myastenia g

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/3/2019 myastenia g

    1/18

    MYASTENIA GRAVIS

    I. Definisi

    Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan

    abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai

    dengan kelelahan saat beraktivitas.

    Bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali.

    Penyakit ini timbul karena adanya gangguan darisynaptic transmission atau pada neuromuscular

    junction.

    II. Epidemiologi

    Perkiraan jumlah orang yang terkena myasthenia gravis (MG) bervariasi, mulai dari 5 sampai 14

    orang per 100.000. Hal ini terjadi pada semua kelompok etnis dan kedua jenis kelamin. Paling

    umumnya terjadi pada wanita dewasa muda (dibawah 40) dan laki-laki yang lebih tua (lebih dari

    60). myasthenia gravis (MG) dapat terjadi pada semua usia. Anak-anak kadang-kadang juga

    bisa terkena penyakit ini. myasthenia gravis (MG) tidak diturunkan melalui keluarga. Penyakit

    ini jarang terjadi di lebih dari satu anggota keluarga yang sama. Jika seorang wanita dengan

    myasthenia gravis (MG) memiliki keturunan, terkadang keturunannya mendapat antibodi dari

    ibu dan memiliki gejala myasthenia gravis (MG) selama beberapa minggu atau beberapa bulan

    setelah dilahirkan. Hal ini disebut juga neonatal myasthenia gravis (MG). Gejala-gejala tersebut

    dapat diobati dan keturunannya tersebut tidak memiliki myasthenia gravis (MG) yang permanen.

    III. Patofisiologi

    Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motorneuron dan mencapai motor end plate, molekul

    asetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik, melalui neuromuscular junction dan

    kemudian akan berinteraksi dengan reseptor Ach (AchRs) di membrane postsinaptik. Kanal-

    kanal di AchRs terbuka, memungkinkan Na + dan kation lain untuk masuk ke dalam serat otot

    dan menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus terjadi akan berkumpul menjadi

  • 8/3/2019 myastenia g

    2/18

    satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul cukup besar, makan akan memicu timbulnya potensial

    aksi, yang bergerak sepanjang serat otot untuk menghasilkan kontraksi.

    Gbr 1 Neuromuscular junction normal

    Pada myasthenia gravis (MG), ada pengurangan jumlah AchRs yang tersedia di motor endplate

    atau mendatarnya lipatan pada membran postsinaptik yang menyebabkan pengurangan jumlah

    reseptor pada motor endplates, sehingga depolarisasi yang terjadi pada motor endplate lebih

    sedikit yang dan tidak terkumpul menjadi potensial aksi. Akhir Hasilnya adalah sebuah transmisi

    neuromuskuler tidak efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari penelitian antara lain:

    autoantibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi endositosis, sehingga terjadi deplesi

    AChR pada membran postsinaptik, autoantibodies sendiri menyebabkan gangguan fungsi AChR

    dengan memblokir situs-situs tempat terikatnya asetilkolin dan autoantibodies menyebabkan

    kerusakan pada motor endplates sehingga menyebabkan hilangnya sejumlah AChR.

    Gbr 2 Neuromuscular junction pada pasien myasthenia gravis (MG)

  • 8/3/2019 myastenia g

    3/18

    Gambar menunjukan sinyal kimia, asetilkolin dan reseptor asetilkolin. Molekul berbentuk Y

    terbalik adalah antibody yang terikat dengan reseptor asetilkolin sehingga menghambat kerja

    asetilkolin

    Pasien menunjukkan gejala setelah reseptor AcH dikurangi menjadi sekitar 30% dari normal.

    Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka memiliki antigenisitas

    reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam pathogenesis myasthenia gravis (MG) tidak

    sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari pasien myasthenia gravis (MG) memiliki beberapa derajat

    kelainan timus (misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma dalam 15% kasus). Mengingat

    fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah dilakukan tindakan thymectomy,

    timus diduga menjadi tempat pembentukan autoantibodi. Namun, stimulus yang memulai proses

    autoimun belum teridentifikasi(1).

    IV. Tanda dan Gejala Klinis

    Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik bukan kelemahan otot yang

    umum dan kondisinya memburuk biasanya berfluktuasi selama beberapa jam. Tidak terlalu

    terlihat pada pagi hari dan biasanya memburuk seiring berjalannya hari.

    Sering terjadi

    Jarang terjadi

    Otot-otot Gejala

    Ocular Ptosis dan pengelihatan ganda

    Wajah Kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara

    Leher Kesulitan mengangkat kepala saat posisi telentang

    Ekstremitas

    proksimal

    Kesulitan mengangkat lengan setinggi bahu dan

    kesulitan berdiri dari posisi duduk dengan bantuan

    tangan

    Pernapasan Gangguan pernapasan dan kesulitan untuk bangun

    dari posisi tertidur

    Ekstremitas distal Kelemahan saat mengenggam dan kelemahan pada

    pergelangan dan kaki

    Hal ini juga bervariasi selama beberapa minggu atau bulan, dengan eksaserbasi dan remisi.

    Myasthenia gravis (MG) memiliki dua tipe, yaitu:

  • 8/3/2019 myastenia g

    4/18

    Gejala pada Mata

    Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia.

    Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular. Mungkin ptosis

    unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata . Ptosis biasanya yang paling

    menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis unilateral, mata yang

    tidak ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka dengan menggunakan jari

    (Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak mengikuti pola tertentu. Setiap gangguan

    motilitas okular yang didapatkan dengan ptosis dan reflek pupil didapatkan normal, harus

    mengarahkan kecurigaan pada myasthenia gravis MG.

    Gejala dan tanda umum

    Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan terjadi pada otot

    wajah, ekstremitas, orofaringeal dan pernapasan, tanpa tanda-tanda defisit neurologis lainnya,

    seperti gangguan sensorik, perubahan refleks fisiologis tendon, atau atropi otot. Sewaktu-waktu

    dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup.

    Paresis dari pallatum molle dan laring akan menimbulkan kesukaran menelan, berbicara, suara

    sengau. Kelemahan yang terjadi pada otot-otot ekstremitas lebih menyerupai kelemahan pada

    miopati proksimal dari pada kelemahan otot distal. Kelemahan otot-otot ekstremitas pada

    khususnya yang timbul sebagai sebuah gejala jarang terjadi dan prevalensinya hanya 10% saja.

    Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, Selain itu bila

    penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya

  • 8/3/2019 myastenia g

    5/18

    Beberapa faktor berikut dapat membuat Myasthenia Gravis memburuk:

    y Kelelahan, kurang tidur

    y Stres, kecemasan, Depresi

    y Kelelahan, gerakan berulang

    y Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim

    y Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)

    y Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan beberapa

    antibiotik

    y Minuman beralkohol

    y Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah

    y Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan mungkin tetap

    timbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.

    y Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.

    y Penyakit ini dapat meningkat selama waktu-waktu tertentu dari siklus menstruasi wanita.

    V. KLASIFIKASI MIASTENIA GRAVIS

    Menurut M yasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat

    diklasifikasikan sebagai berikut:

    a. Klas I

    Adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat menutup mata, dan kekuatan otot-otot

    lain normal.

    b. Klas II

    Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-

    otot lain selain otot okular.

  • 8/3/2019 myastenia g

    6/18

    c. Klas IIa

    Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot

    orofaringeal yang ringan.

    d. Klas IIb

    Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot

    anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.

    e. Klas III

    Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot

    ocular mengalami kelemahan tingkat sedang.

    f. Klas IIIa

    Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan.

    Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan.

    g. Klas IIIb

    Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara predominan.

    Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat

    ringan.

    h. Klas IV

    Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan

    otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.

    i. Klas IVa

    Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot

    orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan.

  • 8/3/2019 myastenia g

    7/18

    j. Klas IVb

    Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Selain

    itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan

    derajat ringan. Penderita menggunakanfeeding tube tanpa dilakukan intubasi.

    k. Klas V

    Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

    VI. DIAGNOSIS MIASTENIA GRAVIS

    VI.1.Pemeriksaan Fisik

    Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

    y Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan

    terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita

    menjadi anartris dan afonis.

    y Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama kelamaan

    akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka

    penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan

    ptosis juga tidak tampak lagi.

    y Uji kelelahan otot

    Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk berkedip

    berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat (uji Simpson). Meningkatnya

    penurunan kerja otot adalah tanda kelelahan. Fenomena ptosis ditingkatkan dapat

    ditunjukkan pada pasien dengan ptosis bilateral dengan meninggikan dan menjaga

    kelopak mata yang lebih ptotic dalam posisi yang tetap. Kelopak mata berlawanan

    perlahan jatuh dan mungkin akan menutup sepenuhnya.

    Tanda kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk menguji kelelahan otot. Pasien

    diarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan kemudian kembali dengan

  • 8/3/2019 myastenia g

    8/18

    cepat dalam posisi semula. Pengamatan pada gerak kelopak mata yang lebih keatas

    ditambah dengan kedutan dan diikuti oleh reposisi kembali ke kondisi ptosis,

    mengidentifikasi kelelahan yang mudah terjadi dan pemulihan yang cepat dari otot.

    Tanda mengintip terjadi ketika fisura palpebral melebar setelah periode penutupan

    kelopak mata secara volunter .

    Tensilon atau Prostigmin tes

    Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi

    maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera sesudah tensilon

    disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata

    yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis,

    maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uiji ini kelopak mata yang lemah harus

    diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat.

    Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin merhylsulfat secara

    intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin atau mg). Bila kelemahan itu benar

    disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus

    atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.

    y Uji Kinin

    Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet lagi

    (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia

    gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk

    uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak

    bertambah berat.

    VI.2 Pemeriksaan Laboratorium

    y Anti-asetilkolin reseptor antibodi

    Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana

    terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia gravis generalisata

  • 8/3/2019 myastenia g

    9/18

    dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin

    reseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi

    false positive anti-AChR antibodi.

    Rata-rata titer antibody pada pemeriksaan anti-asetilkolin reseptor antibody, yang dilakukan oleh

    Tidall, di sampaikan pada tabel berikut:

    Tabel 1. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis

    Osserman Class Mean antibody Titer Percent Positive

    R 0.79 24

    I 2.17 55

    IIA 49.8 80

    IIB 57.9 100

    III 78.5 100

    IV 205.3 89

    Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB = moderate generalized,

    III = acute severe, IV = chronic sever

    Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita miastenia gravis

    dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksikan

    derajat penyakit miastenia gravis.

    y Antistriated muscle (anti-SM) antibody

    Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini menunjukkan

    hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun.

    Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan

    hasil positif.

    y Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.

  • 8/3/2019 myastenia g

    10/18

    Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif

    (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.

    y Antistriational antibodies

    Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibody yang

    berikatan dalam pola cross-striationalpada otot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini

    bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibody ini selalu

    dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya

    titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada pasien

    muda dengan miastenia gravis.

    VI.3 Imaging

    Chest x-ray (foto roentgen thorak) dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada

    roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior

    mediastinum.

    y Hasil roentgen yang deficit belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran

    kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma

    pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.

    y MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI

    dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan

    pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab deficit pada saraf otak.

    Gbr 3. CT scan of chest showing an anterior mediastinal mass (thymoma) in a patient with

    myasthenia gravis.

  • 8/3/2019 myastenia g

    11/18

    VI. 4 Pendekatan Elektrodiagnostik

    Pendekatan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi neuromuscular melalui2 teknik :

    Repetitive Nerve Stimulation (RNS)

    Dalam MG rangsangan berulang (repetitive nerve stimulation) akan menghasilkan tanggapan

    yang lebih kecil (decrement) atau lebih lemah di otot elektroda rekaman. Ini disebut compound

    motor action potensial (CMAP) . Pemeriksaan ini adalah yang paling spesifik untuk MG,

    tetapi tidak hadir dalam semua kasus dan hanya mampu dilakukan pada otot-otot tertentu, yang

    mungkin tidak ada keluhan dalam pasien. Sebuah contoh dari pengurangan (decrement) pada

    rangsangan berulang dapat dilihat di bawah ini, dengan penurunan progresif dalam ukuran

    (kekuatan) dalam empat tanggapan dengan rangsangan elektrik yang sama.

    Gbr 4. A typical recording of compound muscle action potentials with repetitive nerve

    stimulation at low frequency in a patient with myasthenia gravis. Note the gradual decline in

    the amplitude of the compound muscle action potential with slight improvement after the

    fifth or sixth potential.

    Metodologi

    Teknik RNS terdiri dari merangsang saraf perifer dengan stimulus supramaximal (25% lebih

    besar dari stimulus yang maksimum diperlukan untuk menghasilkan maksimal CMAP). Hal ini

    dilakukan untuk memudahkan aktivasi dari semua serabut saraf. CMAP direkam dengan

  • 8/3/2019 myastenia g

    12/18

    elektroda permukaan (G1) yang dipasang pada bagian tengah otot yang ingin diperiksa dan

    elektroda referensial (G2) di atas tendon dari otot yang sama. Amplitudo puncak negatif dari

    respon CMAP adalah refleksi dari jumlah serat otot diaktifkan oleh stimulus; karena itu adalah

    penanda keberhasilan sinaptik.

    Rangkaian stimulus disampaikan biasanya 5-9 rangsangan panjang. 2 sampai 5 Hertz (Hz)

    rangsangan lebih disukai ketika mencari decrement. Satu Hz stimulasi biasanya terlalu lambat

    untuk menghasilkan decrement dan lebih cepat dari 5 Hz dapat menghasilkan respon

    palsu. Decrement didefinisikan sebagai perubahan persen dari amplitudo puncak negative CMAP

    atau daerah antara potensial kelima, atau potensial keempat atau terendah dengan potensial

    pertama. Biasanya decrementterbesar terlihat pada CMAP pertama dan kedua, atau perubahan

    maksimal antara respon pertama dan keempat.

    Saat ini sistem EMG mengukur amplitudo, daerah dan durasi CMAP dengan demikian

    memungkinkan diferensiasi yang lebih akurat antara respon yang tepat dengan artefak

    teknis. Mengukur pengurangan dari luas CMAP tersebut mungkin lebih sensitif dibandingkan

    dengan decrement amplitudo. Sebuah decrement lebih besar dari 10% dianggap abnormal atau

    bila curiga Lambert-Eaton syndrome fasilitasi respon lebih besar 100% dari respon CMAP

    awal. Dalam gangguan pra-sinaptik seperti LES kontraksi volunteer maksimal hanya selama 10-

    60 detik (tergantung pada kekuatan pasien) diikuti oleh stimulus syaraf supramaximal

    (increment).

    Pemilihan Otot

    Stimulasi berulang dapat dilakukan pada setiap saraf perifer termasuk saraf kranial seperti saraf

    wajah, trigeminal dan hypoglossal. Otot-otot proksimal lebih cenderung menunjukkan

    pengurangan (decrement) pada MG daripada otot distal, namun otot proksimal lebih rentanterhadap artefak teknis dan lebih menyakitkan. Pada myasthenia gravis umum, hasil untuk otot

    distal pada RNS berkisar antara 30-40% dan untuk sebuah otot proksimal akan mendekati 70-

    80%. Disarankan bahwa protokol RNS yang memadai harus mencakup 2 otot proksimal

    (deltoideus dan trapezius), 1 otot distal (abductor polisis brevis atau abductor digiti minimi) di

    samping otot wajah (Nasalis atau oculi orbicularis).

  • 8/3/2019 myastenia g

    13/18

    Saraf median, merekam otot-otot tenar, merangsang pada pergelangan tangan. Otot ini sangat

    bisa diakses dan prosedur ini ditoleransi dengan baik.

    Saraf aksesori tulang belakang, otot trapezius direkam, merangsang pada titik tengah dari batas

    posterior dari otot sternokleidomastoid. Otot ini sering terlibat secara elektrik. Pemeriksaan ini

    sangat mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam posisi duduk.

    Saraf aksila, merekaman otot deltoid, merangsang pada t itik Erb. Hal ini diperlukan untuk

    meimmobilisasi lengan dengan lengan atas perut dan menggenggam pergelangan tangan dengan

    tangan yang berlawanan, sebagai hasil stimulasi pada titik Erb terjadi aktivasi otot lain dari bahu

    dan siku samping deltoid .Prosedur ini sangat baik ditoleransi.

    Saraf wajah, merekam nasalis atau inferior otot orbicularis oculi, merangsang anterior foramen

    stylomastoideum. Gerakan artefak mungkin kurang pada nasalis daripada otot orbicularis oculi

    Repetitive Nerve Stimulation dalam penyakit neuromuskuler.

    RNS pada MG lebih sering abnormal pada MG tipe umum daripada di MG okular, sedikit

    kurang sensitif dibandingkan pengukuran antibodi reseptor asetilkolin, jauhkurang sensitif dari

    EMG single fiber (SFEMG). Karakteristik pada MG amplitude CMAP adalah normal. Ada

    respon decrementing pada rangkaian respons dari 2 Hz sampai 3 stimulasi Hz. Ada perbaikan

    parsial dari decrement setelah respon ketiga atau keempat dari rangkaian respon. fasilitasi

    pasca aktivasi mungkin terlihat setelah periode 30 detik sampai 60

    detik aktivasi tetapi ini biasanya pada kisaran 10% sampai 25% dan jarang lebih dari 50%.

    Kelelahan aktivasi umumnya terjadi 3 sampai 4 menit setelah 30 detik untuk satu menit latihan

    volunter maksimum. Hasil tambahan dari latihan maksimaladalah 7% dalam sebuah studi baru-

    baru ini. Salah satunya adalah lebih mungkinuntuk menunjukkan kelainan pada otot proksimal

    seperti trapezius atau ototdeltoideus dan di wajah (Nasalis atau oculi orbicularis) daripada di

    tangan distal atau otot kaki. Studi saraf rangsangan berulang menunjukkan pengurangan

    abnormal pada tangan atau otot bahu pada sekitar 75-85% dari pasien dengan MG umum dan

  • 8/3/2019 myastenia g

    14/18

    dalam waktu kurang dari 50% dari mereka dengan myasthenia okular.SFEM o adalah tes yang

    paling sensitif dari transmisi neuromuskuler dan abnormal pada hampir 99% pasien dengan MG.

    Lambert-Eaton Sindrom

    Temuan khas pada RNS elektropsikologi studi di pra sinaptik gangguan adalah pengurangan

    amplitudo CMAP awal, respon decremental untuk tingkat lambat (1 per detik sampai 5 per

    detik) dari stimulasi dan fasilitasi pasca aktivasi diikuti periode singkat kontraksi maksimum

    volunter diikuti stimulasi berhubung dgn tetanus.decrements ini yang paling sering terlihat di 3

    per 1 detik rangsangan kedua dancenderung berkurang pada tingkat lebih cepat dari rangsangan

    seperti 5 per 1 detik.fasilitasi pasca aktivasi adalah lebih dari dua kali amplitudo CMAP awal

    dan jauhlebih jelas daripada yang terlihat di pos-sinaptik gangguan. Perawatan harus diambil

    untuk tidak latihan otot terlalu lama karena hal ini akan menguras rilis neurotransmitter dan

    masker respon fasilitasi. Tidak seperti pasca-sinaptik gangguan di mana 30detik hingga 1 menit

    latihan maksimal adalah yang terbaik, 10 detik adalah semuayang diperlukan dalam gangguan

    ini.

    y Single-fiber Electromyography (SFEMG)

    Menggunakan jarum single-fiber, yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot

    penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatujitter(variabilitas pada interval interpotensial diantara

    2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatu fiber density (jumlah

    potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG

    mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiberberupa peningkatan jitter danfiber

    density yang normal.

    VI. Diferensial diagnosis

    Gangguan dari neuromuskuler junction (NMJ) secara klinis heterogen. Ekspresi klinis dari

    gangguan ini adalah fitur miasthenik dalam bentuk kelemahan otot variabel dan kelelahan.

    Miasthenik sindrom (MS) diberikan kepada sekelompok gangguan dari NMT dengan

    patofisiologi yang berbeda dari yang ada pada myasthenia gravis autoimun.

  • 8/3/2019 myastenia g

    15/18

    Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS)

    Sindrom Lambert-Eaton miasthenik (LEMS) adalah suatu kondisi yang jarang terjadi dan

    disebabkan oleh kelainan pelepasan asetilkolin (AcH) pada sambungan neuromuskuler terjadi

    peningkatan tenaga pada detik-detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulut

    kering, dan sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama oat cell carcinoma pada

    paru.

    EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia gravis. Defek pada transmisi

    neuromuscular terjadi pada frekuensi renah (2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan stimulasi pada

    frekuensi yang tinggi (40 Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi pada membran postsinaptik

    sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik, dimana pelepasan asetilkolin

    tidak berjalan dengan normal, sehingga jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran

    postdinaptik tidak mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.

    Botulisme

    Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf kolinergik, termasuk

    neuromuskuler junction, postganglionik ujung saraf parasimpatik, dan ganglia perifer. Blokade

    ini menghasilkan karakteristik penurunan kelumpuhan bilateral dari otot yang diinervasi oleh

    saraf otonom cranial, tulang spinal, dan kolinergik tetapi tidak terdapat penurunan saraf

    adrenergik atau sensoris. Botulisme memiliki pola berat, progresif, dan simetris .

    VIII. Pengobatan

    Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga tujuan penting: (1)

    transmisi neuromuskuler yang optimal, (2) Mengurangi atau menetralisir konsekuensi dari reaksi

    autoimun, dan (3) memodifikasi riwayat alami myasthenia gravis (MG) dengan menginduksi

    remisi, didefinisikan sebagai kondisi permanen hilangnya gejala tanpa pengobatan. AChEinhibitor dan terapi imunomodulasi adalah pengobatan yang paling diandalkan. Pada manifestasi

    klinis yang ringan, inhibitor AChE pada awalnya digunakan. Kebanyakan pasien dengan MG

    umum membutuhkan terapi imunomodulasi tambahan.

  • 8/3/2019 myastenia g

    16/18

    1. Antikolinesterase

    Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromida 15-45 mg

    per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi tidak

    menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat

    diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral setara dengan 1 mg subkutan/

    intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0 mg.

    Neostigmin dapat menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin

    tidak segera dihancurkan. Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal,

    sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase akan

    sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB.

    Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi parasimpatis,termasuk

    konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial

    berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek samping muskarinik) berupa ham atau diare

    dapat diatasi dengan pemberian propantelin bromida atau atropin. Penting sekali bagi pasien-

    pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini merupakan tanda terlalu banyak obat yang

    diminum, sehingga dosis berikutnya hams dikurangi untuk menghindari krisis kolinergik. Karena

    neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik, maka obat ini dapat

    diberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana sesungguhnya efek smping tersebut.

    2. Steroid

    Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan diberikan sekali

    sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari efek samping. Dosis awalnya

    hams kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk menghindari

    eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat dimulai dengan dosis tinggi. Peningkatan dosis

    sampai gejala-gejala terkontrol atau dosis mencapai 120 mg secara selang-seling.

    Pada kasus yang berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari,

    dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera

    memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah

  • 8/3/2019 myastenia g

    17/18

    ada perbaikan klinis maka dosis diturunlcan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan

    memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak

    hams dihindari.

    3. Azatioprin

    Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik, efek

    sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa gangguan saluran

    cerna,peningkatan

    enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu

    pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah

    itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon bersama-

    sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.

    4. TimektomiThymectomy merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam myasthenia gravis (MG),

    terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah diusulkan sebagai terapi lini pertama pada

    kebanyakan pasien dengan myasthenia gravis (MG) umum. Thymectomy dapat menyebabkan

    remisi. American Association of Neurology merekomendasikan thymectomy untuknonthymomatous pasien myasthenia gravis (MG) autoimun. Thymectomy direkomendasikan

    sebagai pilihan untuk meningkatkan kemungkinan remisi atau perbaikan .

    IX. Prognosa

    Dalam myasthenia gravis (MG) okuler,> 50% kasus berkembang ke myasthenia gravis (MG)

    umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan

  • 8/3/2019 myastenia g

    18/18

    Daftar pustaka

    1. Newton E. Myasthenia Gravis, eMedicine Journal, December 2001

    2. Wilkinson, Essential Neurology 4th

    Ed (ebook)

    3. Shah AK. Myasthenia Gravis, eMedicine Journal, August 2002

    4. Angela Vincent, Professor of Neuroimmunology Institue of Molecular Medicine,

    Department of Clinical Neurology Oxford, Myasthenia Gravis, www.muscular-

    distrophy.org

    5. Bianca M. Conti-Fine, Monica Milani, and Henry J. Kaminski, Myasthenia gravis:

    past, present, and future, The Journal of Clinical Investigation, http://www.jci.org

    6. Audrey S. Penn, M.D. and Henry J. Kaminski, M.D. Myasthenia Gravis,

    www.womenshealth.gov

    7. Awwad S. Myasthenia Gravis, eMedicine Journal, September 2001

    8. Raymond D. Adams and Maurice Victor, Principles of Neurology 4th Ed, Mc Graw

    Hill International Edition.