Upload
phungliem
View
251
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PROPOSAL PTK
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2
KENDARI MELALUI PEMBELAJARAN VIRTUAL LABORATORY BERBASIS PHET SIMULATION
(Penelitian Tindakan Kelas)2014
Oleh:
Drs. La Tahang, M.Pd (Ketua) (NIDN:0021066201)
Drs. Ramli, M.Si (Anggota)(NIDN:0021066201)
H. Bakri, S.Pd (Anggota) (NIP:......................) Evi Juslian ( Anggota)
(NIM:A1C310039)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS HALUOLEO
2014
ABSTRAK
Akan dilakukan kegiatan penelitian tindakan kelas di SMA Negeri 2 Kota Kendari Kendari Sulawesi Tenggara dengan pembelajaran Model Laboratorium Maya (Virtual Laboratory Model) berbasis PhET Simulation Interactive untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis (critical thinking). Kegiatan selanjutnya adalah melakukan pengabdian dengan membimbing guru-guru fisika untuk menerapkan perangkat pembelajaran tersebut dalam kelas pada materi fisika yang lainnya sehingga siswa akan terlatih menjadi pemikir yang kritis dan akan bermuara kepada penguasaan konsep-konsep fisika, utamanya pada konsep-konsep fisika yang bersifat abstrak.
Dampak dari pelaksanaan penelitian ini adalah munculnya kesadaran bagi guru-guru fisika baik secara individu atau kelompok untuk mencoba mengembangkan dan sekaligus menerapkan perangkat pembelajaran fisika di dalam kelas dengan memilih materi pokok yang lain yang menggunakan model VLM berbasis PhET Simulation Interactive. Selanjutnya hasil dari penerapan perangkat pembelajaran tersebut dapat mondorong peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang pada akhirnya kualita belajar siswa meningkat yang berdampak positif dalam peningkatan hasil belajar fisika. Dengan demikian siswa termotivasi untuk belajar Fisika dan akan terbiasa melakukan praktikum yang lebih inovatif, murah, dan menarik.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara bermitra (berkolaborasi) dengan guru fisika di SMA Negeri 2 Kota Kendari. Tahap pelaksanaan dibimbing mengoperasikan virtual laboratory berbasis phet simulation dan diberi kesempatan melakukan praktikum VLM berbasis PhET Simulation di dalam kelasnya, dan pada tahap refleksi tim peneliti melakukan refleksi terhadap hasil observasi pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru mitra selama uji coba secara riel dalam kelas. Selanjutnya tim peneliti memberikan bimbingan kepada guru mitra untuk membuat laporan hasil penelitian agar mendapat masukan dari tim peneliti dalam upaya perbaikan selanjutnya.
DAFTAR ISIHalaman
HALAMAN SAMPUL…………………..…………………..…………………………. HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………….. DAFTAR ISI … … … … … ………………………………………..………..…… ABSTRAK…..…………………………………………………..…..…………………..
A. PENDAHULUAN1. Latar Belakang……….………………………..…………………..….... …..2. Permasalahan …….…………………..............................................................3. Batasan Masalah…………………………………………………………..4. Pemecahkan Masalah5. Tujuan Penelitian
B. TARGET DAN LUARAN……………………………………………………
BAB 3. METODEPELAKSANAAN…………………………………………………..
BAB 4. KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI………………………………………
BAB 5. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
A. Anggaran Biaya …………………………………………………………………B. Jadwal Kegiatan…………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………............
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota Tim Pengusul yang telah ditandatangani.........
2. Gambaran Ipteks yang akan ditransfer kepada kedua mitra..........................Lampiran 3. Peta Lokasi Wilayah kedua mitra..................................................................
4. Dua buah Surat Pernyataan Kesediaan Bekerjasama dari keduamitra IbM .....................................................................................................
i ii iii iv
146
7
8
12
1316
18
192526
31
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan pembelajaran Fisika , saat ini masih mengalami banyak
kendala. Baik ditinjau dari individual peserta didik yang kurang berminat dalam
belajar fisika, guru yang kurang professional maupun perangkat pembelajaran
yang kurang memadai, yang kesemuanya itu menyebabkan turunnya hasil belajar
fisika, kemampuan berpikir kritis siswa.
Dalam upaya menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan
efisien, maka guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip mengajar diantaranya
menggunakan alat bantu mengajar atau alat laboratorium. Bahwa dalam prinsip
mengajar yaitu sebagai guru, diharapkan mampu memperhatikan perbedaan
individual siswa, menggunakan variasi metode mengajar; menggunakan alat bantu
mengajar, laboratorium; melibatkan siswa secara aktif; menumbuhkan minat
belajar siswa, dan menciptakan situasi belajar mengajar yang kondusif.
Melihat dari kenyataan yang ada, maka mata pelajaran fisika seharusnya
merupakan suatu pelajaran yang ditunggu-tunggu, disenangi, menantang dan
bermakna bagi peserta didik ,Disisi lain sebenarnya mereka telah memiliki
kemampuan dasar yang tinggi dan dengan kemajuan teknologi mereka mampu
menyerap berbagai informasi yang ada, terutama sekali pemahaman konsep fisika
dikarenakan pembelajaran fisika diperlukan pembelajaran yang lebih inovatif
dengan menggunakan media yang memadai, Laboratorium yang cukup , dimana
mereka dapat dengan mudah mempraktekkan dan menambah wawasan materi-
materi yang diberikan oleh guru. Namun,kenyataan dilapangan tidaklah demikian.
Hal ini dapat dilihat beberapa sekolah tidak memiliki peralatan yang cukup untuk
melalakukan praktikum, hal ini berimplikasi pada hasil belajar siswa yang masih
rendah.
Berdasarkan data dari SMAN 2 Kendari diperoleh gambaran bahwa,
walaupun media pembelajaran cukup memadai, namun ternyata masih kurang
meningkatkan hasil evaluasi fisika yang baik, terutama siswa kelas XI, sehingga
peran guru dalam menerapkan berbagai model, pendekatan, metode pembelajaran
sangat diharapkan dapat memberi angin segar bagi peningkatan kualitas dan
kuantitas siswa untuk belajar fisika.
Dari uraian di atas bahwa mata pelajaran fisika mempunyai nilai yang
strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul,
handal, dan bermoral semenjak dini,. Hal yang menjadi hambatan selama ini
dalam pembelajaran fisika adalah disebabkan kurang dikemasnya pembelajaran
fisika dengan metode pembelajaran yang menarik, menantang, dan
menyenangkan.
Supaya pembelajaran fisika menjadi pembelajaran yang aktif, inovatif,
kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM), dapat dilakukan melalui berbagai
macam cara. Salah satu caranya yaitu melalui penerapan pembelajaran dengan
virtual laboratory dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Namun
seberapa jauh mana kemampuan berpikir kritisnya maka akan dilakukan
penelitian penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa KLS XI-1 SMA Negeri 2 Kendari melalui
pembelajaran dengan Vertual Laboratory Berbasis Phet Simulation.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI
dengan menggunakan pembelajaran vertual laboratory berbasis Phet
simulation pada materi gerak parabola?
2. Bagaimana keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar
menggunakan menggunakan pembelajaran vertual laboratory berbasis Phet
simulation?
3. Bagaimana tanggapan siswa tentang pembelajaran fisika dengan
menggunakan pembelajaran vertual laboratory berbasis Phet simulation?
2
3. Batasan Masalah
Batasan masalah penelitian ini adalah penerapan pembelajaran vertual
laboratory berbasis Phet simulation pada materi gerak parabola di kelas XI
semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 SMA Negeri 2 Kendari.
4. Pemecahkan Masalah
Metode pemecahan masalah yang akan digunakan dalam Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini, yaitu menggunakan pembelajaran vertual laboratory
berbasis Phet simulation pada materi gerak parabola. Dengan model pembelajaran
ini, diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI semester 1, tahun
pelajaran 2014/2015 di SMAN 2 Kendari.
5. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah :
1. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa Kelas XI-1 SMA Negeri 2
Kendari tahun ajaran 2014/2015
2. Melalui model pembelajaran menggunakan vertual laboratory berbasis
Phet simulation pada materi gerak parabola, hasil belajar siswa pada
materi gerak parabola tahun ajaran 2014/2015 SMAN 2 Kendari dapat
meningkat.
3. Mendekrifsikan tanggapan siswa tentang pembelajaran virtual laboratory
berbasis phet simulation dalam pembelajaran fisika.
6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari PTK antara lain :
1. Proses belajar mengajar fisika dengan menggunakan pembelajaran virtual
laboratory berbasis phet meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
2. Bagi siswa. Menumbuhkan kemampuan berpikir siswa dalam mengikuti
pembelajaran fisika.
3. Menanamkan keberanian siswa mengungkapkan ide, pendapat,
pertanyaan, dan saran secara benar.
4. Meningkatnya kualitas pembelajaran fisika.
5. Mendorong pningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran fisika.
3
6. Memudahkan guru melalkukan praktikum.
B. Kajian Teori
1. Ketrampilan Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat penting.
Hal ini di seperti yang diungkapkan oleh Soeprapto (2001: 1) “Kemampuan
berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan,
pekerjaan dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir
kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian
dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam
sepuluh tahun terakhir”. Jadi dapat dikatakan bahwa berpikir kritis merupakan
kemampuan yang sangat penting bagi kehidupan sehingga dijadikan sebagai
tujuan pokok dalam pendidikan. a) Menurut Sutarmo (2012: 94) “Kemampuan
berpikir kritis, otak dipaksa berpikir serius untuk memecahkan masalah yang
dihadapi individu yang berpikir atau memikirkan tindakan yang akan dilakukan
nanti.” Karena setiap orang memiliki masalah yang bukan untuk di hindari
melainkan untuk di pecahkan, maka seharusnya setiap orang juga memiliki
kemampuan berpikir kritis sehingga mereka dapat memikirkan apa langkah
yang harus ditempuh untuk memecahkan masalah serius yang mereka hadapi. b)
Menurut Richard W. Paul yang dikutip oleh Kasdin dan Febiana (2012:5) “Berpikir
kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang secara aktif dan
terampil memahami mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan dan
mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan atau yang dia ambil dari
pengalaman, pengamatan, refleksi yang dilakukannya, penalaran atau komunikasi
yang dilakukannya”. Jadi, seseorang yang berpikir kritis akan selalu aktif dalam
memahami dan menganalisis semua informasi yang ia dapatkan.
Ennis (1985 dalam Costa, 1985) memperkenalkan berpikir kritis sebagai
berpikir reflektif yang difokuskan pada membuat keputusan mengenai apa yang diyakini
atau dilakukan. Batasan berpikir kritis yang lebih komprehensif dikemukakan oleh
Facione (2006) sebagai pengaturan diri dalam memutuskan (judging) sesuatu yang
menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan
4
menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau pertimbangan kontekstual
yang menjadi dasar dibuatnya keputusan. Berpikir kritis penting sebagai alat inkuiri.
Berpikir kritis merupakan suatu kekuatan serta sumber tenaga dalam kehidupan
bermasyarakat dan personal seseorang.
Pemikir kritis yang ideal memiliki rasa ingin tahu yang besar, teraktual,
nalarnya dapat dipercaya, berpikiran terbuka, fleksibel, seimbang dalam mengevaluasi,
jujur dalam menghadapi prasangka personal, berhati-hati dalam membuat keputusan,
bersedia mempertimbangkan kembali, transparan terhadap isu, cerdas dalam mencari
informasi yang relevan, beralasan dalam memilih kriteria, fokus dalam inkuiri, dan gigih
dalam mencari temuan. Dalam bentuk sederhananya, berpikir kritis didasarkan pada nilai-
nilai intelektual universal, yaitu: kejernihan, keakuratan, ketelitian (presisi), konsistensi,
relevansi, fakta-fakta yang reliabel, alasan-alasan yang baik, dalam, luas, dan sesuai
(Scriven dan Paul, 2007).
Menurut Ennis (1985 dalam Costa, 1985) dalam Goals for a Critical Thinking
Curiculum, berpikir kritis meliputi karakter (disposition) dan keterampilan (ability).
Karakter dan keterampilan merupakan dua hal terpisah dalam diri seseorang. Dari
perspektif psikologi perkembangan, karakter dan keterampilan saling menguatkan, karena
itu keduanya harus secara eksplisit diajarkan bersama-sama (Kitchener dan King, 1995
dalam Facione et al., 2000).
Karakter (disposition) tampak dalam diri seseorang sebagai pemberani, penakut,
pantang menyerah, mudah putus asa, dan lain sebagainya. John Dewey menggambarkan
aspek karakter dari berpikir sebagai “atribut personal” (Dewey, 1933 dalam Facione et
al., 2000). Suatu karakter (disposisi) manusia merupakan motivasi internal yang
konsisten dalam diri seseorang untuk bertindak, merespon seseorang, peristiwa, atau
situasi biasa. Berbagai pengalaman memperkuat teori karakter (disposisi) manusia yang
ditandai sebagai kecenderungan yang tampak, yang dapat dengan mudah dideskripsikan,
dievaluasi, dan dibandingkan oleh dirinya sendiri dan orang lain. Mengetahui karakter
(disposisi) seseorang memungkinkan kita memperkirakan, bagaimana seseorang
cenderung bertindak atau bereaksi dalam berbagai situasi (Facione et al., 2000).
Berbeda dengan karakter, keterampilan dimanifestasikan dalam bentuk
perbuatan. Seseorang dengan keterampilan yang baik cenderung mampu memperlihatkan
sedikit kesalahan dalam mengerjakan tugas-tugas sedangkan orang yang kurang terampil
membuat kesalahan yang lebih banyak bila diberikan sejumlah tugas yang sama (Facione
et al., 2000).
5
Dalam model yang diadaptasi dari Triandis (1979, dalam Rickets dan Rudd,
2005), keterampilan berpikir kritis merupakan perilaku yang dipengaruhi oleh karakter
berpikir kritis dan sejumlah faktor pendukung. Berikut merupakan skema faktor-faktor
yang mempengaruhi keterampilan berpikir kritis (Triandis, 1979 dalam Rickets dan
Rudd, 2005).
Ada 13 indikator karakter berpikir kritis yang dikembangkan Ennis
(1985, dalam Costa, 1985), yaitu:
1. Mencari pertanyaan jelas dari teori dan pertanyaan.
2. Mencari alasan.
3. Mencoba menjadi yang teraktual.
4. Menggunakan sumber-sumber yang dapat dipercaya dan menyatakannya.
5. Menjelaskan keseluruhan situasi.
6. Mencoba tetap relevan dengan ide utama.
7. Menjaga ide dasar dan orisinil di dalam pikiran.
8. Mencari alternatif.
9. Berpikiran terbuka.
10. Mengambil posisi (dan mengubah posisi) ketika bukti-bukti dan alasan-alasan
memungkinkan untuk melakukannya.
11. Mencari dokumen-dokumen dengan penuh ketelitian.
12. Sepakat dalam suatu cara yang teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan
kompleks.
13. Peka terhadap perasaan, pengetahuan, dan kecerdasan orang lain.
Selain itu, masih ada 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang
terbagi ke dalam lima kelompok besar berikut ini. Memberikan penjelasan
sederhana: a) memfokuskan pertanyaan, b) menganalisis argumen, c) bertanya
dan menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan.
1. Membangun keterampilan dasar: d) mempertimbangkan kredibilitas sumber, e)
mengobservasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
2. Menyimpulkan: f) mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, g) menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, h) membuat dan menentukan nilai pertimbangan.
3. Memberikan penjelasan lebih lanjut: i) mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, j) mengidentifikasi asumsi.
6
4. Mengatur strategi dan taktik: k) menentukan tindakan, l) berinteraksi dengan orang lain.
Mengingat pentingnya berpikir kritis dalam pembelajaran fisika, maka
Peranan guru untuk mengembangkan berpikir kritis dalam diri siswa adalah
sebagai pendorong, fasilitator, dan motivator. Tidak ada kata terlambat bagi guru
untuk melakukannya karena menurut Lang (2006) berpikir kritis dapat dipelajari
dan ditingkatkan bahkan pada usia dewasa. Agar proses berpikir kritis terjadi
dalam pembelajaran diperlukan adanya perencanaan yang spesifik pada materi,
konstruk, dan kondisi (Winococur 1985, dalam Costa 1985, Arifin et al., 2003).
Materi dalam kurikulum disusun secara sistematis agar dapat dengan mudah
diasimilasi. Konstruk bertujuan agar siswa dapat membangun struktur
kognitifnya. Kondisi dimaksudkan agar siswa belajar sesuai dengan urutan untuk
mengembangkan struktur kognitifnya dan menggunakan struktur kognitifnya
dalam memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
Berpikir kritis dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman
siswa yang bermakna. Pengalaman tersebut dapat berupa kesempatan berpendapat
secara lisan maupun tulisan layaknya seorang ilmuwan (Curto dan Bayer, 2005).
Diskusi yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan divergen atau masalah tidak
terstruktur (ill-structured problem), serta kegiatan praktikum yang menuntut
pengamatan terhadap gejala atau fenomena akan menantang kemampuan berpikir
siswa (Broadbear, 2003). King dan Kitchener (1994, dalam Broadbear, 2003)
menjelaskan masalah tidak terstruktur sebagai sesuatu yang “tidak dapat
dipaparkan oleh tingkatan kekomprehensivan yang tinggi; tidak dapat dipecahkan
walaupun dengan keyakinan yang tinggi; dimana ahli-ahli sering tidak sepakat
mengenai solusi terbaik, bahkan ketika masalah dapat tuntas dipecahkan.
Odmundsen (2005) memberikan sampel kasus yang dapat tuntas dipecahkan.
2. Pembelajaran Vertual Laboratory
Salah satu ciri pengelolaan pembelajaran fisika yang berkualitas di
sekolah adalah terciptanya proses pembelajaran yang memperhatikan
7
karakteristik dari fisika sebagai produk dan proses yang tercemin mulai dari
tahap penyusunan perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses evaluasi.
Untuk mewujudkan kualitas pendidikan tersebut, maka peran kompetensi
profesional guru fisika sangatlah penting dan mutlak diperlukan.
Komitmen pemerintah untuk meningkatkan kompetensi profesional
guru termasuk guru fisika di sekolah agar menciptakan pendidikan yang
berkualitas ditandai dengan lahirnya beberapa kebijakan, antara lain Undang-
undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam Undang-
undang dan Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan bahwa guru harus
memiliki kualifikasi minimum dan kompetensi sesuai dengan bidangnya.
Kompetensi disini dapat diartikan sebagai seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan
diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Dengan demikian guru yang kompeten adalah guru yang mempunyai
penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan
profesi sebagai seorang guru.
Menjelang abad dua puluh satu, tantangan pelaksanaan pendidikan di
sekolah semakin berat. Setidaknya ada tiga aspek yang sangat mempengaruhi
dunia pendidikan saat ini, yaitu aspek globalisai, teknologi dan inovasi, dan
bagaimana cara siswa belajar. Salah satu aspek dari 21 st century skill adalah
learning and innovation skill yang mencakup keterampilan berpikir kritis
(critical thinking skill).
Keterampilan berpikir kritis meliputi kemampuan individu untuk
mengajukan pertanyaan untuk memecahkan masalah, menganalisis dan
mengevaluasi alternatif dari berbagai sudut pandang, dan merefleksikan secara
kritis keputusan dan proses (www.21stcenturyskills.org). rata-rata skor
kemampuan IPA siswa Indonesia pada aspek kognitif knowing hanya sebesar
40,37; aspek applying sebesar 36,96; dan aspek reasoning sebesar 33,01. Dari
skor rata-rata teserbut ternyata masih berada di bawah skor rata-rata
8
Internasional yang berturut-turut 55,33; 43,80; dan 40,21 untuk aspek kognitif
knowing, applying, dan reasoning. (http://en.wikipedia.org/wikipedia/trend).
Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan IPA siswa
Indonesia masih berada pada kemampuan knowing yaitu kemampuan
memperlihatkan pengetahuan tentang alat, metode dan prosedur IPA.
Berdasarkan hasil TIMSS dapat disimpulkan bahwa permasalahan
pembelajaran IPA di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1)
secara umum guru belum melatih siswa untuk menganalisis, memecahkan
masalah, melakukan sintesis, membuat hipotesis, membuat rencana
percobaan, merumuskan inferensi, merumuskan kesimpulan, membuat
generalisasi, mengevaluasi dan mempertimbangkan, dan (2) sistem evaluasi
yang belum terbiasa menggunakan soal-soal yang mengukur kemampuan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking) seperti keterampilan
berpikir kritis (critical thinking skill), keterampilan bepikir kreatif (creative
thinking) dan kemampuan pemecahan masalah (problem solving skill).
Permasalahan pembelajaran IPA (Fisika) yang telah diuraikan di
atas, juga sama dengan permasalahan yang dialami dalam pengelolaan
pembelajaran Fisika pada tingkat SMA di Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
Dari hasil penelitian sebelumnya teridentifikasi beberapa kelemahan guru
Fisika dalam mengelola pembelajaran pada siswa SMA/MA di Kota Kendari
khususnya dan umumnya pada Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk SMA
Negeri 2 Kendari, antara lain guru-guru fisika masih mengalami kesulitan
untuk mengembangkan perangkat dan media pembelajaran kontekstual untuk
mengajarkan konsep-konsep yang bersifat abstrak, seperti konsep listrik dan
magnet, fenomena gelombang dan optik, konsep atomik/molekul, konsep
fisika modern, dan konsep termodinamika (Takda, A., 2009; 2011). Akibatnya
pengelolaan pembelajaran oleh guru fisika cenderung lebih banyak
menekankan pengajaran konsep (produk) dengan penekanan pada representasi
verbal dan matematik.
Setelah dilakukan diskusi secara mendalam dengan Kepala Dinas
Pendidikan Nasional Kota Kendari terungkap beberapa faktor penyebab masih
9
rendahnya kualitas pembelajaran Fisika di Kota Kendari antara lain diduga
karena ketersediaan sarana laboratorium berupa KIT fisika dan media
pembelajaran yang dimiliki setiap sekolah-sekolah masih sangat terbatas,
sehingga guru-guru Fisika cenderung mengelola pembelajarannya secara
teoritis dan matematik daripada penerapan pendekatan keterampilan proses
melalui kegiatan penyelidikan atau kerja ilmiah.
Ketersediaan ala-alat laboratorium fisika berupa KIT dan media
pembelajaran merupakan hal penting sebagai penunjang dalam pembelajaran
Fisika. Laboratorium merupakan tempat untuk mengaplikasikan teori
keilmuan, pengujian teoritis, pembuktian uji coba, penelitian, dan sebagainya
dengan menggunakan alat bantu yang menjadi kelengkapan dari fasilitas
dengan kuantitas dan kualitas yang memadai (Depdiknas, 2002).
Melalui kegiatan laboratorium dapat memberikan pengalaman
langsung yang kontekstual kepada siswa dalam merencanakan dan melakukan
kerja ilmiah yang dapat membentuk sikap ilmiah, pembentukan karakter yang
baik (good character) dan bertindak sebagai ilmuan cilik yang pada akhirnya
membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan penguasaan konsep fisika
secara produk dan juga mengembangkan sejumlah keterampilan berpikir
seperti berpikir kritis, kreatif dan kemampuan pemecahan masalah,
sebagaimana yang diharapkan pada pendidikan abad 21 yang dikenal dengan
“21 st century skill”.
Salah satu upaya untuk mengatasi ketersediaan ala-alat laboratorium
berupa KIT fisika dan media pembelajaran yang sangat terbatas dimiliki oleh
sekolah adalah melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komputer
(Information Computer and Technology). Finkelstein (2005) mengatakan
bahwa komputer dapat digunakan untuk menunjang pelaksanaan praktikum
fisika, baik untuk mengumpulkan data, menyajikan, dan mengolah data.
Selain itu, komputer juga dapat digunakan untuk memodifikasi eksperimen
dan menampilkan eksperimen lengkap dalam bentuk virtual yang disebut
“Model Laboratorium Maya (Virtual Laboratory Model)”. Virtual
laboratory model (VLM) merupakan objek multimedia interaktif yang
10
kompleks dan termasuk bentuk digital baru, dengan tujuan pembelajaran
implisit atau eksplisit (Budhu, 2002). Penerapan Laboratorium Maya dalam
pembelajaran fisika dapat dilatihkan kemampuan berpikir (thinking skill),
science process skill, communication skill, ICT skill, dan interpretation skill
(Talyson, 2008). Melalui VLM dapat memberikan kegiatan hand on
laboratory activity untuk mengembangan kemampuan atau keterampilan
(skill) proses dan pemecahan masalah dalam konsep Fisika, serta
mengembangkan literasi ICT.
Salah satu VLM yang berkembang pesat pada saat ini khususnya
pada pembelajaran fisika adalah “PhET Simulation Interactive” yang
dikembangkan oleh Universitas Colorado di Amerika Serikat
(www.phet.colorado.edu). Melalui PhET (Physics Education Technology)
Simulation Interactive dapat memberikan banyak kebebasan kepada siswa
untuk melakukan kegiatan penyelidikan untuk mengidentifikasi dan
memanipulasi variabel, menentukan variabel respon dan veriabel kontrol.
Selama pelaksanaan eksperimen, siswa juga dapat melihat bagaimana
pengaruh variabel manipulasi (bebas) terhadap variabel respon sehingga siswa
dapat menguji hipotesis. Hal tersebut sama pada saat siswa-siswa melakukan
kegiatan eksperimen dengan menggunakan alat-alat laboratorium KIT IPA
sebagai laboratorium yang sebenarnya (real laboratory).
Penerapan Virtual Laboratory Model (VLM) berbasis PhET
Simulation Interactive dalam pembelajaran fisika bagi siswa SMA sebagai
model yang tepat karena didasarkan pada beberapa alasan, yaitu: (1) melalui
Virtual Laboratory Model (VLM) dapat digunakan untuk mengajarkan
konsep-konsep Fisika khususnya konsep yang bersifat abstrak, (2) mengatasi
keterbatasan ketersediaan alat lab/KIT Fisika yang dimiliki sekolah, (3) relatif
membutuhkan biaya yang sangat murah dibandingkan dengan menggunakan
laboratorium nyata (reil laboratory), (4) dapat memberikan banyak kebebasan
kepada siswa untuk melakukan eksperimen dengan mengidentifikasi dan
memanipulasi variabel-variabel untuk melihat bagaimana pengaruh variabel
terhadap variabel lain sehingga siswa dapat menguji hipotesis, (5) melalui
11
Gambar 1. Gerak Parabola dari sebuah benda yang diberi kecepatan awal dan membentuk sudut tertentu
VLM dapat memberikan kegiatan hand on laboratory activity untuk
mengembangan kemampuan dan keterampilan proses (scince process skill)
dan pemecahan masalah (problem solving skill) dalam konsep Fisika, serta
mengembangkan literasi ICT, dan (6) master program VLM PhET Simulation
Intercative sudah dapat diperoleh secara bebas (free) pada website
http://www.colorado.ac.id, sedangkan program virtual laboratory lainnya
masih harus dibeli dengan harga yang cukup mahal.
3. Materi Fisika
a. Gerak Parabola
Suatu benda dikatakan bergerak parabola atau gerak peluru apabila
benda yang bergerak tersebut membentuk lintasan yang menyerupai grafik
parabola. Contohnya gerak bola yang ditendang oleh seorang pemain bola ke
tengah lapangan akan membentuk lintasan yang menyerupai parabola,
perhatikan gambar berikut ini.
12
Gambar 1. di atas memperlihatkan lintasan bola yang ditendang miring dengan sudut
tertentu, akan mengalami Gerak yang dinamakan gerak parabola atau gerak peluru.
Pada arah sumbu XI (horisontal) v0 x tidak dipengaruhi oleh percepatan sehingga
terjadi gerak lurus beraturan (GLB), maka berlaku hubungan,
vx=v0 cosαx=v0cosαt ..................................................................................(1)
Pada arah sumbu Y (vertikal), v0 y akan dipengaruhi percepatan gravitasi yang
arahnya ke bawah yang besarnya g = 9,8 m/s2. Sehingga pada arah ini terjadi gerak
lurus berubah beraturan (GLBB) yang diperlambat. Perumusannya berlaku
persamaan:
v y=v0 sin α−gt
y=v0sin αt−12 gt 2
..........................................................................(2)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat Anda simpulkan, bahwa gerak parabola terjadi
karena perpaduan gerak lurus beraturan (GLB) dan gerak lurus berubah beraturan
(GLBB) yang saling tegak lurus.
b. Titik Tertinggi dan Terjauh
1) Titik tertinggiJika Anda perhatikan Gambar 1. maka dapat diketahui bahwa titik tertinggi
terjadi di titik B. Dengan kecepatan hanya pada arah horisontal saja sehingga
dapat ditentukan waktu untuk sampai pada titik tertinggi yaitu
tmax=v0sin α
g
Selanjutnya tinggi maksimum yang dicapai pada gerak parabola memenuhi
persamaan berikut:
ym=v
02 sin2 α
2 g ............................................................................(3)
13
dengan : ym = tinggi maksimum (m); v0 = kecepatan awal (m/s)
α = sudut elevasi; g = percepatan gravitasi (m/s2
a. Titik terjauh
Perhatikan Gambar 1.di atas, titik terjauh terjadi pada titik C. Pada titik
tersebut y = 0 ; berarti dapat diperoleh waktunya dari persamaan sebagai berikut.
y=v0 sin αt−12 gt 2=0 ; diperoleh
t=2v0 sin α
g
Dengan demikian dapat diperoleh jangkauan terjauh yang dicapai benda sebesar R
adalah:
R=v
02 sin 2 α
g .............................................................................(4)
C. Hipotesis Tindakan
Dengan diterapkannya pembelajaran virtual laboratory dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI di SMAN 2 Kendari
D. Metodologi Penelitian
a. Seting Penelitian
1) Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan akan dilakukan di SMAN 2
Kendari, yang beralamat di Aduonohu untuk mata pelajaran Fisika.
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI tahun pelajaran
2011/2012 dengan jumlah siswa sebanyak .. orang, terdiri dari .. siswa
laki – laki .. siswa perempuan.
2) Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan akan dilakukan selama satu
bulan yakni pada bulan Oktober 2014 .
14
b. Subyek Penelitian
PTK ini dilaksanakan melalui 2 siklus untuk melihat peningkatan
kemampuan berpikirkritis siswa kelas XI SMA Negeri 2 Kota Kendari
melalui pembelajaran vertual Laboratory berbasis Phet simulation.
c. Siklus Penelitian
1. Perencanaan
a) Peneliti merancang pembelajaran vertual laboratory berbasis Phet
b) Menyusun rencana pembelajaran vertual laboratory berbasi phet
pada materi gerak parabola (Terlampir)
c) Membuat lembar kerja siswa
d) Membuat instrumen yang digunakan dalam PTK
e) Menyusun alat evaluasi.
2. Pelaksanaan
15
pelaksanaan
refleksi
pengamatanperencanaan
perencanaan pengamatan
pelaksanaan
refleksi
SIKLUS-I
SIKLUS-II
SIKLUS selanjutnya
a. Membagi siswa dalam 10 kelompok dengan jumlah 4 siswa
perkelompok.
b. Menyajikan materi pembelajaran
c. Pada tahap Pelaksanaan, setiap kelompok peserta yang terdiri dari
orang siswa untuk melakukan praktikum Virtual Laboratory
Model (VLM) berbasis PhET Simulation Interactive yang telah
dikembangkan sebelumnya oleh peneliti.
d. Dalam peraktek kelompok, guru mengarahkan cara penggunaan
phet simulasi gerak parabola.
e. Memberi kesempatan masing-masing kelompok melaporkan hasil
yang diperoleh.
3. Pengamatan
Tim peneliti (guru dan kolabor) melakukan pengamatan terhadap
aktivitas pembelajaran vertual laboratory..
4. Refleksi
Pada Tahap Refleksi, Tim peneliti melakukan diskusi dengan guru
paikolabora dan siswa untuk merefleksikan kembali terhadap
pelaksanaan skenario pembelajaran Virtual Laboratory Model (VLM)
berbasis PhET Simulation Interactive dapat tercapai atau tidak dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Yang menjadi fokus
perhatian adalah mengenai kelebihan dan kekurangan selama
pelaksanaan pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis PhET
simulation Interactive. Tim peneliti memberikan keputusan, apakah
perlu dilakukan siklus ke dua atau melanjutkan ke pokok materi yang
baru.
d. Kriteria Keberhasilan
Kebehasilan penelitian ini sangat ditentukan oleh skenario pelaksanaannya
dan yang paling menentukan adalah keberhasilan praktikum yang
16
Gbr 1. Tampilan awal program PhET Interactive Simulation
dilakukan. Dengan demikian maka perlu dibuat petunjuk singkat sebagai
langkah-langkah melakukan percobaan:
Langkah-langkah:
1) Setelah program Program PhET interactive simulations off line (tidak
berinterkasi dengan internet), diinstalkan pada komputer, maka buka
program tersebut dan akan menampilkan seperti gambar 1 berikut ini.
2) Pilih dan jalankan Play With Sims .....> , maka akan tampil seperti pada
gambar 2 di bawah ini
17
Gambar 3. Simulasi Gerak Parabola yang ditampilkan pada PhET Simulation
3) Pilih Projection Motion, maka akan menampilkan seperti gambar di
bawah ini
4) Perhatikan variabel-variabel yang ada, ada dua pilihan gerakan parabola
yaitu tanpa dipengaruhi gesekan udara dan ada pengaruh gesekan udara,
silakan pilih yang tanpa pengaruh gesekan udara
5) Pilih/tetapkan kecepatan awal, benda yang akan ditembakkan seperti
tankshell, golfball, baseball, bawlingball, football, dan diamternya
6) Tentukan sudut elevasi dengan mengambil mulai dari 0o, 15o, 20o , 30o ,
45o , 60o , 80o dan 90o
18
7) Amati besar variabel jarak (m), dan waktu yang terjadi, kemudian catat
pada tabel 1. berikut ini.
e. Instrumen Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis data,
yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif
tentang kerjasama siswa dalam kelompok, interaksi antara siswa dengan guru
dalam pembelajaran, cara siswa mengungkapkan pendapat, serta keaktifan siswa
dalam pembelajaran akan dikumpulkan melalui pelaksanaan kegiatan presentasi
dan diskusi dengan alat bantu lembar observasi terstruktur
Selain itu, kemampuan berpikir kritis juga dijaring melalui laporan
kegiatan observasi dalam bentuk makalah dengan menggunakan lembar
penelitian makalah. Adapun data kuantitatif diperoleh melalui tes tertulis (essai)
untuk mengungkap kemampuan berpikir kritis siswa secara individu. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis data, yaitu data kualitatif
dan kuantitatif. Pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif tentang kerjasama
siswa dalam kelompok, interaksi antara siswa dengan guru dalam pembelajaran,
cara siswa mengungkapkan pendapat, serta keaktifan siswa dalam pembelajaran
akan dikumpulkan melalui pelaksanaan kegiatan presentasi dan diskusi dengan
alat bantu lembar observasi terstruktur.Adapun data kuantitatif diperoleh melalui
tes tertulis (essai) untuk mengungkap kemampuan berpikir kritis siswa secara
individu.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1.Tes; meliputi soal-soal essay yang digunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan berpikir kritis siswa setelah proses pembelajaran. Kisi-kisi
instrumen soal mengacu pada indikator kemampuan berpikir kritis meliputi
lima ketrampilan berpikir (Lampiran)
2.Non-tes; a.Format observasi siswa dalam kelompok sebagai panduan bagi guru
untuk mengamati kegiatan yang dilakukan oleh siswa selama pelajaran
berlangsung. Untuk menjaring tingkat kemampuan berpikir kritis siswa,
19
digunakan indikator kemampuan berpikir kritis siswa menurut Ennis (Costa,
1985). Indikator yang diamati tercermin pada kegiatan siswa dalam diskusi dan
penulisan laporan pengamatan.
1) Tingkat kemampuan berpikir kritis siswa diukur melalui rubrik penilaian
dalam bentuk pernyataan sesuai dengan indikator-indikator tersebut dengan
metode rating scale (Lampiran)
2) Lembar angket untuk mengetahui pendapat siswa mengenai proses
pembelajaran yang dilangsungkan serta muncul atau tidaknya kemampuan
berpikir kritis pada siswa. Angket yang digunakan berbentuk format
checklist dengan kriteria pilihan “SS, S, RR, TS, dan STS”.
3) Angket yang digunakan pada penelitian ini adalah angket tertutup.
(Lampiran)
4) Lembar pedoman wawancara sebagai petunjuk pelaksanaan wawancara
yang dilaksanakan antara peneliti dengan guru mata pelajaran fisika pada
materi gerak parabola (Lampiran)
f. Analisa Data Penelitian
Setelah seluruh data diperoleh, maka dilakukan pengolahan data (analisis
data) dengan rincian sebagai berikut:
1)Skor yang diperoleh dari rubrik penilaian presentasi dan laporan tertulis serta
tes penguasaan konsep yang mencerminkan indikator-indikator ketrampilan
berpikir kritis dikategorikan berdasarkan persentasi skor perolehan siswa
Menurut Arikunto (1998: 246). Adapun pengklasifikasian tersebut adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.6 Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Presentase (%) Kategori76 – 100 Baik56 – 75 Ckup40 – 55 Kurang bail0 – 39 Tidak baik
(Arikunto,1998:246)
20
g. Jadual Penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat pada Tabel
3.1. berikut ini :
No Bulan ke I Bulan ke II
1 Tahap Awal Penelitiana) Diskusi antar Tim dalam
penentuan Model yang digunakan
b) Telaah pustaka dan penyusunan proposal
x
x
2 Tahap perencanaana) Penyiapan materi/ bahan
ajarb) Penyiapan software Phet
Simulationc) Penyusunan silabus dan
RPPd) Mendiskusikan tim
peneliti hasil rancangan
x
x
x
x
3 Tahap Pelaksanaana) Penyiapan kolabor untuk
mengajarb) Setting/instalasi computer
praktikumc) Penyiapan kelompokd) Pembelajaran
x
x
xx
4 Pelaporana) Analisa data penelitianb) Penyusunan laporan
kemajuanc) Seminard) Penyusunan laporan akhir
xx
xx
21
E. Rincian Pembiayaan
No Komponen Pembiayaan Jumlah ( Rp1 Honor Peneliti (1)
a. Ketua Tim Peneliti 1 org x 3 bulan x Rp. 1.000.000;
b. Anggota Peneliti 2 org x 3 bulan x Rp. 500.000;
c. Guru mitra (Kolabor) 1 org x 2 x Rp. 300.000
Rp. 3.000.000;-
Rp. 3.000.000;-
Rp. 600.000;-
Jumlah (1) Rp. 6.600.000;-2 Biaya operasional (2)
a. Pengembangan perangkat pembelajaran1) Penyusunan silabus dan RPP2) Penyusunan dan Penulisan bahan ajar
atau materi pokok.3) Penyusunan Lembaran Kerja (LKS)4) Penyusunan dan validasi Instrumen5) Pengembangan lembar observasi
/angket6) Analisa instrument7) Konsumsi Tim
Rp. 500.000;-Rp. 750.000;-
Rp. 500.000;-Rp. 750.000;-Rp. 750.000;-
Rp. 250.000;-Rp. 750.000;-
Jumlah (2) Rp. 3.750.000;-3 Biaya Bahan Habis (3)
1) Kertas HPS 10 Rim2) Tinta printer 2 botol3) Catridge Canon Warna4) Catridge Canon Hitam5) CD RW 2 Dos6) Balpoint 2 Dos7) Album foto besar
Rp. 460.000;-Rp. 100.000;-Rp. 200.000;-Rp. 200.000;-Rp. 70.000;-Rp. 100.000;-Rp. 70.000;-
Jumlah (3) Rp. 1.000.000;-4 Biaya Transport (4) Rp. 500.000;-5 Biaya Pelaporan (5)
1) Pembuatan laporan kemajuan2) Penyusunan laporan akhir
Rp. 500.000;-Rp. 500.000;-
22
3) Seminar hasil penelitian4) Pengandaan Laporan akhir5) Dukumentasi
Rp. 1.000.000;-Rp. 750.000;-Rp. 400.000;-
Jumlah (5) Rp. 3.250.000;-Total Biaya: Jumlah (1)+ Jumlah (2)+Jumlah (3)+ Jumlah (4)+ Jumlah (5)
Rp. 15.000.000;-
Terbilang : Lima Belas Juta Rupiah
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard I.1997. Classroom instructional and management. New York :
McGraw-Hill
Media Simulasi Interaktif (PhET) Simulation: Projection Motion.
http://phet.colorado.edu /simulations/sims.php?/sim=Projectile
Lie, Anita 2002. Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative
learning di ruang-ruang kelas. Jakarta : PT. Grasindo.
Slavin, Robert E. 2000. Educational psychology : Theory and practice. SiXIth
Edition. Boston : Allyn and Bacon.
Thompson, M., McLaughlin,C.W.,& Smith,R.G. (1995). Merril Physical Science
Teacher. Wraparound Edition, New York: Glencoe McGraw-Hill
Sri Handayani, Ari Damari., (2009), FISIKA untuk SMAdan MA kelas XI, Buku
Sekolah elektronik (BSE), Pusat Perbukuan. Jakarta: Depdiknas, (h.14-19).
23