Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MODUL PERKULIAHAN
Manajemen Perpajakan Strategi Penghematan Pajak Melalui Pemilihan Bentuk Usaha
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun OlehEkonomi Akuntansi 02 Kautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A
Abstrak KompetensiBanyak pilihan bentuk usaha yang dapat dipertimbangkan investor, itu semua akan bermuara pada besarnya pajak yang akan ditanggung kelak. Tingkat keuntungan bisa sama di antara beberapa bentuk usaha namun besarnya pajak yang ditanggung bisa berbeda; selain mempertimbangkan aspek pengembangan usaha (business development) dalam jangka panjang.
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pertimbangan dalam pemilihan bentuk usaha dari segi bisnis pada umumnya dan dari segi perpajakan pada khususnya, antara bentuk usaha perseroan terbatas, firma/CV, perseorangan, dan organisasi nirlaba seperti Yayasan.
Pertimbangan dalam Pemilihan Bentuk Usaha
Persoalan ini sering dihadapi oleh penanam modal atau investor baru yang ingin punya
usaha tapi bingung mau ditempatkan di mana dana investasinya, dari sekian banyak pilihan
bentuk usaha. Ia juga harus memikirkan jenis usaha atau portofolio investasi, apakah
portofolio investasi sekuritas (seperti saham, obligasi dan reksadana), kegiatan
perdagangan (commerce), kegiatan industri, atau kegiatan jasa (service) yang tujuan
akhirnya adalah menentukan investasi yang memberikan kontribusi profit paling besar,
tentu dengan risiko investasi yang paling rendah. Di sini kita hanya mendiskusikan masalah
pemilihan bentuk usaha dilihat dari aspek perpajakannya, bukan membahas jenis usaha
atau investasi karena yang terakhir ini masuk dalam ranah commercial business strategy.
Banyak pilihan bentuk usaha yang dapat dipertimbangkan investor, itu semua akan
bermuara pada besarnya pajak yang akan ditanggung kelak. Nah, disinilah persoalannya,
tingkat keuntungan bisa sama di antara beberapa bentuk usaha namun besarnya pajak
yang ditanggung bisa berbeda; selain mempertimbangkan aspek pengembangan usaha
(business development) dalam jangka panjang. Apalah artinya keuntungan yang diperoleh
dalam jangka pendek dengan meminimalkan jumlah pajak, tetapi terbentur pada batasan
ruang gerak pengembangan pasar dan perluasan usahanya kedepan dan jaringan bisnis
yang sempit. Belum lagi bila kita bicara tentang kepercayaan mitra usaha (bank dan
supplier) terhadap badan usaha yang umumnya lebih senang bekerjasama dengan bisnis
yang berbadan hukum. Ketika kita bicara mengenai masalah permodalan, pihak bank
cenderung memilih bekerja sama dengan badan usaha PT ketimbang usaha perseorangan,
karena misalnya perhitungan risiko manajemennya lebih tinggi pada usaha perseorangan.
Banyak alternatif yang bisa kita pergunakan untuk menghindari pungutan pajak. Cara
yang paling gampang adalah dengan tidak melaporkan penghasilan yang kita terima, tapi
tindakan itu akan membuat kita sport jantung, merasa dikejar-kejar terus oleh fiskus. Cara
yang paling elegan untuk menghindari pungutan pajak ini adalah dengan mencari cara
meminimalkan pembayaran pajak tanpa menabrak koridor peraturan perpajakan.
Dalam peraturan perpajakan, banyak celah hukum yang dapat kita manfaatkan untuk
meminimalkan beban pajak tanpa harus berhadapan langsung dengan aparat pajak dalam
pemeriksaan dan penyidikan pajak, yaitu dengan cara merapikan tax management dan tax
planning perusahaan. Tujuan perencanaan pajak yang baik adalah memberikan keuntungan
sebesar-besarnya kepada investor agar return on investment yang diperoleh semakin tinggi.
Strategi perencanaan pajak dapat dimulai sejak awal berbisnis dengan melakukan setting up
bentuk usaha yang akan dipilih investor.
‘15 2 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
Entitas hukum bisnis di Indonesia yang di akui UU Perpajakan adalah:
1) Perseroan Terbatas (PT), Koperasi dan Yayasan
2) Persekutuan (Firma, CV, Kongsi)
3) Perseorangan
Dilihat dari aspek legalitasnya, Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, dan Yayasan,
adalah entitas berbadan hukum (karena ada pengesahan pemerintah yakni Menteri
Kehakiman/Menteri Hukum dan HAM atas akte pendirian dan anggaran dasarnya);
sedangkan Persekutuan (Firma, CV, Kongsi) dan Perseorangan tidak berbadan hukum.
Di luar itu terdapat banyak entitas bisnis lain yang kita kenal dalam lingkup hukum kita
seperti Joint Operation (KSO), Waralaba, BUT. Kita akan membatasi pembahasan ini dalam
ketiga bentuk hukum entitas bisnis tersebut, karena kebanyakan pelaku bisnis Indonesia
menggunakan ketiganya dalam menjalankan bisnis mereka.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha (Mohammad
Zain, 2003: 97), adalah:
1) Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif pajak
penghasilan wajib pajak, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu.
2) Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha, maupun
penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang
sahamnya.
3) Kesempatan untuk menunda pengenaan pajak pada tarif pajak penghasilan lebih
kecil/ besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak
penghasilan akumulasi penghasilan perusahaan.
4) Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan
kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu.
5) Kemungkinan pengajuan perlakukan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba,
pajak atas penghasilan personal, holding company, dan seterusnya.
6) Liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind.
Usaha Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam UU serta peraturan pelaksanaannya.
Perseroan Terbuka (Tbk.) adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan
penawaran umum saham sesuai dengan ketentuan UU di bidang pasar modal.
‘15 3 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang banyak
digunakan di Indonesia, yang didirikan dengan paying hukum UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Untuk mendirikan sebuah perusahaan berbentuk PT,
berdasarkan akte notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan
diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, diperlukan adanya pengesahan dari
Kementerian Hukum dan HAM. Pasal 97 UU tersebut secara eksplisit membedakan PT
dengan badan hukum lainnya, pada PT tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada
direksi bukan pemegang saham. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan. Jadi
selama pemegang saham tidak merangkap sebagai pengurus perusahaan, maka dia tidak
dapat dimintai tanggungjawabannya terhadap tindakan operasional perusahaan oleh pihak
manapun. Tanggung jawab pemegang saham terbatas pada nilai saham yang diambilnya.
Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan UU perpajakan, dalam
hal badan, wajib pajak diwakili oleh pengurus yang pajak terutang, kecuali apabila dapat
membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka, dalam
kedudukannya, benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang
terutang tersebut. Mengenai tanggung jawab renteng ini dijelaskan lebih lanjut dalam Surat
Edaran Dirjen Pajak No. 02/PJ.74/1990 dengan merujuk kepada ketentuan Pasal 32 ayat 2
UU No. 6 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir kalinya dengan UU No. 28 Tahun 2007 dan
UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.
Dalam ketentuan perpajakan, sesuai Pasal 17 UU Nomor 7 Tahun 1983 yang telah
diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
pengenaan pajak PT dikenakan pada level net income sebelum pembagian dividen
perusahaan kepada pemegang saham.
Ilustrasi perhitungan pajak perseroan – PT dapat kita lihat berikut ini:
Income Tahun 2011 Rp2.000.000.000
COGS Rp800.000.000
Gross Income Rp1.200.000.000
Operating Expenses Rp500.000.000
Net Income before tax Rp700.000.000
Corporate Tax (PPh badan) 25% Rp175.000.000
Net Income after tax Rp525.000.000
‘15 4 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai deviden, maka atas
pembagian tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar 10% (PPh Final Pasal 4 ayat 2 untuk
WPOP), sebagai berikut:
Net Income before tax Rp700.000.000
Corporate Tax (PPh Badan) 25% Rp175.000.000
Net Income after Tax Rp525.000.000
Pajak atas Deviden 10% (PPh Final) Rp52.500.000
Return yang diterima pemegang saham Rp472.500.000
% Beban pajak (total tax/net income) (Rp175.000.000 + Rp52.500.000):
Rp700.000.000 x 100% = 32,5%
Dengan demikian, secara total investor WPOP akan terbebani pajak keuntyungan yang
diperoleh dari badan usaha PT tersebut sebesar 32,5%.
Usaha Persekutuan (CV, Firma, Kongsi)
Dalam literatur hukum, kita tahu ada 3 (tiga) macam perkumpulan, bukan badan hukum
atau tidak termasuk kategori sebagai badan hukum, yaitu Persekutuan Perdata, Firma, dan
CV. Pendirian sebuah Firma (Fa), walaupun didirikan dengan akte notaris, didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, tidak
diperlukan adanya pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Demikian pula halnya
dengan pendirian sebuah CV, karena pada dasarnya CV merupakan firma dengan bentuk
khusus.
Oleh karena belum ada Undang-Undang yang mengatur masalah Firma, CV, dan
persekutuan Perdata, maka untuk persekutuan tersebut kita kembali kepada Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (KHUD) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur
masalah tersebut. Misalnya mengenai pendirian Persekutuan (firma atau CV) yang diatur
dalam Pasal 1618 dan 1320 KHUPerdata dan juga terdapat dalam Pasal 22 KUHD.
Perbedaan antara persekutuan dengan PT terletak pada tanggung jawab persero
(shareholder). Pasal 18 dan 19 buku 1 KHUD mengatur tanggung jawab renteng pemilik/
persero terhadap semua operasional atau tuntutan dari pihak lain apabila terjadi suatu
perkara.
Apabila CV mempunyai banyak utang sehingga jatuh pailit, dan apabila harta benda CV
tidak mencukupi untuk pelunasan utang-utangnya, maka harta benda pribadi persero
‘15 5 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
pengurus dapat dipertanggungjawabkan untuk melunasi utang perusahaan. Sebaliknya
harta benda para Persero Commanditaris (sleeping partner) tidak dapat diganggu gugat.
Pengaturan pajak CV diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 4 ayat 3 huruf i Undang-Undang
PPh. Berbeda dengan PT, pengenaan pajak CV hanya dikenakan sekali pada level net
income Perseroan. Ketika didistribusikan kepada pemegang saham tidak dikenakan pajak
dividen lagi. Kita lihat ilustrasi dibawah ini sesuai dengan data-data keuangan PT diatas.
Pasal 4 ayat 3 huruf i UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir kalinya dengan UU
No. 38 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, menegaskan, “Yang dikecualikan dari obyek
pajak” yakni bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
Untuk kepentingan pengenaan pajak badan-badan, sebagaimana disebut dalam
ketentuan tersebut yang merupakan himpunan para anggotanya, dikenai pajak sebagai satu
kesatuan, yaitu pada tingkat badan tersebut. Oleh karena itu bagian laba yang diterima oleh
para anggota badan tersebut bukan lagi merupakan objek pajak.
Dengan asumsi yang sama seperti contoh pada table berikut ini, maka ilustrasi
perhitungan pajak firma/CV dapat kita lihat sbb:
Income Tahun 2011 Rp2.000.000.000
COGS Rp800.000.000
Gross Income Rp1.200.000.000
Operating Expenses Rp500.000.000
Net Income before tax Rp700.000.000
Corporate Tax (PPh badan) 25% Rp175.000.000
Net Income after tax Rp525.000.000
Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai deviden, maka
atas pembagian tersebut tidak dikenai pajak lagi sbb:
Net Income before tax Rp700.000.000
Corporate Tax (PPh Badan) 25% Rp175.000.000
Net Income after Tax Rp525.000.000
Pajak atas Deviden 0% Rp0
Return yang diterima pemegang saham Rp525.000.000
% Beban pajak (total tax/net income) Rp175.000.000:Rp700.000.000x100% =
25%
Dengan demikian, secara total, investor akan terbebani pajak keuntungan yang
diperoleh dari badan usaha Firma/CV tersebut sebesar 25%. Bila dibandingkan dengan
‘15 6 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
badan usaha PT, persentase beban pajak investor Firma/CV dengan payung hukum UU
PPH No.36 Tahun 2008 ternyata lebih rendah dari PT, dimana badan usaha PT tersebut,
sebagaimana diuraikan sebelumnya sebesar 32,5%. Begitu juga secara nominal
keuntungan (return) yang diberikan kepada pemegang saham adalah lebih besar yang
diterima oleh pemegang saham Persekutuan (=Rp525 juta) disbanding dengan pemegang
saham PT (=Rp472,5 juta)
Usaha Perseorangan
Mayoritas penduduk Indonesia menjalankan bisnisnya secara perseorangan, tidak mau
terikat dengan badan usaha yang lebih formal, tanpa akte notaries dan bersikap fleksibel
terhadap kewajiban yang harus dipenuhi, namun tetap memiliki NPWP untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya. Bentuk badan usaha perseorangan dapat berupa wartel, salon,
rumah makan, usaha dagang (UD), waralaba dan masih banyak lagi.
Ada beberapa perbedaan dalam menghitung pajak usaha antara pajak perseorangan
dengan pajak Perseroan, antara lain:
Dalam perhitungan pajak perseorangan, ada beberapa faktor pengurang seperti
Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan biaya jabatan (hanya untuk pegawai tetap), yang
dalam perhitungan pajak Perseroan faktor tersebut tidak ada dalam ketentuannya.
Terdapat pembedaan tax rate dan lapisan penghasilan kena pajak (taxable income
bracket) antara PPh Perseorangan dengan Pajak Penghasilan badan, di mana PPh
Perseorangan menggunakan tarif progresif dari lapisan tarif 5% hingga tariff maksimum
30%, sedangkan Pajak Penghasilan Badan menggunakan tarif tunggal 25% ( tarif 25%
berlaku sejak awal Tahun 2010, sedangkan Tahun 2009 tarifnya 28%).
Lapisan Penghasilan PPh Psl 21 Perseorangan
(UU PPh No 36 Tahun 2008)
Tarif Pajak
0 s.d. Rp50.000.000 5%
Di atas Rp50.000.000 s.d. Rp250.000.000 15%
Di atas Rp250.000.000 s.d. Rp500.000.000 25%
Di atas Rp500.000.000 30%
Secara sederhana beban pajak yang harus ditanggung investor WPOP dengan
mengenakan pajak dengan tariff progresif seperti terlihat pada table berikut:
Income Tahun 2011 Rp2.000.000.000
COGS Rp800.000.000
Gross Income Rp1.200.000.000
‘15 7 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
Operating Expenses Rp500.000.000
Net Income before tax Rp700.000.000
PTKP (Kawin 3 anak atau K/3)*) Rp21.120.000
Taxable Income Rp678.880.000
Tax: PPh Pasal 21 Rp148.664.000
*) 15.840.000 + (4*1.320.000) = 21.120.000
Pada saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai deviden maka atas
pembagian tersebut tidak akan dikenakan pajak lagi, sbb:
Net Income before tax Rp700.000.000
Tax: PPh Pasal 21 Rp148.664.000
Net Income after Tax Rp551.336.000
Pajak atas Deviden 0% Rp0
Return yang diterima pemegang saham Rp551.336.000
% Beban pajak (total tax/net income) Rp148.664.000:700 juta x 100% =
21,23%
Perhitungan PPh Pasal 21:
Penghasilan kena pajak 678.880.000
PPh Psl 21:
5% x 50.000.000 2.500.000
15% x 200.000.000 30.000.000
25% x 250.000.000 62.500.000
30% x 178.888.000 53.664.000
Total 148.664.000
Secara komparatif, beban pajak yang harus ditanggung investor dari ketiga entitas bisnis
tersebut adalah:
PT Persekutuan (Fa/CV)
Perseorangan
Net Income Rp2.000.000.000 Rp2.000.000.000 Rp2.000.000.000
Beban Pajak (Rp) Rp253.750.000 Rp175.000.000 Rp148.664.000
Beban Pajak (%) 32,5% 25% 21,23%
Dari analisis di atas, ada beberapa hal penting yang perlu kita catat:
‘15 8 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
1. Beban pajak yang di tanggung investor melalui persekutuan ternyata, lebih kecil
daripada usaha berbentuk PT.
2. Bisnis perseorangan tersebut bisa memberikan tingkat efisiensi pajak yang jauh lebih
besar dari pada dibentuk badan usaha lainnya. Namun kita tidak boleh tergesa-gesa
mengambil keputusan atas dasar pertimbangan ini semata, harus memperhatikan
pertimbangan lain.
3. Pemilihan salah satu entitas bisnis dapat dijadikan referensi dalam pengambilan
keputusan oleh para investor untuk meminimalkan beban pajak. Namun demikian
faktor pajak bukan satu-satunya.
4. Investor konvensional lebih sering mengandalkan instuisi (naluri) bisnisnya daripada
perhitungan di atas kertas. Dalam pengambilan keputusan, mereka hanya
bermodalkan pengalaman (learning curve yang tinggi) yang sangat berharga
sehingga dengan keyakinan penuh menjalankan usaha dengan kiat dan alur
pemikiran mereka yang sederhana, tetapi realistis dan terbukti bisa berhasil.
Bagaimanapun juga, pengelolaan bisnis modern dilakukan secara profesional dan
tidak bisa mengandalkan instuisi semata, karena yang terakhir ini hanya dilakukan
oleh pelaku bisnis kawakan.
5. Di antara sederetan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan bisnis
modern, harus juga diakomodasi masalah permodalan, advis management risk,
lingkungan hidup, tanggung jawab persero bila terjadi klaim pihak ketiga, business
dan market development, serta hak dan kewajiban lainnya yang timbul dari pemilihan
bentuk usaha tersebut.
Usaha Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang mengorganisasi pemanfaatan dan pendayagunaan
sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah
usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat
daerah kerja pada umumnya, dengan demikian koperasi merupakan gerakan ekonomi
rakyat dan sokoguru perekonomian nasional (PSAK No. 27), (IAI, SAK per 1 Juli 2009)
Koperasi adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang cukup banyak
digunakan di Indonesia, yang didirikan dengan payung hukum UU No. 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian. Dasar pendirian sebuah perusahaan dengan bentuk koperasi
adalah pada akte notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan
diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI serta disahkan oleh Kementerian Hukum
dan HAM. Dalam koperasi, tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada pengurus,
bukan kepada anggota koperasi. Pengurus koperasi adalah organ koperasi yang
‘15 9 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan koperasi dan untuk kepentingan
koperasi.
Beberapa jenis koperasi:
1. Koperasi Konsumen (misalnya koperasi warung serba ada atau supermarket)
2. Koperasi Produsen (misalnya koperasi jasa konsultasi)
3. Koperasi Simpan Pinjam
4. Koperasi Pemasaran
Sebagaimana pada bentuk badan usaha lainnya, pada prinsipnya koperasi dapat
melakukan kegiatan di hampir semua bidang usaha, sehingga atas penghasilan koperasi
yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan objek pajak penghasilan yang dikenai tarif
PPh Badan, dengan tarif tunggal 28% (Tahun 2008), dan tarif 25% (Tahun 2009 dan
seterusnya).
Pada dasarnya, apa pun insentif pajak yang diberikan kepada badan usaha (PT,
Firma,CV) juga berlaku bagi koperasi.
Beberapa fasilitas insentif pajak penghasilan dan yang dikecualikan dari pajak dalam UU
PPh No. 36 Tahun 2008 yang berlaku bagi koperasi, antara lain:
a. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah harta hibah dan bantuan atau sumbangan
kepada koperasi, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, babersangkutan (Pasal 4
ayat 3 huruf a UU PPh No. 36 Tahun 2008).
b. Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya, tidak
dipotong PPh Pasal 23 (Pasal 23 ayat 4 huruf f UU PPh No. 36 Tahun 2008).
c. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen tersebut
berasal dari cadangan laba yang ditahan.
Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh No. 36 Tahun 2008.
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
‘15 10 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
Perlakuan Perpajakan Koperasi
Insentif Pajak Bagi Koperasi
1. Dividen tersebut berasal dari cadangan laba ditahan; dan
2. Bagi Perseroan Terbatas, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
d. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2009 PPh tentang Bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi perorangan. Besarnya Pajak
Penghasilan (final) adalah:
1. 0 % (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240
ribu per bulan; atau
2. 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga
simpanan lebih dari Rp 240 ribu per bulan.
e. Tarif baru bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Insentif ini khusus untuk UMKM berbadan hukum yang memiliki omzet di bawah Rp 4,8
miliar per tahun atau Rp 400 juta per bulan. Diberi insentif pemotongan tarif PPh sebesar
50% dari tarif pajak normal sebesar 25% oleh pemerintah.
f. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 dan No. 62 Tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak
Penghasilan. Untuk Penanaman Modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di
daerah-daerah tertentu.
Ada beberapa kegiatan usaha koperasi yang mendapatkan perlakuan khusus:
1. Koperasi yang menanamkan modalnya di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di
daerah tertentu (mendapatkan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2007 dan No. 62 Tahun
2008).
2. Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak
Penjualan atas impor kendaraan bermotor jenis sedan untuk dipergunakan dalam usaha
pertaksian oleh Koperasi Pengemudi Taksi. PPN dan PPn BM yang ditanggung pemerintah
berlaku sepanjang kendaraan tersebut digunakan dalam usaha pertaksian sekurang-
kurangnya selama lima tahun sejak tanggal dikeluarkannya STNK (Keputusan Presiden
Nomor 74 Tahun 1995).
3. Pondok Boro yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah
bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang dibangun dan
dibiayai oleh perorangan atau koperasi buruh atau koperasi karyawan yang diperuntukkan
bagi para buruh tidak tetap atau para pekerja sektor informal berpenghasilan rendah
dengan biaya sewa yang disepakati, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5
‘15 11 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
Kegiatan Usaha Koperasi yang Mendapatkan Perlakuan khusus
(lima) tahun sejak diperoleh (Peraturan Menkeu No. 36/PMK. 03/2007.jo.No.
80/PMK.03/2008 dan No.31/PMK.03/2011).
Dalam ketentuan perpajakan, sesuai Pasal 17 UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diubah
terakhir kali dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, pajak koperasi
dikenakan pada level net income sebelum pembagian SHU perusahaan kepada anggota
koperasi.
Ilustrasi perhitungan pajak koperasi dapat kita lihat dalam tabel berikut ini:
Income Tahun 2011 Rp2.000.000.000
COGS Rp800.000.000
Gross Income Rp1.200.000.000
Operating Expenses Rp500.000.000
Net Income before tax Rp700.000.000
Corporate Tax (PPh badan) 25% Rp175.000.000
Net Income after tax Rp525.000.000
Usaha Organisasi Nirlaba (Yayasan)
Karakteristik organisasi atau lembaga nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis.
Perbedaan utama terletak pada cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan
untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya.
Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para
penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apa pun dari organisasi tersebut (IAI,
SAK per 1 Juli 2009).
Yayasan adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang cukup banyak
digunakan di Indonesia, yang didirikan dengan payung hukum UU No. 16 Tahun 2001
tentang Yayasan. Pendirian sebuah perusahaan dengan bentuk yayasan, didasarkan pada
akte notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara RI, serta diperlukan adanya pengesahan dari Kementerian Hukum
dan HAM. Dalam yayasan, tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada pengurus.
Pengurus yayasan adalah organ yayasan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan. Bahkan setiap pengurus
bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan
tugasnya tidak sesuai dengan anggaran dasar sehingga mengakibatkan kerugian yayasan
atau pihak ketiga (Pasal 35 ayat 3).
Ada beberapa macam jenis yayasan, diantaranya:
1. Yayasan Pendidikan (dari TK hingga universitas)
‘15 12 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
2. Yayasan keagamaan dan sosial (misalnya Yayasan mesjid dan Yayasan Panti
Asuhan Yatim Piatu)
3. Yayasan Kesehatan (misalnya: poliklinik dan rumah sakit)
4. Yayasan bidang penelitian dan pengembangan (misalnya yayasan lembaga
konsumen).
Sebagaimana pada bentuk badan usaha lainnya, pada prinsipnya yayasan dapat
melakukan kegiatan di hampir semua bidang usaha, sehingga atas penghasilan yayasan
yang disebut dengan juga dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan objek pajak
penghasilan yang dikenai tarif PPh Badan, dengan tarif tunggal 28% (Tahun 2008), dan tarif
25% (Tahun 2009 dan seterusnya).
Pengakuan penghasilan maupun biaya pada yayasan sama dengan badan usaha
lainnya.
Namun demikian, ada beberapa kegiatan usaha yayasan yang mendapat perlakuan
khusus seperti diuraikan berikut ini:
1. Mendapat fasilitas pembebasan bea masuk dan cukai dengan mengajukan
permohonan untuk dapat ditetapkan sebagai badan atau lembaga yang
mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 144/KMK.05/1997 tentang Pembebasan bea masuk dan cukai
atas impor barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial dan
kebudayaan (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK. 04/2006, sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
67/PMK.04/2006). Dalam hal ini yayasan dapat mengajukan permohonan untuk
memperoleh fasilitas tersebut setiap saat dibutuhkan.
2. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan pajak penghasilan atas
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, yakni orang pribadi
yang melakukan pengalihan tanah dan atau bangunan dengan cara hibah kepada
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi
yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang hibah tersebut tidak ada
‘15 13 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
Perlakuan Perpajakan Yayasan
Kegiatan Usaha Yayasan yang Mendapatkan Perlakuan khusus
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan (PER- 30/PJ/2009 dan SE-48/PJ./2009).
3. Yayasan keagamaan dan sosial lainnya
Sesuai Pasal 2 UU Pajak Penghasilan, yayasan tetap digolongkan sebagai subjek
pajak penghasilan. Objek pajaknya terbagi dua, sesuai orientasi bidang usaha
yayasan. Bila yayasan bermotif mencari keuntungan (misalnya yayasan
uuniversitas), maka penerimaannya merupakan objek pajak penghasilan, namun
sebaliknya bila penerimaan yayasan bukan bermotif mencari keuntungan (misalnya
sumbangan untuk panti asuhan yatim piatu), maka atas penerimaan tersebut tidak
terutang PPh.
Sebagaimana badan usaha lainnya, yayasan juga harus melaksanakan kewajiban
pemotongan pajak penghasilan dalam hal yayasan tersebut melakukan transaksi
pembayaran berbagai jasa, seperti sewa, dividen, royalti dan gaji karyawan.
4. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-44/PJ./2009 dan Peraturan Menkeu
No.80/PMK.03/2009 tentang Pelaksanaan pengakuan sisa lebih yang diterima atau
diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan
atau bidang penelitian dan pengembangan yang dikecualikan dari objek pajak
penghasilan. Yayasan pendidikan diperkenankan untuk mengakui Dana
pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari sisa lebih.
Sisa lebih adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek pajak
penghasila, selain penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan tersendiri, dikurangi
pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.
Badan atau lembaga nirlaba wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik
sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak; tempat wajib pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang
membidanginya. Pemberitahuan disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang diperolehnya sisa lebih
tersebut atau paling lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan dimulai, dalam jangka waktu 4
(empat) sejak diperolehnya sisa lebih tersebut.
Apabila setelah lewat dari jangka waktu 4 (empat) tahun, badan atau lembaga nirlaba
tidak menggunakan atau terdapat sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan
pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan
pengembangan dimaksud, maka sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai
Pajak Penghasilan pada tahun pajak berikutnya.
‘15 14 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Pohan, Chairil Anwar, 2013. Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan
Bisnis, Kompas Gramedia, Jakarta
Zain, Muhammad. 2007. Manajemen Perpajakan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
‘15 15 Manajemen Perpajakan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningKautsar Aditya Wicaksana S.E.,M.B.A http://www.mercubuana.ac.id