31
TUGAS HTN MAKALAH SINGKAT “PERADILAN DI NANGGROE ACEH DARULSALAM (NAD)” OLEH: NADINA RACHMAWATI NIM. 114704038 JURUSAN ILMU HUKUM i

file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

TUGAS HTN

MAKALAH SINGKAT

“PERADILAN DI NANGGROE ACEH DARULSALAM (NAD)”

OLEH:

NADINA RACHMAWATI

NIM. 114704038

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2012

i

Page 2: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam. Alhamdulillah penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga makalah dengan judul

“SISTEM PERADILAN DI DAERAH NANGGROE ACEH DARULSALAM” dapat

terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini digunakan sebagai tugas dalam mata

kuliah Hukum Tata Negara. Keberhasilan penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Rahmanu selaku Dosen mata kuliah Hukum Tata Negara.

2. Seseorang yang sangat berarti dalam hidupku, H. Nasruddin dan Rr. Siti Sri Djaya Wisnu

Wardhani. Terima kasih atas sejuta kasihmu yang telah menjadi obat penyemangat dikala ku

rapuh.

3. Teman-teman Jurusan Ilmu Hukum angkatan 2011, terima kasih atas bantuan dan

dukungan kalian. I love u all my friends.

4. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,

untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk penyempurnaan. Semoga makalah ini

dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.

Surabaya, 18 April 2012

Penulis

ii

Page 3: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 2

2.1 Pengertian, Wilayah, Susunan, dan Kawasan Aceh ………... 2

2.2 Kewenangan dan urusan pemerintah ……………………...... 3

2.3 Qanun dan peraturan ………………………………………... 5

2.4 Pengertian hukum islam …………………………………...... 6

2.5 Pengertian syari’at islam ……………………………………. 7

2.6 Hubungan syari’at islam dengan hukum adat …………........ 10

2.7 Keberlakuan syari’at islam di Indonesia …………………… 10

2.8 Penerapan syari’at islam di Aceh …………………………… 11

2.9 Posisi dan kedudukan pengadilan khusus

dalam lingkup kekuasaan kehakiman ……………………..... 13

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 17

A. Kesimpulan............................................................................... 17

iii

Page 4: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan subnasional yang setingkat dengan

pemerintahan provinsi lainnya di Indonesia. Pemerintahan Aceh adalah kelanjutan dari

Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Pemerintahan Aceh dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, dalam hal ini Gubernur

Aceh sebagai lembaga eksekutif, dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sebagai lembaga

legislatif.

Pemerintahan Aceh dibentuk berdasarkan Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus

atau bersifat istimewa. Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia menempatkan Aceh

sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengan

karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang

tinggi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Pengertian, Wilayah, Susunan, dan Kawasan Aceh?

1.2.2 Apa saja kewwnangan dan urusan pemerintah?

1.2.3 Mengapa Qanun dan peraturan dibentuk?

1.2.4 Apa pengertian hukum islam?

1.2.5 Apa pengertian syari’at islam?

1.2.6 Bagaimana hubungan syari’at islam dengan hukum adat?

1.2.7 Kapan keberlakuan syari’at islam di Indonesia?

1.2.8 Bagaimana penerapan syari’at islam di Aceh?

1.2.9 Bagaimanakah posisi dan kedudukan pengadilan khusus dalam lingkup

kekuasaan kehakiman?

iv

Page 5: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian, Wilayah, Susunan, dan Kawasan Aceh

Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang

bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dalam sistem dan prinsip NKRI berdasarkan UUD 1945, yang dipimpin

oleh seorang Gubernur. Pemerintahan Aceh adalah Pemerintahan Daerah Provinsi dalam

sistem NKRI berdasarkan UUD 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang

dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh

sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing. Pemerintah Aceh dapat menentukan

dan menetapkan Bendera Daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan

dan kekhususan.yang bukan merupakan simbol kedaulatan dan tidak diberlakukan sebagai

bendera kedaulatan di Aceh. Pemerintah Aceh dapat menetapkan Himne Aceh sebagai

pencerminan keistimewaan dan kekhususan

Wilayah Aceh merupakan sebuah kesatuan dengan batas-batas: (a). sebelah Utara

berbatasan dengan Selat Malaka; (b). sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera

Utara; (c). sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka; dan (d). sebelah Barat berbatasan

dengan Samudera Indonesia.

Susunan wilayah Daerah Aceh dibagi atas Kabupaten dan Kota. Kabupaten dan Kota

adalah bagian dari Daerah Provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi

kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem

dan prinsip NKRI berdasarkan UUD 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati atau Walikota.

Kabupaten/Kota dibagi atas kecamatan. Kecamatan adalah suatu wilayah kerja camat sebagai

perangkat daerah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan.

Kecamatan dibagi atas Mukim. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah

kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa Gampong yang mempunyai batas wilayah

tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung di

v

Page 6: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

bawah Camat. Mukim dibagi atas kelurahan dan Gampong. Kelurahan dibentuk di wilayah

kecamatan dengan Qanun Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh Lurah yang dalam

pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. Kelurahan di Provinsi

Aceh dihapus secara bertahap menjadi Gampong atau nama lain dalam Kabupaten/Kota.

Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah Mukim

dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah

tangga sendiri.

Kawasan khusus perkotaan Pemerintah Pusat dapat menetapkan kawasan khusus di

Aceh dan/atau Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang

bersifat khusus. Dalam pembentukannya Pemerintah Pusat wajib mengikutsertakan

Pemerintah Aceh dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.Pemerintah Aceh

bersama pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengusulkan kawasan khusus setelah mendapat

persetujuan DPRA/DPRK. Tata cara penetapan kawasan khusus di Aceh dilakukan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Kawasan perkotaan dapat berbentuk Kota sebagai

daerah otonom, bagian Kabupaten yang memiliki ciri perkotaan, maupun bagian dari dua atau

lebih Kabupaten/Kota yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan. Pemerintah

Kabupaten/Kota dapat membentuk badan pengelolaan pembangunan di kawasan gampong

yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan. Ketentuan kawasan perkotaan

diatur dengan Qanun.

2.2 Kewenangan dan Urusan Pemerintah

Kewenangan pemerintahan

Pemerintahan Aceh dan Kabupaten/Kota berwenang mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yaitu urusan pemerintahan yang bersifat nasional,

politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan

urusan tertentu dalam bidang agama.

Aceh memiliki kewenangan yang bersifat khusus antara lain:

1. Dalam hal rencana persetujuan internasional yang berkaitan langsung dengan

Pemerintahan Aceh yang dibuat oleh Pemerintah Pusat harus dilakukan dengan

konsultasi dan pertimbangan DPRA.

2. Dalam hal rencana pembentukan Undang-undang oleh DPR yang berkaitan

langsung dengan Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan

vi

Page 7: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

pertimbangan DPRA.Dalam hal kebijakan administratif yang berkaitan langsung

dengan Pemerintahan Aceh, seperti pemekaran wilayah, pembentukan kawasan

khusus, perencanaan pembuatan dan perubahan peraturan perundang-undangan

yang berkaitan langsung dengan daerah Aceh, yang akan dibuat oleh Pemerintah

Pusat dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur Aceh.

3. Pemerintah Aceh dapat mengadakan kerja sama secara langsung dengan lembaga

atau badan di luar negeri sesuai kewenangannya, kecuali yang menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat. Dalam naskah kerja sama tersebut harus

dicantumkan frasa “Pemerintah Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan

Republik Indonesia”.

4. Pemerintah Aceh dapat berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan seni,

budaya, dan olah raga internasional.

5. Pemerintah Aceh dan pemerintah Kabupaten/Kota dapat membentuk lembaga,

badan, dan/atau komisi menurut UU 11/2006 dengan persetujuan DPRA/DPRK,

yang pembetukannya diatur dengan Qanun.

Urusan pemerintahan

Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota menyelenggarakan

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya yang diatur dan diurus sendiri

oleh Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota. Pemerintah Pusat

menetapkan norma, standar, dan prosedur serta melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan

Pemerintah Kabupaten/Kota dan tidak dimaksudkan untuk mengurangi kewenangan

yang dimiliki oleh Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.

Pembagian dan pelaksanaan urusan pemerintahan, yang terdiri atas urusan

wajib dan urusan pilihan, baik pada Pemerintahan di tingkat Aceh maupun

pemerintahan di tingkat Kabupaten/Kota, dilakukan berdasarkan kriteria eksternalitas,

akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar

pemerintahan di Aceh. Pembagian urusan pemerintahan yang berkaitan dengan

syari’at Islam antara Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota diatur

dengan Qanun Aceh.

vii

Page 8: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh yang merupakan

pelaksanaan keistimewaan Aceh:

1. penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam

bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat

beragama;

2. penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam;

3. penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan

lokal sesuai dengan syari’at Islam;

4. peran ulama dalam penetapan kebijakan Aceh; dan

5. penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan khusus pemerintahan

Kabupaten/Kota adalah pelaksanaan keistimewaan Aceh, yang meliputi:

1. penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam

bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat

beragama;

2. penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam;

3. penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan

lokal sesuai dengan syari’at Islam; dan

4. peran ulama dalam penetapan kebijakan Kabupaten/Kota.

Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan tambahan dalam hal:

1. menyelenggarakan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah

dengan tetap mengikuti standar nasional pendidikan dan

2. mengelola pelabuhan dan bandar udara umum. Dalam menjalankan kewenangan

ini Pemerintah Aceh melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota

2.3 Qanun dan peraturan

Qanun dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Aceh,

pemerintahan Kabupaten/Kota, dan penyelenggaraan tugas pembantuan. Qanun Aceh

disahkan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan bersama dengan DPRA. Qanun

viii

Page 9: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

Kabupaten/Kota disahkan oleh Bupati/Walikota setelah mendapat persetujuan bersama

dengan DPRK. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan

dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan Qanun. Setiap tahapan penyiapan

dan pembahasan Qanun harus terjamin adanya ruang partisipasi publik. Dalam hal

diperlukan untuk pelaksanaan Qanun, Gubernur dan Bupati/Walikota dapat

menetapkan Peraturan/Keputusan Gubernur atau peraturan/keputusan Bupati/Walikota.

Qanun, kecuali Qanun mengenai Jinayah (hukum pidana), dapat memuat

ketentuan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian,

kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dapat memuat

ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak

Rp. 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah). Qanun dapat diuji oleh Mahkamah Agung

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Qanun yang mengatur tentang

pelaksanaan syari’at Islam hanya dapat dibatalkan melalui uji materi oleh Mahkamah

Agung.

Gubernur, Bupati/Walikota dalam menegakkan Qanun dalam

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dapat membentuk

Satuan Polisi Pamong Praja. Gubernur, Bupati/Walikota dalam menegakkan Qanun

Syar’iyah dalam pelaksanaan syari’at Islam dapat membentuk unit Polisi Wilayatul

Hisbah sebagai bagian dari Satuan Polisi Pamong Praja.

2.4 Pengertian Hukum Islam

Hukum Islam bersumber dari agama Islam yang diturunkan langsung dari

Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam Al

Quran dan As Sunnah. Kerangka dasar agama dan ajaran Islam adalah akidah, syariah,

dan akhlak. Ketiganya bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang bersumber pada

tauhid, sebagai inti akidah yang kemudian melahirkan syariah, sebagai jalan berupa

ibadah dan muamalah, serta akhlak sebagai tingkah laku, baik kepada Allah SWT

maupun kepada makhluk ciptaan-Nya lainnya.

Iman dan Ihsan atau tasawuf merupakan manivestasi dari akidah. Iman yang

berarti kepercayaan Islam merupakan pokok-pokok agama Islam (Ushul ad-Din).

Menurut ahlul sunnah wal jamaah, iman Islam terdiri dari rukun iman yang berjumlah

enam, yaitu iman kepada Allah SWT, malaikat, nabi dan rasul, kitab-kitab, hari akhir,

serta qadha dan qadar. Ihsan yang berarti kebaikan, merupakan etika Islam. Adapun iman,

ix

Page 10: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

amal (saleh), akhlak atau budi perketi luhur adalah syarat-syarat dari Ihsan². Sedangkan

tasawuf bertujuan sama dengan ihsan, tetapi menganut cara-cara yang berbeda seperti

pada orang sufi yang melakukan panteisme dengan tujuan bersatu dengan Tuhan, namun

cara yang digunakan tidak sesuai lagi dengan islam dan aliran sunnah wal jamaah. Namun

demikian, tidak semua cara dalam sufi bertentangan dengan akidah tauhid Islam. Hal

tersebut diakibatkan oleh hasil pemahaman, pendalaman, penafsiran, serta perincian para

ulama tentang akidah mempunyai kecenderungan berbeda-beda yang menimbulkan

aliran-aliran atau mahzab-mahzab tertentu di kalangan umat Islam

2.5 Pengertian Syariat Islam

Syariat dalam pengertian etimologis adalah jalan yang harus ditempuh. Dalam arti

teknis, syariat adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan

Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan

manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya³. Norma ilahi tersebut berupa

ibadah yang mengatur tata cara dan upacara hubungan langsung dengan Tuhan, dan

muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam

masyarakat

Ibadah berkaitan dengan rukun Islam, yakni syahadat, sholat, zakat, puasa, dan

haji. Dalam norma tersebut, tidak boleh ada penambahan dan pengurangan sebab tata

hubungan dengan Tuhan telah pasti ditetapkan oleh Allah SWT sendiri yang dijelaskan

kemudian secara rinci oleh rasul-Nya. Dengan demikian, dalam ibadah tidak

diperbolehkan adanya pembaruan atau bid’ah, yaitu proses yang membawa perubahan

(penambahan atau pengurangan) mengenai kaidah, susunan, dan tata cara beibadah

sesuai dengan perkembangan zaman.

Muamalah, hanya pokok-pokoknya saja yang ditentukan dalam Al-Qur’an dan As

sunnah, sedangkan perinciannya terbuka bagi akal manusia yang memenuhi syarat untuk

berijtihad untuk mengaturnya lebih lanjut dalam menentukan kaidahnya menurut ruang

dan waktu (yang dimanifestasikan berupa hukum positif). Kaidah-kaidah muamalah

terbagi atas kaidah yang mengatur hubungan perdata dan kaidah-kaidah yang mengatur

hubungan publik. Dalam hubungan perdata terdapat hukum munakahat atau hukum

perkawinan, wirasah atau hukum kewarisan, dan hukum perdata lainnya, sedangkan

dalam hubungan publik terdapat hukum jinayat atau hukum pidana, khilafah atau al-

x

Page 11: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

ahkam as-sulthaniyah atau hukum tata Negara, syiar atau hukum internasional, serta

mukhasamat atau hukum acara.

Ilmu khusus yang memahami, mendalami, dan merinci syariat, baik ibadah

maupun muamalah, agar dapat dirumuskan menjadi norma hidup (kaidah konkret) yang

dapat dilaksanakan manusia muslim baik sebagai manusia pribadi maupun sebagai

anggota kehidupan sosial, disebut ilmu fiqih. Ilmu fiqih terbagi atas fiqih ibadah dan

fiqih muamalah. Hasil pemahaman tentang syariat yang disebut hukum fiqih dapat

berbeda di suatu tempat dengan tempat lainnya. Itulah yang memungkinkan terjadinya

syariat Islam di Aceh yang tidak dimiliki oleh syariat yang berkembang di daerah lain

Syari’at Islam yang dilaksanakan di Aceh meliputi bidang aqidah, syar’iyah,

dan akhlak. Syari’at Islam tersebut meliputi ibadah, ahwal alsyakhshiyah (hukum

keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha’ (peradilan),

tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam. Ketentuan pelaksanaan

syari’at Islam diatur dengan Qanun Aceh.

Setiap pemeluk agama Islam di Aceh wajib menaati dan mengamalkan syari’at

Islam. Setiap orang yang bertempat tinggal atau berada di Aceh wajib menghormati

pelaksanaan syari’at Islam. Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota

menjamin kebebasan, membina kerukunan, menghormati nilai-nilai agama yang dianut

oleh umat beragama dan melindungi sesama umat beragama untuk menjalankan ibadah

sesuai dengan agama yang dianutnya. Pendirian tempat ibadah di Aceh harus mendapat

izin dari Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota.

1. Mahkamah Syar’iyah

Peradilan syari’at Islam di Aceh adalah bagian dari sistem peradilan

nasional dalam lingkungan peradilan agama yang dilakukan oleh Mahkamah

Syar’iyah yang bebas dari pengaruh pihak mana pun. Mahkamah Syar’iyah

merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di

Aceh.

Mahkamah Syar’iyah terdiri atas Mahkamah Syar’iyah

Kabupaten/Kota sebagai pengadilan tingkat pertama dan Mahkamah Syar’iyah

Aceh sebagai pengadilan tingkat banding. Hakim Mahkamah Syar’iyah

diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.

xi

Page 12: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan

menyelesaikan perkara yang meliputi bidang Ahwal Al-Syakhsiyah (hukum

keluarga), Muamalah (hukum perdata), dan Jinayah (hukum pidana) yang

didasarkan atas syari’at Islam. Ketentuan mengenai bidang Ahwal Al-

Syakhsiyah (hukum keluarga), Muamalah (hukum perdata), dan Jinayah

(hukum pidana) diatur dengan Qanun Aceh.

Putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh dapat dimintakan kasasi kepada

Mahkamah Agung. Hukum acara yang berlaku pada Mahkamah Syar’iyah

adalah hukum acara yang diatur dalam Qanun Aceh. Sengketa wewenang

antara Mahkamah Syar’iyah dan pengadilan dalam lingkungan peradilan lain

menjadi wewenang Mahkamah Agung untuk tingkat pertama dan tingkat

terakhir.

2. Majelis Permusyawaratan Ulama

MPU dibentuk di Aceh/Kabupaten/Kota yang anggotanya terdiri atas

Ulama dan Cendekiawan Muslim yang memahami ilmu agama Islam dengan

memperhatikan keterwakilan perempuan, yang bersifat independen dan

kepengurusannya dipilih dalam musyawarah ulama. MPU berkedudukan

sebagai mitra Pemerintah Aceh, pemerintah Kabupaten/Kota, serta DPRA dan

DPRK. Ketentuan struktur organisasi, tata kerja, kedudukan protokoler, dan

hal lain yang berkaitan dengan MPU diatur dengan Qanun Aceh.

MPU berfungsi menetapkan Fatwa yang dapat menjadi salah satu

pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintahan Daerah dalam bidang

pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan ekonomi. MPU

mempunyai tugas dan wewenang:

a) memberi Fatwa baik diminta maupun tidak diminta terhadap persoalan

pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan ekonomi; dan

b) memberi arahan terhadap perbedaan pendapat pada masyarakat dalam

masalah keagamaan.

xii

Page 13: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

2.6 Hubungan Syariat Islam dengan Hukum Adat

Syariat Islam merupakan salah satu kerangka dasar hukum Islam. Berdasarkan

sejarah, hukum adat merupakan hukum asli bangsa Indonesia yang lahir lebih dahulu

dari hukum Islam di Indonesia. Pada jaman penjajahan Belanda, hukum Islam menjadi

adatrecht politik yang dilakukan oleh pemerintah Belanda di Indonesia untuk

menempatkan hukum Islam dibawah hukum adat, salah satunya adalah ajaran yang

dibawa oleh Snouck Hurgronje mengenai teori resepsi. Dalam teori tersebut, hukum

Islam telah diterima secara teori, tapi sering dilanggar secara praktek sebab dalam

masyarakat, hukum Islam tidak berlaku, yang berlaku adalah hukum adat karena dalam

hukum adat masuk unsur-unsur hukum Islam, sedangkan pada masyarakat adat sendiri

hukum Islam yang berlaku bukan lagi hukum Islam sebab sudah menjadi hukum adat.

Asumsi dasarnya adalah hukum adat merupakan sistem hukum yang hidup dan

diaplikasikan dalam masyarakat, sementara hukum Islam hanya sistem yang bersifat

teoritis, walaupun sebagian besar masyarakat beragama. Kemudian Rasjidi menanggapi

bahwa Snouck Hurgronje telah keliru, sebab dalam hukum apapun, hukum yang telah

diterima oleh teori apabila terdapat faktor-faktor tertentu, maka mungkin untuk

terjadinya pelanggaran.

Hukum adat yang tumbuh dalam masyarakat, menurut Hazairin, terbentuk oleh

keseluruhan norma kesusilaan yang sanksinya dapat dipaksakan. Norma awal yang

tumbuh adalah norma kesusilaan perorangan berupa Jaiz atau kebolehan yang dalam

setiap kebolehan tidak terdapat sanksi. Setelah terjadi penilaian oleh masyarakat, jaiz

berubah menjadi sunnah apabila dinilai baik sehingga dianjurkan untuk dilakukan, tetapi

menjadi makruh apabila dinilai buruk sehinggar dianjurkan untuk tidak dilakukan.

Setelah ditambahkan sanksi yang memaksa, maka sunnah berubah kedudukan menjadi

wajib yaitu keharusan untuk dilakukan, sedangkan makruh berubah kedudukan menjadi

haram yaitu larangan yang tidak boleh dilakukan. Pada tahap inilah kemudian norma

kesusilaan telah menjadi norma hukum.

2.7 Keberlakuan Syariat Islam di Indonesia

Syariat Islam diterima di Indonesia disebabkan oleh beberapa alasan. Alasan

pertama adalah alasan sejarah dimana Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7

(berdasarkan catatan Marcopollo) atau sekitar abad ke-11 berdasarkan prasasti yang ada

di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwasanya Islam telah mengakar di Indonesia

sejak lama sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia.

xiii

Page 14: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

Alasan kedua adalah Alasan penduduk. Menurut sensus, 88,09% penduduk Indonesia

adalah Islam (sensus tahun 1980), sehingga jelas mayoritas penduduk Indonesia adalah

beragama Islam. Hal tersebut menyebabkan syariat Islam mudah diterima di Indonesia.

Alasan ketiga adalah alasan yuridis dimana hukum Islam yang mengatur hubungan

manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, menjadi hukum positif yang

berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Materi-materi hukum Islam

merupakan bagian dari hukum positif Indonesia sebagaimana yang dinyatakan oleh

ordonasi dan peraturan pemerintah yang mengatur peradilan agama antara lain pada

undang-undang pokok perkawinan UU No. 1 tahun 1974, UU No.41 tahun 2004 tentang

wakaf, UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, pasal-pasal dalam

KUHPerdata yang mengatur tentang kewarisan, serta peraturan-peraturan lainnya.

Alasan yang terakhir adalah alasan konstitusional. Di bawah Bab Agama, dalam

Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa Negara (Republik Indonesia) berdasarkan

atas Ketuhanan Yang Maha Esa6. Atas dasar inilah dalam NKRI tidak boleh berlaku

sesuatu atau bertentangan dengan kaidah Islam bagi umat Islam, kaidah Nasrani bagi

umat Nasrani, kaidah Hindu bagi umat Hindu, dan kaidah Budha bagi umat Budha, serta

NKRI wajib menjalankan syariat Islam bagi umat Islam, syariat Nasrani bagi umat

Nasrani, dan seterusnya, dimana untuk menjalankan syariat tersebut diperlukan

perantaraan kekuasaan negara

2.8 Penerapan syariat Islam di Aceh

Aceh sejak dulu tidak berhubungan dengan Belanda, namun dipaksa

melaksanakan hukum pidana (wetboek van straftrecht) dan hukum perdata (burgerlijk

wetboek), sebab merupakan hukum nasional bangsa Indonesia dimana Aceh merupakan

territorial Indonesia sehingga wajib tunduk pada hukum tersebut. Namun, pancasila dan

UUD 1945 yang menjadi konstitusi Indonesia ternyata berlandaskan agama yang

tertuang dalam pembukaan dan batang tubuh UUD serta sila pertama dalam pancasila.

Selain itu dilatarbelakangi oleh sejarah bahwa hampir semua tokoh pejuang Aceh berasal

dari kalangan ulama, menjadikan masyarakat Aceh mampu menjalankan dan

mempertahankan kedudukan dan harkat serta ciri khas bangsa Indonesia yang religius

dan memegang kuat adat dalam tatanan hukum yang berlaku di wilayah mereka.

xiv

Page 15: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

Berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat (1) UUD 1945 dan pasal 18 UUD 1945,

propinsi Aceh resmi ditetapkan sebagai daerah istimewa. Kemudian ditetapkanlah UU

No. 24 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonomi propinsi Aceh. Propinsi Aceh

berdasarkan UU No.44 Tahun 1999 memiliki empat keistimewaan, yaitu

penyelenggaraan kehidupan beragama, penyelenggaraan kehidupan adat, penyelenggaran

pendidikan, serta peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah.

Pada era reformasi, TAP MPR No. IV tahun 1999 tentang GBHN menegaskan

daerah istimewa Aceh sebagai daerah otonomi khusus guna mempertahankan integrasi

bangsa dan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan seni budaya. Selanjutnya

GBHN ditindaklanjuti oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU

No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Indonesia merupakan negara hukum, maka pelaksanaan otonomi khusus seharusnya

diatur berdasarkan UU khusus bagi Aceh, sehingga pada tanggal 9 Agustus 2001

ditetapkan UU No.18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus daerah istimewa Aceh sebagai

propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Kemudian diperbaharui oleh UU No.11 tahun 2006

yang mengamanatkan pemberlakuan syariat Islam di seluruh wilayah propinsi Nangroe

Aceh Darussalam.

Keppres No.11 tahun 2003 tentang mahkamah syari’ah dan mahkamah syari’ah

propinsi lahir guna melaksanakan hukum Islam yang menentukan wewenang dari

mahkamah syari’ah yang selanjutnya ditetapkan beberapa peraturan daerah (qanun).

Pelaksanaan syariah oleh mahkamah syariah diatur dalam Qonun No.10 Tahun 2002

tentang peradilan syariat Islam dan Qonun No.11 Tahun 2002 tentang pelaksanaan

syariat Islam di bidang akidah, ibadah, dan syiar Islam yang salah satu ketentuannya

adalah kewajiban berbusana Islami bagi pemeluk muslim di seluruh wilayah Nangroe

Aceh Darussalam. Namun belum ada ketentuan hukum acara mengenai tata cara hukum

acara Qonun tersebut. Kedua Qonun tersebut diistilahkan dalam bahasa fiqh sebagai

Qonun formil, sedangkan Qonun materil belum disahkan. Hal ini menunjukkan

kekosongan hukum yang membuat tersangka dapat lepas dari jeratan hukum, sehingga

dalam Qonun No.10 Tahun 2002 kekosongan ini diatasi dengan tetap memberlakukan

KUHP sebagai dasar hukum. Hal ini menunjukkan bahwa mahkamah syariah hanya

menerapkan setengan syari’at Islam di Aceh.

xv

Page 16: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

Pelaksanaan syariat Islam yang tidak ditetapkan sepenuhnya disebabkan oleh

perbedaan pendapat para ahli. Contohnya adalah Qonun jinayat yang tidak konsisten

dimana landasan argumentasinya tidak jelas rujukannya, asal dalam mengambil rujukan

dari Hukum Pidana islam dan KUHAP. Selain itu yang membuat fatal adalah Qonun ini

dikeluarkan di Aceh yang merupakan wilayah Negara republik Indonesia sehingga

bertentangan dengan konstitusi Indonesia. Qonun juga ingin diberlakukan pada orang

diluar agama Islam, padahal hal tersebut melanggar hak asasi manusia dalam

menjalankan agama sesuai kepercayaannya masing-masing, maka Qonun ini melanggar

ayat lakum dinukum wa liya din yang artinya bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.

Penerapan hukum pidana Islam pada mahkamah syariah mempengaruhi tatanan

pola hukum secara keseluruhan di Indonesia, karena penerapan syari’at Islam tanpa

dilengkapi ketentuan hukum yang sejajar dan lebih tinggi, hanya menjadi celah para

penegak hukum untuk melakukan penyimpangan dalam praktiknya. Aceh merupakan

daerah yang mendapat legitimasi untuk menerapkan syariat Islam, sehingga membuat

hukuman pidana Islam ditetapkan bukan sekedar simbolis saja, seperti hudud, qishah,

dan ta’zir terhadap pelaku maksiat dan kriminalitas. Namun yang menjadi tantangan

selanjutnya bagi masyarakat Aceh dalam mempertahankan syariat Islam adalah

berlakunya hukum barat di Indonesia, serta kurangnya minat para ulama dan ahli hukum

di Indonesia dalam mengkaji secara mendalam dan terarah mengenai syariat Islam dan

keberlakuannya di dalam tatanan hukum nasional Indonesia pada umumnya serta di

dalam hukum Aceh pada khususnya.

2.9 Posisi dan kedudukan pengadilan khusus dalam lingkup kekuasaan kehakiman

Pengaturan Pengadilan Khusus dalam Perundang-Undangan. Dalam setiap

Undang-undang yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman telah diatur mengenai

pengadilan khusus, hanya saja dalam setiap UU tersebut terdapat derajad penegasan yang

berbeda-beda. Dalam UU No 19 Tahun 1964 pengaturan mengenai pengadilan khusus tidak

terlalu jelas. Dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No. 19 Tahun 1964 disebutkan:

(1) Undang-undang ini membedakan antara Peradilan Umum, Peradilan Khusus dan

Peradilan Tata-Usaha Negara. Peradilan Umum antara lain meliputi Pengadilan

Ekonomi, Pengadilan Subversi, Pengadilan Korupsi. Peradilan Khusus terdiri dari

Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer. Yang dimaksudkan dengan Peradilan

xvi

Page 17: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

Tata Usaha Negara adalah yang disebut “peradilan administratif” dalam Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. II/MPRS/1960, dan antara lain

meliputi juga yang disebut “peradilan kepegawaian” dalam Pasal 21 Undang-

undang No. 18 tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian.

Berbeda dengan UU No. 19 Tahun 1964, UU No. 14 Tahun 1970 yang menggantikan

UU tersebut kemudian mengatur sedikit lebih jelas mengenai pengadilan khusus, walaupun

tetap pengaturannya masih dalam bagian penjelasan UU, bukan dalam batang tubuh. Dalam

penjelasan Pasal 10 ayat (1) disebutkan:

(1) Undang-undang ini membedakan antara empat lingkungan peradilan yang masing-

masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi Badan-

badan Peradilant ingkat pertama dan tingkat banding.

Peradilan Agama, Militer dan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus,

karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu,

sedangkan Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya mengenai

baik perkara perdata, maupun perkara pidana.

Dari ketentuan di atas terlihat bahwa pengaturan mengenai pengadilan khusus sudah

relatif lebih tegas dari peraturan sebelumnya. Ketentuan ini membuka pintu untuk

dibentuknya pengadilan-pengadilan khusus di semua lingkungan peradilan, tidak terbatas

hanya pada Peradilan Umum semata. Pengaturan mengenai peraturan perundang-undangan

apa yang dibutuhkan untuk membentuk pengadilan khusus tersebut juga sudah cukup  jelas,

yaitu UU. Jika dibandingkan kedua UU tersebut juga terlihat bahwa dalam hal lingkungan

peradilan sendiri terjadi perubahan-perubahan. Jika sebelumnya lingkungan peradilan dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Khusus yang terdiri dari Peradilan

Agama dan Peradilan Militer, dan Peradilan TUN, UU No. 14 Tahun 1970 membaginya

hanya menjadi dua, yaitu Peradilan Umum dan Peradilan Khusus yang mana Peradilan

Agama, TUN dan Militer digolongkan sebagai Peradilan Khusus.

Melihat ketentuan Undang-undang tersebut, satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa

istilah pengadilan khusus ternyata belum dikenal. Istilah pengadilan khusus dinyatakan secara

tegas baru pada UU No. 4 Tahun 2004 yang menggantikan UU No. 14 Tahun 1970.  Selain

itu dalam UU No. 4 Tahun 2004 ini posisi pengadilan khusus tidak lagi ditempatkan dalam

bagian penjelasan UU akan tetapi telah dimasukkan dalam bagian batang tubuh.

xvii

Page 18: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

Pasal 15

(1) Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang.

Penjelasan:

Pasal 15

(1)   Yang dimaksud dengan ”pengadilan khusus” dalam ketentuan ini, antara lain,

adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia,

pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial yang berada di

lingkungan peradilan umum, dan pengadilan pajak di lingkungan peradilan tata

usaha negara.

Jika melihat dari perbandingan ketiga UU Kekuasaan Kehakiman di atas, tampaknya

penegasan pengaturan pengadilan khusus dalam bagian batang tubuh dilakukan karena pada

saat merumuskan UU No. 4 Tahun 2004, pengadilan khusus yang sudah didirikan memang

sudah cukup banyak. Hal ini berbeda kondisinya ketika kedua UU sebelum dirumuskan, di

mana sebelumnya pengadilan khusus yang ada atau pernah ada hanya satu, yaitu pengadilan

ekonomi.

Ketidakjelasan mengenai apakah dalam lingkungan peradilan selain peradilan umum

dapat dibentuk juga pengadilan khusus atau tidak seperti yang terjadi pada masa sebelumnya,

kemudian dijawab dengan dikeluarkannya UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU

No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam Pasal 9A UU No. 9 Tahun

2004 ini akhirnya secara tegas dinyatakan bahwa dalam lingkungan peradilan TUN (juga)

dapat dibentuk pengadilan khusus atau pengkhususan. Perubahan ini tampaknya terjadi

karena dua hal, yaitu: pertama, untuk dapat membuat pengadilan pajak, dimana menurut UU,

pada awalnya didirikan sebagai badan peradilan tersendiri, kemudian menjadi bagian dari

Badan Peradilan TUN. Kedua, karena adanya perubahan cara pandang pembuat UU terhadap

tiga badan/lingkungan peradilan selain peradilan umum yang dulu dianggap sebagai peradilan

khusus menjadi tidak lagi dianggap sebagai peradilan khusus.

Sedangkan dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman yang baru yakni UU No 48

tahun 2009 pada pasal 1 angka 8 terdapat pengertian Pengadilan khusus. Pengadilan khusus

xviii

Page 19: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus

perkara tertentu, yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan

dibawah Mahkamah Agung yang diattur dalam Undang-Undang. Pengaturan pengadilan

khusus dalam batang tubuh Undang-Undang No 48 Tahun 2009 semakin memperjelas,

mempertegas posisi, kedudukan dan legitemasi pengadilan khusus yang tidak disebutkan

secara rinci dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman sebelumnya.

Melihat lebih jauh lagi kedalam, maka ditemukan dalam lingkungan pengadilan

hingga saat ini, terdapat 8 (delapan) pengadilan Khusus. Yang mana 6 (enam) pengadilan

dalam lingkungan peradilan umum, 1 (satu) pengadilan dalam lingkungan peradilan TUN,

dan 1(satu) pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Agama.            Undang-

undang Nomor 48 tahun 2009 dalam pasal 1 angka 8 menyatakan pengadilan Khusus hanya

boleh dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan, yaitu pengadilan umum (sekarang

terdapat: pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan HAM, pengadilan hubungan

industrial, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan perikanan), pengadilan agama

(mahkamah syariah), pengadilan militer, dan pengadilan tata Usaha Negara (Pengadilan

pajak). Mengenai kriteria pun tidak dicantumkan didalamnya.

Pada lingkungan peradilan umum dibentuk : pengadilan anak dengan UU nomor 3

tahun 1997 tentang pengadilan anak, Pengadilan niaga dengan nomor 37 Tahun 2003 tentang

kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, Pengadilan HAM dengan UU no. 26

tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

dengan UU no 30 tahun 2002 tentang Komisi Pembarantasan Tindak pidana Korupsi,

pengadilan Hubungan Industrial dengan UU no.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan

Industrial, dan pengadilan perikanan berdasarkan UU nomor 31 tahun 2004 tentang

Perikanan.

Pada lingkungan peradilan Tata Usaha Negara dibentuk pengadilan Pajak berdasarkan

Undang-undang nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan Peradilan (khusus)

Syariah Islam Provinsi Nangroe Aceh Darussalam berada di lingkungan peradilan agama.

Dengan dinamika dalam masyarakat seperti dikemukakan dalam latar belakang dapat memicu

bertambahnya pengadilan khusus dalam setiap lingkungan peradilan.

xix

Page 20: file · Web viewtugas htn. makalah singkat “peradilan di nanggroe aceh darulsalam (nad)” oleh: nadina rachmawati. nim. 114704038. jurusan ilmu hukum. fakultas ilmu sosial dan

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Syariat Islam adalah bagian dari Hukum Islam, merupakan salah satu dari kerangka

dasar agama dan ajaran Islam yang mengatur hubungan publik maupun perdata dalam bentuk

norma Ilahi. Hukum Islam telah berbaur dengan hukum adat yang merupakan akar peraturan

bangsa Indonesia dan mampu mempengaruhi praktek hukum di Indonesia, terutama dalam

bidang keluarga dan sosial. Sejarah memainkan peranan yang penting, yaitu Samudera Pasai

di Aceh yang merupakan tempat singgah agama Islam pertama di Indonesia, mampu

membuat doktrin Islam mempengaruhi kerajaan. Syariat Islam tersebut kemudian diterima

oleh masyarakat Aceh pada saat itu, sebab tidak bertentangan dengan nilai-nilai hukum adat

mereka. Perpaduan hukum tersebut kemudian mengakar secara turun temurun sehingga

menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan.

Berdasarkan alasan sejarah, penduduk, yuridis, dan konstitusional, Syariat Islam

mampu diterima dan diterapkan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Penerapan syariat Islam di Aceh yang tidak terlepas dari faktor diterimanya syariat Islam

dalam tatanan hukum adat Aceh, juga disebabkan oleh faktor pejuang Aceh yang mayoritas

adalah ulama. Namun meskipun secara konstitusional syariat Islam sah menjadi hukum

positif Aceh, pada prakteknya hukum positif tersebut tidak seluruhnya berasal dari syariat

Islam.

Belum adanya ketentuan hukum acara mengenai tata cara hukum acara Qonun,

menciptakan terjadinya kekosongan hukum, membuat Aceh memberlakukan Qonun No.10

Tahun 2002 yang berisi tetap memberlakukan. KUHP sebagai dasar hukum. Untuk

memberlakukan syariat Islam di Aceh secara total dan menyeluruh adalah dengan membuat

hukum acara Qanun oleh pemerintah Aceh agar Mahkamah Syariah dapat total menjalankan

tugasnya dengan tidak hanya menerapkan setengah syari’at Islam di Aceh. Selain itu

diperlukan keterlibatan aktif di dalam masyarakat dalam penerapan syariat Islam agar dapat

menegakkan syariat Islam sepenuhnya yang tidak melanggar hukum dan norma lainnya yang

berlaku di Indonesia.

xx