34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok Kuna Mesir Kuna, dan India. Pada tahun 1995, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti India dan Vietnam. Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940 dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980 penyakit ini pun mampu ditangani kembali. Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf 1

Morbus Hansen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kulit

Citation preview

Page 1: Morbus Hansen

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh

peradaban Tiongkok Kuna Mesir Kuna, dan India. Pada tahun 1995,

organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga

juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. Walaupun pengisolasian atau

pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan

tidak etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai

belahan dunia, seperti India dan Vietnam.

Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada

akir 1940 dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun

juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson

dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan

multiobat pada awal 1980 penyakit ini pun mampu ditangani kembali.

Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan

oleh bakteri mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe

penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan

atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak

ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit,

saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di

masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu

mudah. 

Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini akan dibahas

konsep dasar Morbus Hansen dan asuhan keperawatan pada Morbus Hansen.

1

Page 2: Morbus Hansen

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang diatas yaitu

sebagai berikut.

1. Bagaimana konsep dasar Morbus Hansen?

2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Morbus Hansen?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulisan ini ditujukan untuk memenuhi tuntutan akademik sebagai tugas

penulisan makalah untuk mata kuliah KMB II.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :

a. Untuk mengetahui konsep dasar Morbus Hansen.

b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Morbus Hansen.

D. Manfaat Penulisan

Tulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak di

antaranya penting juga bagi seorang perawat agar mengerti akan konsep dasar

dan asuhan keperawatan Morbus Hansen sehingga dapat memberikan

pelayanan yang tepat bagi klien/pasien dengan kasus Morbus Hansen dan

sangat penting untuk menunjang profesi sebagai seorang perawat yang

profesional.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah

focus group discussion dan studi pustaka. Penulis mencari literatur-literatur

baik dari buku literatur maupun dari internet yang berkaitan dengan topik dan

sumbernya bisa dipercaya. Literatur tersebut kemudian dianalisis dengan cara

berdiskusi dalam kelompok focus group discussion dan diinterpretasikan

dengan topik asuhan keperawatan pada klien dengan Morbus Hansen.

2

Page 3: Morbus Hansen

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MORBUS HANSEN

1. Pengertian Morbus Hansen

Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf

tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (kulit), saluran pernafasan

bagian atas, sistem retikulo endothelial, mata, otot, tulang dan testis

(Subdirektorat Kusta dan Frambusia, 2007) . 

Morbus Hansen atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen

merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium leprae, melalui kulit dan mukosa hidung. Penyakit

Morbus Hansen terutama menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lain

kecuali susunan saraf pusat yang apabila tidak didiagnosis dan diobati secara

dini dapat menimbulkan kecacatan (Subdirektorat Kusta dan Frambusia,

2007).

Morbus Hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan

penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat.

Saraf perifer sebagai aktivitas afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus

respiratorius bagian atas, kemudian ke organ lain (Djuanda, 2011).

Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit menular yang menahun dan

penularannya kepada orang lain memerlukan waktu yang cukup lama tidak

seperti penyakit lainnya. Masa inkubasinya adalah 2-5 tahun. Penyakit ini

menyerang kulit, mukosa mulut, saluran pernafasan bagian atas, mata, otot,

tulang dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik.

Namun pada sebagian kecil memperhatikan gejala-gejala yang mempunyai

kecenderungan untuk menjadi cacat khususnya pada tangan dan kaki

(Departemen Kesehatan RI, 2006).

3

Page 4: Morbus Hansen

2. Etiologi dan Patofisiologi Morbus Hansen

Penyebab penyakit Morbus Hansen yaitu Mycobactorium Leprae dimana

untuk pertama kali ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen pada tahun 1973.

Mycobactorium Leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar

pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel dari system retikulo endothelial. Waktu

pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam

kondisi tropis) kuman Morbus Hansen dari secret nasal dapat bertahan sampai

9 hari (Desikan 1977, Hasting, 1985). (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama yaitu kusta bentuk

kering (tuberkuloid) dan kusta bentuk basah (lepromatosa) dan bentuk ketiga

yaitu bentuk peralihan (borederline) .

a. Kusta bentuk kering

Tidak menular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam

atau lebih besar, sering timbul di pipi, punggung, paha dan lengan. Bercak

tampak kering, kulit kehilangan daya rasa sama sekali.

b. Kusta bentuk basah

Bentuk menular karna kuman banyak terdapat di selaput lendir kulit dan

organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan kecil-kecil tersebar

di seluruh badan, berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang

tampak mengkilat dan berminyak, dapat berupa benjolan marah sebesar

biii jagung yang tersebar di badan, muka dan daun telinga. Disertai

rontoknya alis mata dan menebalnya daun telinga.

c. Kusta tipe peralihan

Merupakan peralihan antara kedua tipe utama. Pengobatan tipe ini di

masukkan ke dalam jenis tipe basah

4

Page 5: Morbus Hansen

Patofisiologi – Morbus Hansen

5

Mikrobacterium Leprae

Menyerang kulit dan saraf tepi

Macula, nodula, papula Ulkus Menyerang saraf tepi sensorik dan motorik

Keganasan cancer epidemoid

Metastase

Amputasi

Neuritis

Gangguan rasa nyaman

Risiko Cidera

Sensabilitas

Infasif bakteri

Harga diri rendah situasional

Kulit terlihat rusakPerubahan aktivitas

Risiko Infeksi Kerusakan integritas kulit Hambatan mobilitas

fisik

Gangguan aktivitas

Kontraktur otot dan sendi

Kelumpuhan otot

Hambatan mobilitas fisik

Menyerang saraf ulnaris, n. popliteus, n. aurikularis, n. radialis

Page 6: Morbus Hansen

3. Manifestasi Klinis Morbus Hansen

Untuk menetapkan diagnosis penyakit Morbus Hansen perlu dicari tanda-

tanda utama atau Cardinal Sign,yaitu :

a. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa. Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk

bercak keputih-putihan (hypopigmentasi) atau kemerah-merahan

(erithematous) yang mati rasa (anaesthesi).

b. Penebalan saraf yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan

fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi

(neuritis peritis). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :  

1) Gangguan fungsi sensoris   : mati rasa

2) Gangguan fungsi motoris   : kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan

(paralise) 

3) Gangguan fungsi otonom   : kulit kering dan retak-retak.

c. Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (BTA

positif).

Seseorang dinyatakan sebagai penderita Morbus Hansenapabila terdapat

satu dari tanda-tanda utama di atas. Namun demikian pada kasus yang

meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit. Apabila hanya

ditemukan Cardinal Sign ke-2 perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika

masih ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus yang dicurigai (suspek).

Tanda-tanda terserang Morbus Hansen (suspek) :

a. Tanda-tanda pada kulit

1) Bercak/kelainan kulit yang merah atau putih dibagian tubuh

2) Bercak yang tidak gatal dan Kulit mengkilap

3) Adanya bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut

4) Lepuh tidak nyeri

b. Tanda-tanda pada saraf

1) Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau

muka

2) Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka

3) Adanya cacat (deformitas) dan luka (ulkus) yang tidak mau sembuh

6

Page 7: Morbus Hansen

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MORBUS HANSEN

1. Pengkajian Keperawatan

Data Subyektif

a. Identitas klien (nama, umur, pekerjaan, alamat)

Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-

anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan dan alamat

menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan

lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita

Morbus Hansenadalah dari golongan ekonomi lemah. 

b. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya klien dengan penyakit Morbus Hansen datang berobat dengan

keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada

saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan)

dan adanya komplikasi pada organ tubuh.

c. Riwayat kesehatan masa lalu

Biasanya klien pernah menderita penyakit atau masalah dengan kulit

misalnya: penyakit panu, kurap, dan perawatan kulit yang tidak terjaga

atau dengan kata lain personal higine klien yang kurang baik.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Morbus Hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang

disebabkan oleh kuman Morbus Hansen (mikobakterium leprae) yang

masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi jika salah satu anggota

keluarga yang mempunyai penyakit morbus Hansen maka anggota

keluarga yang lain akan tertular.

e. Riwayat psikologi

Klien yang menderita penyakit Morbus Hansen akan malu karena sebagian

besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan

penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri,

sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena

penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.

7

Page 8: Morbus Hansen

f. Pola aktivitas sehari-hari

Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan

kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang

lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan

Data Obyektif

a. Pemeriksaan fisik

1) Vital Sign

a) Tekanan darah

b) Suhu

c) Nadi

d) Pernafasan

2) Kesadaran

a) GCS

b) Eye

c) Motorik

d) Verbal

3) Keadaan umum

a) Sakit/ nyeri : 1. ringan 2. sedang 3. berat

b) Status gizi : 1. gemuk 2. normal 3. kurus

c) Sikap : 1. tenang 2. gelisah 3. menahan

nyeri

d) Personal hygiene : 1. bersih 2. kotor 3. lain-lain

e) Orientasi waktu/ tempat/ orang : 1. baik 2. Terganggu

4) Pemeriksaan fisik head to toe

a) Kepala : bentuk, lesi/luka

b) Rambut : warna, kelainan

c) Mata : penglihatan, sclera, konjungtiva, pupil, kelainan

d) Hidung : penciuman, secret/darah/polip, tarikan cuping

hidung

e) Telinga : pendengaran, secret/cairan/darah

8

Page 9: Morbus Hansen

f) Mulut dan gigi

(1) Bibir :

1. lembab 2. kering 3. cianosis 4. pecah-pecah

(2) Mulut dan tenggorokan :

1. normal 2. lesi 3. Stomatitis

(3) Gigi :

1. penuh/normal 2. ompong 3. lain-lain

g) Leher : pembesaran tyroid, lesi, nadi karotis, pembesaran

limfoid

h) Thorax : Jantung, paru-paru, retraksi dada

i) Abdomen : peristaltic usus, kembung, nyeri tekan, ascites

j) Genetalia : pimosis, alat bantu, kelainan

k) Kulit : turgor, laserasi, warna kulit

l) Ekstermitas : kekuatan otot, ROM, hemiplegic, akral, CRT,

edema

b. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan Bakterioskopik

Pada pemeriksaan akan tampak batang-batang merah yang utuh,

terputus-putus atau granuler.

2) Test MitsudaBerupa penyuntikan lepromin secara intrakutan pada

lengan, yang hasilnya dapat dibaca setelah 3 – 4 minggu kemudian

bila timbul infiltrat di tempat penyuntikan berarti lepromim test

positif.

3) Indeks Bakteri (IB)

Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan

hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi

hasil pengobatan.

9

Page 10: Morbus Hansen

4) Indeks Morfologi (IM)

Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM

digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi

hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologis.

2) Hambatan mobilitas fisik b.d kontraktur otot.

3) Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit.

4) Harga diri rendah situasional b.d gangguan citra tubuh

5) Risiko infeksi.

6) Risiko cidera

3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan dan

Kriteria Hasil

Intervensi

1. Kerusakan integritas

kulit b.d penurunan

imunologis.

NOC

Tissue integrity :

skin and mucous

membranes

Hemodyalisis akses

Kriteria hasil

a. Integritas kulit

yang baik bisa

dipertahankan

(sensasi,

elastisitas,

temperature,

hidrasi,

pigmentasi)

b. Tidak ada

NIC

Pressure management

a. Jaga kebersihan kulit

agar tetap bersih dan

kering

b. Monitor kulit akan

adanya kemerahan

c. Monitor aktivitas dan

mobilisasi pasien

d. Monitor status nutrisi

pasien

Insision site care

a. Monitor proses

kesembuhan area

10

Page 11: Morbus Hansen

luka/lesi pada

kulit

c. Perfusi jaringan

baik

d. Melindungi kulit

dan

mempertahankan

kelembaban kulit

perawatan alami

insisi

b. Monitor tanda dan

gejala infeksi pada

area insisi

c. Gunakan preparat

antiseptic sesuai

program

Dialysis acces

maintenance

2. Hambatan mobilitas

fisik b.d kontraktur

otot.

NOC:

Joint movement :

active

Mobility level

Self care : ADLs

Transfer

perfoormance

Kriteria hasil:

a. Klien meningkat

dalam aktivitas

fisik

b. Mengerti tujuan

dari peningkatan

mobilitas

c. Memverbalisasik

an perasaan

dalam

meningkatkan

kekuatan dan

kemampuan

berpindah

NIC

Exercise therapy :

ambulation

a. Monitoring vital sign

sebelum/sesudah

latihan respon pasien

saat latihan

b. Konsultasikan dengan

terapi fisik tentang

rencana ambulansi

sesuai dengan

kebutuhan

c. Bantu klien untuk

menggunakan tongkat

saat berjalan dan

cegah terhadap cidera

d. Ajarkan pasien atau

tenaga kesehatan lain

tentang teknik

ambulansi

e. Kaji kemampuan

pasien dalam

11

Page 12: Morbus Hansen

d. Memperagakan

penggunaan alat

bantu untuk

mobilisasi

(walker)

mobilisasi

f. Latih pasien dalam

pemenuhan kebutuhan

ADLs secara mandiri

sesuai kemampuan

g. Damping dan bantu

pasien saat mobilisasi

dan bantu penuhi

kebutuhan ADLs

pasien

h. Berikan alat bantu jika

pasien memerlukan

i. Ajarkan psien

bagaimana merubah

posisi dan berikan

bantuan jika

diperlukan

3. Gangguan rasa

nyaman b.d gejala

terkait penyakit.

NOC

Ansiety

Fear level

Sleep deprivation

Comfort,readiness

for enchanced

Kriteria hasil

a. mampu

mengontrol

kecemasan

b. status

lingkungan yang

nyaman

NIC

Anxiety reduction

a. gunakan pendekatan

yang menenangkan

b. jelaskan semua

prosedur dan apa yang

dirasakan selama

prosedur

c. pahami perspektif

pasien terhadap situasi

stres

d. instruksikan pasien

menggunakan teknik

12

Page 13: Morbus Hansen

c. mengontrol nyeri

d. status

kenyamanan

meningkat

relaksasi

e. identifikasi tingkat

kecemasan

4. Harga diri rendah

situasional b.d

gangguan citra tubuh

NOC

Body image,

disturbed

Coping, ineffective

Personal identity,

disturbed

Health behaviour,

risk

Self esteem

situational, low

Kriteria hasil

a. Adaptasi

terhadap

ketunadayaaan

fisik : respon

adaptif klien

terhadap

tantangan

fungsional

penting akibat

ketunadayaan

fisik.

b. Resolusi

berduka :

penyesuaian

dengan

kehilangan

NIC

Self Esteem

Enhancement

a. Tunjukan rasa percaya

diri terhadap

kemampuan pasien

untuk mengatasi situasi

b. Dorong pasien

mengidentisikasi

kekuatan dirinya

c. Ajarkan keterampilan

perilaku yang positif

melalui bermain peran,

model peran, diskusi

d. Dukung peningkatan

tanggung jawab diri,

jika diperlukan

e. Buat statement positif

terhadap pasien

f. Monitor frekuensi

komunikasi verbal

pasien yang negatif

g. Dukung pasien untuk

menerima tantangan

baru

h. Kaji alasan-alasan

untuk mengkritik atau

13

Page 14: Morbus Hansen

actual atau

kehilangan yang

akan terjadi

c. Penyesuaian

psikososial :

perubahan hidup

: respon

psikososial

adaptif individu

terhadap

perubahan

bermakna dalam

hidup.

d. Menunjukan

penilaian pribadi

tentang harga

diri

e. Mengungkapkan

penerimaan diri

f. Komunikasi

terbuka

g. Mengatakan

optimisme

tentang masa

depan

h. Menggunakan

strategi koping

efektif

menyalahkan diri

sendiri

i. Kolarasi dengan

sumber-sumber lain

(petugas dinas sosial.

Perawat spesialis

klinis, dan layanan

keagamaan.

Body Image

Enhancement

Counselling

a. Mengunakan proses pertolongan interaktif yang berfokus pada kebutuhan, masalah, atau perasaan pasien dan orang terdekat untuk meningkatkan atau mendukung koping, pemecahan masalah.

Coping enhancement

5.

5

Risiko infeksi NOC

Immune status

Knowledge :

NIC

Infection Control

a. Bersihkan lingkungan

14

Page 15: Morbus Hansen

infection control

Risk control

Kriteria hasil

a. Klien bebas dari

tanda dan gejala

infeksi

b. Mendeskripsikan

proses

penularann

penyakit, factor

yang

mempengaruhi

penularan serta

penatalaksanaan

nya

c. Menunjukkan

kemampuan

untuk mencegah

timbulnya

infeksi

d. Jumlah leukosit

dalam batas

normal

e. Menunjukkan

perilaku hidup

sehat

setelah dipakai pasien

lain

b. Pertahankan teknik

isolasi

c. Batasi pengunjung bila

perlu

d. Instruksikan pada

pengunjung untuk

mencuci tangan saat

berkunjung

meninggalkan pasien

e. Gunakan sabun

antimikroba untuk

cuci tangan

f. Cuci tangan setiap

sebelum dan sesudah

tindakan keperawatan

g. Gunakan baju, sarung

tangan sebagai alat

penlindung

h. Pertahankan lingkunan

aseptic selama

pemasangan alat

i. Ganti letak IV perifer

dan line central dan

dressing sesuai dengan

petunjuk umum

j. Gunakan kateter

intermiten untuk

menurunkan infeksi

15

Page 16: Morbus Hansen

kandung kencing

k. Tingkatkan intake

nutrisi

l. Berikan terapi

antibiotic bila perlu

Infection protection

a. Monitor tanda dan

gejala infeksi sistemik

dan local

b. Monitor hitung

granulosit, WBC

c. Monitor kerentanan

terhadap infeksi

d. Batasi pengunjung

e. Pertahankan teknik

aspesis pada pasien

yang beresiko

f. Pertahankan teknik

isolasi k/p

g. Berikan perawatan

kulit pada area

epidema

h. Inspeksi kulit dan

membrane mukosa

i. Terhadap kemerahan,

panas, dan drainase

j. Inspeksi kondisi

luka/insisi bedah

k. Dorong masukkan

nutrisi yang cukup

l. Dorong masukan

16

Page 17: Morbus Hansen

cairan

m. Dorong istirahat

n. Instruksikan pasien

untuk minum

antibiotic sesuai resep

o. Ajarkan pasien dan

keluarga tanda dan

gejala infeksi

p. Ajarkan cara

menghindari infeksi

q. Laporkan kecurigaan

infeksi

r. Laporkan kultur

positif

6.

6

Risiko Cidera NOC

Risk Control

Kriteria Hasil

a. Klien terbebas

dari cidera

b. Klien mampu

menjelaskan

cara/metode

untuk mencegah

injury/cidera

c. Klien mampu

menjelaskan

faktor risiko dari

lingkungan/perila

ku personal

d. Mampu

memodifikasikan

NIC

Environment

Management

a. Sediakan lingkungan

yang aman untuk

pasien

b. Identifikasikan

kebutuhan keamanan

pasien, sesuai dengan

kondisi fisik dan fungsi

kognitif pasien dan

riwayat penyakit

terdahulu pasien

c. Menghindarkan

lingkungan yang

berbahaya (misalnya

memindahkan

17

Page 18: Morbus Hansen

gaya hidup untuk

mencegah injury

e. Menggunakan

fasilitas kesehatan

yang ada

f. Mampu

mengenali

perubahan status

kesehatan

perabotan)

d. Memasang side rail

tempat tidur

e. Menyediakan tempat

tidur yang nyaman dan

bersih

f. Menempatkan saklar

lampu di tempat yang

mudah dijangkau

pasien

g. Membatasi pengunjung

h. Menganjurkan

keluarga untuk

menemani pasien

i. Mengontrol

lingkungan dari

kebisingan

j. Memindahkan barang-

barang yang

membahayakan

k. Berikan penjelasan

pada pasien dan

keluarga atau

pengunjung adanya

perubahan status

kesehatan dan

penyebab penyakit

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat

18

Page 19: Morbus Hansen

bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi

dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

Pada penatalaksanaan pada penyakit Morbus Hansenada beberapa obat

yang di gunakan sebagai berikut:

a. Rifampicin, dapat membunuh bakteri Morbus Hansendengan menghambat

perkembangbiakan bakteri (dosis 600mg).

b. Vitamin A (untuk menyehatkan kulit yang bersisik).

c. Clofamizine (CLF), menghambat pertumbuhan dan menekan efek bakteri

perlahan pada Mycobacterium Leprae dengan berikatan pada DNA bakteri

d. Ofloxacin, synthetic fluoroquinolone, yang bereaksi menyerupai

penghambat bacterial DNA gyrase.

e. Minocycline, semisynthetic tetracycline, menghambat sintesis protein pada

bakteri.

Secara umum terdapat empat jenis obat antikusta, yaitu :

a. Sulfon

b. Rifampisin

c. Klofazimin

d. Prototionamide dan etionamide

5. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan

dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan

tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan

dalam melaksanakan rencana kegiatan klien secara optimal dan mengukur

hasil dari proses keperawatan. Penilaian keperawatan adalah mengukur

keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan perawatan yang

dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi dapat berupa : masalah

teratasi dan masalah teratasi sebagian. Evaluasi pada pasien Morbus Hansen :

a. Perfusi jaringan baik

b. Aktivitas fisik klien meningkat

19

Page 20: Morbus Hansen

c. Klien dapat mengontrol nyeri

d. Klien dapat mengungkapkan penerimaan diri

e. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

f. Klien terbebas darri cidera

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Adapun simpulan yang dapat diambil dari makalah diatas yaitu :

Morbus Hansen adalah penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya

ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Penyakit ini

20

Page 21: Morbus Hansen

menyerang kulit, mukosa mulut, saluran pernafasan bagian atas, mata, otot,

tulang dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik.

Namun pada sebagian kecil memperhatikan gejala-gejala yang mempunyai

kecenderungan untuk menjadi cacat khususnya pada tangan dan kaki. Diagnosa

keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Morbus Hansen,

antara lain :

1. Kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologis.

2. Hambatan mobilitas fisik b.d kontraktur otot.

3. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit.

4. Harga diri rendah situasional b.d gangguan citra tubuh

5. Risiko infeksi.

6. Risiko cidera.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan sehubungan dengan paparan di atas

adalah sebagai berikut :

1. Kepada mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan

pada klien dengan Morbus Hansen diharapkan mampu memahami konsep

dasar Morbus Hansen serta konsep asuhan keperawatan pada Morbus

Hansen.

2. Kepada perawat diharapkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai

konsep dasar Morbus Hansen serta konsep asuhan keperawatan pada

Morbus Hansen sehingga dapat memberikan pelayanan yang tepat dalam

memberi asuhan keperawatan pada pasien/klien dengan Morbus Hansen.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Departemen Kesehatan R.I. 2006. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Cetakan XVIII. Tidak Dipublikasikan.

21

Page 22: Morbus Hansen

Herdman, Heater. 2012. Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012-2014. Jakarta : EGC

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction

Subdirektorat Kusta dan Frambusia.2007. Modul pelatihan program Morbus Hansenuntuk UPK, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur.Tidak Dipublikasikan.

22