20
1 BAB I PENDAHULUAN Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan Orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah undescended testis, tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud kriptorkismus murni, testis ektopik , atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni adalah suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur normal disebut testis ektopik, dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak di dalam skrotum dan dapat didorong masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan disebut pseudokriptorkismus atau testis retraktil. Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat

MUTIA Retraktil Testis

  • Upload
    sadam

  • View
    31

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

file

Citation preview

Page 1: MUTIA Retraktil Testis

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi

dan Orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah

undescended testis, tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud

kriptorkismus murni, testis ektopik , atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni

adalah suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis tidak berada

di dalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur

penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur normal disebut testis ektopik,

dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak di dalam skrotum dan dapat didorong

masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan disebut pseudokriptorkismus atau

testis retraktil. Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat

akibat cuaca dingin, atau setelah melakukan aktifitas fisik. Kelainan ini tidak perlu

diobati.

Retraktil testis merupakan kelainan dimana testis sudah mengalami penurunan

yang sempurna tetapi tidak berada di tempat yang sesuai yaitu di skrotum. Banyak

anak laki – laki yang diperiksakan ke dokter dengan kriptorkismus atau

undesensustestis.

Insidens maldesensus testis setelah usia satu tahun adalah 1,8-2%. Pembagian

dibuat berdasarkan retensi testis pada abdomen, inguinal atau preskrotal dan ekstopik

Page 2: MUTIA Retraktil Testis

2

testis di epifasial, femoral atau penodorsal. Sliding atau testis retraktil merupakan

variasi dan kriptorkismus. Sliding testis dengan funikulus spermatikus yang terlalu

pendek akan kembali ke posisi nonfisiologik saat ditarik ke dalam skrotum dan

kemudian dilepaskan. Testis retraktil atau pendulosa dengan hipertrofik otot

kremaster dihubungkan dengan retraksi intermiten dari testis yang umumnya

orthotopik.

Kriptokismus pada bayi prematur kurang dari 30%, sedangkan pada bayi

cukup bukan sebesar 3%. Dengan ertambahnya usia, testis mengalami desensus

spontan, sehingga pada usia 1 tahun angka kejadian menurun hingga 0,7-0,9%.

Setelah 1 tahun, sudah jarang mengalami desensus spontan.

Page 3: MUTIA Retraktil Testis

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi

Testis maldesensus dapat terjadi karena :

- Gubernakulum testis

- Kelainan intrinsik testis

- Defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus testis.

Gambar 1. Kriptokismus dan Testis Ektopik

Page 4: MUTIA Retraktil Testis

4

Keterangan gambar :

1. Testis retraktil.

2. Inguinal.

3. Abdominal.

Sedangkan gambar di sebelah kiri menunjukkan testis ektopik, antara lain:

4. Inguinal superfisial.

5. Penis

6. Femoral

2.2 Patofisiologi dan Patogenesis

Suhu di dalam rongga abdomen ± 10C lebih tinggi daripada suhu di dalam

skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi

daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis.

Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah mengalami

kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih

normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi

mengecil.

Page 5: MUTIA Retraktil Testis

5

Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak,

maka potensi seksual tidak mengalami gangguan.

Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum

adalah mudah terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami

degenerasi maligna.

2.3 Gambaran klinis

Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak

menjumpai testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena

infertilitas yaitu belum mempunyai anak setelah kawin beberapa tahun. Kadang-

kadang merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis

maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi tumor

testis.

Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak

pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum

melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi untuk

mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat.

Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan

anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan

hormonal antara lain hormon testosteron, kemudian dilakukan uji dengan pemberian

hormon hCG (human chorionic gonadotropin).

Page 6: MUTIA Retraktil Testis

6

2.4 Diagnosis

Retraktil testis sering keliru dibedakan dengan undesensus testis, ada beberapa

pemeriksaan yang diperlukan dalam mendiagnosa retraktil testis, salah satunya adalah

dengan pemeriksaan fisik , pemeriksaan fisik ini harus dilakukan dalam suasana

tenang dan nyaman, laki – laki usia lebih dari 1 tahun mempunyai refleks kremaster

sehingga apabila pada saat pemeriksaan pasien cemas dan mudah geli atau dalam

keadaan tidak nyaman maka akan sangat sulit memasukan testis ke dalam skrotum.

Untuk menciptakan suasanya nyaman dan tidak menimbulkan refleks kremaster itu

sendiri bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti pasien diperiksa dengan posisi

kaki kodok “frog leg position”, atau pasien diperiksa dengan kaki menggantung di

bibir meja periksa, selain itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan valsava

maneuver atau dengan menggunakan sabun atau jelly yang dioleskan pada jari

pemeriksa untuk mendapatkan sensasi taktil yang dapat membedakan apakah skrotum

berada di kanalis inguinalis atau tertutupi oleh lemak sekitar skrotum. Apabila testis

bisa dimasukkan ke dalam skrotum dengan mudah maka kita bisa mendiagnosa hal

tersebut dengan retraktil testis.

Apabila sulit dibedakan antara undesensus testis dengan retraktil testis dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan tes HCG (Human Chorionic

Page 7: MUTIA Retraktil Testis

7

Gonadotropine) dimana hal ini berdasarkan bukti klinis yang ditemui pada penderita

retraktil testis yang akan hilang dengan sendirinya tanpa manipulasi operasi pada saat

penderita mengalami masa pubertas, hal ini diduga erat berhubungan dengan HCG

yang dihasilkan oleh laki – laki pubertas, sehingga diharapkan setelah pemberian

HCG penderita retraktil testis akan hilang dengan sendirinya, tetapi pada undesensus

testis hal ini tidak akan terjadi. Dosis HCG yang disarankan oleh para klinisi adalah

2000 IU dalam 3 hari.

Uji hCG untuk mengetahui keberadaan testis dengan periksa kadar testosteron

dengan Injeksi hCG 2000U/hari selama 4 hari, apabila pada hari ke 5 kadar

meningkat 10 kali lebih tinggi daripada kadar semula berarti testis memang ada.

Keberadaan testis sering kali sulit untuk ditentukan, apalagi testis yang letaknya

intraabdominal dan pada pasien yang gemuk. Untuk itu diperlukan bantuan beberapa

sarana penunjang, di antaranya adalah flebografi selektif atau diagnostik laparoskopi.

Pemakaian ultrasonografi untuk mencari letak testis sering kali tidak banyak

manfaatnya sehingga jarang dikerjakan. Pemeriksaan flebografi selektif adalah usaha

untuk mencari keberadaan testis secara tidak langsung, yaitu dengan mencari

keberadaan pleksus Pampiniformis. Jika tidak didapatkan pleksus pampiniformis

kemungkinan testis memang tidak pernah ada.

Pemerikasaan dengan USG juga sering digunakan dalam pemeriksaan pasien

dengan keluhan testis yang tidak teraba, namun sering menjadi salah diagnosa sebab

Page 8: MUTIA Retraktil Testis

8

sering pasien dengan testis yang tidak teraba akan mudah terdiagnosa dengan

pemeriksaan USG padahal sesungguhanya pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan

hanya menggunakan pemeriksaan fisik testis.

Pemeriksaan dengan menggunakan CT – scan juga menjadi rekomendasi oleh

para klinisi dengan harapan akan lebih mudah mengetahui posisi testes yanag

sebenarnya tetapi efek radiasi yang besar akan sangat merugikan untuk anak- anak.

MRI juga mempunyai efek samping yang sama dengan CT-scan, padahal testis yang

tidak teraba mudah diperiksa dengan menggunakan pemeriksaan fisik saja, hal inilah

yang menjadi alasan bagi para klinisi untuk meninggalkan pemeriksaan menggunakan

USG, CT-scan atau MRI karena selain tidak akurat pemeriksaan ini juga memerlukan

biaya yang mahal.

Pemeriksaan penunjang lain yang juga direkomendasikana oleh para klinisi di

Amerika Serikat adalah dengan menggunakan teknik laparoskopi, dimana teknik

operasi ini menjadi sangat popular seiring dengan makin banyaknya laparoskopi

digunakan dalam pembedahan saat ini, dalam survey oleh The American Academy of

Pediatrics, Urology Section, terdapat 5,428 kasus, dimana 75% menggunakan teknik

laparoskopi untuk mengevaluasi testes yang tidak teraba. Komplikasi yang

ditimbulkannya hanya 4%. Melalui laparoskopi dicari keberadaan testis mulai dari

dari fossa renalis hingga anulus inguinalis internus, dan tentunya laparoskopi ini lebih

dianjurkan daripada melakukan eksplorasi melalui pembedahan terbuka.

Penanganan retraktil testis ini dapat dilakukan tanpa tindakan pembedahan

keluhan akan hilang dengan sendirinya pada saat pasien menginjak masa

Page 9: MUTIA Retraktil Testis

9

pubertas.Pasien dengan retraktil testes ini harus dimonitor selama 6 – 12 bulan karena

jika tidak dimonitor maka akan dapat menyebabkan undesensus testis bawaan, selain

itu juga anak laki – laki dengan retraktil testis tidak mempunyai resiko tinggi untuk

timbulnya keganasan atau infertilitas.

Maldesensus testis didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan sonografi.

Pada pemeriksaan fisik, testis lebih mudah diraba bila penderita pada posisi skrotum

dan hipertrofi testis kontralateral. Sonografi dan magnetic resonance imaging (MRI)

dapat membantu untuk menemukan lokasi testis yang tidak teraba; akurasi MRI

adalah 90% untuk testis intraabdomen. Laparoskopi sudah ditetapkan sebagai

prosedur diagnostik dan terapeutik jika diduga terdapat retensi abdomen. Pada

prosedur ini, posisi testis di abdomen dapat ditemukan dan diletakkan ke skrotum

dengan menggunakan teknik sesuai dengan kondisi anatomis. Tes stimulasi human

chorionic gonadotrophin (HCG), sebagai bukti adanya jaringan testis yang

menghasilkan testosteron, sebaiknya dilakukan sebelum operasi eksplorasi pada testis

yang tidak teraba bilateral.

2.5 Diagnosis Banding

Seringkali dijumpai testis yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba

berada di daerah inguinal dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan

ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau

setelah melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau

kriptorkismus fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati.

Page 10: MUTIA Retraktil Testis

10

Selain itu maldesensus testis perlu dibedakan dengan anorkismus yaitu testis memang

tidak ada. Hal ini bisa terjadi secara kongenital memang tidak terbentuk testis atau

testis yang mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus.

2.6 Terapi

Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke

tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan asumsi

bahwa jika dibiarkan, testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun sedangkan

setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang

tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun.

A. Medikamentosa

Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil terutama

pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih belum

memuaskan. Hanya diberikan untuk testis yang retensi karena terapi ini tidak efektif

untuk testis ektopik. Obat yang diberikan adalah suntikan HCG intramuskular (1500

IU/m2 dua kali seminggu selama 4 minggu) atau luteinizing hormone releasing

hormone (LHRH) berupa semprotan nasal (400 µg, tiga kali sehari). Kedua metode

terbukti efektif pada 20-30% kasus. Penting untuk melakukan follow-up karena dapat

terjadi kegagalan setelah beberapa waktu {reascend 10 - 25%).

Page 11: MUTIA Retraktil Testis

11

B. Operasi

Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2)

mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya

torsio testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah

terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis.

Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam

skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos. Pembedahan

orkhidofunikulolisis dan orkhidopeksi merupakan penatalaksanaan pilihan pertama.

Testis pendulosa (retraktil) tidak diindikasikan untuk koreksi bedah. Indikasi absolut

untuk operasi primer adalah retensi testis setelah gagal terapi hormonal atau setelah

operasi di daerah inguinal, ektopik testis dan seluruh maldesensus testis yang disertai

dengan kelainan patologis lainnya (hemia dan atau prosesus vaginalis yang terbuka).

Akses inguinal funikulus spermatikus dicapai setelah membuka kanalis inguinalis.

Kondisi patologis lain yang berhubungan (seperti prosesus vaginaiis yang terbuka,

hemia inguinalis) dikoreksi pada saat yang bersamaan. Setelah funikulus spermatikus

dan testis dibebaskan dari jaringan ikat dan serat kremaster telah direseksi, testis

diletakkan tension free secara peksi ke dalam skrotum. Jika tidak ditemukan testis

atau jaringan funikulus spermatikus pada saat eksplorasi kanalis inguinalis,

peritoneum dibuka dan dilakukan orkhido-funikulolisis intraperitoneal. Jika funikulus

spermatikus terlalu pendek, dapat dilakukan teknik Fowler-Stephens (ligasi dan

diseksi pembuiuh darah spermatika). Syaratnya adalah duktus deferens dan pembuluh

Page 12: MUTIA Retraktil Testis

12

darah epididimis yang intak; hal ini dapat dites dengan melakukan klem sementara

pada arteri testikularis. Pada kasus yang jarang, dapat dipertimbangkan untuk

melakukan auto-transplantasi dengan anastomosis bedah mikro pembuluh darah testis

dengan pembuluh darah epigastrika.

Page 13: MUTIA Retraktil Testis

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Adult and Pediatric Urology 4th edition (January 15, 2011): by Jay Y.,

Md. Gillenwater (Editor), Stuart S., Md. Howards (Editor), John T., Md.

Grayhack (Editor), Michael, Md. Mitchell (Editor), Bauer By Lippincott

Williams & Wilkins Publishers.

2. Nelson text book Pediatric, 16th edition (2011): by behrman.

3. IDAI, 2010, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Badan Pnerbit

IDAI, Jakarta.

4. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). 2011. Panduan Penatalaksanaan

(Guidelines) Pediatric Urology (Urologi Anak) di Indonesia.

5. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2010. Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6. EGC: Jakarta.

6. Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi, ed. 2. 2012. Sagung Seto :

Jakarta.

7. Sjamsuhidajat, R & Jong Wim De. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. EGC:

Jakarta.