14
15 Jurnal At-Tajdid * Dosen STIT Muhammadiyah Pacitan KURIKULUM PENDIDIKAN HUMANIS RELIGIUS Muh. Mustakim * Abstract: e curriculum is the spirit of education, it is a necessity that the discussion may not be ruled out. Ideally curriculum as a tool to educate people well and help them explore and develop their tal- ents, interests, potential and competence to prepare them exercise their rights and obligations, taking responsibility for themselves, their communities and helped advance civilization. In the process of curriculum humanist-religious implications, there are several chal- lenges faced, first, religiosity tend to emphasize the vertical relation- ships and rituals, second, self-reliance and responsibility of the stu- dents, a third, a lack of understanding of human potential will lag in learning. Fourth, the dominance of emotional involvement. Fifth, the curriculum is assumed not understand the complexity of the needs of society, the sixth, the implications of the model curriculum takes a long time and considerable cost especially when not all teachers are able to understand and follow the diversity of students. Keywords: Curriculum, Education, Humanist-Religious

Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

15

Jurnal At-Tajdid

* Dosen STIT Muhammadiyah Pacitan

KURIKULUM PENDIDIKAN HUMANIS RELIGIUS

Muh. Mustakim*

Abstract: The curriculum is the spirit of education, it is a necessity that the discussion may not be ruled out. Ideally curriculum as a tool to educate people well and help them explore and develop their tal-ents, interests, potential and competence to prepare them exercise their rights and obligations, taking responsibility for themselves, their communities and helped advance civilization. In the process of curriculum humanist-religious implications, there are several chal-lenges faced, first, religiosity tend to emphasize the vertical relation-ships and rituals, second, self-reliance and responsibility of the stu-dents, a third, a lack of understanding of human potential will lag in learning. Fourth, the dominance of emotional involvement. Fifth, the curriculum is assumed not understand the complexity of the needs of society, the sixth, the implications of the model curriculum takes a long time and considerable cost especially when not all teachers are able to understand and follow the diversity of students.

Keywords: Curriculum, Education, Humanist-Religious

Page 2: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 3, No. 1, Januari 201416

Kurikulum Pendidikan Humanis Religius

Kurikulum merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem pendidikan. tanpanya sistem pendidikan tidak dapat dikatakan sempurna. karena kurikulum merupakan ruh (spirit) yang menjadi ge-rak sistemik suatu sistem pendidikan1.

Idealnya kurikulum sebagai alat untuk mendidik manusia de-ngan baik dan membantu mereka mengeksplorasi dan mengembang-kan bakat, minat, potensi dan kompetensinya guna menyiapkan mereka menjalankan hak dan kewajibannya, memikul tanggungjawab bagi diri sendiri, masyarakat dan bangsanya serta turut memajukan peradaban bangsanya2.

Namun, dalam konfigurasi sistem pendidikan di Indonesia per-ubahan kurikulum yang sering kali berubah, setidaknya sepuluh kali dimulai dari Rentjana Pelajaran 1947; warisan dari pemerintahan kolo-nial belanda, Rentjana Pelajaran Terurai 1952; Rentjana Pendidikan 1964; Kurikulum 1968 Kurikulum 1975; dikenal Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Kurikulum 1984; cara belajar siswa aktif (CBSA). Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999; Kurikulum Berbasis Kompetensi 2002 dan 2004; Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dan yang terbaru kurikulum 2013 tampak de-generasi dalam tujuan utama kegiatan pendidikan3. Hal ini dapat dilihat dari semakin entatifnya praksis pendidikan yang semakin tidak berorien-tasi pada anak tetapi lebih pada impuls kepentingan politik praktis4.

Selain hal itu, ketika kita melihat sejarah peradaban dunia, beta-pa manusia mengagungkan kemampuan intelektual (nafsani) dan ke-

1 Haryanto al-Fandi, Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis, (Yogya karta : Ar-Ruzz Media, 2011), hlm.220

2 Omar Muhammad At-Toumy Al-Syaibany, Falsafat at-Tarbiyah al-Islamiyah, terj.Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam,( Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm.476

3 Haryanto al-Fandi, Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis, hlm.222

4 Sularto, Praksis Pendidikan Minus Visi : Catatan Atas Bongkar Pasang Kurikulum, Suplemen 60 Tahun Indonesia Merdeka, ( Jakarta : 16 Agustus 2005), hlm.53

PENDAHULUAN

Page 3: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol.3, No. 1, Januari 2014 17

Muh Mustakim

mapuan vokasional (indrawi)5. Terlebih ketika revolusi industri di ber-

bagai belahan dunia orang-orang berambisi melakukan percepatan in-

dustrialisasi dengan menekankan pada kedua kemampuan tersebut. Seiring dengan perkembangannya, timbullah perubahan dalam diri manusia, tanpa disadari telah menggeser kemanusiannya karena keke-

ringan akan nilai-nilai humanis.Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah reformulasi kurikulum yang

menyediakan ruang bagi peserta didik dalam mengeksplorasi minat, bakat dan kompetensi serta nilai-nilai humanismenya secara optimal. Proses pendidikan seharusnya mampu mengembangkan lima aspek pendidikan; unsur motorik, afeksi, kognisi, spiritual dan keseimbang-

an6. Hal ini akan terwujud dengan pendidikan humanis religius. Kurikulum adalah ruhnya pendidikan, maka pembahasannya

adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin dikesampingkan. Dalam tulisan ini, berusaha memvisualisasikan tiga permasalahan ber-

ikut :a. Bagaimana konsep pendidikan humanis religius? b. Bagaimana paradigma metode pembelajaran yang humanis religius? c. Apa saja tantangan dalam mengimplementasikan kurikulum huma-

nis religius?

Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa yunani, yaitu cur-rir yang artinya pelari dan currur yangberarti jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari7. Syaibani merumuskan kurikulum berasal dari kata (arab) manhaj yang bermakna jalan terang yang dilalui oleh manusia

5 Rusman, Manajemen Kurikulum, cetakan ketiga, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.31-32

6 unsur motorik untuk jasmani-biologis, afeksi untuk unsur psiko-sosiologis, kog-nisi untuk unsur akal-budi, spiritual untuk unsur keimanan dan keseimbangan yang diformulasikan dalam tiga bentuk keseimbangan ; keseimbangan dzikir, hati dan keseimbangan tingkah laku, lihat Jasa Ungguh Muliawan, Epistemologi Pendidikan, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2008), hlm.100-116

7 Haryanto al-Fandi, Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis, hlm.218

REAKTUALISASI KONSEP KURIKULUM HUMANIS RELIGIUS

Page 4: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 3, No. 1, Januari 201418

Kurikulum Pendidikan Humanis Religius

pada berbagai bidang kehidupannya8. Maka Syaibani mendefinisikan kurikulum sebagai jalan terang yang harus dilalui pendidik atau guru untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka9.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kurikulum didefinisikan se-bagai perangkat mata pelajaran yg diajarkan pada lembaga pendidik-an10; dalam sistem pendidikan Nasional Indonesia, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”11.

Humanis yang berasal dari akar kata human dengan segala bentuk derivasinya, yang kesemuanya memiliki arti yang berbeda antara satu dengan yang lain. Kata “human” memiliki arti: (1) bersifat manusiawi, (2) berperikemanusiaan (baik budi, luhur budi, dan sebagainya)12. Kata “humanis” memiliki arti: (1) orang yang mendambakan dan memper-juangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan azas-azas kemanusiaan; pengabdi kepentingan sesama umat manusia, dan (2) penganut faham yang manganggap manusia sebagai obyek yang terpenting. Kata “humanisme” (humanism : Inggris) memiliki arti: (1) aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan men-cita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik, (2) paham yang mengang-

8 Al-Majdiddin Al-Fairuz Abadi, al-Qamus al-Muhith dalam Omar Muham-mad At-Toumy Al-Syaibany, Falsafat at-Tarbiyah al-Islamiyah, , hlm.478

9 Ibid., hlm.47810 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud, Kamus Besar Ba-

hasa Indonesia, http://kbbi.web.id, diakses pada 23 Oktober 2013, 05 : 29 Wib11 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Lebih lan-

jut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik In-donesia dengan memperhatikan: a. Peningkatan iman dan takwa; b. Pening-katan akhlak mulia; c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. Tuntutan pembangu-nan daerah dan nasional; f. Tuntutan dunia kerja; g. Perkembangan ilmu pen-getahuan, teknologi, dan seni; h. Agama; i. Dinamika perkembangan global; j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

12 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Ba-hasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 361.

Page 5: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol.3, No. 1, Januari 2014 19

Muh Mustakim

gap manusia sebagai objek studi terpenting, karena paham ini meng-anggap individu rasional sebagai nilai paling tinggi, sebagai sumber nilai terakhir, dan mengabdi pada pemupukan perkembangan kreatif dan perkembangan moral individu secara rasional serta berarti tanpa acuan pada konsep-konsep tentang adikodrati13.

Sedangkan pengertian religius atau religion berasal dari kata relegere dalam bahasa Latin. Artinya berpegang kepada norma-norma. Sedangkan religius yang dimaksud di sini sangat terkait dengan nilai keagamaan yang terkait dengan hubungan dengan Tuhan bahwa manu-sia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Religius juga berakar pada ketuhanan yang selalu dikaitkan dengan amal atau perbuatan manusia untuk men-capai tujuan manusia itu sendiri.

Dari penjelasan di atas pendidikan humanis religius adalah lebih menekankan aspek kemerdekaan individu diintegrasikan dengan pen-didikan religius agar peserta didik dapat membangun kehidupan sosial yang memiliki kemerdekaan, yaitu menempatkan individu yang ra-sional dalam kedudukan yang tinggi dan sebagai sumber nilai paling puncak tetapi tidak meninggalkan dari nilai-nilai keagamaan atau de-ngan kata lain membentuk kesalehan individu hubungan antar manusia maupun Tuhan.

Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa pendidikan humanisme religius adalah proses pengajaran untuk mengembangkan pontensi yang berorientasi pada manusia seutuhnya dengan memperhatikan as-pek tanggungjawab hubungan dengan manusia dan hubungan dengan Tuhan sehingga memiliki kekuatan spirtual keagamaan, kesalehan indi-vidu yang diperlukan oleh diri, masyarakat bangsa dan negara.

Hemat penulis kurikulum pendidikan humanis religius berar-ti seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran un-tuk mengeksplorasi kreatifitas, mengembangkan motorik, afeksi, kog-nisi, spiritual dan keseimbangan siswa.

13 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm.295

Page 6: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 3, No. 1, Januari 201420

Kurikulum Pendidikan Humanis Religius

Kurikulum di pandang sebagai alat mendidik generasi sepanjang masa, guna membantu mereka untuk mengeksplorasi dan membantu mereka mengembangkan bakat, minat, potensi serta ketrampilan yang dimiliki14. Tugas mulia dan berkesinambungan ini tidak akan tercapai apabila para pelaku pendikan kurang memahami akan esensi tujuan se-buah kurikulum, content ataupun bangunan isi kurikulum itu sendiri dan metode untuk implementasinya.

Tujuan utama dari kurikulum pendidikan yang humanis dan

religius erat kaitannya dengan pertumbuhan pribadi yang ideal, Integritas dan otonom, kepribadian yang mantap dan mengembang-kan aktualisasi diri15. Maka kurikulum yang baik adalah ketika mam-pu mengantarkan peserta didiknya bukan hanya berkualitas dari sisi kecakapan kognitifnya, tetapi juga dari sisi estetis dan moral.

Kegiatan belajar dianggap berhasil apabila si pelajar mema-hami lingkungannya dan dirinya. Murid dalam proses belajar ha-rus ber usaha agar secara perlahan dia mampu mencapai aktualisasi diri dengan baik. Teori belajar humanistik ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelaku yang belajar, tidak dari sudut pandang pengamatan. Sehingga menjadi pribadi yang mampu mengaktualisasikan dirinya ditengah kehidupan masyarakat sesuai potensi yang dimilikinya.

Tujuan utama pendidik adalah membantu siswa untuk mengem-bangkan diri sendiri dengan cara membantu masing-masing indivi-du untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia dan mam-bantu dalam mewujudkan semua potensi yang ada dalam diri serta meletakkan keunikan pribadi manusia sebagai dasar kebijakan pen-didikan16.

14 Omar Muhammad At-Toumy As-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, hlm.47615 Rusman, Manajemen Kurikulum, hlm.3516 Lihat ; Munir Mulkhan, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian, saduran dari

buku John P. Miller, (Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2002) hlm.16

KURIKULUM PENDIDIKAN HUMANIS RELIGIUS

Tujuan Kurikulum Pendidikan Humanis Religius

Page 7: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol.3, No. 1, Januari 2014 21

Muh Mustakim

Manusia merupakan sumber inspirasi ilmu pendidikan yang

paling sempurna, unsur-unsur yang ada dalam diri manusia menjadi sumber inspirasi kurikulum pendidikan humanis religius. Bentuk sumber inspirasi tersebut adalah internal diri manusia, hasil karya cipta manusia dan reaksi alam atas perlakuan hidup manusia17.

Setiap insan terlahir ke dunia ini dalam keadaan yang berbe-da satu sama lain. Kombinasi perbedaan genetik dan pengalaman hidup (lingkungan) mentransformasi seseorang menjadi individu yang memiliki karakter dasar (potensi, minat dan bakat)18 yang unik, tidak ada seorang manusia pun memiliki karakteristik yang benar-benar sama. Bahkan, dua orang kembar identik sekalipun memiliki karakter yang berbeda. Maka, pendidikan humanis religius dengan prinsip dasar metodenya berusaha menjadi respon positif atas hal tersebut.

Bahkan, kategori sekolah unggulan bukan hanya didasarkan atas ketinggian prestasi kognitifnya, namun bercirikan atas dua hal19, yaitu :a. Fokus pada kualitas proses pembelajaran bukan input siswa /

peserta didik barub. Sekolah yang para gurunya mampu menjamin semua siswa

akan di bimbing ke arah perubahan yang lebih baik bagaimana-pun kualitas akademik dan moral yang ada pada diri mereka.Maka kategori sekolah / lembaga pendidikan unggulan seharus-

nya adalah sekolah yang memanusiakan manusia dalam arti meng-hargai segala potensi yang ada pada diri siswanya.

Dalam pendidikan humanis, ada beberapa hal pokok yang men-dasar20 yaitu: Pertama, Peserta didik harus memiliki pegangan substan-

17 Jasa Ungguh Muliawan, Epistemologi Pendidikan, (Yogyakarta : Gajahmada University Press, 2008), h.16

18 Munif Khatib, Sekolah Manusia ; Sekolah Berbasis Multiple Intellegences di In-donesia, (Bandung : Kaifa 2009), h.12

19 Munif Khatib, Sekolah Manusia ; Sekolah Berbasis Multiple Intellegences di In-donesia, h.95-96

20 Haryu Islamuddin, Psikologi pendidikan ( Jember: Stain Jember Press, 2011), 126

Landasan dan Isi Kurikulum Pendidikan Humanis Religius

Page 8: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 3, No. 1, Januari 201422

Kurikulum Pendidikan Humanis Religius

sial (a substantial hand) tentang arah pendidikan yang dilakukan, baik dalam hal memilih pelajaran dan tentang cara mempelajari nya. Kedua, Adanya unsur rasa dan unsur cipta yang harus diperhatikan dan per-lu dikembangkan dalam proses belajar mengajar karena kedua unsur tersebut terjadi secara stimulant yakni ketika siswa berfikir pada saat itu juga mereka merasa. Hal tersebut menuntut agar seorang pendidik yang biasanya lebih banyak berperan sebagai fasilitator dari pada pem-beri ilmu pengetahuan, agar tidak menciptakan jarak sosial dengan siswanya melainkan menjadi siswa senior yang selalu siap menjadi narasumber, konsultan dan sebagai juru bicara. Ketiga, Pendidik ha rus menciptakan lingkungan kelas yang dapat menjamin proses belajar mengajar, sebab salah satu ciri kelas humanis adalah lingkung an kelas yang aman dan nyaman agar siswa merasa yakin bahwa mereka dapat belajar dan dapat mengeerjakan hal-hal positif. Keempat, Pendidikan humanis diharapan untuk dapat membantu siswa agar mencapai per-wujudan dirinya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya, sehingga tujuan humanis dapat tercapai yaitu tercapainya derajat ma-nusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya ditengah kehidupan masyarakat sesuai potensi yang dimilikinya.

Pada prinsipnya model perilaku guru humanis terhadap siswa-nya adalah21: Mendengar pandangan realitas siswa secara kompre-henship, Menghormati individu siswa dan tampil alamiah otentik tanpa dibuat-buat.

Kurikulum Pendidikan Humanis Religius merupakan salah satu alternatif memperbaiki sistem kurikulum di Indonesia, tentu nya de-ngan dukungan semua pihak, baik pemerintah, orang tua siswa, ma-syarakat, guru, siswa dan semua civitas akademika pendidikan. Karena tanpa itu, akan sulit mewujudkannya. Adapun Implementasinya tidak harus menjadikannya mata pelajaran sendiri, akan tetapi diintegrasi-kan dengan kurikulum yang ada secara optimal.

21 Rusman, Manajemen Kurikulum,h.35

Page 9: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol.3, No. 1, Januari 2014 23

Muh Mustakim

Berdasarkan teori humanis proses belajar harus dimulai serta di-tujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia tersebut. Untuk itu, teori humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bi-dang kajian kepribadian dan psikoterapi, dimana teori ini sangat memperhatikan obyek yang dipelajari dari pada proses belajarnya.

Teori humanis ini lebih banyak membahas tentang konsep-kon-sep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, dan mengenai proses belajar dalam bentuk yang terbaik. Atau bisa di-katakan bahwa teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman mengenai proses belajar.

Di dalam pelaksanaannya, termasuk kategori belajar bermakna atau disitilahkan belajar adalah asimilasi penuh makna. Materi pel-ajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.

Motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam pros-es belajar, karena tanpa motivasi dan keinginan dari pihak pelajar, ti-dak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur konitif yang sudah ada. Teori ini berpendapat bahwa belajar apapun bisa di-manfaatkan jika tujuannya untuk mencapai aktualisasi diri, pemaha-man dan realisasi diri orang yang belajar dengan cara optimal.

Dalam mengembangkan teori humanis sangat memerhatikan dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitikberatkan pada kebesaran individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya. Nilai-nilai tanggung jawab personal, otonomi, tujuan, dan pemaknaan.

Kurikulum pendidikan humanis religius berusaha mengem-bangkan kognitif, estetis dan moral siswa. Dengan harapan bukan hanya menjadikan siswa cerdas dan mampu bekerja dengan baik, na-mun juga memiliki karakter dan etika yang baik.

Metode Pembelajaran pada Kurikulum Pendidikan Humanis Religius

Page 10: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 3, No. 1, Januari 201424

Kurikulum Pendidikan Humanis Religius

Adapun proses dan metode pembelajaran secara sederhana se-bagai berikut :

Paradigma Metode Pembelajaran Pada umumnya

Paradigma Pembelajarn Metode Humanis Religius

Guru Mengajar = Murid diajar

Proses guru mengajar tidak sama dengan proses murid belajar kare-na belajar dan mengajar adalah proses yang berbeda

Perencanaan Mengajar terletak pada bagaimana guru mengajar kemudian murid mengerti

Perencanaan mengajar terle-tak pada bagaimana murid bisa mengerti barulah merancang bagaimana guru mengajar

Guru Mengajar sehingga murid memahami

Cara murid memahami menjadi inspirasi cara guru mengajar

Guru sebagai central pengetahuan, dialah pemimpin pembelajaran yang harus mampu menguasai ke-las dan menjadi narasumber uta-manya

Guru sebagai fasilitator dan me-diator, dimana guru diharapkan mampu memberikan materi yang imajenatif dan menciptakan sua-sana menantang bagi siswa

Pembelajaran atas dasar kepen-tingan dan metode guru

Guru membangun komitmen sa-ling percaya dengan siswa dan hendaklah menyentuh emosi me-reka sebagai siswa yang memiliki keunikan masing-masing.

Berorientasi pada penguasaan subyek akademik.

Berorientasi pada subyek aka-demik dan rekonstruksi sosial.

)* dari berbagai sumber22 berdasarkan pemahaman penulis.

22 Lihat : Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed, terj.tim LP3S, Pendidikan Kaum Tertindas, cet.ke 7 ( Jakarta : Pustaka LP3S Indonesia, 2008), h.54. lihat juga : Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : Kencana, 2010), h.109-110., lihat juga John P. Miller, Humanizing The Classroom,(New York: Praeger Publisher, 1976) dan Munir Mulkhan, Cerdas di Kelas Sekolah Ke-pribadian, h.10-24.

Page 11: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol.3, No. 1, Januari 2014 25

Muh Mustakim

Beberapa hal yang menyebabkan sistem pendidikan humanis re-ligius tidak teraplikasi dengan baik, yaitu :▷ Kecenderungan orang-orang berpendidikan tinggi, yang seharus-

nya mampu menjadi teladan dalam menampilkan kepribadian adi-luhung, justru banyak yang terjerembab dalam kubangan kehidupan asusila. Gaya hidupnya menjarah kekayaan bangsa tanpa rasa ber-salah, pamer kemilau kuasa dan harta semakin kasat mata sementara sebagian besar rakyat hidup dalam belitan kemiskinan dan penderi-taan yang akut.

▷ Beberapa hal yang sampai saat ini masih menjadi fenomena sosial, yaitu : Ș Keberagamaan yang cenderung menekankan pada hubungan ver-

tikal dan kesemarakan ritual, Ș Sebagai akibat dari hal tersebut, maka kesalehan social masih jauh

dari orientasi masyarakat kita, Ș Potensi peserta didik belum dikembangkan secara proporsional,

pendidikan belum berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia atau individual oriented.

Ș Kemandirian anak didik dan tanggungjawab (responsibility) masih jauh dari capaian dunia pendidikan.

▷ Pendidikan kita mengalami proses “dehumanisasi”. Dikatakan demikian karena pendidikan mengalami proses kemunduran dengan terkikisnya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Bisa juga di-katakan bahwa pendidikan kita mengalami “kegagalan” apabila kita menengok beberapa kasus beberapa saat yang lalu telah muncul ke permukaan. Kenyataan ini telah menjadi keprihatinan bersama ma-syarakat kita. Jangan sampai kondisi demikian akan selalu meng-gelapkan raut muka dan wajah buruk pendidikan kita.

▷ Banyaknya pelanggaran moral dan etika dalam dunia pendidikan Indonesia (baik yang dilakukan oleh peserta didik maupun guru), ba-nyak terjadi ‘pembodohan dalam pendidikan” karena proses pendidik-an yang tidak memberi kesempatan peserta didik untuk berkembang.

FAKTOR PENYEBAB KURIKULUM HUMANIS RELIGIUS TIDAK

TERIMPLIKASI DENGAN BAIK

Page 12: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 3, No. 1, Januari 201426

Kurikulum Pendidikan Humanis Religius

Sebaik apapun kurikulum pasti memiliki kelebihan dan kekura-ngan nya. Dalam konsep kurikulum humanis religius memiliki kelebih-an dan kekurangan sebagai berikut :

Kelebihannya :a. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang

bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, berpikir produktif dan analisis terhadap fenomena sosial.

b. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.

c. Ada perhatian yang kuat terhadap pertumbuhan pribadi dan perkem-bangan siswa secara individual dan hubungan-hubungan manusia ini adalah suatu uasaha untuk mengimbangi keadaan-keadaan baru yang selalu yang di jumpai oleh siswa, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.

d. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara ber-tanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melang-gar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku23.

Kekurangannya: a. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan

dalam proses belajar. Sedangkan siswa yang tidak aktif dan malas be-lajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar24.

b. Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individu siswa, karena pada realitanya disetiap pro-gram terdapat keseragaman siswa25.

23 Munir Mulkhan, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian,hlm.16-2824 Desmita,psikologi perkembangan peserta didik, (Bandung: PT Remaja Rosda

Karya, 2010), hlm. 4525 Rusman, Manajemen Kurikulum, hlm.38. Namun, hal ini dijawab oleh munif

khatib dengan model pendidikan MI (Multiple Intellegences dalam bukunya Sekolahnya Manusia ; Sekolah berbasis Multiple Intellegences di Indonesia.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KURIKULUM HUMANIS-RELIGIUS

Page 13: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol.3, No. 1, Januari 2014 27

Muh Mustakim

c. Kurikulum humanis religius kurang memahami kebutuhan ma-syarakat secara keseluruhan

d. Dalam kurikulum ini, membutuhkan biaya cukup besar dan wak-tu lama dalam proses Implementasinya, terlebih tidak semua guru mampu memahami dan mengikuti berbagai keseragaman siswa.

1. Kurikulum pendidikan humanis religius berarti seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan cara yang digunakan seba-gai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mengeksplorasi kreatifitas, mengembangkan motorik, afeksi, kognisi, spiritual dan keseimbangan siswa.

2. Metode pendidikan humanis meliputi: guru sebagai teman belajar, pengajaran berpusat pada anak, fokus pada keterlibatan dan akivitas siswa, siswa belajar dari pengalaman kehidupan dan membangun ke-disiplinan secara kooperatif yang dialogis .

3. Dalam proses impilkasi kurikulum humanis religius, ada beberapa tantangan yang dihadapi, pertama, keberagamaan yang cenderung menekankan pada hubungan vertical dan kesemarakan ritual, kedua, kemandirian anak didik dan tanggungjawab (responsibility), ketiga, kurangnya memahami potensi diri akan ketertinggalannya dalam pembelajaran. keempat, dominasi keterlibatan emosional. kelima, di-asumsikan kurang memahami kompleksitas kebutuhan masyarakat, keenam, implikasi model kurikulum ini membutuhkan waktu lama dan biaya cukup besar terlebih ketika tidak semua guru mampu me-mahami dan mengikuti berbagai keseragaman siswa.

KESIMPULAN

Page 14: Muh mustakim kurikulum pendidikan humanis religius

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 3, No. 1, Januari 201428

Kurikulum Pendidikan Humanis Religius

Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, cet. Ke-2, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008.

Al-Fandi, Haryanto, Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2011.

Al-Syaibany, Omar Muhammad At-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, terj.Hasan Langgulung,, Jakarta : Bulan Bintang, 1979.

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung: PT Remaja

Rosda Karya, 2010.Freire, Paulo, Pendidikan Kaum Tertindas, terj.tim LP3S, cet.ke-7,

Jakarta : Pustaka LP3S Indonesia, 2008.Islamuddin, Haryu, Psikologi pendidikan, Jember : Stain Jember Press, 2011.Khatib, Munif , Sekolah Manusia : Sekolah Berbasis Multiple Intellegences

di Indonesia, Bandung : Kaifa, 2009.Muliawan, Jasa Ungguh, Epistemologi Pendidikan, Yogyakarta : Gajah

Mada University Press, 2008.Miller, John P, Humanizing The Classroom, New York :Praeger Publisher, 1976.Mulkhan, Munir, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian, saduran dari

buku John P. Miller, Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2002.Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana, 2010.Rusman,Manajemen Kurikulum,cet. Ke-3,Jakarta:PT Raja Grafindo

Persada,2011.Sukmadinata, Nana Saodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan

Praktek, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1997.Sularto, Praksis Pendidikan minus visi : catatan atas bongkar pasang kuri-

kulum, Suplemen 60 tahun Indonesia Merdeka, Jakarta : Kompas, 2005.

Tim Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud , Kamus besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1995.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.

DAFTAR PUSTAKA