35
PENDAHULUAN Undescended testis (UDT) atau kriptorkismus adalah suatu keadaan di mana setelah usia satu tahun, satu atau kedua testis tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur desensus yang normal. Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan orchis yang dalam bahasa Latin disebut testis. Kriptorkismus harus dijelaskan lagi apakah yang dimaksud sebagai kriptorkismus murni, testis ektopik, ataupun pseudokriptorkismus. Testis yang berlokasi di luar jalur desensus yang normal disebut sebagai testis ektopik, sedangkan testis yang terletak tidak di dalam skrotum tetapi dapat didorong masuk ke dalam skrotum dan menaik lagi bila dilepaskan dinamakan pseudokriptorkismus atau testis retraktil. Kriptorkismus merupakan gangguan diferensiasi seksual yang paling sering terjadi pada laki-laki, pada penderita defisiensi gonadotropin, seperti penderita sindrom Kallman, Prader-Willi, Lawrence-Moon-Biedl, dan pada beberapa sindrom dengan gangguan biosintesis testosteron. Testis yang terletak tidak di dalam skrotum akan mengganggu spermatogenesis, meningkatkan kemungkinan terjadinya torsi dan keganasan. Alasan

Undescenden Testis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Undescenden Testis

PENDAHULUAN

Undescended testis (UDT) atau kriptorkismus adalah suatu keadaan di mana

setelah usia satu tahun, satu atau kedua testis tidak berada di dalam kantong

skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur desensus yang normal.

Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan

orchis yang dalam bahasa Latin disebut testis. Kriptorkismus harus dijelaskan lagi

apakah yang dimaksud sebagai kriptorkismus murni, testis ektopik, ataupun

pseudokriptorkismus. Testis yang berlokasi di luar jalur desensus yang normal

disebut sebagai testis ektopik, sedangkan testis yang terletak tidak di dalam

skrotum tetapi dapat didorong masuk ke dalam skrotum dan menaik lagi bila

dilepaskan dinamakan pseudokriptorkismus atau testis retraktil.

Kriptorkismus merupakan gangguan diferensiasi seksual yang paling sering

terjadi pada laki-laki, pada penderita defisiensi gonadotropin, seperti penderita

sindrom Kallman, Prader-Willi, Lawrence-Moon-Biedl, dan pada beberapa

sindrom dengan gangguan biosintesis testosteron. Testis yang terletak tidak di

dalam skrotum akan mengganggu spermatogenesis, meningkatkan kemungkinan

terjadinya torsi dan keganasan. Alasan utama kenapa testis harus diturunkan

adalah agar testis ini dan testis kontralateral yang normal tidak mengalami

kerusakan pada tubulus seminiferus sehingga infertilitas dapat dicegah.

Perkembangan testis normal dimulai saat konsepsi. Faktor penentu-testis

diidentifikasi sebagai gen SRY (regio penentu sex pada kromosom Y).

Keberadaan gen ini dan jalur penurunan testis yang intak secara umum

menyebabkan pembentukan testikular. Pada usia gestasi 3-5 minggu, celah gonad

(gonadal ridge) terbentuk, dan pada usia gestasi 6 minggu, migrasi primordial

germ cell terjadi. Segera setelahnya, sel Sertolli terbentuk dan menyekresikan

mullerian-inhibiting substance (MSI) yang menyebabkan regresi duktus

mullerian. Pada usia gestasi 9 minggu, sel Leydig terbentuk dan menyekresikan

testosteron. USG prenatal menunjukkan tidak ada penurunan testis sebelum usia

gestasi 28 minggu.

Page 2: Undescenden Testis

EMBRIOLOGI

Kunci untuk dimorfisme seksual adalah kromosom Y, yang mengandung gen

faktor penentu-testis (TDF) pada daerah penentu sex (SRY). Kalau faktor ini ada,

akan terjadi perkembangan laki-laki, kalau tidak ada, akan terjadi perkembangan

perempuan.

Gonad mula-mula tampak sebagai sepasang rigi yang memanjang, rigi gonad, dan

dibentuk oleh proliferasi epitel selom dan pemadatan mesenkim di bawahnya. Sel-

sel benih tidak tampak pada rigi kelamin hingga perkembangan minggu ke-6.

Segera sebelum dan selama datangnya sel-sel benih primordial, epitel selom rigi

kelamin berproliferasi, dan sel-sel epitel menembus mesenkim di bawahnya.

Disini sel epitel tersebut membentuk sejumlah korda yang bentuknya tidak

beraturan, korda kelamin primitif. Pada mudigah pria dan wanita, korda ini

berhubungan dengan epitel permukaan, dan tidak mungkin membedakan antara

gonad pria dan wanita, yang disebut gonad indiferen.

Menjelang akhir bulan ke-2, testis dan mesonefros dilekatkan pada dinding

belakang perut melalui mesenterium urogenital. Dengan terjadinya degenerasi

mesonefros, pita pelekat tersebut berguna sebagai mesenterium untuk gonad. Ke

arah kaudal, mesenterium ini menjadi ligamentum genitalis kaudal. Yang juga

berjalan dari kutub kaudal testis adalah suatu pemadatan mesenkim kaya matriks

ekstraselular yang disebut gubernakulum. Sebelum testis turun, korda mesenkim

ini berujung di daerah inguinal antara muskulus oblikus abdominalis internus dan

eksternus. Kemudian karena testis mulai turun menuju anulus inguinalis,

terbentuklah bagian ekstraabdomen gubernakulum dan tumbuh dari daerah

inguinal menuju ke tonjolan skrotum. Pada saat testis melewati saluran inguinal,

bagian ekstraabdomen ini bersentuhan dengan lantai skrotum.

Page 3: Undescenden Testis

Faktor-faktor yang mengendalikan turunnya testis tidak semuanya jelas. Tetapi,

tampaknya merupakan pertumbuhan keluar bagian ekstraabdomen gubernakulum

tersebut menimbulkan migrasi intraabdomen, bahwa bertambah besarnya tekanan

intraabdomen yang disebabkan oleh pertumbuhan organ mengakibatkan lewatnya

testis melalui kanalis inguinalis, dan bahwa regresi bagian ekstraabdomen

gubernakulum menyempurnakan pergerakan testis masuk ke skrotum. Proses ini

dipengaruhi oleh hormon androgen dan SPM. Saat turun, suplai darah ke testis

dari aorta tetap dipertahankan. Terlepas dari desensus testis, peritoneum rongga

selom membentuk evaginasi pada sisi kanan dan kiri garis tengah ke dalam

dinding ventral perut. Penonjolan ini mengikuti perjalanan gubernakulum testis

menuju ke tonjolan skrotum disebut prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis disertai

lapisan otot dan fasia dinding badan menonjol keluar masuk ke tonjolan skrotum

membentuk kanalis inguinalis. Testis turun melalui anulus inguinalis dan

melintasi tepi atas os pubikum ke dalam tonjolan skrotum pada saat lahir.

Jadi, ada 3 faktor yang berperan pada proses turunnya testis :

1. Anti Mullerian hormone (AMH)

2. Tekanan intra abdomen

3. Faktor hormon androgen

Proses migrasi / turunnya testis meliputi 3 tahap :

1. Nephric displacement, yaitu saat posisi testis secara relatif berubah, akibat

naiknya mesonephros. Pada tahap ini faktor endokrin tidak berperan. Fase ini

selesai dalam 7 minggu.

2. Migrasi transabdominal, disebabkan oleh pertumbuhan gubernakulum

ekstraabdominal. Pada fase ini Mullerian Inhibiting Substance mempunyai

peranan. Fase ini terjadi antara minggu ke-7 dan 12.

3. Migrasi transinguinal, terjadi sejak bulan ke-7 sampai kelahiran.

Tahap kedua dan ketiga ini dipengaruhi oleh hormon androgen dan gonadotropin.

Page 4: Undescenden Testis

Gambar 1. Macam-macam kemungkinan letak testis.

Page 5: Undescenden Testis

ETIO-PATOGENESIS

Penyebab kriptorkismus mungkin berbeda antara satu kasus dengan yang lainnya.

Namun, sebagian besar tidak diketahui penyebabnya. Ada beberapa hal yang

berhubungan dengannya, yaitu :

1. Disgenesis gonadal

Banyak kasus kriptorkismus yang secara histologis normal saat lahir,

tetapi testisnya menjadi atrofi/disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan

jumlah sel germinalnya sangat berkurang pada akhir usia 2 tahun.

2. Mekanis/kelainan anatomis lokal

Testis yang kriptorkismus sering disertai dengan arteri spermatika yang

pendek, terganggunya aliran darah, hernia, kurang panjangnya vas

deferens, abnormalnya ukuran kanalis inguinalis atau cincin inguinal

superfisial, kurangnya tekanan abdominal dan tarikan gubernakulum untuk

mendorong testis ke cincin inguinal, serta adanya kelainan epididimis.

3. Endokrin/hormonal

Meliputi kelainan aksis hipotalamus-hipofise testis atau kurang sensitifnya

androgen. Dilaporkan desensus testis tidak terjadi pada mamalia yang

hipofisenya telah diangkat. Diduga terjadinya defisiensi androgen prenatal

merupakan faktor yang utama bagi terjadinya kriptorkismus. Tingginya

insidens undescended testis pada bayi prematur, diduga terjadi karena

tidak adekuatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron pada masa

fetus akibat imaturnya sel leydig dan aksis hipotalamus-hipofise testis.

Ada laporan bahwa tidak aktifnya hormon Insulin-Like Factor 3 (Insl3)

Page 6: Undescenden Testis

sangat mempengaruhi desensus testis pada tikus. Insulin-Like Factor 3

(Insl3) diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi gubernakulum.

4. Genetik/herediter

Kriptorkismus termasuk di antara gejala-gejala berbagai sindrom

malformasi yang berhubungan dengan atau tanpa kelainan kromosom yang

bersifat herediter. Dilaporkan adanya tiga anak bersaudara dengan

kriptorkismus yang disertai dengan defisiensi gonadotropin dan kongenital

adrenal hipoplasia. Corbus dan O’Conor (1922) melaporkan beberapa

generasi dalam satu keluarga yang menderita kriptorkismus. Perrett dan

O’Rourke (1969) menemukan delapan kasus kriptorkismus unilateral

kanan pada empat generasi dalam satu keluarga.

5. Nervus genitofemoralis

Berkurangnya “stimulating substances” yang diproduksi oleh nervus

genitofemoralis.

Mekanisme yang berperan dalam proses turunnya testis belum seluruhnya dapat

dimengerti. Adanya bukti bahwa untuk turunnya testis ke dalam skrotum,

memerlukan aksi androgen yang memerlukan aksis hipotalamus-hipofise-testis

yang normal. Mekanisme aksi androgen untuk merangsang desensus testis tidak

diketahui, tetapi diduga membantu pembentukan, pembesaran, dan proses

degenerasi prosessus vaginalis. Diduga, organ sasaran androgen kemungkinan

adalah gubernakulum, suatu pita fibro muskular yang terkait pada testis-

epididimis dan pada bagian bawah dinding skrotum, yang pada minggu-minggu

terakhir kehamilan berkontraksi dan menarik testis ke dalam skrotum.

Page 7: Undescenden Testis

Gambar 2. Pola aksis hipotalamus-hipofise-testis pada penurunan testis yang normal, serta kelainan klinis yang mungkin terjadi.

Tekanan intraabdominal memainkan peran dalam desensus testis. Kondisi-kondisi

yang berkaitan dengan penurunan tekanan, seperti Prune Belly syndrome, ekstrofi

kloaka, omfalokel, dan gastroschisis lebih berisiko terkena kriptorkismus. Efek

penurunan tekanan intraabdominal paling dirasakan selama migrasi transinguinal

ke skrotum.

Page 8: Undescenden Testis

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadiannya saat lahir bervariasi berkisar 3,4% hingga 5-6 % bayi laki-laki

mengalami kriptorkismus. Bahkan pada bayi pematur, angkanya mencapai 17-

33%. Pada bayi dengan berat badan di bawah 1000 gram mencapai 100% karena

testis baru turun pada umur 7 bulan kehamilan ketika berat badan janin sekitar

2000 gram. Sekitar 10% kriptorkismus terjadi pada kedua testis (bilateral). Sekitar

30% ternyata memang tidak ditemukan testis setelah dicari dari rongga perut, jalur

menuju kantung zakar, atau dalam kantung zakarnya. Kriptorkismus unilateral

insidensinya lebih banyak daripada yang bilateral dan lokasinya sebagian besar di

kiri (52,1% kiri dan 47,9% kanan).

Di Inggris, insidensi kriptorkismus meningkat lebih dari 50% pada 1965–1985.

Baru-baru ini, dilaporkan meningkatnya angka kejadian kriptorkismus di Inggris,

Amerika Serikat, dan Amerika Selatan. Di Bagian IKA FKUI-RSUPNCM dari

1987–1993 didapatkan 82 anak dengan kriptorkismus sedangkan di Bagian IKA

FKUSU-RSUP H. Adam Malik Medan dari 1994–1999 didapatkan 15 kasus.

Berat badan saat lahir adalah faktor penentu utama untuk insidensi kriptorkismus

sejak lahir sampai umur 1 tahun. Studi terbaru menunjukkan hampir 23% pasien

dengan kriptorkismus memiliki riwayat keluarga positif kriptorkismus.

Page 9: Undescenden Testis

KLASIFIKASI

Kriptorkismus dapat diklasifikasikan berdasarkan etiopatogenesis dan lokasi.

Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis:

1. Mekanik/anatomik (perlekatan-perlekatan, kelainan kanalis inguinalis, dan

lain-lain)

2. Endokrin/hormonal (kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis)

3. Disgenetik (kelainan interseks multiple)

4. Herediter/genetik

Klasifikasi berdasarkan lokasi:

1. Skrotal tinggi (supra skrotal) : 40%

2. Intra kanalikular (inguinal) : 20%

3. Intra abdominal (abdominal) : 10%

4. Terobstruksi : 30%

Ada juga yang memakai klasifikasi berdasarkan lokasi sebagai berikut : (1) Intra

abdominal; (2) Inguinal; (3) Preskrotal; (4) Skrostal; dan (5) Retraktil.

Page 10: Undescenden Testis

DIAGNOSIS

Pada kriptorkismus, penentu yang paling berguna adalah apakah testisnya dapat

dipalpasi atau tidak saat pemeriksaan fisik. Meskipun terlihat sederhana, cukup

sulit untuk menentukan secara akurat lokasi tepat dari testis. Habitus tubuh, posisi

testikular, dan komplians sang anak adalah faktor penentu dalam pemeriksaan

fisik. Sekitar 80% kriptorkismus dapat dipalpasi dan 20% tidak dapat dipalpasi.

Testis yang tidak teraba dapat terletak di intraabdomen atau memang tidak ada.

Testis yang teraba dapat undescended, ektopik, atau retraktil.

Sekitar 20-30% pasien dengan kriptorkismus memiliki testis yang tidak teraba.

Kebanyakan testis intraabdomen ditemukan beberapa sentimeter dari internal

ring. Testis ektopik keluar dari cincin inguinalis eksterna kemudian salah jalan

sepanjang jalur normalnya. Testis retraktil dapat teraba dimana saja di sepanjang

jalur testis normal, meskipun kebanyakan di inguinal. Meskipun tidak sepenuhnya

kriptorkismus, testis ini dapat menjadi suprascrotal karena refleks kremaster.

Refleks ini biasanya lemah pada bayi dan paling aktif pada anak laki-laki usia 5

tahun.

Cendron dan Duckett telah mencatat posisi testis selama pemeriksaan fisik dan

dibandingkan dengan posisi pada saat operasi. Hasilnya sebagai berikut :

1. Pemeriksaan fisik

a. Tidak teraba – 32,8%

b. Di atas tuberkulum – 11,8%

c. Di tuberkulum – 34,7%

d. Di atas skrotum – 15,3%

e. Suspek ektopia – 5,4%

2. Operasi

a. Intraabdomen – 9%

b. Tuberkulum – 42%

c. Di atas skrotum – 8%

Page 11: Undescenden Testis

d. Superficial Inguinal Pouch (SIP)/ektopik – 12%

e. Absen atau atrofi – 9%

Anomali dan kondisi yang berkaitan meliputi :

1. Processus vaginalis paten

2. Epididimis abnormal

3. Cerebral palsy

4. Retardasi mental

5. Tumor Wilm

6. Defek dinding abdomen (gastroschisis, omfalokel, prune belly syndrome)

7. Hipospadia

Secara umum, abnormalitas duktal, hernia (Processus vaginalis paten), dan

testicular maldevelopment lebih sering terjadi pada pasien dengan testis abdomen.

Sekitar 32-79% kriptorkismus berhubungan dengan beberapa tipe abnormalitas

epididimal. Tetapi, abnormalitas yang menghambat transpor sperma (misal,

separasi caput komplit, atresia, agenesis), telah dilaporkan hanya pada sekitar 8%

pasien dengan kriptorkismus. Jika processus vaginalis paten, epididimis lebih

sering menjadi abnormal.

Biasanya, orang tua membawa anak ke dokter dengan keluhan skrotum anaknya

kecil, dan bila disertai dengan hernia inguinalis dijumpai adanya pembengkakan

atau nyeri yang berulang.

Anamnesa ditanyakan:

1. Pernahkah testisnya diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum?

2. Apakah pasien lahir prematur?

3. Apakah pasien pernah dioperasi di daerah inguinal sebelumnya?

4. Apakah ibunya pernah atau sedang diet vegetarian? Apakah saat bayi

pasien diberi susu formula kedelai?

5. Berapa berat badan pasien saat lahir?

Page 12: Undescenden Testis

6. Ada/tidak adanya kelainan kongenital yang lain seperti hipospadia,

interseks, prune-belly syndrome, dan kelainan endokrin lainnya?

7. Ada/tidaknya riwayat kriptorkismus dalam keluarga?

8. Tentukan riwayat prenatalnya, termasuk apakah ibu pasien pernah atau

sedang menerima terapi hormon dan apakah dulu ada gestasi multipel.

Pemeriksaan fisik

Penentuan Lokasi Testis

Pemeriksaan testis pada anak harus dilakukan dengan tangan yang hangat pada

posisi duduk dengan tungkai dilipat atau dalam keadaan rileks pada posisi tidur.

Kemudian testis diraba dari inguinal ke arah skrotum dengan cara milking. Bisa

juga dengan satu tangan berada di kantong skrotum sedangkan tangan yang

lainnya memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior superior (SIAS)

menyusuri inguinal ke kantong skrotum. Hal ini dilakukan supaya testis tidak

bergerak naik/retraksi, karena pada anak refleks kremasternya cukup aktif.

Refleks ini akan menyebabkan testis bergerak ke atas/retraktil sehingga

menyulitkan penilaian.

Penentuan posisi anatomis testis sangat penting dilakukan sebelum terapi, karena

berhubungan dengan keberhasilan terapi. Karena, sebagian dari penderita

mempunyai testis yang retraktil yang kadang-kadang tidak memerlukan terapi.

Testis yang retraktil ini sudah turun pada waktu lahir, tetapi tidak ditemukan di

dalam skrotum pada pemeriksaan, kecuali bila anaknya dalam keadaan rileks.

1. Ditentukan apakah testisnya palpable atau impalpable

2. Bila palpable, kemungkinannya adalah retraktil testis; undescended testis;

ascending testis syndrome (testisnya di dalam skrotum atau retraktil, tetapi

kemudian menjadi letak tinggi karena pendeknya spermatic cord.

Biasanya baru diketahui pada usia 8–10 tahun) atau ektopik testis

(desensus testisnya hanya normal sampai di kanalis inguinalis, tetapi

kemudian menyimpang ke perineum atau ke the femoral triangle).

Page 13: Undescenden Testis

3. Kalau impalpable, kemungkinannya adalah testisnya bisa berada di intra

kanalikular, di intra abdominal, testisnya lebih kecil, atau testisnya tidak

ada sama sekali. Pada testis impalpable, sering disertai hernia, kelainan

duktus, dan sering berdegenerasi menjadi ganas. Pada bayi merupakan

risiko tinggi adanya kelainan seperti interseksual, prune belly syndrome.

Ini harus segera dirujuk untuk pemeriksaan analisis kromosom dan

endokrin.

4. Pemeriksaan teliti dilakukan untuk melihat adanya sindrom-sindrom yang

berhubungan dengan kriptorkismus, seperti sindrom Kleinefelter, sindrom

Noonan, sindrom Kallman, sindrom Prader Willi, dan lain-lain.

Dianjurkan melakukan skrining pada saat lahir, usia 6 minggu, usia 8

bulan, dan saat usia 5 tahun. Pada bayi kurang bulan, dianjurkan

melakukan skrining pada usia 3 bulan karena banyaknya turun testis pada

usia 3 bulan dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan.

Pria dengan kriptorkismus 40 kali lebih berisiko terkena kanker testis

dibandingkan pria tanpa kriptorkismus. Sekitar 50% tumor malignum testis

berhubungan dengan kriptorkismus berupa testis intraabdomen. Seminoma

merupakan tipe tumor malignum paling sering yang berhubungan dengan

kriptorkismus.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada kriptorkismus bilateral yang impalpable, diperiksa kadar testosteron pada

usia 4 bulan, karena bila lebih dari 4 bulan diperlukan uji stimulasi HCG untuk

melihat ada tidaknya testis. Pada uji HCG, penderita diberikan suntikan 1500 IU

HCG intramuskular setiap hari selama 3 hari berturut-turut. Sebelum dan 24 jam

setelah penyuntikan HCG, diperiksa kadar testosteron plasma. Bila didapatkan

peningkatan kadar testosteron yang bermakna, berarti terdapat testis pada

Page 14: Undescenden Testis

penderita. Bila tidak ada respons serta kadar FSH dan LH meningkat, dicurigai

adanya anorchia kongenital.

2. Pemeriksaan Radiologis

3. Ultrasonografi

Sudah digunakan untuk mendeteksi kasus kriptorkismus oleh ahli radiologi dan

klinisi sejak 1970. Keuntungannya adalah fasilitas pemeriksaan USG mudah

didapat, bebas radioaktif, non-invasif, praktis, dan relatif murah. Pemeriksaan ini

dianjurkan untuk testis yang berlokasi di kanalis inguinalis dan terhadap testis

yang besar yang terletak di Juxta vesikal. Firman K51 meneliti dengan memakai

USG di subbagian pencitraan I. Kes. Anak FKUI-RSUPNCM selama 6 bulan

(Januari 1994 sampai Juni 1994) terhadap 21 pasien. Ternyata, hanya 2 (9,5%)

yang berhasil ditemukan lokasi testisnya, yaitu di daerah inguinal sedangkan

pemeriksaan CT Scanning tidak dilakukan. Angka keberhasilan ini masih jauh

berbeda dengan penelitian di luar negeri, yang antara lain dilakukan oleh Madrazo

B.L. dan Klugo R.C. (60%),52 serta Michael K., Erik H. dan Elisabeth H. (65%).

4. CT scanning

Pemeriksaan ini mempunyai akurasi yang lebih tinggi terhadap testis yang

lokasinya di intra abdominal dan sudah dibuktikan pada saat operasi.

5. MRI

Dilakukan bila hasil pemeriksaan USG meragukan.

6. Angiografi dilakukan terhadap kasus yang telah dilakukan eksplorasi inguinal,

tetapi tidak dijumpai testis.

7. Intravena urografi dikerjakan secara selektif pada kasus yang dicurigai adanya

kelainan saluran kemih bagian atas, karena 10% kasus didapati horse shoe kidney,

renal hipoplasia, ureteral duplikasi, hidro ureter, dan hidronefrosis.

Page 15: Undescenden Testis

8. Venografi gonadal selektif dilakukan pada testis impalpable dimana telah

dilakukan eksplorasi lokal di inguinal, retro peritoneal, dan intra abdominal, tetapi

tidak ditemukan testis atau spermatic vessel-nya buntu serta pada kasus yang

reoperasi.

9. Laparoskopi

Dilakukan pada usia 1 tahun sebagai diagnostik yang paling akurat untuk

mengetahui lokasi testis sebagai petunjuk untuk melakukan insisi pembedahan,

untuk melihat apakah testisnya normal, apakah vas spermatika buntu, atau adanya

vassa di dalam abdomen. Sebagai terapeutik untuk mereposisi testis yang

abnormal. Sebagian besar testis impalpable ditemukan pada operasi, paling tidak

di anulus inguinalis interna.

Buccal smear atau analisa kromosom. Dilakukan selektif terhadap bayi dengan

undescended bilateral yang impalpable.

10. Biopsi. Dilakukan saat pembedahan terhadap testis yang berlokasi di intra

abdominal, yang disertai dengan kelainan genitalia eksterna atau kelainan kariotip.

Page 16: Undescenden Testis

DIAGNOSIS BANDING

1. Retraktil testis. Ini terjadi karena hiperaktifnya refleks kremaster pada

anak, sehingga testis bergerak ke kanalis inguinalis. Biasanya, retraktil ini

bilateral.

2. Anorchia bilateral. Pada keadaan ini, didapati peningkatan kadar

gonadotropin dengan testosteron yang rendah serta kurangnya respons

terhadap stimulasi HCG atau tidak ada sama sekali.

3. Virilisasi dari hiperplasi adrenal kongenital. Pada penderita wanita dengan

penyakit yang berat, terlihat seperti fenotip laki-laki dengan kriptorkismus

bilateral. Karena itu, diperlukan pemeriksaan buccal smear.

4. Ektopik testis.

Page 17: Undescenden Testis

KOMPLIKASI

1. Hernia.

Sekitar 90% penderita kriptorkismus menderita hernia inguinalis

ipsilateral yang disebabkan oleh kegagalan penutupan prosesus vaginalis.

2. Torsi.

Terjadi karena abnormalnya jaringan yang menyangga testis yang

kriptorkismus dan tingginya mobilitas testis serta sering terjadi setelah

pubertas.

3. Trauma.

Testis yang terletak di atas pubic tubercle mudah terjadi cedera oleh

trauma.

4. Neoplasma.

Testis yang mengalami kriptorkismus pada dekade ke-3 atau ke-42,

mempunyai kemungkinan keganasan 20–30 kali lebih besar daripada testis

yang normal. Kejadian neoplasma lebih besar terhadap testis intra

abdominal yang tidak diterapi, atau yang dikoreksi secara bedah

saat/setelah pubertas, bila dibandingkan dengan yang intra kanalikular.

Neoplasma umumnya jenis seminoma. Namun, ada laporan bahwa biopsi

testis saat orchiopexy akan meningkatkan risiko keganasan.

5. Infertilitas.

Kriptorkismus bilateral yang tidak diterapi akan mengalami infertilitas

lebih dari 90% kasus, sedangkan yang unilateral 50% kasus. Testis yang

berlokasi di intra abdominal dan di dalam kanalis inguinalis, akan

mengurangi spermatogenik, merusak epitel germinal.

6. Psikologis.

Perasaan rendah diri terhadap fisik atau seksual akibat tidak adanya testis

di skrotum.

Page 18: Undescenden Testis

PENATALAKSANAAN

Dasar Pertimbangan Terapi Hormonal

Turunnya testis dipengaruhi oleh aksis hipotalamus hipofise testis. Oleh karena

itu, digunakan terapi hormonal HCG dan LHRH untuk pengobatan kriptorkismus.

Di samping itu, terapi hormonal akan meningkatkan rugocity skrotum, ukuran

testis, vas deferens, memperbaiki suplai darah, diduga meningkatkan ukuran dan

panjang vessel spermatic cord, serta menimbulkan efek kontraksi otot polos

gubernakulum untuk membantu turunnya testis. Terapi hormonal sebaiknya

diberikan pada kriptorkismus yang palpable.

Bila kriptorkismus ini diobati sebelum usia 2 tahun, maka fertilitas yang

didapatkan berkisar 87%, kalau tidak diobati setelah usia 3 tahun maka terjadi

penurunan jumlah sel germinal, spermatogonia, dan sel Leydig. Jika tidak

diturunkan sebelum pubertas, menyebabkan germinal hipoplasia dan

mengakibatkan hipospermatogenesis. Bila diturunkan sewaktu pubertas, 30%

menjadikan spermatogenesis yang akseptabel. Sedangkan bila diturunkan setelah

pubertas maka hasilnya hanya 13,5%. Dari laporan ini, terlihat bahwa pengobatan

dini sangat penting dalam penatalaksanaan kriptorkismus. Dianjurkan agar terapi

hormonal dimulai sebelum usia 2 tahun, dan sebaiknya pada usia 10 bulan sampai

24 bulan. Di Bagian I. Kes. Anak FKUI-RSUPNCM, terapi dimulai setelah anak

berusia di atas 9 bulan, karena setelah usia 9 bulan hampir tidak didapatkan lagi

penurunan testis secara spontan.

Human Chorio Gonadotropic Hormone

HCG ini mempunyai cara kerja seperti LH merangsang sel leydig untuk

memproduksi testosteron yang kemudian secara sendiri atau melalui Dihidro-

testosteron (DHT) akan menginduksi turunnya testis.

Page 19: Undescenden Testis

Schapiro B. (1931) melaporkan keberhasilan terapi HCG terhadap kasus

kriptorkismus. Mosier H.D. (1984) menganjurkan untuk kasus kriptorkismus

inguinal bilateral, terapi HCG diberikan setelah anak berusia 4–5 tahun dengan

dosis 1000-4000 IU, diberikan 3 kali seminggu selama 3 minggu. Garagorri JM,

Job JC, Canlorbe, P, dan Chaussain JL (1982) melakukan penelitian terhadap 153

kasus kriptorkismus dengan rentang usia 6–59 bulan, terdiri dari 109 unilateral

dan 44 bilateral, diterapi dengan HCG dosis 500–1500 IU I.M sebanyak 9 kali

dengan selang sehari. Penelitian ini melaporkan kegagalan terapi pada kelompok

usia kurang dari 3 tahun dan usia 3–4 tahun masing-masing 81% dan 55%.

Tingginya persentase kegagalan terapi didapatkan pada kasus-kasus dimana dosis

HCG < 1000 IU/m2 dan tingginya lokasi testis. Terapi HCG paling baik diberikan

pada kriptorkismus bilateral dengan lokasi testis dekat ke skrotum, tidak

dianjurkan untuk kriptorkismus unilateral, dan testis yang berlokasi di intra

abdominal atau yang letak tinggi. Penulis lain menganjurkan untuk kriptorkismus

bilateral diberi HCG 3300 units intra muskuler setiap selang sehari (3 X injeksi)

dan untuk yang unilateral diberikan 500 units intra muskuler, 3 kali seminggu

selama 6,5 minggu (20 X injeksi).

Terapi hormonal HCG secara injeksi tidak dilakukan tiap hari. Hal ini untuk

mencegah desensitisasi sel leydig terhadap HCG yang dapat menyebabkan

steroidogenic refractoriness dan dosisnya jangan terlalu tinggi karena dapat

menyebabkan refrakternya testis terhadap stimulasi HCG, edema interstisial testis,

gangguan tubulus, dan efek toksik pada testis.

Sebelum dan sesudah penyuntikan, diperiksa kadar testosteron untuk melihat

fungsi sel leydig dalam meningkatkan kadar testosteron plasma yang diperlukan

untuk proses penurunan testis. Jika tidak ada respons, penyuntikan dapat diulang 6

bulan kemudian. Kontra indikasi pemakaian HCG adalah kriptorkismus dengan

hernia, pasca operasi hernia, orchiopexy, dan testis ektopik.

Luteinizing-Hormone-Releasing-Hormone

LHRH diberikan pada penderita kriptorkismus dengan maksud merangsang

hipotalamus untuk mengeluarkan LH dan FSH yang kemudian akan merangsang

Page 20: Undescenden Testis

sel Leydig untuk mengeluarkan testosteron yang berfungsi dalam proses

penurunan testis. LHRH dengan dosis 3 x 400 ug intra nasal selama 4 minggu,

menurunkan testis secara komplit berkisar 30–64% dari kasus dan desensus

parsial antara 25–43% kasus31. LHRH intra nasal dengan dosis 1–1,2 mg/hari

selama 4 minggu tidak menimbulkan efek samping.

Job JC, Gendrel D, Safar A, et al tidak mendapatkan manfaat yang berarti pada

penggunaan LHRH untuk meningkatkan kadar LH terhadap kasus kriptorkismus

pada kelompok usia 4–11 bulan. Vliet GV, Caufriez A, Robyn C, Wolter R,

meneliti 13 anak kriptorkismus unilateral (usia 1,8–8,5 tahun) dan 13 anak

kriptorkismus bilateral (usia 3–8,5 tahun) dimana tiap anak diberi LHRH

(Hoechst, FRG 25 ug/m2) I.V bolus 1 kali. Ternyata, didapati peningkatan kadar

FSH basal dan respons FSH terhadap LHRH sama pada kriptorkismus unilateral

dan bilateral. Pengobatan dengan LHRH tidak dilakukan karena hasilnya kurang

meyakinkan, tidak tersedianya obat-obat tersebut, serta potensinya di bawah

HCG.

Kombinasi LHRH dengan HCG

Terdapat hipotesis bahwa pemberian HCG dan atau LHRH dapat digunakan pada

anak dengan kriptorkismus. Terapi kombinasi ini dilakukan untuk mengurangi

terjadinya relaps pada pengobatan dengan LHRH saja dan untuk kasus yang

testisnya di luar external inguinal ring.

Waldschmidt J, EL Dessouky M, Friefer A (1987) memberikan LHRH sebanyak

3 kali sehari 400 µg secara intranasal selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan

dengan pemberian HCG intra muskuler sebanyak 5 kali dengan selang sehari.

Dosis HCG yang dipakai sesuai dengan anjuran WHO, yaitu 5 kali 250 µg (usia <

2 tahun), 5 kali 500 µg (usia 3–5 tahun), dan 5 kali 1000 µg (usia > 5 tahun).

Didapatkan penurunan testis sebanyak 86,4% sehingga penderita yang sangat

memerlukan tindakan bedah hanya 13,6%. Tetapi, setelah di-follow-up selama 2

tahun, sebagian penderita mengalami relaps dan penurunan testis ini berkurang

menjadi 70,6%.

Page 21: Undescenden Testis

Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pengobatan dilakukan pada tahap selama pengobatan, pada akhir

pengobatan, 1 bulan kemudian, 3 bulan kemudian, 6 bulan, dan 12 bulan

kemudian. Penurunan testis dikatakan komplit bila testis desensus ke dalam

skrotum, dan dikatakan parsial bila turunnya testis dari abdomen atau inguinal

ring turun ke inguinal middle atau lebih rendah.

Hasil penelitian kriptorkismus yang diberi terapi dengan HCG atau LHRH,

tergantung dari:

1. Posisi testis sebelum pengobatan. Terapi hormonal lebih berhasil pada

penderita dengan lokasi testis di inguinal dibandingkan dengan intra

abdominal.

2. Umur penderita saat pengobatan. Hasil terapi lebih baik pada anak-anak

dengan usia lebih besar dibanding anak usia lebih rendah.

3. Bilateral/Unilateral kriptorkismus. Terapi lebih berhasil pada penderita

dengan kriptorkismus bilateral. Hal ini mungkin disebabkan oleh lebih

banyaknya ditemukan penyebab kelainan anatomi pada kriptorkismus

unilateral.

4. Kegagalan terapi hormonal disebabkan 80% kasus karena adanya kelainan

anatomis.

Efek Samping

Sebelum pengobatan dimulai, kemungkinan terjadinya efek samping ini

dijelaskan kepada orangtua. Semua efek samping ini bersifat reversibel. Efek

samping pengobatan HCG antara lain: Bertambahnya volume testis; pembesaran

penis; ereksi; meningkatnya rugocity skrotum; kadang-kadang pertumbuhan

rambut pubis; pigmentasi; serta gangguan emosi.

Sedangkan LHRH tidak memberikan efek samping yang berarti. Walaupun

banyak sekali “controled trial” pemakaian hormonal pada undescended testis

Page 22: Undescenden Testis

dengan hasil yang bervariasi, terapi hormonal tetap merupakan pilihan utama

pengobatan sebelum dilakukan tindakan operasi.

Terapi Bedah

Terapi bedah dilakukan bila terapi hormonal tidak berhasil, terjadinya obstruksi,

hernia yang potensial menimbulkan obstruksi, atau dicurigai terjadinya torsi, testis

yang lokasinya intra abdominal atau letaknya lebih tinggi di atas kanalis

inguinalis. Tindakan bedah dilakukan bisa satu atau dua tahap, tergantung pada

spermatic vessels apakah normal atau sangat pendek. Tujuannya untuk

memobilisasi testis, adekuatnya spermatik, fiksasi testis yang adekuat ke dalam

skrotum, dan operasi hernia yang menyertainya.

Indikasi orchiopexy (testis difiksasi ke dalam skrotum) adalah testis yang

lokasinya di intra abdominal dengan tingkat kesulitan operasinya kecil, dilakukan

antara usia 10–12 bulan, dengan alasan merupakan saat berhentinya perubahan

degeneratif testis, dan dokter bedah anak melakukannya secara elektif pada usia

1–4 tahun, serta ada yang menganjurkan sebelum usia pubertas. Orchiopexy

dilakukan untuk memperbaiki spermatogenesis, menurunkan risiko keganasan,

dan alasan kosmetik. Orchidectomy (testis di eksisi) dilakukan pada testis yang

kecil di intra abdominal, unilateral, dan yang mengalami atrofi hebat.

Action Comitte on Surgery of the Genitalia dan sebagain penulis

merekomendasikan bahwa Orchiopexy sebaiknya dilakukan pada usia 12 bulan.

Ini didasarkan bahwa pada usia 12 bulan terjadi penurunan spontan testis

sebanyak 75% kasus dan minimalnya risiko anestesi. Bila terapi bedah dilakukan

pada usia lebih dini, akan meningkatkan risiko iatrogenik atrofinya testis, dan bila

dilakukan pada usia setelah pubertas akan menurunkan jumlah sperma serta

terbentuknya antibodi antisperma. Komplikasi dari terapi bedah berupa trauma

vasa sekitar 1–2% kasus, dan atrofinya testis yang disebabkan oleh terganggunya

aliran darah.

Page 23: Undescenden Testis

KESIMPULAN

Diagnosis kriptorkismus ditegakkan setelah usia 1 tahun, walaupun sesudah usia 9

bulan hampir tidak didapatkan lagi penurunan testis secara spontan. Dianjurkan

diobati antara usia 10 bulan sampai 24 bulan.

Insiden undescended testis lebih tinggi pada bayi kurang bulan, tetapi ada laporan

pada usia 3 bulan desensus testis lebih banyak terjadi dibandingkan dengan bayi

cukup bulan. Insidens kriptorkismus pada anak usia 1 tahun sebesar 0,5–0,8%.

Walaupun penyebab kriptorkismus sebagian besar tidak diketahui, terapi

hormonal dianjurkan terutama terhadap kriptorkismus bilateral, lokasi testisnya di

inguinal, serta tidak dijumpai kelainan anatomi dan kontra indikasi terhadap HCG.

Terapi hormonal LHRH tidak dianjurkan karena potensinya di bawah HCG, dan

sediaan obat ini belum ada di Indonesia. Bervariasinya dosis dan lama pemberian

HCG, diperlukan penelitian untuk menilai mana yang lebih baik.

Terapi bedah dilakukan bila tidak ada respons dengan pengobatan hormonal,

terjadinya obstruksi, hernia yang potensial menimbulkan obstruksi, atau dicurigai

terjadinya torsi.

Page 24: Undescenden Testis

REFERAT

UNDESCENDED TESTIS

OLEH :

BAIS SUBAIKI (0818011052)NINDYASARI DIAJENG LARASATI (0818011077)

WIDYA EMILIANA (0818011103)

PRECEPTOR :

dr. Mars Dwi Tjahyo, Sp.U

SMF BEDAHRUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

Page 25: Undescenden Testis

MEI 2012