30
MAKALAH NANOPARTIKEL Pembuatan Tulang Sintesis dan Obat HIV Disusun oleh: KHAIRUL AMRY (N11109294) SASMITA SARI (N11109299) RESTI ANUGERAH R (N11109300) SYAHRIANI SYAHRIR (N11109301)

nanopartikel

Embed Size (px)

DESCRIPTION

artikel

Citation preview

Page 1: nanopartikel

MAKALAH NANOPARTIKEL

Pembuatan Tulang Sintesis dan Obat HIV

Disusun oleh:

KHAIRUL AMRY (N11109294)

SASMITA SARI (N11109299)

RESTI ANUGERAH R (N11109300)

SYAHRIANI SYAHRIR (N11109301)

MAKASSAR

2012

Page 2: nanopartikel

1. Pengertian Nanopartikel

Nanopartikel didefinisikan sebagai suatu dispersi partikulat atau

partikel padat dengan ukuran berkisar pada range 10-1000nm. Obat yang

dilarutkan, entrapped, di kapsulasi atau attached pada matriks

nanopartikel. Dengan mengandalkan metode preparasi, nanopartikel,

nanosphere atau nanokapsul dapat diperoleh. Nanokapsul merupakan

sistem dimana suatu sediaan obat dibatasi ruangnya dengan

membungkusnya dalam suatu membran polimer, sedangkan nanosphere

merupakan sistem matriks dimana suatu obat dapat terdispersi secara

seragam.

Sekarang ini, kemampuan biodegradasi polimer nanopartikel

dimana suatu partikel disalut dengan polimer hidrofilik seperti poli(etilen

glikol) atau PEG yang diketahui sebagai partikel long-circulating yang

telah digunakan sebagai pelengkap dari penghantaran potensial obat

karena kemampuan dari sediaan obat untuk beredar (sirkulasi) pada

waktu yang lama pada organ target khusus, sebagai pembawa DNA pada

terapi gen dan kemampuannya pada penghantaran protein, peptida dan

gen.

Page 3: nanopartikel

2. Keuntungan Nanopartikel

Beberapa keuntungan dari penggunaan nanopartikel sebagai

sistem panghantaran pada sediaan obat :

1. Ukuran partikel dan karakteristik permukaan dari nanopartikel dapat

dengan mudah dimanipulasi untuk mencapai target obat pasif maupun

aktif setelah pemberian parenteral.

2. Nanopartikel dapat dijadikan sebagai metode pelepasan obat

(pelepasan terkontrol dan pelepasan berlanjut) dari sediaan obat

selama penghantaran dan kerja lokal, perubahan distribusi pada

organ dari obat dan eliminasi obat untuk mencapai peningkatan efek

terapeutik dan mengurangi efek samping.

3. Pelepasan terkontrol dan karakteristik degradasi dari partikel yang

dapat dengan segera diatur dengan pemilihan matriks. Muatan obat

yang relatif tinggi dan obat dapat digabungkan ke dalam sistem tanpa

adanya reaksi kimia, dan ini merupakan faktor yang penting untuk

menjaga aktifitas obat.

4. Target site-specific dapat dicapai dengan menyerang ligan targen

pada permukaan partikel atau menggunakan ‘magnetic guidance’.

5. Sistem ini dapat digunakan untuk rute yang bervariasi pada

penghantaran termasuk oral, nasal, parenteral, intraokular, dan

lainnya.

Page 4: nanopartikel

3. Teknologi Nanopartikel Pembuatan Tulang Sintesis

Pada ilmu ortopedi, pencangkokan tulang menggunakan

perkembangan dari bentuk tulang dalam kerusakan ‘osseous’ disebabkan

oleh trauma atau intervensi operasi. Materi pencangkokan biasanya

digunakan untuk menutupi kerusakan pada tulang atau memudahkan

penyatuan. Bracing, casting, external fixation atau instrumen internal

untuk sementara waktu dapat menstabilkan bagian yang rusak dengan

proses perbaikan, tetapi proses biologi dari pertumbuhan tulang baru dan

penyatuannya merupakan hasil akhir yang terpenting.

Beberapa syarat yang menunjang definisi. Bahan osteokonduktif

menyediakan gantungan dimana tulang baru dapat dibentuk, bahan

osteoinduktif menginduksi sel prekursor, bahan osteopromotif

menginduksi proliferasi dari osteoblas, dan bahan osteogenik memiliki

kemampuan secara langsung untuk menyediakan sel pembentuk tulang.

Bahan pencangkokan tulang yang ideal harus memiliki segala sifat ini.

3.1 Tulang buatan dan komposisinya

3.1.1 Tulang buatan dari coral laut

Para ahli telah menggunakan koral sebagai bahan pengisi tulang

(bone filler) dan bahan perancah (scaffold). Tapi koral sulit diolah sesuai

kebutuhan individu yang memerlukan Dan pada akhirnya menuai protes

dari para pencinta lingkungan, mengingat untuk membuat diperlukan coral

laut yang sangat banyak.

Page 5: nanopartikel

3.1.2 Tulang buatan dari tulang manusia lain

Hal lain juga bisa dilakukan dengan menggunakan tulang manusia

lain, biasanya tulang orang yang telah meninggal. Namun, hal ini berisiko

karena kerap kali ada perbedaan imunologi yang menjadikan pergantian

tulang tidak berjalan baik. Dengan cara ini, risiko penularan penyakit juga

sangat besar.

3.1.3 Tulang buatan dari kapur (hidroksi apatit)

Dua dasa warsa terakhir ini banyak dikembangkan material

Hidroksiapatit (HA) dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sebagai tulang

sintetis. Di samping sifat-sifat yang menonjol dari Hidroksiapatit adalah

berpori, terserap ulang (resorpsi), bioaktif, tidak korosi, inert dan tahan

aus. Akan tetapi kelemahan sifat-sifat pada Hidroksiapatit adalah getas,

mudah patah, ini menjadi kendala dalam desain.

Upaya untuk itu telah dilakukan penelitian sintesis Ti-HA dengan

mensubstitusi titanium pada Hidroksiapatit dengan cara basah/ larutan di

Laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik

ditinjau dari aspek porositas, densitas, daya serap air, kuat tekan,

kekerasan, kuat tarik dan modulus elastisitas.

Pada penelitian ini dilakukan sintesis Hidroksiapatit yaitu

mereaksikan suspensi 0,5M Ca(OH)2 dan 0,3M H3PO4 (Mo). Sintesis Ti-

HA dilakukan dengan mereaksikan 0,3M H3PO4 dengan konsentrasi tetap

yang telah dicampur dengan larutan TiCl3 dengan variasi ; 0,490M

Ca(OH)2 dan 0,010M TiCl3 (Ml); 0,485M Ca(OH)2 dan 0,015M TiCl3 (M2)

Page 6: nanopartikel

; 0,480M Ca(OH)2 dan 0,020M TiCl3 (M3) ; 0,475M Ca(OH)2 dan 0,025M

TiCl3 (M4).

Reaksi dilakukan dalam reaktor dengan pengadukan terus menerus

dan dimonitor pH, saat reaksi suhu dipertahankan 40-50°C. Reaksi

dilakukan selama 2½ jam dan dilakukan replikasi 4 kali. Hasil dicuci

dengan aquades supaya bebas khlor, disaring kemudian dipanasi pada

suhu 110°C. Hasilnya dihaluskan berupa serbuk dan dicetak dalam bentuk

kubus untuk uji kuat tekan, silinder tipis untuk uji kekerasan dan sifat

fisika, bentuk balok untuk uji degradasi. Dari kelima senyawa hasil sintesis

M0, M1, M2, M3, M4 diidentifikasi komposisi kimianya dengan sinar-x.

Pada senyawa hasil sintesis Titanium-Hidroksiapatit substitusi

0,025M TiCl3 (M4) dilakukan analisis DTA dan TGA untuk menentukan

suhu pembakaran yaitu 800°C, 1000°C, 1100°C, 1200°C. Hasil

pembakaran, pada Hidroksiapatit suhu 1200°C, dan hasil sintesis

Titanium-Hidroksiapatit suhu (M4) 1000°c, 1100°c, 1200°c diidentifikasi

komposisi kimianya dengan sinar-x. Hasil komposisi kimia dari

Hidroksiapatit adalah Ca5(PO4)3OH; Ca3(PO4)2.xH2O ; Ca3(PO4)2,

sedang hasil komposisi kimia dari sintesis Titanium-Hidroksiapatit (M4)

adalah CaS(PO4)30H; Ca Ti(PO4)6; Ca3(PO4h .xH20 ; Ca5(PO4)3OH;

Ca Ti(PO4)6; Ca3(PO4)2.xH2O; Ca3(PO4)2.

Kemudian dilakukan pengujian sifat mekanik yang meliputi

porositas, densitas, daya serap air, kuat tekan, kekerasan, kuat tarik dan

modulus elastisitas. Pengujian didapat makin tinggi suhu pembakaran dan

Page 7: nanopartikel

makin tinggi substitusi titanium pada HA makin kecil porositasnya. Harga

densitas makin besar dengan makin tingginya suhu pembakaran dan

makin tingginya substitusi titanium pada HA. Harga daya serap air makin

kecil dengan makin tingginya suhu pembakaran dan makin tingginya

substitusi titanium pada HA Harga daya serap Ti-HA (M4) pada suhu

1200°C adalah 0,49% lebih kecil dibanding dengan Hidroksiapatit (M0)

adalah 3,28%.

Harga kuat tekan makin tinggi dengan makin tingginya suhu

pembakaran dan makin tingginya substitusi titanium pada HA. Harga kuat

tekan pada Ti-HA (M4) suhu 1200°C adalah 36,268 MPa dan lebih tinggi

dibanding dengan Hidroksiapatit (M0) 24,162 MPa . Harga kekerasan

makin tinggi dengan makin tingginya suhu pembakaran dan makin tinggi

substitusi titanium pada HA. Harga kekerasan pada Ti-HA (M4) pada suhu

1200°C adalah 18,093 MPa dan pada HA (M0) adalah 11,878 MPa. Harga

kuat tarik makin tinggi dengan makin tingginya suhu pembakaran dan

makin tingginya substitusi titanium, demikian pula harga modulus

elastisitas makin naik dengan makin naiknya suhu pembakaran dan makin

tinggi substitusi titanium pada HA Harga kuat tarik pada Ti-HA (M4) pada

suhu 1200°C adalah 4,690 MPa dan pada HA (M0) adalah 2,542 MPa.

Adapun harga Modulis Elastisitas pada Ti-HA (M4) pada suhu 1200°C

adalah 53,295 MPa dan pada HA (M0) adalah 30,622 MPa.

Pengujian degradasi dilakukan dengan merendam senyawa hasil

dengan larutan SBF/ Syntetic Body Fluid selama 12 minggu, hasil bentuk

Page 8: nanopartikel

fisik HA maupun Ti-HA tetap seperti semula, tidak terdekomposisi dan

tidak terdegradasi.

Pengujian biokompatibilitas dilakukan dengan pengujian toksik dan

penumbuhan sel fibroblast (cell line BHK 21 clone 13) secara in vitro,

dengan hasil pengujian HA(M0) maupun Ti-HA (M4) pada suhu 1200 °C

tidak toksik dan dapat ditumbuhi sel, pertumbuhan sel yang terbanyak

adalah Ti-HA (M4) pada suhu l000°C.

Hasil sintesis substitusi titanium pada Hidroksiapatit pada penelitian

ini adalah meningkatkan sifat mekanik meliputi porositas, densitas, daya

serap air dan kuat tekan, kekerasan serta memenuhi persyaratan sebagai

biomaterial tulang sintetis. Adapun senyawa Ti-HAyang diperoleh M1, M2,

M3, M4 dapat digunakan sebagai tulang sintetis alternatif: yang dalam

aplikasinya harus disesuaikan dengan peruntukan dan tempat implannya

perlu dikaji lebih lanjut.

3.1.4 Tulang Buatan Dari Gipsum (Karbonat Apatit)

Potensi untuk menghasilkan tulang buatan ini terbuka luas,

mengingat Indonesia sangat kaya akan mineral, yakni gipsum dan batu

kapur. Dengan memakai bahan gipsum dan batu kapur ini biayanya bisa

ditekan sehingga harganya bisa lebih murah, menjadi Rp 200.000 per

gram.

Cara ini juga ramah lingkungan dan tak berisiko sebagaimana

halnya bila memakai tulang manusia. Terlebih lagi, proses penyerapan

Page 9: nanopartikel

oleh jaringan tubuh berjalan lancar. Sehingga remodeling tulang menjadi

sempurna. Hal ini disebabkan zat karbonat apatit sesuai jaringan tubuh.

Berdasarkan riset yang telah dilakukan, proses penggantian tulang

cedera menggunakan karbonat apatit lebih bagus jika dibandingkan

dengan cara kimiawi yang sudah digunakan yang disebut dengan hidroksi

apatit yang menunjukkan remodeling tulang berjalan lambat. Jika

menggunakan hidroksi apatit dalam waktu 2-4minggu masih tersisa

hidroksi apatitnya. Tetapi jika menggunakan karbonat apatit setelah empat

minggu tulang baru yang benar-benar bersih sudah dapat

menggantikannya.

Pembuatan tulang dari gipsum dan batu kapur ini menggunakan

teknik karbonasi dan fosfatisasi. Dengan cara itu, batu kapur dan gipsum

bisa diubah menjadi karbonat apatit yang memiliki kandungan yang sesuai

dengan sistem metabolisme dan jaringan tulang manusia.

Dalam sistem kimiawi dasar, gipsum merupakan kalsium solfat,

sedangkan kapur adalah kalsium hidroksida. Ketika dicampur air, sesuai

sifatnya gipsum akan menjadi bahan yang mudah dibentuk. Sedangkan

kapur ketika bereaksi dengan karbon dioksida akhirnya bisa membentuk

kalsium karbonat. Selanjutnya dengan fosfatisasi akhirnya membentuk

karbonat apatit. Gipsum disini hanya membentuk setting-nya untuk

pembentukan tulang sesuai yang dibutuhkan.

Page 10: nanopartikel

3.2 Tulang buatan nanopartikel

Tulang alami telah diketahui dengan baik sebagai suatu jenis

nanokomposit organik-inorganik 3 dimensi yang berjalin yang terdiri dari

kristal hydroxyapatite (HAp, Ca10(PO4)6(OH)2) yang tersimpan dalam

fibrous kolagen. Struktur spesifik ini mengarah pada keuntungan

kombinasi yaitu fleksibiliti karena kolagen fibrous dan kekuatan mekanik

yang tinggi karena apatit tulang.

Mengembangkan bahan bioaktif karbonat apatit dari beberapa jenis

mineral untuk dijadikan scaffold atau perancah tulang berporus tiga

dimensi adalah sesuatu hal mungkin.

Jika serbuk scaffold yang diproduksi dapat dikombinasi agar tidak usah

prefabrikasi, akan lebih menguntungkan. Sebab nantinya penggantian

tulang menjadi lebih baik karena bahan penggantinya dapat disuntikkan,

mengisi bagian yang hilang, dan membentuk porus nano-interkonektif di

dalam tubuh.

Nano kalsium dan posfat komposit dipergunakan sebagai tulang

sintetis sebagai pengganti tulang manusia. Contohnya BATAN, P2TBDU

mengembangkan teknologi pelapisan grafit pada struktur untuk menjadi

pelumas padat. P3IB sedang mengembangkan bahan fero magnetik untuk

agen kontras MRI, dan nanokomposit NdFeB. P3TIR sedang membuat

bio-material hydroxyapatite (HAp) sebagai bahan biokompatibel untuk

mengganti bahan gigi dan tulang manusia.

Page 11: nanopartikel

3.2.1 Nanokomposit

1. chitosan-Hap nanocomposites

Chitosan dihasilkan dari kitin yang merupakan polisakarida

natural yang ditemukan pada kepiting, udang, lobster, koral, jamur

dan fungi. Diantara polimer organik, chitosan memiliki karakteristik

yang menarik sebagai tulang sintesis seperti toksisitas rendah,

Page 12: nanopartikel

biodegradabilitas, dan fleksibilitas tinggi. Sebagai tambahan

chitosan mempunyai sisi untuk pembentukan kompleks dengan

kalsium.

Kombinasi antara Chitosan dan Hidroksiapatit dapat meniru

karakteristik tulang alami dibandingkan dengan hanya Chitosan

atau hanya Hidroksiapatit saja.

Chitosan-Hap nanocomposites disiapkan melalui reaksi

mekanokimia

1. 1 g serbuk chitosan dilarutkan dalam 120 ml larutan asam

asetat 0,2 mol/L kemudian diaduk selama 30 menit

Page 13: nanopartikel

2. pH larutan kemudian diatur pada pH 10 dengan larutan berair

amonia

3. Calcium hydrogen phosphate dihydrate dan calcium nitrate

tetrahydrate ditambahkan pada chitosan, kemudian diaduk

selama 5 menit

4. Setelah itu dilakukan penggilingan dengan ball-mill pada suhu

lingkungan selama 9 jam

5. Setelah penggilingan diaduk pelan pada berbagai temperatur

dari 25-600C selama 24 jam

6. Disaring dan residu dicuci dengan ultrapure water sampai pH

netral

7. Dikeringkan pada suhu 600C dalam oven

4. Teknologi Nanopartikel Menciptakan Obat HIV

Para peneliti berupaya memasukkan molekul obat HIV dalam partikel

polimer yang sangat kecil yang mengeluarkan obat secara perlahan waktu

disuntikkan. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan terapi HIV: ART

suntikan yang dapat kita pakai sebulan sekali.

Perusahaan dan obat yang paling jauh menjalani penelitian ini adalah

Tibotec/Johnson and Johnson dengan rilpivirine (TMC278), obat golongan

NNRTI yang masih belum disetujui. Rilpivirine dipilih karena bentuk

tabletnya mempunyai masa paruh yang lama dan bioavailabilitas yang

Page 14: nanopartikel

tinggi, yang berarti dosis sehari sekali hanya 25mg (dibandingkan dengan

600mg untuk protease inhibitor (PI) darunavir produksi Tibotec).

Dr. Gerben van t’Klooster mempresentasikan temuan ini dalam

Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections (CROI) ke-15 di

Boston.

Tibotec membentuk TMC278 sebagai penyangah partikel kecil yang

dikeluarkan secara perlahan. Mereka tidak menjelaskan lebih lanjut

mengenai bagaimana partikel ini dibuat, tetapi mengatakan bahwa

pembuatannya melibatkan teknologi NanoCrystal. Partikel ini kurang lebih

berdiameter 200 nanometer (nm, seperlimaribu milimeter), yang

sebanding dengan ukuran virus HIV (120nm).

Kemudian dalam beberapa percobaan, penyanggah ini didosiskan

sebagai suntikan di bawah kulit atau dalam otot pada tikus (dengan dosis

20mg per kg) dan pada anjing (dengan dosis sampai 300mg per hari).

Suntikan tunggal dari satu bentuk tertentu kemudian diberikan secara

subkutan atau intramuskular pada relawan yang HIV-negatif dengan dosis

obat 200, 400 dan 600mg.

Rilpivirine dengan pelepasan sustained-release, memberi tingkat obat

yang tertahan dan dapat diukur selama dua bulan pada tikus dan selama

enam bulan pada manusia. Dalam penelitian terhadap hewan, pemberian

subkutan memberikan tingkat obat yang tertahan lebih lama dibandingkan

Page 15: nanopartikel

dengan pemberian intramuskular. Tetapi tidak ada perbedaan pada

manusia. Ini adalah sesuatu yang baik karena relawan pada penelitian ini

mengalami efek samping yang cukup tinggi – benjolan yang keras

(indurasi), nyeri dan pembengkakan pada tempat suntikan – yang terjadi

pada suntikan di bawah kulit namun tidak terjadi pada suntikan dalam otot.

Gerben van t’Klooster mengatakan bahwa konsentrasi obat paling

tinggi tercapai kurang lebih tiga jam setelah suntikan. Tingkat dalam tubuh

setelah satu dosis menurun ke tingkat IC90 efektif yang terendah dengan

konsentrasi rilpivirine 94ng/ml (nanogram per milliliter) dalam beberapa

hari. Tetapi uji coba pada anjing menunjukkan bahwa dengan dosis

berulang mencapai tingkat obat ‘yang stabil’ dalam tubuh. Van t’Klooster

menunjukkan model PK yang masih berupa teori ini menunjukkan bahwa

setelah tingkat stabil ini tercapai, suntikan secara bulanan kemungkinan

cukup untuk memastikan konsentrasi rilpivirine tidak turun di bawah batas

IC90.

Van t’Klooster mengatakan langkah selanjutnya adalah untuk

memekatkan rilpivirine dalam nanopartikel secara lebih efisien sehingga

volume yang disuntikkan dapat dikurangi.

Dia menambahkan: “Saya berharap saya meyakinkan Anda terhadap

kemungkinan munculnya pemberian dosis antiretroviral (ART) yang benar-

benar dilakukan dengan jangka waktu yang lama – pada rangkaian

profilaksis dan terapeutik,” memberi isyarat bahwa Tibotec juga tertarik

Page 16: nanopartikel

dengan bentuk suntikan yang dikeluarkan secara perlahan ini untuk

dipakai sebagai profilaksis pre-exposure (PrPP) atau dalam mikrobisida.

Dia mengatakan bahwa Tibotec secara aktif mencari molekul untuk

dipasangkan dengan rilpivirine sehingga terapi suntikan kombinasi

tersebut dapat ditemukan. Dia mengatakan bahwa obat semacam

darunavir memerlukan dosis harian yang terlalu besar untuk

memungkinkannya dijadikan sebagai formulasi injeksi yang dikeluarkan

secara perlahan, karena volume injeksi yang besar tidak dapat ditoleransi.

Tetapi kelompok lain yang berpusat di Universitas Creighton di

Omaha, Nebraska, berhasil menciptakan nanopartikel yang mengandung

lopinavir, ritonavir dan efavirenz yang dapat dikeluarkan secara perlahan.

Sejauh ini mereka hanya melakukan uji coba terhadap unsur pengeluaran

obat dari partikel dengan menahannya dalam medium di piring

laboratorium. Tingkat obat terbanyak yang dapat dicapai dalam medium

ini tercapai dalam enam hari, tetapi pada hari ke-30 konsentrasi obat

dalam medium tersebut masih ada, lebih dari 30mg/ml obat bahkan

dengan perubahan medium secara rutin,. Mereka juga melakukan uji coba

untuk menunjukkan bahwa nanopartikel mudah diserap oleh makrofag

yang diambil dari monosit manusia, sejenis sel sistem kekebalan.

Dari keterangan lain menggambarkan secara rinci cara memakai

nanopartikel. Dalam uji coba lain di Universitas Creighton, ilmuwan

berhasil memasukkan Indinavir ke dalam nanopartikel kemudian

Page 17: nanopartikel

mengambil makrofag yang diambil dari sumsum tulang belakang (bone-

marrow-derived macrophag/BMM), sejenis sel sistem kekebalan lain,

untuk menyerapnya. Kemudian obat ini diinjeksikan pada tikus yang

pernah mempunyai ensefalitis terkait HIV. BMM secara luar biasa mampu

berpindah menuju otak tempat sel dirusak karena peradangan terkait HIV.

Sebaliknya BMM tidak ditemukan di bagian otak yang tidak meradang.

Model ini memberi cara yang luar biasa dan sangat tepat untuk membidik

obat yang biasanya tidak mampu menembus sawar darah-otak secara

efisien, mencapai bagian otak yang paling membutuhkan obat tersebut.

Terakhir, tim dari Universitas North Carolina mengaitkan CCR5

inhibitor yang biasanya tidak aktif pada nanopartikel emas, dengan

demikian kegiatan anti-HIV dapat diaktifkan kembali. Tujuan untuk

melakukan ini adalah untuk menciptakan molekul kompleks obat-emas

yang besar yang dapat berperan sebagai dan berinteraksi dengan protein

virus yang besar, dan pada akhirnya mengembangkan mekanisme untuk

memasukkan unsur ke dalam ruang sel yang terbukti sulit dibidik dengan

obat molekul kecil. Sebuah contoh termasuk faktor kemampuan virus

untuk menulari (viral infectivity factor/vif), protein HIV tambahan yang

selama bertahun-tahun merupakan target yang menggiurkan untuk

mengantar obat HIV tetapi selama ini terhindar dari obat penghambat.

Page 18: nanopartikel

Nanopartikel Emas dapat Menahan HIV

Para peneliti percaya bahwa

nanopartikel emas dapat menjadi

sumber kehidupan baru karena

menjanjikan sumber obat yang

baru. Mengingat obat yang

sebelumnya didesain untuk menghentikan HIV, tidak dipergunakan lagi

karena efek sampingnya. Obat tersebut adalah TAK-779, yang pertama

kali diajukan oleh para peneliti pada 1996 dan dibuktikan efektif menahan

virus dari sistem kekebalan tubuh. Tapi dihentikan pada 2005 karena

ditemukan tanda iritasi pada bekas injeksinya, sedangkan penggunaan

secara dosis minum kurang efektif.

Para peneliti telah mengetahui bahwa molekul garam amoniak memicu

hasil yang jelek. Namun mereka tidak dapat menemukan pengganti yang

mampu menunjukkan fungsinya dengan mengikatkan obat ke sel T, yaitu

sel darah putih yang melawan infeksi termasuk HIV.

Meski TAK-779 dikatakan sukses, Christian Melander, asisten

profesor kimia di Universitas negeri North Carolina mengatakan para

ilmuwan terus mencari penggantinya, yang mungkin mereka ternyata telah

menemukannya.

Page 19: nanopartikel

Melander dan koleganya, David Mergolis, profesor penyakit menular di

Universitas negeri North Carolina, dan Daniel Feldheim, dari asosiasi

profesor analitik dan material kimia di Universitas Colorado, melaporkan

pada Journal of the American Chemical Society bahwa nanopartikel emas

mungkin adalah jawabannya.

Para teknisi di MIT telah mempelajari potensial nanopartikel emas

yang digunakan untuk menembus membran pelindung disekitar sel tanpa

merusaknya. Tapi, ketika ilmuwan MIT menggunakan nanopartikel

sebagai perantara pengantar obatnya, Melander dan timnya ingin

nanopartikel juga menjadi bagian dari obatnya itu sendiri.

Page 20: nanopartikel

Peneliti menemukan pada tes di laboratorium dimana 12 molekul TAK-779

(yang dimodifikasi tanpa mengandung molekul garam amonia)

dirangkaikan dengan satu nanopartikel emas, memberikan hasil yang

sama untuk menahan HIV.

Ukuran dari partikel emas (dengan diameter 2 nanometer) cocok

dengan protein HIV yang mereka coba menahannya. Ini akan

membuatnya cocok untuk menghentikan protein viral dari kontak dengan

reseptornya.

Masalahnya adalah HIV akan menyerang reseptor yang berbeda pada

sel T. Dan hambatan lainnya adalah bahwa HIV memiliki kemampuan

untuk bermutasi, dan dapat menjadi kebal terhadap obat yang diberikan

untuk kesekian kalinya. Langkah berikutnya dari para peneliti ini adalah

membuat nanopartikel mampu mengantar obat anti-HIV langsung ke otak

manusia, dimana HIV bersembunyi, bereplikasi dan bermutasi.

Page 21: nanopartikel

Daftar Pustaka

1. Van t’Klooster G et al. Long-acting TMC278, a parenteral-depot

formulation delivering therapeutic NNRTI concentrations in preclinical

and clinical settings. Fifteenth Conference on Retroviruses and

Opportunistic Infections, Boston. Abstract 134. 2008.

2. Destache C et al. Ritonavir-, lopinavir-, and efavirenz-containing

nanoparticles: in vitro release of ART. Fifteenth conference on

Retroviruses and Opportunistic Infections, Boston. Abstract 743. 2008.

3. Dou HY et al Anti-retroviral nanoformulations for HIV-1-associated

cognitive impairments. Fifteenth conference on Retroviruses and

Opportunistic Infections, Boston. Abstract 745. 2008.

4. Bowman MC. HIV-1 inhibition with multi-valent gold nanoparticles.

Fifteenth conference on Retroviruses and Opportunistic Infections,

Boston. Abstract 744. 2008.

5. Vankatesan, J; Kim, SK. Chitosan Composites for Bone Tissue

Engineering-An Overview. 2010. Online. http://marinedrug-08-

02552.pdf . Diakses tanggal 27 Maret 2012