1
A llah menciptakan bumi sebagai tempat berpijak bagi para makhluknya. Tiap belahan bumi dihuni oleh penduduk dengan karakter yang berbeda-beda sesuai latar belakang alam dan kondisi ling- kungan yang memengaruhinya. Fenomena tersebut merupakan nikmat sekaligus tantangan bagi manusia sebagai hamba Allah agar mereka mengambil pelajaran dan hikmah. “Katakanlah: ‘Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.’” (QS Al-An’am (6): 22) Seruan melihat dan merenungi penciptaan alam semesta mendorong kalangan cendekiawan Muslim melakukan penelitian dan observasi terhadap alam raya, termasuk mempelajari bumi sebagai tempat bernaung manusia. Tak terkecuali Yaqut Al-Hamawi, seorang intelektual Muslim yang memberikan sumbangsih berharga melalui karyanya yang sangat fenomenal bertajuk Mu’jam Al-Buldan. Karya monumental ini, diselesaikan Al- Hamawi pada 20 Safar 261 H. Al-Hamawi mengarang kitabnya dengan serius dan tujuan mulia. Sekalipun awalnya tak tebersit keinginan menuangkan pengetahuannya dalam sebuah karya, tetapi bagi Al-Hamawi menulis sebuah ensiklopedia wilayah adalah sebuah tuntutan dan kewajiban. Menurut dia, faktor yang melatarbelakangi penulisan Mu’jam Al- Buldan, yaitu akurasi dan identifikasi tempat. Pada 615 H, tatkala sedang berada di majelis pengajian Syekh Fakhr Al-Din Abu Al-Mudhaffir Abd Al-Rahim, dia ditanya tentang Hubasyah, salah satu pasar masyarakat masa jahiliyah yang dikutip dalam hadis Nabi SAW. Menurut dia, yang benar adalah Hubasyah bukan Habasyah. Karena, Hubasyah sesuai dengan makna aslinya yang berarti sekelompok masyakakat dari berbagai kabilah. Namun, pendapatnya tersebut dibantah oleh sebagian ahli hadis. Menurut mereka, kata yang tepat adalah Habasyah. Setelah melakukan riset dan pengecekan melalui berbagai literatur yang berkaitan, seperti kitab tentang gharaib al-hadits dan dialek bahasa, Al- Hamawi mendapati pendapat apa yang disampaikan tentang Hubasyah, sangat tepat. Berangkat dari kejadian ini, Al- Hamawi memandang perlu menulis sebuah kitab yang menguraikan dan memberikan informasi terkait suatu wilayah. Selain itu, Al-Hamawi mengatakan, salah satu faktor yang mendorong penulisan Kitab Mu’jam Al-Buldan lantaran kajian geografi dapat dipakai sebagai barometer untuk menilai kualitas sebuah karya sastra dan menambah bobot hasil sastra yang disajikan. Tak heran, jika Al-Hamawi dalam kitabnya yang lain, yaitu Mu’jam Al-Udaba, sangat jeli mengutip nama daerah di tiap bait syair dan asal-usul tokoh yang dia kupas. Dalam rangka menyempurnakan usahanya, Al-Hamawi tidak memulai dari nol, tetapi dia berpijak pada sejumlah kitab yang telah ditulis oleh ulama sebelumnya, antara lain karya Abu Said Al-Ashmai, Abu Al-Asy’at Al-Kindi, Abu Sa’id Al-Sairafi, dan Abu Ziyad Al- Kilabi. Selain merujuk kitab-kitab yang masih sejenis, Al-Hamawi juga menam- bahkan informasi berdasarkan penga- laman yang dia peroleh selama melakukan pengembaraan berkeliling dunia. Sistematika penulisan Kitab yang ditulis oleh Yaqut Al- Hamawi ini adalah karya tentang geografi yang menyebutkan tentang suatu kawasan. Bahkan, sebetulnya Mu’jam Al- Buldan lebih mendekati ensiklopedia yang tidak hanya mencakup nama sebuah negara, tetapi juga mengupas tentang nama gunung, lembah, danau, perkam- pungan, pusat perbelanjaan, laut, sungai, benteng, tokoh-tokoh terkemuka, dan berhala sebagai bagian peradaban masyarakat dunia di abad pertengahan kala itu. Karya besutan Al-Hamawi itu terbilang istemewa karena juga menguraikan hampir seluruh aspek yang terkait dengan suatu wilayah. Di antara aspek yang menjadi perhatian Al-Hamawi ketika membahas suatu wilayah adalah uraian tentang aspek arkeologi, etnografi, antropologi, ilmu alam, geografi, dan koordinat dari setiap tempat yang ia jelaskan dalam ensiklopedianya itu. Dan tak ketinggalan, dia menyebutkan nama daerah tersebut disertai dengan identifikasi, cara membacanya, lantas menginformasikan monumen dan bangunan megah di kota itu. Secara keseluruhan, total wilayah yang disebutkan dalam kitabnya tersebut berjumlah 12.952 tempat. Keseluruhan wilayah itu disusun berdasarkan sistematika urutan huruf hijaiyah sebanyak 28 huruf. Kemudian, Al- Hamawi menyusun lagi nama wilayah berdasarkan huruf hijaiyah kedua, ketiga, dan seterusnya. Sebagai contoh, nama wilayah yang disebutkan pertama kali oleh Al-Hamawi dalam pasal susunan huruf hamzah dan alif atau huruf berikutnya adalah Abar Al-A’rab, Abaj, Abur, dan Abaskun yang diawali dengan huruf hamzah atau alif dan huruf kedua adalah ba’. Menyusul kemudian wilayah-wilayah atau tempat yang memiliki komponen huruf terdekat, dalam hal ini Al-Hamawi menyebutkan nama Al-Ajam, sebuah istana yang terletak di Madinah dan begitu seterusnya. Dan, Al-Hamawi menutup kitabnya ini dengan menguraikan sebuah sumber mata air bernama Ya’inu, yang oleh Al- Zamakhsyari disebut-sebut berada di lembah Hauratan, yang merupakan kawasan di bawah kuasa Bani Zaid Al- Musawi dari keturanan Bani Hasan. Oleh sebagian orang, Yai’nu adalah nama sebuah lembah di antara dua bukit Dlahik dan Dluwaihik. Lima bahasan dasar Sebelum mengupas deretan nama wilayah tersebut secara panjang lebar, Al- Hamawi menguraikan bahasan penting yang berkaitan. Penjelasan pada bab pertama berkisar tentang bentuk bumi dan pendapat para ilmuwan klasik maupun kontemporer tentang karakter serta unsur bumi. Pada bab kedua, Al- Hamawi menguraikan masalah perbedaan pendapat tentang istilah iqlim dan penggunaannya. Sedangkan pada bab ketiga, Al-Hamawi menyebutkan lafal-lafal yang masyhur digunakan, seperti farsakh, mil, dan kaurah. Pada bab yang keempat, terdapat ulasan tentang pandangan hukum Islam seputar tanah dan negara yang ditaklukkan Islam berikut hukum upeti dan pajak. Sebagai contoh dan gambaran kupasan yang termaktub pada bab pertama, Al- Hamawi menjelaskan karakter, jarak, dan unsur bumi serta segala komponennya, baik berupa gunung, lautan, dan lainnya. Al-Hamawi mengutip ayat Al-Quran. “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan, gunung- gunung sebagai pasak?” (QS Al-Naba [78]: 6-7). Berdasarkan ayat ini, para ilmuwan klasik berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang berpandangan bumi dihamparkan di empat arah utama, yaitu timur, barat, selatan, dan utara. Sebagian lain mengatakan, bentuk bumi bulat seperti meja makan, roda, genderang, dan terdapat juga pendapat menyatakan bentuk bumi setengah bulat seperti kubah masjid. Al-Hamawi mengisahkan pula perbedaan-perbedaan yang terjadi antara para ahli filsafat dan ahli kalam tentang karakter bumi. Misalnya, selisih pandang antara Aristoteles, Al-Hudzail, dan Hisyam ibn Al-Hakam. Akan tetapi, Al- Hamawi lebih cenderung pada pendapat yang mengutarakan posisi bumi berada di tengah-tengah langit, sekalipun pada dasarnya posisi tengah tersebut adalah di bawah dan bumi berputar mengelilingi matahari. Pendapat tersebut dinukilnya dari Muhammad bin Ahmad Al- Khawarizmi. Selanjutnya pada bab kedua, Al- Hamawi menjelaskan tentang penggunaan kata “iklim” perbedaan pendapat tentang hakikat dan pembagian iqlim. Istilah iqlim oleh Abu Al-Fadl Al-Harawi dipakai untuk menyebut kawasan bagian bumi atau daratan yang dihuni oleh manusia. Sedangkan, Imam Al-Ashfahani mengatakan, bumi pada dasarnya berbentuk bulat yang dihuni hanya sebesar seperempat yang terbagi ke dalam dua kawasan, yaitu darat dan laut, seperempat ini kemudian terbagi tujuh bagian. Ketujuh bagian inilah yang lantas disebut “iklim”. “Iklim” digunakan untuk beragam definisi yang berbeda. Misalnya, “iklim” juga disebut sebuah wilayah yang meliputi desa dan, kota seperti Cina, Irak, Suriah, dan Mesir. Bagi ahli perbintangan, iqlim didefinisikan sebagai kesatuan wilayah yang mencakup seluruh bagian bumi dari arah timur, selatan, barat, dan utara yang jika dipecah akan menjadi tujuh wilayah dengan posisi, kondisi geografis, serta waktu dan cuaca yang berbeda-beda. cr1 ed: syahruddin e Penulisan kitab ini didasari oleh ketidaktepatan penyebutan tempat dengan lokasi yang sesungguhnya oleh para penulis sebelumnya. A l-Hamawi mengatakan, Gaza ter- letak di arah Barat dan merupa- kan kawasan yang ada pada iklim keempat. Salah satu kota di ujung Syam dan bersebelahan dengan Mesir. Jarak antara Asqalan dan Gaza yaitu kurang lebih dua farsakh. Asal kata Gaza yaitu Ghazza yang berarti mengisti- mewakan seseorang dibanding yang lain. Gaza adalah kota yang melahirkan tokoh-tokoh terkemuka, antara lain imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris Al- Syafii, pendiri mazhab Syafii. Dikisahkan, Syafii menyimpan kerinduan mendalam akan kampung halaman sampai-sampai dia menulis sebuah bait syair yang berbunyi: “Dan sungguh aku merindukan tanah Gaza meskipun aku sembunyikan setelah lama berpisah.” Selain itu, juga tempat kelahiran Ibrahim bin Utsman Al-Asybahi Al-Ghazzi, seorang sastrawan dan Abu Abdullah Muhammad bin Amar bin Al-Jarrah Al- Ghazzi, murid Malik bin Anas. Di samping sebagai kota kelahiran para tokoh terkemuka, Gaza juga menjadi tempat pemakaman para tokoh yang mempunyai peran penting dalam sejarah, seperti Hasyim bin Abdu Manaf, kakek Rasulullah SAW yang meninggal di Gaza pada usia 25 tahun. Bahkan, keberadaan makam kakek Rasulullah tersebut menjadikan Kota Gaza juga akrab dikenal dengan Gaza Hasyim. cr1 ed: syahruddin e Mu’jam Al-Buldan Kamus Ensiklopedia Geografi A l-Hamawi dikenal sebagai ahli sastra dan penulis ensiklopedia. Mempunyai nama lengkap Syihab Al-Din Abu Abdullah Yaqut bin Abdullah Al-Hamawi Al-Rumi. Dilahirkan dengan darah asli Arab berasal dari Hamat, Suriah, pada 574 H/ 1178 M. Sedangkan, nisbat Al-Rumi karena semasa kecilnya dia pernah ditawan oleh bangsa Romawi saat mereka menggempur Hamat, dan suku Hamat tidak mampu menebus dia. Perjalanannya berkeliling negara bermula saat Askar bin Abi Nashr Al-Baghdadi, bapak angkatnya, mengajak Al-Hamawi dan mengajarinya berdagang melintasi teluk Arab, Persia, Syam, Palestina, dan Mesir. Di sela-sela perjalanan itulah, Al-Hamawi mencatat penilaiannya terhadap wilayah, negara, masjid, istana, dan peninggalan bersejarah, baik berupa bangunan, hikayat, mitos, dan legenda yang berkembang di masyarakat setempat. Setelah menyelesaikan Kitab Al-Mu’jam dan menitipkan naskahnya kepada Ibn Al-Atsir, sahabatnya yang juga seorang sejarawan terkemuka pada 626 H/1229 M, Al-Hamawi meninggal dunia. cr1 ed: syahruddin e Al-Hamawi, Sastrawan dan Pakar Geografi Gaza Versi Al-Hamawi kitab REPUBLIKA AHAD, 27 JUNI 2010 B9 NAWAFITHNA.NET

Mu'jam al-Buldan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penulisan kitab ini didasari oleh ketidaktepatan penyebutan tempat dengan lokasi yang sesungguhnya oleh para penulis sebelumnya.

Citation preview

Page 1: Mu'jam al-Buldan

Allah menciptakanbumi sebagai tempatberpijak bagi paramakhluknya. Tiapbelahan bumi dihunioleh pendudukdengan karakter yangberbeda-beda sesuai

latar belakang alam dan kondisi ling -kungan yang memengaruhinya. Fenomenatersebut merupakan nikmat sekaligustantangan bagi manusia sebagai hambaAllah agar mereka mengambil pelajarandan hikmah. “Katakanlah: ‘Berjalanlah dimuka bumi, kemudian perhatikanlahbagaimana kesudahan orang-orang yangmendustakan itu.’” (QS Al-An’am (6): 22)

Seruan melihat dan merenungipenciptaan alam semesta mendorongkalangan cendekiawan Muslimmelakukan penelitian dan observasiterhadap alam raya, termasukmempelajari bumi sebagai tempatbernaung manusia. Tak terkecuali YaqutAl-Hamawi, seorang intelektual Muslimyang memberikan sumbangsih berhargamelalui karyanya yang sangat fenomenalbertajuk Mu’jam Al-Buldan.

Karya monumental ini, diselesaikan Al-Hamawi pada 20 Safar 261 H. Al-Hamawimengarang kitabnya dengan serius dantujuan mulia. Sekalipun awalnya taktebersit keinginan menuangkanpengetahuannya dalam sebuah karya,tetapi bagi Al-Hamawi menulis sebuahensiklopedia wilayah adalah sebuahtuntutan dan kewajiban.

Menurut dia, faktor yangmelatarbelakangi penulisan Mu’jam Al-Buldan, yaitu akurasi dan identifikasitempat. Pada 615 H, tatkala sedangberada di majelis pengajian Syekh FakhrAl-Din Abu Al-Mudhaffir Abd Al-Rahim,dia ditanya tentang Hubasyah, salah satupasar masyarakat masa jahiliyah yangdikutip dalam hadis Nabi SAW.

Menurut dia, yang benar adalahHubasyah bukan Habasyah. Karena,Hubasyah sesuai dengan makna aslinyayang berarti sekelompok masyakakat dariberbagai kabilah. Namun, pendapatnyatersebut dibantah oleh sebagian ahlihadis. Menurut mereka, kata yang tepatadalah Habasyah.

Setelah melakukan riset danpengecekan melalui berbagai literaturyang berkaitan, seperti kitab tentanggharaib al-hadits dan dialek bahasa, Al-Hamawi mendapati pendapat apa yangdisampaikan tentang Hubasyah, sangattepat. Berangkat dari kejadian ini, Al-Hamawi memandang perlu menulissebuah kitab yang menguraikan danmemberikan informasi terkait suatuwilayah.

Selain itu, Al-Hamawi mengatakan,salah satu faktor yang mendorongpenulisan Kitab Mu’jam Al-Buldanlantaran kajian geografi dapat dipakaisebagai barometer untuk menilai kualitassebuah karya sastra dan menambah bobothasil sastra yang disajikan. Tak heran,jika Al-Hamawi dalam kitabnya yanglain, yaitu Mu’jam Al-Udaba, sangat jelimengutip nama daerah di tiap bait syairdan asal-usul tokoh yang dia kupas.

Dalam rangka menyempurnakanusahanya, Al-Hamawi tidak memulai darinol, tetapi dia berpijak pada sejumlahkitab yang telah ditulis oleh ulamasebelumnya, antara lain karya Abu SaidAl-Ashmai, Abu Al-Asy’at Al-Kindi, AbuSa’id Al-Sairafi, dan Abu Ziyad Al-Kilabi. Selain merujuk kitab-kitab yangmasih sejenis, Al-Hamawi juga menam -bahkan informasi berdasarkan penga -laman yang dia peroleh selama melakukanpengembaraan berkeliling dunia.

Sistematika penulisanKitab yang ditulis oleh Yaqut Al-

Hamawi ini adalah karya tentang geografi

yang menyebutkan tentang suatukawasan. Bahkan, sebetulnya Mu’jam Al-Buldan lebih mendekati ensiklopediayang tidak hanya mencakup nama sebuahnegara, tetapi juga mengupas tentangnama gunung, lembah, danau, perkam -pungan, pusat perbelanjaan, laut, sungai,benteng, tokoh-tokoh terkemuka, danberhala sebagai bagian peradabanmasyarakat dunia di abad pertengahankala itu.

Karya besutan Al-Hamawi itu terbilangistemewa karena juga menguraikanhampir seluruh aspek yang terkait dengansuatu wilayah. Di antara aspek yangmenjadi perhatian Al-Hamawi ketikamembahas suatu wilayah adalah uraiantentang aspek arkeologi, etnografi,antropologi, ilmu alam, geografi, dankoordinat dari setiap tempat yang iajelaskan dalam ensiklopedianya itu.

Dan tak ketinggalan, dia menyebutkannama daerah tersebut disertai denganidentifikasi, cara membacanya, lantasmenginformasikan monumen danbangunan megah di kota itu.

Secara keseluruhan, total wilayah yangdisebutkan dalam kitabnya tersebutberjumlah 12.952 tempat. Keseluruhanwilayah itu disusun berdasarkansistematika urutan huruf hijaiyahsebanyak 28 huruf. Kemudian, Al-Hamawi menyusun lagi nama wilayahberdasarkan huruf hijaiyah kedua, ketiga,dan seterusnya.

Sebagai contoh, nama wilayah yangdisebutkan pertama kali oleh Al-Hamawidalam pasal susunan huruf hamzah danalif atau huruf berikutnya adalah AbarAl-A’rab, Abaj, Abur, dan Abaskun yangdiawali dengan huruf hamzah atau alifdan huruf kedua adalah ba’.

Menyusul kemudian wilayah-wilayahatau tempat yang memiliki komponenhuruf terdekat, dalam hal ini Al-Hamawimenyebutkan nama Al-Ajam, sebuahistana yang terletak di Madinah dan

begitu seterusnya.Dan, Al-Hamawi menutup kitabnya ini

dengan menguraikan sebuah sumber mataair bernama Ya’inu, yang oleh Al-Zamakhsyari disebut-sebut berada dilembah Hauratan, yang merupakankawasan di bawah kuasa Bani Zaid Al-Musawi dari keturanan Bani Hasan. Olehsebagian orang, Yai’nu adalah namasebuah lembah di antara dua bukit Dlahikdan Dluwaihik.

Lima bahasan dasarSebelum mengupas deretan nama

wilayah tersebut secara panjang lebar, Al-Hamawi menguraikan bahasan pentingyang berkaitan. Penjelasan pada babpertama berkisar tentang bentuk bumidan pendapat para ilmuwan klasikmaupun kontemporer tentang karakterserta unsur bumi. Pada bab kedua, Al-Hamawi menguraikan masalah perbedaanpendapat tentang istilah iqlim danpenggunaannya.

Sedangkan pada bab ketiga, Al-Hamawimenyebutkan lafal-lafal yang masyhurdigunakan, seperti farsakh, mil, dankaurah. Pada bab yang keempat, terdapatulasan tentang pandangan hukum Islamseputar tanah dan negara yangditaklukkan Islam berikut hukum upetidan pajak.

Sebagai contoh dan gambaran kupasanyang termaktub pada bab pertama, Al-Hamawi menjelaskan karakter, jarak, danunsur bumi serta segala komponennya,baik berupa gunung, lautan, dan lainnya.

Al-Hamawi mengutip ayat Al-Quran.“Bukankah Kami telah menjadikan bumiitu sebagai hamparan? Dan, gunung-gunung sebagai pasak?” (QS Al-Naba [78]:6-7).

Berdasarkan ayat ini, para ilmuwanklasik berbeda pendapat. Di antaramereka ada yang berpandangan bumidihamparkan di empat arah utama, yaitutimur, barat, selatan, dan utara. Sebagianlain mengatakan, bentuk bumi bulatseperti meja makan, roda, genderang, danterdapat juga pendapat menyatakanbentuk bumi setengah bulat seperti kubahmasjid.

Al-Hamawi mengisahkan pulaperbedaan-perbedaan yang terjadi antarapara ahli filsafat dan ahli kalam tentangkarakter bumi. Misalnya, selisih pandangantara Aristoteles, Al-Hudzail, danHisyam ibn Al-Hakam. Akan tetapi, Al-Hamawi lebih cenderung pada pendapatyang mengutarakan posisi bumi berada ditengah-tengah langit, sekalipun padadasarnya posisi tengah tersebut adalah dibawah dan bumi berputar mengelilingimatahari. Pendapat tersebut dinukilnyadari Muhammad bin Ahmad Al-Khawarizmi.

Selanjutnya pada bab kedua, Al-Hamawi menjelaskan tentang penggunaankata “iklim” perbedaan pendapat tentanghakikat dan pembagian iqlim. Istilahiqlim oleh Abu Al-Fadl Al-Harawidipakai untuk menyebut kawasan bagianbumi atau daratan yang dihuni olehmanusia.

Sedangkan, Imam Al-Ashfahanimengatakan, bumi pada dasarnyaberbentuk bulat yang dihuni hanyasebesar seperempat yang terbagi ke dalamdua kawasan, yaitu darat dan laut,seperempat ini kemudian terbagi tujuhbagian. Ketujuh bagian inilah yang lantasdisebut “iklim”.

“Iklim” digunakan untuk beragamdefinisi yang berbeda. Misalnya, “iklim”juga disebut sebuah wilayah yangmeliputi desa dan, kota seperti Cina, Irak,Suriah, dan Mesir. Bagi ahli perbintangan,iqlim didefinisikan sebagai kesatuanwilayah yang mencakup seluruh bagianbumi dari arah timur, selatan, barat, danutara yang jika dipecah akan menjaditujuh wilayah dengan posisi, kondisigeografis, serta waktu dan cuaca yangberbeda-beda. ■ cr1 ed: syahruddin e

Penulisan kitab inididasari oleh

ketidaktepatanpenyebutan

tempat denganlokasi yang

sesungguhnya oleh para penulis

sebelumnya.

Al-Hamawi mengatakan, Gaza ter -letak di arah Barat dan merupa -kan kawasan yang ada pada iklimkeempat. Salah satu kota di

ujung Syam dan bersebelahan denganMesir. Jarak antara Asqalan dan Gazayaitu kurang lebih dua farsakh. Asal kataGaza yaitu Ghazza yang berarti mengisti -mewa kan seseorang dibanding yang lain.

Gaza adalah kota yang melahirkantokoh-tokoh terkemuka, antara lain imamAbu Abdullah Muhammad bin Idris Al-Syafii, pendiri mazhab Syafii. Dikisahkan,Syafii menyimpan kerinduan mendalamakan kampung halaman sampai-sampaidia menulis sebuah bait syair yangberbunyi: “Dan sungguh aku merindukan

tanah Gaza meskipun aku sembunyikansetelah lama berpisah.”

Selain itu, juga tempat kelahiranIbrahim bin Utsman Al-Asybahi Al-Ghazzi,seorang sastrawan dan Abu AbdullahMuhammad bin Amar bin Al-Jarrah Al-Ghazzi, murid Malik bin Anas.

Di samping sebagai kota kelahiran paratokoh terkemuka, Gaza juga menjaditempat pemakaman para tokoh yangmempunyai peran penting dalam sejarah,seperti Hasyim bin Abdu Manaf, kakekRasulullah SAW yang meninggal di Gazapada usia 25 tahun. Bahkan, keberadaanmakam kakek Rasulullah tersebutmenjadikan Kota Gaza juga akrab dikenaldengan Gaza Hasyim. ■ cr1 ed: syahruddin e

Mu’jam Al-BuldanKamus Ensiklopedia Geografi

Al-Hamawi dikenal sebagai ahli sastra dan penulisensiklopedia. Mempunyai nama lengkap Syihab Al-DinAbu Abdullah Yaqut bin Abdullah Al-Hamawi Al-Rumi.

Dilahirkan dengan darah asli Arab berasal dari Hamat, Suriah,pada 574 H/ 1178 M. Sedangkan, nisbat Al-Rumi karenasemasa kecilnya dia pernah ditawan oleh bangsa Romawi saatmereka menggempur Hamat, dan suku Hamat tidak mampumenebus dia.

Perjalanannya berkeliling negara bermula saat Askar bin AbiNashr Al-Baghdadi, bapak angkatnya, mengajak Al-Hamawi dan

mengajarinya berdagang melintasi teluk Arab, Persia, Syam,Palestina, dan Mesir.

Di sela-sela perjalanan itulah, Al-Hamawi mencatatpenilaiannya terhadap wilayah, negara, masjid, istana, danpeninggalan bersejarah, baik berupa bangunan, hikayat, mitos,dan legenda yang berkembang di masyarakat setempat.

Setelah menyelesaikan Kitab Al-Mu’jam dan menitipkannaskahnya kepada Ibn Al-Atsir, sahabatnya yang juga seorangsejarawan terkemuka pada 626 H/1229 M, Al-Hamawimeninggal dunia. ■ cr1 ed: syahruddin e

Al-Hamawi, Sastrawan dan Pakar Geografi

Gaza Versi Al-Hamawi

kitab REPUBLIKA ● AHAD, 27 JUNI 2010 B9

NAWAFITHNA.NET