Upload
via
View
45
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
d
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sklerosis multipel adalah suatu penyakit oto imun yang ditandai oleh pembentukan
antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf perifer tidak terkena. Respon
peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan menyebabkan pembengkakan dan edema
yang merusak neuron neuron dan menyebabkan pembentukan flak jaringan parut pada mielin.
Sklerosis multipel merupakan penyakit berat yang secara medis obatnya sampai detik ini
belum ditemukan dan sampai sekarang belum ada orang yang sembuh 100 %. Sklerosis multipel
memang merupakan penyakit yang terasa atau kelihatan cukup aneh, bukan saja bagi orang lain
tetapi juga bagi penderitanya sendiri. Gejala gejala yang timbul terjadi secara tiba tiba dan biasa
hilang lagi secara sekejap. Atau menetap selama berhari hari atau berminggu minggu atau
bahkan berbulan bulan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis dari penyakit multiple sclerosis ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan multiple sclerosis?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari penyakit multiple sclerosis
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan multiple sclerosis
1
BAB II
KONSEP TEORITIS PENYAKIT
2.1 Definisi
Sklerosis multipel (MS) merupakan kadaan kronis, panyakit sisten saraf pusat deganeratif
dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis. ( Brunner
& suddarth, keperawatan medikal bedah,(2002) hal 2182 )
Sklerosis multipel adalah penyakit degenerative system syaraf pusat (ssp) kronis yang
meliputi kerusakan (material lemak dan protein ).
Multiple Sclerosis adalah penyakit degeneratif system syaraf pusat (SSP) kronis yang
meliputi kerusakan myelin (material lemak dan protein ). Multiple sclerosis secara umum
dianggap sebagai auto imun dimana system imun tubuh sendiri yang normalnya bertanggung
jawab untuk mempertahankan tubuh terhadap terhadap virus dan bakteri, dengan alasan yang
tidak diketahui mulai menyerang atau menghancurkan myelin yaitu lapisan pelindung syaraf
yang melindungi syaraf yang berfungsi untuk melancarkan pengiriman pesan dari otak ke
seluruh bagian tubuh. Ditandai dengan remisi dan ekaserbasi periodic. Multiple sclerosis
menghaisilkan berbagai tanda dan gejala tergantung pada lokasi lesi, biasanya disebut sebagai
plaque.
2.2 Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill, 2000), ada beberapa kategori multiple sclerosis
berdasarkan progresivitasnya adalah :
1. Relapsing Remitting Multiple Sclerosis
Ini adalah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan atau dua puluhan
tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti dengan keembuhan semu.
Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat penderita terlihat pulih.
2
Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat kepulihan sebelum
terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi sedikit semakin memburuk.jika
sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki kemampuan motorik dan sensorik
100%, maka setelah serangan tersebut mungkin hanya akan pulih 70-95% saja. Serangan berikut
akan terus menurukan kemampuan penderita sampai ke 0%. Setiap serangan tersebut berakibat
semakin memburuknya kondisi penderita. Interval waktu antara serangan satu dengan serangan
yang selanjutnya sama sekali tidak bisa diduga, bila dalam hitungan hari, minggu bulan atau
tahun. Hampir 70% penderita MS pada awalnya mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali
mengalami serangan hebat, jenis MS ini akan berubah menjadi Secondary Progressiv MS.
2. Primary Progresssiv Multiple Sclerosis
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk. Ada saat – saat penderita tidak mengalami
penurunan kondisi ,namun jenis MS ini tidak mengenal istilah kesembuhan semu. Tingkat
progresivitanya beragam pada tingakatan yang paling parah , penderita Ms jenis ini bisa berakhir
dengan kematian.
3. Secondary Progressiv Multiple Sclerosis
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting MS .Pada jenis ini kondisi penderita menjadi
serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv MS.
4. Benign Multiple Sclerosis
Sekitar 20% penderita MS jinak ini.Pada jenis MS ini penderita mampu menjalani kehidupan
seperti orang sehat tanpa begantung pada siapapun.Serangan – serangan yang diderita pun
umumnya tidak pernah berat,sehingga para penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya
menderita MS.
2.3 Etiologi
Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan dengan virus dan
mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan dengan factor genetic.
3
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
Kehamilan
Infeksi yang disertai demam
Stress emosional
Cedera
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyebab Multiple Sclerosis yang paling nyata
adalah factor genetik (mirip kanker), tapi perkembangan dunia kedokteran terbaru membantah
kesimpulan ini. Penelitian terbaru membuktikan bahwa Multiple Sclerosis Faktor keturunan
tampaknya berperan dalam terjadinya sklerosis multipel.
Sekitar 5% penderita memiliki saudara laki-laki atau saudara perempuan yang juga
menderita penyakit ini dan sekitar 15% penderita memiliki keluarga dekat yang menderita
penyakit ini. Faktor lingkungan juga berperan dalam terjadinya penyakit ini. Sklerosis multipel
hampir tidak pernah menyerang orang-orang yang tinggal di dekat katulistiwa. Iklim dimana
seseorang tinggal pada 10 tahun pertama kehidupannya tampaknya lebih penting dari pada iklim
dimana seseorang tinggal setelah 10 tahun pertama kehidupannya, Meskipun para ahli
menemukan bahwa MS itu berhubungan dengan infeksi (virus) , imunologis, dan factor genetic
serta mengekalkan (menetap) sebagai hasil dari factor intrinsik (contoh kegagalan
imunoregulasi).
Hal yang sudah diterima pada MS akan diturunkan. Derajat pertama, kedua, ketiga
relative pada klien dengan MS. Yang meningkatkan resiko secara perlahan. Multipel unlinked
genes akan mudah diterima pada MS. Adanya faktor presifitasi terdiri dari terpaparnya pada agen
pathogenik sebagai penyebab dari MS masih kontroversi. Ini mungkin karena asosiasi mereka
masih acak dan tidak adanya hubungan sebab akibat disana.
Faktor presifitasi yang mungkin termasuk infeksi , cedera fisik dan strees emosional, kelelahan
berlebihan kehamilan ataupun seperti faktor ini :
Gangguan autoimun ( kemungkinan dirangsag / infeksi virus )
Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
Racun yang beredar dalam CSS
4
Infeksi virus pada SSP ( morbili, destemper anjing )
2.4 Manifestasi Klinik
Kelelahan
Kehilangan keseimbangan
Lemah
Kebas, kesemutan
Kesukaran koordinasi
Gangguan penglihatan – diplobia, buta parsial / total
Kelemahan ekstermitas spastik dan kehilangan refleks abdomen
Depresi
Afaksia
2.5 Patofisiologi
Penyakit ini terutama mengenai subtansia alba otak dan medulla spinalis, serta nervus
optikus. Ditemukan sel inflamasi kronik dan kerusakan myelin dengan akson yang relative masih
baik. Pada subtansia alba terdapat area yang relative tampak normal yang berselang-seling
dengan focus inflamasi dan demielinasi yang disebut juga plak. Yang seringkali terletak dekat
venula. Demielinasi inflamasi jalur SSP menyebabkan penurunan dan gangguan kecepatan
hantar saraf dan akhirnya hilangnya penghantaran informasi oleh jaras tertentu.
Plak inflamasi akan mengalami evolusi seiring dengan waktu. Pada tahap awal terjadi
perombakan lokal sawar darah-otak. Diikuti inflamasi dengan edema, hilangnya myelin dan
akhirnya jaringan parut SSP yaitu gliosis. Hasil akhir akan menyebabkan area sklerosis yang
mengerut, yang berkaitan dengan deficit klinis minimal dibandingkan saat plak masih aktif. Hal
ini sebagian disebabkan oleh remielinasi yang merupakan potensi SSP, dan juga memperjelas
kembalinya fungsi dengan resolusi inflamasi dan edema. Keadaan patologis ini berhubungan
dengan pola klinis relaps sklerosis multiple, yaitu terjadi gejala untuk suatu periode tertentu yang
selanjutnya membaik secara parsial atau total. Lesi inflamasi lebih lanjut yang terletak dekat
lokasi kerusakan yang sudah ada sebelumnya akan menyebabkan akumulasi deficit neurologis.
5
Plak tidak harus berhubungan dengan kejadian klinis spesifik, misalnya jika plak hanya kecil dan
terletak pada area SSP yang relative tenang.
2.6 Pathway
6
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. MRI otak dan medulla spinalis yang dapat menunjukkan lesi plak demielinasi.
2. Potensial bangkitan visual, yang dapat menunjukkan perlambatan konduksi sentral jalur
visual, misalnya akibat neuritis optic subklinis sebelumnya.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal, yang dapat menunjukkan perubahan
nonspesisfik termasuk limfositosis dengan penyakit aktif, dan peningkatan protein.
4. (lionel ginsberg ; hal:146)
2.8 Penatalaksaan
Bersifat simtomatik : sesuai dengan gejala yang muncul
Farmakoterapi :
Kortikosteroid, ACTH, prednisone sebagai anti inflamasi dan dapat meningkatkan
konduksi saraf.
Imunosupresan : siklofosfamid (Cytoxan), imuran, interferon, Azatioprin, betaseron.
Baklofen sebagai antispasmodic
Blok saraf dan pembedahan dilakukan jika terjadi spastisitas berat dan kontraktur untuk
mencegah kerusakan lenih lanjut.
Terapi fisik untuk mempertahankan tonus dan kekuatan otot
2.9 Terapi
1. Obat
Secara medis tidak ada yang menyembuhkan Multiple Sclerosis 100%. Obat – obatan
yang ada hanyalah menghambat interval serangan, sedikit mengurangi tingkat keparahan
serangan,memperlambat progreifitas atau perburukan MS. Obat yang biasa I berikan dokter
adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan satu atau dua gejala saja. Misalnya, jika
gejala yang muncul adalah akit kepala maka dokter akan memberikan obat sakit kepala. Ada
obat yang tidak menyembuhkan namun berfungsi untuk memperlambat kerusakan yaitu
Interferon beta-1a atau kortikosteroid. Interferon bias disuntikan 1-3 kali seminggu secara teratur
8
seumur hidup. Penggunaan interferon biasanya menimbulkan gejala – gejala influenza, seperti
sakit kepala, demam dan myalgia (nyeri otot/sendi). Gejala mirip flu ini akan timbul 4-6 jam
etelah injeksi dan gejala ini akan menetap selama beberapa jam.efek samping yang lain adalah
moon face, wajah terlihat menjadi bulat seperti bulan ,gemuk)badan gemuk,insomnia (sulit
tidur),euporia(perasaan gembira berlebihan),dan perasaan tertekan (depresi ringan).
2. Bed Rest
Penderita MS membutuhkan banyak istirahat terutama setelah mengalami serangan baik
serangan kecil maupun erangan hebat.lamanya istirahat tergantung kondisi penderita,semakin
hebat serangan yang di alami semakin lama waktu istirahat yang diperlukan.istirahat ini bisa
dilakukan di rumahsakit atau dirumah sendiri.
3. Pengobatan Dengan Transplantasi Sel Induk
Ilmu kedokteran yang terus berkembang membawa harapan besar bagi penderita
MS.Berinduk pada pengalaman penderita MS Amerika yang telah menjalani pengobatan dengan
transplantasi sel induk dari sum –sum tulang belakangnya sendiri (sebelum pengobatan tersebut
kehidupan penderita dari amerika terjebak dalam kursi roda lumpuh total setelah pengobatan
meskipun tidak 100% sembuh,ia akhirnya dapat menggunakan kakinya untuk berjalan).
Pengobatan dengan sel induk ini memang tidak menjajikan kesembuhan 100%,serta
mengharuskan penderita MS rela merogoh sakunya dengan sangat dalam,namun setidaknya
pengobatan ini mungkin dapat menjadi harapan baru bagi sebagian kecil penderita MS.
2.10 Komplikasi
1. Defisit neurologi berat yang menckup hilangnya penglihatan, peningkatan keletihan, dan
deteriorasi intelektual dapat terjadi pada proses penyakit
2. Depresi, kehilangan dukungan social stress keluarga dan pasangan, dan masalah financial
biasa terjadi. (elizabeth j corwin;hal:262)
9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Pada umunya terjadi pada orang-orang yang hidup di daerah utara dengan temperatus tinggi,
terutama pada dewasa muda (20-40th).
3.1.2 Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas / kekejangan dan kaku
otot, kerusakan penglihatan.
3.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun.
3.1.4 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier yang mengakibatkan
erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif
3.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita penyakit
tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
3.1.6 Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pola persepsi dan konsep diri, didapatkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,mudah marah dan tidak kooperatif.perubahan yang
10
terpenting pada klien dengan penyakit mutiple sclerosis adalah adanya gangguan afek, berupa
euforia. Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan
dimensia.
3.1.7 Pemeriksaan Fisik
3.1.7.1 Keadaan umum
Klien dengan mutiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya
perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi
pernapasan berhubungan dengan bercak lesi di medula spinalis.
3.1.7.2 B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita mutiple sclerosis dengan tampak dari
tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat
mencakup hal-hal sebagai beikut:
Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor,ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien dengan inaktivitas
3.1.7.3 B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi
postural.
11
3.1.7.4 B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah
laku.
3.1.7.5 B4 (Bladder)
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis menimbulkan gangguan pengaturan
spingtersehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan berkurangnya
kapasitas kandung kemih yang spatis.selalin itu juga timbul retensi dan inkontinensia.
3.1.7.6 B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan
fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami
konstipasi.
3.1.7.7 B6 (Bone)
Pada keadaan pasien mutiple sclerosisbiasanya didapatkan adanya kesuliatan untuk beraktivitas
karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau
terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.merasa lelah dan berat pada satu tungkai,
dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolan yang
kurang sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan terutama
apabila ia sedang berada di tempat tidur.keadaan spatis yang lebih berat disertai dengan spasme
otot yang nyeri.
Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem Respirasi
I : Bentuk dada d/s simetris
P : Pergerakan dada simetris d/s
P : Sinor
A : Tidak ada suara nafas tambahan
12
2) Sistem Kardiovaskuler
I : Ictus cordis tidak nampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5
P : Pekak
A : Tidak ada suara tambahan seperti mur-mur
3) Sistem Intergumen
Resiko terjadinya dekubitus karena intoleransi aktivitas
4) Sistem Gastrointestinal
Mengalami perubahan pola makan karena mengalami kesulitan makan sendiri akbiat gejala klinis
yang ditimbulkan.
5) Sistem Eliminasi Urine
BAK : mengalami inkontinensia & nokturia selama melakukan eliminasi uri
6) Sistem eliminasi alvi
BAK : tidak lancar 3 hari 1x dengan konsistensi keras, warn kukning bu khas feses
7) Sistem Murkulus skeletal
-Kesadaran : -Apatisi 3-4-6
-Terjadi kelemahan paralisis otot, kesemutan, nyeri (perasaan
tertusuk-tusuk pada bagian tubuh tertentu)
8) Sistem Neurologis
Terjadi perubahan ketajaman penglihatan (diplobia), kesulitan dalam berkomunikasi (disastria)
13
3.2 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas.
2. Resiko Injury berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan.
3. Defisit perawatan diri (makan,minum,berpakaian,higiene) berhubungan dengan
perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
3.3 Intervensi
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Gangguan mobilitas fisik
Definisi :
Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas
Batasan karakteristik :
- Postur tubuh yang tidak stabil selama melakukan kegiatan rutin harian
- Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar
NOC :
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
14
- Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus
- Tidak ada koordinasi atau pergerakan yang tersentak-sentak
- Keterbatasan ROM
- Kesulitan berbalik (belok)
- Perubahan gaya berjalan (Misal : penurunan kecepatan berjalan, kesulitan memulai jalan, langkah sempit, kaki diseret, goyangan yang berlebihan pada posisi lateral)
- Penurunan waktu reaksi
- Bergerak menyebabkan nafas menjadi pendek
- Usaha yang kuat untuk perubahan gerak (peningkatan perhatian untuk aktivitas lain, mengontrol perilaku, fokus dalam anggapan ketidakmampuan aktivitas)
- Pergerakan yang lambat
- Bergerak menyebabkan tremor
berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
15
Faktor yang berhubungan :
- Pengobatan
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia
- Kerusakan persepsi sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk memulai gerak
- Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif
16
atau umum
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Resiko Injury b/d immobilisasi, penekanan sensorik patologi intrakranial dan ketidaksadaran
Definsi :
Dalam risiko cedera sebagai hasil dari interaksi kondisi lingkungan dengan respon adaptif indifidu dan sumber pertahanan.
Faktor resiko :
Eksternal
- Mode transpor atau cara perpindahan
- Manusia atau penyedia pelayanan kesehatan (contoh : agen nosokomial)
NOC : Risk Kontrol
Kriteria Hasil :
Klien terbebas dari cedera
Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera
Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal
Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Mampu mengenali perubahan status
NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan)
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk
17
- Pola kepegawaian : kognitif, afektif, dan faktor psikomotor
- Fisik (contoh : rancangan struktur dan arahan masyarakat, bangunan dan atau perlengkapan)
- Nutrisi (contoh : vitamin dan tipe makanan)
- Biologikal ( contoh : tingkat imunisasi dalam masyarakat, mikroorganisme)
- Kimia (polutan, racun, obat, agen farmasi, alkohol, kafein nikotin, bahan pengawet, kosmetik, celupan (zat warna kain))
Internal
- Psikolgik (orientasi afektif)
- Mal nutrisi
- Bentuk darah abnormal, contoh : leukositosis/leukopenia, perubahan faktor pembekuan, trombositopeni, sickle cell, thalassemia, penurunan Hb, Imun-autoimum tidak berfungsi.
- Biokimia, fungsi regulasi (contoh : tidak
kesehatan menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
18
berfungsinya sensoris)
- Disfugsi gabungan
- Disfungsi efektor
- Hipoksia jaringan
- Perkembangan usia (fisiologik, psikososial)
- Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak utuh, berhubungan dengan mobilitas)
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
Definisi :
Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri
Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting
NOC :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
Klien terbebas dari bau badan
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
NIC :
Self Care assistane : ADLs
Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
19
Faktor yang berhubungan : kelemahan, kerusakan kognitif atau perceptual, kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf
tidak mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Resiko gangguan integritas kulit b/d keterbatasan mobilitas
Definisi : Perubahan pada epidermis dan dermis
Batasan karakteristik :
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
NIC : Pressure Management
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Hindari kerutan padaa tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
20
(epidermis)
Faktor yang berhubungan :
Eksternal :
- Hipertermia atau hipotermia
- Substansi kimia
- Kelembaban udara
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Usia yang ekstrim
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
Internal :
- Perubahan status metabolik
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
- Faktor yang berhubungan dengan perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)
Mampumelindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
21
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sklerosis multipel merupakan penyakit pada sistem Persyarafan yang ditandai dengan
lemah, mati rasa, hilnganya fungsi pendengaran dan penglihatan yang biasanya terjdi pada umur
18-40 tahun dan kapan saja. Sklerosis multipel timbul karena pola makan yang tidak teratur, pola
diet, penggunaan obat, konsumsi alcohol, merokok dan kurang beraktifitas. Klien perluh
diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan,dan pengobatan agar dapat menjaga
kesehatannya.
22
4.2 Saran
Pada makalah ini penulis menyarankan mahasiswa kesehatan senantiasa menggunakan metode
proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan Sklerosis
multipel serta memberikan pendidikan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Mc. Graw Hill. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Basic Neurologi. Jakarta. PT: Ghanesa
Clark.1991. Mekanisme Autoimune Manusia. Bandung. Gramedhia
Mutaqin Arif. 2008. Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan ed 6 vol.2.
salemba medical. Jakarta
Brunner & suddarth.2002. keperawatan medikal bedah ed 8 vol.3 EGC. Jakarta
Gisberg,lionel.2007. Lecture Notes Neurologi, edisi 8..jakarta: Erlangga
Corwin, Elisabeth j.2009. Buku Saku Patofisiologi, edisi 3.jakarta: EGC
23