103

Monitoring RHM Kota Makassar

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

COREMAP - LIPI i
MONITORING KONDISI TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM TERKAIT DI KOTA MAKASSAR
@ 2016 UNHAS COREMAP CTI LIPI
Penulis/Peneliti : Syafyudin Yusuf, Khairul Amri, Aidah A.A Husain, Rohani A Rape, Supriadi Asisten Peneliti : Ahmad Faisal Ruslan, Fajria Zakaria, Tarsan, Steven, Lisda, Taufikurahman, Halwi, Funti Septiowati Editor : Jamaluddin Jompa, Suharsono Desain Sampul : Suharto Tata Letak : Heman Prasya, Abdul Chalid, Mukmin
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Alamat : Gedung Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan km 10 Tamalanrea Kota Makassar 90245 Telpon / Fax : 0411-587025 Url. http//www.coremap.or.id Monitoring Terumbu Karang Dan Ekosistem Terkait
Di Kepulauan Spermonde Kota Makassar. Editor : Jamaluddin Jompa, Suharsono. Makassar, Jakarta. UNHAS COREMAP CTI LIPI 2016 103 hlm; ISBN : Terumbu Karang
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI ii
yakni terumbu karang, padang lamun dan hutan mangrove. Terumbu
karang Kota Makassar terdapat dalam gugusan Kepulauan Spermonde
bertipe terumbu karang tepi, terumbu karang terpisah/tenggelam, dan
terumbu karang penghalang. Lokasi ini menjadi tumpuan hidup
masyarakat pulau dan nelayan untuk memperoleh sumberdaya perikanan.
Namun ekosistem ini tertekan secara ekologis akibat antropogenik dan
alami.
persen. Secara keseluruhan terjadi kenaikan tutupan karang hidup
sebesar 1,33 persen dari tahun 2015 ke 2016. Komponen biotik selain
karang didominasi oleh karang lunak dan sponge, sementara tutupan
karang mati didominasi oleh karang mati tertutupi algae. Tutupan karang
yang rusak cukup tinggi hingga mencapai 71 persen, penyebab kerusakan
terumbu karang akibat faktor antropogenik penangkapan ikan yang
merusak (destructive fishing).
Gusung/Taka Bonelola memiliki kelimpahan megabenthos terbesar yaitu
2622,45 individu/Ha. Megabentos di perairan Kota Makassar mengalami
peningkatan dibanding yang didapatkan pada monitoring tahun 2015. Bulu
babi Diadema setosum merupakan megabentos tertinggi kelimpahannya
di wilayah perairan Kota Makassar.
Total spesies ikan karang yang teramati adalah 50 spesies dari 8
famili terpilih. Kelimpahan ikan karang 9.520 individu/Ha tahun 2016 yang
didominasi oleh family Siganidae. Kelimpahan yang juga tinggi pada famili
Chaetodontidae (ikan kepe-kepe), yakni sekitar 2.629 ind/Ha. Nilai
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI iii
kelimpahan ikan karang dari tahun sebelumnya mengalami peningkatan
sebesar 64% dari 5.800 ind/Ha tahun 2015 menjadi 9.520 ind/Ha tahun
2016.
Sedangkan kondisi padang lamun (persentase penutupan) mengalami
penurunan kondisi selama satu tahun terkahir pada beberapa stasiun. Dari
10 staiun penelitian masih terdapat empat stasiun yang masih sehat
(penutupan lamun>60%) sebanyak dua stasiun kurang sehat (penutupan
lamun 30 – 59.9%) dan ada empat stasiun lainnya dengan kondisi padang
lamun tidak sehat (penutupan lamun <29.9%).
Kondisi mangrove termasuk kategori bagus, baik berdasarkan
tutupan kanopi maupun kerapatannya. Namun demikian pada sebagian
besar lokasi sampling, terdapat beberapa indikasi kerusakan mangrove
akibat penebangan yang dilakukan oleh masyarakat, walaupun belum
secara signifikan mempengaruhi penurunan kondisi mangrove.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI iv
Program rehabilitasi terumbu karang Indonesia COREMAP CTI memasuki fase III (tahap akhir) dengan target utama adalah peningkatan kesehatan ekosistem pesisir dan perlindungan keanekaragaman jenis, penguatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan melalui pendekatan ekosistem. Keberlanjutan pengembangan mata pencaharian alternative melalui pendekatan ekonomi kreatif. Salah satu indikator kunci lainnya adalah kesehatan terumbu karang yang diman Coremap LIPI bekerjasama dengan beberapa uuniversitas. Universitas Hasanuddin sebagai salah satu institusi yang dipercayakan oleh LIPI untuk memantau terumbu karang wilayah Coremap dan wilayah kontrol. Selain Lombok Barat, Kendari dan Halmahera, terumbu karang Kota Makassar adalah lokasi kontrol yang dimonitoring terumbu karang dan ekosistem terkaitnya.
Program pemantauan ekosistem tahun 2016 ini merupakan kelanjutan dari survei baseline tahun 2015. Hasil monitoring ini akan menjadi pembanding bagi data baseline sebelumnya untuk melihat perkembangan kondisi terumbu karang lokasi kontrol di pulau-pulau Kota Makassar. Pada akhir program Coremap diharapkan adanya kestabilan atau peningkatan kondisi ekosistem terumbu karang. Hasil monitoring dapat dijadikan bahan pertimbangan didalam menentukan kebijakan serta sebagai bahan evaluasi untuk menjembatani kegaiatan COREMAP-CTI berikutnya.
Laporan tentang pemantauan kondisi terumbu karang dan ekosistem terkait tersusun berdasarkan kaidah penulisan laporan. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, November 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI v
DAFTAR ISI
Ringkasan ................................................................................................... i Kata Pengantar .......................................................................................... iv Daftar Isi .................................................................................................... v Daftar Tabel ............................................................................................... vii Daftar Gambar ........................................................................................... viii Daftar Lampiran ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 7
3.1 Waktu Dan Lokasi .................................................................. 7
3.2 Metode Pengamatan ........................................................... 11
3.2.2 Pemantauan Habitat Terumbu Karang ................... 11
3.2.3 Visual Sensus Ikan Karang ....................................... 14
3.2.4 Megabentos ............................................................ 17
3.2.6 Kondisi Mangrove ................................................... 21
4.1 Ekosistem Terumbu Karang ................................................. 25
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI vi
4.1.3 Tutupan Komponen Karang Mati ........................... 32
4.2 Megabentos ......................................................................... 35
4.3.2 Jumlah Jenis Ikan Karang ........................................ 46
4.3.3 Biomassa Ikan Target .............................................. 49
4.3.4 Kelompok Fungsional .............................................. 50
4.4 Kondisi Padang Lamun......................................................... 55
4.5.2 Tutupan kanopi dan Kerapatan .............................. 60
4.5.3 Indeks Nilai Penting ................................................ 65
BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 67
UUNHAS - COREMAP - LIPI vii
1. Karakteristik dan Peruntukan Pulau-pulau Kota Makassar ............... 5
2. Lokasi dan Koordinat Stasiun Pengamatan Terumbu Karang, Ikan Karang dan Megabenthos Kota Makassar ......................................... 7
3. Nama Lokasi, Stasiun, Koordinat Monitoring Ekoisistem Lamun Kota Makassar .................................................................................... 8
4. Lokasi, Stasiun dan Koordinat Pengamatan Mangrove Kota Makassar ............................................................................................ 8
5. Kategori Kondisi Terumbu Karang Berdasarkan Tutupan Karang Hidup English et.al (1997) .................................................................. 13
6. Kelompok Ikan dan Jenis Data yang dicatat di Lapangan .................. 15
7. Jenis dan Penamaan Megabenthos dalam Survei Coremap CTI ........ 18
8. Kriteria Kondisi Padang Lamun Berdasarkan Penutupan Tumbuhan Lamun (KepMen LH Nomor 200/2004) ............................................. 20
9. Standar Baku Kerusakan Hutan Mangrove Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 ......................... 24
10. Kelimpahan Jenis Ikan pada Setiap Famili ......................................... 44
11. Keanekaragaman Mangrove di Lokasi Sampling Makassar ............... 60
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI viii
1. Peta Kepulauan Spermonde, Sulawesi .............................................. 5
2. Lokasi Pengamatan Ekosistem Terumbu Karang, Ikan Karang dan Bentosdi Kota Makassar .................................................................... 9
3. Peta Lokasi Pengamatan Ekosistem Padang Lamun dan Mangrove di Kota Makassar ................................................................................ 10
4. Visualisasi Komponen Substrat yang Dianalisis dalam Ekosistem Terumbu Karang (Foto : S.Yusuf) ....................................................... 13
5. Visualisasi pendataan ikan karang dalam transek 70 m x 5 m .......... 14
6. Model Estimasi Penjang Ikan dalam Menentukan Biomassa Ikan Karang ................................................................................................ 16
7. Skema Transek Megabenthos dalam Survei Pemantauan Terumbu Karang Coremap CTI ........................................................... 19
8. Layout Pengambilan Data Padang Lamun pada Setiap Lokasi ........... 20
9. Posisi Pengukuran Lingkar Batang Mangrove Pada Beberapa Tipe Batang (English, et al., 1994) ............................................................. 21
10. Tutupan Rata-Rata Substrat Terumbu Karang Perairan Spermonde Kota MakassarTahun 2016 ................................................................ 26
11. Persentase Tutupan Karang Hidup di Perairan Kota Makassar 2016 27
12. Distribusi Penutupan Komponen Substrat Ekosistem Terumbu Karang Kepulauan Spermonde Kota Makassar ................................. 28
13. Perbandingan Tutupan Karang Hidup Tahun 2015-2016 Pulau- Pulau Kota Makassar .......................................................................... 29
14. Perbandingan rata-rata nilai tutupan karang hidup tahun 2015- 2016 Kota Makassar ........................................................................... 30
15. Persentase Tutupan Biotik (OT, FS, SP, SC) Ekosistem Terumbu Karang Kota Makassar 2016 .............................................................. 32
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI ix
16. Beberapa Contoh Jenis-Jenis Komponen Karang Mati ...................... 33
17. Persentase Tutupan Karang Mati (DC, DCA Dan R) Ekosistem Terumbu Karang Kota Makassar ........................................................ 34
18. Perbandingan Kelimpahan Megabenthos berdasarkan Stasiun di Pulau-Pulau Kota Makassar ............................................................... 36
19. Perbandingan Kelimpahan Megabentos menurut Taksa di Pulau- Pulau Kota Makassar .......................................................................... 37
20. Peta Sebaran Kelimpahan Megabentos pada Setiap Stasiun Monitoring Di Perairan Kota Makassar .............................................. 39
21. Beberapa Jenis Megabenthos Hasil Pengamatan Di Lapangan ......... 38
22. Total Kelimpahan Ikan Karang berdasarkan Titik Pengamatan di Sekitar Pulau-Pulau Kota Makassar ................................................... 41
23. Total Kelimpahan Ikan Karang berdasarkan Kelompok Famili Terpilih di Sekitar Pulau-Pulau Kota Makassar (keterangan:Warna: Merah = Koralivor; Hijau = Herbivor; Biru = Karnivor) ....................... 43
24. Jumlah Jenis Ikan Karang Berdasarkan Titik Pengamatan di Sekitar Pulau-Pulau Kota Makassar ............................................................... 46
25. Jumlah Spesies Ikan Karang berdasarkan Kelompok Famili Terpilih di Sekitar Pulau-Pulau Kota Makassar (Warna: Merah = Koralivor; Hijau = Herbivor; Biru = Karnivor). ..................................................... 47
26. Persentase Kelimpahan Ikan berdasarkan kelompok Jenis Makanan ............................................................................................ 48
27. Persentase Jumlah Spesies Ikan berdasarkan Kelompok Jenis Makanan ............................................................................................ 48
28. Biomassa (kg/Ha) ikan karang berdasarkan titik pengamatan di sekitar perairan terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar .......... 49
29. Biomassa (kg/Ha) ikan karang berdasarkan delapan famili terpilih di sekitar perairan terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar (Keterangan warna: hijau = herbivor; biru = karnivor) ...................... 50
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI x
30. Proporsi kelompok fungsional berdasarkan (a) kelimpahan, (b) jumlah jenis, dan (c) biomassa ikan karang di perairan terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar. .................................................. 51
31. Perbandingan nilai kelimpahan (ind/Ha) ikan karang di perairan terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar menurut kelompok fungsionalnya ..................................................................................... 52
32. Perbandingan jumlah jenis ikan karang di perairan terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar menurut kelompok fungsionalnya ..................................................................................... 53
33. Perbandingan biomassa (kg/Ha) ikan karang di perairan terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar menurut kelompok fungsionalnya ..................................................................................... 54
34. Persentase Biomassa Ikan berdasarkan kelompok Jenis Makanan. .. 54
35. Persentase Penutupan Lamun di Pulau-Pulau Kota Makassar Tahun 2015 ........................................................................................ 56
36. Persentase Penutupan Lamun di Pulau-Pulau Kota Makassar Tahun 2016 ........................................................................................ 57
37. Dominansi Jenis Lamun di Perairan Kota Makassar Tahun 2015 ...... 58
38. Dominansi Jenis Lamun di Perairan Kota Makassar Tahun 2016 ...... 58
39. Penutupan Kanopi Mangrove di Kota Makassar ............................... 61
40. Kerapatan Mangrove di Lokasi Sampling Makassar .......................... 62
41. Penebangan Mangrove pada Lokasi Sampling. A)Jenis Pohon A.Marinadi dalam Plot Permanen yang telah ditebang di Stasiun MKSM01(Muara Sungai Tallo) ; B)sebagian besar Mangrove pada Plot Kedua di Stasiun MKSM02(Parangloe)telah ditebang; dan C)Pohon Mangrove yang telah ditebang dan Pondasi yang telah dibuat pada Stasiun MKSM03(Parangloe-Bira) ................................. 64
42. Penanaman Mangrove yang telah dilakukan pada bagian Luar di Stasiun MKSM04 (Untia) .................................................................... 64
43. Indeks Nilai Penting Jenis Mangrove di Lokasi Sampling Makassar .. 66
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI xi
3. Hasil Pengamatan Megabenthos Kepulauan Spermonde 2015 ........ 75
4. Hasil Pengamatan Megabenthos Kepulauan Spermonde 2016 ........ 76
5. Hasil Analisis Data Ikan Karang Kepulauan Spermonde Makassar 2016 ................................................................................................... 77
6. Hasil Pengamatan dan Analisis Data Lamun Kota Makassar 2015 .... 79
7. Hasil Pengamatan dan Analisis Data Lamun Kota Makassar 2016 .... 80
8. Hasil Analisis Data Mangrove Pengamatan Kota Makassar 2016 ...... 81
9. Dokumentasi Survei Ekosistem Karang dan Ikan Karang di Kota Makassar Tahun 2016 ........................................................................ 82
10. Dokumentasi Survei Ekosistem Bentos di Kota Makassar Tahun 2016 ................................................................................................... 84
11. Dokumentasi Survei Ekosistem Lamun di Kota Makassar Tahun 2016 ................................................................................................... 86
12. Dokumentasi Survei Ekosistem Mangrove di Kota Makassar Tahun 2016 ................................................................................................... 88
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 1
Kepulauan Kota Makassar terletak dalam wilayah paparan terumbu
karang Spermonde. Paparan atau dangkalan Spermonde memiliki pulau-
pulau kecil yang tersebar dan terbentuk dari gugusan pasir terumbu yang
dikenal sebagai Kepulauan Spermonde (Mollengraaff, 1929 dalam
Hoeksema, 1990). Gugusan pulau-pulau Spermonde berada di Selat
Makassar sebelah barat daya semenanjung kaki Pulau Sulawesi. Oleh
penduduk asli Makassar menyebutnya sebagai Kepulauan ‘Sangkarang’
adalah nama sebuah paparan terumbu terluar.
Keberadaan terumbu karang seluruh lokasi Kepulauan Spermonde
sangat dipengaruhi oleh faktor aktivitas antropogenik. Penggunaan bahan
kimia beracun dan bahan peledak marak dilakukan pada beberapa decade.
Memasuki era pengelolaan terumbu karang melalui Coremap II, aktivitas
pemboman mulai berkurang. Namun yang perlu dikhawatirkan lagi
adalah dampak pemanasan global terhadap keberadaan ekosistem
terumbu karang. Yusuf (2010) telah menjelaskan fenomena bleaching
(pemutihan) karang akibat peningkatan suhu perairan di Kepulauan
Spermonde.
buangan limbah domestik dan industri berupa bahan organic dan
sedimen (Jompa, 1996; Edinger, et al 1998). Eutrofikasi menyebabkan
terjadinya penurunan populasi dan jenis biota terumbu karang terutama
hewan karang yang berada di sekitar zona pinggir. Bila eutrofikasi terjadi,
maka keberadaan terumbu karang dapat digantikan oleh dominansi algae
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI 2
algae (Jompa, 1996).
sebagai lokasi kontrol bagi kondisi dan kesehatan ekosistem terumbu
karang dan ekosistem lainnya dalam program Coremap (Coral Reef
Rehabilitation and Management Program) CTI (Coral Triangle Iniciatives).
Dalam hal ini Coremap LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
bekerjasama dengan Unversitas Hasanuddin melakukan pemantauan
ekosistem terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya di sekitar wilayah
Sulawesi Selatan dalam program Coremap fase tiga ini. Pengamatan
ekologi terumbu karang dan ekosistem lainnya merupakan bagian dari
pengelolaan Coremap yang berbasis pada penelitian ilmiah untuk
mengetahui keberhasilan program pada waktu akhir program.
Program COREMAP yang telah berjalan hingga Coremap CTI saat
ini, telah dilakukan kegiatan pemantauan kesehatan terumbu karang di
kabupaten Pangkep dan Selayar pada tahun 2006 - 2014, kemudian
dilanjutkan pada tahun 2015 sebagai data T0 bagi program Coremap CTI
yang difokuskan pada tutupan karang hidup, ikan karang, megabenthos,
kondisi ekosistem padang lamun dan ekosistem mangrove.
1.2 Tujuan
pengelolaan program Coremap CTI di Kota Makassar.
1.3 Ruang Lingkup
Kepulauan Spermonde Kota Makassar meliputi:
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI 3
penyebab kerusakan terumbu karang.
c. Kelimpahan jenis ikan karang (indikator dan target) dan biomassa
khusus ikan target untuk mengetahui kondisi populasi ikan karang.
d. Komposisi jenis dan penutupan lamun untuk mengetahui kondisi
padang lamun
mengetahui kondisi ekosistem mangrove.
UUNHAS - COREMAP - LIPI 4
memiliki 98 buah pulau yang tersebar dari Kota Makassar hingga
Kabupaten Barru. Menurut Jompa, dkk., (2006) luas terumbu karang
Spermonde mencapai 60.000 ha, baik yang bertipe fringing reef yang
tumbuh di tepi pantai pulau, maupun patch reef atau gosong karang
diantara pulau-pulau dan yang membentuk barrierreefs (terumbu karang
penghalang) di sisi luar berhadapan laut lepas.Gugusan gosong karang
(patch reef) yang tersebar di Kepulauan Spermonde sendiri memiliki
jumlah yang lebih banyak dibanding jumlah pulaunya.
Paparan terumbu karang dan perairan Spermonde memiliki lebar
sekitar 40 km dari daratan Makassar dandalam konteks ekologi, terbagi
dalam empat zona berdasarkan pengaruh lumpasan pantai dan daratan,
dan pengaruh massa air lautan lepas, yaitu : Zona Satu atau “Zona Pinggir”
dimulai dari pantai kearah laut lepas sejauh kira-kira 5 km atau hingga
kedalaman 20 m, Zona Dua atau “Zona Dalam”, dimulai dari jarak 5 km
kearah laut hingga 12,5 km, sedangkan Zona Tiga atau “Zona Tengah”
dimulai dari jarak 12,5 km ke arah laut lepas hingga 30 km dengan
kedalaman yang bervariasi antara 30 – 50 m. Sementara Zona Empat
atau “Zona Terluar” atau barrier reefs zonedimulai dari jarak 30 km
hingga 40 km batas terluar dari paparan Spermonde (Hutchinson, 1945
dalam Hoeksema, 1990).
Pulau Langkai, Pulau Lanjukang, P. Bone Tambu, P.Barrang Lompo, P.
Barrang Caddi, P. Kodingareng Lompo, P. Samalona, P. Lae-Lae dan P.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI 5
Kayangan, dan 2 pulau lainnya merupakan pulau tidak berpenghuni yakni
Pulau Kodingareng Keke dan P. Bone Battang. Karakteristik dan
peruntukkan beberapa pulau di Kota Makassar disajikan pada Tabel 1.
Gambar 1. Peta Kepulauan Spermonde, Sulawesi
Tabel 1. Karakteristik dan Peruntukan Pulau-pulau Kota Makassar
No Nama Pulau Luas (Ha)
Jarak Dari Kota Makassar
Peruntukkan
01 Samalona 3,00 7 Mil Pariwisata 02 Kodingareng Lompo 48,00 11 Mil Perikanan, Pariwisata 03 Kodingareng Keke 0,5 7 Mil Pariwisata 04 Barrang Caddi 6,00 6 Mil Perikanan 05 Barrang Lompo 49,00 9 Mil Perikanan, Pariwisata 06 Bone Tambu 5,4 17,2 Mil Perikanan Sumber : RIPPP Kota Makassar 2000 diolah tahun 2003
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI 6
Pulau-pulau di perairan Kota Makassar yang termasuk dalam zona 1,
yakni Taka Trambanusu, Pulau Lae-Lae, sementara Taka Bone Lola, P.
Barrang Caddi, P. Barrang Lompo termasuk dalam zona 2. Zona 3
Kepulauan Spermonde adalah P. Kodingareng Lompo, P. Kodingareng
Keke, dan P. Lumu-Lumu. Yang termasuk dalam zona 4 adalah zona
terluar yang langsung berhadapan dengan laut lepas yakni Taka Batu
Labbua, Pulau langkai dan P. Lanjukang.
Terumbu karang tipe taka dalam penelitian ini terdapat di Taka
Batulabbua, Taka Bonelola, dan Taka Trambanusu.Hanya Gusung
Bonebattang yang miliki gundukan pasir terlihat ketika air surut dan
tenggelam ketika air laut pasang.
Kawasan terumbu karang Kota Makassar merupakan bagian dari
terumbu karang sosioekologis Kepulauan Spermonde. Secara sosial,
terumbu karang Spermonde sebagai tempat mencari nafkah bagi
penduduk baik dari pulau-pulau Makassar maupun nelayan dari pulau-
pulau Kabupaten Pangkep.
wisata dan perikanan. Diantara pulau-pulau tersebut, ada tiga pulau yang
menjadi tujuan wisata utama yakni P. Samalona, P. Kodingareng Keke dan
Pulau Kayangan. Disamping itu, ada konsentrasi wisatawan juga di sekitar
ujung utara tanggul Lae-Lae yang disebut Lae-lae Kecil.Khusus pulau
Samalona dan Pulau Kodingareng Keke diperuntukkan bagi pariwisata
bahari karena merupakan pulau kosong penduduk sangat sedikit. Namun
sayang, aktivitas wisata bahari di Pulau Kodingarengkeke terhenti karena
pengelola wisata berkebangsaan Belanda telah selesai kontraknya
beberapa tahun lalu. Sebaliknya aktivitas wisata di P. Samalona tetap
berlangsung baik kunjungan domestik, maupun dari mancanegara.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI 7
yakni waktu pemantauan kelompok fauna (terumbu karang, ikan karang
dan benthos) dan kelompok flora laut (padang lamun dan mangrove).
Pengambilan data yang kelompok fauna laut dilaksanakanpada tanggal 4–
18 Agustus 2015dengan jumlah 14 stasiun.Nama lokasi, stasiun dan
koordinat pengamatan terumbu karang dan ikan karang Kota Makassar
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Lokasi dan Koordinat Stasiun Pengamatan Terumbu Karang, Ikan Karang dan Megabenthos Kota Makassar
Nama Lokasi Stasiun Koordinat
P. Langkai MKSC01 119.084981 -5.031644 P. Lanjukang MKSC02 119.067825 -4.984881 Taka Batulabua MKSC03 119.067010 -5.043397 P. Lumu-lumu MKSC04 119.208897 -4.972161 P. Kodingareng keke MKSC05 119.285953 -5.102169 P. Kodingareng lompo MKSC06 119.261958 -5.138806 P.Bonetambung MKSC07 119.277681 -5.032333 P.Bonebatang MKSC08 119.325250 -5.018389 P. Barrang lompo MKSC09 119.327150 -5.041742 P. Barrang Caddi MKSC10 119.316272 -5.078572 Gs.Bonelola MKSC11 119.353444 -5.052800 P. Samalona MKSC12 119.340261 -5.122156 P. Lae-lae MKSC13 119.389147 -5.138286 Trambanusu/Kayangan MKSC14 119.396650 -5.112261
Monitoring ekosistem lamun dilakukan pada tanggal 20-22 Agustus
2016 pada sepuluh pulau di Kota Makassar. Adapun pulau-pulau yang
disurvei padang lamunnya, yaitu: Pulau Langkai (MKSS01), Pulau
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UUNHAS - COREMAP - LIPI 8
(MKSS06), Pulau Barrang Lompo (MKSS07), Pulau Barrang Caddi (MKSS08),
Pulau Lae-Lae (MKSS09), dan Pulau Kayangan (MKSS10). Pada setiap
pulau, ditetapkan satu titik pengambilan data yang secara seragam
ditempatkan pada sebelah barat masing-masing pulau (Tabel 3).
Tabel 3. Nama Lokasi, Stasiun, Koordinat Monitoring Ekoisistem Lamun Kota Makassar
Monitoring mangrove di pada 29 Oktober 2016 dan 12 November
2016 pada 4 stasiun monitoring. Koordinat lokasi dan stasiun disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Lokasi, Stasiun dan Koordinat Pengamatan Mangrove Kota Makassar
No Lokasi Kode
Stasiun Koordinat (UTM)
1 Muara Sungai Tallo MKSM01 119.450130 5.095470 Pasir berlumpur 2 Parangloe MKSM02 119.454700 5.084930 Lumpur 3 Parangloe-Bira MKSM03 119.465231 5.079239 Lumpur berpasir 4 Untia MKSM04 119.473440 5.063959 Lumpur berpasir
Peta lokasi pengamatan stasiun karang, ikan karang dan bentos
disajikan pada peta Gambar 2, sedangkan peta stasiun pengamatan lamun
dan mangrove disajikan pada peta Gambar 3.
Lintang Bujur
2 Pulau Lanjukang MKSS02 119.07455 -4.98017 Rubble
3 Pulau Lumu-Lumu MKSS03 119.21343 -4.97625 Pasir
4 Pulau Bonetambung MKSS04 119.27733 -5.03552 Pasir dan Rubble
5 Pulau Kodingarenglompo MKSS05 119.26284 -5.14493 Pasir dan Rubble
6 Pulau Bonebatang MKSS06 119.32602 -5.01393 Pasir
7 Pulau Barranglompo MKSS07 119.32689 -5.04992 Pasir
8 Pulau Barrangcaddi MKSS08 119.31989 -5.07998 Pasir dan Rubble
9 Pulau Lae-Lae MKSS09 119.39226 -5.12643 Pasir
10 Pulau Kayangan MKSS10 119.39975 -5.11505 Pasir
No Lokasi Stasiun Koordinat Tipe Substrat
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 9
Gambar 2. Lokasi Pengamatan Ekosistem Terumbu Karang, Ikan Karang dan Bentosdi Kota Makassar
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 10
Gambar 3. Peta Lokasi Pengamatan Ekosistem Padang Lamun dan Mangrove di Kota Makassar
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 11
3.2 Metode Pengamatan
karang, padang lamun dan ekosistem mangrove, komponen yang diamati
adalah sebagai berikut: tutupan karang dan komponen lain dalam
ekosistem terumbu karang, kelimpahan dan biomassa ikan karang,
kelimpahan biota megabentos, tutupan dan kerapatan padang lamun,
kerapatan dan tutupan mangrove. Untuk mendapatkan masing-masing
data tersebut maka disusun metode pengamatan terhadap parameter
tersebut.
Pengamatan tutupan substrat dilakukan menggunakan metode UPT
(Underwater Photo Transect) dengan menggunakan peralatan SCUBA
untuk menyelam. Dalam proses pengamatan dengan metode ini
memerlukan setidaknya 2 (dua) orang penyelam. Salah seorang penyelam
menggelar transek garis dari meteran sepanjang 50 meter dan memasang
patok permanen pada dua ujung 0 dan ujung 50 meter. Kemudian
penyelam ini juga menggelar tali tasi atau tali nilon untuk membuat
transek permanen. Transek dipasang pada kedalaman 5-7 metermengikuti
kontur relief terumbu karang ke arah sejajar garis pantai, dimana posisi
pantai harus berada pada sisi kiri penyelam atau berlawanan arah dengan
jarum jam.
Penyelam berikutnya melakukan pemotretan frame pemotretan (44
cm x 58 cm)atau seluas 2552cm2yang dimulai pada meter ke-1 hingga
meter ke-50 dengan jarak antar pemotretan sepanjang 1 meter. Frame
yang diletakkan pada nomor ganjil diletakkan berada di sebelah kiri pita
transek, sebaliknya pada nomor genap framenya diletakkan pada sisi
kanannya dengan posisi meteran pada pinggir sekitar 10 cm dari batas
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 12
frame. Jarak pemotretan sekitar 60 cm dari dasar substrat sehingga luas
bidang pemotretan melingkupi luas frame keseluruhan.
Hasil foto dianalisis menggunakan komputer dengan software
(perangkat lunak)Coral Point Count with Excel Extensions(CPCe) (Kohler &
Gill 2006).CPCe adalah program aplikasi pada sistem operasi windows
untuk menganalisa persentase karang dengan menggunakan metode
Underwater Photo Transect. Dalam penelitian ini sebanyak 30 sampel titik
acak dipilih untuk setiap frame foto dan untuk setiap titiknya diberi kode
sesuai dengan kode masing-masing kategori biota dan substrat yang
berada pada titik acak tersebut.
Jenis-jenis komponen biota dan substrat yang dianalisis dalam
pengamatan tutupan substrat adalah sebagai berikut:
a) Karang Keras / Hard Coral (HC): semua karang keras yang masih
hidup, termasuk pula karang api (Millepora), karang biru
(Heliopora) dan organ pipe coral(Tubipora) karena merupakan
pembentuk terumbu
lunak seperti Lobophytum, termasuk zoanthid
c) Karang Baru Saja Mati/Death Coral (DC) : karang yang baru saja
mati, karang tersebut bisa saja masih berdiri atau patah tetapi
terlihatPenentuan kondisi terumbu karang dalam survei
pemantauan ini menggunakan kriteria penentuan kategori
tutupan karang hidup English et al (1997) dan Kepmen Lingkungan
Hidup No. 4 Tahun 2011, sebagaimana yang disajikan pada Tabel
5.
COREMAP - LIPI 13
Tabel 5. Kategori Kondisi Terumbu Karang Berdasarkan Tutupan Karang Hidup English et.al (1997)
Porsentase Tutupan (%) Karang Hidup
76 – 100 Sangat Bagus
Macro Algae Other Organisms Other Organisms
Dead Coral Algae
Gambar 4. Visualisasi Komponen Substrat yang Dianalisis dalam Ekosistem Terumbu Karang (Foto : S.Yusuf)
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 14
Metode sensus visual bawah air atau underwater visual census
(UVC) digunakan untuk pengumpulan data jenis ikan dan jumlah individu
ikan (English, 1994). Unit analisis mencakup kelompok ikan indikator dan
ikan target, baik yang ekonomis tinggi maupun yang bukan ekonomis
tinggi.Pengamatan dan pengambilan data ikan karang dilakukan pada
transek yang sama dengan transek pengamatan terumbu karang.
Rol meter dibentangkan di permukaan terumbu karang dengan pola
bentangan yang sejajar dengan garis pantai, dimana posisi pulau berada di
sebelah kiri pita meteran terhitung dari titik nol meter. Namun panjang
pita untuk observasi ikan karang sepanjang 70 m dengan batas kanan dan
kiri masing-masing berjarak 2,5 m sehingga mencakup luasan 350 m2pada
kedalaman yang konstan (Gambar 5). Setelah garis transek terpasang,
penyelaman sensus ikan karang perlu menunggu sekitar 5-15 menit agar
ikan yang menghindar kembali ketempatnya semula.
Gambar 5. Visualisasi pendataan ikan karang dalam transek 70 m x 5 m
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 15
Data komunitas ikan karang yang dicatat dalam belt transek adalah
jumlah jenis dan kelimpahannya (ikan indikator dan ikan target),estimasi
panjang total ikan target (Gambar 6) besertajumlah individu ikan dalam
rentang panjang yang dimaksud. Untuk panjang total kelompok ikan
indikator tidak diperlukan tetapi jumlah individunya saja yang dicatat
menurut jenisnya masing-masing. Jenis-jenis ikan target dan ikan indicator
yang akan dicatat dilapangan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kelompok Ikan dan Jenis Data yang dicatat di Lapangan Kategori Famili Data yang dicatat
Ikan Indikator Chaetodonidae Jumlah jenis, Kelimpahan individu tiap jenis
Ikan Target
Jumlah jenis, Kelimpahan individu setiap jenis dan estimasi panjang standar, panjang total atau panjang menggarpu setiap individu
Spesies ikan dilindungi, langka dan terancam
Semua spesies yang masuk dalam kategori ini, contoh seperti : Cheilinus undulatus, beberapa spesies hiu dan pari dll.
Jumlah jenis, kelimpahan individu setiap jenis, estimasi panjang standar, panjang totoal atau panjang menggarpu setiap individu.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 16
Gambar 6. Model Estimasi Penjang Ikan dalam Menentukan Biomassa Ikan Karang
Dokumentasi berupa foto dan video ikan bawah air dapat dilakukan
terutama bagi obyek ikan yang sulit diidentifikasi secara langsung sehingga
memudahkan reidentifikasi menggunakan buku literatur.
Data didokumentasikan dalam program Ms. Excel sebagai database
(basis data) untukselanjutnya dilakukan pengolahan dan analisa data yang
meliputi : keanekaragaman jenis, kelimpahan (densitas). Perhitungan
kelimpahan (D) adalah dengan membandingan jumlah individu seluruh
spesies ikan karang per famili dengan luas area pengamatan seperti pada
persamaan (1) dan (2).
350 m2 ..................... (1)
COREMAP - LIPI 17
(weight/W) dalam satuan gram (gr) sama dengan indeks spesifik spesies
(a) dikalikan dengan estimasi panjang total (length/L) dalam satuan cm
dipangkatkan indeks spesifik spesies (b). Indeks spesifik spesies a dan b
mengikuti froese & Paully (2014).
Biomassa (B:kg/Ha) adalah berat individu ikan target (W) persatuan
luas area pengamatan.
Hektar .................................................................... (4)
Untuk saat ini hanya data T0 yang ditampilkan, sedangkan pada
tahun berikutnya data ditampilkan secara time series(deret berkala).
3.2.3 Megabentos
metode Benthos Belt Transect (BBT) yang merupakan modifikasi dari Belt
Transect (Loya, 1978; Munro, 2013) dengan peralatan selam SCUBA.
Transek fauna megabentos disinkronkan dengan transek karang dan ikan
karang pada stasiun transek permanen yang posisinya sudah ditetapkan.
Metode pengambilan dan pengolahan datanya sebagai berikut :
Garis dengan pita berskala (roll meter) ditarik sejajar garis pantai pada
kedalaman 7-12 meter dengan panjang transek 70 m, dengan garis pantai
selalu berada disebelah kiri penyelam sewaktu menarik pita transek
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 18
(Gambar 6). Pengamatan dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
megabenthos target mulai dari titik 0 m sampai 70 m dengan observasi 1
meter lebar kiri dan kekanan garis transek, sehingga luas pemantauan
menjadi 140 m2(2x70 m). Data hasil pengamatan dimasukkan ke dalam
spreadsheet misalnya menggunakan program Ms.Excel.Adapun jenis dan
penamaan megabentos dapat disajikan padaTabel 7.
Tabel 7. Jenis dan Penamaan Megabenthos dalam Survei Coremap CTI No. Megabenthos Nama Spesies
1 Teripang / Sea cucumber Holothurians 2 Kerang Kima / Giant clams Tridacna spp,Hippopus spp. 3 Lobster/Spiny Coral Shrimp Panulirus spp. 4 Keong Lola /Top Shell Trochus spp.
5 Bintang laut berduri / Crown of Thorns Starsfish (COTS)
Acanthaster plancii
6 Siput Drupela / Coral eating snails Drupella cornus,Drupellarugosa
7 Bulu Babi / Sea urchin Deadema spp. 8 Bintang laut biru / Blue starfish Linckia laevigata
Kelimpahan (abudance) (Harvey, 2008) megabenthos dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (5).
luas belt transek (140 m2) ............................................. (5)
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 19
Terumbu Karang Coremap CTI
3.2.4 Kondisi Padang Lamun
dimodifikasi dari metode SeagrassNet (Short et al., 2004). Transek dibuat
tegak lurus dengan garis pantai sampai batas padang lamun, namun pada
lokasi tertentu panjang transek dibatasi sampai batas energi gelombang
yang dinilai aman(Gambar 8). Pengambilan data dilakukan pada setiap
interval 10m. Penutupan lamun ditentukan dengan menggunakan kuadrat
PVC berukuran 50cm x 50cm.Parameter penilaian lamun yang dilakukan
adalah penutupan lamun (%) dan dominansi jenis.Penutupan lamun total
(%) pada kuadrat tersebut diestimasi dan dicatat, sedangkan untuk
dominansi jenis lamun dicatat dengan urutan dominansi tutupannya.
Setelah itu, foto kuadrat diambil dan sebagai data tambahan, karakteristik
substrat juga diamati secara kualitatif.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 20
Gambar 8. Layout Pengambilan Data Padang Lamun pada Setiap Lokasi
Kriteria kondisi padang lamun didasarkan pada penutupan
tumbuhan lamun yang mengacu pada KepMen LH Nomor 200 tahun 2004
tentang kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang
Lamun (Tabel 8).
Tabel 8. Kriteria Kondisi Padang Lamun Berdasarkan Penutupan Tumbuhan Lamun (KepMen LH Nomor 200/2004)
Kriteria Kondisi Penutupan (%)
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 21
bentuk tabel dan grafik.
Pada setiap stasiun pengamatan dibuat transek garis yang tegak
lurus garis pantai dari arah laut menuju darat sepanjang zona mangrove.
Dibuat plot berukuran 10 m x 10 m meter sepanjang transek garis tersebut
untuk pengamatan kerapatan dan tutupan kanopi mangrove. Plot tersebut
dibuat permanen dengan memasang tali agar dapat dilakukan sampling
pada plot yang sama pada periode berikutnya. Global Posisioning System
(GPS) digunakan untuk menentukan posisi setiap stasiun. Selain itu
dilakukan pengecatan pada batang mangrove yang berada pada sudut
setiap plot. Jumlah plot setiap stasiun pengamatan disesuaikan dengan
luas vegetasi mangrove.
Tipe Batang (English, et al., 1994)
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 22
lingkar batang minimal 16 cm diukur lingkar batangnya pada posisi
setinggi dada (sekitar 1,3 meter) menggunakan meteran. Setiap jenis
mangrove diidentifikasi berdasarkan Noor et al., (2002). Beberapa bagian
tumbuhan yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis mangrove adalah
bentuk morfologi akar, daun, bunga dan buah. Penentuan tutupan kanopi
dilakukan dengan menggunakan metode hemispherical photography yang
dilanjutkan dengan analisis foto menggunakan perangkat lunak ImageJ.
Metode ini dilakukan dengan mengacu pada prosedur yang dijelaskan oleh
Dharmawan dan Pamudji (2014).
nilai kerapatan, tutupan dan indeks nilai penting (INP). Analisis ketiga
parameter tersebut dilakukan berdasarkan formula dari Brower et al.
(1990).
menggunakan persamaan (6).
3,1416
DBH = CBH/4 (dalam cm)
COREMAP - LIPI 23
Di = n i
persamaan (8).
Pi = jumlah plot dimana jenis i ditemukan
P = jumlah total plot
INP = Rdi + RCi + RFi ...................................................................... (9)
dimana:
Interpretasi kondisi mangrove didasarkan pada standar baku
kerusakan mangrove berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 201 tahun 2004, seperti yang disajikan pada Tabel 9.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 24
Tabel 9. Standar Baku Kerusakan Hutan Mangrove Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004
Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)
Rusak Jarang < 50 < 1000
bentuk tabel dan grafik.
COREMAP - LIPI 25
tutupan karang hidup sebagai komponen ekosistem yang stabil dalam
ekosistem terumbu karang yang utuh. Karena bila terumbu karang masih
alamiah (tanpa gangguan) maka komponen dominan penyusun terumbu
karang adalah karang keras (ordo: Scleractinia). Namun bila tutupan
karang hidupnya rendah maka banyak faktor yang mempengaruhi, antara
lain adalah kerusakan atau degradasi terumbu karang atau ada komunitas
lain yang menempati dominan di dalam ekosistem tersebut.
Hasil pemantauan ekosistem terumbu karang tahun 2016 dari 11
stasiun tercatat 23,60 persen karang hidup. Komponen organism yang
hidup dalam ekosistem terumbu karang yakni karang lunak/soft coral (SC),
spons/sponge (SP), alga/algae (FS) dan organisme lain / others (OT) dalam
jumlah yang sangat sedikit masing-masing kurang dari 4 persen atau
totalnya sekitar 10 persen. Secara keseluruhan, rata-rata tutupan
komponen karang mati (DCA, R, dan DC) sangat tinggi yakni 56,32 persen
(Gambar 10), Tutupan komponen DCA dan R (rubble) menunjukkan
bahwa kematian karang di pulau-pulau Spermonde, Kota Makassar
disebabkan oleh aktivitas antropogenik penangkapan ikan yang merusak
ekosistem terumbu karang. Karang mati berupa DCA (Dead Coral Algae)
menempati urutan kedua sebagai akibat dari banyak faktor penyebab
yang tidak diketahui secara pasti apakah karena bleaching, pembiusan,
atau predasi dan atau karena penyakit. Jika karang yang mati sudah lama
maka akan ditumbuhi algae, baik algae turf maupun makroalga.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 26
Gambar 10. Tutupan Rata-Rata Substrat Terumbu Karang Perairan Spermonde Kota MakassarTahun 2016
Selain karang keras (Scleractinia) komponen biotik lainmisalnya
karang lunak, sponge dan organism lain (others organisms) dan
komponen karang mati juga tidak bisa diabaikan. Komponen biotik sebagai
penyusun sekunder dan tersier dalam ekosistem terumbu karang dalam
jumlah yang relatif kecil, seperti dari sponge 2,67 persen, fleshy seweed
0,08 persen dan biota lain sebesar 1,76 persen. Karang lunak (SC) juga
dalam jumlah tutupan yang sedikit, karena setiap terjadi
bleaching(pemutihan), karang lunak di Kepulauan Spermonde ini
tubuhnya akan hancur dan menghilang.
Berdasarkan data tutupan karang hidup pada 11 stasiun
monitoring, dengan kuantifikasi karang hidup kurang dari 50 persen maka
terumbu karang Kota Makassar berada dalam kondisi dari ‘rusak/jelek
hingga sedang’, tanpa ada kondisi yang baik maupun sangat baik. Kondisi
jelek atau buruk (0-25 persen karang hidup)terumbu karang dapat
ditemukan pada 8 stasiun pemantauan. Selain itu, hanya ada 5 stasiun
HC, 23.60
DC, 0.44
DCA, 47.08
SC, 3.43
SP, 3.53
FS, 0.20
OT, 3.09
R, 0.55
S, 8.26
SI, 9.82
RK, 0.02
COREMAP - LIPI 27
tutupan habitatnya antara 26-50 persen yakni di P. Lanjukang(MKSC02), P.
Lumu-lumu(MKSC04), P. Kodingareng Keke (MKSC05), P. Bone Battang
(MKSC08), dan P. Barrang Lompo (MKSC09). Berikut secara lebih lengkap
disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Persentase Tutupan Karang Hidup di Perairan Kota Makassar
2016
maupun sangat bagus di sekitar perairan Kota Makassar saat ini
disebabkan karena tekanan antropogenik terhadap ekosistem tersebut
dan cukup intensifnyaaktivitas penangkapan ikan dan biota terumbu
karang lainnya secara tidak ramah lingkungan. Jumlah tangkapan nelayan
begitu drastic menurun di seluruh Kepulauan Spermonde setelah adanya
aktivitas perusakan terumbu karang dengan bahan peledak. Dalam satu
jam penyelaman masih mendengar 3 kali bunyi bom dalam air.
Penggunaan bom sebagai cara menangkap ikan menurut nelayan lebih
efektif dibanding memancing (Pet Soede & Eirdman, 1998).
1 0
,4 8
3 3
,5 8
2 4
,1 8
4 3
,0 7
4 2
,3 8
1 7
,8 7
5 ,1
COREMAP - LIPI 28
Makassar
UNHAS - COREMAP - LIPI 29
2016 menunjukkan bahwa di P. Lanjukang (MKSC02), Taka Batulabua (
MKSC03), P. Lumu-Lumu (MKSC04), P. Kodingareng Keke (MKSC05), P.
Bonetambu (MKSC07), P. Bonebattang (MKSC08), P. Barrang Caddi
(MKSC10) dan Gs. Boneelola(MKSC11) mengalami peningkatan persen
tutupan karang hidup.Sebaliknya di P. Langkai(MKSC01), P. Kodingareng
Lompo (MKSC06), P. Barrang Lompo (MKSC09), P. Samalona (MKSC12) dan
P. Lae-Lae(MKSC013) mengalami penurunan tutupan karang hidup. Untuk
lebih jelasnya perbandingan persen tutupan karang hidup pada tahun
2015 dan tahun 2016 di masing-masing lokasi disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Perbandingan Tutupan Karang Hidup Tahun 2015-2016 Pulau- Pulau Kota Makassar
Sebagaimana yang disajikan pada Gambar 14, persen rata-rata
tutupan karang hidup perairanpulau-pulau Kota Makassar pada tahun
2015 adalah sekitar 22,27 persen, kemudian pada tahun 2016 meningkat
menjadi 23,60 persen yang berarti dalam rentang waktu satu tahun
1 6
.4 8
2 9
.0 0
7 .0
a ra
UNHAS - COREMAP - LIPI 30
terumbu karang berdasarkan kriteriaEnglish et al., (1997) dan Kepmen
Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2011 (Tabel 5)maka secara umum status
kondisi terumbu karang di Kota Makassar baik pada tahun 2015 maupun
pada tahun 2016 masih dalam kategori ‘rusak berat/buruk’, karena
tutupan karang hidupnya kurang dari 25%.
Gambar 14. Perbandingan rata-rata nilai tutupan karang hidup tahun 2015-2016 Kota Makassar
Rendahnya peningkatan tutupan karang hidup disebabkan karena
kondisi lingkungan terumbu karang yang tidak mendukung proses
rekruitmen dan pertumbuhan karang. Misalnya substrat didominasi oleh
pecahan karang mati (rubble) bercampur pasir dan turf algae yang bisa
menghambat proses pengendapan dan kehidupan baru larva planulae
karang. Dari hasil foto transek yang diperoleh sangat jarang ditemukan
koloni karang rekrut/juvenile karang. Sementara pertumbuhan karang
juga cukup lambat akibat tekanan eutrofikasi yang bersumber dari daratan
utara Kota Makassar bagi terumbu karang terdekat, seperti pada stasiun
MKSC08-MKSC13 (mulai dari P. Lae-Lae hingga P. Barrang Lompo, P. Bone
Battang dan P. Barrang Caddi).
2 2
.2 7
2 3
.6 0
UNHAS - COREMAP - LIPI 31
4.1.2 Tutupan Komponen Biotik
Indikator lain dalam penilaian ekosistem terumbu karang adalah
kehadiran organisme sekunder atau tersier sebagai penyusun eksositem
terumbu karang yakni sponge (SP), makro algae (FS), biota lain (OT) dan
karang lunak/soft coral (SC). Total penutupan biota terumbu karang
tercatat di Taka Batulabbua (MKSC03)dan P. Lae-Lae (MKSC12) didominasi
oleh biota karang lunak (SC). Diantara beberapa komponen hidup
tersebut, kelompok sponge, karang lunak dan biota lain memiliki tutupan
yang paling banyak dibanding komponen biota lain. Ketiga komponen
tersebut umumnya lebih dari 3 persen tutupan substrat terumbu
karangnya.
Lompo (MKSC06), dan P. Barrang Lompo (MKSC09) dengan nilai tutupan
antara 5,8 - 9,5 persen. Sedangkan persen tutupan sponge paling sedikit
berada di stasiun P. Bonetambu (MKSC07) dan P. Samalona (MKSC12).
Untuk kategori tutupan biota lain (other organisms) pada
beberapa lokasi pengamatan nilai tutupannya berkisar antara 0,35 – 5,40
persen. Biota lain yang ditemukan antara lain seperti Crinoid, Tunicata, sea
urchin. Tutupan tertinggi ditemukan pada stasiun P. Lae-Lae (MKSC12).Hal
ini kemuningkinan disebabkan oleh keberadaan Pulau-Lae-lae yang paling
dekat dengan daratan Kota Makassar dengan konsekuensi daerah perairan
yang lebih tercemar dan turbiditas yang tinggi.Untuk lebih jelasnya
persentase tutupan komponen biotik di masing-masing lokasi di perairan
Kota Makassar secara lebih lengkap disajikan pada Gambar 15.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 32
Gambar 15. Persentase Tutupan Biotik (OT, FS, SP, SC) Ekosistem Terumbu
Karang Kota Makassar 2016
Komponen karang mati dalam ekosistem terumbu karang terdiri
dari karang mati masih baru/dead coral (DC), karang mati tertutupi algae
(DCA) dan pecahan karang mati/rubble (R) (Gambar 16). Recent Dead
Coral (DC) adalah karang mati yang masih nampak putih, baik disebabkan
oleh pemangsaan, penyakit, pemutihan (bleaching) atau akibat pembiusan
bahan sianida. Komponen DCA mengindikasikan kematian karang yang
telah tertutupi oleh alga, akibat berbagai faktor baik alami maupun
antropogenik. Dalam waktu yang lama koloni karang mati sudah tertutupi
algae. Sedangkan pecahan karang mati (R) sebagai indikasi adanya getaran
MKS C1
MKS C2
MKS C3
MKS C4
MKS C5
MKS C6
MKS C7
MKS C8
MKS C9
MKS C10
MKS C11
MKS C12
MKS C13
OT 0.7 2.0 10. 4.1 2.1 1.0 0.7 0.8 0.9 6.6 1.9 7.0 1.0
FS 0.6 0.5 0.0 - - - - - 1.1 0.1 0.0 - 0.0
SP 0.6 1.4 4.3 5.8 8.1 6.8 0.4 1.8 9.5 1.6 2.6 0.4 2.2
-
UNHAS - COREMAP - LIPI 33
berupa pemboman atau akibat tindisan jangkar perahu (Yusuf dan Sakaria,
2015). Dari hasil monitoring tahun 2016 ini, tutupan karang mati berkisar
antara 6,3 – 71,1 persen.
Persen tutupan karang mati tutupan karang hidup terendah
tercatat pada stasiun P. Lae-lae (MKSC13).Sementara tutupan tertinggi
karang mati di stasiun P. Langkai (MKSC01) dan P. Samalona (MKSC12)
(Gambar 17).Tingginya tutupan DCA pada semua lokasi monitoring
kemungkinan disebabkan oleh aktivitas penangkapan ikan menggunakan
bius, bubu perangkap dan atau karena gangguan alam.Kejadian bleaching
karang bulan Februari-April 2016 telah tercatat di P. Badi dan P.
Liukangloe Bira Bulukumba.Bleaching juga terjadi di terumbu karang
Selayar sehingga tutupan karang mati meningkat (Coremap Kab.Selayar,
2016).
R R
DC DCA
UNHAS - COREMAP - LIPI 34
Gambar 17. Persentase Tutupan Karang Mati (DC, DCA Dan R) Ekosistem Terumbu Karang Kota Makassar
Keberadaan karang mati baik berupa recent dead coral/DC),
karang mati tertutupi alga (Dead Coral Algae/DCA) maupun pecahan
karang mati (rubble/R) merupakan indikasi adanya kerusakan terumbu
karang akibat proses alami maupun akibat aktivitas antropogenik.
Komponen DC terindikasi kematian karang yang baru terlihat masih putih
pada kerangka kapurnya. Karang mati DCA terindikasi karang mati yang
sudah lama dan tertutupi oleh algae, sementara pecahan karang (R)
sebagai indikator pengrusakan akibat benturan fisik misalnya pemboman
ikan karang.
MKS C1
MKS C2
MKS C3
MKS C4
MKS C5
MKS C6
MKS C7
MKS C8
MKS C9
MKS C10
MKS C11
MKS C12
MKS C13
R 0.7 0.6 0.5 0.1 - 1.7 1.7 - - 0.6 0.7 0.1 -
-
UNHAS - COREMAP - LIPI 35
mati yang paling menonjol.Selanjutnya tutupan rubble (R) lebih tinggi
dibanding tutupan dead coral algae (DCA) pada hampir semua lokasi
pengamatan, terutama pada stasiun Gs. Bonelola (MKSC11) 86,94 persen,
P. Lae-Lae (MKSC13) 52,80 persen, kemudian P. Samalona (MKSC12) 49,60
persen (Gambar 17). Melihat tutupanrubble yang cukup tinggi, maka
dapat dikatakan bahwa terumbu karang di sekitar terumbu karang Kota
Makassar tertekan oleh aksi pemboman ikan. Menurut Yusuf dan Zakaria
(2015) : belum terpublikasi) tutupan rubbleyang lebih dari 5 persen, maka
terumbu karang tersebut telah rusak akibat pemboman ikan. Hal ini
disebabkan karena Kepulauan Spermonde menjadi wilayah ‘open access’
bagi siapa saja yang melakukan eksploitasi tanpa ada pengawasan yang
ketat.
dampak akibat overeksploitasi ikan herbivora besar.Secara umum rata-
rata penutupan DCA 47,08 persen (Gambar 17), dimana tutupan tertinggi
tercatat pada stasiun P.Langkai(MKSC1) dan P. Samalona(MKSC12).
MenurutGESAMP(2001) eutrofikasi perairan merupakan respon suatu
ekosistem terhadap peningkatan konsentrasi nutrien, sehingga
menyebabkan adanya kekeruhan dan peningkatan pertumbuhan algae.
4.2 Megabentos
lokasi (Tabel 2) di perairan Kota Makassar menunjukkan bahwa Stasiun
MKSC11 (Gs. Bonelola) memiliki kelimpahan individu terbesar yaitu
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 36
20,41 individu/Ha.
di Pulau-Pulau Kota Makassar
sebagaimana disajikan pada Gambar 19 menunjukkan bahwa bulu babi
hitam berduri panjang (Diadema setosum) mempunyai kelimpahan
tertinggi yaitu sebesar 323,55 individu/Ha. Populasi bulu babi di perairan
Makassar dan pulau memperlihatkan peningkatan 9 kali lebih banyak
dibandingkan populasi yang tercatat di monitoring tahun 2015 yang hanya
sebesar 35,71 individu/Ha. Bulu babi ini merupakan salah satu jenis
ekinodermata yang umum ditemukan di daerah terumbu karang dan bulu
122.45173.47
744.90
397.96
UNHAS - COREMAP - LIPI 37
populasinya dari family echinoidae semakin melimpah.
Gambar 19. Perbandingan Kelimpahan Megabentos menurut Taksa di Pulau-Pulau Kota Makassar
Setelah bulu babi, megabentos yang memiliki kelimpahan yang
cukup tinggi di perairan Kota Makassar adalah siput Drupellaspp. Siput ini
bisa hidup secara berkelompok dan menempel pada polip karang sehingga
bila populasinya meningkat dapat merusak karang. Drupella merupakan
predator pada terumbu karang dan cenderung lebih menyukai spesies
karang bercabang yang tumbuh cepat dan sering mendominasi terumbu
karang (Cumming, 2009). Keong jenis ini dalam jumlah sedikit tidak
membawa dampak yang besar terhadap ekosistem karang, akan tetapi jika
dalam kondisi terjadi peningkatan populasi dalam jumlah yang signifikan
6,80
323,55
151,67
51,87
50
100
150
200
250
300
350
UNHAS - COREMAP - LIPI 38
besar dapat berakibat merusak bagi terumbu karang. Secara ekologis,
siput pemakan polip ini juga memiliki peran sebagai pengatur alami untuk
menghadirkan keseimbangan ekosisitem terumbu karang. Disamping itu
pengaruh yang ditimbulkan akan mematikan karang apabila hadir dalam
agreasi relative besar.
Gambar 20. Beberapa Jenis Megabenthos Hasil Pengamatan
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
COREMAP - LIPI 39
Gambar 21. Peta Sebaran Kelimpahan Megabentos pada Setiap Stasiun Monitoring Di Perairan Kota Makassar
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 40
karang adalah Acanthaster planci ditemukan di perairan Makassar dan
mengalami peningkatan dibanding monitoring tahun 2015. Meskipun
populasinya masih tergolong rendah, namun hewan ini bisa berkembang
dengan cepat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor
antropogenik memiliki pengaruh yang besar terhadap peningkatan
populasi A. planci serta meningkatkan frekuensi ledakannya (Sweatman
dan Butler, 1993).
seperti kima (Tridacna), teripang (Holothuria) dan lobster (Panulirus) juga
memperlihatkan trend peningkatan populasinya, meskipun belum
signifikan, namun ini merupakan hal yang positif dalam upaya pelestarian
ketiga jenis komoditi ini yang selama ini banyak dieksploitasi oleh
masyarakat lokal. Peningkatan ini terkait dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya pelestarian biota-biota laut tersebut.
Dalam kurung waktu dua dekade sebelumnya biota ekonomis ini
telah banyak dieksploitasi untuk diperdagangkan. Misalnya, eksploitasi
teripang untuk tujuan komersil telah berlangsung lama. Meningkatnya
permintaan pasar Asia secara luas telah mendorong peningkatan upaya
eksploitasi terhadap teripang di berbagai negara penghasil. Sejak akhir
tahun 1990-an eksploitasi teripang bertambah dengan adanya kegiatan
riset produk alam dan penggunaan teripang sebagai hewan akuarium.
Keberadaan teripang terancam oleh tangkap yang berlebihan akibat
meningkatnya permintaan dan rusaknya habitat tempat hidupnya. Selama
berjalannya aktivitas monitoring di parairan Kota Makassar dan pulau,
tidak dijumpai adanya bintang laut biru (Linckia laevigata) di dalam area
pengamatan. Namun, di luar area pemantauan, kadang masih dijumpai
adanya individu bintang laut ini.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 41
4.3 Ekologi Ikan Karang
4.3.1 Kelimpahan Ikan Karang
Berdasarkan hasil penghitungan ikan karang di Kota Makassar tahun
2016 pada 14 titik pengamatan (Tabel 2), diperoleh total kelimpahan ikan
yang teramati berjumlah 339 ekor. Nilai tersebut jika dikonversikan ke
hektar, jumlah keseluruhannya mencapai 9.520 individu/Ha, atau rata-rata
680 ind/transek untuk setiap titik pengamatan.
Kelimpahan terbesar teramati pada titik MKSC10 yakni di P. Barrang
Caddi sebesar 2.600 ind/Ha atau sekitar 28% dari total kelimpahan, disusul
pada titik MKSC09 (P. Barrang Lompo) sebesar 1.920 ind/Ha (20%)
(Gambar22). Adapun kelimpahan terendah terdapat pada titik MKSC06 (P.
Kodingarenglompo) dan MKSC14 (Gusung Trambanusu) sebesar 257 dan
229 ind/Ha atau sekitar 3 dan 2% dari total kelimpahan.
Gambar 22. Total Kelimpahan Ikan Karang berdasarkan Titik Pengamatan di Sekitar Pulau-Pulau Kota Makassar
371 343
1977
2629
343
743
UNHAS - COREMAP - LIPI 42
MKSC10 (P. Barrang Caddi) dikontribusi oleh ikan famili Siganidae (ikan
baronang) berukuran sedang (8–10 cm) yang melintas secara bergerombol
sekitar 30-an ekor saat pengamatan. Tidak jauh dari site pengamatan,
terdapat hamparan padang lamun yang cukup luas, sehingga diasumsikan
keberadaan gerombolan ikan baronang ini kemungkinan dalam tahapan
bermigrasi ke daerah terumbu karang.
Sedangkan untuk nilai kelimpahan yang rendah diperoleh di titik
MKSC06 (P. Kodingareng Lompo) dan MKSC14 (Gusung Trambanusu).
Akhir-akhir ini kondisi terumbu karang di P. Kodingareng Lompo
(MKSC06)semakin memburuk, dimana kemungkinan besar disebabkan
masih berlangsungnya kegiatan pengeboman dan perusakan karang untuk
aktifitas pemasangan alat tangkap bubu di sekitar pulau, dimana hal ini
sangat berpengaruh pada keberadaan ikan karang. Sementara pada titik
MKSC14 (Gusung Trambanusu), lokasinya tidak jauh dan berhadapan
langsung dengan Kota Makassar. Kemungkinan terjadinya sedimentasi dan
penurunan kualitas air dari daratan besar, berkontribusi dalam rendahnya
kelimpahan ikan karang.
adalah pada famili Siganidae (ikan baronang) sebesar 2743 ind/Ha atau
sekitar 29% dari total, sedangkan kelimpahan paling kecil adalah pada
famili Haemulidae (ikan bibir tebal atau ikan kaneke) sebesar 29 ind/Ha
atau hanya 0,3% dari total (Gambar 23).
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 43
Gambar 23. Total Kelimpahan Ikan Karang berdasarkan Kelompok Famili Terpilih di Sekitar Pulau-Pulau Kota Makassar (keterangan:Warna: Merah = Koralivor; Hijau = Herbivor; Biru = Karnivor)
Yang cukup menarik adalah, adanya kelimpahan yang juga tinggi
pada famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe), yakni sekitar 2.629 ind/Ha.
Sebagai ikan indikator kesuburan ekosistem terumbu karang, besarnya
kelimpahan ikan kepe-kepe ini menandakan adanya perbaikan kondisi
terumbu karang secara umum di perairan pulau-pulau Kota Makassar.
Pada famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe), sekitar 26%
didominasi oleh jenis Chaetodon octofasciatus, dan hanya 1% oleh jenis C.
ocellicaudus. Pada famili Acanthuridae (ikan pakol, ikan tawassang), jenis
Ctenocahetus striatus yang paling banyak ditemui (36%), sedangkan jenis
Acanthurus fowleri yang paling kurang teramati (5%). Pada famili Scaridae
(ikan kakatua), jenis Chlorurus sordidus memenuhi sekitar 38% dari jumlah
komunitas, sedangkan keberadaan Scarus spinus hanya 3% saja. Pada
2629
UNHAS - COREMAP - LIPI 44
famili Siganidae (ikan baronang), jenis Siganus virgatus sangat dominan
(70%) ditemui, sedangkan jenis S. canaliculatus hanya 1% saja (Tabel 10).
Tabel 10. Kelimpahan Jenis Ikan pada Setiap Famili
Famili Spesies Kelimpahan
Chaetodon binottatus 200 8%
Chaetodon klenii 143 5%
Chaetodon ocellicaudus 29 1%
Chaetodon octofasciatus 686 26%
Chaetodon rafflesii 171 7%
Chaetodon trifasciatus 286 11%
Chaetodon vagabundus 286 11%
Chaetodon sp 143 5%
Chelmon rostratus 286 11%
Heniochus sp 171 7%
Acanthurus fowleri 57 5%
Acanthurus lineatus 143 13%
Ctenochaetus striatus 377 36%
Zebrasoma scopas 371 35%
Chlorurus microrhinos 57 5%
Chlorurus sordidus 400 38%
Scarus dimidiatus 143 14%
Scarus quoyi 114 11%
Scarus spinus 29 3%
Scarus rivulatus 200 19%
Siganus corallinus 114 4%
Siganus doliatus 86 3%
Siganus guttatus 143 5%
Siganus puellus 200 7%
Siganus virgatus 1914 70%
Siganus vulpinus 114 4%
Siganus sp 143 5%
UNHAS - COREMAP - LIPI 45
Lethrinus sp 57 33%
Monotaxis grandoculis 86 50%
Lutjanus carponotatus 114 11%
Lutjanus decussatus 514 47%
Lutjanus fulviflamma 57 5%
Lutjanus fulvus 29 3%
Lutjanus monostigma 57 5%
Lutjanus semicinctus 171 16%
Cephalopolis cyanostigma 57 8%
Cephalopolis microprion 257 35%
Epinephelus fuscoguttatus 29 4%
Epinephelus merra 171 23%
Plectropomus aerolatus 57 8%
Plectropomus maculatus 29 4%
Plectropomus oligacanthus 86 12%
Selanjutnya pada famili Haemulidae (ikan bibir tebal, kaneke) hanya
ada 1 spesies saja yang selalu teramati yakni Plectorhinchus
chaetodonoides yang memenuhi 100% populasi. Pada famili Lethrinidae
(ikan lencam), sebagian didominasi jenis Monotaxis grandoculis (50%), dan
paling sedikit dari jenis Lethrinus erythropterus (17%). Pada famili
Lutjanidae (ikan kakap), jenis Lutjanus decussatus hampir sebagian
mendominasi (47%) dan L. fulvus hanya 3%. Terakhir, pada famili
Serranidae (ikan kerapu) jenis Cephalopholis microprion lebih sering
teramati (35%), dan paling sedikit adalah jenis Epinephelus fuscoguttatus
(4%) (Tabel 10).
UNHAS - COREMAP - LIPI 46
4.3.2 Jumlah Jenis Ikan Karang
Total spesies yang teramati adalah 50 spesies dari 8 famili terpilih.
Berdasarkan titik pengamatan, jumlah jenis ikan karang tertinggi
didapatkan kembali pada titik MKSC10 (P. Barrang Caddi) sebanyak 30
spesies dan MKSC09 (Pulau Barranglompo) sebanyak 21 spesies.
Sementara jumlah jenis terendah kembali pula didapatkan di titik MKSC13
(Pulau Lae-lae) sebanyak 6 spesies dan MKSC 14 (Gusung Trambanusu)
sebanyak 5 spesies (Gambar 24).
Berdasarkan famili, jumlah jenis ikan karang yang paling banyak
terdapat pada famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe) sebanyak 11
spesies, sedangkan famili Haemulidae hanya teramati 1 spesies saja
(Gambar 25).
Gambar 24. Jumlah Jenis Ikan Karang Berdasarkan Titik Pengamatan di
Sekitar Pulau-Pulau Kota Makassar
UNHAS - COREMAP - LIPI 47
Terpilih di Sekitar Pulau-Pulau Kota Makassar (Warna: Merah = Koralivor; Hijau = Herbivor; Biru = Karnivor).
Keberadaan ikan karang sangat berperan dalam keseimbangan
ekosistem terumbu karang. Hal ini dikarenakan jumlah ikan karang yang
lebih banyak dibanding dengan jenis predator lainnya, baik dari segi
jumlah jenis maupun jumlah individu.
Berdasarkan tingkat trofik, keanekaragaman jenis ikan karang
menunjukkan kestabilan dalam preferensi makanan. Kelompok ikan
koralivor pada dasarnya identik dengan karnivor, namun karena preferensi
makanannya khusus untuk polip karang, sehingga menjadi kelompok
tersendiri.
11
5
UNHAS - COREMAP - LIPI 48
Gambar 27. Persentase Jumlah Spesies Ikan berdasarkan Kelompok Jenis Makanan
0%
20%
40%
60%
80%
UNHAS - COREMAP - LIPI 49
4.3.3 Biomassa Ikan Target
terendah pada titik MKSC01 sebesar 13,37 kg/Ha (Gambar 28). Perolehan
ini sejalan dengan tingginya kelimpahan, dibarengi dengan besarnya
jumlah jenis di MKSC10 ini.
Gambar 28. Biomassa (kg/Ha) ikan karang berdasarkan titik pengamatan di sekitar perairan terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar
Sedangkan perolehan biomassa terbesar berdasarkan famili
terdapat pada famili Acanthuridae sebesar 136,80 kg/Ha, dan terendah
pada famili Haemulidae sebesar 0,91 kg/Ha (Gambar 29). Hal ini
menandakan bahwa kehadiran Acanthuridae cukup berperan dalam
komunitas ikan karang baik dari segi kelimpahan maupun ukuran
tubuhnya.
UNHAS - COREMAP - LIPI 50
Gambar 29. Biomassa (kg/Ha) ikan karang berdasarkan delapan famili terpilih di sekitar perairan terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar (Keterangan warna: hijau = herbivor; biru = karnivor)
4.3.4 Kelompok Fungsional
ekosistem terumbu karang. Hal ini dikarenakan jumlah ikan karang yang
lebih banyak dibanding dengan jenis predator lainnya, baik dari segi
jumlah jenis maupun jumlah individu.
Berdasarkan tingkat trofik, keanekaragaman jenis ikan karang
menunjukkan kestabilan dalam preferensi makanan. Kelompok fungsional
ikan koralivor pada dasarnya identik dengan karnivor, namun karena
1 3
6 .8
UNHAS - COREMAP - LIPI 51
kelompok tersendiri.
(51%) yang meliputi lebih dari setengah komunitas ikan karang (Gambar
30a). Kelompok herbivor juga masih lebih besar jumlah jenisnya (38%)
(Gambar 30b), namun proporsinya hampir sebanding dengan kelompok
lain. Sementara itu, dalam hal biomassa, kelompok herbivor memenuhi
60% dibanding karnivor (Gambar 30c).
(a)
(b)
(c)
Gambar 30. Proporsi kelompok fungsional berdasarkan (a) kelimpahan, (b) jumlah jenis, dan (c) biomassa ikan karang di perairan terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 52
Nilai kelimpahan ikan karang dari tahun sebelumnya mengalami
peningkatan sebesar 64% dari 5.800 ind/Ha menjadi 9.520 ind/Ha
(Gambar 31). Secara detail kelimpahan kelompok koralivor meningkat
sebanyak 77%, kelompok herbivor hanya 37%, dan kelompok karnivor
yang paling besar yakni meningkat sampai 163%, meskipun nilai yang
dicapai masih di bawah nilai kelompok koralivor.
Gambar 31. Perbandingan nilai kelimpahan (ind/Ha) ikan karang di
perairan terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar menurut kelompok fungsionalnya
Sementara itu, untuk jumlah jenis hampirsemua kelompok
mengalami kenaikan hingga lebih dari 100%. Secara total, persentase
kenaikan mencapai 138%, dimana koralivor naik 120%, herbivor naik
100%, dan karnivor naik paling tinggi, yakni 217% (Gambar 32). Walaupun
naik lebih dari 200%, jumlah jenis ikan karnivor ini (19 jenis) masih di
bawah jumlah jenis ikan herbivor (20 jenis).
5 8
0 0
1 4
8 6
3 5
4 3
7 7
UNHAS - COREMAP - LIPI 53
rendah, yakni 25%. Hal ini dikarenakan adanya penurunan biomassa pada
kelompok herbivor yang turun 7%, namun untuk kelompok karnivor,
terjadi kenaikan sebesar 154% (Gambar 33). Dalam hal ini meskipun
kelimpahan herbivor sebelumnya ada kenaikan, akan tetapi biomassanya
menurun, dan hal ini mengindikasikan bahwa ikan-ikan herbivor yang
ditemukan pada tahun 2016 umumnya berukuran kecil.
Gambar 32. Perbandingan jumlah jenis ikan karang di perairan terumbu
karang pulau-pulau Kota Makassar menurut kelompok fungsionalnya
2 1
UNHAS - COREMAP - LIPI 54
terumbu karang pulau-pulau Kota Makassar menurut kelompok fungsionalnya
Gambar 34. Persentase Biomassa Ikan berdasarkan kelompok Jenis
Makanan.
UNHAS - COREMAP - LIPI 55
4.4 Kondisi Padang Lamun
dilakukan di sepuluh stasiun (Tabel 3). Monitoring padang lamun yang
dilakukan meliputi data persentase penutupan dan dominansi jenis lamun.
Persentase penutupan lamun pada lokasi penelitian pada tahun 2015
berkisar antara 1,9% - 77,7%. Berdasarkan kriteria Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004 bahwa kondisi lamun kaya/
sehat dengan penutupan >60%, kurang sehat 30-59,9% dan tidak sehat
<29,9%. Persentase penutupan lamun pada P. Langkai (MKSS01), P.
Bonetambung (MKSS04), P. Kodingareng Lompo (MKSS05) dan P. Barrang
Lompo (MKSS07) termasuk dalam kondisi kaya/sehat dengan penutupan
>60%; untuk P. Lumu-Lumu (MKSS03), P. Bonebatang (MKSS06) dan P.
Barrang Caddi (MKSS08) termasuk dalam kategori kurang sehat dengan
penutupan 30-59,9%. Sedangkan untuk stasiun P. Lanjukang (MKSS02), P.
Lae-Lae (MKSS09) dan P. Kayangan (MKSS10) termasuk dalam kategori
tidak sehat dengan penutupan <29.9% (Gambar 35).
Penutupan lamun tertinggi terdapat pada stasiun, dan tutupan paling
terendah tertdapat pada stasiun MKSS10 (Pulau Kayangan). Rendahnya
tutupan lamun pada stasiun P. Lae-Lae(MKSS09) dan P. Kayangan
(MKSS10) kemungkinan disebabkan karena stasiun ini merupakan pulau
yang dekat dengat daratan utama Kota Makassar. Kegiataan di daratan
utama Kota Makassar kemungkinan memberian kontribusi pada
penurunan area padang lamun, seperti pencemaran dan adanya kegiatan
reklamasi pembangunan Center Point of Indonesia (CPI) yang
menyebabkan perairan keruh. Kekeruhan yang tinggi membatasi penetrasi
cahaya sampai ke tumbuhan lamun untuk melangsungkan proses
fotosintesis secara efisien (Hemminga and Duarte, 2000).
Sedangkan pada stasiun P. Lanjukang (MKSS02) memiliki tutupan
yang rendah kemungkinan juga disebabkan oleh arus yang kuat, karena
sesuai dengan letak pulau yang letaknya terluar kearah laut lepas. Hal
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 56
pada lokasi perairan yang berarus dan memiliki gelombang yang kuat
(Fonseca and Kenworthy, 1987). Selain itu, jenis substrat rubble karang
yang mendominasi substrat perairan Pulau Lanjukang juga merupakan
faktor pembatas keberadaan lamun di daerah ini, dimana diketahui bahwa
lamun pada perairan Spermonde umumnya tumbuh pada substrat
berpasir dan berlumpur (Kiswara et al.,2009).
Gambar 35. Persentase Penutupan Lamun di Pulau-Pulau Kota Makassar
Tahun 2015
yaitu berkisar antara 0.9% - 76.1%. Berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004 bahwa kondisi lamun kaya/
sehat dengan penutupan >60%, kurang sehat 30-59,9% dan tidak sehat
<29.9%. Persentase penutupan lamun pada tahun 2016 jika dibandingkan
dengan pada Tahun 2015, terjadi penurunan pada beberapa stasiun.
Stasiun yang mengalami perubahan kondisi dari kondisi sehat menjadi
70.74
14.30
50.85
72.82
UNHAS - COREMAP - LIPI 57
kondisi kurang sehat terlihat pada stasiun MKSS04 (P. Bonetambung) dan
MKSS05 (P. Kodingareng Lompo), kemudian pada stasiun MKSS08 (P.
Barrangcaddi) mengalami penurunan kondisi dari kurang sehat menjadi
tidak sehat (dari 40.5% menjadi 23.2%) (Gambar 36). Penurunan
persentase penutupan lamun juga terlihat pada beberapa stasiun lainnya
seperti stasiun MKSS01 (P. Langkai), MKSS02 (P. Lanjukang), MKSS07 (P.
Barrangloompo) dan MKSS09 (P. Lae-Lae).
Gambar 36. Persentase Penutupan Lamun di Pulau-Pulau Kota Makassar
Tahun 2016
Jenis lamun yang paling dominan pada semua stasiun di perairan
pulau-pulau Kota Makassar pada Tahun 2015 adalah jenis Thalassia
hemprichii (48.29%) (Gambar 37). Begitupun pada Tahun 2016 jenis yang
Thalassia heprichiimasih mendominasi sekitar 45.4% tutupan lamun di
perairan Kota Makassar (Gambar 38). T. hemprichii adalah jenis lamun
yang senantiasa mendominasi padang lamun di kawasan Asia Tenggara
(den Hartog, 1970).
UNHAS - COREMAP - LIPI 58
Gambar 37. Dominansi Jenis Lamun di Perairan Kota Makassar Tahun 2015
Gambar 38. Dominansi Jenis Lamun di Perairan Kota Makassar Tahun
2016
48.3
21.5
10
20
30
40
50
60
UNHAS - COREMAP - LIPI 59
Distribusi vegetasi mangrove di Pesisir Kota Makassar hanya
ditemukan tersebar di pesisir bagian utara, mulai dari perbatasan
Makassar dan Maros sampai ke Muara Sungai Tallo. Vegetasi mangrove
tidak ditemukan pada pesisir bagian selatan, mulai dari Muara Sungai Tallo
sampai perbatasan Makassar dan Takalar. Ketebalan vegetasi mangrove
juga tidak terlalu tebal. Ketebalan mangrove di Stasiun MKSM01 (Muara
Sungai Tallo) sekitar 60-150 meter, MKSM02 (Parangloe)sekitar 40-50
meter, MKSM03 (Parangloe-Bira) sekitar 50-70 meter dan MKSM04
(Untia) sekitar 40-180 meter. Mangrove tersebut tumbuh di pesisir bagian
luar tambak. Ketebalan vegetasi mangrove yang terbatas menjadi salah
satu penyebab tidak adanya zonasi yang jelas pada mangrove di Pesisir
Makassar.
sampling di Makassar sebanyak lima jenis, yaitu Rhizophora mucronata, R.
apiculata, Avicennia alba, A. marina dan Sonneratia alba (Tabel 11).
Stasiun MKSM01 (Muara Sungai Tallo) dan MKSM02 (Parangloe)
ditemukan masing-masing empat jenis mangrove, Stasiun MKSM03
(Parangloe-Bira)ditemukan dua jenis mangrove dan Stasiun MKSM04
MKSM04 (Untia) sebanyak tiga jenis mangrove. Beberapa stasiun
mempunyai jenis mangrove yang tidak masuk dalam plot sampling.
Jumlah jenis mangrove tersebut akan lebih banyak jika memperhitungkan
jenis mangrove lain di lokasi sampling yang berada jauh dari plot sampling.
Diantara lima jenis mangrove yang ada, jenis R. mucronata dan A. marina
mempunyai distribusi yang lebih luas dibanding tiga jenis lainnya karena
ditemukan pada semua stasiun. Sementara jenis A.alba lebih terbatas,
hanya ditemukan pada Stasiun MKSM04(Untia).
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 60
Jenis Mangrove Stasiun
MKSM01 MKSM02 MKSM03 MKSM04
Rhizophora mucronata √ √ √ o R. apiculata o √ - - Avicennia marina √ o o √ A. alba - - - √ Sonneratia alba √ √ - -
Keterangan : √ = ditemukan di dalam plot; ;o = dtemukan di luar/sekitar plot; - = tidak dtemukan di dalam maupun di luar plot
4.5.2 Tutupan Kanopi dan Kerapatan
Tutupan kanopi mangrove di pesisir Kota Makassar pada tahun
2016 bervariasi dengan kisaran 62,7±1,6% sampai 78,2±4,5%. Stasiun
MKSM03(Parangloe-Bira)mempunyai tutupan kanopi terendah dan stasiun
MKSM01(Muara Sungai Tallo) mempunyai tutupan kanopi tertinggi
(Gambar 39). Merujuk pada klasifikasi standar degradasi hutan mangrove
melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 tahun 2004,
hutan mangrove di empat stasiun sampling Makassar tergolong masih
dalam kondisi yang baik (tutupan kanopi di atas 50%).
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 61
Hasil analisis varians (anova) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan tutupan kanopi mangrove antar stasiun dan
antar tahun monitoring (P<0,05). Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa
perbedaan tutupan kanopi antar stasiun pada tahun 2016 terjadi pada dua
pasang stasiun, yaitu antara Stasiun MKSM01(Muara Sungai Tallo) dan
MKSM03(Parangloe-Bira) serta antara Stasiun MKSM03 (Parangloe-
Bira)dan Stasiun MKSM04 (Untia). Sedangkan perbedaan tutupan kanopi
yang signifikan antar tahun 2015 dan 2016 hanya ditemukan pada Stasiun
MKSM03(Parangloe-Bira).
UNHAS - COREMAP - LIPI 62
masih termasuk kategori yang bagus, kerapatan juga menunjukkan hal
yang sama. Kerapatan mangrove berkisar 2.333±764 pohon/ha di Stasiun
MKSM01 (Muara Sungai Tallo)sampai 3.933±896 pohon/ha di Stasiun
MKSM03(Parangloe-Bira)(Gambar 40). Mangrove dengan kerapatan 1.500
pohon/ha ke atas tergolong kondisinya bagus berdasarkan Kepmen LH no.
201 tahun 2004. Kerapatan mangrove antar stasiun lebih bervariasi
dibanding penutupan mangrove. Jenis A. marina mempunyai kontribusi
terbesar kerapatan mangrove di Stasiun MKSM01 (Muara Sungai Tallo)dan
Stasiun MKSM04 (Untia) dengan kerapatan masing-masing 1.800
pohon/ha dan 2.740 pohon/ha. Pada Stasiun MKSM02 dan
MKSM03(Parangloe-Bira), kerapatan mangrove didominasi oleh jenis
Rhizophora mucronata dengan kerapatan masing-masing sebesar 2.633
pohon/ha dan 3.933 pohon/ha.
kerapatannya, namun terdapat beberapa indikasi akan mengalami
degradasi yang serius pada masa yang akan datang jika tidak dilakukan
2 3
6 7
3 4
3 3
4 9
0 0
2 0
6 7
2 3
3 3
2 8
3 3
3 9
UNHAS - COREMAP - LIPI 63
Makassar bisa berdampak terhadap keberadaan mangrove yang ada. Hal
ini terlihat dari adanya beberapa penebangan mangrove di lokasi
sampling, kecuali pada Stasiun MKSM04 (Untia).
Pada Stasiun MKSM01 (Muara Sungai Tallo)terdapat beberapa
pohon mangrove jenis A. marina yang ditebang di dalam plot permanen.
Bahkan terdapat beberapa tanda patok di bagian belakang plot ke arah
darat yang mengindikasikan akan dilakukannya penebangan mangrove.
Pada Stasiun MKSM02 (Parangloe), sebagian besar mangrove yang ada
pada plot kedua dari tiga plot sudah ditebang. Umumnya jenis mangrove
yang ditebang tersebut adalah R. mucronata dan beberapa pohon A.
marina. Demikian pula pada Stasiun MKSM03 (Parangloe-Bira), telah
terjadi penebangan mangrove, bahkan pada beberapa titik sudah dibuat
pondasi oleh masyarakat. Hal ini menandakan adanya rencana
pembangunan pada hutan mangrove tersebut. Kondisi pohon mangrove
yang telah ditebang pada beberapa lokasi disajikan pada Gambar41.
Berbeda dengan ketiga stasiun sebelumnya, Stasiun MKSM04 (Untia)
relatif masih mempunyai mangrove yang lebih terjaga. Bahkan pada
bagian luar sudah dilakukan penanaman mangrove menggunakan jenis R.
mucronata (Gambar 42).
UNHAS - COREMAP - LIPI 64
(c)
Gambar 41. Penebangan Mangrove pada Lokasi Sampling. A)Jenis Pohon A.Marinadi dalam Plot Permanen yang telah ditebang di Stasiun MKSM01(Muara Sungai Tallo) ; B)sebagian besar Mangrove pada Plot Kedua di Stasiun MKSM02(Parangloe)telah ditebang; dan C)Pohon Mangrove yang telah ditebang dan Pondasi yang telah dibuat pada Stasiun MKSM03(Parangloe-Bira)
Gambar 42. Penanaman Mangrove yang telah dilakukan pada bagian Luar di Stasiun MKSM04 (Untia)
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 65
4.5.3 Indeks Nilai Penting
dibanding tahun 2015. Terdapat dua jenis mangrove yang mendominasi
stasiun sampling yaitu R.mucronata dan A. marina. Jenis R. mucronata
mendominasi Stasiun MKSM02 (Parangloe) dengan INP 194,4 dan Stasiun
MKSM03 (Parangloe-Bira) dengan nilai INP mencapai 300 karena hanya
ditemukan satu jenis dalam plot sampling (Gambar 43). Jenis ini jarang
memiliki pohon yang melebihi ketinggian 30 meter. Akar tunjang dan akar
udara tumbuh dari percabangan bagian bawah. Jenis ini lebih toleran
terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Umumnya tumbuh dekat
atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang
sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air asang surut.
Pertumbuhannya optimal pada areal yang tergenang dalam, serta pada
tanah yang kaya akan humus (Noor et al., 2012).
Jenis A. marina mendominasi Stasiun MKSM01(Muara Sungai
Tallo) dengan INP 181,4 dan Stasiun MKSM04 (Untia) dengan INP 281,4
(Gambar 43). Jenis ini memiliki ketinggian pohon yang bisa mencapai 30
meter, memiliki sistem perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk
pensil, akar nafas tegak dengan sejumlah lentisel. Secara ekologi, jenis ini
menyukai lahan pantai yang terlindung, memiliki kemampuan menempati
dan tumbuh pada berbagai habitat pasang surut (Noor et al., 2012).
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 66
Gambar 43. Indeks Nilai Penting Jenis Mangrove di Lokasi Sampling Makassar
23.6
194.4
300.0
82.8
181.5
281.4
18.6
95.0
22.8
0
50
100
150
200
250
300
350
R. mucronata R. apiculata A. marina A. alba S. alba
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 67
dengan nilai tutupan sebesar 23,32 persen. Secara keseluruhan terjadi
kenaikan tutupan karang hidup sebesar 1,33 persen dari tahun 2015 ke
2016. Komponen biotik selain karang didominasi oleh karang lunak dan
sponge, sementara tutupan karang mati didominasi oleh karang mati
tertutupi algae. Tutupan karang yang rusak cukup tinggi hingga mencapai
71 persen, penyebab kerusakan terumbu karang akibat faktor
antropogenik penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing).
Dari 14 lokasi pengamatan di perairan Kota Makassar, stasiun
Gusung/Taka Bonelola memiliki kelimpahan megabenthos terbesar yaitu
2622,45 individu/Ha. Megabentos di perairan Kota Makassar mengalami
peningkatan dibanding yang didapatkan pada monitoring tahun 2015. Bulu
babi Diadema setosum merupakan megabentos tertinggi kelimpahannya
di wilayah perairan Kota Makassar.
Total spesies ikan karang yang teramati adalah 50 spesies dari 8
famili terpilih. Kelimpahan ikan karang 9.520 individu/Ha tahun 2016 yang
didominasi oleh family Siganidae. Kelimpahan yang juga tinggi pada famili
Chaetodontidae (ikan kepe-kepe), yakni sekitar 2.629 ind/Ha. Nilai
kelimpahan ikan karang dari tahun sebelumnya mengalami peningkatan
sebesar 64% dari 5.800 ind/Ha tahun 2015 menjadi 9.520 ind/Ha tahun
2016.
Sedangkan kondisi padang lamun (persentase penutupan) mengalami
penurunan kondisi selama satu tahun terkahir pada beberapa stasiun. Dari
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 68
10 staiun penelitian masih terdapat empat stasiun yang masih sehat
(penutupan lamun>60%) sebanyak dua stasiun kurang sehat (penutupan
lamun 30 – 59.9%) dan ada empat stasiun lainnya dengan kondisi padang
lamun tidak sehat (penutupan lamun <29.9%).
Kondisi mangrove termasuk kategori bagus, baik berdasarkan
tutupan kanopi maupun kerapatannya. Namun demikian pada sebagian
besar lokasi sampling, terdapat beberapa indikasi kerusakan mangrove
akibat penebangan yang dilakukan oleh masyarakat, walaupun belum
secara signifikan mempengaruhi penurunan kondisi mangrove.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 69
DAFTAR PUSTAKA
Aziz A. 1994. Tingkah laku bulu babi di padang lamun. Oseana 19(4): 35- 43.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar .2013. Makassar Dalam Angka 2013. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kota Makassar.
Birkeland, C. 1989. The influence of Echinoderm on Coral Reef Communities. In: M. Jangoux & J.M. Lawrence (eds.). Echinoderms Studies. Vol. 3. Balkema, Rotterdam, Netherland.
Brower, J.E. , J.H. Zar dan C.N. Van Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third edition. WMC Brown Co. Publisher. Iowa.
Chiarelli, R. and M.C. Roccheri. 2014. Marine Invertebrates as Bioindicators of Heavy Metal Pollution. Open Journal of Metal, 4: 93-106.
Cumming, R.L. 2009. Population Outbreak and Large Aggregations of Drupella on the Great Barrier Reef. Great Barrier Reef Marine Park Authority. Townsville.
Den Hartog, C. 1970. The Seagrasses of the World.North Holland Publication. Amsterdam.
Dharmawan, I.W.E. dan Pramudji. 2014. Panduan monitoring status ekosistem mangrove. Coremap CTI – LIPI. Jakarta.
English, S., C. Wilkinson dan V. Baker (ed). 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science, Townsville.
Fonseca, M.S. and Kenworthy, W.J. 1987. Effect of current on photosynthesis and distribution of seagrass. Aquatic Botany 27: 59- 78.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 70
Hemminga, M.A., Duarte, C.M., 2000. Seagrass Ecology. Cambridge University Press, Cambridge, 298 pp.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2004. Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
Khouw, A.S., 2009. Metode dan Analisa Kuantitatif dalam Bioekologi Laut. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut (P4L). Jakarta.
Kiswara, W., Behnke, N., van Avesaath, P., Huiskes, A.H.L., Erftemeijer, P.L.A., Bouma, T.J. 2009. Root architecture of six tropical seagrass species, growing in three contrasting habitats in Indonesian waters. Aquatic Botany 90: 235-245.
Loya, Y. 1978. Plotless and Transect Methods. In: Coral Refs: Research Methods (eds.: D.R. Stoddart and R.E. Johannes). UNESCO, Paris. pp. 197-217.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Nellemann C, E. Corcoran, C.M. Duarte, L. Valdés, C. De Young, L. Fonseca dan G. Grimsditch, editor. 2009. Blue Carbon: The Role of Healthy Oceans in Binding Carbon. A Rapid Response Assessment. United Nations Environment Programme. Norway.
Noor, Y.R., M. Khazali dan I.N.N. Suryadiputra. 2012. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP, Bogor.
Rahmawati, S., Supriyadi, I.H., Azkab, M.H., dan Kiswara, W. 2006.Panduan Monitoring Padang Lamun. Pusat Peneitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Santoso, N., B.C. Nurcahya, A. F. Siregar dan I. Farida. 2005. Resep makanan berbahan baku mangrove dan pemanfaatan nipah. Lembaga pengkajian dan pengembangan mangrove. Bogor.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 71
Short, F. T., McKenzie, L. J., Coles, R. G., Gaeckle, J. L. 2004. Seagrass Net manual for scientific monitoring of seagrass habitat – worldwide edition. University of New Hampshire, USA; QDPI, Nothern Fisheries Centre, Australia.71 pp.
Sweatman, H. and I.R. Butler, 1993. An Experimental Investigation of the Ability of Adult Crown- of-Thorn Starfish to Survive Physical Damage. In: Engelhard, U. and B. Lassig (eds). The Possible Cause and Consequences of Outbreak of the Coverage of Thorn Starfish. Workshop Series No. 18. GBRMPA, Quennslands.
Thamrin, S., YJ. Siregar, SH. 2011. Analisis Kepadatan Bulu babi (Echinoidea) Diadema setosum pada Kondisi Terumbu Karang Berbeda di Desa Mapur Kepulauan Riau. Ilmu Lingkungan, Riau, 5(1):45-53.
Monitoring RHM Kota Makassar 2016
UNHAS - COREMAP - LIPI 72
COREMAP - LIPI 73
MKSC01 MKSC02 MKSC03 MKSC04 MKSC05 MKSC06 MKSC07
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Coral (HC) HC 16,48 29,00
28,60 37,07 18,87 4.07
Recent Dead Coral (DC) DC 0,07 0,27 0,00 0,07 0,13 0,00 0.00
Dead Coral With Algae (DCA) DCA 27,02 28,60 22,35 27,33 16,53 25,80 26.40
Soft Coral (SC) SC 1,80 0,20 0,72 0,53 1,20 1,47 0.33
Sponge (Sp) SP 2,00 0,60 4,05 0,60 6,20 2,20 6.80
Fleshy Seaweed (FS) FS 0,00 0,00 0,00 0,00 0,53 0,00 0.40
Other Fauna (OT) OT 0,87 1,33 0,92 2,60 2,67 0,87 0.87
Rubble (R) R 46,36 21,07 39,41 40,13 34,47 47,07 46.27
Sand (S) S 5,34 18,93 25,49 0,13 1,07 3,53 14.87
Silt (Si) SI 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0.00
Rock (Rk) RK 0,07 0,00 0,00 0,00 0,13 0,20 0.00
TOTAL 100.00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00