basah;

Telur olahan, batas maksimum dioksin (2,3,7,8-TCDD): 0.91 pg WHO-PCDD/F-TEQ/g lemak;

Serealia, batas maksimum dioksin (2,3,7,8-TCDD): 0.46 pg WHO-PCDD/F-TEQ/g lemak.

2.3 Cemaran Mikotoksin

Mikotoksin adalah hasil metabolit sekunder yang bersifat toksik yang

diproduksi oleh berbagai jenis kapang (jamur mikro). Kapang penyebab

mikotosin biasanya tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan suhu dan

kelembaban yang tinggi. Pada umumnya, mikotoksin bersifat stabil dan tahan

terhadap panas, sehingga dapat bertahan pada produk olahan bahan pangan.

Cara untuk mereduksi mikotoksin antara lain menggunakan senyawa basa dan

suhu tinggi secara bersamaan. Mikotoksin, jika terkonsumsi dapat

menyebabkan penyakit kronis maupun akut, akan tetapi risiko terbesar adalah

sebagai penyebab penyakit kronis. Kapang penghasil mikotoksin dapat tumbuh

pada komoditas pertanian di lapangan ataupun yang disimpan di dalam

gudang. Mikotoksin yang akan diuraikan dalam petunjuk ini adalah aflatoksin,

okratoksin A (OTA), deoksinivalenol (DON) dan fumonisin.

Page 8: MODUL PENGAYAAN MATERI

11

2.3.1 Aflatoksin

a. Deskripsi

Aflatoksin merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh antara lain

Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Aflatoksin yang paling sering

dijumpai adalah aflatoksin B1, B2, G1 dan G2, dan yang paling toksik adalah

aflatoksin B1. Selain itu, terdapat aflatoksin M1 dan M2 yang dihasilkan jika

sapi atau hewan ruminansia lainnya memakan pakan yang terkontaminasi

oleh aflatoksin B1 atau B2. Aflatoksin M1 dan M2 ini kemudian disekresikan

melalui susu yang dihasilkan hewan tersebut. Bila susu tersebut diolah,

maka produk olahannya dapat mengandung aflatoksin M1 dan atau M2.

b. Sumber/penyebab

Kapang penyebab aflatoksin mudah tumbuh pada bahan pangan seperti

sereal, kacang-kacangan, jagung, rempah-rempah, dan kopra. Selain itu

susu dapat juga tercemar oleh aflatoksin M1 dan M2. Dengan demikian,

produk olahan yang dibuat dari bahan–bahan tersebut dapat berisiko

mengandung aflatoksin.

c. Bahaya

Aflatoksin B1 merupakan bahan kimia karsinogen paling potensial yang

termasuk Kelas 1A yaitu senyawa yang dapat menyebabkan kanker

menurut International Agency for Research on Cancer (IARC). Aflatoksin

dosis tinggi dapat menyebabkan efek akut dan berujung pada kematian.

Sedangkan efek kronisnya, aflatoksin adalah sebagai penyebab mutagenik

(perubahan gen), teratotegik (kerusakan pada fetus) dan karsinogenik

(penyebab kanker). Efek mutagenik maupun karsinogenik dapat terjadi pada

organ-organ tubuh seperti hati, paru-paru, dan ginjal. Hati merupakan

bagian yang paling parah menderita kerusakan akibat mengonsumsi

pangan yang mengandung aflatoksin, mulai dari hepatitis kronik,

pembesaran hati, penyakit kuning, sirosis hati hingga kanker hati. Aflatoksin

juga berperan dalam menyebabkan kwasiorkor dan dapat mengganggu

sistem kekebalan tubuh (imunosupresif) pada manusia dan hewan.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum pada pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan

POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas

Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan, misalnya: produk

olahan kacang-kacangan dan produk olahan jagung, batas maksimum

aflatoksin B1: 15 mcg/kg dan aflatoksin total: 20 mcg/kg.

Page 9: MODUL PENGAYAAN MATERI

12

2.3.2 Okratoksin A (OTA)

a. Deskripsi

Okratoksin A (OTA) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh kapang

antara lain Aspergillus ochraceus dan Penicilium verrucosum.

b. Sumber/penyebab

Kapang penyebab OTA mudah tumbuh pada bahan pangan seperti jagung,

sereal, kopi, buah kering, kakao dan kacang-kacangan. Dengan demikian,

produk olahan yang dibuat dari bahan–bahan tersebut dapat berisiko

mengandung OTA.

c. Bahaya

Okratoksin A merupakan bahan kimia yang menyebabkan efek sitotoksin

dan penyebab kerusakan pada hati dan ginjal (akut maupun kronis).

Okratoksin A dapat pula menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan

untuk sejumlah spesies mamalia dan bersifat genotoksik.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum pada pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan

POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas

Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan, misalnya:

Produk olahan serealia sebagai bahan baku, batas maksimum OTA: 5 mcg/kg

Produk olahan serealia siap konsumsi, batas maksimum OTA: 3 mcg/kg

2.3.3 Deoksinivalenol (DON)

a. Deskripsi

Deoksinivalenol (DON, vomitoksin) adalah mikotoksin yang diproduksi oleh

antara lain kapang Fusarium graminearum (Gibberella zeae) dan

F. culmorum.

b. Sumber/penyebab

Kapang penghasil DON banyak terdapat pada tanaman biji-bijian seperti

gandum, jagung, sorgum dan beras. Dengan demikian, produk olahan yang

dibuat dari bahan–bahan tersebut dapat berisiko mengandung DON.

Page 10: MODUL PENGAYAAN MATERI

13

c. Bahaya

Deoksinivalenol dapat berefek negatif terhadap sistem kekebalan tubuh.

Gejala yang ditimbulkan oleh konsumsi gandum yang mengandung DON

adalah sakit perut, pusing, sakit kepala, iritasi pada tenggorokan, mual,

muntah, diare dan diare berdarah.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum pada pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan

POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas

Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan, misalnya:

Produk olahan jagung dan gandum sebagai bahan baku, batas maksimum DON: 1000 mcg/kg

Pasta dan mi serta produk sejenisnya, batas maksimum DON: 750 mcg/kg

Produk olahan terigu siap konsumsi (pastri, roti, biskuit, makanan ringan), batas maksimum DON: 500 mcg/kg.

2.3.4 Fumonisin

a. Deskripsi Fumonisin merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh antara lain Fusarium

moniliforme (F.verticillioides) dan F. proliferatum. Terdapat lebih dari 10 tipe

fumonisin antara lain fumonisin B1 (FB1), FB2 dan FB3. Adapun yang

sering ditemukan pada jagung yaitu FB1 dan merupakan fumonisin yang

paling toksik. Mikotoksin ini sering terdapat bersamaan dengan mikotoksin

lain seperti aflatoksin, DON dan zearalenon.

b. Sumber/penyebab

Kapang penyebab fumonisin mudah tumbuh pada jagung, beras dan

sorgum. Konsentrasi fumonisin pada beras dan sorgum lebih rendah

dibandingkan dengan jagung. Dengan demikian, produk olahan yang dibuat

dari bahan–bahan tersebut dapat berisiko mengandung fumonisin.

c. Bahaya

Studi terhadap hewan percobaan telah menunjukkan bahwa fumonisin

dapat menyebabkan gangguan kesehatan dengan gejala hilang nafsu

makan dan lesu. Gangguan kesehatan yang ditimbulkannya antara lain

adalah gangguan pada: saraf, perkembangan karsinoma hepatoseluler,

janin tikus, udema pada otak dan peradangan pada organ hati. Akan tetapi,

belum ada bukti efek fumonisin terhadap kesehatan manusia. Namun

Page 11: MODUL PENGAYAAN MATERI

14

diperkirakan terdapat hubungan antara konsumsi jagung yang tinggi di

beberapa daerah di dunia dengan terjadinya kanker esofagus.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum pada pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan

POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas

Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan, misalnya:

Produk olahan jagung sebagai bahan baku, batas maksimum Fumonisin B1+B2: 2000 mcg/kg

Produk olahan jagung siap konsumsi, batas maksimum Fumonisin B1+B2: 1000 mcg/kg.

2.4 Racun Tanaman (Asam Sianida - HCN)

Racun tanaman yang banyak menimbulkan masalah dalam keamanan

pangan adalah asam sianida (HCN).

a. Deskripsi

Asam sianida adalah senyawa kimia yang sangat beracun. Senyawa ini

tidak berwarna, berasa pahit, beraroma kacang almond dan bersifat mudah

terbakar serta dapat bercampur baik dengan udara dan air.

b. Sumber/penyebab

Asam sianida terdapat pada singkong dan rebung dimana kadarnya

tergantung dari jumlah racun glikosida sianohidrin yang dapat membentuk

HCN. Kandungan HCN pada singkong atau rebung yang berasa pahit lebih

tinggi dibandingkan pada singkong atau rebung tidak pahit.

c. Bahaya

Asam sianida sangat mudah masuk ke dalam sistem pencernaan dan

sangat cepat berdifusi pada jaringan ke dalam sistem pencernaan, sehingga

HCN pada dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti mual, muntah,

sakit kepala, penyempitan saluran pernafasan, bahkan dapat menimbulkan

kematian.

d. Batas Maksimum

Pada singkong mentah dan rebung yang pahit kadar HCN–nya ebih besar

dari 50 mg/kg sedangkan singkong mentah dan rebung yang tidak pahit

kadarnya lebih kecil dari 50 mg/kg. Pada singkong dan rebung yang sudah

Page 12: MODUL PENGAYAAN MATERI

15

diolah, kadar HCN-nya lebih rendah daripada bahan mentahnya. Dosis HCN

yang masih dapat ditoleransi tubuh adalah 1 mg/kg BB relatif/hari.

2.5 Racun pada Ikan dan Kekerangan

Racun alami yang terdapat pada ikan dan kekerangan yang dapat

membahayakan kesehatan antara lain tetrodotoksin dan skombrotoksin.

2.5.1 Tetrodotoksin

a. Deskripsi

Tetrodotoksin (TTX) adalah suatu neurotoksin yang berasal dari bakteri

yang berasimilasi ke dalam jaringan ikan buntal (pupper fish) dan beberapa

hewan lainnya. Tetrodotoksin merupakan racun nonprotein, tahan panas

(kecuali di lingkungan alkali) dan larut dalam air.

b. Sumber Sumber TTX antara lain terdapat pada ikan buntal, kodok atelopus, gurita

cincin biru, bintang laut, gastropoda, telur kepiting, mola-mola, ikan toa

(toadfish), dan beberapa spesies salamander.

c. Bahaya

Tetrodotoksin dapat menyebabkan kelumpuhan dengan cepat dan bahkan

kematian. Gejala keracunan pertama terjadi 15 menit sampai beberapa jam

setelah TTX tertelan. Gejala awal terjadi kekakuan pada bibir dan lidah,

diikuti dengan mati rasa, pengeluaran air liur, mual, muntah, dan diare

dengan sakit perut. Kelumpuhan otot saluran pernafasan dapat terjadi

selama lebih kurang 4 - 24 jam setelah mengonsumsi pangan yang

mengandung TTX. Pada akhirnya dapat terjadi gagal jantung; dan

kerusakan saraf pusat yang menyebabkan koma dan kejang. Kematian

dapat terjadi dalam waktu 4 - 6 jam setelah terjadi kelumpuhan otot

pernafasan.

d. Batas Maksimum

Takaran TTX yang dapat menyebabkan kematian pada manusia

diperkirakan sebanyak 2 mg. Namun demikian, takaran tersebut dapat

bervariasi berdasarkan umur, kondisi kesehatan, dan kepekaan terhadap

toksin.

Page 13: MODUL PENGAYAAN MATERI

16

2.5.2 Skombrotoksin

a. Deskripsi Skombrotoksin/racun scombroid disebut juga racun histamin. Produksi

histamin pada ikan dapat terbentuk dengan cepat terutama jika disimpan

pada suhu kamar (28 - 320C) selama 3 - 4 jam. Semakin tinggi suhu, dan

semakin lama disimpan, semakin tinggi produksi histamin yang dihasilkan.

b. Sumber

Perubahan histidin menjadi histamin atau biogenik amin lainnya dapat

disebabkan karena bakteri terutama dari golongan Enterobacteriaceae yang

menghasilkan enzim dekarboksilase. Histamin banyak terbentuk pada ikan

famili Scombridae (tuna dan mackerel), dan lumba-lumba atau mahi-mahi.

Produk olahan yang dapat mengandung skombrotoksin adalah antara lain

ikan fermentasi, berbagai jenis keju, minuman beralkohol, sayuran

fermentasi, buah-buahan, sayuran, produk kedelai.

c. Bahaya

Gejala keracunan skombrotoksin berlangsung cepat dan biasanya terjadi

dalam 10 menit hingga 4 jam setelah mengonsumsi ikan yang tercemar.

Gejala keracunan histamin antara lain: mual, muntah, diare, keram perut,

tekanan darah rendah, sakit kepala, perasaan geli (tingling), susah

bernafas, rasa panas ketika membasuh wajah, gelisah, dan wajah berwarna

gelap seperti habis terbakar.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum skombrotoksin yang dapat diterima belum ditetapkan

disebabkan senyawa kimia yang terlibat belum diketahui secara jelas pada

setiap kejadian. Food and Drug Administration (FDA) Amerika telah

menetapkan kadar histamin yang masih dapat diterima adalah 50 mg/100 g.

2.6 Zat Kimia Beracun Akibat Pengolahan Pangan

Zat kimia beracun akibat pengolahan pangan merupakan bahan kimia

yang keberadaannya dalam pangan tidak dikehendaki dan kebanyakan

terbentuk karena proses pengolahan. Cemaran tersebut antara lain

benzo[a]piren; kloropropanol (3-Monokloropropan-1,2-diol (3-MCPD) dan

1,3-Dikloropropan-2-ol (1,3-DCP); akrilamida; asam lemak trans; dan senyawa

hasil degradasi minyak goreng.

Page 14: MODUL PENGAYAAN MATERI

17

2.6.1 Benzo[a]piren

a. Deskripsi Benzo[a]piren termasuk senyawa golongan Polycyclic Aromatic

Hydrocarbons (PAHs). Benzo[a]piren merupakan cemaran yang ada

dimana-mana di dalam lingkungan sebagai hasil dari pembakaran yang

tidak sempurna bahan organik yang mengandung karbon dan hidrogen.

Senyawa PAHs banyak berasal dari udara, air, tanah dan terdapat pada

asap kendaraan bermotor, asap pabrik, asap rokok, asap pembakaran

arang, asap hasil kebakaran hutan, aspal petroleum, beberapa pelarut

komersial, bahan pengawet kayu, dan juga hasil pirolisis karbohidrat, asam

amino, serta asam lemak.

b. Sumber/penyebab

Sumber kontaminasi benzo[a]piren pada pangan antara lain akibat

pengolahan pangan seperti pemanggangan dengan arang, pengasapan,

pengeringan dan penggunaan bahan tambahan pangan seperti perisa asap.

Benzo[a]piren yang terdapat pada pangan terjadi akibat adanya proses

pengolahan yang menggunakan suhu tinggi seperti pemanggangan dan

penggorengan, maupun akibat kontaminasi atau polusi dari udara. Semakin

tinggi kadar lemak, semakin tinggi pembentukan benzo[a]piren pada proses

pembakaran bahan pangan. Pembentukan benzo[a]piren terjadi pada suhu

diatas 300oC. Suhu oven yang normal berkisar sekitar 200

oC.

c. Bahaya

Benzo[a]piren bersifat karsinogenik pada manusia yang menurut klasifikasi

IARC (International Agency for Research on Cancer) termasuk kelas 1

(carsinogenic to human).

d. Batas Maksimum

Batas maksimum pada pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan

POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas

Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan, misalnya:

Kekerangan olahan, batas maksimum Benzo[a]piren: 10 mcg/kg Daging asap olahan, Ikan olahan, Krustase olahan dan sefalopoda

olahan selain yang diasapkan, batas maksimum Benzo[a]piren: 5 mcg/kg

Ikan olahan, selain ikan asap, batas maksimum Benzo[a]piren: 2 mcg/kg

Page 15: MODUL PENGAYAAN MATERI

18

2.6.2 Kloropropanol (3-Monokloropropan-1,2-diol (3-MCPD) dan 1,3-Dikloropropan-2-ol (1,3-DCP)

a. Deskripsi

Kloropropanol adalah senyawa kimia yang terbentuk ketika gliserol bereaksi

dengan klorin dalam suasana asam. Kloropropanol utama adalah 3-MCPD

dan 1,3-DCP yang merupakan akibat proses hidrolisis protein nabati

menggunakan asam. Proses penghilangan lemak dari protein nabati melalui

proses hidrolisis dengan HCl menghasilkan 3-MCPD dan 1,3-DCP dalam

jumlah yang signifikan.

b. Sumber/penyebab

Pangan yang banyak mengandung kloropropanol adalah kecap hasil

hidrolisis asam. Kemungkinan sumber cemaran kloropropanol pada kecap

yaitu:

Penambahan asam yang digunakan untuk hidrolized vegetable protein (acid-HVP)

hidrolisis asam dari sebagian atau seluruh kacang kedelai/gandum proses pemanggangan gandum 3-MCPD dapat ditemukan di dalam air minum sebagai kontaminan

dalam kopolimer epiklorhidrin / amina yang digunakan sebagai bahan flokulan atau koagulan dalam pengolahan air.

c. Tahapan proses yang diduga sebagai sumber pembentukan 3-MCPD

adalah: sudah ada secara alamiah di bahan baku penyimpanan bahan baku atau produk jadi penggunaan air berklorinasi untuk pencucian perlakuan pemanggangan, penguapan, fermentasi, pembentukan malt,

pasteurisasi, pengasapan, pengeringan semprot, sterilisasi, pemanasan ultra, pembakaran, pendidihan, pengeringan, dan lain-lain.

d. Bahaya

Pada tahun 1988, EC Scientific Committee on Foods (SCF) menyatakan

bahwa kloropropanol khususnya 1,3-DCP merupakan karsinogen

genotoksik yang dapat menyebabkan kanker dengan merusak secara

langsung materi genetik. Komite menyimpulkan bahwa 3-MCPD dan

1,3-DCP merupakan kontaminan yang tidak diinginkan dalam pangan dan

jumlahnya dalam protein nabati terhidrolisa harus dikurangi sampai jumlah

serendah mungkin yang dapat dicapai oleh pengolahan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tikus jantan, 3-MCPD memiliki efek

menghambat fertilitas, namun bersifat dapat pulih (reversibel). Pada studi

Page 16: MODUL PENGAYAAN MATERI

19

in vitro, 3-MCPD bersifat genotoksik, namun studi secara in vivo hasilnya

negatif.

e. Batas Maksimum

Batas maksimum 3-MCPD pada pangan telah diatur dalam Peraturan

Kepala Badan POM No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang

Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan,

misalnya:

(i) 3-MCPD

Semua makanan yang mengandung protein nabati terhidrolisis secara asam (makanan padat), batas maksimum 3-MCPD: 50 mcg/kg

Semua makanan yang mengandung protein nabati terhidrolisis secara asam (makanan cair), batas maksimum 3-MCPD: 20 mcg/kg.

(ii) 1,3-DCP

Saus kedelai dan saus tiram , batas maksimum 1,3-DCP: 5 mcg/kg

dihitung berdasarkan 40% total padatan.

2.6.3 Akrilamida

a. Deskripsi

Akrilamida (2-propenamida) merupakan senyawa monomer yang berbentuk

kristal putih, tidak berbau, bersifat larut dalam: air, etanol dan aseton serta

memiliki suhu lebur 84,5oC. Senyawa ini mudah membentuk polimer pada

saat meleleh. Akrilamida digunakan sebagai bahan untuk sintesis

poliakrilamida. Poliakrilamida digunakan sebagai koagulan untuk

menjernihkan air, pembuatan kertas, plastik, dan lain-lain. Akrilamida bukan

merupakan senyawa alami sehingga semua akrilamida yang ada di

lingkungan merupakan akrilamida sintetik yang terpapar ke lingkungan.

b. Sumber/penyebab

Akrilamida terbentuk di dalam berbagai bahan pangan, ketika bahan pangan

yang kaya karbohidrat (kentang, kopi, rerotian, dan sebagainya) dimasak

pada suhu tinggi (lebih dari 120oC) dan kelembaban rendah seperti pada

penggorengan, pemanggangan, penyanggraian, dan pembakaran. Contoh

produknya adalah keripik kentang dan kentang goreng.

Mekanisme utama pembentukannya adalah reaksi antara gula pereduksi

(misalnya glukosa) dengan asam amino asparagin dan terjadi selama reaksi

pencoklatan non enzimatis (reaksi Maillard). Gula pereduksi dan asparagin

secara alami terdapat di dalam berbagai bahan pangan dengan konsentrasi

Page 17: MODUL PENGAYAAN MATERI

20

yang bervariasi. Sehingga, kadar akrilamida di dalam suatu produk pangan

akan sangat tergantung pada komposisi awal bahan pangan dan kondisi

pemasakannya. Pada suhu yang lebih tinggi dan waktu pengolahan yang

lebih lama, maka akrilamida yang terbentuk akan semakin banyak. Selain

itu, pembentukan akrilamida meningkat tajam seiring dengan penambahan

gula pereduksi. Akrilamida dapat pula terbentuk melalui reaksi

3-aminopropionamida.

Proses pemasakan dengan perebusan atau pengukusan tidak

menyebabkan peningkatan kadar akrilamida.

c. Bahaya

Akrilamida bersifat karsinogenik pada manusia yang menurut klasifikasi

IARC (International Agency for Research on Cancer) termasuk Kelas 2A

yaitu kemungkinan besar dapat menyebabkan kanker pada manusia

(Probably carcinogenic to humans). Disamping itu akrilamida dapat merusak

syaraf dan mengganggu kesuburan (fertilitas).

d. Batas Maksimum

WHO belum menetapkan standar konsentrasi akrilamida di dalam pangan

yang dapat menyebabkan risiko kesehatan pada manusia, juga tidak

menyarankan seseorang mengubah pola makannya untuk menghindari

akrilamida tetapi lebih menyarankan konsumen untuk mengonsumsi

makanan dengan menu yang sehat dan seimbang, termasuk didalamnya

mengonsumsi produk gorengan dan produk berlemak lainnya secara tidak

berlebihan. Masyarakat Ekonomi Eropa (EU), telah menetapkan nilai

indikatif untuk kadar akrilamida pada beberapa jenis pangan olahan,

sebagai salah satu indikator untuk melakukan investigasi jalur pembentukan

akrilamida dan untuk mereduksi kadar akrilamida dalam pangan olahan.

Nilai indikatif beberapa jenis pangan antara lain:

- Kentang goreng (french fries), nilai indikatif : 600 µg/kg - Keripik kentang, nilai indikatif: 1000 µg/kg - Roti manis (soft bread), nilai indikatif: 150 µg/kg

- Sereal untuk sarapan, nilai indikatif: 400 µg/kg - Biskuit, kreker, wafer, roti kering, kecuali roti jahe, nilai indikatif:

500 µg/kg.

Page 18: MODUL PENGAYAAN MATERI

21

2.6.4 Asam Lemak Trans (ALT)

a. Deskripsi

Asam lemak trans (ALT) adalah isomer geometris dari asam lemak tidak jenuh tunggal atau jamak yang memiliki ikatan rangkap karbon non konjugasi, dalam konfigurasi trans. Secara alami, asam lemak trans tidak ada atau sangat sedikit keberadaannya, tetapi dapat terbentuk pada proses pengolahan tertentu.

b. Sumber/penyebab

Pembentukan ALT dapat terjadi pada saat proses penggorengan bahan

pangan dan pada proses pembuatan mentega/margarin yang menggunakan

teknik hidrogenasi parsial. Pada proses penggorengan, minyak dipanaskan

secara terus menerus pada suhu tinggi dan adanya oksigen mengakibatkan

terjadi reaksi oksidasi asam lemak tidak jenuh. Berdasarkan penelitian

Sartika (2009), ALT baru terbentuk setelah proses penggorengan (deep

frying) pengulangan ke-2 dengan suhu 200oC dan kadarnya meningkat

sejalan dengan pengulangan penggunaan minyak. Kadar ALT pada minyak

goreng pengulangan kedua yang digunakan untuk menggoreng singkong

selama 30 menit adalah 0,37% b/b, sedangkan pada minyak yang

digunakan untuk menggoreng daging (suhu 200oC) sebesar 0,13% b/b.

Kadar ALT terus meningkat pada pengulangan ke-3 dan ke-4 serta

penambahan waktu menggoreng.

Adapun pembentukan ALT pada proses hidrogenasi parsial disebabkan

oleh perubahan konfigurasi sebagian ikatan rangkap dari bentuk cis

(alaminya) menjadi bentuk trans. Tujuan dari proses hidrogenasi parsial

adalah untuk mengubah minyak nabati yang bersifat tidak jenuh menjadi

jenuh agar lebih stabil dalam arti lebih tahan terhadap reaksi ketengikan dan

tetap padat pada suhu ruang. Margarin dan shortening, walau tidak semua,

adalah produk minyak lemak yang banyak dibuat dengan teknik hidrogenasi

parsial.

c. Bahaya Asam lemak trans (ALT) dapat menaikkan kadar Low Density Lipoprotein

(LDL) dan menurunkan kadar High Density Lipoprotein (LDL) darah. Asam

lemak trans juga dapat mengurangi kemampuan tubuh mengendalikan gula

darah karena dapat mengurangi respon terhadap hormon insulin.

d. Batas Maksimum

Hingga saat ini belum ada peraturan mengenai batas maksimum ALT pada

pangan. Akan tetapi, pada April 2004, FDA merekomendasikan tingkat

Page 19: MODUL PENGAYAAN MATERI

22

konsumsi dari ALT adalah kurang dari 1% dari total energi (setara dengan

kurang dari 2 gram ALT / hari untuk diet 2000 kilokalori).

2.6.5 Senyawa Hasil Degradasi Minyak Goreng seperti Aldehida, Keton, Peroksida

a. Deskripsi

Senyawa hasil degradasi minyak goreng seperti peroksida, aldehida, keton,

hidrokarbon dan polimer terdapat pada minyak goreng yang telah digunakan

untuk menggoreng bahan pangan. Senyawa-senyawa ini merupakan

turunan asam lemak dan gliserol yang terdapat pada minyak goreng.

b. Sumber/penyebab

Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada

suhu tinggi 170-180oC dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi yang

menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton,

aldehida dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses-proses

tersebut menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Senyawa-senyawa

ini bersifat reaktif sehingga mudah bereaksi dengan pangan dan menempel

pada pangan yang digoreng. Minyak yang sudah lama digunakan untuk

menggoreng mengandung senyawa-senyawa tersebut dalam jumlah tinggi.

Jika minyak goreng tersebut masih digunakan untuk menggoreng bahan

pangan, maka produk gorengannya mengandung senyawa tersebut dalam

jumlah tinggi.

c. Bahaya

Senyawa hasil degradasi minyak goreng bersifat toksik. Senyawa-senyawa

ini juga dapat membentuk radikal bebas di dalam tubuh yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan. Diantara senyawa-senyawa ini bahkan

ada kemungkinan menyebabkan kanker. Dengan demikian, menggoreng

pangan dengan menggunakan minyak goreng bekas (yang sudah

digunakan berulang-ulang) dapat menghasilkan makanan yang tidak sehat.

d. Batas maksimum

Sampai saat ini belum diketahui batas maksimum senyawa hasil degradasi

minyak goreng yang dapat ditoleransi. Disamping itu, belum ada regulasi

yang mengatur tentang batas maksimum yang diizinkan pada produk

pangan. Mengingat risiko bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh

senyawa hasil degradasi minyak goreng yang sudah dibuktikan secara

Page 20: MODUL PENGAYAAN MATERI

23

ilmiah, maka perlu diupayakan untuk menggunakan minyak goreng secara

bijak dalam proses penggorengan pangan.

2.7 Senyawa Kimia Beracun Akibat Migrasi Komponen Kemasan Pangan

Kemasan pangan dapat dibuat dari berbagai jenis bahan antara lain

keramik, kertas, plastik, karet, gelas dan kayu. Dari berbagai jenis bahan

tersebut plastik dan kertas merupakan bahan kemasan pangan yang paling

banyak digunakan. Plastik tersusun dari berbagai jenis komponen penyusun

dan diantara komponen ini terdapat zat yang berbahaya bagi kesehatan. Bahan

plastik yang sering digunakan antara lain polikarbonat (PC), polistirena (PS –

kaku dan foam), polivinil klorida (PVC), polietilena (PE), polipropilen (PP),

polietilen teftalat (PET) dan melamin (melamin-formaldehida). Dari berbagai

jenis plastik tersebut terdapat berbagai jenis bahan berbahaya yang terkandung

dalam jenis-jenis plastik tersebut, antara lain Bisphenol A (BPA), Stirena,

Monomer vinil klorida dan senyawa ftalat, dan formaldehida.

2.7.1 Bisphenol A (BPA)

a. Deskripsi

Bisphenol A (4,4‟-dihidroksifenil 2,2‟-propan) merupakan monomer

penyusun polikarbonat. Plastik polikarbonat banyak digunakan sebagai

wadah pangan seperti botol susu, botol minuman atau botol galon air

minum.

b. Sumber/penyebab

Bisphenol A dari wadah dapat terlepas dan berpindah ke dalam pangan.

Selain itu senyawa sejenis BPA yaitu senyawa epoksi lain digunakan

sebagai lapisan tipis dari kemasan kaleng, untuk mengurangi kontak antara

logam dengan pangan yang dikemas.

c. Bahaya Bisphenol A memberikan efek “mimic” (menyerupai) estrogen, yang dapat

menyebabkan gangguan hormon. Percobaan pada hewan menunjukkan

timbulnya gangguan kesehatan berupa kanker prostat dan payudara;

kegemukan; hiperaktif; infertilitas; diabetes; dan gangguan sistem

kekebalan. Bayi dan anak-anak merupakan pengguna utama botol susu dan

tubuhnya baru berkembang dan sistem detoksifikasi di dalam hati belum

Page 21: MODUL PENGAYAAN MATERI

24

sempurna sehingga perlu mendapat banyak perhatian untuk pemilihan botol

susunya.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum BPA yang bermigrasi ke dalam pangan telah diatur dalam

Peraturan Kepala Badan POM No HK.03.1.23.07.11.6664 tentang

Pengawasan Kemasan Pangan Tahun 2011, ditetapkan bahwa batas

maksimum migrasi BPA dari botol susu adalah 0,3 ppm dan untuk botol

minum/galon/peralatan makan-minum lainnya 0,6 ppm.

2.7.2 Stirena

a. Deskripsi

Stirena berbentuk gas, salah satu produk dari industri minyak bumi,

merupakan monomer penyusun polistiren (PS) baik yang kaku maupun

yang berbentuk foam (misalnya styrofoam).

b. Sumber/penyebab

Dalam pembuatan plastik PS sebagai wadah pangan terdapat sisa stirena

yang terikat di dalam material plastiknya dan ketika digunakan sebagai

wadah pangan dapat lepas ke dalam pangan. Stirena juga ditemukan dalam

bahan alam lain seperti cengkeh. Senyawa ini mudah larut dalam minyak,

sehingga penggunaan kemasan PS untuk pangan berminyak perlu

dikurangi apalagi dalam keadaan panas.

c. Bahaya

Stirena menurut IARC merupakan karsinogen Kelas 2B yaitu diduga

karsinogen pada manusia (Possibly carcinogenic to humans) dan seperti

senyawa yang mengandung cincin benzena lainnya, jalur metabolismenya

melalui pembentukan epoksi dan hal inilah yang perlu diperhatikan.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum stirena yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Badan

POM No. HK.03.1.23.07.11.6664 tentang Pengawasan Kemasan Pangan

Tahun 2011 adalah batas maksimum residu monomer PS di dalam bahan

kemasan PS sebesar 5000 ppm.

Page 22: MODUL PENGAYAAN MATERI

25

2.7.3 Monomer Vinil Klorida (VCM) dan Senyawa Ftalat

a. Deskripsi

Monomer vinil klorida adalah monomer penyusun polivinil klorida (PVC)

merupakan gas, salah satu produk dari industri minyak bumi. Senyawa ftalat

adalah kelompok senyawa biftalat dengan variasi rantai karbon, antara lain

dietil heksil ftalat (DEHP) yang lebih dikenal sebagai DOP, diiso nonil ftalat

(DINP), diiso desil ftalat (DIDP), dibutil ftalat (DBP) dan butil benzil ftalat

(BBP). Fungsi senyawa ftalat adalah untuk melunakkan PVC yang keras

dan kaku dan biasanya digunakan dalam jumlah yang banyak (sampai

40%).

b. Sumber/penyebab

Keberadaan VCM di dalam pangan dikarenakan terjadinya migrasi residu

VCM dari kemasan PVC. Senyawa ini mudah larut dalam minyak dan

pelarut organik lainnya, sehingga tidak dianjurkan menggunakan

pembungkus PVC untuk pangan berminyak, terlebih dalam keadaan panas.

c. Bahaya

Monomer vinil klorida merupakan senyawa yang berbahaya dan menurut

IARC dikelompokkan sebagai karsinogen Kelas 1 (terbukti menimbulkan

kanker pada manusia). Meskipun demikian keberadaannya di dalam pangan

sangat kecil karena sifat PVC yang cukup stabil. Sebetulnya bahaya dari

plastik PVC ini lebih dikarenakan sifat fisik PVC yang tidak stabil terhadap

cahaya dan sangat kaku, sehingga berturut-turut memerlukan bahan

penstabil dan bahan pelunak/pemlastik. Senyawa penstabil PVC telah

banyak berkembang sehingga saat ini banyak digunakan campuran

senyawa kalsium karbonat dan timah yang lebih aman dari pada bahan

penstabil sebelumnya. Sedangkan bahan pelunak perlu mendapat

perhatian, karena penggunaannya dalam jumlah besar dan bahaya

utamanya adalah mengganggu sistem hormonal pada hewan atau manusia.

d. Batas Maksimum

Batas maksimum VCM dan senyawa ftalat yang ditetapkan dalam Peraturan

Kepala Badan POM No HK.03.1.23.07.11.6664 tentang Pengawasan

Kemasan Pangan Tahun 2011 adalah batas maksimum residu VCM di

dalam bahan kemasan adalah 1 ppm. Sedangkan untuk senyawa ftalat

sebagai bahan pemlastis, pembatasannya adalah sebagai berikut:

Page 23: MODUL PENGAYAAN MATERI

26

No Nama bahan Batas migrasi (ppm)

1. Butil benzil ftalat – BBP 30

2. Dietilheksil ftalat – DEHP 1,5

3. Dibutil ftalat – DBP 0,3

4. Diisononil ftalat – DINP

(campuran dengan > 60% DINP)

9 (terhadap DINP)

5. Diisodesil ftalat – DIDP

(campuran dengan > 90% DIDP)

9 (terhadap DIDP)

2.7.4 Formaldehida

a. Deskripsi

Formaldehida adalah monomer penyusun plastik melamin. Melamin adalah

hasil polimerisasi triazin (melamin) dengan formaldehida dan biasanya lebih

stabil. Selain itu dikenal plastik urea-formaldehida („melamin‟ palsu), yang

merupakan hasil polimerisasi urea dan formaldehida yang kurang stabil dan

lebih mudah melepaskan formaldehida.

b. Sumber/penyebab

Keberadaan melamin di dalam pangan merupakan akibat dari terlepasnya

senyawa formaldehida dari wadah melamin. Formaldehida dari melamin

terlepas baik dalam media air, asam maupun minyak.

c. Bahaya

Formaldehida merupakan senyawa yang berbahaya dan menurut IARC

dikelompokkan sebagai karsinogen Kelas 1 (terbukti menimbulkan kanker

pada manusia).

d. Batas Maksimum

Batas maksimum Formaldehid yang bermigrasi ke dalam pangan telah

diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM No HK.03.1.23.07.11.6664

tentang Pengawasan Kemasan Pangan Tahun 2011, ditetapkan bahwa

batas maksimum migrasi formaldehid adalah 3 ppm.