Upload
cokko-la
View
44
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kulit
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh
peradaban Tiongkok Kuna Mesir Kuna, dan India. Pada tahun 1995,
organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga
juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. Walaupun pengisolasian atau
pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan
tidak etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai
belahan dunia, seperti India dan Vietnam.
Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada
akir 1940 dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun
juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson
dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan
multiobat pada awal 1980 penyakit ini pun mampu ditangani kembali.
Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh bakteri mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe
penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan
atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak
ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit,
saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di
masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu
mudah.
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini akan dibahas
konsep dasar Morbus Hansen dan asuhan keperawatan pada Morbus Hansen.
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang diatas yaitu
sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep dasar Morbus Hansen?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Morbus Hansen?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulisan ini ditujukan untuk memenuhi tuntutan akademik sebagai tugas
penulisan makalah untuk mata kuliah KMB II.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :
a. Untuk mengetahui konsep dasar Morbus Hansen.
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Morbus Hansen.
D. Manfaat Penulisan
Tulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak di
antaranya penting juga bagi seorang perawat agar mengerti akan konsep dasar
dan asuhan keperawatan Morbus Hansen sehingga dapat memberikan
pelayanan yang tepat bagi klien/pasien dengan kasus Morbus Hansen dan
sangat penting untuk menunjang profesi sebagai seorang perawat yang
profesional.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
focus group discussion dan studi pustaka. Penulis mencari literatur-literatur
baik dari buku literatur maupun dari internet yang berkaitan dengan topik dan
sumbernya bisa dipercaya. Literatur tersebut kemudian dianalisis dengan cara
berdiskusi dalam kelompok focus group discussion dan diinterpretasikan
dengan topik asuhan keperawatan pada klien dengan Morbus Hansen.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MORBUS HANSEN
1. Pengertian Morbus Hansen
Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf
tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (kulit), saluran pernafasan
bagian atas, sistem retikulo endothelial, mata, otot, tulang dan testis
(Subdirektorat Kusta dan Frambusia, 2007) .
Morbus Hansen atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen
merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium leprae, melalui kulit dan mukosa hidung. Penyakit
Morbus Hansen terutama menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lain
kecuali susunan saraf pusat yang apabila tidak didiagnosis dan diobati secara
dini dapat menimbulkan kecacatan (Subdirektorat Kusta dan Frambusia,
2007).
Morbus Hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan
penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat.
Saraf perifer sebagai aktivitas afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus
respiratorius bagian atas, kemudian ke organ lain (Djuanda, 2011).
Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit menular yang menahun dan
penularannya kepada orang lain memerlukan waktu yang cukup lama tidak
seperti penyakit lainnya. Masa inkubasinya adalah 2-5 tahun. Penyakit ini
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran pernafasan bagian atas, mata, otot,
tulang dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik.
Namun pada sebagian kecil memperhatikan gejala-gejala yang mempunyai
kecenderungan untuk menjadi cacat khususnya pada tangan dan kaki
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
3
2. Etiologi dan Patofisiologi Morbus Hansen
Penyebab penyakit Morbus Hansen yaitu Mycobactorium Leprae dimana
untuk pertama kali ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen pada tahun 1973.
Mycobactorium Leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar
pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel dari system retikulo endothelial. Waktu
pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam
kondisi tropis) kuman Morbus Hansen dari secret nasal dapat bertahan sampai
9 hari (Desikan 1977, Hasting, 1985). (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama yaitu kusta bentuk
kering (tuberkuloid) dan kusta bentuk basah (lepromatosa) dan bentuk ketiga
yaitu bentuk peralihan (borederline) .
a. Kusta bentuk kering
Tidak menular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam
atau lebih besar, sering timbul di pipi, punggung, paha dan lengan. Bercak
tampak kering, kulit kehilangan daya rasa sama sekali.
b. Kusta bentuk basah
Bentuk menular karna kuman banyak terdapat di selaput lendir kulit dan
organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan kecil-kecil tersebar
di seluruh badan, berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang
tampak mengkilat dan berminyak, dapat berupa benjolan marah sebesar
biii jagung yang tersebar di badan, muka dan daun telinga. Disertai
rontoknya alis mata dan menebalnya daun telinga.
c. Kusta tipe peralihan
Merupakan peralihan antara kedua tipe utama. Pengobatan tipe ini di
masukkan ke dalam jenis tipe basah
4
Patofisiologi – Morbus Hansen
5
Mikrobacterium Leprae
Menyerang kulit dan saraf tepi
Macula, nodula, papula Ulkus Menyerang saraf tepi sensorik dan motorik
Keganasan cancer epidemoid
Metastase
Amputasi
Neuritis
Gangguan rasa nyaman
Risiko Cidera
Sensabilitas
Infasif bakteri
Harga diri rendah situasional
Kulit terlihat rusakPerubahan aktivitas
Risiko Infeksi Kerusakan integritas kulit Hambatan mobilitas
fisik
Gangguan aktivitas
Kontraktur otot dan sendi
Kelumpuhan otot
Hambatan mobilitas fisik
Menyerang saraf ulnaris, n. popliteus, n. aurikularis, n. radialis
3. Manifestasi Klinis Morbus Hansen
Untuk menetapkan diagnosis penyakit Morbus Hansen perlu dicari tanda-
tanda utama atau Cardinal Sign,yaitu :
a. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa. Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk
bercak keputih-putihan (hypopigmentasi) atau kemerah-merahan
(erithematous) yang mati rasa (anaesthesi).
b. Penebalan saraf yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan
fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi
(neuritis peritis). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :
1) Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
2) Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan
(paralise)
3) Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak-retak.
c. Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (BTA
positif).
Seseorang dinyatakan sebagai penderita Morbus Hansenapabila terdapat
satu dari tanda-tanda utama di atas. Namun demikian pada kasus yang
meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit. Apabila hanya
ditemukan Cardinal Sign ke-2 perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika
masih ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus yang dicurigai (suspek).
Tanda-tanda terserang Morbus Hansen (suspek) :
a. Tanda-tanda pada kulit
1) Bercak/kelainan kulit yang merah atau putih dibagian tubuh
2) Bercak yang tidak gatal dan Kulit mengkilap
3) Adanya bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut
4) Lepuh tidak nyeri
b. Tanda-tanda pada saraf
1) Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau
muka
2) Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka
3) Adanya cacat (deformitas) dan luka (ulkus) yang tidak mau sembuh
6
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MORBUS HANSEN
1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas klien (nama, umur, pekerjaan, alamat)
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-
anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan dan alamat
menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan
lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita
Morbus Hansenadalah dari golongan ekonomi lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien dengan penyakit Morbus Hansen datang berobat dengan
keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada
saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan)
dan adanya komplikasi pada organ tubuh.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya klien pernah menderita penyakit atau masalah dengan kulit
misalnya: penyakit panu, kurap, dan perawatan kulit yang tidak terjaga
atau dengan kata lain personal higine klien yang kurang baik.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Morbus Hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang
disebabkan oleh kuman Morbus Hansen (mikobakterium leprae) yang
masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi jika salah satu anggota
keluarga yang mempunyai penyakit morbus Hansen maka anggota
keluarga yang lain akan tertular.
e. Riwayat psikologi
Klien yang menderita penyakit Morbus Hansen akan malu karena sebagian
besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan
penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri,
sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena
penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.
7
f. Pola aktivitas sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan
kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang
lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan
Data Obyektif
a. Pemeriksaan fisik
1) Vital Sign
a) Tekanan darah
b) Suhu
c) Nadi
d) Pernafasan
2) Kesadaran
a) GCS
b) Eye
c) Motorik
d) Verbal
3) Keadaan umum
a) Sakit/ nyeri : 1. ringan 2. sedang 3. berat
b) Status gizi : 1. gemuk 2. normal 3. kurus
c) Sikap : 1. tenang 2. gelisah 3. menahan
nyeri
d) Personal hygiene : 1. bersih 2. kotor 3. lain-lain
e) Orientasi waktu/ tempat/ orang : 1. baik 2. Terganggu
4) Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala : bentuk, lesi/luka
b) Rambut : warna, kelainan
c) Mata : penglihatan, sclera, konjungtiva, pupil, kelainan
d) Hidung : penciuman, secret/darah/polip, tarikan cuping
hidung
e) Telinga : pendengaran, secret/cairan/darah
8
f) Mulut dan gigi
(1) Bibir :
1. lembab 2. kering 3. cianosis 4. pecah-pecah
(2) Mulut dan tenggorokan :
1. normal 2. lesi 3. Stomatitis
(3) Gigi :
1. penuh/normal 2. ompong 3. lain-lain
g) Leher : pembesaran tyroid, lesi, nadi karotis, pembesaran
limfoid
h) Thorax : Jantung, paru-paru, retraksi dada
i) Abdomen : peristaltic usus, kembung, nyeri tekan, ascites
j) Genetalia : pimosis, alat bantu, kelainan
k) Kulit : turgor, laserasi, warna kulit
l) Ekstermitas : kekuatan otot, ROM, hemiplegic, akral, CRT,
edema
b. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan Bakterioskopik
Pada pemeriksaan akan tampak batang-batang merah yang utuh,
terputus-putus atau granuler.
2) Test MitsudaBerupa penyuntikan lepromin secara intrakutan pada
lengan, yang hasilnya dapat dibaca setelah 3 – 4 minggu kemudian
bila timbul infiltrat di tempat penyuntikan berarti lepromim test
positif.
3) Indeks Bakteri (IB)
Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan
hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi
hasil pengobatan.
9
4) Indeks Morfologi (IM)
Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM
digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi
hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologis.
2) Hambatan mobilitas fisik b.d kontraktur otot.
3) Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit.
4) Harga diri rendah situasional b.d gangguan citra tubuh
5) Risiko infeksi.
6) Risiko cidera
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
1. Kerusakan integritas
kulit b.d penurunan
imunologis.
NOC
Tissue integrity :
skin and mucous
membranes
Hemodyalisis akses
Kriteria hasil
a. Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
temperature,
hidrasi,
pigmentasi)
b. Tidak ada
NIC
Pressure management
a. Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan
kering
b. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
c. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
d. Monitor status nutrisi
pasien
Insision site care
a. Monitor proses
kesembuhan area
10
luka/lesi pada
kulit
c. Perfusi jaringan
baik
d. Melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
perawatan alami
insisi
b. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
c. Gunakan preparat
antiseptic sesuai
program
Dialysis acces
maintenance
2. Hambatan mobilitas
fisik b.d kontraktur
otot.
NOC:
Joint movement :
active
Mobility level
Self care : ADLs
Transfer
perfoormance
Kriteria hasil:
a. Klien meningkat
dalam aktivitas
fisik
b. Mengerti tujuan
dari peningkatan
mobilitas
c. Memverbalisasik
an perasaan
dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah
NIC
Exercise therapy :
ambulation
a. Monitoring vital sign
sebelum/sesudah
latihan respon pasien
saat latihan
b. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulansi
sesuai dengan
kebutuhan
c. Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan
cegah terhadap cidera
d. Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik
ambulansi
e. Kaji kemampuan
pasien dalam
11
d. Memperagakan
penggunaan alat
bantu untuk
mobilisasi
(walker)
mobilisasi
f. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Damping dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
h. Berikan alat bantu jika
pasien memerlukan
i. Ajarkan psien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
3. Gangguan rasa
nyaman b.d gejala
terkait penyakit.
NOC
Ansiety
Fear level
Sleep deprivation
Comfort,readiness
for enchanced
Kriteria hasil
a. mampu
mengontrol
kecemasan
b. status
lingkungan yang
nyaman
NIC
Anxiety reduction
a. gunakan pendekatan
yang menenangkan
b. jelaskan semua
prosedur dan apa yang
dirasakan selama
prosedur
c. pahami perspektif
pasien terhadap situasi
stres
d. instruksikan pasien
menggunakan teknik
12
c. mengontrol nyeri
d. status
kenyamanan
meningkat
relaksasi
e. identifikasi tingkat
kecemasan
4. Harga diri rendah
situasional b.d
gangguan citra tubuh
NOC
Body image,
disturbed
Coping, ineffective
Personal identity,
disturbed
Health behaviour,
risk
Self esteem
situational, low
Kriteria hasil
a. Adaptasi
terhadap
ketunadayaaan
fisik : respon
adaptif klien
terhadap
tantangan
fungsional
penting akibat
ketunadayaan
fisik.
b. Resolusi
berduka :
penyesuaian
dengan
kehilangan
NIC
Self Esteem
Enhancement
a. Tunjukan rasa percaya
diri terhadap
kemampuan pasien
untuk mengatasi situasi
b. Dorong pasien
mengidentisikasi
kekuatan dirinya
c. Ajarkan keterampilan
perilaku yang positif
melalui bermain peran,
model peran, diskusi
d. Dukung peningkatan
tanggung jawab diri,
jika diperlukan
e. Buat statement positif
terhadap pasien
f. Monitor frekuensi
komunikasi verbal
pasien yang negatif
g. Dukung pasien untuk
menerima tantangan
baru
h. Kaji alasan-alasan
untuk mengkritik atau
13
actual atau
kehilangan yang
akan terjadi
c. Penyesuaian
psikososial :
perubahan hidup
: respon
psikososial
adaptif individu
terhadap
perubahan
bermakna dalam
hidup.
d. Menunjukan
penilaian pribadi
tentang harga
diri
e. Mengungkapkan
penerimaan diri
f. Komunikasi
terbuka
g. Mengatakan
optimisme
tentang masa
depan
h. Menggunakan
strategi koping
efektif
menyalahkan diri
sendiri
i. Kolarasi dengan
sumber-sumber lain
(petugas dinas sosial.
Perawat spesialis
klinis, dan layanan
keagamaan.
Body Image
Enhancement
Counselling
a. Mengunakan proses pertolongan interaktif yang berfokus pada kebutuhan, masalah, atau perasaan pasien dan orang terdekat untuk meningkatkan atau mendukung koping, pemecahan masalah.
Coping enhancement
5.
5
Risiko infeksi NOC
Immune status
Knowledge :
NIC
Infection Control
a. Bersihkan lingkungan
14
infection control
Risk control
Kriteria hasil
a. Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
b. Mendeskripsikan
proses
penularann
penyakit, factor
yang
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaan
nya
c. Menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya
infeksi
d. Jumlah leukosit
dalam batas
normal
e. Menunjukkan
perilaku hidup
sehat
setelah dipakai pasien
lain
b. Pertahankan teknik
isolasi
c. Batasi pengunjung bila
perlu
d. Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung
meninggalkan pasien
e. Gunakan sabun
antimikroba untuk
cuci tangan
f. Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
g. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
penlindung
h. Pertahankan lingkunan
aseptic selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
j. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
15
kandung kencing
k. Tingkatkan intake
nutrisi
l. Berikan terapi
antibiotic bila perlu
Infection protection
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
b. Monitor hitung
granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
f. Pertahankan teknik
isolasi k/p
g. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
h. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
i. Terhadap kemerahan,
panas, dan drainase
j. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
k. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
l. Dorong masukan
16
cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotic sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
p. Ajarkan cara
menghindari infeksi
q. Laporkan kecurigaan
infeksi
r. Laporkan kultur
positif
6.
6
Risiko Cidera NOC
Risk Control
Kriteria Hasil
a. Klien terbebas
dari cidera
b. Klien mampu
menjelaskan
cara/metode
untuk mencegah
injury/cidera
c. Klien mampu
menjelaskan
faktor risiko dari
lingkungan/perila
ku personal
d. Mampu
memodifikasikan
NIC
Environment
Management
a. Sediakan lingkungan
yang aman untuk
pasien
b. Identifikasikan
kebutuhan keamanan
pasien, sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan
riwayat penyakit
terdahulu pasien
c. Menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya (misalnya
memindahkan
17
gaya hidup untuk
mencegah injury
e. Menggunakan
fasilitas kesehatan
yang ada
f. Mampu
mengenali
perubahan status
kesehatan
perabotan)
d. Memasang side rail
tempat tidur
e. Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
f. Menempatkan saklar
lampu di tempat yang
mudah dijangkau
pasien
g. Membatasi pengunjung
h. Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien
i. Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
j. Memindahkan barang-
barang yang
membahayakan
k. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
18
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
Pada penatalaksanaan pada penyakit Morbus Hansenada beberapa obat
yang di gunakan sebagai berikut:
a. Rifampicin, dapat membunuh bakteri Morbus Hansendengan menghambat
perkembangbiakan bakteri (dosis 600mg).
b. Vitamin A (untuk menyehatkan kulit yang bersisik).
c. Clofamizine (CLF), menghambat pertumbuhan dan menekan efek bakteri
perlahan pada Mycobacterium Leprae dengan berikatan pada DNA bakteri
d. Ofloxacin, synthetic fluoroquinolone, yang bereaksi menyerupai
penghambat bacterial DNA gyrase.
e. Minocycline, semisynthetic tetracycline, menghambat sintesis protein pada
bakteri.
Secara umum terdapat empat jenis obat antikusta, yaitu :
a. Sulfon
b. Rifampisin
c. Klofazimin
d. Prototionamide dan etionamide
5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan
dalam melaksanakan rencana kegiatan klien secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan. Penilaian keperawatan adalah mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan perawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi dapat berupa : masalah
teratasi dan masalah teratasi sebagian. Evaluasi pada pasien Morbus Hansen :
a. Perfusi jaringan baik
b. Aktivitas fisik klien meningkat
19
c. Klien dapat mengontrol nyeri
d. Klien dapat mengungkapkan penerimaan diri
e. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
f. Klien terbebas darri cidera
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat diambil dari makalah diatas yaitu :
Morbus Hansen adalah penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya
ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Penyakit ini
20
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran pernafasan bagian atas, mata, otot,
tulang dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik.
Namun pada sebagian kecil memperhatikan gejala-gejala yang mempunyai
kecenderungan untuk menjadi cacat khususnya pada tangan dan kaki. Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Morbus Hansen,
antara lain :
1. Kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologis.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d kontraktur otot.
3. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit.
4. Harga diri rendah situasional b.d gangguan citra tubuh
5. Risiko infeksi.
6. Risiko cidera.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan sehubungan dengan paparan di atas
adalah sebagai berikut :
1. Kepada mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan Morbus Hansen diharapkan mampu memahami konsep
dasar Morbus Hansen serta konsep asuhan keperawatan pada Morbus
Hansen.
2. Kepada perawat diharapkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai
konsep dasar Morbus Hansen serta konsep asuhan keperawatan pada
Morbus Hansen sehingga dapat memberikan pelayanan yang tepat dalam
memberi asuhan keperawatan pada pasien/klien dengan Morbus Hansen.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Departemen Kesehatan R.I. 2006. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Cetakan XVIII. Tidak Dipublikasikan.
21
Herdman, Heater. 2012. Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012-2014. Jakarta : EGC
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Subdirektorat Kusta dan Frambusia.2007. Modul pelatihan program Morbus Hansenuntuk UPK, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur.Tidak Dipublikasikan.
22