Upload
andril-bae
View
112
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Kode Modul : KIP.UMU.02.00 Judul Modul : Peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan UU KIP
Kode Kompetensi : KIP.UMU.02.00 Unit Kompetensi : Memahami peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan implementasi UU KIP
Tingkat : Dasar
© Modul Pelatihan Budaya Dokumentasi 2011
i
PERENCANAAN PELATIHAN
1. Latar Belakang
Pada tahun 2008, Indonesia telah tercatat sebagai negara kelima di Asia, dan ke-76 di
dunia yang secara resmi mengadopsi prinsip-prinsip keterbukaan informasi. Disahkannya
Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) telah
menempatkan Indonesia sejajar dengan India, Jepang, Thailand dan Nepal dalam hal
pelembagaan kerangka hukum bagi pemenuhan hak-hak publik untuk mengakses proses-
proses penyelenggaraan pemerintahan.
UU KIP secara jelas mengatur kewajiban badan atau pejabat publik untuk memberikan
akses informasi yang terbuka kepada masyarakat. Kewajiban untuk memberikan informasi,
dokumen dan data diintegrasikan sebagai bagian dari fungsi birokrasi pemerintahan,
diperkuat dengan sanksi-sanksi yang tegas untuk pelanggarannya. UU KIP juga mengatur
klasifikasi informasi sedemikian rupa sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum
tentang informasi-informasi yang wajib dibuka kepada publik, dan yang bisa dikecualikan
dengan alasan tertentu.
Penerapan UU KIP tentunya memberikan dampak terhadap sistem manajemen dan tata
kelola lembaga-lembaga publik khususnya mengenai pola kerja dan aliran data serta
informasi antar unit kerja di lembaga publik masing-masing. Tanpa adanya koordinasi dan
komunikasi dalam kerangka kerja mengelola data, informasi dan dokumentasi mustahil
kinerja lembaga dalam memberikan pelayanan informasi publik dapat dijalankan dengan
baik. Untuk dapat menjalankan pelayanan informasi yang cepat, tepat dan sederhana
setiap Badan Publik perlu menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
PPID adalah pejabat yang bertanggungjawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian,
penyediaan dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik. Selanjutnya Tugas dan
Tanggung Jawab PPID dijabarkan dalam PP No 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Untuk menjalankan tugasnya, baik Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi PPID
(PPID) maupun Pejabat Fungsional Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PFPID),
memerlukan kompetensi di bidang pengelolaan data, informasi dan dokumentasi lembaga
publik. Penyusunan modul ini bertujuan agar setiap setiap personel yang memiliki tanggung
jawab dalam pengelolaan informasi dan dokumentasi pada suatu Badan Publik Negara
memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Pada modul ini akan dibahas pemahaman Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik beserta peraturan turunannya.
ii
2. Unit Kompetensi
Kode Kompetensi : KIP.UMU.02.00
Unit Kompetensi : Memahami peraturan perundang-undangan yang terkait dengan implementasi UU KIP
Uraian Unit Kompetensi
: Unit kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan untuk memahami isi dari UU 43 tahun 2009 tentang Kearsipan, UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang terkait dengan implementasi UU KIP
3. Elemen Kompetensi
Elemen Kompetensi Kriteria untuk Kerja
1. Memahami asas, Maksud, Tujuan dan ruang lingkup UU Kearsipan
1.1 Berbagai terminologi yang terdapat dalam UU no 43 tentang Kearsipan dapat diuraikan
1.2 Asas, maksud dan tujuan Kearsipan dapat dijelaskan
1.3 Pengelolaan kearsipan kantor secara sederhana dapat dilakukan
2. Memahami Ketentuan Sistem Penyelenggaraan Kearsipan
2.1 Ketentuan kebijakan pengelolaan kearsipan dapat dijelaskan
2.2 Ketentuan mengenai organisasi pengelola kearsipan dapat dijelaskan
2.3 Ketentuan dalam pengelolaan arsip dapat dijelaskan
2.4 Ketentuan sanksi terkait pengelolaan arsip dapat diidentifikasi
3. Memahami Maksud Tujuan, Ruang lingkup UU ITE
3.1 Berbagai terminologi yang terdapat dalam UU no 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik dapat dijelaskan
3.2 Asas, maksud dan tujuan UU ITE dapat dijelaskan
4. Memahami Ketentuan-ketentuan dalam UU ITE
4.1 Ketentuan informasi, dokumen dan tandatangan elektronik dapat dijelaksan
iii
Elemen Kompetensi Kriteria untuk Kerja
4.2 Ketentuan Penyelenggaraan Sertifikasi, sistem dan Transaksi Elektronik dapat diuraikan
4.3 Etika dalam pemanfaatan ITE dapat dijelaskan
4.4 Ketentuan penyelesaian sengketa dan peran serta masyarakat dapat dijelaskan
4.5 Ketentuan Penyidikan dan Sanksi terkait penyalahgunaan ITE dapat dijelaskan
5. Memahami Ketentuan sistem Penyelenggaraan pelayanan publik
5.1 Ketentuan mengenai penanggung jawab, organisasi penyelenggara pelayanan publik dapat diuraikan
5.2 Ketentuan Hak, Kewajiban dan larangan dalam pelayanan publik dapat diuraikan
5.3 Ketentuan sistem Penyelenggaraan pelayanan publik dapat dijelaskan
5.4 Peran serta masyarakat dan ketentuan pengelolaan serta penyelesaian pengaduan dapat dijelaskan
5.5 Ketentuan Sanksi terkait Pelayanan publik dapat dijelaskan
4. Batasan Variabel
1. Unit ini berlaku pada bidang Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi tingkat Dasar
untuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan Pejabat Fungsional
Pengelola Informasi dan Dokumentasi.
2. Bahasan pada materi yang disampaikan terbatas pada:
• Ketentuan yang terdapat pada UU no 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan
• Ketentuan yang terdapat pada UU no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
• Ketentuan yang terdapat pada UU nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan
publik
iv
• Sosialisasi mengenai pentingnya upaya pengelolaan kearsipan agar dapat
menjalankan prinsip dan praktek keterbukaan informasi publik sesuai amanah
UU
5. Panduan Penilaian
1. Pengetahuan dan Keterampilan Penunjang:
Untuk mendemonstrasikan kompetensi, diperlukan bukti pengetahuan dan
pemahaman mengenai:
• Pengertian Kearsipan, ruang lingkup dan fungsinya
• Pengertian ITE, ruang lingkup dan fungsinya
• Pengertian pelayanan publik, ruang lingkup dan fungsi nya
• Pengertian data dan informasi
2. Konteks Penilaian:
Dalam penilaian unit ini harus mencakup uji pemahaman baik secara langsung atau
pun melalui soal latihan. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk
menilai pengetahuan penunjang dalam memahami ketentuan perundangan mengenai
kearsipan, ITE dan pelayanan public.
3. Aspek Penting Penilaian:
• Kemampuan memahami asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup UU Kearsipan
• Kemampuan memahami ketentuan Sistem Penyelenggaraan Kearsipan
• Kemampuan memahami maksud, tujuan dan rang lingkup ITE
• Kemampuan memahami ketentuan-ketentuan dalam UU ITE
• Kemampuan memahami ketentuan sistem penyelenggaraan pelayanan publik
4. Kaitan dengan Unit-Unit Lain:
• Prasyarat untuk menguasai kompetensi ini
o Tidak ada
• Unit Kompetensi ini akan mendukung penguasaan unit Kompetensi
o Menjalankan kegiatan Pengumpulan data dan informasi publik sesuai
prosedur
v
o Menjalankan kegiatan Pengolahan dan pengklasifikasian data dan
informasi publik sesuai prosedur
o Menjalankan kegiatan Penyediaan dan penyajian informasi publik sesuai
prosedur
o Menjalankan kegiatan dokumentasi data dan informasi publik sesuai
prosedur
o Menjalankan kegiatan Pelayanan informasi publik sesuai prosedur
6. Kompetensi Kunci
NO KOMPETENSI KUNCI DALAM UNIT INI TINGKAT
1 Mengumpulkan, mengorganisir dan menganalisis informasi
2
2 Mengkomunikasikan ide-ide dan informasi 1
3 Merencanakan dan mengorganisir aktivitas-aktivitas 1
4 Bekerja dengan orang lain dan kelompok 1
5 Menggunakan ide-ide dan teknik matematik 1
6 Memecahkan masalah 2
7 Menggunakan teknologi 2
7. Jumlah Jam Pelajaran
Untuk jam pelajaran, dipergunakan standar Jam Pelajaran dengan aturan setiap satu jam
pelajaran (1 JP) sama artinya dengan 45 menit. Jumlah jam belajar untuk Unit Kompetensi
ini memerlukan waktu belajar selama 5 JP.
vi
8. Garis Besar Pokok Pengajaran
No Elemen
Kompetensi Materi Sub Materi Tujuan Instruksional Khusus
Metode Penyampaian
Durasi Media/
Alat Bantu Sumber Belajar
1 Memahami asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup UU Kearsipan
Pengantar UU Kearsipan
o Termologi UU kearsipan
o Asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup Kearsipan
• Berbagai terminologi yang terdapat dalam UU no 43 tentang Kearsipan dapat diuraikan
• Asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup Kearsipan dapat dijelaskan
o Penjelasan instruktur
o Diskusi dan tanya jawab
1 JP
o Ruang Kelas
o Notebook instruktur
o LCD proyektor
o Whiteboard
1
2
Memahami ketentuan sistem penyelenggaraan kearsipan
Ketentuan UU Kearsipan
o Kebijakan pengelolaan kearsipan
o Organisasi pengelola kearsipan
o Pengelolaan kearsipan
o Sanki terkait pengelolaan arsip
• Ketentuan kebijakan pengelolaan kearsipan dapat dijelaskan
• Ketentuan mengenai organisasi pengelola kearsipan dapat dijelaskan
• Ketentuan dalam pengelolaan arsip dapat dijelaskan
• Ketentuan sanksi terkait pengelolaan arsip dapat diidentifikasi
o Penjelasan instruktur
o Diskusi dan tanya jawab
1 JP
o Ruang Kelas
o Notebook instruktur
o LCD proyektor
o Whiteboard
1
vii
No Elemen
Kompetensi Materi Sub Materi Tujuan Instruksional Khusus
Metode Penyampaian
Durasi Media/
Alat Bantu Sumber Belajar
3 Memahami asas dan tujuan UU ITE
Pengantar UU ITE
o Terminologi UU ITE
o Asas dan tujuan UU ITE
• Berbagai terminologi yang terdapat dalam UU no 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik dapat dijelaskan
• Asas dan tujuan UU ITE dapat dijelaskan
o Penjelasan instruktur
o Diskusi dan tanya jawab
0.5 JP
o Ruang Kelas
o Notebook instruktur
o LCD proyektor
o Whiteboard
2
4. Memahami ketentuan-ketentuan dalam UU ITE
Ketentuan UU ITE
o Informasi, dokumen dan tandatangan elektronik
o Penyelenggaraan Sertifikasi, sistem dan transaksi elektronik
o Etika dalam pemanfaatan ITE
o Ketentuan penyelesaian sengketa dan peran serta masyarakat
o Ketentuan Penyidikan dan Sanksi terkait penyalahgunaan ITE
• Ketentuan informasi, dokumen dan tandatangan elektronik dapat dijelaksan
• Ketentuan Penyelenggaraan Sertifikasi, sistem dan Transaksi Elektronik dapat diuraikan
• Etika dalam pemanfaatan ITE dapat dijelaskan
• Ketentuan penyelesaian sengketa dan peran serta masyarakat dapat dijelaskan
• Ketentuan Penyidikan dan Sanksi terkait penyalahgunaan ITE dapat dijelaskan
o Penjelasan instruktur
o Diskusi dan tanya jawab
1 JP
o Ruang Kelas
o Notebook instruktur
o LCD proyektor
o Whiteboard
2
5 Memahami ketentuan sistem penyelenggaraan pelayanan publik
Pelayanan Publik
o Penanggung jawab, organisasi penyelenggara pelayanan public
o Hak, Kewajiban dan
• Ketentuan mengenai penanggung jawab, organisasi penyelenggara pelayanan publik dapat diuraikan
• Ketentuan Hak, Kewajiban dan larangan dalam pelayanan
o Penjelasan instruktur
o Diskusi dan tanya jawab
1,5 JP
o Ruang Kelas
o Notebook instruktur
o LCD proyektor
o Whiteboard
3
viii
No Elemen
Kompetensi Materi Sub Materi Tujuan Instruksional Khusus
Metode Penyampaian
Durasi Media/
Alat Bantu Sumber Belajar
larangan
o Sistem penyelenggaraan pelayanan public
o Sanksi terkait pelayanan publik
publik dapat diuraikan
• Ketentuan sistem Penyelenggaraan pelayanan publik dapat dijelaskan
• Peran serta masyarakat dan ketentuan pengelolaan serta penyelesaian pengaduan dapat dijelaskan
• Ketentuan Sanksi terkait Pelayanan publik dapat dijelaskan
ix
9. Peta Jejaring Tingkat Kompetensi
Jenis
Kompetensi
TINGKAT
Dasar Menengah Lanjutan Mahir
U1
U2
U3
U4
T.1
T.2
T.3
T.4
M.1
M.2
M.3
M.4
S.1
S.2
S.3
S.4
S.5
10. Sumber Belajar
1. Undang-Undang no 43 tahun 2009 tentang Kearsipan
2. Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
3. Undang-Undang no 25 tahun 2009 tentang Pelayanan publik
x
DAFTAR ISI PERENCANAAN PELATIHAN ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
BAB I PENGANTAR UU KEARSIPAN .......................................................................... 1
1.1 Termologi UU Kearsipan ............................................................................ 1
1.2 Maksud, Tujuan, Asas dan Ruang Lingkup Kearsipan ..................................... 3
BAB II KETENTUAN DALAM UU KEARSIPAN .............................................................. 7
2.1 Kebijakan Pengelolaan Kearsipan ................................................................ 7
2.2 Organisasi Pengelola Kearsipan .................................................................. 8
2.3 Pengelolaan Kearsipan .............................................................................. 9
2.4 Sanksi Terkait Pengelolaan Arsip .............................................................. 14
2.4.1 Sanksi Adminstratif ............................................................................. 14
2.4.2 Ketentuan Pidana ................................................................................ 16
BAB III PENGANTAR UU ITE ................................................................................. 18
3.1 Terminologi UU ITE ................................................................................. 18
3.2 Asas dan Tujuan UU ITE .......................................................................... 19
BAB IV KETENTUAN UU ITE .................................................................................. 21
4.1 Informasi, Dokumen dan Tandatangan Elektronik ....................................... 21
4.2 Penyelenggaraan Sertifikasi, Sistem dan Transaksi Elektronik ...................... 24
4.2.1 Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik ................................................ 24
4.2.2 Penyelenggaraan Sistem Elektronik ..................................................... 25
4.3 Etika dalam Pemanfaatan ITE .................................................................. 25
4.3.1 Transaksi Elektronik ......................................................................... 26
4.3.2 Nama Domain, HAKI dan Perlindungan Hal Pribadi ................................ 27
4.3.3 Perbuatan yang Dilarang ................................................................... 29
4.4 Ketentuan Penyelesaian Sengketa dan Peran serta Masyarakat ..................... 31
4.5 Ketentuan Penyidikan dan Sanksi terkait Penyalahgunaan ITE ...................... 32
BAB V PELAYANAN PUBLIK ................................................................................... 35
5.1 Penanggungjawab, Organisasi Penyelenggara Pelayanan Publik ..................... 36
5.1.2 Organisasi Penyelenggara ..................................................................... 38
xi
5.2 Hak, Kewajiban dan Larangan .................................................................. 40
5.3 Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Publik ................................................. 43
5.3.1 Standar Pelayanan Publik (SPP) .......................................................... 43
5.3.2 Standar Pelayanan Minimal (SPM) ....................................................... 44
5.3.3 Jaminan Pelayanan (UU 25/2009 pasal 20 unsur point(l)) ...................... 46
5.3.4 Komplementasi Antara Standar Pelayanan Publik & Standar Pelayanan Minimal ..................................................................................................... 46
5.3.5 Standar Produk ................................................................................ 47
5.3.6 Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) .................................................... 47
5.4 Sanksi Terkait Pelayanan Publik ................................................................ 48
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
1
PENGANTAR UU KEARSIPAN
1.1 Termologi UU Kearsipan
Perjuangan dalam upaya mewujudkan dan mencapai cita-cita nasional sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang terekam dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia berfungsi sebagai memori
kolektif bangsa. Perjuangan tersebut tercermin dalam upaya yang dilakukan oleh seluruh
komponen masyarakat, bangsa, dan negara baik melalui lembaga negara, pemerintahan
daerah, lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, perusahaan,
maupun perseorangan. Memori kolektif bangsa yang merupakan rekaman dari sejarah
perjalanan bangsa tersebut merupakan aset nasional yang menggambarkan identitas dan
jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Setiap langkah dan dinamika gerak maju
bangsa, masyarakat, dan negara Indonesia ke depan harus didasarkan pada pemahaman,
penghayatan, dan catatan atas identitas dan jati diri bangsa tersebut yang terekam dalam
bentuk arsip.
Dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik dan bersih serta dalam
menjaga agar dinamika gerak maju masyarakat, bangsa, dan negara ke depan agar
senantiasa berada pada pilar perjuangan mencapai cita-cita nasional, arsip yang tercipta
harus dapat menjadi sumber informasi, acuan, dan bahan pembelajaran masyarakat,
bangsa, dan negara. Oleh karena itu setiap lembaga negara, pemerintahan daerah,
BAB
1 Elemen Kompetensi yang akan dicapai Memahami asas, Maksud, Tujuan dan ruang lingkup UU Kearsipan Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini , diharapkan peserta: 1. Dapat menguraikan berbagai terminologi yang terdapat dalam UU no 43 tentang
Kearsipan 2. Dapat menjelaskan asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup Kearsipan
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
2
lembaga pendidikan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, perusahaan dan
perseorangan harus menunjukkan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan, penciptaan,
pengelolaan, dan pelaporan arsip yang tercipta dari kegiatan-kegiatannya.
Pertanggungjawaban kegiatan dalam penciptaan, pengelolaan, dan pelaporan arsip tersebut
diwujudkan dalam bentuk menghasilkan suatu sistem rekaman kegiatan yang faktual, utuh,
sistematis, autentik, terpercaya, dan dapat digunakan. Untuk mewujudkan
pertanggungjawaban tersebut dibutuhkan kehadiran suatu lembaga kearsipan, baik yang
bersifat nasional, daerah, maupun perguruan tinggi yang berfungsi mengendalikan
kebijakan, pembinaan, pengelolaan kearsipan nasional agar terwujud sistem
penyelenggaraan kearsipan nasional yang komprehensif dan terpadu.
Dalam rangka mewujudkan sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang komprehensif
dan terpadu, lembaga kearsipan nasional perlu membangun suatu sistem kearsipan
nasional yang meliputi pengelolaan arsip dinamis dan pengelolaan arsip statis. Sistem
kearsipan nasional berfungsi menjamin ketersediaan arsip yang autentik, utuh, dan
terpercaya serta mampu mengidentifikasikan keberadaan arsip yang memiliki keterkaitan
informasi sebagai satu keutuhan informasi pada semua organisasi kearsipan.
Penyelenggaraan sistem kearsipan nasional sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem penyelenggaraan kearsipan nasional akan dapat berjalan secara efektif apabila
lembaga kearsipan nasional didukung oleh suatu sistem informasi kearsipan nasional.
Pembangunan sistem informasi kearsipan nasional dalam kerangka sistem kearsipan
nasional berfungsi untuk menyajikan informasi yang autentik, utuh, dan terpercaya serta
mewujudkan arsip sebagai tulang punggung manajemen penyelenggaraan negara, memori
kolektif bangsa, dan simpul pemersatu bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Agar fungsi sistem informasi kearsipan nasional dapat berjalan secara optimal
lembaga kearsipan kearsipan nasional perlu membentuk jaringan informasi kearsipan
nasional dengan Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai pusat jaringan nasional serta
lembaga kearsipan provinsi, lembaga kearsipan kabupaten/kota, dan lembaga kearsipan
perguruan tinggi sebagai simpul jaringan. Jaringan informasi kearsipan nasional pada
lembagalembaga kearsipan berfungsi untuk meningkatkan akses dan mutu layanan
kearsipan kepada masyarakat, kemanfaatan arsip bagi kesejahteraan rakyat, dan peran
serta masyarakat di bidang kearsipan.
Sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang komprehensif dan terpadu harus
dibangun dengan mengimplementasikan prinsip, kaidah, norma, standar, prosedur, dan
kriteria, pembinaan kearsipan, sistem pengelolaan arsip, sumber daya pendukung, serta
peran serta masyarakat dan organisasi profesi yang sedemikian rupa, sehingga mampu
merespons tuntutan dinamika gerak maju masyarakat, bangsa, dan negara ke depan.
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
3
1.2 Maksud, Tujuan, Asas dan Ruang
Lingkup Kearsipan
Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan kearsipan nasional. Memberikan kepastian hukum berarti bahwa Undang-
Undang ini memberi landasan hukum bagi semua aktivitas penyelenggaraan kearsipan dan
memberikan kepastian serta rasa aman bagi para penyelenggara kearsipan.
Penyelenggaraan kearsipan bertujuan untuk:
• menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh lembaga negara,
pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan, dan perseorangan, serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan
nasional;
• menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai alat bukti yang
sah; hal ini berarti penyelenggaraan kearsipan harus dapat menjamin arsip sebagai
rekaman kegiatan atau peristiwa yang dapat disediakan atau disajikan dalam kondisi
autentik dan terpercaya, sehingga dapat berfungsi sebagai alat bukti yang sah
maupun dapat menjadi sumber informasi dalam pelaksanaan kegiatan pada masa
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
4
yang akan datang. Arsip yang autentik merupakan arsip yang memiliki struktur, isi,
dan konteks, yang sesuai dengan kondisi pada saat pertama kali arsip tersebut
diciptakan dan diciptakan oleh orang atau lembaga yang memiliki otoritas atau
kewenangan sesuai dengan isi informasi arsip. Arsip terpercaya adalah arsip yang
isinya dapat dipercaya penuh dan akurat karena merepresentasikan secara lengkap
dari suatu tindakan, kegiatan atau fakta, sehingga dapat diandalkan untuk kegiatan
selanjutnya;
• menjamin terwujudnya pengelolaan arsip yang andal dan pemanfaatan arsip sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Pengelolaan arsip yang andal
merupakan pengelolaan arsip yang dilaksanakan berdasarkan sistem yang mampu
menampung dan merespons kebutuhan perkembangan zaman. Sistem pengelolaan
arsip yang andal memiliki kemampuan: menjaring atau menangkap (capture) semua
arsip dari seluruh kegiatan yang dihasilkan organisasi; menata arsip dengan cara
yang mencerminkan proses kegiatan organisasi; melindungi arsip dari pengubahan,
pengurangan, penambahan, atau penyusutan oleh pihak yang tidak berwenang;
menjadi sumber utama informasi secara rutin mengenai kegiatan yang terekam
dalam arsip; dan menyediakan akses terhadap semua arsip berikut beserta
metadatanya;
• menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat melalui
pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya; Hak-hak
keperdataan rakyat meliputi: hak sosial, hak ekonomi, dan hak politik dan lain-lain
yang dibuktikan dalam arsip misalnya sertifikat tanah, ijazah, surat nikah, akte
kelahiran, kartu penduduk, data kependudukan, surat wasiat, dan surat izin usaha.;
mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional sebagai suatu sistem yang
komprehensif dan terpadu; mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional
mengandung arti bahwa dengan adanya system yang komprehensif dan terpadu
penyelenggaraan kearsipan menjadi lebih dinamis dan terarah;
• menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menjamin keselamatan
dan keamanan arsip adalah arsip baik secara fisik maupun informasinya harus dijaga
keselamatan dan keamanannya, sehingga tidak mengalami kerusakan atau hilang.
Arsip perlu dijaga kerahasiaanya dari pengaksesan oleh pihak yang tidak berhak,
karena arsip merupakan bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.;
• menjamin keselamatan aset nasional dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya,
pertahanan, serta keamanan sebagai idk dan terpercaya. Aset nasional adalah
kekayaan negara dan masyarakat baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya,
maupun aspek kehidupan lain yang terekam dalam arsip seperti daftar kekayaan
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
5
negara maupun bukti-bukti kepemilikan yang harus dilindungi dan dijaga
keselamatannya.
• Meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan pemanfaatan arsip
yang autentik dan terpercaya. Meningkatkan kualitas pelayanan publik mengandung
arti bahwa penyelenggaraan kearsipan yang komprehensif dan terpadu dengan
dukungan sumber daya manusia yang profesional serta prasarana dan sarana yang
memadai akan meningkatkan kualitas pelayanan public dalam memanfaatkan arsip
yang dibutuhkan melalui ketersediaan arsip yang faktual, utuh, sistematis, autentik,
terpercaya, dan dapat digunakan.
Penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan berasaskan hal berikut ini:
• kepastian hukum. Penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan berdasarkan landasan
hukum dan selaras dengan peraturan perundangundangan, kepatutan, dan keadilan
dalam kebijakan penyelenggara negara. Hal ini memenuhi penerapan asas supremasi
hukum yang menyatakan bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan negara didasarkan
pada hukum yang berlaku;
• keautentikan dan keterpercayaan. Penyelenggaraan kearsipan harus berpegang
pada asas menjaga keaslian dan keterpercayaan arsip sehingga dapat digunakan
sebagai bukti dan bahan akuntabilitas;
• keutuhan. penyelenggaraan kearsipan harus menjaga kelengkapan arsip dari upaya
pengurangan, penambahan, dan pengubahan informasi maupun fisiknya yang dapat
mengganggu keautentikan dan keterpercayaan arsip;
• asal usul (principle of provenance). Asas yang dilakukan untuk menjaga arsip
tetap terkelola dalam satu kesatuan pencipta arsip (provenance), tidak dicampur
dengan arsip yang berasal dari pencipta arsip lain, sehingga arsip dapat melekat pada
konteks penciptaannya;
• aturan asli (principle of original order). Asas yang dilakukan untuk menjaga arsip
tetap ditata sesuai dengan pengaturan aslinya (original order) atau sesuai dengan
pengaturan ketika arsip masih digunakan untuk pelaksanaan kegiatan pencipta arsip;
• keamanan dan keselamatan. Penyelenggaraan kearsipan harus memberikan
jaminan keamanan arsip dari kemungkinan kebocoran dan penyalahgunaan informasi
oleh pengguna yang tidak berhak. enyelenggaraankearsipan harus dapat menjamin
terselamatkannya arsip dari ancaman bahaya baik yang disebabkan oleh alam
maupun perbuatan manusia;
• keprofesionalan. Penyelenggaraan kearsipan harus dilaksanakan oleh sumber daya
manusia yang profesional yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan;
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
6
• keresponsifan. Penyelenggara kearsipan harus tanggap atas permasalahan
kearsipan maupun masalah lain yang berkait dengan kearsipan, khususnya bila terjadi
suatu sebab kehancuran, kerusakan atau hilangnya arsip;
• keantisipatifan. Penyelenggaraan kearsipan harus didasari pada antisipasi atau
kesadaran terhadap berbagai perubahan dan kemungkinan perkembangan pentingnya
arsip bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan berbagai perubahan
dalam penyelenggaraan kearsipan antara lain perkembangan teknologi informasi,
budaya, dan ketatanegaraan;
• kepartisipatifan. Penyelenggaraan kearsipan harus memberikan ruang untuk peran
serta dan partisipasi masyarakat di bidang kearsipan;
• akuntabilitas. Penyelenggaraan kearsipan harus memperhatikan arsip sebagai
bahan akuntabilitas dan harus bisa merefleksikan kegiatan dan peristiwa yang
direkam;
• kemanfaatan. Penyelenggaraan kearsipan harus dapat memberikan manfaat bagi
kehidupan bermasyarat, berbangsa, dan bernegara.
• aksesibilitas. Penyelenggaraankearsipan harus dapat memberikan kemudahan,
ketersediaan dan keterjangkauan bagi masyarakat untuk memanfaatkan arsip.
• kepentingan umum. Penyelenggaraankearsipan dilaksanakan dengan
memperhatikan kepentingan umum dan tanpa diskriminasi.
Ruang lingkup penyelenggaraan kearsipan meliputi keseluruhan penetapan kebijakan,
pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional yang
didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penyelenggaraan kearsipan meliputi
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan,
perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan, serta
lembaga kearsipan.
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
7
KETENTUAN DALAM UU KEARSIPAN
2.1 Kebijakan Pengelolaan Kearsipan
Penyelenggaraan kearsipan secara nasional menjadi tanggung jawab ANRI sebagai
penyelenggara kearsipan nasional. Penyelenggaraan kearsipan provinsi menjadi tanggung
jawab pemerintahan daerah provinsi dan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan provinsi.
Penyelenggaraan kearsipan kabupaten/kota menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah
kabupaten/kota dan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan kabupaten/kota.
Penyelenggaraan kearsipan perguruan tinggi menjadi tanggung jawab perguruan tinggi dan
dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan tinggi. Tanggung jawab penyelenggara
kearsipan nasional meliputi penetapan kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan
arsip.
Untuk mempertinggi mutu penyelenggaraan kearsipan nasional, penyelenggara kearsipan
nasional melakukan penelitian dan pengembangan serta penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan kearsipan.
Penetapan kebijakan kearsipan nasional meliputi bidang pembinaan; pengelolaan arsip;
pembangunan SKN, pembangunan SIKN, dan pembentukan JIKN; organisasi;
pengembangan sumber daya manusia; prasarana dan sarana; pelindungan dan
penyelamatan arsip; sosialisasi kearsipan; kerja sama; dan pendanaan.
BAB
2 Elemen Kompetensi yang akan dicapai Memahami Ketentuan Sistem Penyelenggaraan Kearsipan Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini , diharapkan peserta: 1. Dapat menjelaskan ketentuan kebijakan pengelolaan kearsipan 2. Dapat menjelaskan ketentuan mengenai organisasi pengelola kearsipan 3. Dapat menjelaskan ketentuan dalam pengelolaan arsip 4. Dapat mengidentifikasi ketentuan sanksi terkait pengelolaan arsip
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
8
Pembinaan kearsipan nasional dilaksanakan oleh lembaga kearsipan nasional terhadap
pencipta arsip tingkat pusat dan daerah, lembaga kearsipan daerah provinsi, lembaga
kearsipan daerah kabupaten/kota, dan lembaga kearsipan perguruan tinggi. Pembinaan
kearsipan provinsi dilaksanakan oleh lembaga kearsipan provinsi terhadap pencipta arsip di
lingkungan daerah provinsi dan lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota. Pembinaan
kearsipan kabupaten/kota dilaksanakan oleh lembaga kearsipan kabupaten/kota terhadap
pencipta arsip di lingkungan daerah kabupaten/kota. Sedangkan pembinaan kearsipan
perguruan tinggi dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan tinggi terhadap satuan
kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi.
Pengelolaan arsip dilakukan terhadap arsip dinamis dan arsip statis. Pembahasan mengenai
arsip statis dan dinasmis akan dijelaskan kemudian.
2.2 Organisasi Pengelola Kearsipan
Organisasi kearsipan terdiri atas unit kearsipan pada pencipta arsip dan lembaga kearsipan.
Unit kearsipan wajib dibentuk oleh setiap lembaga negara, pemerintahan daerah,
perguruan tinggi negeri, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah
(BUMD).
Lembaga kearsipan terdiri atas:
• ANRI;
• arsip daerah provinsi;
• arsip daerah kabupaten/kota; dan
• arsip perguruan tinggi. Arsip perguruan tinggi dibentuk untuk menyelamatkan arsip
penting yang berkaitan dengan bukti status intelektualitas serta pengembangan
potensi yang melahirkan inovasi dan karya-karya intelektual lainnya, yang berkaitan
dengan fungsi perguruan tinggi sebagai lembaga penelitian, lembaga pendidikan dan
pengabdian masyarakat.
Arsip daerah provinsi wajib dibentuk oleh pemerintahan daerah provinsi, arsip daerah
kabupaten/kota wajib dibentuk oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan arsip
perguruan tinggi wajib dibentuk oleh perguruan tinggi negeri.
Unit kearsipan pada pencipta arsip memiliki fungsi:
• pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya;
• pengolahan arsip dan penyajian arsip menjadi informasi;
• pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya;
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
9
• penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada lembaga kearsipan;dan
• pembinaan dan pengevaluasian dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di
lingkungannya.
Unit kearsipan pada lembaga negara berada di lingkungan sekretariat setiap lembaga
Negara sesuai dengan struktur organisasinya. Unit kearsipan pada lembaga Negara
memiliki tugas:
• melaksanakan pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya;
• mengolah arsip dan menyajikan arsip menjadi informasi dalam kerangka SKN dan
SIKN;
• melaksanakan pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya;
• mempersiapkan penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada ANRI;
dan
• melaksanakan pembinaan dan evaluasi dalam rangka penyelenggaraan kearsipan
dilingkungannya.
Unit kearsipan pada pemerintahan daerah berada di lingkungan satuan kerja perangkat
daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah. Unit kearsipan pada pemerintahan daerah
memiliki tugas:
• melaksanakan pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah satuan kerja perangkat
daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah;
• melaksanakan pemusnahan arsip dari lingkungan satuan kerja perangkat daerah dan
penyelenggara pemerintahan daerah;
• mempersiapkan penyerahan arsip statis oleh pimpinan satuan kerja perangkat daerah
dan penyelenggara pemerintahan daerah kepada lembaga kearsipan daerah; dan
• melaksanakan pembinaan dan evaluasi dalam rangka penyelenggaraan kearsipan
• di lingkungannya.
2.3 Pengelolaan Kearsipan
2.3.1 Pengelolaan Arsip Dinamis
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
10
Pengelolaan arsip dinamis dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan arsip dalam
penyelenggaraan kegiatan, sebagai bahan akuntabilitas kerja dan alat bukti yang sah
berdasarkan suatu sistem yang memenuhi persyaratan:
• andal: mampu merespon kemajuan zaman;
• sistematis: tersistimatisasinya penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan,
penyusutan arsip;
• utuh: pengelolaan arsip dilakukan dengan tindakan kontrol yang ketat;
• menyeluruh: pengelolaan arsip merupakan kegiatan lengkap untuk kebutuhan
organisasi dan unit kerja yang mengelola arsip;
• dan sesuai dengan NSPK: Pengelolaan arsip harus dilaksanakan sesuai dengan
peraturan-perundangan, kaidah-kaidah teknis terkait.
Pengelolaan arsip dinamis meliputi:
• Penciptaan arsip;
Penciptaan arsip dilaksanakan dengan baik dan benar untuk menjamin rekaman
kegiatan dan peristiwa sebagaimana adanya sehingga menghasilkan arsip yang
autentik, utuh, dan terpercaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
11
undangan. Penciptaan arsip dilaksanakan berdasarkan analisis fungsi dan tugas
organisasi. Penciptaan arsip harus memenuhi komponen struktur, isi, dan konteks
arsip.
Pencipta arsip wajib menyediakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip
yang berhak. Pencipta arsip pada lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan
tinggi negeri, dan BUMN dan/atau BUMD membuat daftar arsip dinamis berdasarkan 2
(dua) kategori, yaitu arsip terjaga dan arsip umum. Pencipta arsip (lembaga negara,
pemda, PTN, BUMN dan/atau BUMD) wajib menjaga keutuhan, keamanan, dan
keselamatan arsip dinamis yang masuk dalam kategori arsip terjaga.
• Penggunaan dan pemeliharaan arsip;
Pencipta arsip wajib menyediakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip
yang berhak. Pencipta arsip pada lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan
tinggi negeri, dan BUMN dan/atau BUMD membuat daftar arsip dinamis berdasarkan 2
(dua) kategori, yaitu arsip terjaga dan arsip umum. Pencipta arsip (lembaga negara,
pemda, PTN, BUMN dan/atau BUMD) wajib menjaga keutuhan, keamanan, dan
keselamatan arsip dinamis yang masuk dalam kategori arsip terjaga.
Pejabat yang bertanggung jawab dalam kegiatan kependudukan, kewilayahan,
kepulauan, perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah
pemerintahan yang strategis wajib memberkaskan dan melaporkan arsipnya kepada
ANRI. Pemberkasan dan pelaporan wajib dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak
terjadinya kegiatan.
Arsip yang tercipta pada lembaga negara, pemerintahan daerah, dan perguruan tinggi
negeri yang berkaitan dengan kegiatan–kegiatan tersebut wajib diserahkan kepada
ANRI dalam bentuk salinan autentik dari naskah asli paling lama 1 (satu) tahun
setelah dilakukan pelaporan kepada ANRI.
Pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alasan apabila arsip dibuka
untuk umum dapat:
o menghambat proses penegakan hukum;
o mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan
pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
o membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
o mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori
dilindungi kerahasiaannya;
o merugikan ketahanan ekonomi nasional;
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
12
o merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri;
o mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir
ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;
o mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan
o mengungkap memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu
dirahasiakan.
• Penyusutan arsip.
Penyusutan arsip yang dilaksanakan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah,
perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD dilaksanakan berdasarkan JRA
dengan memperhatikan kepentingan pencipta arsip serta kepentingan masyarakat,
bangsa dan negara.
Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN
dan/atau BUMD wajib memiliki JRA.
Lembaga negara tingkat pusat wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI. Lembaga
negara di daerah wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI sepanjang instansi
induknya tidak menentukan lain. Perusahaan wajib menyerahkan arsip statis kepada
lembaga kearsipan berdasarkan tingkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pencipta arsip bertanggungjawab atas autentisitas, reliabilitas,
dan keutuhan arsip statis yang diserahkan kepada lembaga kearsipan.
Pencipta arsip yang terkena kewajiban mengelola arsip dinamis diantaranya:
• Lembaga negara
• Pemerintahan daerah
• Perguruan tinggi negeri
• BUMN dan BUMD
Kewajiban pengelolaan arsip dinamis berlaku pula bagi perusahaan dan perguruan tinggi
swasta terhadap arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan anggaran negara
dan atau bantuan luar negeri.
Lembaga negara, pemerintah daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD
wajib mengelola arsip yang diciptakan oleh pihak ketiga yang diberi pekerjaan berdasarkan
perjanjian kerja. Pengelolaan arsip dilaksanakan setelah pihak ketiga
mempertanggungjawabkan kegiatannya kepada pemberi kerja dan lembaga lain yang
terkait. Pihak ketiga yang menerima pekerjaan dari lembaga negara, pemerintahan daerah,
perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD berdasarkan perjanjian kerja wajib
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
13
menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan anggaran negara
kepada pemberi kerja.
2.3.2 Pengelolaan Arsip Statis
Pengelolaan arsip statis dilaksanakan untuk menjamin keselamatan arsip sebagai
pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Pengelolaan arsip statis, meliputi:
• akuisisi arsip statis;
• pengolahan arsip statis;
• preservasi arsip statis; dan
• akses arsip statis.
Lembaga kearsipan wajib menjamin kemudahan akses arsip statis sebagaimana dimaksud
bagi kepentingan pengguna arsip. Akses arsip statis sebagaimana dimaksud dilakukan
untuk kepentingan pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dengan
memperhatikan prinsip keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip. Akses arsip statis
didasarkan pada sifat keterbukaan dan ketertutupan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Arsip statis pada dasarnya terbuka untuk umum. Apabila akses terhadap arsip statis yang
berasal dari pencipta arsip terdapat persyaratan tertentu, akses dilakukan sesuai dengan
persyaratan dari pencipta arsip yang memiliki arsip tersebut.
Lembaga kearsipan memiliki kewenangan menetapkan keterbukaan arsip statis sebelum 25
tahun masa penyimpanan yang dinyatakan masih tertutup dengan pertimbangan:
• tidak menghambat proses penegakan hukum;
• tidak mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan
pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
• tidak membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
• tidak mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori
dilindungi kerahasiaannya;
• tidak merugikan ketahanan ekonomi nasional;
• tidak merugikan kepentingan politik dan hubungan luar negeri;
• tidak mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir
ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
14
• tidak mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan
• tidak mengungkapkan memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu
dirahasiakan.
Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, kepentingan
penyelidikan dan penyidikan, arsip statis dapat diakses dengan kewenangan kepala
lembaga kearsipan yang ketentuannya diatur dengan peraturan kepala ANRI.
Penetapan arsip statis menjadi tertutup dilakukan oleh kepala lembaga kearsipan sesuai
dengan tingkatan dan dilaporkan kepada dewan perwakilan rakyat sesuai dengan
tingkatannya. Penetapan dilakukan secara terkoordinasi dengan pencipta arsip yang
menguasai sebelumnya. Penetapan keterbukaan arsip statis dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.3.3 Autentikasi
Pencipta arsip dan/atau lembaga kearsipan dapat membuat arsip dalam berbagai bentuk
dan/atau melakukan alih media meliputi media elektronik dan/atau media lain. Autentikasi
arsip statis terhadap arsip tersebut dapat dilakukan oleh lembaga kearsipan. Autentikasi
arsip statis adalah pernyataan tertulis atau tanda yang menunjukkan bahwa arsip statis
yang bersangkutan adalah asli atau sesuai dengan aslinya.
Ketentuan mengenai autentisitas arsip statis yang tercipta secara elektronik dan/atau hasil
alih media harus dapat dibuktikan dengan persyaratan yang diatur dengan peraturan
pemerintah.
Lembaga kearsipan berwenang melakukan autentikasi arsip statis dengan dukungan
pembuktian. Dukungan pembuktian merupakan usaha-usaha penelusuran dan
pengungkapan serta pengujian terhadap arsip yang akan diautentikasi. Untuk mendukung
kapabilitas, kompetensi, serta kemandirian dan integritasnya dalam melakukan fungsi dan
tugas penetapan autentisitas suatu arsip statis, lembaga kearsipan harus didukung
peralatan dan teknologi yang memadai. Lembaga kearsipan harus menjaga netralitasnya
dalam penetapan autentisitas dan tidak menyandarkan pembuktian pada instansi dan/atau
pihak yang mempunyai kepentingan tertentu yang dapat menciderai kualitas pembuktian.
Dalam menetapkan autentisitas suatu arsip statis, lembaga kearsipan dapat berkoordinasi
dengan instansi yang mempunyai kemampuan dan kompetensi.
2.4 Sanksi Terkait Pengelolaan Arsip
2.4.1 Sanksi Adminstratif
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
15
Sanksi adminsitratif akan dikenakan kepada pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar
ketentuan UU nomor 43 tentang Kearsipan diantaranya:
• Ketentuan dalam pasal 78:
o Teguran tertulis, bagi Pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar:
- Pasal 19 ayat 2 : ANRI tidak melakukan pengelolaan arsip statis.
- Pasal 22 ayat 4 : ARDAPROV tidak melakukan pengelolaan arsip statis.
- Pasal 27 ayat (4): ARPERTI tidak melakukan pengelolaan arsip statis.
- Pasal 48 ayat (1): LN, Pemda, PTN, BUMN/D tidak memiliki JRA.
- Pasal 60 ayat (3): Lembaga kearsipan tidak membuat Daftar Pencarian
Arsip dan tidak mengumumkan kepada publik.
o Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 tahun, bagi Pejabat
dan/atau pelaksana yang apabila selama 6 bulan tidak melakukan perbaikan
setelah mendapat teguran tertulis.
o Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun bagi Pejabat dan/atau
pelaksana yang apabila selama 6 bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan
setelah dikenakan sanki penundaan kenaikan gaji berkala.
• Ketentuan dalam pasal 79:
o Teguran tertulis bagi Pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar:
- Pasal 56 ayat 1 : LN, Pemda, PTN, BUMN/D tidak memiliki JRA tidak
membuat program arsip vital.
- Pasal 79 ayat 1 : Lembaga kearsipan tidak menjamin kemudahan akses
arsip statis.
o Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 tahun bagi Pejabat
dan/atau pelaksana yang apabila selama 6 bulan tidak melakukan perbaikan
setelah menerima teguran tertulis.
o Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling
lama 1 tahun bagi Pejabat dan/atau pelaksana yang apabila selama 6 bulan
berikutnya tidak melakukan perbaikan setelah menerima sanksi penundaan
kenaikan gaji berkala.
• Ketentuan dalam pasal 80:
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
16
o Teguran tertulis bagi Pejabat, pimpinan instansi dan/atau pelaksana yang
melanggar:
- Pasal 40 ayat 4 : Pencipta arsip (LN, Pemda, PTN, BUMN/D) tidak membuat
tata naskah dinas, klasifikasi arsip, JRA, sistem klasifikasi dan akses arsip
- Pasal 42 ayat 1 : Pencipta arsip (LN, Pemda, PTN, BUMN/D) tidak
menyediakan arsip dinamis bagi pengguna arsip yang berhak
- Pasal 43 ayat 1 : Pejabat yang bertanggung jawab dalam kegiatan
kependudukan, kewilayahan, kepulauan, perbatasan, perjanjian
internasional, kontrak karya, dan masalah pemerintahan yang strategis
tidak memberkaskan dan melaporkan arsipnya kepada ANRI
- Pasal 43 ayat 2 : Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam Psl 43 setelah 1 (satu) tahun sejak terjadinya kegiatan tsb tidak
melakukan pemberkasan dan pelaporan kepada ANRI
- Pasal 43 ayat 3 : Setelah 1 tahun melakukan pelaporan, LN, Pemda, PTN
tidak menyerahkan kepada ANRI arsip yang berkaitan dengan kegiatan
kependudukan, kewilayahan, kepulauan, perbatasan, perjanjian
internasional, kontrak karya, dan masalah pemerintahan yang strategis
dalam bentuk salinan autentik dari naskah
o Penurunan Pangkat pada Pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama
1 tahun apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat
dan/atau pelaksana sebagaimana setelah menerima surat teguran.
o Pembebasan dari jabatan untuk paling lama 1 tahun apabila selama 6 (enam)
bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan setelah dikenai sanksi penurunan
pangkat [ada pangkat yang setingkat lebih rendah.
2.4.2 Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana akan dikenakan kepada pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar
ketentuan UU nomor 43 tentang Kearsipan diantaranya:
• Pasal 81 : dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp250.000.000,00 : Setiap orang dengan sengaja menguasai dan atau
memiliki arsip negara untuk kepentingan sendiri atau orang lain yang tidak berhak
• Pasal 82 : dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp125.000.000,00 : Setiap orang dengan sengaja menyediakan arsip
dinamis kepada pengguna yang tidak berhak
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
17
• Pasal 83 : dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp25.000.000,00 : Setiap orang dengan sengaja tidak menjaga
keutuhan, keamanan dan keselamatan arsip negara yang terjaga.
• Pasal 84: dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 : Pejabat dgn sengaja tidak melaksanakan pemberkasan
dan pelaporan arsip atas kegiatan kependudukan, kewilayahan, kepulauan,
perbatasan, perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah pemerintahan yang
strategis.
• Pasal 85: dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp250.000.000,00 : Setiap orang dgn sengaja tidak menjaga
kerahasiaan arsip tertutup
• Pasal 86: dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00 : Setiap orang dengan sengaja memusnahkan arsip
diluar prosedur yang sebenarnya
• Pasal 87: dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00 : Setiap orang dengan sengaja tidak menjaga,
memperjualbelikan atau menyerahkan arsip yang memiliki nilai guna kesejarahan
pada pihak ketiga di luar yang ditentukan
• Pasal 88: dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp250.000.000,00 : Pihak ketiga yg tidak menyerahkan arsip yang
tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan anggaran negara.
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
18
PENGANTAR UU ITE
3.1 Terminologi UU ITE
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku
masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless)
dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung
demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban
manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum
telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah
hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian
pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan
adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya
(virtual world law), dan hukum mayantara.
Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem
komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan
BAB
3 Elemen Kompetensi yang akan dicapai Memahami asas dan tujuan UU ITE Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini, diharapkan peserta: 1. Dapat menjelaskan berbagai terminologi yang terdapat dalam UU no 11 tahun
2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik 2. Dapat menjelaskan asas dan tujuan UU ITE
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
19
memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem
elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi
adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi
secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan
hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Yang dimaksud dengan sistem
elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat
keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi
dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah
sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk
lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan
mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai
hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik
untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi
bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang
terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang
teknologi informasi, media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space),
meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang
nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan
kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak
kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah
kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah
melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal
adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat
di atas kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian
hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat
berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga
keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial,
budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem
secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum,
persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.
3.2 Asas dan Tujuan UU ITE
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
20
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas
kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi
atau netral teknologi.
Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang
mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Asas kehati-hatian berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan
segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi
pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
Asas iktikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi
Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu
sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan
untuk:
• mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
• mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
• meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
• membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan
pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi
Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
• memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
21
KETENTUAN UU ITE
4.1 Informasi, Dokumen dan Tandatangan
Elektronik
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti hukum yang sah. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah
apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ITE. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik tidak berlaku untuk:
• surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis, Surat yang
menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada
surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses
penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara; dan
• surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
BAB
4 Elemen Kompetensi yang akan dicapai Memahami ketentuan-ketentuan dalam UU ITE Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini, diharapkan peserta: 1. Dapat menjelaskan ketentuan informasi, dokumen dan tandatangan elektronik 2. Dapat menguraikan ketentuan penyelenggaraan sertifikasi, sistem dan transaksi
elektronik 3. Dapat menjelaskan etika dalam pemanfaatan ITE 4. Dapat menjelaskan Ketentuan penyelesaian sengketa dan peran serta
masyarakat 5. Dapat menjelaskan ketentuan penyidikan dan sanksi terkait penyalahgunaan ITE
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
22
• bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Apabila ketentuan lain yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis
atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya,
dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Selama ini
bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas
semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam
media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik,informasi
yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik
pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang
asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak
Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus
memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya
berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan. Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.
Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah
dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk
atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar
kendali Pengirim.
Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak. (3) Dalam hal
Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi
Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
Apabila terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau
penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka waktu pengiriman
adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim dan waktu penerimaan adalah
ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi
terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan
informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
23
yang ditawarkan. Informasi yang lengkap dan benar meliputi informasi yang memuat
identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok,
penyelenggara maupun perantara dan informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang
menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang
ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.
Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh
Lembaga Sertifikasi Keandalan. Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa
pelaku usaha yang melakukan perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah
melalui penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi
Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada laman (home
page) pelaku usaha tersebut. Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi
Keandalan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
• data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
• segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
• segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan
Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
• terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya;
dan
• terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan
persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya
merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan
tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
Persyaratan tersebut merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap
Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluasluasnya kepada siapa
pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan
Elektronik.
Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan
pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya. Pengamanan Tanda
Tangan Elektronik minimal meliputi:
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
24
• Sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
• Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari
penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan
Elektronik;
• Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan
oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan
sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda
Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung
layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
o Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik
telah dibobol; atau
o Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang
berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik; dan
o Dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan
Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua
informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
• Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan harus bertanggung jawab atas
segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.
4.2 Penyelenggaraan Sertifikasi, Sistem dan
Transaksi Elektronik
4.2.1 Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk
pembuatan Tanda Tangan Elektronik. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus
memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya. Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik terdiri atas penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia dan
penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili
di Indonesia. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus
terdaftar di Indonesia.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan
pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
25
• metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
• hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan
Elektronik; dan
• hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda
Tangan Elektronik.
4.2.2 Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara
andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik
sebagaimana mestinya. Andal artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai
dengan kebutuhan penggunaannya. Aman artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik
dan nonfisik. Beroperasi sebagaimana mestinya artinya Sistem Elektronik memiliki
kemampuan sesuai dengan spesifikasinya.
Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektroniknya. Namun ketentuan tersebut jika dapat dibuktikan terjadinya keadaan
memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara
Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan
minimum sebagai berikut:
• dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan
Perundang-undangan;
• dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan
keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
• dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan
Sistem Elektronik tersebut;
• dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,
informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
• memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
4.3 Etika dalam Pemanfaatan ITE
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
26
4.3.1 Transaksi Elektronik
Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.
Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. Pemanfaatan Teknologi
Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien
agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan
interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama
transaksi berlangsung.
Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya. Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak
dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan
choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut.
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya
terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata
internasional (HPI).
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional,
hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. Dalam hal tidak
ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum
perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak
tersebut.
Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. Forum yang
berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara
elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk
pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum, penetapan kewenangan pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang
menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional. Apabila para pihak tidak melakukan pilihan forum,
kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional.
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
27
Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the basis of presence) dan
efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle of
effectiveness).
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik
yang disepakati. Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada
saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa,
antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification
number/PIN) atau sandi lewat (password). Persetujuan atas penawaran Transaksi
Elektronik harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang
dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik. Pihak yang bertanggung jawab atas
segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik diatur sebagai berikut:
• jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
• jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
• jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat
tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum
menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik. Jika kerugian Transaksi Elektronik
disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa
layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan. Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya
keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang
dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang
masih dalam proses transaksi. Fitur adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada
pengguna Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang
disampaikannya, misalnya fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
4.3.2 Nama Domain, HAKI dan Perlindungan Hal Pribadi
Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki
Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama. Nama Domain berupa alamat atau
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
28
jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang
perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve). Prinsip
pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak
kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan
dalam pendaftaran merek dan paten.
Pemilikan dan penggunaan Nama Domain harus didasarkan pada iktikad baik, tidak
melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
Yang dimaksud dengan “melanggar hak Orang lain”, misalnya melanggar merek terdaftar,
nama badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada
intinya merugikan.
Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan
karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan
gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud. Yang dimaksud dengan “penggunaan Nama
Domain secara tanpa hak” adalah pendaftaran dan penggunaan Nama Domain yang
semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang lain untuk
menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya,
atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk
menyesatkan konsumen.
Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat. Jika terjadi perselisihan
pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara
pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan. Pengelola Nama Domain yang berada di
luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundangundangan.
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual,
situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan
Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual, hak
cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh
Undang- Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi
melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas
persetujuan Orang yang bersangkutan. Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi,
perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights).
Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
29
• Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala
macam gangguan.
• Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa
tindakan memata-matai.
• Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan
pribadi dan data seseorang.
Setiap Orang yang dilanggar haknya dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang
ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
4.3.3 Perbuatan yang Dilarang
Perbuatan yang dilarang sesuai ketentuan undang-undang orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak:
• mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan;
• mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian;
• mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman;
• menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik;
• menyebarkan informasi yang ditujukanuntuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA);
• mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa
pun;
• mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan
untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Secara teknis
perbuatan yang dimaksud dapat dilakukan, antara lain dengan:
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
30
o melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha
mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk
menerimanya; atau
o sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima
oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau
pemerintah daerah.
• mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
melanggar,
• menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. Sistem pengamanan
adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam
Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta
tingkatan kewenangan yang ditentukan;
• melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain. Intersepsi atau penyadapan merupakan kegiatan untuk mendengarkan,
merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran
elektromagnetis atau radio frekuensi.
• melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau
Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan
apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau
penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.
• dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik;
• dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak;
• melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik
dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana
mestinya;
• memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor,
mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
31
o perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara
khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33 UU ITE ini;
o sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang
ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan
Pasal 33 UU ITE.
• melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
• melakukan perbuatan yang dilarang yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
• dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang di luar wilayah Indonesia
terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
4.4 Ketentuan Penyelesaian Sengketa dan
Peran serta Masyarakat
Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pemerintah melindungi kepentingan
umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang
wajib dilindungi. Instansi atau institusi harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam
cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan
pengamanan data. Instansi atau institusi lain selain yang telah disebutkan di atas membuat
Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan
perlindungan data yang dimilikinya.
Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui
penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini. Peran masyarakat dapat diselenggarakan melalui
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat yang memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem
Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
32
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Selain penyelesaian gugatan perdata, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
4.5 Ketentuan Penyidikan dan Sanksi terkait
Penyalahgunaan ITE
4.5.1 Penyidikan
Penyidikan terhadap tindak pidana dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara
Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ITE ini.
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan dengan
memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik,
integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan
tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat. Dalam
melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan, penyidik wajib menjaga terpeliharanya
kepentingan pelayanan umum.
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut
ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
• alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
• alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
33
4.5.2 Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana akan dikenakan kepada setiap orang yang melanggar ketentuan UU
nomor 11 tahun 2008 tentang ITE diantaranya:
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
34
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah);
• memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah);
• apabila melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan
sepertiga dari pidana pokok;
• apabila melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan
Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan
untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga;
• apabila melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan
Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis
termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan,
keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana
maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga;
• apabila melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah
dua pertiga.
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
35
PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalarn rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum
sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk
menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai
masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia
dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.
Kondisi dan perubahan cepat yang diikuti pergeseran nilai tersebut perlu disikapi secara
bijak melalui langkah kegiatan yang terus-menerus dan berkesinambungan dalam berbagai
aspek pembangunan untuk membangun kepercayaan masyarakat guna mewujudkan tujuan
pembangunan nasional. Untuk itu, diperlukan konsepsi sistem pelayanan publik yang berisi
nilai, persepsi, dan acuan perilaku yang mampu mewujudkan hak asasi manusia
BAB
5 Elemen Kompetensi yang akan dicapai Memahami ketentuan sistem penyelenggaraan pelayanan public Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari bab ini, diharapkan peserta: 1. Dapat menguraikan ketentuan mengenai penanggung jawab, organisasi
penyelenggara pelayanan publik 2. Dapat menguraikan ketentuan hak, kewajiban dan larangan dalam pelayanan
publik 3. Dapat menjelaskan ketentuan sistem penyelenggaraan pelayanan publik 4. Dapat menjelaskan peran serta masyarakat dan ketentuan pengelolaan serta
penyelesaian pengaduan 5. Dapat menjelaskan ketentuan Sanksi terkait Pelayanan publik
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
36
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dapat diterapkan sehingga masyarakat memperoleh pelayanan sesuai dengan harapan dan
cita-cita tujuan nasional.
5.1 Penanggungjawab, Organisasi
Penyelenggara Pelayanan Publik
5.1.1 Pembina dan Penanggung Jawab Pelayanan Publik
Guna menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan pembina dan
penanggung jawab. Pembina terdiri atas:
• Pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian, pimpinan
lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan lembaga komisi negara atau yang
sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya.
Pembina di lingkungan lembaga negara adalah ketua atau nama lain setiap lembaga
negara. Lembaga negara meliputi Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah
Agung, Komisi Yudisial, dan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lembaga komisi negara atau yang sejenis adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan
undang-undang dan bersifat mandiri serta tidak memiliki hubungan organik dengan
lembaga negara dan instansi pemerintah dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman Republik
Indonesia, Komisi Pemilihan Umum, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Kementerian adalah kementerian negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Lembaga pemerintah nonkementerian adalah lembaga pemerintah yang dibentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan, antara lain Lembaga Administrasi
Negara, Badan Kepegawaian Negara, Badan. Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan, Badan Pusat Statistik, dan Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Lembaga lainnya, seperti Palang Merah Indonesia dan Lembaga Sensor Film.
• Gubernur pada tingkat provinsi;
• Bupati pada tingkat kabupaten; dan
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
37
• Walikota pada tingkat kota.
Pembina mempunyai tugas melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap
pelaksanaan tugas dari penanggung jawab. Pembina, kecuali pimpinan lembaga negara dan
pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis yang dibentuk berdasarkan undang-
undang, wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik kepada Presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pembina pada level Gubernur pada tingkat provinsi wajib melaporkan hasil perkembangan
kinerja pelayanan publik masing-masing kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dan menteri. Laporan dapat disampaikan secara berkala sekurangkurangnya 1 (satu) tahun
sekali dan/atau sewaktu-waktu.
Pembina pada level Bupati pada tingkat kabupaten dan Walikota pada tingkat kota wajib
melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masingmasing kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan gubernur.
Penanggung jawab adalah pimpinan kesekretariatan lembaga atau pejabat yang ditunjuk
pembina yang mempunyai tugas:
• mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan
standar pelayanan pada setiap satuan kerja;
• melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik; dan
• melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik di
seluruh satuan kerja unit pelayanan publik.
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara bertugas:
• merumuskan kebijakan nasional tentang pelayanan publik;
• memfasilitasi lembaga terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi antarpenyelenggara yang tidak dapat
diselesaikan dengan mekanisme yang ada; dan
• melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik.
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara wajib:
• mengumumkan kebijakan nasional tentang pelayanan publik, hasil pemantauan dan
evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi;
• membuat peringkat kinerja penyelenggara secara berkala; dan
• memberikan penghargaan kepada penyelenggara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
38
5.1.2 Organisasi Penyelenggara
Organisasi penyelenggara berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik
sesuai dengan tujuan pembentukan. Penyelenggaraan pelayanan publik minimal harus
meliputi pelaksanaan pelayanan; pengelolaan pengaduan masyarakat; pengelolaan
informasi; pengawasan internal; penyuluhan kepada masyarakat; dan pelayanan
konsultasi.
Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas
ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan. Dalarn rangka
mempermudah penyelenggaraan berbagai bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan
penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu. Sistem pelayanan terpadu merupakan satu
kesatuan pengelolaan dalam pemberian pelayanan yang dilaksanakan dalam satu tempat
dan dikontrol oleh sistem pengendalian manajemen guna mempermudah, mempercepat,
dan mengurangi biaya.
5.1.3 Evaluasi dan Pengelolaan Pelaksana Pelayanan Publik
Penyelenggara berkewajiban melaksanakan evaluasi terhadap kinerja pelaksana di
lingkungan organisasi secara berkala dan berkelanjutan. Secara berkala dan berkelanjutan
merupakan periode yang dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, 12 (dua
belas) bulan, atau 24 (dua puluh empat) bulan sekali yang diatur sesuai dengan standar
pelayanan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil evaluasi, penyelenggara berkewajiban
melakukan upaya peningkatan kapasitas pelaksana.
Evaluasi terhadap kinerja pelaksana dilakukan dengan indikator yang jelas dan terukur
dengan memperhatikan perbaikan prosedur dan/atau penyempurnaan organisasi
sesuai dengan asas pelayanan publik dan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggara berkewajiban melakukan penyeleksian dan promo si pelaksana secara
transparan, tidak diskriminatif, dan adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggara wajib memberikan penghargaan kepada pelaksana yang memiliki prestasi
kerja. Penyelenggara wajib memberikan hukuman kepada pelaksana yang melakukan
pelanggaran ketentuan internal penyelenggara. Ketentuan internal penyelenggara
merupakan ketentuan yang mengatur peningkatan kinerja pelaksana, misalnya ketentuan
disiplin, etika, prosedur, dan instruksi kerja.
5.1.4 Hubungan Antarpenyelenggara
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
39
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan, dapat dilakukan kerja
sama antarpenyelenggara. Kerja sama antarpenyelenggara meliputi kegiatan yang
berkaitan dengan teknis operasional pelayanan dan/atau pendukung pelayanan. Teknis
operasional pelayanan merupakan kegiatan yang terkait langsung dengan pelaksanaan
pelayanan, antara lain penyediaan sumber daya pelayanan, seperti teknologi, peralatan dan
sumber daya lain, serta standar operasional prosedur (SOP).
Pendukung pelayanan merupakan kegiatan yang tidak terkait langsung dengan operasional
pelayanan tetapi diperlukan dalam pelaksanaan pelayanan, antara lain penelitian dan
pengembangan serta pendidikan dan pelatihan. Apabila penyelenggara yang memiliki
lingkup kewenangan dan tugas pelayanan publik tidak dapat dilakukan sendiri karena
keterbatasan sumber daya dan/atau dalam keadaan darurat, penyelenggara dapat meminta
bantuan kepada penyelenggara lain yang mempunyai kapasitas memadai.
Dalam keadaan darurat pemberi bantuan dapat mengeluarkan surat penugasan kepada
pihak terkait untuk melaksanakan pemberian bantuan. Dalam keadaan darurat, permintaan
penyelenggara lain wajib dipenuhi oleh penyelenggara pemberi bantuan sesuai dengan
tugas dan fungsi organisasi penyelenggara yang bersangkutan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Keadaan darurat merupakan keadaan yang ditetapkan oleh instansi
yang bertanggung jawab. Dalam menetapkan kejadian sebagai keadaan darurat, dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5.1.5 Kerja Sama Penyelenggara dengan Pihak Lain
Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian tugas
penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain dengan ketentuan:
• perjanjian kerja sama penyelenggaraan pelayanan publik dituangkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan dalam pelaksanaannya didasarkan pada standar
pelayanan;
• penyelenggara berkewajiban menginformasikan perjanjian kerja sama kepada
masyarakat. Materi perjanjian kerja sama yang wajib diinformasikan adalah hal-hal
penting yang perlu diketahui oleh masyarakat, misainya apa yang dikerjakan, siapa
yang mengerjakan, jangka waktu kerja sama, dan pekerjaan yang dilaksanakan
sesuai dengan standar pelayanan yang penginformasiannya merupakan bagian dari
maklumat pelayanan;
• tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada pada penerirna kerja sama,
sedangkan tanggung jawab penyelenggaraan secara menyeluruh berada pada
penyelenggara;
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
40
• informasi tentang identitas pihak lain dan identitas penyelenggara sebagai
penanggung jawab kegiatan harus dicantumkan oleh penyelenggara pada tempat
yang jelas dan mudah diketahui masyarakat; dan
• penyelenggara dan pihak lain wajib
mencantumkan alamat tempat mengadu dan sarana untuk menampung keluhan
masyarakat yang mudah diakses, antara lain telepon, pesan layanan singkat (short
message service (sms)), laman (website), pos-el (e-mail), dan kotak pengaduan.
Informasi tentang identitas pihak lain dan identitas penyelenggara sebagai
penanggung jawab kegiatan meliputi nama, alamat, telepon, pesan layanan singkat
(short message service (sms)), dan laman (website).
Penyerahan sebagian tugas merupakan pemberian sebagian tugas kepada pihak lain dari
seluruh tugas penyelenggaraan pelayanan, kecuali yang menurut undang-undang ham
dilaksanakan sendiri oleh penyelenggara, misalnya pelayanan KTP, SIM, paspor, sertifikat
tanah, dan pelayanan perizinan lain.
Pihak lain adalah pihak di luar penyelenggara yang diserahi atau diberi sebagian tugas oleh
penyelenggara pelayanan.
Pengertian kerja sama juga termasuk penunjukan operator pelaksana atau kontraktor yang
diberi hak menjalankan fungsi penyelenggara, misalnya pengelolaan parkir dan air minum
yang diserahkan kepada swasta.
5.2 Hak, Kewajiban dan Larangan
5.2.1 Hak dan Kewajiban bagi Penyelenggara
Penyelenggara memiliki hak:
• memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya;
• melakukan kerja sama;
• mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayananan publik;
• melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan
kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan
• menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
Penyelenggara berkewajiban:
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
41
• menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
• menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;
• menempatkan pelaksana yang kompeten;
• menyediakan sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan publik yang
mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;
• memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan
pelayanan publik;
• melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan publik;
• memberikan pertanggungjawaban terhadap
pelayanan yang diselenggasakan;
• membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya;
• bertanggung jawab dalarn pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik;
• memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila
mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan
• memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan
perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari
lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
5.2.2 Kewajiban dan Larangan bagi Pelaksana
Pelaksana berkewajiban:
• melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh
penyelenggara;
• memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
• memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum
atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi
pemerintah Pelaksana berkewajiban:
• melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh
penyelenggara;
• memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
42
• memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum
atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi
pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
• memberikan pertanggungjawaban apabila mengundurkan diri atau melepaskan
tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan
• melakukan evaluasi dan membuat laporan keuangan dan kinerja kepada
penyelenggara secara berkala.
Pelaksana dilarang:
• merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang
berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan
usaha milik daerah;
• meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional,
dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
• menambah pelaksana tanpa persetujuan
penyelenggara;
• membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan penyelenggara;
dan
• melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik.
5.2.3 Hak dan Kewajiban bagi Masyarakat
Masyarakat berhak:
• mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
• mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
• mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
• mendapat advokasi, perlindungan, dan/ atau pemenuhan pelayanan;
• memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan
apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
• memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan
yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
• mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau
tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman;
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
43
• mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan
dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina penyelenggara dan
ombudsman; dan
• mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.
Masyarakat berkewajiban:
• mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam standar
pelayanan;
• ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik;
dan
• berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan
pelayanan publik.
5.3 Sistem Penyelenggaraan Pelayanan
Publik
Masyarakat Indonesia yang wajib dilayani oleh aparatur negara telah semakin cerdas.
Sejalan dengan itu, peningkatan daya kritis publik tentang pelaksanaan pelayanan terus
direspon pemerintah. Antara lain dalam upaya menguatkan pilar reformasi birokrasi, berupa
draft undang undang pelayanan publik sejak lebih dari 5 tahun yang lalu. Sejak awal
pembuatan draft hingga diundangkan, kental melibatkan stakeholders, segenap elemen
masyarakat.
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik sudah berlaku. UU ini
mengatur bahwa seluruh pelayanan publik yang diselenggarakan di Indonesia yang
termasuk dalam ruang lingkup seperti diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009,
wajib memiliki standar pelayanan publik. Standar Pelayanan Publik haruslah dibentuk
atas azas kesepakatan dengan pemangku kepentingan, utamanya masyarakat yang
dilayani. Dengan tersedianya standar pelayanan, penyelenggara wajib memberikan
pelayanan mengacu standar tersebut, dengan terlebih dahulu memaklumatkannya dalam
Maklumat Pelayanan.
5.3.1 Standar Pelayanan Publik (SPP)
Pelayanan publik adalah amanah rakyat yang wajib hukumnya untuk ditegakkan birokrasi
pemerintah BUMN dan BUMD, serta swasta yang melaksanakan misi negara. Kalau
dicermati, naskah UU Pelayanan publik cukup mengejutkan publik dan bisa jadi sangat
merisaukan penyelenggara dan pelaksana pelayanan yang belum mempunyai komitmen
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
44
dan integritas. Misalnya dilihat dari pasal pasal terkait standar pelayanan, yang sejak
perumusan, penerapan, sampai koreksi atau perbaikan penyelenggaraannya melibatkan
penuh masyarakat.
• Standar Pelayanan Publik atau SPP, serupa dengan kontrak antara penyelenggara
dengan pengguna layanan terkait kualitas pelayanan yang akan diberikan
penyelenggara. Sasaran mutu berupa standar pelayanan sesuai dengan UU
Pelayanan Publik, setiap parameternya dicantumkan dalam standar pelayanan
penyelenggaraan pelayanan publik. Dikarenakan setiap penyelenggara harus
mencantumkan acuan kualitas yang terdiri dari 14 parameter (pasal 21 UU 25/2009),
acuan ini diistilahkan dengan sasaran mutu umum (standar generik). Tingkat besaran
kualitasnya, secara umum berbeda antara satu penyelenggara dengan
penyelenggara lainnya.
• Acuan untuk evaluasi didalam rangka penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan
publik adalah standar pelayanan. Dengan demikian standar pelayanan yang
ditetapkan dan diacu masing masing penyelenggara sifatnya haruslah realistik,
dalam arti kata dapat diimplementasikan, serta mengikat (termasuk pelayanan yang
dibiayai penuh oleh negara). Penyelenggara harus menjaga agar kualitas
pelayanannya tidak menyimpang dari yang dijanjikan. Acuan kualitas
penyelenggaraan yang dikenal dengan nama Standar Pelayanan Publik atau SPP
diatur dalam pasal 20,21, dan 22 UU Nomor 25 Tahun 2009. UU mewajibkan untuk
melibatkan publik sejak penyusunannya.
Cukup banyak pasal pasal yang mengikat penyelenggara dan pelaksana pelayanan, dengan
muaranya satu, yakni, tujuan UU Pelayanan Publik semata-mata untuk mencapai
transparansi dan akuntabilitas pelayanan, yang outcomenya adalah keadilan dan
meningkatnya kesejahteraan rakyat. Disitulah tujuan utama dalam penerapan UU ini.
5.3.2 Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Pelayanan dasar yang menyangkut kebutuhan paling dasar dari mayoritas rakyat
Indonesia, sudah seharusnya diprioritaskan penyelenggaraannya. Pelayanan akan
kebutuhan rakyat yang jenis dan mutunya wajib diberikan negara, kualitas
penyelenggaraannya minimal sama dengan besaran Standar Pelayanan Minimal yang sudah
ditetapkan secara formal. Dengan kata lain jenis dan mutu nasionalnya sudah diikat
dengan acuan kinerja tertentu. Standar Pelayanan Publik yang memenuhi kriteria demikian
dinamakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Pengertian minimal, dalam arti kata bersifat
dinamis, dimana kriteria acuannya berkembang dari waktu kewaktu sesuai perkembangan
kemampuan negara didalam membiayai penyelenggaraannya. Kualitas ini harus dipenuhi
setiap penyelenggara pelayanan publik yang ada disuatu kabupaten/kota/ propinsi tertentu.
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
45
Dengan kata lain standar ini serupa dengan kontrak antara pemerintah melalui pemerintah
daerah dengan rakyatnya yang ada di kabupatem/kota/propinsi tertentu. Juga ditetapkan,
waktu paling lambat, kapan kualitas ini akan berlaku sama secara nasional.
Setiap Pelayanan Publik yang memiliki SPM sifatnya unik. Pelayanan publik pendidikan
berbeda karakteristik jenis dan mutu produk layanannya jika dibandingkan dengan
pelayanan publik kesehatan, pelayanan publik kimpraswil dll. PP 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian Urusan Pemerintah mengatur, ada 26 jenis pelayanan wajib yang definisinya
sesuai PP 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal. Wajib dalam arti kata, pelayanan tersebut harus diberikan pemerintah pada
rakyatnya. Setiap jenis pelayanan wajib harus dilengkapi SPM. SPM tersebut dibuat Menteri
Sektoral melalui mekanisme persetujuan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)
dan diacu bersama secara nasional. Standar SPM diformalkan menjadi pegangan bagi
rakyat didalam menuntut kualitas pelayanan. SPM yang dibuat Menteri Sektoral wajib
diimplementasikan oleh seluruh Pemerintah Daerah. Contoh, SPM Bidang kesehatan dibagi
atas 4 kelompok besar bidang pelayanan, dan dalam setiap bidang diurai atas jenis jenis
pelayanan tertentu yang keseluruhannya berjumlah total 18 jenis layanan. Setiap layanan
memiliki standar mutu minimal. Dinas yang menangani pelayanan kesehatan di kabupaten
atau kota, sebagai kepanjangan tangan sekda/bupati mengimplementasikan penerapannya.
Sasaran mutu minimal sektoral yang berlaku secara nasional diistilahkan sebagai sasaran
mutu SPM. Selanjutnya, setiap penyelenggaranya juga wajib membuat sasaran mutu SPP
mengacu UU Nomor 25 Tahun 2009, sebagai acuan penyelenggaraannya. Kedua standar ini
digunakan pengguna layanan dan penyelengggara, sebagai acuan bersama didalam
merealisasikan pelayanan dasar tersebut.
SPM dibuat Menteri Sektoral. Rencana aksinya dikembangkan Pemda
kabupaten/kota/propinsi sesuai kemampuan masing masing, mengacu batasan limit target
waktu nasional untuk mengimplementasikannya. Pemda bersama penyelenggara yang
memberikan pelayanan publik di masing masing sektor yang ada SPMnya, wajib
melengkapi SPM tersebut dengan SPP. Dengan demikian tersedia acuan yang dapat diukur
akan keberhasilan penyelenggaraannya, dimana penyelenggara dan pengguna layanan
menggunakannya sebagai media komunikasi, apakah itu untuk dasar usulan perbaikan
penyelenggaraan, complain/keluhan, pengukuran kinerja, ataupun perbaikan mekanisme
kerja.
Kedua sasaran mutu SPP dan SPP merupakan acuan bersama antara masyarakat dengan
pemerintah yang memberikan pelayanan tersebut, melalui penyelenggara instansi
pemerintah dan swasta yang diberikan izin untuk memberikan layanan publik tesebut
karena melaksanakan misi negara. Artinya Pemerintah mengetahui quality of services yang
bagaimana yang wajib diberikannya pada rakyatnya. Sebaliknya masyarakat juga punya
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
46
acuan untuk menuntut pemerintah jika kualitas pelayanan yang diberikan dibawah yang
dijanjikan. Pemda yang berpikiran maju bahkan akan membuat sasaran mutunya melebihi
(diatas) besaran SPM, dari segi waktu pencapaian dan besaran target coveragenya.
5.3.3 Jaminan Pelayanan (UU 25/2009 pasal 20 unsur point(l))
Seluruh sasaran mutu yang ditetapkan hanya dapat diwujudkan, jika dibangun sistim
manajemen pelayanannya. Sistem manjemen pelayanan diwujudkan dalam berbagai
bentuk. Akan tetapi ada fungsi fungsi minimum manajemen tertentu, yang wajib dibangun
jika ingin berhasil memberikan jaminan pelayanan. Sistem jaminan pelayanan tersebut
dikenal dengan nama Sistem Manajemen Mutu (SMM). Standar yang diacu dunia untuk
SMM yang baik, dikenal dengan nama Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Standar
manajemen ini berisi check-list seluruh fungsi fungsi manajemen generik baku yang perlu
ada di mekanisme kerja pelayanan suatu organisasi, jika ingin berhasil memberikan
pelayanan sesuai dengan kualitas yang dijanjikan. SMM ISO 9001:2008 disusun dalam
bentuk check list fungsi manajemen. Untuk keberhasilan menjalankan perintah UU nomor
25 Tentang Pelayanan Publik, sasaran mutu yang diacu didalam membangun SMM adalah
(1) sasaran mutu SPP bagi penyelenggara dan (2) sasaran mutu SPM bagi Pemda. Sasaran
mutu SPP dan Sasaran mutu SPM, dijadikan sebagai dasar menganalisa kemampuan
untuk melaksanakannya, dengan menggunakan berbagai tools untuk check compliance
persyaratan fungsi fungsi dasar manajemen minimum yang harus ada didalam
menyelenggarakan pelayanannya. Fungsi dasar tersebut digambarkan dalam bentuk bisnis
proses yang direncanakan secara integratif komprehensif (dalam satu kesatuan sistem)
berikut dokumentasi formalnya, dan kemudian diterapkan dalam penyelenggaraan
pelayanan.
Makin tinggi standarnya makin rumit proses yang harus dibangun untuk dapat menjamin
kualitas pelayanannya sesuai dengan yang dijanjikan, dan makin mahal biaya untuk
melaksanakannya. Hasil audit, menggunakan check list persyaratan SMM ISO 9001:2008
ini, akan menunjukkan apakah sasaran mutu yang ditetapkan serta dijamin secara tertulis,
dapat dicapai atau tidak. Artinya, jika ada satu saja dari fungsi manajemen yang harus
diterapkan, ternyata tidak dilaksanakan, jaminan pelayanan, berupa akan melayani sesuai
dengan sasaran mutu (SPP dan SPM), diragukan. Menggunakan pendekatan ini dapat
diminimumkan penggunaan kata ”saya jamin” dengan cara ”gampangan” seperti banyak
yang dijanjikan secara oral oleh pejabat yang belum kompeten).
5.3.4 Komplementasi Antara Standar Pelayanan Publik & Standar
Pelayanan Minimal
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
47
Besaran kualitas dari setiap parameter dalam standar pelayanan publik yang ditetapkan
melalui kesepakatan bersama dengan berbagi pemangku kepentingan utamanya pengguna
layanan, jika unsurnya sama baik dalam SPP maupun dalam SPM, kualitas SPPnya tidak
boleh lebih rendah dari yang ditetapkan dalam SPM, yang berlaku di
kabupaten/kota/propinsi dimana penyelenggara berlokasi. Contoh, dalam petunjuk teknis
SPM untuk suatu pelayanan tertentu, menetapkan level kompetensi minimal petugas yang
akan melayani (misal minimal bidan) dan juga jumlah jumlah petugas minimal yang akan
melayani pelayanannya. Dalam merumuskan SPP, acuan minimal ini dijadikan sebagai
patokan, sehingga hasil musyawarah dengan pengguna layanan didalam menetapkan level
kualitas parameter (h) dan (k) (UU Nomor 25 Tahun 2009 pasal 21), besarannya harus
diatas atau paling tidak sama dengan SPM. Demikian juga saat menetapkan kapan SPP
sudah diacu secara penuh (compliance), jika masih ada keterbatasan sumber daya
yang belum dapat diatasi penyelenggara, batas waktu toleransi tersebut dibuat paling
lambat mengacu target waktu pencapaian minimum (atau paling lambat) seperti yang
ditetapkan dalam SPM (bahkan diusahakan lebih cepat agar dimiliki waktu cadangan, jika
benar terjadi keterlambatan mengacu rencana Pemda).
5.3.5 Standar Produk
Hubungan antara SPP dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dengan
Standar Produk yang menjadi acuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2009 Perlindungan
Konsumen adalah sebagai berikut:
• Berbagai produk yang dimanfaatkan untuk merealisasikan Sasaran Mutu SPP,
sebagian produk tersebut ada yang berbentuk produk fisik, contoh untuk pelayanan
kesehatan, obat-obatan. Produk layanan dapat berbentuk jasa contoh untuk
pelayanan kesehatan, rawat inap di RS. Tiap produk memiliki standar, contoh untuk
produk obat standarnya seperti tercantum dalam label yang ditempel di botol obat;
untuk jasa dalam bentuk kontrak layanan yang dikenal dengan nama Service Level
Agreement (SLA). Standar inilah yang diacu dalam UU Perlindungan Konsumen
sebagai dasar menilai apakah produknya sesuai standar atau tidak.
• Ada keterkaitan yang sangat erat antara SPP (Standar Pelayanan Publik), SPM
(Standar Pelayanan Minimal), dan Standar Produk (seperti yang dicantumkan dalam
label produk yang dibuat produsen tertentu ataupun dalam SLAnya), jika
penyelenggaranya masuk dalam ruang lingkup pelayanan publik.
5.3.6 Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
48
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) seperti yang diatur dalam Kep.MenPAN nomor 25
Tahun 2004, adalah tools yang sudah cukup lama digunakan instansi pemerintah didalam
hal mensurvey kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Umumnya instansi pemerintah baik di pusat dan daerah banyak yang sudah menggunakan
tools ini didalam memotret dirinya mengacu kacamata bagaimana pengguna layanannya
(masyarakat) menilai kinerja pelayanan yang diberikan.
Disis lain, saat sekarang jenis pelayanan publik sektoral apa saja yang wajib diberikan
pemerintah, belum seluruhnya memiliki acuan pasti dalam bentuk standar pelayanan
minimal(SPM), selain yang sudah ada di enam sektor pelayanan berikut:
• Kesehatan (ada 18 jenis pelayanan)
• Lingkungan Hidup (4 jenis pelayanan)
• Perumahan Rakyat (2 jenis pelayanan)
• Sosial (4 jenis pelayanan)
• Dalam Negeri (3 jenis pelayanan)
• Layanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (5 jenis pelayanan)
Kinerja dari pelayanan yang sudah memiliki SPM di keenam sektor diatas juga belum
pernah disurvey akan kualitas pelayanannya.
Dengan menggunakan tools IKM sesuai diatur dalam Kep,MenPAN 25/2004, jika dilakukan
survey, maka kualitas pelayanan, utamanya di sektor pelayanan yang sudah memiliki SPM,
dapat mulai dilakukan. Semuanya dilaksanakan demi perbaikan pelayanan publik kearah
prima. Pada gilirannya semua pelayanan sesuai yang diatur pasal 5 ayat (1) UU Pelayanan
Publik, baik pelayanan barang, pelayanan jasa, dan pelayanan administratif, kesemuanya
akan mampu memberikan kepuasan maksimal pada masyarakat demi pemenuhan hak dan
kebutuhan mereka sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
5.4 Sanksi Terkait Pelayanan Publik
Sanksi akan dikenakan kepada penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan
UU nomor 25 tentang Pelayanan Publik diantaranya:
• Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 15 huruf g, danPasal 17 huruf e dikenai sanksi
teguran tertulis;
• Pasal 10 ayat (1) dan aya.t (2), Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf e, Pasal 15 huruf
e dan huruf f, Pasal 16 huruf a, Pasal 17 huruf b dan huruf c, Pasal 25 ayat (2), Pasal
29 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 50 ayat
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
49
(9) dikenai sanksi teguran tertulis, dan apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan tidak
melaksanakan ketentuan dimaksud dikenai sanksi pembebasan dari jabatan;
• Pasal 33 ayat (2) dikenai sanksi teguran tertulis, dan apabila dalam waktu 1 (satu)
tahun tidak melaksanakan ketentuan dimaksud dikenai sanksi pembebasan daei
jabatan;
• Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4) dikenai sanksi teguran tertulis, dan apabila dalam
waktu 3 (tiga) bulan atau dalam masa pelaksanaan pekerjaan tidak melaksanakan
ketentuan dimaksud dikenai sanksi pembebasan dari jabatan;
• Pasal 15 huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf i, Pasal 23 ayat (4) dan ayat (5), Pasal
25 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 29 ayat (1), Pasal 36 ayat (2), Pasal
37 ayat (1), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 ayat (3), dan Pasal 50 ayat (2) dikenai sanksi
penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu)
tahun;
• Pasal 38 ayat (1) dikenai sanksi penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat
lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun;
• Pasal 11 ayat (1), Pasal 15 huruf b, huruf e, huruf j, huruf k, dan huruf 1, Pasal 16
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Pasal 17 huruf a dan huruf d, Pasal 20 ayat (2)
dan ayat (3), Pasal 22, Pasal 28 ayat (4), Pasal 33 ayat (1), Pasal 36 ayat (3), Pasal
48 ayat (2), serta Pasal 50 ayat (1) dan ayat (4) dikenai sanksi pembebasan dari
jabatan;
• Pasal 15 huruf a, Pasal 20 ayat (1), Pasal 26, dan Pasal 33 ayat (3) dikenai sanksi
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri;
• Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (1) dikenai sanksi pemberhentian tidak dengan
hormat;
• Penyelenggara yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf c
yang melanggar ketentuan Pasal 15 huruf a, Pasal 26, Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 36
ayat (3) dikenai sanksi pembekuan misi dan/ atau izin yang diterbitkan oleh instansi
pemerintah;
• Penyelenggara yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (10), apabila
dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan kinerja
dikenai sanksi pencabutan izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah;
• Penyelenggara atau pelaksana yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 29 ayat (1)
dan ayat (2) dan atas perbuatan tersebut mengakibatkan timbulnya luka, cacat tetap,
atau hilangnya nyawa bagi pihak lain dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan;
MODUL 2 - PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI
50
• Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan
dirinya membayar ganti rugi bagi korban. Besaran ganti rugi bagi korban ditetapkan
berdasarkan putusan pengadilan;
• Penyelenggara atau pelaksana yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (4), dan atas
perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian negara dikenai denda. Besaran denda
ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan;
• Sanksi bagi penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan
Pasal 56 dikenakan kepada pimpinan penyelenggara;
• Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh atasan
penyelenggara yang bertanggung ja.wab atas kegiatan pelayanan publik sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
• Pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara sebagaimana diatur dalam Pasal 40
ayat (3) yang menimbulkan kerugian wajib dibayar oleh penyelenggara setelah
dibuktikan nilai kerugiannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
• Pimpinan penyelenggara dan/atau pelaksana yang dikenai sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 dapat dilanjutkan pemrosesan
perkara ke lembaga peradilan umum apabila penyelenggara melakukan perbuatan
melawan hukum dan/atau penyelenggara melakukan tindak pidana.