9
1 PENGATURAN LAJU KAVITASI ULTRASONIK UNTUK MENGATUR KELEMBABAN RUANGAN BERBASIS PID Monika Putri Dewi 2207 100 143 Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111 Abstrak Kelembaban relatif adalah perbandingan antara kelembaban aktual dengan kapasitas udara untuk menampung uap air. Makin tinggi suhu udara, kapasitas udara untuk menyimpan uap air meningkat. Akibatnya jika kelembaban aktual tetap, maka kelembaban relatif akan menurun bila suhu udara meningkat dan sebaliknya. Pada kondisi tertentu kelembaban relatif ruangan tidak ideal sebagai efek penggunaan pengatur suhu ruangan buatan. Kelembaban ruangan yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi tidak kondusif untuk manusia. Oleh karena itu, diperlukan suatu alat untuk menciptakan kelembaban ruangan yang ideal. Dari permasalahan itu dibuatlah tugas akhir dengan judul ”Pengaturan Laju Kavitasi Ultrasonik untuk Mengatur Kelembaban Ruangan Berbasis PID”. Agar dapat mengatur kelembaban udara dengan baik, suhu dan kelembaban relatif pada ruang dipantau melalui sensor suhu dan kelembaban yang diintegrasikan dengan sistem minimum mikrokontroler. Data kelembaban dan suhu kemudian dimanfaatkan untuk mengontrol besar tegangan masukan aktuator dengan bantuan rangkaian digital to analog converter untuk memenuhi kelembaban ruang ideal. Peningkatan kelembaban udara didapatkan dari pertambahan uap air dalam ruangan. Hal itu dihasilkan dari aktuator yang memanfaatkan metode kavitasi ultrasonik untuk memecah partikel air menjadi uap tanpa dididihkan terlebih dahulu. Pengaturan tegangan tersebut bertujuan menghasilkan respon berupa besar daya yang sesuai untuk mentransmisikan sinyal ultrasonik agar didapat laju kavitasi yang sesuai dengan kelembaban ruang saat itu. Jika kelembaban terlalu rendah, mikrokontroler dan DAC memberi respon berupa peningkatan tegangan masukan aktuator. Dengan demikian daya masukan meningkat dan diharapkan meningkatkan laju kavitasi sehingga kelembaban yang dihasilkan sesuai yang diharapkan. Kata Kunci: Kavitasi, Gelombang Ultrasonik, Kelembaban Ruangan, Sensor Suhu dan Kelembaban, Pengaturan Daya, Digital to Analog Converter, PID. 1. PENDAHULUAN Kualitas udara ruangan dapat mempengaruhi rasa kenyamanan, kesehatan dan efektivitas kerja seseorang yang berada di dalamnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan adalah kelembaban udara dalam ruang tersebut. Biasanya bila udara terlalu kering karena kelembaban udara dalam ruangan sangat rendah maka seseorang yang berada dalam ruangan merasakan efek kulit mengering, mengalami ketidaknyamanan dalam tubuh, efektivitas kerjanya menurun hingga 50%. Saat ini penyejuk ruangan berupa air conditioner banyak digunakan di lingkungan perkantoran, bangunan pendidikan, perumahan dan lain sebagainya. Namun penggunaan air conditioner tersebut mengakibatkan kulit menjadi kering, beberapa penghuni ruang mengalami mata kering bila berada terlalu lama dalam ruangan tersebut. Hal ini disebabkan air conditioner hanya mengatur suhu ruangan, tanpa mengatur kelembaban ruangan. Padahal kelembaban ruangan yang bagus untuk kesehatan adalah 40% sampai 60%. Pada derajat tertentu suhu ruangan tidak membuat penghuninya merasa kepanasan, tetapi tingkat kelembaban udara dalam ruang belum tentu menyejukkan. Oleh karena itu telah banyak diproduksi alat penambah kelembaban udara yang dikenal sebagai humidifier. Tetapi humidifier di pasaran hanya mampu meningkatkan kelembaban ruangan tanpa mempertimbangkan suhu dan kelembaban ruangan saat itu dengan pengoperasian pengatur laju penguapan yang masih manual. Pada tugas akhir ini dibuat pengatur kelembaban udara dalam ruangan berbasis PID. Sistem ini mendeteksi data suhu dan kelembaban ruangan dari sensor digital suhu dan kelembaban yang dibandingkan dengan data kelembaban ideal pada suhu tertentu. Hasilnya kemudian dimanfaatkan untuk mengatur laju penguapan dari proses kavitasi ultrasonik dalam aktuator yang memanfaatkan jenis pemancar ultrasonik yang cocok untuk zat cair. Pengaturan laju penguapan dapat dilakukan dengan mengatur daya aktuator melalui pengubahan tegangan yang dihasilkan oleh keluaran mikrokontroler yang diubah menggunakan digital to analog converter. Proses pengaturan dalam mikrokontroler memanfaatkan pengaturan proporsional integral differential (PID). Dengan mengatur laju kavitasi, diharapkan ketika kelembaban terlalu rendah dari kelembaban ideal, laju kavitasi tinggi sehingga dapat dengan cepat membuat kelembaban ruang menjadi ideal melalui uap air yang dihasilkan dari proses pengkavitasian partikel-partikel air. 2. PENELAAHAN STUDI 2.1 Kelembaban Kelembaban udara secara umum menyatakan banyaknya uap air yang terdapat di udara. Kelembaban

Monika Putri Dewi 2207 100 143 - digilib.its.ac.iddigilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-19285-Paper-2257118.pdfrasa kenyamanan, kesehatan dan efektivitas kerja seseorang yang

  • Upload
    vominh

  • View
    233

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

PENGATURAN LAJU KAVITASI ULTRASONIK UNTUK

MENGATUR KELEMBABAN RUANGAN BERBASIS PID

Monika Putri Dewi – 2207 100 143

Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111

Abstrak – Kelembaban relatif adalah

perbandingan antara kelembaban aktual dengan

kapasitas udara untuk menampung uap air. Makin

tinggi suhu udara, kapasitas udara untuk menyimpan

uap air meningkat. Akibatnya jika kelembaban aktual

tetap, maka kelembaban relatif akan menurun bila

suhu udara meningkat dan sebaliknya. Pada kondisi

tertentu kelembaban relatif ruangan tidak ideal

sebagai efek penggunaan pengatur suhu ruangan

buatan. Kelembaban ruangan yang terlalu rendah

maupun terlalu tinggi tidak kondusif untuk manusia.

Oleh karena itu, diperlukan suatu alat untuk

menciptakan kelembaban ruangan yang ideal.

Dari permasalahan itu dibuatlah tugas akhir

dengan judul ”Pengaturan Laju Kavitasi Ultrasonik

untuk Mengatur Kelembaban Ruangan Berbasis PID”.

Agar dapat mengatur kelembaban udara dengan baik,

suhu dan kelembaban relatif pada ruang dipantau

melalui sensor suhu dan kelembaban yang

diintegrasikan dengan sistem minimum

mikrokontroler. Data kelembaban dan suhu kemudian

dimanfaatkan untuk mengontrol besar tegangan

masukan aktuator dengan bantuan rangkaian digital

to analog converter untuk memenuhi kelembaban

ruang ideal. Peningkatan kelembaban udara

didapatkan dari pertambahan uap air dalam ruangan.

Hal itu dihasilkan dari aktuator yang memanfaatkan

metode kavitasi ultrasonik untuk memecah partikel air

menjadi uap tanpa dididihkan terlebih dahulu.

Pengaturan tegangan tersebut bertujuan

menghasilkan respon berupa besar daya yang sesuai

untuk mentransmisikan sinyal ultrasonik agar didapat

laju kavitasi yang sesuai dengan kelembaban ruang

saat itu. Jika kelembaban terlalu rendah,

mikrokontroler dan DAC memberi respon berupa

peningkatan tegangan masukan aktuator. Dengan

demikian daya masukan meningkat dan diharapkan

meningkatkan laju kavitasi sehingga kelembaban yang

dihasilkan sesuai yang diharapkan.

Kata Kunci: Kavitasi, Gelombang Ultrasonik,

Kelembaban Ruangan, Sensor Suhu dan Kelembaban,

Pengaturan Daya, Digital to Analog Converter, PID.

1. PENDAHULUAN

Kualitas udara ruangan dapat mempengaruhi

rasa kenyamanan, kesehatan dan efektivitas kerja

seseorang yang berada di dalamnya. Salah satu faktor

yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan

adalah kelembaban udara dalam ruang tersebut.

Biasanya bila udara terlalu kering karena kelembaban

udara dalam ruangan sangat rendah maka seseorang

yang berada dalam ruangan merasakan efek kulit

mengering, mengalami ketidaknyamanan dalam tubuh,

efektivitas kerjanya menurun hingga 50%.

Saat ini penyejuk ruangan berupa air

conditioner banyak digunakan di lingkungan

perkantoran, bangunan pendidikan, perumahan dan

lain sebagainya. Namun penggunaan air conditioner

tersebut mengakibatkan kulit menjadi kering, beberapa

penghuni ruang mengalami mata kering bila berada

terlalu lama dalam ruangan tersebut. Hal ini

disebabkan air conditioner hanya mengatur suhu

ruangan, tanpa mengatur kelembaban ruangan.

Padahal kelembaban ruangan yang bagus untuk

kesehatan adalah 40% sampai 60%. Pada derajat

tertentu suhu ruangan tidak membuat penghuninya

merasa kepanasan, tetapi tingkat kelembaban udara

dalam ruang belum tentu menyejukkan.

Oleh karena itu telah banyak diproduksi alat

penambah kelembaban udara yang dikenal sebagai

humidifier. Tetapi humidifier di pasaran hanya mampu

meningkatkan kelembaban ruangan tanpa

mempertimbangkan suhu dan kelembaban ruangan

saat itu dengan pengoperasian pengatur laju

penguapan yang masih manual.

Pada tugas akhir ini dibuat pengatur

kelembaban udara dalam ruangan berbasis PID. Sistem

ini mendeteksi data suhu dan kelembaban ruangan dari

sensor digital suhu dan kelembaban yang

dibandingkan dengan data kelembaban ideal pada suhu

tertentu. Hasilnya kemudian dimanfaatkan untuk

mengatur laju penguapan dari proses kavitasi

ultrasonik dalam aktuator yang memanfaatkan jenis

pemancar ultrasonik yang cocok untuk zat cair.

Pengaturan laju penguapan dapat dilakukan dengan

mengatur daya aktuator melalui pengubahan tegangan

yang dihasilkan oleh keluaran mikrokontroler yang

diubah menggunakan digital to analog converter.

Proses pengaturan dalam mikrokontroler

memanfaatkan pengaturan proporsional integral

differential (PID). Dengan mengatur laju kavitasi,

diharapkan ketika kelembaban terlalu rendah dari

kelembaban ideal, laju kavitasi tinggi sehingga dapat

dengan cepat membuat kelembaban ruang menjadi

ideal melalui uap air yang dihasilkan dari proses

pengkavitasian partikel-partikel air.

2. PENELAAHAN STUDI

2.1 Kelembaban

Kelembaban udara secara umum menyatakan

banyaknya uap air yang terdapat di udara. Kelembaban

2

udara biasanya dinyatakan dalam satuan persen.

Berdasarkan teori yang ada bahwa kelembaban udara

dibagi menjadi kelembaban mutlak dan kelembaban

relatif. Kelembaban mutlak menyatakan banyaknya

uap air maksimum dalam gram untuk tiap 1 m3 udara

pada suhu tertentu. Kelembaban mutlak merupakan

batas terjadinya kondensasi pada suhu tertentu.

Apabila kondensasi terjadi maka ada perubahan fase

dari uap air menjadi air. Kondensasi ini biasanya

terjadi pada pembentukan air hujan di awan.

Kelembaban mutlak bernilai sama dengan kelembaban

relatif 100% berlaku pada tiap-tiap suhu udara.

Kemudian nilai kelembaban mutlak untuk tiap suhu

udara selalu berbeda dan tidak ada yang sama. Berikut

adalah tabel nilai kelembaban mutlak untuk suhu

tertentu.

Tabel 2.1 Kelembaban Mutlak

SUHU UDARA

(0C)

KELEMBABAN

MUTLAK (G / M3)

0 4,85

5 6,8

10 9,4 11 10,01

12 10,66 13 11,35

14 12,07

15 12,83 20 17,3

25 23 30 30,4

40 51,1 60 130,5

80 293,8

95 505 96 523

97 541 98 560

99 579

100 598 Berdasarkan tabel 2.1 di atas, semakin naik

suhu udara maka semakin besar jumlah uap air

maksimum yang dapat berada di udara. Jadi semakin

tinggi suhu udara nilai kelembaban mutlak juga

semakin besar. Kelembaban mutlak untuk tiap suhu

perlu diketahui sebab apabila jumlah uap air tetap tapi

suhu berubah maka kelembaban relatif berubah.

Kelembaban relatif adalah banyaknya uap air

dalam gram untuk tiap 1 m3 udara pada suhu tertentu.

Jadi jumlah uap air untuk kelembaban relatif selalu

lebih kecil dari kelembaban mutlak. Secara matematis

kelembaban relatif dapat dihitung dengan membagi

jumlah uap air di udara dengan nilai kelembaban

mutlak pada suhu tertentu kemudian dikalikan 100%.

Oleh sebab itu satuan nilai kelembaban relatif dalam

persen. Pada umumnya kelembaban relatif udara biasa

disebut kelembaban udara saja.

Kelembaban ruangan pada musim hujan

biasanya bernilai cukup tinggi. Berdasarkan hubungan

kelembaban mutlak dengan kenaikan suhu pada tabel

2.1, semakin ditingkatkan suhu udara dalam suatu

ruangan maka batas kelembaban mutlak juga semakin

tinggi. Misalnya saat suhu 25°C kelembaban

mutlaknya 23 g/m3 sedangkan saat 30°C kelembaban

mutlaknya mencapai 30,4 g/m3. Kemudian apabila

suhu ditingkatkan, secara tidak langsung kelembaban

relatif akan menurun seiring kenaikan suhu udara.

Sebab kadar uap air di udara masih tetap namun suhu

udara naik maka kelembaban mutlak naik sehingga

kelembaban relatif mendapat kompensasi penurunan

kelembaban relatif. Hal inilah yang menjadi salah satu

cara untuk menurunkan kelembaban apabila

kelembaban udara dalam ruangan cukup tinggi.

Kelembaban udara relatif idealnya 30% sampai 60%.

2.2 Kavitasi

Gelombang ultrasonik yang merambat ke

dalam suatu zat cair dapat menimbulkan efek kavitasi.

Efek kavitasi terjadi karena tekanan lokal pada zat cair

di sekitar transduser ultrasonik menurun sampai harga

yang cukup rendah di bawah tekanan uap jenuh zat

cair. Akibat adanya semua ini timbul gelembung-

gelembung kecil yang hampir tidak dapat dilihat

dengan mata telanjang. Besar tekanan akustik

gelombang ultrasonik tersebut dinyatakan oleh

persamaan 2.1 [2] berikut ini:

p = P – Po (2.1)

dimana : p = tekanan gelombang ultrasonik N/m2)

P = tekanan lokal sesaat (N/m2)

Po = tekanan lokal keseimbangan (N/m2)

Gelombang yang dipancarkan oleh transduser

berupa gelombang longitudinal. Lalu tekanan tersebut

mampu menggetarkan partikel air dengan kecepatan

rambat yaitu sekitar 1500 m/s sehingga

memungkinkan tekanan air di sekitar transduser

ultrasonik besarnya di bawah tekanan uap jenuh dari

zat cair tersebut. Apabila kondisi ini terpenuhi, efek

kavitasi dapat terjadi dengan ditandai adanya banyak

gelembung-gelembung kecil yang bergerak naik

menuju permukaan air. Kemudian gelembung-

gelembung tersebut lepas ke udara menjadi uap air.

Gelembung-gelembung kecil ini sulit dilihat dengan

mata telanjang atau hampir tidak tampak [3].

2.3 Karakteristik Transduser Ultrasonik

Transduser ultrasonik selalu dikerjakan pada

daerah frekuensi resonansi. Gambar 2.1 [4] di bawah

ini adalah kurva yang sempit dan tinggi yang

menunjukkan Q yang besar. Sedangkan kurva yang

lebar dan pendek menunjukkan Q yang rendah. Nilai f1

dan f2 didapatkan dengan menghitung frekuensi saat

amplitudonya mencapai 21 dari nilai amplitudo

maksimum. Faktor kualitas (Q) juga dapat

dinyatakan oleh persamaan 2.2 [4] berikut ini.

12 -=

ff

fQ

r (2.2)

3

Gambar 2.1 Amplitudo (A) terhadap Frekuensi (f)

Pendekatan ini hanya berlaku jika Q lebih besar

dari tiga. Selisih f2 dengan f1 disebut bandwidth. Saat

transduser diberikan sinyal dengan frekuensi sebesar

frekuensi resonansi maka transduser akan bersifat

resistif sehingga daya akustik yang dipancarkan

mencapai maksimal.

Transduser ultrasonik hanya memiliki sifat resistif

apabila frekuensi sinyal listrik yang diberikan bernilai

sama dengan frekuensi resonan (Fr) dan frekuensi

antiresonan (Fa). Selain frekuensi resonan dan

antiresonan, transduser akan memiliki reaktansi seperti

pada gambar 2.2 [4] berikut ini.

Gambar 2.2 Karakteristik Transduser Ultrasonik

Berdasarkan gambar 2.2 tentang karakteristik

transduser ultrasonik piezo ceramic, bila transduser

digunakan sebagai transmitter yang berfungsi sebagai

pengubah sinyal listrik menjadi getaran akustik maka

transduser harus dioperasikan pada frekuensi

resonannya (Fr). Dan apabila transduser digunakan

sebagai receiver yang berfungsi mengubah getaran

akustik menjadi sinyal listrik maka transduser harus

dioperasikan pada frekuensi antiresonan (Fa). Sistem

penggunaan tranduser ultrasonik yaitu sistem dua

tranduser (transduser untuk transmitter dan receiver

terpisah) dan sistem transduser tunggal (satu

transduser untuk transmitter dan receiver). Pada

sistem dua transduser frekuensi resonan transmitter

disesuaikan dengan frekuensi antiresonan receiver.

Sinyal yang dihasilkan transduser penerima selalu

berbentuk sinus murni, sedangkan untuk pemancar

dapat menggunakan sinyal kotak atau sinus dengan

frekuensi di atas 20 KHz. Pada transduser transmitter,

sinyal listrik yang diberikan dapat dialirkan secara

kontinyu atau tidak kontinyu (mode burst). Pada saat

mode kontinyu, gelombang akan dipancarkan secara

kontinyu juga. Sedangkan pada mode burst,

gelombang akan dipancarkan secara diskrit. Mode

pemancaran gelombang ultrasonik dilakukan sesuai

kebutuhan. Mode burst dipakai apabila transdusernya

menggunakan sistem tunggal. Namun mode ini juga

dapat dipakai pada transduser yang bersistem dua

transduser. Lalu sistem dua transduser pada umumnya

menggunakan sinyal listrik mode kontinyu

2.4 Ultrasonic Aroma Diffuser Kris

Untuk melakukan kavitasi, digunakan

aktuator berupa Ultrasonic Aroma Diffuser “Kris”.

Alat ini dapat memecah campuran air dan minyak

esensial menjadi juataan partikel mikro. Aliran udara

mendifusikan seluruh bahan aktif minyak essensial

campuran, yang dapat diserap dengan mudah oleh

tubuh dan tinggal lama dalam ruangan. Dengan

pengaruh aromaterapi dapat bekerja ke saraf secara

bertahap sambil memberikan kelembaban untuk kulit

pada waktu yang sama.

Gambar 2.3 Spesifikasi Ultrasonic Aroma Diffuser

Apabila menggunakan minyak essensial,

sebaiknya tidak menggunakan minyak Citrus,

Citronella dan Lemon karena bersifat korosif dan

dapat menyebabkan kerusakan permanen pada unit. l.

Air tidak boleh melebihi 80ml. Disk keramik pada alat

ini memiliki waktu kerja 3000 jam. Disk keramik

tersebut membatasi air dengan bagian transduser

ultrasonik untuk proses kavitasi.

2.5 Sensor Suhu dan Kelembaban SHT11

Untuk mengukur kelembaban relatif perlu

memperhatikan suhu udara untuk disesuaikan dengan

kelembaban absolutnya. Salah satu sensor suhu dan

kelembaban adalah SHT11. Sensor SHT11 termasuk

dalam keluarga sensor Sensirion surface mountable

untuk suhu dan kelembaban relatif. Sensor ini

tergolong dalam digital capasitive humidity sensor.

Tabel 2.2 Fungsi masing-masing pin SHT11

4

Sensor ini mampu mengukur kelembaban

antara 0 hingga 100% dan suhu antara -40°C hingga

123,8°C dengan output terkalibrasi. Karena

menerapkan proses CMOS industri CMOSensÆ,

kehandalan sensor cukup tinggi dan stabilitas jangka

panjangnya sangat baik. Pada perangkat ini digunakan

elemen pendeteksi dari polimer kapasitif untuk

kelembaban relatif dan sebuah sensor suhu celah pita.

Keduanya digabungkan sempurna ke analog to digital

converter 14-bit dan rangkaian antarmuka pada chip

yang sama.

Gambar 2.4 Blok diagram Sensor SHT11

Tabel 2.3 Daftar perintah SHT11

Gambar 2.6 Timing diagram SHT11

Pada gambar di atas, garis tebal dikendalikan

oleh sensor sedangkan garis biasa dikendalikan oleh

mikrokontroler. Waktu DATA valid read ditrigger

dengan falling edge dari anterior toggle.

Tabel 2.4 Tabel karakteristik sinyal SHT11

Pada tabel diatas, OL singkatan dari Output Load.

2.6 Mikrokontroler Atmega16

Pin-pin pada ATmega16 dengan kemasan 40-

pin DIP (Dual Inline Package). Kemasan pin tersebut

terdiri dari 4 Port yaitu Port A, Port B, Port C dan

Port D. Masing-masing port terdiri dari 8 buah pin.

Selain itu juga terdapat pin RESET, VCC, GND 2

buah, VCC, XTAL1, XTAL2 dan AREF.

Gambar 2.7 Fungsi masing-masing pin ATmega16

Seluruh port dapat dijadikan 8-bit bi-

directional I/O port dengan internal pull-up resistor.

Port A dapat berfungsi sebagai analog input ke A/D

converter. Ketika pin PA0-PA7 digunakan mode

inputan maka secara otomatis dalam kondisi pull-

down. Apabila internal pull-up diaktifkan maka port A

dalam keadaan mode outputan. Port A bersifat tri-

states ketika kondisi reset menjadi aktif walaupun

clocknya tidak bekerja. Buffer output port B ini

mempunyai karakteristik symmetrical drive dengan

5

kapabilitas source dan sink yang tinggi. Pada port C

jika interface JTAG diaktifkan maka pull up resistor

di pin PC5(TDI), PC3(TMS), dan PC2(TCK) akan

aktif. Pin port D juga bersifat tri-states ketika kondisi

reset menjadi aktif meskipun clocknya tidak bekerja.

2.7 Digital to Analog Converter DAC0808 Digital to analog converter (DAC) merupakan

perangkat untuk mengkonversi sinyal masukan dalam

bentuk digital menjadi sinyal keluaran dalam bentuk

analog (tegangan). Tegangan keluaran yang

dihasilkan DAC sebanding dengan nilai digital yang

masuk ke dalam DAC. Komponen DAC yang sering

digunakan adalah DAC0808.

Gambar 2.8 Diagram blok dan koneksi DAC0808

DAC0808 adalah DAC 8 bit monolitik yang

mampu menghasilkan arus pada skala penuh dalam

waktu 150ns dengan disipasi daya hanya 33mW dan

catu daya ± 5 Volt. Tanpa pengaturan arus referensi

seperti yang diperlukan pada sebagian besar aplikasi

karena arus output pada skala penuhnya kurang lebih 1

LSB dari 255 IREF / 256. Akurasi relatif lebih baik

daripada ± 0.19%, linier dan arus output pada level

zero kurang dari 4 mikro Ampere dapat memberikan

akurasi IREF >= 2mA. DAC0808 dapat diinterfacekan

langsung dengan Integrated Circuit (IC) yang

mempunyai level TTL, DTL atau CMOS dan langsung

dapat diganti dengan MC1508 / MC1408.

Berikut spesifikasinya yang disediakan

DAC0808

1. Akurasi relatif : ± 0,19% dari error maksimum

2. Settling time 150nS

3. Input kompatibel dengan TTL dan CMOS

4. Input slew rate 8 mA/µS

5. Range catu daya : ± 4,5 Volt sampai ± 18 Volt

6. Konsumsi daya 30 mW pada catu daya ± 5V

2.8 Pulse Width Modulator Pulse Width Modulation menggunakan

gelombang kotak dengan duty cycle tertentu

menghasilkan berbagai nilai rata-rata dari suatu bentuk

gelombang. Jika dianggap bentuk gelombang kotak f(t)

dengan nilai batas bawah ymin, batas atas ymax dan duty

cycle D, maka nilai rata-rata bentuk gelombang

tersebut adalah

(2.3)

Jika f(t) adalah gelombang kotak, maka nilai ymax

adalah dari

0 < t < D . T dan nilai ymin dari D . T < t < T. Dari

pernyataan di atas didapat:

(2.4)

Duty cycle menyatakan presentase keadaan

logika high (pulse) dalam satu periode sinyal. Satu

siklus diawali oleh transisi low to high dari sinyal dan

berakhir pada transisi berikutnya. Selama satu siklus,

jika waktu sinyal pada keadaan high sama dengan low

maka dikatakan sinyal mempunyai duty cycle 50%.

2.9 Kontroller PID

PID merupakan gabungan dari Kontroller

Proporsional, Integral dan Derivatif. Kontroller PID

memiliki struktur kontrol yang sederhana, karena

hanya terdapat 3 parameter yang perlu dituning.

Kontroller PID juga sudah banyak digunakan sebelum

era digital berkembang. Dalam banyak kasus,

kontroller PID telah terbukti menghasilkan unjuk kerja

yang relatif memuaskan dalam sistem regulator

maupun sistem servo. PID juga dapat diaplikasikan

dalam persamaan PID digital sehingga dapat

diimplementasikan dalam embedded system misalnya

mikrokontroler.

Gambar 2.9 Diagram blok kontroller PID umum

Kontroller Proporsional berfungsi untuk

memperkuat sinyal kesalahan penggerak, sehingga

akan mempercepat keluaran sistem mencapai titik

referensi. Hubungan antara input kontroler u(t) dengan

sinyal error e(t) terlihat pada persamaan berikut.

u(t) = KP e(t) (2.5) Apabila didiskritkan maka menjadi

u(k) = KP e(k) (2.6) Kontrol integral pada prinsipnya bertujuan

untuk menghilangkan kesalahan keadaan tunak (offset)

yang biasanya dihasilkan oleh kontrol proporsional.

Hubungan antara output kontrol integral u(t) dengan

sinyal error e(t) terlihat pada persamaan berikut.

(2.7)

6

Apabila persamaan 2.7 didiskritkan akan menjadi

(2.8)

Dimana:

Tc = waktu pencuplikan (Sampling time).

Integral ( ∫ ) adalah suatu operator matematis

dalam kawasan kontinyu, jika didiskritkan maka akan

menjadi sigma ( ∑ ). Fungsi dari operator sigma

adalah menjumlahkan nilai ke-i sampai dengan nilai

ke-k. Berdasarkan perhitungan diatas, variabel error

(e) yang di integralkan dalam kawasan diskrit akan

menjadi e(0)+e(1)+…+e(k-1)+e(k), atau dengan kata

lain error-error yang sebelumnya dijumlahkan hingga

error yang sekarang.

Kontrol derivatif dapat disebut pengendali

laju, karena output kontroler sebanding dengan laju

perubahan sinyal error. Hubungan antara output

kontrol derivatif u(t) dengan sinyal error e(t) terlihat

pada persamaan berikut.

(2.9)

Apabila persamaan 5 didiskritkan maka akan menjadi

(2.10)

dimana:

Tc = waktu pencuplikan (Sampling time)

Derivatif (dx/dt) adalah suatu operator

matematis pada kawasan kontinyu, jika didiskritkan

maka akan menjadi limit. Fungsi dari operator limit

adalah mengurangi nilai ke-k dengan nilai ke-[k-1].

Berdasarkan perhitungan diatas, 6 variable error (e)

yang di derivatifkan atau error yang sekarang akan

dikurangi dengan error sebelumnya.

3. MODEL dan IMPLEMENTASI SISTEM

Pada bab ini, perancangan alat dibahas secara

keseluruhan, baik hardware, software maupun

perangkat pendukung lainnya. Tiap bagian termasuk

modul penyusun alat dijelaskan terinci terdiri dari

rangkaian sensor kelembaban dan suhu, sistem

minimum mikrokontroler, LCD, digital to analog

converter.

3.1 Perancangan Desain Sistem Kavitasi

Tahap perancangan desain sistem kavitasi ini

dibagi menjadi dua yaitu perancangan hardware dan

perancangan software. Perancangan hardware

meliputi rangkaian sistem minimum mikrokontroler

AVR, rangkaian sensor suhu dan kelembaban,

rangkaian digital to analog converter agar aktuator

dapat bekerja dengan tegangan terkontrol dan

rangkaian LCD. Sedangkan perancangan software

meliputi pengolahan data dari sensor untuk

ditampilkan pada LCD, mengirimkan sinyal kontrol ke

blok ADC dan mengendalikan kecepatan exhaust fan.

Desain sistem diperlihatkan oleh gambar 3.1.

Pada gambar tersebut terlihat bahwa aktuator

ultrasonic aroma diffuser diletakan sedemikian rupa

sehingga air dapat menguap melalui proses kavitasi.

Hal terpenting dari peletakan aktuator adalah

bagaimana caranya aktuator dapat menyebarkan uap

dengan rata semaksimal mungkin. Tekanan akustik

yang dipancarkan oleh transduser ke air diusahakan

dapat menyesuaikan dengan kondisi kelembaban

ruangan.

Gambar 3.1 Ilustrasi dan diagram blok sistem

Aktuator yang digunakan memiliki disipasi

daya 12 Watt pada tegangan 24 Volt yang merupakan

tegangan masukan terbesar dengan kondisi aktuator

yang masih baik. Zat cair yang digunakan difokuskan

pada satu merk agar menjamin susunan kimiawi dari

air yang digunakan selalu sama. Proses kavitasi

dilakukan dalam ruangan.

3.2 Perancangan Perangkat Keras

Perangkat keras dalam tugas akhir ini ada

beberapa bagian. Bagian-bagian tersebut antara lain:

1. Rangkaian sensor suhu dan kelembaban

2. Rangkaian sistem minimum mikrokontroler AVR

3. Rangkaian LCD

4. Rangkaian digital to analog converter

5. Rangkaian driver Pulse Width Modulator

3.2.1 Rangkaian Sensor Suhu dan Kelembaban

Gambar 2.9 Aplikasi Sensor SHT11 dengan

mikrokontroler

Pada gambar 2.9 ditunjukkan aplikasi sensor

SHT11 jika dihubungkan dengan mikrokontroler.

Dalam rangkaian dibutuhkan resistor pull up (RP) dan

kapasitor untuk decoupling tegangan VDD dan ground

(GND).

3.2.2 Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler

ATmega 16

Referensi ADC mikrokontroler (AREF dan

AVCC) pada gambar 3.3 keduanya dikondisikan

sesuai aturan datasheet agar referensi ADC dapat

diambil dari salah satunya yaitu AREF atau AVCC

Sensor suhu dan

kelembaban

digital SHT 11

Sistem minimum

mikrokontroler AVR

Exhaust

Fan

Exhaust Fan

Uap air hasil kavitasi

LCD

Digital

to

analog

converte

r

Aktuator

UAD Kris

7

saja. Masing-masing referensi ADC tersebut

dihubungkan ke rangkaian induktor dan kapasitor

dimana penggunaan dari kedua komponen tersebut

dimaksudkan untuk membentuk rangkaian filter low

pass, sehingga lebih tahan terhadap noise yang

biasanya terdiri dari sinyal berfrekuensi tinggi. AVCC

dihubungkan ke Vcc melalui filter low pass. Hal ini

dilakukan agar AVCC dapat dijadikan atau dipilih

sebagai tegangan referensi ADC. Apabila tegangan

referensi ADC menggunakan AVCC maka pin AREF

sesuai anjuran datasheet dihubungkan ke ground

melalui sebuah kapaistor sebesar 100 nF.

Gambar 3.4 Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler

Karena memiliki 32 pin dan 4 port, maka

masing-masing port dibagi untuk masing-masing

modul penunjang lainnya. Port A dalam rangkaian ini

dihubungkan ke LCD. Port B dihubungkan ke sensor

SHT11. Port C dihubungkan ke digital to analog

converter. Port D digunakan untuk mengontrol exhaust

fan yang dikendalikan oleh pulse width modulator.

3.2.3 Rangkaian LCD

Gambar 3.5 Rangkaian LCD

Pembuatan rangkaian LCD hanya

membutuhkan rangkaian untuk pin 2 yang berfungsi

pengatur tampilan display yang paling terang dari

LCD. Pin ini membutuhkan tegangan yang tepat antara

0 sampai 5 Volt supaya tampilan dari LCD dapat

dilihat dengan jelas. Agar tegangan pada pin 2 dapat

diatur maka dibutuhkan variable resistor seperti pada

gambar 3.12. Resistor tesebut memiliki nilai maksimal

10K dan tidak terlalu diperlukan variable resistor yang

memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Sedangkan pin

lain dari LCD tidak membutuhkan rangkaian sama

sekali. Pin-pin tersebut dapat dihubungkan secara

langsung ke port C (default port LCD) mikrokontroler.

Pin Vss dihubungkan langsung ke ground dan pin Vcc

dihubungkan ke sumber tegangan 5 Volt. Rangkaian

LCD akan dihubungkan ke mikrokontroler pada port

A.

3.2.4 Rangkaian Digital to Analog Converter

Gambar 3.5 Skematik rangkaian digital to analog

converter

3.2.5 Rangkaian Penguat Daya PWM

Gambar 3.6 Skematik rangkaian penguat daya untuk

PWM

3.3 Perancangan Perangkat Lunak

Perangkat lunak dirancang untuk mengontrol

kondisi kerja aktuator yang menggunakan transduser

ultrasonik maupun exhaust fan. Namun kondisi kerja

aktuator bergantung dari data kelembaban udara

ruangan.

Pada rancangan ini, data suhu dari sensor akan

dipergunakan untuk memberikan set point kelembaban

ideal pada suhu itu. Tegangan untuk kavitasi akan

lebih besar dari 15 Volt jika kelembaban dibawah

35%. Dengan pengaturan PID, akan diatur kenaikan

kecepatan kavitasi melalui tegangan. Jika kelembaban

terlalu rendah maka perlu diberi tegangan yang

mendekati 24Volt, sedangkan bila kelembaban ideal

hampir tercapai maka tegangan akan diturunkan

mendekati 15Volt. Kenaikan kelembaban akan

berlangsung hingga memenuhi 55%. Bila sudah berada

pada 55% maka akan diatur tegangan tetap pada

15Volt sehingga kavitasi ultrasonik pada air sangat

minim terjadi. Hal ini untuk menghindari off nya

aktuator, karena menyulitkan pengaturan. Pengaturan

aktuator Ultrasonic Aroma Diffuser dilakukan dengan

bantuan DAC.

Jika kondisi kelembaban ruang melebihi 60%

maka perlu dilakukan penggantian udara dalam ruang

menggunakan exhaust fan. Jika kelembaban terlalu

tinggi, kecepatan exhaust fan yang diatur melalui

8

tegangan akan meningkat. Sedangkan jika kelembaban

hanya sedikit lebih tinggi dari 55%, exhaust fan akan

dijalankan pada kecepatan rendah. Pengaturan exhaust

fan dilakukan dengan bantuan penguat PWM.

4. HASIL dan ANALISA PENGUJIAN SISTEM

4.1 Pengujian Aktuator

Tabel 4.1 Karakteristik kavitasi dalam waktu 30 menit

Tegangan Arus

Tercatat Volume

Sisa Volume Terpakai

(V) (Ampere) (ml) (ml)

15 0.29 79.7 0.3

16 0.3 79.3 0.7

17 0.31 79 1

18 0.32 79 1

19 0.33 78 2

20 0.34 77 3

21 0.34 76 4

22 0.35 76 4

23 0.36 75 5

24 0.36 75 5

25 0.37 73 7

26 0.37 73 7

Gambar 4.1 Grafik karakteristik kavitasi dalam waktu

30 menit

Grafik dalam gambar 4.1 mengilustrasikan kenaikan

volume air yang terkavitasi seiring dengan kenaikan

tegangan input DC pada aktuator. Pengujian tersebut

dilakukan dengan memeriksa volume air yang tersisa

dari proses kavitasi aktuator dengan volume awal 80ml

dengan waktu kavitasi 30 menit untuk setiap tegangan.

4.2 Pengujian Sensor Suhu dan Kelembaban

Gambar 4.2 Pengujian sensor suhu dan kelembaban

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian dan pengukuran

seluruh sistem dalam penelitian ini dapat diambil

beberapa kesimpulan yaitu:

1. Kavitasi menggunakan gelombang ultrasonik

dapat digunakan untuk melembabkan ruangan.

2. Aktuator ultrasonik dapat bekerja dengan baik

jika diberi inputan berupa sinyal DC 14,5 V

sampai 24 V.

3. Rata-rata penguapan minimal melalui kavitasi

yaitu 0,3 mL setiap 30 menit dan maksimal 5 mL

tiap 30 menit.

Adapun saran untuk penerapan alat dapat

diaplikasikan di perkantoran, rumah sakit, pesawat

terbang dan ruangan lain yang berkondisi memerlukan

tambahan kelembaban yang sesuai untuk manusia.

Selain untuk manusia dapat dilakukan untuk green

house varietas tanaman atau jamur tertentu maupun

untuk pemeliharaan binatang. Agar lebih lengkap

mungkin alat dapat dikembangkan dengan

penambahan ionizer untuk mensterilkan alat dan

ruangan sehingga alat maupun benda-benda dalam

ruangan tidak mudah berjamur atau digunakan untuk

tempat kembang-biak bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Prasasti, Corie Indria; Mukono, J.; Sudarmaji.

2005. Pengaruh Kualitas Udara Dalam

Ruangan Ber-AC Terhadap Ganguan

Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan

Vol.1, No.2, Januari 2005.

[2] Sitompul, Stepanus Sahala. Pengendalian

Hama Belalang Kembara (Locusta migratoria)

dengan Menggunakan GelombangUltrasonic di

Kalimantan Barat. Disertasi Program Pasca

Sarjana Universitas Airlanga, Surabaya, 2005.

[3] Wu, Chaoqun; Nakagawa, Noritoshi; Sekiguchi,

Yasuhisa. 2006. Observation of Multibubble

Phenomena in An Ultrasonic Reactor, Journal

of Science Direct, Vol.31:1083-1089, 2006.

[4] Nurul Kharim, Miftah. 2008. Pengukuran

Kecepatan Gerak Benda Padat Menggunakan

Tranduser Ultrasonik Berdasarkan Efek

Doppler. Tugas Akhir S1 Teknik Elektro ITS

Surabaya.

[5] http://www.sensirion.com/en/01_humidity_sens

ors/02_humidity_sensor_sht11.htm

[6] http://homepower.com/files/webextras/pwmhp7

5.pdf

[7] Setiawan Rahmad, 2008. ”Teknik Akuisisi

Data”, Graha Ilmu, Yogyakarta.

[8] Andrianto Heri, 2008. “Pemrograman

Mikrokontroler ATMEGA 16”, Informatika,

Bandung.

[9] Boylstead, Robert; Nashelsky, Louis. 1992.

Electronic Devices and Circuit Theory ,Fifth

Edition. USA: Prentice-Hall International Inc.

y = 0.648x - 0.880

0

2

4

6

8

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Volume Air Terpakai

Tegangan Input DC (V)

Vo

lum

e T

erp

akai

(ml)

9

BIODATA PENULIS

Monika Putri Dewi

dilahirkan di Bojonegoro,

Jawa Timur, pada tanggal

18 Juli 1989 dan anak

pertama dari dua

bersaudara. Penulis

menjalani pendidikan dasar

di SD Katolik Santo Paulus

Bojonegoro, kemudian

melanjutkan sekolah

menengah pertama di SMP

Katolik Santo Tarsisius.

Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah

atas di kota Surabaya di SMA Katolik Santo Louis 1

Surabaya. Setelah lulus dari SMA, penulis diterima di

ITS pada jurusan Teknik Elektro dan mengambil

konsentrasi studi di Elektronika. Saat kuliah, penulis

bertempat tinggal di Surabaya bersama keluarganya.

Selama menempuh perkuliahan penulis pernah aktif

sebagai anggota himpunan mahasiswa dan aktif

menjadi asisten di laboratorium Elektronika Dasar.