Upload
rommy-roperta-pradono
View
187
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
culture, multiculture, budaya, multibudaya,
Citation preview
MULTICULTURAL TEAM
MATA KULIAH MANAJEMEN INTERNASIONAL
KELOMPOK 3
ENDANG SARI 1120113017
FACHRI TAMAMPIL 1120113021
NAWANG ISWANDANI 1110113002
ROMMY PERDANA PUTRA 1120113014
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2013
1
MULTICULTURAL TEAM
Memasuki era globalisasi dan persaingan pasar bebas yang telah terjadi di
dunia ini, organisasi sekrang menghadapi beberapa tantangan untuk mengadopsi
budaya organisasi yang tidak hanya harus fleksibel, tetapi juga harus sensitif
terhadap berbagai perbedaan budaya yang dihadapi oleh anggota organisasi di
dalam dan antarmasyarakat.
Saat ini, organisasi telah mengambil bagian dalam ekonomi global, kita
sebagai anggota organisasi juga harus sensitf pada perbedaan pandangan budaya
yang kita hadapi pada saat kita memperluas horison di luar negara kita. Dan dapat
bersaing dengan sehat dan memahami tantangan serta peluang di negara sendiri
maupun di luar negeri.
1. Budaya Organisasi
Pada tingkatan yang paling umum, budaya adalah sekumpulan nilai,
keyakinan, perilaku, kebiasaan, dan sikap yang menjadi ciri-ciri sebuah
komunitas masyarakat. Komunitas tersebut membentuk sekelompok kecil
orang hingga sebuah negara. Yang menjadi pusat perhatian kita di sini dimulai
dari budaya tingkat organisasi. Dengan demikian, karena anggota sebuah
organisasi dapat dipandang sebagai sebuah komunitas, organisasi tersebut akan
mempunyai komunitasnya yang unik. Oleh karena itu, budaya organisasi
adalah serangkaian nilai, keyakinan, perilaku, kebiasaan, dan sikap yang
membantu seorang anggota organisasi dalam memahami prinsip-prinsip yang
dianut oleh organisasi tersebut, bagaimana organisasi tersebut melakukan
segala sesuatu, dan apa yang dianggapnya penting.
Pada tingkatan yang lebih luas, budaya juga dapat digunakan untuk
menyebutkan ciri-ciri komunitas orang-orang yang membentuk seluruh
masyarakat. Seperangkat masalah yang berbeda yang terkait dengan budaya
sosial juga timbul di dalam batasan organisasi. Sehingga, ketika orang-orang
yang membentuk organisasi mempunyai budaya yang berbeda, perbedaan
mereka dalam nilai-nilai, keyakinan, perilaku, kebiasaan, dan sikap akan
2
memberikan peluang dan tantangan yang unik bagi para manajer. Lingkup
masalah yang luas ini biasanya disebut dengan multikulturalisme.
Bidang yang terkait dengan hal tersebut adalah keanekaragaman.
Keanekaragaman timbul dalam sebuah komunitas ketika para anggotanya
berbeda satu sama lain dalam satu dimensi yang penting atau lebih. Perbedaan-
perbedaan ini dapat dengan jelas mencerminkan komposisi multikultural dalam
sebuah komunitas. Namun dalam dunia bisnis, istilah keanekaragaman lebih
umum diartikan sebagai sebuah perbedaan demografis di antara orang-orang
dalam budaya yang sama, seperti perbedaan dalam gender, usia, dan
sebagainya.
Budaya organisasi, multikulturalisme, dan keanekaragaman, semuanya
saling terkait erat. Contohnya, budaya sebuah organisasi akan mempengaruhi
tingkatan keanekaragaman dan multikulturalisme yang berada di dalamnya.
Old Navy misalnya, mempunyai budaya terbuka yang mendorong terciptanya
keanekaragaman di dalam seluruh bisnisnya. Dan persamaan serta perbedaan
yang muncul dari kekuatan-kekuatan keanekaragaman dan multikultural juga
akan mempengaruhi budaya organisasi. Budaya sosial dan keanekaragaman
juga saling terkait. Contohnya, norma yang bercermin dalam budaya sosial
sebagian akan menentukan bagaimana budaya tersebut akan menghargai
perbedaan demografis yang ada pada orang-orang di dalam budaya tersebut.
Tiap-tiap tingkatan budaya ini mencerminkan peluang dan tantangan yang
penting bagi para manajer. Seperti yang akan kita lihat, jika para manajer
memahami, menghargai, dan mengelola budaya, keanekaragaman, dan
multikulturalisme organisasi yang efektif, maka organisasi tersebut cenderung
berjalan secara efektif. Namun jika para manajer mengabaikan kekuatan-
kekuatan budaya atau, yang lebih parah, mencoba untuk menghalang-halangi
atau mengendalikannya, maka organisasinya hampir pasti akan mengalami
masalah yang serius.
Budaya adalah suatu konsep tidak berbentuk yang tidak dapat diukur atau
diamati secara objektif. Walaupun begitu, karena merupakan pondasi
lingkungan organiasasi, budaya memainkan peran yang sangat penting dalam
membentuk perilaku manajerial.
3
Sampai awal tahun 1980-an, bersamaan dengan naiknya pengaruh yang kita
sebut keterlibatan dinamis, bagi kebanyakan orang tampaknya tidak cukup
memahami sebuah strategi organisasi agar mempunyai penjelasan yang baik
mengenai apa yang dilakukan. Tetapi banyak pemikir mulai melihat bahwa
jauh lebih banyak yang terjadi dalam organisasi daripada sekedar
mengembangkan produk dan jasa baru, serta memperhatikan hierarki dan
kekuasaan.
Misalnya, merupakan asumsi dalam banyak perusahaan Jepang yang besar
bahwa pekerja mempunyai kontrak seumur hidup dan tidak akan dipecat
walaupun penjualan rendah. Lebih lanjut, perusahaan Jepang menganggap
bahwa promosi kunci dalam hierarki harus didasarkan pada umur dan
kemampuan, bukan hanya kemampuan saja, seperti yang dianut oleh banyak
perusahaan Amerika. Sekarang, anggapan ini jauh lebih sering tidak tepat.
Tetapi pada awal tahun 1980-an, asumsi seperti ini menyebabkan para peneliti
berpikir mengenai apa yang tampaknya amat berbeda dalam mengorganisasi-
kan perusahaan dapat sukses kalau mengerahkan semua “pengetahuan”
organisasi yang mereka miliki.
Sebenarnya budaya organiasasi yang kuat, diakui secara luas sering kali
disebutkan sebagai alasan suksesnya organisasi seperti GE, Johnson &
Johnson, Procter & Gamble. Sebaliknya, budaya yang kuat, tidak berubah
sama seringnya disebutkan menjadi penyebab masalah organisasi seperti
General Motors dan IBM.
Sejumlah organisasi menanamkan budaya tertentu. Di Mary Kay Cosmetics,
upacara, penghargaan, gaya dekoratif, dan berbagai bentuk simbol lain dari
komunikasi merupakan sifat budaya perusahaan yang menjadi pedoman
tindakan anggota organisasi. Di Apple Computer, ketika perusahaan dengan
cepat maju menduduki posisi pimpinan dalam industrinya, manajer bekerja
keras untuk mempertahankan sifat informal dan hubungan pribadi yang
menjadi karakteristik perusahaan kecil. Bahkan dalam pemasarannya, mereka
memposisikan Apple perusahaan kecil sebagai alternatif dari IBM dan raksasa
lain dalam industri. Tandem Computers menekankan budaya insentif yang
4
berusat pada karyawan, dan Minnesota Mining and Manufacturing (3M)
mengarahkan budaya perusahaan ke arah inovasi.
Budaya menentukan “perasaan” organisasi. Citra streotip Microsoft,
misalnya adalah tempat kerja di mana orang berpakaian sangat santai dan
bekerja dengan jam kerja yang panjang. Sebaliknya, citra Bank of America bagi
beberapa pengamat adalah lingkungan formal dengan peraturan kerja yang
kaku dan orang-orang yang berpakaian setelan bisnis yang konservatif. Dan
Texas Instruments bangga dengan budaya “kemeja lengan pendek”-nya dimana
dasi dihindari dan bahkan beberapa manajer mengenakan jaket. Southwest
Airline mempertahankan budaya yang menekankan pada rasa senang dan
kegembiraan, CEO perusahaan, Herb Kelleher, menjelaskan penekanan
perusahaan pada keceriaan dalam sebuah video orientasi yang berlatar musik
rap.
Oleh karena itu, budaya merupakan bauran kompleks dari asumsi, tingkah
laku, cerita, mitos, metafora, dan ide yang lain yang digabungkan menjadi satu
untuk menentukan apa arti bekerja dalam suatu organisasi tertentu. Kalau kita
mengatakan bahwa ada budaya keselamatan di DuPont, budaya pelayanan di
Dell, dan budaya inovasi di 3M, kita mengatakan bahwa setiap orang di setiap
organisasi telah belajar cara tertentu untuk menghadapi banyak isu kompleks.
2. Tiga Elemen Dasar Budaya
Menurut Schein, budaya ada dalam tiga tingkat: artifact, nilai-nilai yang
didukung (espoused values), dan asumsi yang mendasari (underlying
assumptions).
Gambar 1. Tingkat Budaya Schein
5
Artifact. Artifact adalah hal-hal yang “dilihat, didengar, dan dirasa kalau
seseorang berhubungan dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang
tidak dkenalnya”. Artifact termasuk produk, jasa, dan bahkan tingkah laku
anggota kelompok. Misalnya, bila Anda berjalan memasuki kantor pusat
sebuah perusahaan komputer besar yang mempunyai aset miliaran dolar, Anda
akan melihat bahwa CEO berpakaian biasa, sementara itu di sebuah perusahaan
pesaing CEO akan mengenakan jasa berwarna biru tua yang mahal. Artifact
yang berbeda ini adalah bukti dari dua budaya organisasi yang berbeda.
Nilai-nilai yang didukung. Schein menyebut tingkat kedua dari budaya
adalah nilai-nilai yang didukung. Nilai-nilai yang didukung merupakan alasan
bahwa kita berkorban demi yang kita kerjakan. Schein mengatakan bahwa
budaya sebagian besar organisasi dapat melacak nilai-nilai yang didukung
kembali ke penemu budaya. Di DuPont misalnya, banyak prosedur dan produk
sebagai hasil dari nilai-nilai yang didukung mengenai keselamatan. Tidak
mengherankan, karena semula DuPont berkecimpung dalam bisnis mesiu;
dalam kata-kata ketua DuPont yang baru, “Apakah Anda membuat mesiu
secara aman, atau Anda tidak akan dapat bertahan lama. Nilai-nilai
keselamatan masih mempengaruhi budaya DuPont, lama sesudah membuat
mesiu merupakan bisnis utama. Anggota baru belajar nilai-nilai yang
didukung, dan belajar maknanya dengan konteks organisasi.
Asumsi dasar. Asumsi dasar menurut Schein, tingkat ketiga dari budaya
organisasi, adalah keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota organisasi.
Budaya menetapkan “cara yang tepat untuk melakukan sesuatu” di sebuah
organisasi, sering kali lewat asumsi yang tidak diucapkan. Sebelum tahun
1980, manajer AT&T mempunyai asumsi dasar bahwa jasa apapun yang
mereka tawarkan harus tersedia (atau paling sedikit direncanakan) untuk semua
pelanggan. Sama sekali tidak dapat diterima menyediakan jasa hanya kepada
beberapa pelanggan terbatas saja. Akan tetapi, manajer yang baru MCI,
mempunyai asumsi dasar yang berbeda, asumsi yang sebagian bertanggung
jawab untuk memastikan revolusi dalam telekomunikasi. Dengan hanya
menempatkan dua menara gelombang mikro (microwave), satu di St. Louis dan
yang lain di Chicago, MCI mampu “mengambil” sebagian pangsa pasar kelas
6
atas AT&T. Perusahaan itu bertindak dengan mempertanyakan keyakinan
dasar AT&T.
3. Mengelola dan Meningkatkan Potensi Budaya Organisasi
Bagaimana manajer menangani budaya, mengingat budaya itu penting tetapi
memiliki sifat yang tidak berwujud? Pada dasarnya, manajer harus memahami
budaya saat ini dan kemudian memutuskan apakah budaya tesebut sebaiknya
dipertahankan atau diubah. Dengan memahami budaya organisasi saat ini,
manajer dapat melakukan tindakan yang sesuai. Di Hawlett-Packard, nilai
yang disajikan oleh “cara HP” masih ada dan membandu sebagian besar
aktivitas penting yang dilakukan perusahaan. Bahkan, CEO perusahaan, Carly
Fiorina, memulai masa jabatannya di perusahaan dengan meluncurkan
serangkaian iklan televisi yang memusatkan perhatian pada akar Silicon Valley
perusahaan dan garasi yang menjadi cikal bakal perusahaan. Budaya juga dapat
dipertahankan dengan memberi penghargaan dan mempromosikan orang yang
berperilaku konsisten dengan budaya yang ada dan dengan menyuarakan
budaya melalui slogan-slogan, perayaan-perayaan, dan lain sebagainya. Dunia
manajemen mendeskripsikan bagaimana Merill Lynch telah memperluas
budaya organisasinya yang terkenal ke dalam kantor-kantor asingnya.
Manajer di banyak perusahaan telah mencoba meningkatkan potensi dan
mengarahkan budaya perusahaan. anita Roddick adalah bukti hidup.
Sebenarnya, banyak contoh kasus dalam buku ini termasuk perusahaan yang
sedang dalam proses perubahan budaya. Kotter dan Heskett menyatakan bahwa
elemen kritis dalam keberhasilan perubahan budaya adalah kepemimpinan dari
puncak. Di GE, Jack Welch juara dalam kegigihan membuat GE menjadi
nomor 1 atau nomor 2 dalam semua bisnis. Bob Allen tidak bosan-bosannya
memimpin AT&T ke arah manajemen mutu dan partisipasi karyawan. Di Con
Agra, Mike Harper menekankan “hasil untuk pihak yang berkepentingan
melalui pemuasan kebutuhan pelanggan.” Di Nissan Motors, Yutaka Kume
mengubah organisasi besar dan birokratik dengan memberikan kekuatan
kepada mereka yang berada jauh di bawah dalam organisasi. Dalam setiap
7
kasus ini, perubahan budaya menyebabkan periode pembaharuan prestasi
keuangan.
Pemberi salam di toko Wal-Mart merupakan simbol budaya perusahaan
mengenai kesederhanaan, kerja keras, dan pelayanan kepada pelanggan. Slogan
perusahaan mengenai kesederhanaan, kerja keras, dan pelayanan kepada
pelanggan. Slogan perusahaan juga memperkuat budaya. Isinya pesan
sederhana, tetapi secara mahir menyampikan visi, strategi, dan nilai-nilai
perusahaan. misalnya, slogan Ford “Muta adalah Pekerjaan Nomor Satu,”
mencerminkan upaya besar dalam perubahaan budaya yang termasuk fokus
membuat mobil dengan mutu yang lebih baik dan lebih cepat tanggap terhadap
pelanggan.
4. Multibudaya
Multibudaya seperti yang berlaku untuk manajemen dapat didefinisikan
sebagai pandangan bahwa terdapat banyak perbedaan latar belakang budaya
dan faktor-faktor yang penting dalam organisasi, serta bahwa orang dari latar
belakang yang berbeda dapat berada bersama dan berkembang dalam suatu
organisasi. Biasanya multibudaya mengacu pada faktor budaya seperti etnik,
ras, jenis kelamin, kemampuan fisik, dan orientasi seksual, tetapi kadang-
kadang umur serta faktor lain ditambahkan. Robert Hughes mengatakan bahwa
multibudaya merupakan dasar pandangan masyarakat Amerika. Berlawanan
dengan mereka yang mengatakan memperhatikan multibudaya adalah fondasi
penekanan akhir-akhir ini pada “ketepatan politik”. Hudhes mengatakan
keyakinan bahwa orang dari banyak latar belakang yang berbeda dapat bekerja
adalah dasar untuk demokrasi dan jalan hidup Amerika. Walaupun Anita
Roddick percaya pada kebersamaan seperti itu, pandangannya tidak diterima
secara universal.
5. Trend dalam Keanekaragaman dan Multikulturalisme
Tren yang paling fundamental dalam kenakeragaman dan multikulturalisme
adalah bahwa hampir semua organisasi, dapat dikatakan, telah menjadi lebih
beragam dan multikultural. Komposisi angkatan kerja organisasi berubah
8
dengan berbagai cara. Alasan dasar dari tren tersebut diilustrasikan dalam
gambar di bawah ini:
Gambar 2. Alasan untuk meningkatkan Keanekaragaman dan Multibudaya
Satu faktor yang secara khusus berkontribusi pada meningkatnya
keanekaragaman adalah perubahan demografis dalam angkatan kerja, yaitu
semakin banyaknya wanita dan kaum minoritas yang memasuki angkatan
kerja.
Suatu faktor yang berhubungan dan memberikan kontribusi pada
keanekaragaman adalah meningkatnya kesadaran organisasi bahwa organisasi
dapat meningkatkan keseluruhan kualitas tenaga kerjanya dengan
mempekerjakan dan mempromosikan orang paling berbakat yang tersedia.
Alasan lain dari meningkatnya keanekaragaman adalah bahwa peraturan dan
tindakan hukum telah memaksa organisasi untuk mempekerjakan orang dari
lingkup lebih luas. Di zaman dahulu, perusahaan/organisasi di AS pada intinya
bebas untuk melakukan diskriminasi terhadap wanita, orang kulit hitam, dan
kaum minoritas lainnya. Sementara itu, tidak semua organisasi secara sadar
dan/atau secara terbuka melakukan praktik semacam ini, banyak perusahaan
yang didominasi pria berkulit putih. Akan tetapi, dengan dikeluarkannya Civil
Rights Act di tahun 1964, hukum telah melarang diskriminasi terhadap warga
Afrika Amerika dan sebagian besar kelompok lainnya.
9
Faktor terkahir yang berkontribusi pada meningkatnya multikulturalisme
secara khusus adalah gerakan globalisasi. Organisasi yang telah membuka
kantor dan fasilitas lain yang berhubungan di negara lain harus belajar untuk
berhadapan dengan kebiasaan, norma sosial, dan adat yang berbeda. Aliansi
strategis dan kepemilikan asing juga berkontribusi karena manajer saat ini lebih
mungkin untuk memperoleh penugasan pekerjaan di negara lain dan/atau juga
bekerja dengan manajer asing di dalam negara mereka sendiri. Ketika
karyawan dan manajer berpindah dari satu penugasan ke penugasan lainnya
melewati perbatasan nasional, organisasi, dan anak perusahaan mereka di
setiap negara menjadi lebih beraneka ragam dan multikultural.
6. Isu Dalam Multibudaya
Dalam penelitian oleh William Johnston menyimpulkan bahwa pasokan
tenaga kerja menjadi semakin global. Hal ini akan memastikan bahwa
perusahaan yang mana pun mempunyai kumpulan tenaga kerja yang lebih
beragam tempat mereka mengambil pekerjaannya. Pertumbuhan populasi
kebanyakan terjadi di wilayah yang “ekonominya berkembang”, tempat
angkatan kerja masih relatif muda dan tingkat pendidikan dengan cepat
membaik. Di bawah ini merupakan beberapa dimensi penting dari
keanekaragaman organisasi, antara lain:
a. Jenis kelamin, bahwa tenaga kerja dengan cepat bergeser dari dominasi
pria menjadi jumlah yang seimbang antara pria dan wanita. Walaupun
demikian masih banyak hambatan bagi wanita yang mencari perlakuan
sama dalam kebanyakan organisasi.
b. Langit-langit kaca, walaupun semakin banyak wanita dalam angkatan
kerja daripada sebelumnya, mereka sebagian besar masih berada dalam
posisi junior dan hanya sedikit sekali wanita yang menjadi puncak.
c. Pelecehan seksual, di samping itu, banyak wanita menghadapi pelecehan
seksual di tempat kerja. Pelecehan seksual dapat berupa tingkah laku
seksual yang tidak dikehendaki, termasuk pandangan yang seronok,
gurauan seksual, sentuhan, atau tekanan untuk kepentingan seksual.
10
d. Streotipe, merupakan aplikasi karakter yang dianggap suatu kelompok
(yang ditentukan oleh jenis kelamin atau ras) pada seseorang yang
termasuk kelompok tersebut, tetapi mungkin mempunyai atau mungkin
tidak mempunyai karakteristik tersebut.
e. Sindrom pintu berputar, merupakan masa jabatan yang pendek yang
terjadi, misalnya, ketika kaum minoritas diterima bekerja dalam sebuah
organisasi tetapi tidak tinggal lama karena mereka merasa tidak nyaman
dalam lingkungan organisasi tersebut.
f. Etnis, adalah komposisi etnis dari kelompok atau organisasi. Di AS,
sebagian besar organisasi merefleksikan berbagai tingkat etnis yang
beragam yang terdiri dari kulit putih, Afrika Amerika, Hispanik, dan
Asia. Akan tetapi, seperti kasus pada kelompok wanita, perbedaan
tersebut secara berangsur menghilang ketika organisasi secara
sepenuhnya membuka kesempatan kerja yang seimbang dan mengakui
keseluruhan tingkat bakat yang lebih tinggi untuk mereka.
g. Diskriminasi terhadap orang berusia lanjut, berlawanan dengan semakin
tingginya usia tenaga kerja, banyak manajer masih gagal memberikan
nilai yang memadai pada pekerjaan yang lebih tua, bahkan walaupun
batas usia yang harus pensiun diperlunak.
h. Orientasi seksual. Hadirnya kaum homoseksual di tempat kerja
menempatkan banyak isu untuk perkembangan tempat kerja
multibudaya. Pada masa lampau, kebanyakan kaum homoseksual
menyembunyikan orientasi seksualnya. Masa kini, semakin banyak yang
menyatakan terang-terangan, atau berjuang dengan kemungkinan
menyatakan orientasi seksual secara terbuka, walaupun mereka
mengetahui bahwa hal itu dapat merugikan pekerjaan mereka.
7. Multibudaya dan Sukses Organisasi
Pada umumnya organisasi telah menyadari bahwa terdapat keanekaragaman
dan bahwa budaya dari organisasi mana pun memperhatikan kebutuhan para
karyawan yang amat berbeda. Singkatnya, banyak para manajer yang berjuang
supaya budaya perusahaan lebih sesuai dengan isu multibudaya.
11
Mengelola masalah keanekaragaman dalam multibudaya adalah penting
bagi sukses organisasi. Profesor Taylor Cos dari Universitas Michigan
menyarankan enam argumen untuk mendukung keyakinan bahwa mengelola
keanekaragaman budaya dapat memperbaiki prestasi organisasi.
Tabel 1. Enam Argumen untuk Mengelola Keanekaragaman Budaya
No Argumen Keterangan
1 Argumen Biaya Dengan semakin beranekaragamnya organisasi, biaya
pekerjaan yang jelek dalam rata-rata pekerjaan akan
terhambat. Mereka yang menangani hal ini dengan
baik, akan menciptakan keuntungan biaya
dibandingkan mereka yang tidak.
2 Argumen Akuisisi
Sumber Daya
Perusahaan mengembangkan reputasi agar disukai
sebagai pemberi lapangan kerja yang menjanjikan
bagi kaum wanita dan minoritas etnik. Perusahaan
yang mempunyai reputasi paling baik untuk
mengelola keanekaragaman akan memenangkan
persaingan dalam mendapatkan tenaga kerja terbaik.
Dengan semakin menyusutnya cadangan tenaga kerja
dan perubahan, komposisi, keuntungan ini akan
semakin penting.
3 Argumen Pemasaran Untuk organisasi multinasional, pemahaman, dan
sensitivitas budaya yang dibawa oleh para
anggotanya, dengan akar berasal dari negara lain,
pada usaha pemasaran harus memperbaiki semua
usaha ini dengan cara yang berarti. Pemikiran yang
sama berlaku bagi pemasaran pada subpopulasi dalam
operasi domestik.
4 Argumen Kreativitas Keanekaragaman perspektif dan tidak terlalu
menekankan pada kesesuaian dengan norma pada
masa lalu (yang menjadi ciri pendekatan modern
keanekaragaman manajemen) harus memperbaiki
12
tingkat kreativitas.
5 Argumen
Pemecahan Masalah
Heterogenitas dalam keputusan dan pemecahan
masalah kelompok mempunyai potensi menghasilkan
keputusan yang lebih baik lewat perspektif yang lebih
luas dan analisis isu kritis yang lebih lengkap.
6 Argumen
Fleksibilitas Sistem
Implikasi dari model multibudaya dalam mengelola
keanekaragaman adalah sistem akan menjadi kurang
menentukan, kurang terstandar, dan oleh karena itu
lebih likuid. Naiknya likuiditas harus menciptakan
fleksibilitas yang lebih besar untuk bereaksi pada
perubahan lingkungan (yaitu, reaksi harus lebih cepat
dan biayanya lebih rendah).
Gambar 3. Bagaimana keanekaragaman dan Multibudaya Mendukung
Keunggulan Kompetisi
8. Multikulturalisme dan Konflik
Sayangnya, keanekaragaman dan multikulturalisme dalam suatu organisasi
juga dapat menciptakan konflik. Konflik tersebut dapat muncul karena
berbagai alasan. Sebuah potensi terjadinya konflik adalah ketika seorang
individu berpikir bahwa seseorang telah dipekerjakan, dipromosikan, atau
dipecat karena status keanekaragamannya. Sebagai contoh, misalkan seorang
eksekutif pria kehilangan promosi yang didapatkan oleh seorang eksekutif
wanita. Jika dia yakin bahwa si wanita dipromosikan karena organisasi ingin
13
memiliki manajer wanita yang lebih banyak dan bukan karena si wanita
merupakan kandidat yang lebih baik untuk perkejaan tersebut, eksekutif pria
tersebut akan lebih mungkin untuk merasa sakit hati terhadap si eksekutif
wanita dan organisasi.
Sumber konflik lain yang berakar dari keanekaragaman atau
multikulturalisme adalah melalui kesalahpahaman, salah interpretasi, atau
interaksi yang tidak sesuai antara kelompok-kelompok yang berbeda. Sebagai
contoh, misalkan seorang eksekutif pria menceritakan lelucon secara eksplisit
kepada seorang eksekutif wanita. Dia mungkin secara sengaja berusaha untuk
mempermalukan si wanita, atau dia mungkin dengan cara yang ceroboh
berusaha untuk menunjukkan kepada si wanita bahwa dia memperlakukan
semua orang dengan cara yang sama, atau mungkin dia berpikir bahwa dia
membuat si wanita merasa sabagai bagian dari tim. Tanpa memandang
tujuannya, jika si wanita merasa lelucon tersebut sebagai hinaan, dia akan
merasa berhak untuk marah dan melakukan permusuhan. Perasaan ini mungkin
diarahkan hanya pada individu yang menyinggung dirinya atau secara lebih
umum kepada seluruh organisasi jika si wanita percaya bahwa budaya
perusahaan mendorong perilaku samacam itu. Dan tentu saja pelecehan seksual
sendiri adalah tidak etis dan ilegal.
Konflik juga dapat muncul sebagai suatu akibat dari elemen-elemen
multikulturalisme lain. Sebagai contoh, ketika manajer AS memuji pekerjaan
seorang karyawan Jepang di hadapan publik atas pekerjaannya yang luar biasa,
tindakan tersebut berasalal dari kepercayaan budaya yang dominan di AS
bahwa pengakuan semacam itu penting dan menghargai. Akan tetapi, karena
budaya Jepang menempatkan suatu premi yang lebih tinggi atas kesetiaan
terhadap kelompok dan identitas kelompok dibanding pencapaian individual,
karyawan mungkin akan merasa malu.
Konflik juga mungkin tumbuh sebagai akibat dari ketakutan, saling tidak
percaya, atau prasangka individu. Anggota dari kelompok yang dominan dalam
suatu organisasi mungkin khawatir bahwa pendatang baru dari kelompok lain
akan memberikan suatu ancaman pribadi bagi posisi mereka sendiri di dalam
organisasi. Contoh, ketika perusahaan AS diambil alih perusahaan Jepang,
14
manajer AS kadang-kadang menolak atau bersikap kasar kepada manajer
Jepang yang ditugaskan untuk bekerja dengan mereka. Orang mungkin tidak
mau menerima orang yang berbeda dari mereka sendiri.
Beberapa masalah utama mengenai keanekaragaman dan multikulturalisme
memusatkan perhatian pada potensi terjadinya konflik dan seberapa pentingnya
bagi manajer untuk merespons dengan tepat ketika masalah muncul.
9. Mengelola Keanekaragaman dan Multibudaya dalam Organisasi
Karena potensi yang luar biasa dari keanekaragaman dan multikulturalisme
bagi keunggulan kompetitif dan juga kemungkinan konsekuensi terjadinya
konflik yang terkait dengan hal tersebut, banyak perhatian telah dipusatkan
agar indivisu dan organisasi dapat mengelola keanekaragaman dan
multikulturalisme dengan lebih baik.
Strategi Individual
Satu elemen penting dalam mengelola keanekaragaman dan
multikulturalisme dalam suatu organisasi terdiri dari apa yang dapat dilakukan
oleh individu itu sendiri. Ada empat sikap dasar yang dapat disahakan oleh
individu, yaitu pemahaman, emapti, toleransi, dan kemauan untuk
berkomunikasi.
Pemahaman. Hal pertama adalah memahami sifat dan arti keanekaragaman
dan multikulturalisme. Beberapa manajer, misalnya, telah memberlakukan
konsep kesempatan kerja yang setara hingga pada tingkat ekstrem yang
sebenarnya tidak harus demikian. Mereka tahu bahwa secara hukum mereka
tidak bisa mendiskriminasikan orang atas dasar jenis kelamin, ras, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, untuk mengikuti perintah tersebut mereka yakin
bahwa mereka harus memperlakukan semua orang dengan cara yang sama.
Akan tetapi keyakinan ini menimbulkan masalah ketika diterjemahkan ke
dalam perilaku di temapt kerja karena orang tidak sama. Walaupun orang harus
diperlakukan dengan adil dan setara, manajer harus memahami bahwa pada
kenyataannya orang berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap usaha untuk
memperlakukan setiap orang dengan cara yang sama tanpa memandang
perbedaan manusiawi mereka yang mendasar, hanya akan menyebabkan
15
masalah. Manajer harus mamahami bahwa faktor-faktor budaya dapat
menyebabkan orang berperilaku dengan cara yang berbeda dan bahwa
perbedaan tersebut harus diterima.
Empati. Hal yang berhubungan dengan pemahaman adalah empati. Orang-
orang dalam suatu organisasi seharusnya berusaha untuk memahami perspektif
orang lain. Contoh, seorang wanita bergabung dengan suatu kelompok yang
terdiri dari pria berkulit putih. Setiap pria merasa kurang percaya diri mengenai
bagaimana mereka harus bertindak terhadap anggota baru yang kebetulan
adalah wanita. Akan tetapi, mereka mungkin dapat melakukan hal ini secara
lebih efektif dengan berempati terhadap perasaan wanita.
Toleransi. Pendekatan individual ketiga untuk menghadapi
keanekaragaman dan multikulturalisme adalah toleransi. Walaupun orang
belajar untuk memahami orang lain dan walaupun mereka mungkin berusaha
untuk berempati dengan orang lain, fakta membuktikan bahwa mereka
mungkin masih tidak menerima atau menikmati beberapa aspek dari perilaku
orang lain tersebut.
Kesediaan untuk Berkomunikasi. Jika terjadi masalah antara dua
individu, maka harus dilakukan komunikasi untuk menjelaskan permasalahan
yang ada agar tidah menjadi masalah yang besar. Agar komunikasi bisa
berlangsung, maka harus dilakukan oleh kedua belah pihak yang bermasalah.
Selama komunikasi dilakukan dengan ramah dan tidak mengancam, biasanya
akan memberikan hasil yang positif. Dan pada kenyataannya, sebagian besar
perusahaan saat ini memiliki satu sistem atau lebih untuk menampung
pertanyaan dan masalah yang muncul sebagai akibat dari keanekaragaman.
Pendekatan Organisasional
Kebijakan Organisasional. Titik awal dalam mengelola keanekaragaman
dan multikulturalisme adalah kebijakan yang diadopsi oleh suatu organsasi
untuk memperngaruhi, secara langsung atau tidak langsung, bagaiamana orang
diperlakukan. Aspek lain dari kebijakan organisasional yang mempengaruhi
keanekaragaman dan multikulturalusme adalah bagaimana organisasi
16
mengatasi dan merespons masalah yang muncul sebagai akibat dari perbedaan
di antara orang-orang.
Praktik Organisasi. Organisasi juga dapat membantu mengelola
keanekaragaman dan multikulturalisme melalui berbagai praktik dan prosedur
yang ada. Pembentukan jaringan yang terdiri dari berbagai kelompok Avon
mencerminkan contoh praktik organisasio yang menyuburkan
keanekaragaman. Secara umum, idenya adalah karena keanekaragaman dan
multikulturalisme dicirikan oleh perbedaan di antara orang-orang, organisasi
dapat mengelola keanekaragaman tersebut secara lebih efektif dengan
mengikuti praktik dan prosedur yang fleksibel daripada prosedur yang kaku.
Paket tunjangan misalnya, dapat diatur untuk mengakomodasi situasi
individu dengan lebih baik. Jam kerja yang fleksibel juga merupakan praktik
organisasi yang bergunaa untuk mengakomodasi keanekargaman.
Keanekaragaman dan Peatihan Multikultural. Banyak organisasi
menemukan bahwa pelatihan keanekaragaman dan multikultural adalah cara
yang efektif untuk mengelola keanekragaman dan meminimalkan konflik yang
berhubungan. Seacar lebih spesifik, pelatihan keanekaragaman dan
multikultural adalah pelatihan yang secara khusus dirancang untuk membuat
anggota organisasi dapat berfungsi dengan baik di dalam suatu tempat kerja
yang beragam dan multikultural. Beberapa organisasi bahkan melangkah
sangat jauh dengan menyediakan pelatihan bahasa untuk karyawan mereka
sebagai suatu sarana untuk mengelola keankearagaman dan multikulturalisme.
Motorola misalnya, menyediakan pelatihan bahasa Inggris bagi karyawan
asingnya yang ditugaskan di AS.
Budaya Organisasi. Ujian paling penting dari komitmen organisasi dalam
mengelola keanekaragaman dan multikulturalisme adalah budaya. Terleps dari
apa yang dikatakan atau apa yang ditulis para manajer, hal tersebut tidak dapat
benar-benar menjadi suatu bagian yang terintegrasi dari suatu organisasi,
kecuali terdapat keyakinan mendasar dan fundamental bahwa keanekaragaman
dan multikulturalisme tersebut dihargai. Suatu organisasi yang benar-benar
ingin memperbaiki keanekaragaman dan multikulturalisme harus membentuk
budayanya sehingga budaya tersebut dengan jelas menegaskan komitmen
17
manajemen puncak terhadap keanekaragaman dan multikulturalisme dan
mendukung keanekaragaman dan multikulturalisme dalam semua bentuknya di
setiap bagian organisasi.
10. Menuju Organisasi yang Multibudaya
Organisasi multikulural merupakan organisasi yang telah mencapai tingkat
keanekaragaman yang tinggi, mampu untuk sepenuhnya memanfaatkan
keuntungan dari keanekaragaman, dan relative lebih sedikit memiliki masalah
yang berhubungan dengan keanekaragaman. Sebuah artikel baru-baru ini
mendeskripsikan enam karakteristik dasara organisasi multikultural sebagai
berikut:
Gambar 4. Organisasi Multibudaya
Sumber. Berdasarkan pada Taylor H. Cox, “The Multiculture Organization”, Academyof Management Executive, Mei 1991, hal.34-37, Dicetak kembali dengan izin.
Pertama, organisasi multikultural mempunyai ciri pluralisme; setiap
kelompok yang terdapat dalam organisasi berusaha memahami kelompok lain.
Oleh karena itu, karyawan Afrika Amerika berusaha untuk memahami
karyawan kulit putih, dan karyawan kulit putih berusaha sama kerasnya untuk
memahami rekan kerja Afrika Amerika mereka.
Kedua, organisasi multikultural mencapai integrasi struktur yang penuh.
Integrasi struktural yang penuh menyatakan bahwa keanekaragaman dalam
suatu organisasi secara lengkap dan akurat merefleksikan pasar tenaga kerja
eksternal organisasi.
18
Ketiga, organisasi multikultural mencapai integrasi penuh dari jaringan
informal. Krakteristik ini menyebutkan bahwa tidak terdapat hambatan untuk
memasuki da berpartisipasi dalam setiap aktivitas organisasi.
Keempat, organisasi multikultural dicirikan oleh ketiadaan prasangka dan
diskriminasi. Tidak ada bias yang tampak dan prasangka dihilangkan. Dan
diskriminasi tidak dipraktikkan dalam bentuk atau cara apa pun. Dan tidak
adanya diskriminasi bukan karena diskriminasi tersebut illegal tapi karena
ketiadaan prasangka dan bias. Orang dihargai, diterima, dan diberi
penghargaan murni atas dasar keahlian mereka dan apa yang mereka
kontribusikan untuk organisasi.
Kelima, tidak terdapat kesenjangan dalam identifikasi organisasional
berdasarkan kelompok identitas bidaya. Dalam banyak organisasi saat ini,
orang cenderung membuat anggapan mengenai peran organisasi berdasarkan
pada identits kelompok.
Keenam, terdapat tingkat konflik antarkelompok yang rendah dalam
organisasi multibudaya. Organisasi multibudaya telah berevolusi di luar titik
ini hingga suatu tingkat dimana hampir tidak ada konflik diantara orang yang
berbeda. Orang-orang di dalam organisasi secara sepenuhnya memahami,
berempati, memiliki toleransi, dan secara terbuka berkomunikasi dengan orang
lain.
11. Tantangan Dalam Mengelola Multibudaya
Tantangan dalam mengelola tim multikultural efektif adalah untuk
mengenali penyebab yang mendasari budaya konflik, dan untuk campur tangan
dalam cara-cara yang baik mendapatkan tim kembali ke jalur dan
memberdayakan anggotanya untuk menghadapi tantangan masa depan sendiri.
Kabar baiknya adalah bahwa tantangan budaya dapat dikelola jika manajer
dan anggota tim memilih strategi yang tepat dan menghindari memaksakan
tunggal berbasis budaya pendekatan pada situasi multikultural.
Orang-orang cenderung menganggap bahwa tantangan pada tim
multikultural timbul dari perbedaan gaya komunikasi. Tapi ini hanya salah satu
dari empat kategori yang, menurut penelitian kami, dapat menciptakan
19
hambatan untuk sukses utama sebuah tim. Kategori ini adalah komunikasi
langsung vs tidak langsung, masalah dengan aksen dan kefasihan, sikap yang
berbeda terhadap hirarki dan otoritas, dan norma-norma yang bertentangan
untuk pengambilan keputusan.
Seorang manajer harus mampu memvariasikan gaya kepemimpinan namun
tetap mewakili setiap individu di dalam organisasinya dalam menghadapi isu-
isu lintas budaya, tantangan yang dihadapi adalah :
- perbedaan budaya
- ketidaktepatan komunikasi yang mengarah kepada kesalahpahaman
dalam bekerja
- perbedaan gaya komunikasi, budaya bekerja dan kualitas pekerjaan
- perbedaan zona wilayah waktu yang mengarah kepada ketidakcocokan
koordinasi pekerjaan
Langkah-langkah seorang manajer dalam mengarahkan multicultural team
sehingga lebih efektif :
- adaptasi, dimana tiap anggota memiliki keterbukaan pengetahuan
dalam memahami budaya masing-masing sehingga membuat pekerjaan
lebih mudah.
- Intervensi fisik, dimana melibatkan setiap anggota dalam organisasi
- Keterlibatan administrasi manajer tingkat atas untuk menetapkan
aturan dan peraturan di dalam project
- Mengeluarkan team yang telah memberikan pilihan yang tidak tercapai
Metode yang digunakan dalam menghadapi masalah multikultural team :
- Mengidentifikasi wilayah konflik
- Koordinasi lintas budaya dalam kegiatan pelatihan karyawan
- Memberikan kepercayaan dan memotivasi setiap anggota , menghapus
perselisihan serta menghargai kepercayaan setiap anggota
- Memberikan kelas pelatihan bahasa inggris bagi anggota tim yang
tidak lancar dalam berkomunikasi secara bahasa inggris.
- Mengenalkan manajemen pembentukan team dan memberikan role
play sebagai pemecah kebekuan di luar jam kerja
20
- Mempersatukan tujuan dari berbagai orang yang datang dari berbagai
budaya demi kesuksesan organisasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Griffin, 2009, Manajemen, Edisi 7, Jilid 1, Jakarta: Erlangga
Stoner, James A.F, et all. 2008, Manajemen Pada Abad Kedua Puluh Satu,
Jakarta: PT. Prenhallindo
http://www.dot-connect.com/Key_factors_of_Multicultural_Team_Management_
Leadership.html
http://www.worldwideerc.org/Resources/MOBILITYarticles/Pages/0510-
dubberke.aspx
http://hbr.org/2006/11/managing-multicultural-teams/ar/1
http://www.crossculture.com/publications/articles/recruitment-across-cultures/
http://id.prmob.net/multikulturalisme/team-building/saturnus-korporasi-
221240.html
http://www.expatinfodesk.com/blog/2012/04/16/18-tips-for-managing-
multicultural-teams/
http://www.crossculture.com/rlcintro.html
22