Upload
dominh
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN TAHAN BANTING
(HARDINESS) DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN
Oleh:
RIA ANDIANI
YULIANTI DWI ASTUTI, S.Psi., M.Soc.Sc., Psi
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN TAHAN BANTING
(HARDINESS) DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________
Dosen Pembimbing Utama
(Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc., Psi)
HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN TAHAN BANTING
(HARDINESS) DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN
Ria Andiani
Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc., Psi
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis apakah ada hubungan negatif antara kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja pada karyawan. Semakin tinggi kepribadian tahan banting (hardiness) karyawan maka semakin rendah stres kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah kepribadian tahan banting (hardiness) karyawan maka semakin tinggi stres kerja karyawan.
Subyek pada penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Jawa Pos Yogyakarta. Subyek penelitian ini berjumlah 50 responden, terdiri dari 38 laki-laki dan 12 perempuan. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang disusun sendiri oleh peneliti. Adapun skala yang digunakan adalah skala stres kerja dengan mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Robbins (2004) dan skala kepribadian tahan banting (hardiness) dengan mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Kobasa (1982) .
Metode analis data yang digunakan menggunakan program SPSS (Statistical Programme for Social Science) 12.00 for Windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja. Hasil korelasi product moment dari pearson menunjukan angka korelasi sebesar r = -0,590 dan p = 0,000 (p < 0,01) yang artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja pada karyawan. Jadi hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima. Sedangkan sumbangan efektif yang diberikan variabel kepribadian tahan banting (hardiness) terhadap variabel stres kerja sebesar 34,8% yang berarti masih ada 65,2% faktor lain yang mempengaruhi stres kerja yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor pengalaman seseorang, locus of control, kemampuan pribadi dan dukungan sosial.
Kata Kunci : Stres Kerja, Kepribadian Tahan Banting (Hardiness)
PENGANTAR
Setiap perusahaan atau organisasi pasti memiliki tujuan - tujuan yang
hendak dicapai, dan tujuan - tujuan tersebut dapat diraih dengan cara
mendayagunakan dan mengolah sumber daya yang ada. Menurut Kartono (2002)
ada empat tipe kategori sumber daya di dalam sebuah perusahaan atau organisasi
yaitu, keuangan atau finansial, fisik, manusia, dan teknologi. Aset paling penting
yang harus dimiliki oleh sebuah perusahaan atau organisasi dan sangat
diperhatikan oleh manajemen adalah aset manusia.
Menurut Wijono (2006), sumberdaya manusia yang berkualitas
merupakan salah satu faktor penentu agar perusahaan dapat bekerja secara efektif
dan maksimal untuk dapat bersaing di pasar global. Kinerja sumber daya manusia
yang baik merupakan hal yang terpenting bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Sebuah perusahaan yang ingin berkembang dengan pesat, harus memiliki sumber
daya menusia yang mampu menampilkan kinerja yang baik. Meskipun sumber
daya manusia itu merupakan kunci keberhasilan dalam perusahaan, namun pada
kenyataannya pengalaman mereka dalam bekerja terkadang memunculkan
persoalan dalam pekerjaan, seperti target kerja yang meleset, pekerjaan yang
terbengkalai, hubungan interpersonal yang memburuk dan seterusnya, dalam hal
ini stres kerja pun akan terjadi.
Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia. Anoraga (1995)
menyebutkan stres adalah suatu tekanan psikis atau emosi pada diri seseorang.
Stres tidak selalu berkaitan dengan hal - hal yang negatif, tetapi stres juga dapat
digunakan untuk membangkitkan semangat. Selye (dalam Riggio, 2003)
membedakan antara distress yang merupakan hal yang destruktif dan eustress,
yang merupakan kekuatan yang positif. Stres diperlukan untuk menghasilkan
prestasi yang tinggi. Stres dalam jumlah tertentu dapat mengarah pada gagasan -
gagasan yang inovatif dan output yang konstruktif.
Salah satu fenomena stres yang sering terjadi adalah stres kerja. Stres
kerja pada intinya mengacu pada suatu kondisi dari pekerjaan yang dirasa
mengancam individu. Stres kerja muncul sebagai suatu bentuk ketidakharmonisan
antara individu dengan lingkungan kerjanya (Nuzulia, 2005). Kreitner & Kinicki
(2001) mengatakan, stres kerja merupakan suatu interaksi antara kondisi kerja
dengan sifat - sifat pekerja yang mengubah fungsi fisik maupun psikis yang
normal. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa stres kerja adalah suatu tuntutan
pekerjaan yang tidak dapat diimbangi oleh kemampuan pekerja.
Menurut hasil statistik di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 40%
pekerja merasa pekerjaannya sangat menekan, karena tuntutan tugas yang
berlebih. Bahkan di tengah lautan stres di tempat kerja seperti saat ini, 25 %
pekerja di Amerika Serikat menganggap pekerjaan adalah hal yang paling
menekan dalam kehidupan mereka www.solusisehat.net/tips_kesehatan.php?id=8
Dewasa ini tempat kerja yang berubah dan bersaing menambah tingkat
stres di kalangan para pekerja. Sebuah survey yang dilakukan atas pekerja
Amerika Serikat menemukan bahwa 46 % merasakan pekerjaan mereka penuh
dengan stres dan 34 % berpikir serius untuk untuk keluar dari pekerjaan mereka
12 bulan sebelumnya karena stres di tempat kerja mereka
http://idtesis.bligspot.com/2008/03/mengelola-stre-kerja.html
Sasono (2004) memperkirakan bahwa stres kerja di Indonesia akan terus
meningkat sejalan dengan perkembangan zaman. Diahsari (2001) menyebutkan
bahwa stres yang dialami individu dapat terjadi dalam jangka waktu yang berbeda
- beda. Permasalahan akan muncul apabila stres terjadi dalam jangka waktu yang
lama dengan intensitas yang cukup tinggi. Sebagai akibatnya individu akan
mengalami kelelahan fisik maupun mental. Penelitian mengenai stres kerja
dilakukan oleh Halim (dalam Widyasari, 2007) dengan menggunakan 76 sampel
karyawan sebuah perusahaan swasta di Jakarta, hasil penelitian menunjukkan
bahwa 76 karyawan tersebut mengalami stres di tempat kerja akibat tidak sanggup
menyelesaikan beban kerja yang menumpuk (overload) dan dikejar deadline
setiap harinya. Para karyawan tersebut mengeluh sering sakit kepala, mudah lelah,
jenuh dan lebih sensitif dari biasanya.
Menurut Schultz & Schultz (1998), stres yang diderita dalam jangka
waktu cukup lama dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosional tinggi
akan mengakibatkan kelelahan fisik, mental, dan emosional. Luthans (2005),
mengatakan terdapat studi yang dilakukan oleh Delloitte dan Touche di Amerika
Serikat menemukan bahwa 84 % dari pekerja dilaporkan merasakan ketegangan
atau tekanan psikis yang dialami pekerja dari hari ke hari, ditandai dengan
kelelahan fisik, mental, dan emosional yang berhubungan dengan stres kronik
akibat stres kerja di tempat kerjanya.
Berdasarkan wawancara informal yang penulis lakukan dengan redaktur
pelaksana PT. Jawa Pos Group Yogyakarta, diperoleh informasi bahwa selama
rentang tahun 2000-2007 karyawan PT. Jawa Pos merasa bahwa mereka semakin
memerlukan banyak waktu dan energi dalam melakukan pekerjaan. Data yang
penulis dapatkan dari wawancara informal menunjukkan beberapa permasalahan
yang dialami karyawan PT. Jawa Pos yaitu sebanyak 64% karyawan merasa
beban pekerjaan mereka berlebih (overload), sebanyak 60% karyawan tidak
memiliki waktu untuk menyelesaikan tugas (deadline) dan sebanyak 56%
karyawan harus melakukan terlalu banyak tugas rangkap di tempat kerja.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tuntutan tugas dan tuntutan peran menjadi
sumber stres bagi karyawan PT. Jawa Pos Group Yogyakarta. Dampak yang
terjadi karena banyaknya tuntuan tugas dan tuntutan peran yang dialami karyawan
PT. Jawa Pos adalah karyawan tidak mampu menulis berita - berita yang
diperoleh dengan tepat waktu dan hanya mengutip sumber berita dari internet saja,
akibatnya koran yang akan terbit esok hari tidak bisa menyajikan berita - berita
yang aktual.
Riggio (2003) memberikan gambaran adanya tiga dimensi akibat stres
kerja yang dialami karyawan yaitu : a) kelelahan emosional yang ditandai dengan
perasaan frustrasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan, dan merasa terjebak.
Ditambah mudah tersinggung dan marah tanpa alasan yang jelas; b)
depersonalisasi, ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan sosial,
apatis, tidak peduli terhadap lingkungan dan orang - orang di sekitarnya; c)
rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, yaitu individu tidak pernah merasa
puas dengan hasil karyanya sendiri, merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang
bermanfat bagi diri sendiri maupun orang lain. Hal tersebut memberikan dampak
buruk seperti menurunnya produktivitas kerja dan kinerja karyawan karena stres
kerja yang dialami, sehingga menyebabkan perusahaan tidak bisa memperoleh
tenaga karyawannya dengan optimal.
Pendapat tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Lenny
(2006), mengungkapkan bahwa hampir semua pekerja yang mengalami stres di
tempat kerja pada mulanya adalah orang - orang yang bersemangat, energik,
optimistik, dan memiliki prinsip yang kuat, serta mau bekerja keras untuk meraih
prestasi. Mereka tidak mengenal istilah gagal dan tidak mudah menyerah.
Faktor kepribadian yang diduga dapat berperan dalam mengungkap stres
adalah kepribadian tahan banting (hardiness). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh NIOSH (National Institute For Occupational Safety And
Health) yang menyatakan bahwa penyebab stres dapat berasal dari dalam diri
individu yaitu usia, kondisi fisik, dan faktor kepribadian maupun dari luar
individu baik dari lingkungan keluarga, lingkungan kerja, cita - cita maupun
ambisi (Muchtar, 2004). Kepribadian tahan banting (hardiness) merupakan salah
satu faktor kepribadian yang ikut memberikan pengaruh terhadap stres kerja
tersebut.
Maddi dan Kobasa (1984) mengungkapkan bahwa individu yang
mempunyai kepribadian tahan banting (hardiness) memiliki kontrol pribadi,
komitmen dan siap dalam menghadapi tantangan. Sedangkan Schultz & Schultz
(1998) mengartikan kepribadian tahan banting sebagai suatu struktur kepribadian
yang dapat digunakan dalam menjelaskan perbedaan individu ketika mengalami
stres yang terjadi sehingga individu mampu mengatasi stres tersebut.
Menurut Hadjam (2004) kepribadian tahan banting (hardiness)
mengurangi pengaruh kejadian-kejadian hidup yang mencekam dengan
meningkatkan penggunaan strategi penyesuaian, antara lain dengan menggunakan
sumber-sumber sosial yang ada di lingkungannya untuk dijadikan tameng,
motivasi, dan dukungan dalam menghadapi masalah ketegangan yang
dihadapinya dan memberikan kesuksesan. Saat menghadapi kondisi yang
menekan, individu yang tahan banting juga akan mengalami stres atau tekanan.
Namun tipe kepribadian ini dapat menyikapi secara positif keadaan tidak
menyenangkan tadi agar dapat menimbulkan kenyamanan melalui cara-cara yang
sehat.
Schultz & Schultz (1998) mengatakan bahwa salah satu strategi
penyesuaian yang dimiliki kepribadian tahan banting (hardiness) adalah dengan
menggunakan sumber-sumber sosial di sekitarnya. Salah satu lingkungan yang
dapat dikatakan sebagai lingkungan sosial adalah lingkungan kerja. Dalam
lingkungan kerja, seseorang akan berinteraksi dengan individu-individu yang
berlainan dalam lingkup pekerjaan. Kepribadian tahan banting (hardiness) sangat
dibutuhkan untuk membuat keputusan yang berat dan dalam situasi yang
menekan. Kepribadian tahan banting (hardiness) dapat mengontrol individu
mengatasi stres yang sedang dialami di lingkungan kerja agar dapat tetap survive
dan selalu berpikir positif dalam menghadapi masalah. Individu yang memiliki
kepribadian tahan banting (hardiness) akan mampu bertahan dalam situasi -
situasi yang mendesak dalam menghadapi tuntutan dan tantangan pekerjaan yang
mungkin menimbulkan stres kerja.
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh
karyawan PT. Jawa Pos yaitu sebanyak 50 orang karyawan.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan skala. Peneliti akan menggunakan dua buah skala untuk
mengukur kedua variabel, yaitu:
1. Skala Stres Kerja
Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur stres kerja yaitu skala
stres kerja. Skala stres kerja yang digunakan merupakan skala modifikasi dari
Bellinda (2006) berdasarkan teori Robbins (2006), terdiri dari tiga aspek yaitu
gejala fisik, gejala psikis, dan gejala perilaku.
2. Skala Kepribadian Tahan Banting (Hardiness)
Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur kepribadian tahan
banting (hardiness) yaitu skala kepribadian tahan banting (hardiness). Skala
kepribadian tahan banting (hardiness) yang digunakan merupakan skala
modifikasi dari Sudirman (2007) berdasarkan aspek-aspek kepribadian tahan
banting (hardiness) dari Kobasa (1982), yaitu commitment, control, dan
challenge.
C. Metode Analisis Data
Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasional, yaitu mencari
hubungan antara kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja pada
karyawan. Untuk metode analisis data, peneliti menggunakan analisis statistik.
Penelitian menggunakan statistik korelasi product moment Pearson. Teknik
korelasi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja pada karyawan. Untuk
pengolahan data, peneliti menggunakan program komputer SPSS 12.00 for
Windows.
HASIL PENELITIAN
1. Hasil Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis data , terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dan uji linieritas
merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan nilai korelasi, dengan
maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang
seharusnya ditarik (Hadi, 2001).
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah variabel penelitian ini
terdistribusi secara normal atau tidak. Kaidah yang digunakan yaitu jika p>0,05
maka sebaran data normal, sedangkan jika p<0,05 maka sebaran data tidak
normal.
Uji normalitas dengan menggunakan teknik one-sample Kolmogorof-
Smirnov Test dari program SPSS 12.00 for Window menunjukkan nilai K-SZ
sebesar 0,887 dengan nilai p = 0,411 (p > 0,05) untuk stres kerja dan nilai K-SZ
sebesar 0,724 dengan p = 0,671 (p > 0,05) untuk kepribadian tahan banting
(hardiness). Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa stres kerja dan
kepribadian tahan banting (hardiness) memiliki sebaran normal.
b. Uji Linieritas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel kepribadian
tahan banting (hardiness) dan stres kerja memiliki hubungan yang linear.
Hubungan antara kedua variabel dikatakan linier apabila p<0,05 begitu pula
sebaliknya, hubungan antara kedua variabel dikatakan tidak linier apabila p>0,05.
Hasil uji linearitas dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program For
Social Science) 12.00 for Windows dengan teknik Bivariation Linear
menunjukkan F = 37,532; p = 0,000. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat
dikatakan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah linier karena p<0,05.
2. Uji Hipotesis
Untuk mengetahui adanya hubungan antara kepribadian tahan banting
(hardiness) dengan stres kerja, maka digunakan uji korelasi dengan menggunakan
korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan program komputer
SPSS (Statistic Program For Social Science) 12.00 for Windows.
Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel kepribadian tahan
banting (hardiness) dengan stres kerja, nilai rxy = -0,590 dengan p = 0,000
(p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat
signifikan antara kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja, dengan
demikian hipotesis diterima.
Analisis koefisien determinasi pada korelasi kepribadian tahan banting
(hardiness) dengan stres kerja pada karyawan menunjukkan angka sebesar 0,348.
Ini berarti bahwa sumbangan efektif kepribadian tahan banting (hardiness)
terhadap stres kerja sebesar 34,8 % dan 65,2 % disebabkan faktor lain yang tidak
diikutsertakan dalam penelitian ini.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang telah
diajukan, yaitu ada hubungan negatif antara kepribadian tahan banting (hardiness)
dengan stres kerja dapat diterima. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan
teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi (r)
sebesar -0,590 dengan p = 0,000 (p<0,01), dengan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepribadian tahan
banting (hardiness) dengan stres kerja. Semakin tinggi kepribadian tahan banting
(hardiness), maka semakin rendah stres kerja karyawan dan semakin rendah
kepribadian tahan banting (hardiness), maka semakin tinggi stres kerja karyawan.
Hal tersebut diatas juga didukung oleh kategorisasi yang dihasilkan oleh
responden dalam penelitian ini. Hasil pengkategorian dengan membandingkan
mean hipotetik dan mean empirik pada skala stres kerja berada dalam kategori
rendah hingga sedang yaitu sebesar 72%, sedangkan hasil kategorisasi dengan
membandingkan mean hipotetik dan mean empirik pada skala kepribadian tahan
banting (hardiness) berada pada kategori sedang hingga tinggi yaitu sebesar 78%
dan yang berada dalam kategori sangat tinggi sebesar 22%, hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar subyek penelitian ini memiliki stres kerja yang rendah..
Rendahnya stres kerja pada subyek penelitian disebabkan oleh tingginya
tingkat kepribadian tahan banting (hardiness) yang dimiliki. Karyawan yang tahan
banting akan mampu bertahan dalam situasi-situasi yang mendesak, dalam
menghadapi tuntutan dan tantangan pekerjaan yang menimbulkan stres di tempat
kerja, dan sebaliknya karyawan yang tidak tahan banting akan mudah menyerah
atau mudah putus asa dalam menghadapi masalah serta seringkali mengalami
kesulitan dalam menghadapi situasi yang menekan yang dapat menjadi stressor
(Kreitner & Kinicki, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa kepribadian tahan
banting (hardiness) mempunyai peran sebagai tameng/perisai (buffer) kehidupan
yang berupa kejadian-kejadian yang menekan dan mengancam serta berperan
sebagai penguat atas diri seseorang. Individu yang mempunyai kepribadian tahan
banting (hardiness) memiliki komitmen (commitment), kontrol (control), dan siap
menghadapi tantangan (challenge), artinya perubahan-perubahan yang terjadi di
dalam diri maupun di luar dirinya dilihat sebagai suatu kesempatan untuk tumbuh
dan bukan sebagai suatu ancaman terhadap dirinya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Maddi dan Kobasa (1984)
yang menyebutkan bahwa saat dihadapkan pada stressor yang menekan, individu
yang memiliki kepribadian tahan banting (hardiness) bukan hanya mengalaminya
sebagai suatu yang menekan, tapi juga sesuatu yang menarik dan penting
(komitmen), minimal sebagai sesuatu yang dapat dipengaruhi (kontrol), dan
sebagai nilai yang berpotensi bagi pengembangan diri (tantangan). Dengan
menginterpretasikan stressor sebagai sesuatu yang menantang dan tidak
berbahaya maka individu akan terhindar dari stres dan tetap berpikir positif
terhadap kejadian-kejadian yang mengancam. Hal ini sesuai juga dengan hasil
penelitian Sudirman (2007) yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki
kepribadian tahan banting (hardiness) mampu bertindak proporsional dan tidak
mudah menyerah walaupun berada di bawah tekanan stres di tempat kerja, karena
karyawan tersebut memiliki kecenderungan yang baik terhadap komitmen
(commitment), kontrol (control), dan tantangan (challenge) sehingga cenderung
lebih optimis jika dibandingkan dengan karyawan yang kurang memiliki
kepribadian tahan banting (hardiness).
Stres di tempat kerja dapat dipandang sebagai sumber stres atau stressor
yang dapat menyebabkan reaksi berupa reaksi fisiologis, psikolologis dan perilaku
pada karyawan. Namun, terganggu atau tidaknya individu tergantung pada
persepsi individu terhadap stressor kerja tersebut, yaitu sebagai peristiwa positif
dan tidak berbahaya (eustress) atau sebagai peristiwa yang berbahaya dan
mengancam (distress). Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap
respon yang muncul. Kepribadian tahan banting (hardiness) dapat mempengaruhi
pandangan individu terhadap kejadian-kejadian menekan yang dialami dan
pandangan tersebut akan mempengaruhi bagaimana individu mengatasi masalah
yang dihadapi. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Nugraheni (2000) yang
menyatakan bahwa kepribadian tahan banting sebagai coping stress memunculkan
persepsi positif pada perawat dalam menyikapi hal-hal yang menjadi pembangkit
stres potensial sehingga stressor-stressor tersebut direspon secara positif. Perawat
yang memiliki kepribadian tahan banting (hardiness) cenderung untuk mengatasi
masalah secara lebih efektif serta memiliki sikap yang optimis daripada perawat
yang tidak memiliki kepribadian tahan banting (hardiness).
Penyebab terjadinya stres di tempat kerja selain job requirement, seperti
status karier dan status pekerjaan yang tidak jelas, hubungan interpersonal,
kondisi dan situasi pekerjaan adalah beban tugas. Beban tugas yang berlebih
(overload) dapat mengakibatkan kelelahan dan ketegangan pada individu jika
tidak diimbangi oleh kemampuan yang dimiliki sehingga stres kerja pun terjadi.
Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lenny (2006) yang
menyebutkan bahwa beban kerja yang berlebih (overload) secara kuantitas dan
kualitas dapat menyebabkan kelelahan dan ketegangan pada karyawan. Beban
kerja yang berlebih (overload), besar pengaruhya kepada stres kerja.
Sumbangan efektif variabel kepribadian tahan banting (hardiness)
terhadap stres kerja cukup besar, yaitu sebesar 34,8 %. Berarti terdapat 65,2 %
disebabkan faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Faktor-
faktor tersebut kemungkinan dapat berupa pengalaman seseorang, locus of
control, kemampuan pribadi dan dukungan sosial (Robbins, 2006). Hal ini
didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuzulia (2005) yang
menyebutkan bahwa terdapat perbedaan stres kerja antara subjek yang memiliki
tingkat self-efficacy dan problem focused coping tinggi dengan memperhatikan
stressor stres kerja dengan subjek yang memiliki tingkat self-efficacy dan problem
focused coping rendah. Hal yang serupa juga sesuai dengan riset dari National
Institute For Occupational Safety and Health (Muchtar, 2004) yang menyatakan
bahwa penyebab stres dapat berasal dari dalam diri individu yaitu usia, kondisi
fisik, dan faktor kepribadian maupun faktor dari luar individu baik dari
lingkungan keluarga, lingkungan kerja, cita-cita maupun ambisi.
Secara keseluruhan, penulis mengakui bahwa penelitian ini masih
mempunyai kekurangan ataupun kelemahan terutama mengenai pengambilan data
penelitian, idealnya peneliti harus melakukan pengamatan dan pengawasan secara
langsung saat subjek penelitian melakukan pengisian kuesioner penelitian akan
tetapi karena padatnya jam kerja subjek dan banyaknya kesibukan subjek hal itu
belum memungkinkan untuk dilakukan. Selain itu, ada beberapa aitem yang
kurang tepat dengan budaya Indonesia. Adapun kekurangan dalam proses
pelaksanaan pengambilan data dalam penelitian ini yaitu terdapat beberapa angket
yang tidak langsung diisi oleh subyek pada saat proses pengambilan data, namun
angket dibawa pulang yang kemudian dikumpulkan kembali kepada peneliti dan
ada juga ada yang meletakkannya saja di atas meja kerja dengan maksud agar
peneliti dapat langsung mengambilnya tanpa mengetahui diri subjek yang
sebenarnya. Kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini diharapkan menjadi
bahan pertimbangan bagi peneliti yang hendak mengadakan penelitian dengan
topik serupa agar dapat lebih menyempurnakan penelitiannya.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat
signifikan antara kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja. Hal ini
berarti semakin tinggi kepribadian tahan banting (hardiness) karyawan maka
semakin rendah stres kerja karyawan. Begitu pula sebaliknya semakin rendah
kepribadian tahan banting (hardiness) karyawan maka semakin tinggi stres kerja
karyawan. Jadi hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara
kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja pada karyawan dapat
diterima.
SARAN
Dalam penelitian tentunya masih ada banyak kekurangan, begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, sehingga penulis merasa perlu
memberikan saran-saran yang dapat membangun yang ditujukan kepada beberapa
pihak. Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, ada beberapa hal yang
dapat disarankan, antara lain:
1. Karyawan PT. Jawa Pos
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan antara
kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja. Oleh karena itu,
diharapkan para karyawan dapat bertahan (survive) dalam berbagai situasi
khususnya dalam menghadapi stres di tempat kerja yaitu dengan selalu optimis,
mampu untuk menganalisis penyebab dari masalah, selalu meningkatkan
pengendalian emosi, mampu untuk mengatur impuls, memiliki self - efficacy,
mampu untuk meraih apa yang diinginkan, serta mampu untuk berempati.
2. Bagi Perusahaan
Bagi perusahaan PT. Jawa Pos dapat melakukan langkah-langkah untuk
menindaklanjuti penelitian ini dengan melakukan program pelatihan tentang
kepribadian tahan banting untuk para karyawannya. Program pelatihan tersebut
dapat digunakan perusahaan sebagai sarana placement dan recruitment bagi
karyawan maupun calon karyawan yang akan bekerja di PT. Jawa Pos.
3.Bagi Peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk menggali lebih lanjut
mengenai kepribadian tahan banting maupun stres kerja hendaknya dapat
memodifikasi aspek-aspek yang ada di dalam variabel berdasarkan teori-teori
yang lebih bervariasi dan juga dapat menambahkan variabel moderator untuk
memperkaya wawasan dalam ilmu pengetahuan. Peneliti selanjutnya sebaiknya
menambah referensi buku dan jurnal-jurnal industri terbaru, khususnya yang
berbahasa asing. Selain itu peneliti selanjutnya juga diharapkan lebih cermat
dalam memilih waktu pengambilan data, agar para subyek dapat benar-benar
dalam kondisi yang siap untuk menjawab atau memberikan merespon pada skala
penelitian, sehingga tidak akan ada angket yang dibawa pulang dan lupa untuk
dikembalikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol, A. 2004. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Jakarta : UMM Press
Anoraga, P. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya.
Bellinda, M. I. 2006. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Stres Kerja Pada Distributor. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Croon, E. M & Sluiter, J. K. 2004. Stressful Work, Psychological Job Strain, and
Turnover : A 2-Year Prospective Cohort Study of Truck Drivers. Journal of Applied Psychology. Vol. 89, No. 3, 442-454.
Diahsari, E. Y. 2001. Kontribusi Stres Pada Produktivitas Kerja. Anima,
Indonesian Psychological Journal. Vol. 16, No. 4, 361-371. Hadjam, R. 2004. Peran Kepribadian Tahan Banting Pada Gangguan Somatisasi.
Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol. 19, No. 2, 122-135. Hadi, S. 2001. Statistik 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Iswanto, Y. 2001. Analisis Hubungan Antara Stres Kerja, Kepribadian, Dan Kinerja Manajer. http://www.psi.ut.ac.id/jurnal/111yun.htm
Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri.
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Kobasa, S. C. 1982. Hardiness and Health : A Prospective Study. Journal of
Personality and Social Psychology, Vol. 42, No.1, 168-177. Kreitner, R & Kinicki, A. 2001. Organizational Behavior. 5th ed. New York :
Irwin McGraw-Hill. Lenny, I. 2006. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stres Kerja Pada Perawat
Di Rumah Sakit Umum Daerah Pekanbaru. Jurnal Psikologi. Vol. 2, No.1, 11-17.
Luthans, F. 2005. Perilaku Organisasi Edisi Sepuluh. Yogyakarta : Andi Offset.
Maddi, S. R & Kobasa, S. C. 1984. Personality Theories, A Comparative
Analysis. Illinois : Dow Jones-Irwin. Muchtar, R. 2004. Hubungan Antara Resilience Dengan Stres Kerja Pada
Karyawan PT. Telkom Divre VI Balikpapan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Nugraheni, A. L. 2000. Hubungan Antara Kepribadian Hardiness Dengan Burnout Pada Perawat. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Nuzulia, S. 2005. Peran Self-Efficacy Dan Strategi Coping Terhadap Hubungan
Antara Stressor Kerja Dan Stres Kerja. Psikologika, Nomor 19 tahun X, 32-40.
Riggio, R. E. 2003. Introduction to Industrial / Organizational Psychology. 4th ed.
New Jersey : Prentice Hall. Rini, J. F. 2008. Menyiasati Stres Kerja. www.solusisehst.net/tips_kesehatan.php?id=8 Robbins, S. P. 2006. Perilaku Organisasi Edisi Kesepuluh. Jakarta : PT. Indeks
Kelompok Gramedia. Sasono, E. 2004. Mengelola Stres Kerja. http://www.idtesis.blogspot.com/2008/03/mengelola-stres-kerja.html. Schultz, D. P & Schultz, S. E. 1998. Psychology and Work Today : An
Introduction to Industrial and Organizational Psychology. New Jersey : Prentice Hall.
Sudirman, S. 2007. Hubungan Hardiness Dengan Penerimaan Diri Pada
Karyawan Yang Mengalami Karier Stagnan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Sujanto, A. 1991. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Bumi Aksara.
Suyanto, N. A. 2006. Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Semangat Kerja Pada Disributor Multi Level Marketing PT. Harmoni Dinamik Semarang. Jurnal Psikologi Proyeksi, Vol 1, No 1, 1-10.
Widhiastuti, H. 2002. Studi Meta-Analisis Tentabg Hubungan Antara Stres Kerja
Dengan Prestasi Kerja. Jurnal Psikologi. No. 1, 28 – 42. Widyasari, P. 2007. Stres Kerja. http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres-kerja.html. Wijono, S. 2006. Pengaruh Kepribadian Tipe A dan Peran Terhadap Stres Kerja
Manajer Madya. INSAN, Vol. 8, No. 3, 188-197.
Identitas Penulis
Nama : Ria Andiani
Alamat : Aspol Balapan Blok i No.9
No HP : 081808206685