22
LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal : Jam : MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI CACAT KUSTA TINGKAT 2 Oleh: dr. Stefani Nurhadi Pembimbing: Dr. dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK, FINSDV PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2016

MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

LAPORAN KASUS Kepada Yth:

Dipresentasikan pada:

Hari/Tanggal :

Jam :

MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE

TUBERKULOID DISERTAI CACAT KUSTA

TINGKAT 2

Oleh:

dr. Stefani Nurhadi

Pembimbing:

Dr. dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK, FINSDV

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

2016

Page 2: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

PENDAHULUAN

Morbus Hansen (MH) atau kusta adalah infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium

leprae. Penyakit ini terutama mengenai kulit dan saraf perifer. Penyakit ini dapat juga

menyerang otot, mata, tulang, testis dan organ dalam lainnya kecuali susunan saraf pusat.

Kusta memiliki spektrum manifestasi klinik yang luas. Kejadian penyakit tergantung status

imunitas individu.1,2

Klasifikasi dibuat karena banyaknya variasi dari manifestasi, perjalanan penyakit,

prognosis dan komplikasi dari penyakit ini. Klasifikasi dibuat berdasarkan klinis,

bakteriologis, imunologis dan histopatologis. Ada beberapa klasifikasi yang digunakan

termasuk Madrid, Ridley-Jopling dan WHO. Klasifikasi Madrid membagi kusta menjadi

indeterminate(I), tuberkuloid (T), borderline-dimorphous (B) dan lepromatosa (L). Adapun

untuk kepentingan riset digunakan klasifikasi Ridley-Jopling yaitu tuberkuloid (TT),

borderline tuberkuloid (BT), mid-borderline (BB), borderline lepromatosa (BL) dan

lepromatosa (LL). Sedangkan untuk kepentingan program kusta digunakan klasifikasi WHO

yaitu pausibasilar (PB) dan multibasilar (MB).2,3

Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta

tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil.

Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah

kecacatan tingkat 2 diantara penderita baru sebanyak 9,86%.4Kasus baru kusta terbanyak di

provinsi Jawa Timur (4.132 jiwa), Jawa Barat (2.180 jiwa), Jawa Tengah (1.765 jiwa), Papua

(1.180) dan Sulawesi Selatan (1.172 jiwa).5Provinsi Jawa Timur merupakan penyumbang

penderita kusta terbanyak di antara provinsi lainnya. Penyebaran penderita kusta di Provinsi

Jawa Timur meliputi pantai utara jawa dan Madura.6

Sedangkan di Bali pada tahun 2013 ditemukan kasus baru kusta sebanyak 84

penderita (9 orang kusta PB dan 75 orang kusta MB), 49 orang diantaranya laki-laki dan 35

orang perempuan dan angka penemuan kasus baru tahun 2013 sebesar 2,07 per 100.000

penduduk. Jika dibandingkan dengan penemuan kasus baru pada tahun 2012 dan 2013

jumlahnya sama, hal ini menunjukkan perkembangan penyakit kusta di Bali masih terus

terjadi dan belum bisa ditekan jumlah penderitanya.7

Diantara penyakit menular, kusta adalah penyebab utama kecacatan fisik permanen.

Kecacatan fisik dapat terjadi baik pada kusta MB (imunitas rendah) maupun PB (imunitas

tinggi). Kusta MB seiring dengan waktu cenderung menimbulkan kecacatan yang lebih besar.

Page 3: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

Sedangkan kecacatan pada kusta PB sering berhubungan dengan keterlibatan saraf perifer.

Akibat keterlibatan saraf perifer, terdapat kelemahan otot dan kehilangan sensasi pada

tangan, kaki dan mata yang menyebabkan ulserasi dan deformitas. Namun deteksi dan

tatalaksana (termasuk reaksi lepra dan neuritis) sebelum kerusakan saraf terjadi, adalah cara

yang efektif mencegah kecacatan akibat kusta dan komplikasinya. Stigma sosial dan

diskriminasi berhubungan dengan kusta terutama akibat kecacatan dan luka yang

disebabkannya, sehingga penderita dapat dijauhi atau dikucilkan oleh masyarakat. Cacat

tubuh tersebut sebenarnya dapat dicegah. Sehingga diagnosis dini penyakit dan terapi yang

tepat dapat mencegah stigma dan diskriminasi. Dengan terapi yang tepat, penderita lepra

dapat menjalankan kehidupan yang produktif dalam masyarakat.1,8

Berikut dilaporkan satu kasus morbus hansen (MH) tipe borderline tuberkuloid (BT)

disertai cacat kusta tingkat 2. Kasus ini dilaporkan untuk memberikan pemahaman tentang

penyakit MH, cacat kusta, dampak sosial kecacatan serta cara penanganan yang tepat.

KASUS

Seorang laki-laki, 29 tahun, suku Madura, warga negara Indonesia, dengan nomor rekam

medis 15041753, datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah Denpasar pada

tanggal 18 Agustus 2015 dengan keluhan utama bercak kemerahan mati rasa di lengan,

punggung dan tungkai.

Pasien dirujuk dari RS Indera dengan diagnosis suspek morbus Hansen tipe PB. Hasil

pemeriksaan BTA cuping telinga (14 Agustus 2015) negatif. Pasien mengeluhkan adanya

bercak kemerahan dan tampak kulit normaldi bagian tengahnya disertai rasa tebal sejak 3

tahun yang lalu. Awalnya muncul di lengan kiri. Sejak 1 tahun yang lalu, bercak membesar

dan muncul di area tubuh lain seperti lengan kanan, tungkai dan punggung. Pasien juga

mengeluh kesemutan pada tangan kanan dan mati rasa pada telapak tangan kanan.

Pasien sempat mengobati penyakitnya dengan minum ramuan herbal (sari buah

sirsak) sejak 7 bulan yang lalu, tetapi keluhan tidak membaik. Riwayat sosial, pasien lahir

dan besar di Madura, pendidikan terakhir SMU dan saat ini bekerja sebagai seorang sales di

Denpasar (sejak tahun 2007). Penderita tinggal dengan seorang istri. Tidak ada anggota

keluarga maupun teman pasien yang menderita keluhan yang sama. Riwayat alergi dan

penyakit kuning pada penderita maupun keluarga disangkal.

Page 4: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik dan kesadaran

komposmentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi pernafasan 18x/menit, denyut nadi

80x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,5oC dan VAS 0. Pada status generalis

didapatkan kepala normocephali, pada pemeriksaan kedua mata tidak didapatkan anemia

maupun ikterus. Alis mata tidak madarosis dan kelopak mata dapat membuka dan menutup

seperti biasa. Pada pemeriksaan hidung telinga dan tenggorokan tidak ditemukan adanya

kelainan. Tidak didapatkan infiltrat pada telinga. Pembesaran kelenjar limfe regional tidak

ditemukan. Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen dalam

batas normal, tidak didapatkan pembesaran hepar dan lien. Pada ekstremitas teraba hangat

dan tidak edema. Terdapat deformitas claw hand pada digiti ke I sampai ke V manus dekstra.

Status dermatologis, lokasi pada regio brachii-antebrachii dekstra dan sinistra,

tengkuk, punggung, dan kedua lutut didapatkan effloresensi berupa plak eritema multipel,

bentuk oval-geografika, batas tegas, ukuran 0,5x1,5 cm hingga 6x10cm dengan central

clearing (punched out lesion), lesi satelit berupa plak eritema. Didapatkan xerosis pada lesi.

Gambar 1. Lesi satelit pada lengan kanan. Gambar 2.Atrofi otot tenar dan hipotenar tangan kanan.

Gambar 3. Lesi punched out di lengan kanan. Gambar 4. Lesi punched out di lengan kiri.

Page 5: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

Gambar 5.Lesi di tengkuk dan punggung. Gambar 6.Claw hand pada tangan kanan.

Pada pemeriksaan saraf didapatkan penebalan n. ulnaris dekstra dan n. medianus

dekstra. Pemeriksaan sensibilitas didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri dan

suhupada lesi dan telapak tangan kanan. Pada pemeriksaan voluntary muscle test (VMT)

terdapat penurunan fungsi saraf ulnaris dekstra dan saraf medianus, sedangkan pada n.

auricularis magnus, n. radialis, n. tibialis posterior dan n. peroneus komunis dalam batas

normal. Atrofi otot tenar dan hipotenar dekstra. Pemeriksaan bakteriologis dengan

pengecatan Ziehl-Neelsen tidak ditemukan basil tahan asam (BTA) baik pada cuping telinga

kanan, cuping telinga kiri, maupun pada lesi.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis

pasien adalah morbus hansen tipe borderlineborderline (BB), dengan diagnosis banding tipe

borderline tuberkuloid (BT) disertai cacat kusta tingkat 2 (claw hand dekstra).

Penatalaksanaan pada penderita adalah multidrug therapy (MDT) PB paket ke-1, vitamin B1

B6 B12 1x1 tablet setiap hari dan KIE untuk melatih jari-jari tangan.

PENGAMATAN LANJUTAN I

Pada pengamatan hari ke-41 (tanggal 28 September 2015)lesi lama menipis dan menjadi

kering, kemerahan berkurang, mati rasa masih ada dan tidak muncul lesi baru pada kulit

pasien. Keluhan kesemutan kadang-kadang masih dirasakan pada tangan kanan. Keluhan

lemah pada jari-jari tangan kanan pasien masih dirasakan. Pasien mengaku telah minum obat

MDT PB secara teratur. Keluhan mual, muntah dan demam disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita dengan kesadaran komposmentis dan

keadaan umum baik. Nadi 80x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, suhu aksiler 36,7oC. pada

status generalis penderita tidak didapatkan adanya kelainan. Pada ekstremitas terdapat

Page 6: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

deformitas claw hand pada digiti ke-1 sampai ke-5 manus dekstra. Status dermatologi, pada

lokasi regio brachii-antebrachii dekstra dan sinistra, tengkuk, punggung, dan kedua lutut

didapatkan effloresensi berupa makula hipopigmentasi multipel, bentuk oval-geografika,

batas tegas, ukuran 0,5x1,5 cm hingga 6x10cm.

Pada pemeriksaan saraf didapatkan penebalan n. ulnaris dekstra dan n. medianus

dekstra. Pemeriksaan sensibilitas didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri dan

suhupada lesi dan telapak tangan kanan. Pada pemeriksaan voluntary muscle test (VMT)

terdapat penurunan fungsi saraf ulnaris dekstra dan saraf medianus, sedangkan pada n.

auricularis magnus, n. radialis, n. tibialis posterior dan n. peroneus komunis dalam batas

normal. Atrofi otot tenar dan hipotenar dekstra.

Gambar 7.Lesi hipopigmentasi pada kedua lengan.

Gambar 8.Atrofi otot tenar dan hipotenar pada tangan kanan.Gambar 9.Claw hand tangan kanan.

Page 7: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

Gambar 10.Lesi hipopigmentasi di tengkuk dan punggung.Gambar 11.Lesi di kedua lutut.

Gambar 12.Biopsi kulit diambil dari lesi di bagian tengkuk.

Hasil pemeriksaan histopatologi sediaan kulit dari lesi daerah tengkuk (12 September

2015, dengan nomor PA 3849/PP/2015) didapatkan secara makroskopis dalam tabung darah

1 poton jaringan biopsi punch ukuran 0,5x0,2x0,2 cm, ditutupi kulit ukuran 0,2x0,2x0,2 cm,

warna putih abu-abu, konsistensi kenyal. Sedangkan secara mikroskopis didapatkan sediaan

potongan jaringan kulit yang terdiri dari lapisan epidermis dan dermis. Tidak tampak area

Grenz zone. Pada dermis bagian atas tampak struktur granuloma-granuloma tersusun oleh sel-

sel epiteloid histiosit, sebagian granuloma tampak di perineural. Disekitar granuloma-

granuloma tersebut terdapat serbukan padat limfosit hingga ke perineural. Pada pulasan

Page 8: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

Ziehl-Nielsen tidak tampak kuman Mycobacterium leprae. Kesimpulan gambaran morfologi

sesuai untuk morbus Hansen tipe borderline tuberkuloid (BT).

Gambar 13.Histopatologi tampak granuloma-granuloma.Gambar 14.Granuloma di perineural.

Diagnosis kerja pasien adalah follow up morbus hansen tipe borderline tuberkuloid

dengan cacat kusta tingkat 2 (claw hand dekstra). Penatalaksanaan pada penderita adalah

Penatalaksanaan pada penderita adalah multidrug therapy (MDT) pausibasiler paket ke-2,

vitamin B1 B6 B12 1x1 tablet setiap hari, konsultasi dengan bagian rehabilitasi medis dan

KIE untuk melatih jari-jari tangan. Diagnosis dari bagian rehabilitasi medik adalah claw hand

et kausa MH tipe BT. Penatalaksanaan yang diberikan adalah elektro stimulasi otot intrinsik

tangan, latihan range of movement (ROM), pergerakan dan fungsional tangan.

PEMBAHASAN

Kusta adalah penyakit granulomatus kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium

leprae.Kuman tersebut merupakan basil tahan asam, obligat intraseluler, Gram positif, yang

tidak dapat dikultur. Faktor resiko adalah kerentanan genetik dan paparan lingkungan, seperti

lahir atau bertempat tinggal pada suatu daerah endemik, seorang anggota keluarga menderita

kusta dan kemiskinan.9

Pada kasus, pasien lahir dan besar di Madura.Secara nasional Provinsi Jawa Timur

merupakan penyumbang penderita kusta terbanyak diantara provinsi lainnya, serta

penyebaran penderita kusta terutama meliputi daerah pantai utara Jawa dan Madura.6Namun

adanya paparan dengan penderita kusta disangkal oleh pasien.

Diagnosis dan klasifikasi kusta berdasarkan pada klinis, hapusan kulit dan

histopatologi (dilakukan pada tempat yang memiliki fasilitas tersebut). Terdapat 3 tanda

Page 9: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

kardinal meliputi lesi kulit hipopigmentasi atau eritematus dengan penurunan/ kehilangan

sensasi, keterlibatan saraf perifer, berupa penebalan dengan gangguan sensorik dan hapusan

sayatan kulit positif mengandung basil tahan asam.10

Ridley dan Jopling (1966) mendefinisikan 5 kolompok penyakit kusta [tuberkuloid

(TT), borderline tuberkuloid (BT), mid-borderline (BB), borderline lepromatosa (BL) dan

lepromatosa (LL)] berdasarkan bentuk klinis, bakteriologis, histologis dan imunologis.

Klasifikasi ini sangat berguna untuk tujuan penelitian tetapi sering tidak mudah diterapkan

pada kondisi di lapangan dan pusat kesehatan primer.10

Tabel 1. Karakteristik Klasifikasi Ridley-Jopling10

TT BT BB BL LL

Jumlah Biasanya 1-3 Sedikit

4-10

Beberapa

10-30

Banyak,

asimetris

>30

Tidak

terhitung,

Simetris

Ukuran Bervariasi,

biasanya besar

Bervariasi,

beberapa besar

Bervariasi Kecil,

beberapa besar

Kecil

Permukaan Sangat kering,

berskuama,

tampak

bengkak

Kering,

berskuama,

cerah &

terinfiltrasi

Tidak/sedikit

mengkilat

Mengkilat Mengkilat

Sensasi Hilang Berkurang Berkurang

sedang

Sedikit

berkurang

Tidak/ sedikit

terpengaruh

Rambut Hilang Hilang atau

sedikit

Berkurang

sedang

Sedikit

berkurang

Tidak

terpengaruh

pada awalnya

BTA 0 0 atau sedikit Berjumlah

sedang

Banyak Sangat

banyak, globi

Reaktifitas

Lepromin

+++ + atau ++ -/ + - -

Ciri-ciri MH tipe BT menunjukkan lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid

berupa makula besar pucat dan plak anestesi.Dapat tampak pemanjangan kecil dari lesi pada

satu sisi (pseudopodium) atau bahkan lesi satelit.Jumlah lesi bervariasi dari 3 hingga 10

dengan ukuran dan kontur yang bervariasi.Ukuran lesi cenderung membesar dan dapat

menutupi seluruh anggota gerak.Kehilangan sensasi kurang jelas daripada lesi TT.Lesi sering

Page 10: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

didapatkan pada wajah, aspek lateral ekstremitas, bokong dan skapula.Lesi makula

hipopigmentasi dengan batas yang jelas biasanya terasa kering bila disentuh karena hilangnya

kemampuan berkeringat.Pada lesi terdapat hilangnya sensasi sentuhan ringan atau suhu yang

jelas.Beberapa saraf perifer membesar secara ireguler dan berpola asimetri.Kerusakan saraf

adalah karakteristik yang sangat penting pada kusta BT dan anestesi atau defisit motorik

sering ditemukan saat pemeriksaan.Walaupun sedang diterapi dengan obat-obatan anti kusta,

kerusakan saraf dapat berkembang menjadi anestesi yang lebih luas dan destruksi serta

deformitas, kecuali jika penderita diawasi dan dilakukan pencegahan yang tepat.Hal

terpenting dari kusta BT adalah kerentanannya timbul reaksi kusta tipe 1 pada kulit maupun

saraf. Penderita tersebut sebaiknya diperiksa dengan teliti adanya nyeri saraf dan tanda awal

kelemahan atau anestesi tangan dan kaki yang membutuhkan intervensi segera.10

Sedangkan kusta tipe BB adalah termasuk spektrum yang tidak stabil dan kebanyakan

turun tingkat ke arah LL jika tidak diterapi.Tampak beberapa lesi kulit dengan

kecenderungan menjadi simetris.Lesi terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran termasuk papul,

plak, lesi sirsinata dan nodul (jarang). Karakteristik lesi kulit adalah lesi anuler dimana batas

dalamnya tampak tegas disebut „punched out‟ dan batas luarnya lebih kabur dan landai

terhadap kulit normal. Pada wajah dapat tampak infiltrasi dengan kadang-kadang nodul pada

telinga dan dagu.Karena ketidak stabilan imunologis, keadaan BB tidak berlangsung lama

dan secara cepat berubah menjadi BT atau BL. Kerusakan saraf bervariasi.Jika pasien

mengalami penurunan tingkat dari BT banyak saraf dapat terkena namun asimetri. Pada

pasien yang mengalami perbaikan dari BL, sering karena pengobatan, saraf perifer akan

terkena tetapi tidak banyak defisit neurologis kecuali bila terjadi reaksi tipe 1. Kehilangan

sensorik perifer dalam pola simetri pada BB jarang didapatkan.10

Pada kasus, pasien ini mengeluhkan adanya bercak kemerahan dengan warna putih di

bagian tengahnya disertai rasa tebal sejak 3 tahun yang lalu.Awalnya muncul di lengan kiri.

Sejak 1 tahun yang lalu, bercak membesar dan muncul di area tubuh lain seperti lengan

kanan, tungkai dan punggung. Pasien juga mengeluh kesemutan pada tangan kanan dan mati

rasa pada telapak tangan kanan. Pada pemeriksaan status dermatologis, pada regio brachii-

antebrachii dekstra dan sinistra, tengkuk, punggung, dan kedua lutut didapatkan effloresensi

berupa plak eritema multipel, bentuk oval-geografika, batas tegas, ukuran 0,5x1,5 cm hingga

6x10cm dengan central clearing (punched out lesion) dan lesi satelit berupa plak eritema.

Page 11: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

Pada pasien juga didapatkan penebalan saraf ulnaris dan medianus, defisit neurologis

(sensorik dan motorik) dan deformitas berupa clawhand pada tangan kanan. Pemeriksaan

bakteriologis dengan pengecatan Ziehl-Neelsen tidak ditemukan basil tahan asam (BTA) baik

pada cuping telinga kanan, cuping telinga kiri, maupun pada lesi. Sehingga diagnosis banding

pada pasien kasus ini adalah morbus hansen tipe BB dengan diagnosis banding tipe BT

disertai claw hand dekstra.

Idealnya setiap penderita kusta sebaiknya dilakukan pemeriksaan biopsi kulit untuk

konfirmasi diagnosis dan tipe kusta, untuk mengidentifikasi komplikasi seperti

reaksi.11

Terdapat 2 tipe perubahan histologis yang berbeda pada kusta; reaksi lepromatosa,

dimana sejumlah besar makrofag pada dermis berisi basil tahan asam dan reaksi tuberkuloid

dimana tampak agregat seperti tuberkel dari sel-sel epiteloid, sel raksasa berinti banyak dan

limfosit, basil sulit ditemukan. Pola histologi tersebut tampak pada spektrum polar kusta,

tetapi dapat tumpang tindih pada bentuk borderline.12

Histologi kusta tipe BT menunjukkan bentukan tuberkel yang lebih jarang daripada

kusta TT dan destruksi saraf tidak lengkap. Subepidermal Grenz zone tampak secara

bervariasi.Sel langhans dan limfosit biasanya tidak sebanyak pada granuloma kusta

TT.Sedangkan pada kusta tipe BB, tampak kelompok-kelompok sel epiteloid tanpa terbentuk

granuloma berbatas tegas.Tidak tampak sel-sel raksasa Langhans dan limfosit lebih tersebar.

Kadang-kadang basil dapat ditemukan.12

Pada kasus ini, hasil pemeriksaan histopatologi sediaan kulit dari lesi daerah tengkuk

(12 September 2015, dengan nomor PA 3849/PP/2015) tidak tampak area Grenz zone.Pada

dermis bagian atas tampak struktur granuloma-granuloma tersusun oleh sel-sel epiteloid

histiosit, sebagian granuloma tampak di perineural.Disekitr granuloma-granuloma tersebut

terdapat serbukan padat limfosit hingga ke perineural.Pada pulasan Ziehl-Nielsen tidak

tampak kuman Mycobacteriumleprae.Kesimpulan gambaran morfologi sesuai untuk morbus

Hansen tipe borderline tuberkuloid (BT).

Kusta dalam bahasa Sansekerta “Kushnati” yang berarti berangsur-angsur akan habis,

menggambarkan bahwa individu yang terkena kusta cenderung menjadi cacat. Menurut

beberapa penelitian, didapatkan beberapa resiko terjadinya kecacatan yaitu jenis kelamin,

umur, pendidikan, reaksi kusta, tipe kusta, tingkat pengetahuan, keteraturan berobat, lama

sakit, pekerjaan, diagnosis dini dan perawatan diri.Cacat cenderung lebih sering terjadi pada

laki-laki dibanding dengan perempuan, diperkirakan berkaitan dengan pekerjaan berat dan

Page 12: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

kasar, kebiasaan keluar rumah dan merokok. Sedangkan usia, didapatkan bahwa semakin tua

usia penderita maka kemampuan sistem saraf berkurang sehingga lebih sering terjadi

paralisis. Selain itu, tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi penderita untuk

kurang merawat diri sehingga kerusakan akan bertambah berat. Yang tak kalah pentingnya

yaitu reaksi kusta, suatu periode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta akibat reaksi

kekebalan tubuh, dapat merugikan penderita. Reaksi ini dapat terjadi pada penderita sebelum

mendapat pengobatan, dalam pengobatan maupun setelah pengobatan.13

Pada kasus, pasien

adalah laki-laki berusia 29 tahun dengan pendidikan terakhir SMU dan pekerjaan sebagai

sales.

Patofisiologi kecacatan akibat kusta dapat disebabkan oleh infiltrasi basil pada kulit

dan saraf maupun akibat reaksi kusta berupa neuritis akut yang dapat menimbulkan gangguan

fungsional pada saraf. Infiltrasi kuman pada jaringan (sering pada kusta lepromatosa) dapat

menimbulkan hilangnya alis mata, depresi hidung, keriput kulit wajah. Sedangkan kerusakan

saraf tepi dapat disebabkan neuritis akibat kuman kusta dan respon imun penjamu.14

Masuknya basil ke dalam saraf perifer dapat menjadi langkah pertama tejadinya

neuropati pada kusta.Terdapat dua jalur dimana basil kusta dapat memasuki saraf

perifer.Jalur pertama yaitu melalui aliran darah dan limfe.Serta jalur kedua penyebaran sel ke

sel melalui sel Schwann dimulai dari distal ke proksimal. Sebenarnya kerusakan saraf tepi

sudah mulai terjadi saat muncul manifestasi penyakit kusta dan kompartemen sensorik adalah

bagian yang sering terkena.15

Sedangkan keterlibatan saraf motorik terjadi akibat kerusakan saraf campuran (suatu

sabut saraf yang terdiri dari cabang sensorik dan motorik).Contohnya, pada saraf ulnaris

terdapat cabang sensorik dan motorik yang terpisah pada funikuli yang berbeda pada

pergelangan tangan, dan bergabung kembali di daerah lengan bawah dan membentuk satu

atau dua funikuli besar di daerah siku.Perkembangan gangguan motorik pada saraf ulnaris

sangat tergantung dari lokasi ketinggiannya pada lengan bawah. Jika terjadi kompresi saraf

ulnaris di daerah pergelangan tangan dimana funikuli saraf kecil dan banyak, edema

inflamasi intraneural akan menghasilkan tekanan pada saraf yang tidak terlalu parah.

Sedangkan jika terjadi pada siku, dimana funikuli sedikit dan besar maka serabut saraf akan

lebih parah kerusakannya akibat kompresi.15

Lesi kulit cenderung terjadi pada daerah yang suhunya paling rendah (seperti aspek

ekstensor lengan bawah, siku, tangan, paha, tungkai, kaki, dan pipi) demikian juga saraf

Page 13: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

perifer yang menginervasinya (seperti saraf ulnaris, medianus, peroneal komunis, tibialis dan

trigeminus) juga turut terlibat.Dari studi pada lesi kulit oleh Khanolkar, dapat disimpulkan

bahwa organisme berdiam di akson dan dibawa secara sentripetal dalam aksoplasma seperti

ikan berenang ke hulu sungai.15

Pada kasus, lesi pasien terdapat pada lengan, tungkai dan

punggung.

Respon imun penjamu terhadap basilkusta berperan penting menghasilkan perubahan

struktural dan fungsional pada kusta melalui aktivasi imun dimediasi sel maupun imunitas

humoral yang teraktivasi dalam berbagai derajat dalam reaksi kusta dan basil kusta sendiri

yang nampaknya tidak terlalu menimbulkan kerusakan yang signifikan. Sebagai hasil akhir

dari keterlibatan saraf yang berat adalah hilangnya serabut saraf dan digantikan dengan

jaringan ikat, seperti dibuktikan pada beberapa studi.15

Telah diketahui sejak lama bahwa penyakit kusta dapat menyebabkan disabilitas dan

kecacatan.16

Sebagian besar masalah kecacatan pada kusta ini terjadi akibat penyakit kusta

yang terutama menyerang saraf tepi. Menurut Srinivasan, saraf perifer yang terkena akan

mengalami beberapa tingkat kerusakan. Pertama, stage of involvement, pada tingkat ini

penebalan saraf dan mungkin disertai nyeri tekan dan ganguan nyeri spontan pada saraf

tersebut, tetapi belum disertai gangguan fungsi seperti anestesi atau kelemahan otot.Tahap

berikutnya, stage of damage, saraf telah rusak dan terganggu fungsinya (otonom, sensoris dan

motorik).Diagnosis stage of damage dapat ditegakkan, bila saraf telah mengalami paralisis

tidak lengkap dan paralisis lengkap tidak lebih dari 6-9 bulan.Dengan pengobatan pada

tingkat ini kerusakan saraf yang permanen dapat dihindari.Tahap akhir, stage of destruction,

adalah tahapan dimana saraf telah rusak secara lengkap atau paralisis saraf secara lengkap

lebih dari satu tahun. Pada tingkat ini walaupun dengan pengobatan fungsi saraf ini tidak

dapat diperbaiki.8Terdapat sejumlah besar kasus yang telah menyelesaikan pengobatan multi

drug treatment (MDT) namun mengalami berbagai kecacatan dan disabilitas sebagai

konsekuensi kerusakan saraf permanen.16

Cacat tubuh tersebut dapat dicegah apabila diagnosis dan penanganan penyakit

dilakukan secara dini. Kecacatan akibat kerusakan saraf tepi dapat dibagi menjadi tiga tahap,

yaitu: Tingkat I, terjadi kelainan pada saraf, berbentuk penebalan saraf, nyeri, tanpa gangguan

fungsi gerak, namun telah terjadi gangguan sensorik; Tingkat II, terjadi kerusakan pada saraf,

timbul paralisis tidak lengkap atau paralisis awal termasuk pada otot kelopak mata, otot jari

tangan dan otot kaki. Pada stadium ini masih dapat terjadi pemulihan kekuatan otot.Bila

Page 14: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

berlanjut, dapat terjadi luka (di mata, tangan dan kaki) dan kekakuan sendi; Tingkat III,

terjadi penghancuran saraf. Kelumpuhan akan menetap. Pada stadium ini dapat terjadi infeksi

yang progresif dengan kerusakan tulang dan kehilangan penglihatan.8

Cacat yang timbul pada penyakit kusta dapat dikelompokkan menjadi dua

kelompok.Kelompok cacat primer, ialah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh

aktivitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap M. leprae. Termasuk

cacat primer adalah (1) Cacat pada fungsi saraf sensorik (misal: anestesi); fungsi saraf

motorik (missal: claw hand, wrist drop, foot drop, claw toes, lagoftalmus) dan cacat fungsi

otonom dapat menyebabkan kulit menjadi kering, elastisitas kulit berkurang, serta gangguan

reflex vasodilatasi (2) Infiltrasi kuman pada kulit dan jaringan subkutan menyebabkan kulit

berkerut dan berlipat-lipat (fasies leonine, blefaroptosis, ektropion). Kerusakan folikel rambut

menyebabkan alopesia atau madarosis, keruskan pada glandula sebasea dan sudorifera

menyebabkan kulit kering dan tidak elastis (3) Cacat pada jaringan lain akibat infiltrasi

kuman kusta dapat terjadi pada tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, tulang, testis dan bola

mata.8

Sedangkan kelompok cacat sekunder terjadi akibat cacat primer, terutama akibat

adanya kerusakan saraf. Anestesi akan memudahkan terjadinya luka akibat trauma mekanis

atau termis yang dapat mengalami infeksi sekunder dengan segala akibatnya. Kelumpuhan

motorik menyebabkan kontraktur sehingga dapat menimbulkan gangguan menggenggam atau

berjalan, juga memudahkan terjadinya luka. Cacat pada tangan dan kaki dibagi menjadi tiga

tingkat kecacatan menurut WHO (1988) yaitu tingkat 0 (tidak ada anestesi dan kelainan

anatomis), tingkat 1 (ada anestesi, tanpa kelainan anatomis) dan tingkat 2 (terdapat kelainan

anatomis).8

Dalam kondisi normal tangan dengan mudah melakukan berbagai gerak spesifik,

misalnya menggenggam, mencengkeram, menjepit dan lain-lain. Kelemahan otot tangan akan

menyebabkan hilangnya kemampuan gerak tersebut. Pada gangguan saraf ulnaris terdapat

anestesi pada ujung jari bagian anterior kelingking dan jari manis. Clawing kelingking dan

jari manis, atrofi hipotenar dan otot interoseus dorsalis. Pada pergelangan tangan, fleksi

melemah dan abduksi ke arah ulnar tidak mampu serta ketidakmampuan adduksi ibu jari.Juga

terjadi gangguan sensasi pada sisi ulnar tangan dan jari ke V. Terjadi gangguan vasomotor,

yaitu kulit menjadi dingin, kering dan pucat pada sisi ulnar tangan. Kuku jari ke V sering

rusak dan luka sering terjadi karena gangguan sensasi serta gangguan proses penyembuhan.17

Page 15: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

Sedangkan gangguan saraf medianus dapat menyebabkan anestesi pada ujung jari

bagian anterior ibu jari telunjuk dan jari tengah; tidak mampu adduksi ibu jari; clawing ibu

jari, telunjuk dan jari tengah serta ibu jari kontraktur. Jika terjadi kombinasi gangguan saraf

ulnaris dan medianus maka pergelangan tangan akan hiperekstensi dan tangan menetap ke

arah radial. Ibu jari abduksi, gerakan fleksor abduksi ataupun adduksi jari-jari tidak dapat

dikerjakan.Atrofi pada dorsal interoseus tenar, hipotenar, gambaran tendon fleksor

menonjol.Gangguan sensasi terjadi hampir pada seluruh tangan. Gangguan otonomik seperti

pada gangguan saraf ulnaris juga terjadi.17

Pada kasus, didapatkan gangguan saraf perifer meliputi fungsi sensorik, motorik dan

otonom.Fungsi sensorik yang terganggu meliputi rasa raba, suhu dan nyeri pada lesi kulit dan

tangan kanan.Fungsi motorik yang terganggu adalah deformitas digiti 1-5 manus

dekstra.Pada pemeriksaan juga didapatkan penebalan pada nervus ulnaris dekstra dan

medianus dekstra.Juga didapatkan atrofi otot tenar dan hipotenar.

Oleh karena kecacatan kusta adalah akibat gangguan saraf perifer, maka pemeriksaan

saraf perifer harus dilakukan secara teliti dan benar, namun cukup sederhana dan

murah.Pemeriksaan ini meliputi fungsi sensorik, motorik dan otonom.Fungsi sensorik dapat

diperiksa pada telapak tangan, yaitu daerah yang dipersarafi oleh n. ulnaris dan

medianus.Juga pada daerah telapak kaki untuk daerah yang dipersarafi oleh n. tibialis

posterior. Untuk fungsi motorik, otot yang diperiksa adalah otot-otot yang dipersarafi oleh n.

fasialis dengan memeriksa penutupan bola mata; n. ulnaris dengan memeriksa kekuatan m.

abduktor digiti minimi; n. medianus dengan memeriksa kekuatan m. abduktor pollisis brevis;

n. radialis dengan memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan tangan; n. peroneus dengan

memeriksa kekuatan fleksidorsal pergelangan kaki baik pada arah eversi maupun inversi; dan

n. tibialis posterior dengan memeriksa kekuatan otot trisep surae, tibialis posterior, fleksor

halusis longus dan fleksor digitorum longus.Sedangkan fungsi otonom diperiksa dengan

memegang tangan/ kaki pasien untuk menilai kebasahan telapak tangan maupun kaki (fungsi

kelenjar keringat). Pada tahap awal, bila berbagai gangguan ini cepat diketahui, maka dengan

terapi medikamentosa serta tindakan perlindungan saraf dari kerusakan lebih lanjut, maka

hasilnya akan sangat baik.8

Diantara penderita kusta yang telah sembuh terdapat beberapa dari mereka yang tidak

memiliki kecacatan tetapi dapat berkembang menjadi cacat akibat kelalaian dalam merawat

anggota tubuhnya yang telah mati rasa.16

Kusta dan kecacatannya tersebut sering

Page 16: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

menimbulkan dampak sosial yang dapat memperburuk kondisi psikososial

penderita.Penderita kusta sering dikucilkan, ditolak, dipersalahkan atau tidak dihargai oleh

keluarga, teman dan komunitasnya.Penderita kusta juga mendapat kesulitan untuk diterima

masuk sekolah atau bekerja. Penerimaan sosial masih menjadi realita yang harus dihadapi

kebanyakan pasien kusta.18

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah memutus rantai penularan untuk

menurunkan insiden penyakit, menyembuhkan penderita dan mencegah timbulnya cacat.

Berdasarkan klasifikasi WHO (1997) untuk kepentingan pengobatan, penderita kusta dibagi

menjadi 3 kelompok, yaitu pausibasiler dengan lesi tunggal, pausibasiler dengan lesi 2-5 buah

dan penderita multibasiler dengan lesi lebih dari 5 buah. Oleh sebab itu skema rejimen MDT

WHO menjadi sebagai berikut: (a) Rejimen PB dengan lesi kulit 2-5 buah, terdiri atas

rifampisin 600 mg sebulan sekali, dibawah pengawasan, ditambah dapson 100 mg/hari (1-2

mg/ kg berat badan) swakelola, selama 6 bulan. (b) Rejimen MB dengan lesi kulit lebih dari 5

buah, terdiri atas kombinasi rifampisin 600 mg sebulan sekali di bawah pengawasan, dapson

100 mg/hari swakelola, ditambah klofazimin 300 mg sebulan sekali diawasi dan 50 mg/hari

swakelola. Lama pengobatan 1 tahun. (c) Rejimen PB dengan lesi tunggal, terdiri atas

Rifampisin 600 mg, ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan Minoksiklin 100 mg dosis

tunggal.19

Pada kasus, penderita terdapat banyak lesi kulit dan dari pemeriksaan hapusan sayatan

kulit didapatkan BTA negatif dan hasil pemeriksaan histopatologi MH tipe BT. Oleh karena

itu, penderita diberikan pengobatan pausibasiler.

Sedangkan untuk cacat kusta lebih baik dan ekonomis dilakukan pencegahan daripada

penanggulangan.Pencegahan ini harus dilakukan sedini mungkin, baik oleh petugas

kesehatan, maupun oleh penderita itu sendiri dan keluarganya. Pencegahan cacat ditujukan

untuk mencegah timbulnya cacat pada saat diagnosis kusta ditegakkan dan diobati, mencegah

agar cacat yang telah terjadi jangan menjadi lebih berat dan menjaga agar cacat yang telah

baik tidak kambuh lagi.17

Upaya pencegahan cacat terdiri dari upaya pencegahan cacat primer dan sekunder.

Upaya pencegahan cacat primer meliputi diagnosis dini, pengobatan secara teratur dan

adekuat, diagnosis dini dan penatalaksanaan neuritis, diagnosis dini dan penatalaksanaan

reaksi. Sedangkan pencegahan cacat sekunder dapat berupa perawatan diri sendiri untuk

mencegah luka; latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah

Page 17: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

terjadinya kontraktur; bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan

agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan; bedah septik untuk mengurangi perluasan

infeksi sehingga pada proses penyembuhan tidak terlalu banyak jaringan yang hilang dan

perawatan mata, tangan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan otot.17

Pada

kasus pasien diterapi dengan MDT paket pausibasiler selama 6 bulan, vitamin B1 B6 B12

1x1 sehari, latihan sendi dan KIE pencegahan dan perawatan tangan yang mati rasa.

Pencegahan dan perawatan cacat tangan dan kaki dapat dilakukan oleh penderita

sendiri atau keluarganya sebagai berikut. Mengamati dan melaporkan kepada petugas

kesehatan adanya perubahan rasa, berkurangnya kekuatan otot, nyeri saraf; timbulnya luka,

kulit pecah-pecah atau kekakuan sendi; luka yang tidak sembuh-sembuh dan perlu perbaikan/

ganti alat bantu atau alat pelindung. Perawatan tangan dan kaki yang perlu dilakukan bila ada

kelemahan otot adalah latihan secara aktif, tetapi bila kekuatan otot sudah tidak ada atau

hampir hilang dapat dilakukan secara pasif.Pertahankan range of movement (ROM) sendi-

sendi tangan dengan latihan ROM baik pasif maupun aktif. Bila telah timbul kontraktur harus

dilakukan latihan peregangan.17

Latihan baik aktif maupun dibantu berfungsi untuk meningkatkan kekuatan otot,

mempertahankan tonusnya dan mencegah disuse atrofi, kekakuan sendi dan

kontraktur.Karena latihan dapat menyebabkan hipertrofi serat otot yang tersisa dan

mengkompensasi serat yang rusak.Latihan aktif dilakukan untuk kelemahan sendi dini dan

tidak lengkap.Sedangkan latihan aktif dengan bantuan digunakan untuk mencegah kerusakan

struktur anatomi karena adaptasi postur.Misalnya kerusakan bagian ekstensor jari-jari akibat

clawing dan fleksi konstansendi interfalangs proksimal dapat diminimalkan dengan

menyangga sendi metakarpofalangeal pada fleksi sudut 90o untuk mencegah peregangan dan

kerusaan ekstensor lebih lanjut.Sedangkan padalatihan pasif, pergerakan sendi sepenuhnya

dengan bantuan dari luar. Tujuannya untuk mempertahankan ROM penuh sehingga tidak

terjadi kontraktur pada kelompok otot lawannya atau sendi itu sendiri.20

Pasien dengan tangan dan kaki yang mati rasa tanpa disadari bisa melukai dirinya

sendiri.Oleh karena itu diperlukan beberapa tindakan sederhana perawatan tangan dan kaki

untuk mencegah kecacatan.Untuk tangan/kaki yang kering, pecah dan terbelah dianjurkan

setiap hari direndam dalam air selama 20 menit dan diolesi minyak/vaselin secara teratur.

Dianjurkan untuk menghindari benda-benda tajam atau panas, memakai sepatu atau sandal

untuk melindungi kaki terhadap luka, bila perlu memakai alat bantu jalan (tongkat). Untuk

Page 18: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

tangan/kaki yang luka dianjurkan untuk membersihkannya dengan sabun dan air lalu dibalut

dengan kain bersih dan diistirahatkan.8

Pada kasus, dari bagian rehabilitasi medis pasien didiagnosis claw hand et kausa MH

tipe BT. Penatalaksanaan yang diberikan adalah elektro stimulasi otot intrinsik tangan,

latihan range of movement (ROM), pergerakan dan fungsional tangan.

Untuk perawatan tangan yang mati rasa, pasien perlu memeriksa tangannya setiap hari

untuk mencari tanda-tanda luka seperti kemerahan, kulit melepuh, luka dan lain-lain.Tangan

yang mati rasa perlu direndam setiap hari dalam air dingin selama 20 menit.Dalam keadaan

masih basah perlu dioleskan minyak.Kulit yang keras dan tebal perlu digosok agar menjadi

tipis dan halus.Jari-jari yang bengkok perlu diurut lurus agar sendi tidak menjadi kaku.

Tangan yang mati rasa perlu dilindungi dengan menghindari panas dan benda-benda yang

tajam dan kasar.17

Proteksi tangan dapat dilakukan dengan memakai sarung tangan waktu bekerja,

berhenti merokok, tidak menyentuh gelas/barang panas secara langsung dan melapisi gagang

alat-alat rumah tangga dengan bahan lembut.Pembidaian dapat dilakukan untuk jari dan

pergelangan tangan agar tidak terjadi deformitas.Bidai dipasang pada anggota gerak

fungsional saat timbul reaksi penyakit. Bidai dapat mengurangi nyeri dan mencegah

kerusakan saraf.21

Bidaidapat digunakan untuk memelihara jari-jari pada claw hand.Bidai statik untuk

mepertahankan posisi sendi sedangkan bidai dinamik digunakan untuk melatih jari-jari. Bidai

yang umum digunakan untuk deformitas tangan antara laingutter splint, finger loop splint,

opponent splint, adductor band dan plasterof Paris. Gutter splint adalah bidai statik

berbentuk tabung terbelah, terbuat dari bahan polivinil tebal dilapisi flannel dengan perekat

velkro pada pengikatnya. Finger loop splint adalah bidai melingkar yang terbuat dari bahan

yang lembut dengan lubang terbuka pada ujungnya.Melalui lubang ini sebuah tali karet

dikaitkan dan diikat. Pada ujung lain tali karet terikat pada ban pergelangan tangan dengan

tegangan tertentu. Ini adalah bidai dinamis yang digunakan untuk melatih jari-jari dan

membantu meluruskan sistem ekstensor jari-jari.Opponents splintsama dengan loop splint

tetapi lingkarannya lebih lebar, berfungsi untuk memfasilitasi pergerakan diagonal dari ibu

jari. Adductor band terdiri dari ban lurus dengan perekat velkro pada ujungnya. Selanjutnya,

plaster of Paris digunakan untuk sendi interfalang proksimal untuk mengatasi kontraktur

secara bertahap.20

Page 19: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

Gambar 15.Aneka bidai searah jarum jam: adductor band, finger loop splint, opponent splint dan gutter splint.

Gambar 16.Plaster of Paris: cylindrical splint dan thumbweb splint.

Prinsip yang penting pada perawatan sendiri untuk pencegahan kecacatan adalah

penderita mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat resiko terjadinya luka

sehingga penderita harus melindungi tempat resiko tersebut.Penderita dapat melakukan

perawatan kulit dan melatih sendi bila mulai kaku. Bila terdapat luka, penderita dapat

membersihkannya dan mengurangi tekanan pada luka dengan istirahat.17

Pemulihan dari gangguan neurologis terbatas, tetapi lesi kulit biasanya bersih dalam

tahun pertama pengobatan.Perubahan warna dan kerusakan kulit biasanya menetap.Terapi

fisik, bedah rekonstruktif, transplantasi saraf dan tendon dan pembebasan kontraktur secara

bedah dapat meningkatkan kemampuan fungsional penderita lepra.Deformitas yang sering

tersisa adalah kaki mati rasa seperti yang terjadi pada penderita diabetes.22

Prognosis pada

kasus adalah dubius ad bonam.

Page 20: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

SIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus MH tipe BT pada seorang laki-laki usia 29 tahun yang disertai

dengan cacat kusta tingkat 2 berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis didapatkan bercak kulit mati rasa pada kedua lengan, tungkai dan

punggung, lemah pada jari-jari tangan kanan serta kesemutan dan mati rasa telapak tangan

kanan.Pasien berasal dari Madura dan pindah ke Denpasar sejak 8 tahun yang lalu.Pada

pemeriksaan fisik didapatkan kelemahan digiti I-V manus dekstra.Pada pemeriksaan saraf

didapatkan pembesaran saraf medianus dekstra dan ulnaris dekstra.Pemeriksaan sensibilitas

didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri dan suhu pada lesi kulit dan telapak tangan

kanan.Terdapat gangguan pada VMT fungsi saraf ulnaris dan saraf medianus.Status

dermatologi pada lokasi regio brachii-antebrachii dekstra dan sinistra, tengkuk, punggung,

dan kedua lutut didapatkan effloresensi berupa makula hipopigmentasi

multipel.Penatalaksanaan yang diberikan dari bagian kulit dan kelamin adalah MDT MB

paket I dan vitamin B1 B6 B12 serta konsul bagian rehabilitasi medis diberikan stimulasi otot

intrinsik tangan, latihan range of movement (ROM), pergerakan dan fungsional

tangan.Prognosis pada pasien dubius ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Thorat MD, Sharma P. In: Epidemiology. In: IAL Textbook of Leprosy. 1st ed. India:

Jaypee Brothers Medical Publishers, 2010; 24-31.

2. Amirudin MD, Hakim Z, Darwis E. Diagnosis penyakit kusta. In: Kusta. 2nd

ed.

Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2003; 12-32.

Page 21: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal

3. Mishra RS, Kumar J. Classification. In: IAL Textbook of Leprosy. 1st ed. India:

Jaypee Brothers Medical Publishers, 2010; 144-51.

4. Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jendral Kementerian Kesehatan RI. Menkes

canangkan resolusi Jakarta guna hilangkan stigma dan diskriminasi kusta. Indonesia:

Depkes; 2015.

5. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Kusta. Indonesia;

2015. 1-7.

6. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2013. Profil kesehatan Provinsi Jawa Timur

tahun 2012. Indonesia: Dinkes Jatim; 2013.1-18.

7. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil kesehatan Provinsi Bali tahun 2013.Indonesia:

Dinkes Bali; 2014.1-24.

8. Wisnu IM, Hadilukito G. Pencegahan cacat kusta. In: Kusta. Indonesia: Balai Penerbit

FK UI, 2003; 83-93.

9. Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Leprosy. In: Wolff, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest

BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick‟s Dermatology in General Medicine.

7th

ed. New York: Mc Graw Hill companies, 2008; 1786-96.

10. Kumar B, Dogra S. Case definition and clinical types. In: IAL Textbook of Leprosy.

1st ed. India: Jaypee Brothers Medical Publishers, 2010; 152-66.

11. Job CK, Ponnaiya J. Laboratory diagnosis. In: IAL Textbook of Leprosy. 1st ed. India:

Jaypee Brothers Medical Publishers, 2010; 176-88.

12. Weedon D. Bacterial and rickettsial infections. In: Weedon‟s Skin Pathology. 3rd

ed.

United Kingdom: Churchill Livingstone Elsevier, 2010; 548-72.

13. Susanto N. Faktor-faktor yang berhubungan dengantingkat kecacatan penderita kusta.

Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada; 2006.

14. Shah N, Shah A. Deformities of face, hands and feet, and their management. In: IAL

Textbook of Leprosy. 1st ed. India: Jaypee Brothers Medical Publishers, 2010; 424-

46.

15. Shetty VP. Pathomechanisms of nerve damage. In: IAL Textbook of Leprosy. 1st ed.

India: Jaypee Brothers Medical Publishers, 2010; 237-45.

16. Shah N. Working towards a leprosy free world providing comprehensive care. India:

Novartis, 2012; 1-19.

17. Putra IB. Pencegahan kecacatan pada tangan pendeita kusta. Indonesia: USU e-

Repository; 2008. 1-13.

18. Gopal PK. Aspek psikososial. In: IAL Textbook of Leprosy. 1st ed. India: Jaypee

Brothers Medical Publishers, 2010; 560-4.

19. Soebono H, Suhariyono B. Pengobatan penyakit kusta. In: Kusta. Indonesia: Balai

Penerbit FK UI, 2003; 66-74.

20. Malaviya GN. Deformity/ disability prevention. In: IAL Textbook of Leprosy. 1st ed.

India: Jaypee Brothers Medical Publishers, 2010; 447-66.

21. Nuhonni SA, Cholis M. Rehabilitasi medik I. In: Kusta. Indonesia: Balai Penerbit FK

UI, 2003; 94-103.

22. Smith DS. Leprosy follow-up. Medscape. July 22nd

2014. Available in:

http://www.medscape.com

Page 22: MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI …erepo.unud.ac.id/id/eprint/5066/1/d3c957b496de9bc2c2983f84f84fd… · LAPORAN KASUS Kepada Yth: Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal