10

Click here to load reader

MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perkereasan Jalan

Citation preview

Page 1: MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR  PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

1

MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Dr. Ir. Djunaedi Kosasih, MSc. Ir. Gregorius Sanjaya S, MT Dosen Departemen Teknik Sipil Dosen Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung dan Universitas Tarumanagara Universitas Tarumanagara Let. Jend. S Parman No.1, Jakarta Let. Jend. S Parman No.1, Jakarta Phone: (021) 567 2548 Phone: (021) 567 2548 Fax: (021) 566 3277 Fax: (021) 566 3277 e-mail: [email protected] e-mail: [email protected]

[email protected]

Malco Agustino, ST Gunawan Taswin, ST Jurusan Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanagara Universitas Tarumanagara Let. Jend. S Parman No.1, Jakarta Let. Jend. S Parman No.1, Jakarta Phone: (021) 567 2548 Phone: (021) 567 2548 Fax: (021) 566 3277 Fax: (021) 566 3277 e-mail: [email protected] e-mail: [email protected]

ABSTRAK Metoda desain struktur perkerasan lentur secara analitis dalam 3 dekade terakhir telah berkembang cukup pesat, khususnya karena aplikasi komputer yang mudah didapat dan karena pemahaman akan karakteristik struktural bahan perkerasan sudah lebih banyak dikuasi dengan dukungan peralatan uji laboratorium yang memadai. Alasan lainnya adalah karena adanya kebutuhan akan struktur perkerasan yang lebih kuat untuk mendukung beban kendaraan yang makin berat, baik dari sisi bobot kendaraan, maupun volume lalu lintas. Secara umum, metoda desain analitis lebih baik dibandingkan dengan metoda desain empiris karena dapat menganalisis kondisi lingkungan setempat dengan lebih rasional dan dapat menyeimbangkan antara geometrik struktur perkerasan dengan kwalitas bahan perkerasan yang tersedia. Penelitian yang telah dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh dari modulus resilient tanah dasar terhadap desain struktur perkerasan lentur secara analitis. Karena ketersediaan alat pengujian yang seringkali terbatas, modulus resilient tanah dasar seringkali dikorelasikan dengan CBR, dimana MR tanah dasar (MPa) = 10 CBR (%). Keabsahan dari korelasi ini merupakan fokus pembahasan dalam makalah. Penelitian dilakukan terhadap 2 contoh tanah yang sedang digunakan dalam pekerjaan pembangunan jalan tol lingkar luar Jakarta. Kedua contoh tanah secara umum tidak banyak berbeda dimana keduanya memiliki klasifikasi tanah A-7-5 (16/17). Hasil pengujian di laboratorium memberikan CBR pada kepadatan kering maksimum yang relatif tinggi, yaitu 7% ÷ 13% pada kepadatan standar dan 32% ÷ 34% pada kepadatan modifikasi. Namun, batas cair kedua contoh tanah ini yang relatif sangat tinggi (70%) seringkali akan sulit dipadatkan di lapangan dan memiliki potensi kembang-susut yang tinggi. Data statistik menunjukkan bahwa CBR lapangan untuk jenis tanah ini umumnya berkisar antara 3% ÷ 8%. Prosedur pengujian modulus resilient tanah dasar yang dilakukan dalam penelitian mengikuti metoda AASHTO T274-82 (1982). Rentang tegangan deviator antara 7 KPa ÷ 69 KPa yang disyaratkan merupakan batas-batas tegangan yang umumnya terjadi pada tanah dasar. Hasil pengujian untuk kedua contoh tanah menunjukkan bahwa hubungan antara modulus resilient dengan tegangan deviator adalah logaritmis. Terlihat bahwa makin baik karakteristik tanah (kepadatan kering dan CBR makin tinggi), maka modulus resilient juga akan makin besar. Konstanta Poisson dari kedua contoh tanah didapat berkisar antara 0.4 ÷ 0.6. Korelasi antara modulus resilient dan CBR tanah dasar dari hasil pengujian dan dari hasil analisis desain struktur perkerasan secara analitis menunjukkan hasil yang tidak konsisten dengan yang umumnya diusulkan. Dari penelitian ini, angka korelasi antara modulus resilient dengan CBR tanah dasar yang dihasilkan adalah 8.1 dan 5.1 masing-masing untuk nilai CBR 7% dan 13%. Kata Kunci: Tanah dasar, kepadatan standar, kepadatan modifikasi, CBR, triaxial, pembebanan berulang,

tegangan deviator, modulus resilient, metoda desain analitis, metoda desain empiris.

Page 2: MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR  PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Simposium ke-4 FSTPT, Universitas Udayana, Bali, 8 November 2001

2

1. PENDAHULUAN Metoda desain struktur perkerasan lentur secara analitis telah cukup berkembang dalam tiga dekade terakhir. Namun, implementasinya di Indonesia masih terbatas hanya pada kegiatan riset atau pada kegiatan evaluasi struktur perkerasan lentur yang sifatnya khusus dan mendalam. Salah satu faktor yang membatasi penggunaan metoda desain secara analitis adalah penentuan karakteristik struktural bahan perkerasan lentur yang memerlukan alat uji mekanistik yang relatif mahal. Ada 4 perbedaan yang mendasar antara metoda desain secara analitis (Asphalt Institute, 1983) dan metoda desain secara empiris (Bina Marga, 1987), yaitu: a) Karakterisasi bahan untuk metoda analitis dinyatakan dengan parameter struktural

(modulus elastisitas dan konstanta Poisson), sedangkan untuk metoda empiris dinyatakan dengan parameter empiris (CBR, stabilitas Marshall, dsb.)

b) Beban statik diperlukan untuk menentukan besaran tegangan, regangan dan lendutan yang terjadi pada struktur perkerasan lentur sebelum dihasilkan tebal struktur perkerasan lentur. Sedangkan untuk metoda empiris, kwalitas bahan secara tidak langsung menghasilkan nilai ITP (Indeks Tebal Perkerasan).

c) Kriteria keruntuhan dalam metoda analitis didasarkan pada parameter struktural (tegangan, regangan dan lendutan), sedangkan dalam metoda empiris digunakan nilai IP (Indeks Permukaan) yang pada dasarnya subyektif.

d) Pengaruh lingkungan dalam metoda analitis didasarkan pada data temperatur udara, temperatur perkerasan dan kadar air tanah dasar. Parameter lingkungan dapat dianggap lebih rasional dibandingkan dengan Faktor Regional yang digunakan dalam metoda empiris.

Makalah ini khususnya akan mendiskusikan hasil pengujian modulus resilient tanah kohesif untuk tanah dasar (MR tanah dasar) pada alat triaxial dengan pembebanan berulang (UTM, 1997) di Laboratorium Jalan dan Transportasi, Universitas Tarumanagara. Pengujian dilakukan terhadap 2 jenis tanah kohesif pada tingkat kepadatan standar dan modifikasi tanpa perendaman (Agustino, 2001 dan Taswin, 2001). Modulus resilient tanah dasar kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui pengaruhnya terhadap desain struktur perkerasan lentur. Yoder, et.al. (1975) memperlihatkan bahwa modulus resilient tanah kohesif dipengaruhi oleh tegangan deviator (σd = σ3– σ1) yang bekerja. Untuk struktur perkerasan lentur secara umum, jika tegangan deviator makin tinggi maka modulus resilient tanah dasar juga akan makin besar. Hubungan antara tegangan deviator dengan modulus resilient tanah dasar dinyatakan dalam persamaan berikut:

MR tanah dasar = K1 ( σd ) K2 . . . (1)

Nilai K1 dan K2 merupakan konstanta yang besarnya tergantung pada sifat fisik tanah dasar. Karena sulitnya mengukur modulus resilient tanah dasar di laboratorium (juga di lapangan), maka korelasi antara modulus resilient tanah dasar dengan nilai CBR tanah dasar seringkali digunakan, seperti dalam persamaan berikut:

MR tanah dasar (MPa) = 10 x CBR (%) . . . (2)

Page 3: MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR  PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Simposium ke-4 FSTPT, Universitas Udayana, Bali, 8 November 2001

3

Tegangan deviator yang terjadi pada tanah dasar selain ditentukan oleh karakteristik struktural bahan perkerasan (termasuk tanah dasar) dan beban kendaraan, juga ditentukan oleh tebal struktur perkerasan lentur. Saling ketergantungan antara tegangan deviator dan tebal struktur perkerasan lentur pada dasarnya mengharuskan proses desain secara iteratif. Pada metoda desain struktur perkerasan lentur secara empiris, variasi nilai stabilitas tanah dasar ini tidak diperhitungkan (dianggap konstan). Perlu kiranya dicatat disini, bahwa proses iteratif yang dilakukan dalam desain struktur perkerasan lentur secara analitis tidak selalu berarti bahwa struktur perkerasan lentur yang dihasilkan akan lebih tipis. Tetapi, proses iteratif ini diharapkan akan memberikan hasil desain yang lebih akurat.

2. KARAKTERISTIK TANAH DASAR 2.1. Klasifikasi Tanah Dua contoh tanah diambil dari daerah Tangerang yang juga digunakan sebagai bahan tanah dasar untuk pembangunan jalan tol lingkar luar Jakarta. Tabel 1 memperlihatkan hasil pengujian contoh tanah, dimana keduanya merupakan tanah A-7-5 dengan nilai Group Index masing-masing adalah 16 dan 17.

Tabel 1: Hasil uji klasifikasi tanah Batas cair yang tinggi sekitar 70% menunjukkan bahwa sebenarnya tanah ini kurang begitu baik sebagai bahan tanah dasar karena potensi kembang susut tanah yang relatif tinggi. Jenis tanah ini masih dapat digunakan sebagai tanah dasar asalkan muka air tanah dapat dipertahankan berada tidak kurang dari 60 cm di bawah muka tanah dasar. 2.2. Kepadatan dan CBR Tanah Hasil pengujian kepadatan dan CBR seperti diperlihatkan pada Tabel 2 untuk kedua contoh tanah secara umum tidak begitu berbeda, baik untuk contoh tanah yang Unremoulded, maupun untuk contoh tanah yang Remoulded. Akan tetapi, nilai CBR standar untuk contoh tanah 2 terasa agak tinggi untuk kadar air optimum yang mendekati batas plastisnya. Dari data klasifikasi tanah yang disajikan pada Tabel 1, jenis tanah ini relatif akan sulit untuk dipadatkan di lapangan. Oleh karena itu, nilai CBR laboratorium yang cukup tinggi, khususnya untuk kepadatan modifikasi, mungkin akan sulit diperoleh di lapangan. Secara umum, data statistik menunjukkan bahwa rentang nilai CBR lapangan untuk jenis tanah ini adalah berkisar antara 3 ÷ 8 % (Yoder, et.al., 1975). Untuk pertimbangan praktis, maka dalam analisis desain struktur perkerasan lentur nanti, hanya nilai CBR dari hasil kepadatan standar dengan kondisi pengujian unremoulded saja yang akan digunakan.

Contoh Tanah 1 Contoh Tanah 2

Batas Cair (%) 70.2 71.5

Indeks Plastisitas (%) 20.0 21.5

Klasifikasi Tanah A-7-5 (16) A-7-5 (17)

Page 4: MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR  PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Simposium ke-4 FSTPT, Universitas Udayana, Bali, 8 November 2001

4

Tabel 2: Hasil uji kepadatan dan CBR tanah

3. MODULUS RESILIENT TANAH DASAR 3.1. Prosedur Pengujian Modulus Resilient Pengujian modulus resilient tanah dasar yang dilakukan pada alat triaxial dengan pembebanan berulang mengacu pada prosedur uji menurut metoda AASHTO T274-82 (1982). Proses pembebanan untuk setiap benda uji diilustrasikan pada Gambar 1, yang terdiri dari 2 tahap pembebanan, yaitu tahap preconditioning dan tahap pengujian utama. Pada tahap pengujian utama, tegangan deviator yang digunakan untuk penelitian ini ditambah dua dari yang ditetapkan oleh metoda AASHTO, yaitu pada 21 KPa dan 40 KPa. Hal ini dimaksudkan untuk meneliti kontinuitas dari hasil uji.

Gambar 1: Proses pembebanan berulang pada setiap benda uji

Unremoulded Remoulded Unremoulded Remoulded

Kepadatan Standar:

Kadar Air Optimum (%) 41.1 35.98 47.8 47.1

γkering (gr/cm3) 1.224 1.265 1.152 1.151

CBR tanpa perendaman (%) 7.3 - 13.0 -

Kepadatan Modifikasi:

Kadar Air Optimum (%) 32.5 32.4 38.0 37.0

γkering (gr/cm3) 1.363 1.369 1.281 1.311

CBR tanpa perendaman (%) 34.0 - 32.0 -

Contoh Tanah 1 Contoh Tanah 2

Page 5: MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR  PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Simposium ke-4 FSTPT, Universitas Udayana, Bali, 8 November 2001

5

Tahap preconditioning diperlukan untuk mempersiapkan benda uji agar bacaan modulus resilient yang dihasilkan sudah dalam kondisi yang stabil/seragam. Pembebanan pada tahap preconditioning ini dimulai pada tegangan deviator 7 KPa ÷ 69 KPa dengan tegangan sel yang konstan sebesar 41 KPa. Repetisi pembebanan pada setiap tingkat tegangan deviator adalah 200x. Gambar 2 memperlihatkan contoh hasil pengujian tahap preconditioning. Sampai pada repetisi pembebanan 600x, bacaan modulus resilient masih acak. Setelah itu, bacaan modulus resilient sebenarnya sudah mulai stabil. Untuk kesempurnaan hasil pengujian, maka tahap preconditioning ini tetap harus dilakukan dengan jumlah repetisi sebanyak 1000x. Pada tahap pengujian utama, selain modulus resilient, juga diperoleh hasil pengujian utama lainnya, yaitu regangan axial dan konstanta Poisson, seperti diperlihatkan pada Gambar 3. Konstanta Poisson yang dihasilkan seperti yang umumnya diusulkan untuk tanah dasar adalah berkisar antara 0.4 ÷ 0.6. Hal ini menunjukkan bahwa bahan tanah dasar pada tingkat pembebanan lalu lintas yang umum terjadi masih bersifat elastis. Dari pengujian ini, modulus resilient internal yang diukur langsung pada sisi samping spesimen juga dihasilkan. Namun, modulus resilient internal ini cenderung jauh lebih besar (sampai sekitar 10x lebih besar) dari modulus resilient yang diukur pada kedua sisi muka benda uji.

Gambar 2: Modulus Resilient hasil pengujian tahap preconditioning

0

40

80

120

160

200

240

0 50 100 150 200Repetisi Pembebanan - Tahap I

MR

(MPa

)

0

40

80

120

160

200

240

0 50 100 150 200Repetisi Pembebanan - Tahap II

MR

(MPa

)

σd = 14 KPa

0

40

80

120

160

200

240

0 50 100 150 200Repetisi Pembebanan - Tahap III

MR

(MPa

)

σd = 28 KPa

σd = 7 KPa

0

40

80

120

160

200

240

0 50 100 150 200Repetisi Pembebanan - Tahap IV

MR

(MPa

)

σd = 55 KPa

0

40

80

120

160

200

240

0 50 100 150 200Repetisi Pembebanan - Tahap V

MR

(MPa

)

σd = 69 KPa

Page 6: MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR  PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Simposium ke-4 FSTPT, Universitas Udayana, Bali, 8 November 2001

6

Gambar 3: Hasil pengujian utama lainnya (a) Regangan Axial dan (b) Konstanta Poisson

3.2. Ringkasan Hasil Pengujian Modulus Resilient Ringkasan dari hasil pengujian modulus resilient terhadap kedua contoh tanah pada kondisi kepadatan standar dan kepadatan modifikasi diberikan pada Tabel 3 dan disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 4. Seperti telah diuraikan sebelumnya, pengujian utama dilakukan pada 7 tingkat tegangan deviator (7 KPa ÷ 69 KPa), dan pada 3 tingkat tegangan sel (41 KPa, 21 KPa dan 0 KPa). Modulus resilient untuk contoh tanah 1 pada kepadatan standar adalah berkisar antara 40.1 KPa ÷ 65.7 KPa, dan pada kepadatan modifikasi antara 64.2 KPa ÷ 118.7 KPa. Sedangkan, modulus resilient untuk contoh tanah 2 pada kepadatan standar dan pada kepadatan modifikasi masing-masing adalah berkisar antara 53.5 KPa ÷ 78.1 KPa dan antara 53.5 KPa ÷ 114.9 KPa. Modulus resilient yang dihasilkan dari 3 tingkat tegangan sel untuk setiap tegangan deviator secara umum tidak berbeda. Sedangkan, modulus resilient yang dihasilkan pada tegangan deviator yang meningkat cenderung akan meningkat pula. Juga terlihat, bahwa modulus resilient yang dihasilkan pada kepadatan modifikasi lebih besar dibandingkan dengan yang dihasilkan pada kepadatan standar.

Gambar 4: Modulus resilient vs tegangan deviator untuk 2 jenis kepadatan benda uji

0

200

400

600

800

1000

0 50 100 150 200

Repetisi Pembebanan

Rre

gang

an A

xial

( µ-s

trai

n)

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0 50 100 150 200

Repetisi Pembebanan

Kon

stan

ta P

oiss

on

Page 7: MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR  PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Simposium ke-4 FSTPT, Universitas Udayana, Bali, 8 November 2001

7

Tabel 3: Hasil uji modulus resilient tanah dasar

Dari analisis regresi terhadap hasil pengujian ini dihasilkan hubungan antara modulus resilient (MPa) dengan tegangan deviator (MPa), sbb.: • Untuk contoh tanah 1:

- pada kepadatan standar: MR tanah dasar (MPa) = 28.0 ( σd ) 0.20 - pada kepadatan modifikasi: MR tanah dasar (MPa) = 44.6 ( σd ) 0.20

• Untuk contoh tanah 2: - pada kepadatan standar: MR tanah dasar (MPa) = 38.1 ( σd ) 0.16 - pada kepadatan modifikasi: MR tanah dasar (MPa) = 30.9 ( σd ) 0.30 . . . (3)

3.3. Hubungan antara Modulus Resilient dengan CBR Tanah dasar Dari Gambar 4 terlihat bahwa modulus resilient dipengaruhi oleh tegangan deviator yang terjadi pada tanah dasar. Jadi, modulus resilient yang konstan sebenarnya tidak ada – pada gilirannya, korelasi antara modulus resilient dengan CBR tanah dasar juga tidak ada. Korelasi antara modulus resilient dengan CBR tanah dasar yang disajikan pada Gambar 5 hanya didasarkan pada tegangan deviator 69 KPa. Korelasi yang dihasilkan ternyata juga tidak semuanya konsisten dengan persamaan (2). Ada kecenderungan bahwa makin tinggi nilai CBR, korelasi antara modulus resilient dengan CBR tanah dasar akan makin kecil. Seperti terlihat pada Gambar 5, angka korelasi ini bervariasi dari 9.1 ÷ 3.1.

TeganganDeviator σ3 = 0 KPa σ3 = 21 KPa σ3 = 41 KPa σ3 = 0 KPa σ3 = 21 KPa σ3 = 41 KPa(MPa)

7 40.1 40.1 45.8 80.2 64.2 64.2 14 47.0 47.0 47.0 74.5 74.5 78.3 21 53.0 50.1 53.0 81.9 74.5 80.6 28 54.2 56.7 54.2 84.0 84.0 84.1 40 60.0 60.0 60.0 92.5 92.5 92.5 55 63.7 63.7 63.7 99.6 99.6 99.7 69 65.3 65.3 65.3 118.7 110.5 106.4

TeganganDeviator σ3 = 0 KPa σ3 = 21 KPa σ3 = 41 KPa σ3 = 0 KPa σ3 = 21 KPa σ3 = 41 KPa(MPa)

7 53.5 53.5 58.6 53.5 64.2 53.5 14 56.9 56.9 55.6 66.2 67.9 69.6 21 61.1 60.1 60.1 75.1 73.8 73.8 28 64.3 60.3 63.5 84.0 84.0 84.0 40 70.2 68.2 70.7 93.4 93.4 93.4 55 74.4 74.4 74.4 104.2 104.2 104.2 69 77.9 77.9 78.1 110.5 109.9 114.9

(a) Hasil pengujian untuk contoh tanah 1

Modulus Resilient (MPa), untuk variasi tegangan sel:

(b) Hasil pengujian untuk contoh tanah 2

(untuk kepadatan modifikasi)(untuk kepadatan standar)

(untuk kepadatan standar) (untuk kepadatan modifikasi)

Modulus Resilient (MPa), untuk variasi tegangan sel:

Page 8: MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR  PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Simposium ke-4 FSTPT, Universitas Udayana, Bali, 8 November 2001

8

Gambar 5: Korelasi antara modulus resilient dengan CBR tanah dasar 4. ANALISIS DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR Dalam analisis ini hanya akan ditinjau hasil pengujian CBR dan modulus resilient tanah dasar pada kepadatan standar, baik untuk contoh tanah 1, maupun untuk contoh tanah 2. Perhitungan desain struktur perkerasan lentur berdasarkan metoda empiris dilakukan dengan menggunakan program komputer DRoads (Kosasih, 2001). Sedangkan, program PASTDEAN (Kosasih, 2000) digunakan untuk perhitungan desain struktur perkerasan lentur berdasarkan metoda analitis. Asumsi data desain yang digunakan dalam analisis diperlihatkan pada Tabel 4, termasuk nilai CBR tanah dasar untuk contoh 1 dan contoh 2 sebesar masing-masing 7% dan 13%.

Tabel 4: Hasil analisis desain struktur perkerasan lentur

0

50

100

150

200

250

300

350

400

0 5 10 15 20 25 30 35 40

CBR (%)

MR

Tan

ah D

asar

(MPa

)

MR (MPa) = 10 CBR (%)

(5.8)

(3.4)

(3.1)

(9.1)

N = 10.0 juta SSFR = 1.0IPo = 4.0 (metoda empiris) (metoda analitis) (metoda empiris) (metoda analitis)IPt = 2.5

Surface Layer MS - 744kg E1 = 2783 MPa MS - 744kg E1 = 5107 MPaa = 0.40 a = 0.40

H = 18.0 cm H = 14.0 cm

Base Layer CBR - 80% E2 = 225.6 MPa CBR - 80% E2 = 266.8Paa = 0.13 a = 0.13

H = 20 cm H = 20 cm

Subbase Layer CBR - 50% E3 = 112.8 MPa CBR - 50% E3 = 133.4 MPaa = 0.12 a = 0.12

H = 10 cm H = 10 cm

Subgrade CBR - 7% σd = 33.3 MPa CBR - 13% σd = 33.2 MPa

MR = 56.4 MPa MR = 66.7 MPa(kriteria retak lelah) (kriteria retak lelah)

Contoh Tanah 1 Contoh Tanah 2

Page 9: MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR  PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Simposium ke-4 FSTPT, Universitas Udayana, Bali, 8 November 2001

9

Berdasarkan metoda empiris, lapis permukaan campuran aspal yang diperlukan untuk memikul beban lalu lintas sebesar 10 juta sumbu standar adalah 18 cm dan 14 cm masing-masing untuk CBR tanah dasar 7% dan 13%. Sedangkan, tebal lapis agregat (lapis pondasi dan lapis pondasi bawah) ditentukan tetap, yaitu 30 cm. Struktur perkerasan lentur tersebut kemudian dianalisis berdasarkan metoda analitis secara iteratif dengan menggunakan persamaan (3). Asumsi yang diambil dalam analisis ini adalah bahwa modulus resilient lapis agregat adalah 2x modulus resilient tanah dasar. Dari hasil analisis diperoleh modulus kekakuan lapis permukaan dan tegangan deviator yang bekerja pada tanah dasar yang diperkirakan akan mampu memikul beban lalu lintas sebesar 10 juta sumbu standar. Mensubsitusikan tegangan deviator ke dalam persamaan (3) diperoleh modulus resilient tanah dasar sebesar 56.4 MPa dan 66.7 MPa masing-masing untuk nilai CBR 7% dan 13%. Angka korelasi antara modulus resilient dengan CBR tanah dasar yang diperoleh adalah 8.1 dan 5.1 masing-masing untuk nilai CBR 7% dan 13%. Sekali lagi terbukti di sini bahwa angka korelasi ini tidak konsisten dengan yang umumnya digunakan dalam desain, seperti yang diperlihatkan dalam persamaan (2). Hasil ini mengisyaratkan bahwa proses desain berdasarkan metoda analitis pada hakekatnya harus dilakukan secara iteratif dan memerlukan karakterisasi struktural bahan perkerasan, termasuk tanah dasar, seperti yang diperlihatkan dalam persamaan (3). Satu hal penting lainnya yang dihasilkan dari analisis ini adalah persyaratan minimum kwalitas bahan lapis permukaan. Modulus kekakuan campuran aspal sebesar 2.7 GPa dan 5.1 GPa yang disyaratkan mungkin akan sulit dicapai untuk kondisi lingkungan di Indonesia, kecuali jika ada terobosan baru dalam teknologi bahan campuran aspal. Kegagalan dalam menghasilkan modulus kekakuan campuran aspal ini tentunya akan langsung berdampak pada kerusakan dini pada struktur perkerasan lentur, sehingga perkiraan beban lalu lintas yang semula ditetapkan dalam desain tidak akan terpenuhi. Alternatif desain untuk menurunkan modulus kekakuan campuran aspal pada tingkat yang umum untuk kondisi lingkungan di Indonesia adalah dengan mempertebal lapis permukaan dan mempertipis lapis agregat yang mungkin akan mengubah kriteria keruntuhan dari retak lelah menjadi deformasi plastis.

5. PENUTUP Pengujian modulus resilient tanah dasar (termasuk juga lapis agregat) sangat diperlukan dalam mengaplikasikan metoda desain struktur perkerasan lentur secara analitis. Hubungan antara modulus resilient tanah dasar dengan tegangan deviator merupakan fungsi logaritmis. Dari penelitian terlihat bahwa makin baik karakteristik tanah (kepadatan kering dan CBR makin tinggi), maka modulus resilient juga akan makin besar. Jika pengujian modulus resilient tanah dasar tidak dapat dilakukan, maka penelitian ini menunjukkan bahwa angka korelasi antara modulus resilient dengan CBR tanah dasar adalah 8.1 dan 5.1 masing-masing untuk nilai CBR 7% dan 13%. Dengan metoda desain analitis, komposisi struktur perkerasan dan persyaratan minimum kwalitas bahan lapis campuran aspal dapat ditentukan secara lebih rasional melalui kriteria keruntuhan apakah berdasarkan retak lelah atau deformasi plastis.

Page 10: MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR  PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Simposium ke-4 FSTPT, Universitas Udayana, Bali, 8 November 2001

10

DAFTAR PUSTAKA AASHTO, 1982, “Part II – Methods of Sampling and Testing”, Thirteenth Edition, USA. Agustino M, 2001, “Analisis Hubungan antara CBR dengan Modulus Tanah Dasar untuk Jalan di Kompleks Lippo-Karawaci”, Skripsi S1, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jakarta. Asphalt Institute, 1983, “Thickness Design – Asphalt Pavements for Highways and Streets, Manual Series No.1, USA Bina Marga, 1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa Komponen”, SKBI – 2.3.26.1987, Jakarta. Kosasih D, 2000, “Computer Program PASTDEAN”, Bandung. Kosasih D, 2001, “Computer Program DRoads”, Bandung. Taswin G, 2001, “Analisis Hubungan antara CBR dengan Modulus Tanah Dasar untuk Jalan Tol BSD-Pondok Pinang”, Skripsi S1, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jakarta. Universal Testing Machine, 1997, “Operational Manual”, Sydney. Yoder EJ dan Witczak MW, 1975, “Principles of Pavement Design, Second Edition, John Wiley & Sons Inc., New York.