23
Acara III FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Agustinus Yulianto NIM : 12.70.00150 Kelompok C2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Nata De Coco_Agustinus Yulianto_12.70.0150_C2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Praktikum yang dilakukan adalah tentang proses fermentasi Nata de coco dengan substrat cair yaitu air kelapa. Kandungan nutrisi yang banyak pada air kelapa dapat menjadi potensi dan berpeluang untuk dimanfaatkan menjadi bahan dasar produk fermentasi menjadi suatu produk pangan baru (Wowor et al, 2007). Kandungan nutrisi dalam air kelapa terdiri dari air 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, abu 1,06% serta nutrisi yang diantaranya dari sukrosa, fruktosa, dekstrosa, serta vitamin B kompleks (Palungkun, 1996). Kandungan vitamin B kompleks pada air kelapa terdiri dari asam niotinat 0,01 mikrogram, asam pentotenat 0,52 mikrogram, riboflavin 0,01 mikrogram, biotin 0,02 mikrogram, serta asam folat 0,003 mikrogram per mililiter (Awang, 1991).

Citation preview

13

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh: Agustinus YuliantoNIM : 12.70.00150Kelompok C2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara III20151. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de cocoKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

C1100,300,5003050

C2100,250,7002570

C3200,300,4001520

C4200,300,9001545

C52,500,300,3001212

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat hasil pengamatan peningkatan lapisan nata de coco yang dihasilkan oleh setiap kelompok. Kelompok C1 dan C2 memiliki tinggi media awal 1 cm, Kelompok C3 dan C4 memiliki tinggi media awal 2 cm, Kelompok C5 memiliki tinggi media awal 2,5 cm. Tinggi ketebalan nata hari ke-0 pada tiap-tiap kelompok menunjukkan tidak adanya peningkatan sama sekali (penambahan tinggi nata = 0 cm). Tinggi ketebalan nata hari ke-7 untuk kelompok C1, C3, C4, C5 sebesar 0,30 cm, sedangkan kelompok C2 sebesar 0,25. Tinggi ketebalan nata hari ke-14 yang terbesar terdapat pada kelompok C4 sebesar 0,90 cm, dan tinggi ketebalan nata yang terkecil terdapat pada kelompok C5 sebesar 0,30 cm, sedangkan tinggi ketebalan nata kelompok C1 sebesar 0,50 cm, kelompok C2 sebesar 0,70 cm, kelompok C3 sebesar 0,40 cm. Presentase peningkatan lapisan nata pada hari ke-o adalah sama yaitu 0 cm sedangkan presentase lapisan nata pada hari ke-7 yang tertinggi adalah kelompok C1 yaitu sebesar 30%, sedangkan yang terkecil adalah kelompok C5 yaitu sebesar 12%. Presentase peningkatan lapisan nata pada hari ke-14 yang tertinggi adalah kelompok C2 yaitu sebesar 70%, sedangkan yang terkecil adalah kelompok C5 yaitu sebesar 12%.

2

2. PEMBAHASAN

Praktikum yang dilakukan adalah tentang proses fermentasi Nata de coco dengan substrat cair yaitu air kelapa. Kandungan nutrisi yang banyak pada air kelapa dapat menjadi potensi dan berpeluang untuk dimanfaatkan menjadi bahan dasar produk fermentasi menjadi suatu produk pangan baru (Wowor et al, 2007). Kandungan nutrisi dalam air kelapa terdiri dari air 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, abu 1,06% serta nutrisi yang diantaranya dari sukrosa, fruktosa, dekstrosa, serta vitamin B kompleks (Palungkun, 1996). Kandungan vitamin B kompleks pada air kelapa terdiri dari asam niotinat 0,01 mikrogram, asam pentotenat 0,52 mikrogram, riboflavin 0,01 mikrogram, biotin 0,02 mikrogram, serta asam folat 0,003 mikrogram per mililiter (Awang, 1991).

Kelebihan dari air kelapa selain dari segi nutrisinya yaitu harga murah yang dimiliki masih murah, dan kadar kontaminasinya lebih kecil dibanding dengan produk alami lain, produk akhir sampingnya kecil serta terjamin ketersediaannya oleh karena itu air kelapa cocok untuk fermentasi. Salah satu produk fermentasi dari air kelapa yaitu nata de coco (Widayati et al., 2002). Fungsi dari produk Nata de coco diantaranya sebagai bahan dalam campuran es krim, koktail buah, minuman sirup dan juga makanan ringan lainnya (Santosa et al., 2012). Karakteritik nata de coco diantaranya berbentuk padat, kokoh, putih, kuat, transparan, dengan tekstur kenyal dan rasa yang mirip dengan kolang-kaling. Mesomya (2006) menambahkan bahwa nata de coco merupakan produk makanan yang mengandung serat organik tinggi dan kaya akan selulosa, rendah lemak dan rendah kalori serta tidak mengandung kolesterol. Mikroba yang sering digunakan dalam proses pembuatan nata adalah Acetobacter xylinum. Bakteri jenis ini termasuk bakteri yang tidak membahayakan, tetapi memiliki nilai yang menguntungkan karena dapat dimanfaatkan oleh manusia sehingga dapat menghasilkan produk yang berguna. Pembuatan dari nata biasanya dilakukan secara tradisional dengan menggunakan kultur komersial yang terdiri dari campuran strain A. xylinum. Penggunaan kultur komersial ini menyebabkan sering terdapat variasi mutu pada setiap batch pembuatan nata (Dewi, 2009).

Praktikum kali ini membagi proses pembuatan nata de coco dalam 2 tahapan, dimana tahap pertama adalah pembuatan media, langkah awal pembuatan media yaitu mula-mula air kelapa disaring dengan tujuan untuk memisahkan kotoran yang terdapat di dalam air kelapa misalnya serabut kelapa, lalu air kelapa yang disaring ditambahkan dengan 10% gula pasir dan diaduk hingga larut. Penggunaan gula pasir pada tahap pertama ini karena gula merupakan jenis sukrosa yang digunakan oleh bakteri Acetobacter xylinum sebagai sumber karbonnya (Pambayun, 2002). Hayati (2003) menambahkan bahwa penambahan gula dalam pembuatan nata bertujuan untuk memperoleh penampakan nata, tekstur, dan juga flavor nata yang ideal. Fungsi lain penambahan gula adalah sebagai pengawet. Selain itu, menurut Sunarso (1982), untuk penambahan gula sebanyak 10% merupakan penambahan dalam jumlah yang optimum sehingga nata yang dihasilkan akan tebal dan liat. Setelah proses penambahan gula maka ditambahkan 0,5% amonium sulfat. Proses awal pembuatan nata de coco dapat dilihat pada gambar 1. n (a) (b) (c) (d) Gambar 1. (a)Proses Pemanasan, (b) Proses penyaringan, (c) Penambahan Gula, (d) Penambahan Amonium Sulfat.

Pembuatan nata de coco dalam praktikum ini telah sesuai dengan teori Setiaji et al (2002). Langkah pembuatan nata menurut Setiaji et al (2002) adalah substrat yang akan dibuat nata dipanaskan hingga mendidih dengan ditambah gula dan amonium sulfat sebanyak 0,5%. Penambahan dari amonium sulfat di dalam pembuatan nata menurut Awang (1991) dan Pambayun (2002) dikarenakan syarat medium yang digunakan pada proses fermentasi adalah minimal mengandung nitrogen sehingga dapat mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri dalam nata. Menurut Rahayu et al (1993) sumber nitrogen dan sumber karbon digunakan dalam pembentukan asam nukleat dan protein yang selanjutnya digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan bakteri yang optimum, dimana titik optimum adalah berbentuk molekul amonia yang dapat diserap oleh sel secara mudah yang termasuk urea didalamnya.

Proses selanjutnya yaitu dilakukan penambahan asam cuka glasial hingga didapatkan pH 4-5. Bakteri Acetobacter xylinum sangat sesuai tumbuh pada suasana yang asam pH 4,3 meskipun sebenarnya bakteri Acetobacter xylinum bisa tumbuh pada kisaran pH dengan rentang 3,57,5 (Pambayun, 2002). Apabila kondisi lingkungan basa maka bakteri Acetobacter xylinum tidak akan dapat tumbuh. Oleh karena itu air kelapa yang memiliki pH basa perlu disesuaikan terlebih dahulu pHnya melalui penambahan asam cuka glasial untuk dapat meningkatkan keasaman agar menjadi media yang optimal bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Penambahan asam cuka dapat dilihat pada gambar 2 (a)

Proses selanjutnya setelah ditambahkan asam cuka ialah air kelapa dipanaskan hingga gula larut dan disaring kembali. Menurut Astawan & Astawan (1991), pemasakan air kelapa mempunyai tujuan untuk membunuh mikroorganisme yang memiliki kemungkinan untuk dapat mencemari produk akhir yang dihasilkan. Apabila proses pemasakan ditiadakan maka kemungkinan besar untuk terdapatnya mikroorganisme patogen yang secara langsung atau tidak langsung tidak diinginkan dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas dari Acetobacter xylinum dalam mengubah bentuk awal glukosa menjadi bentuk akhir selulosa sehingga kemampuan dari bakteri Acetobacter xylinum dalam membentuk nata juga menjadi tidak sempurna.

Tahap kedua di dalam proses pembuatan nata de coco kali ini adalah proses fermentasi dimana langkahnya mula-mula siapkan 5 wadah plastik bersih dan dimasukkan media steril (air kelapa dari tahap pertama) sebanyak 100 ml pada masing-masing wadah dan ditambahkan biang nata (starter) sebesar 10% ke dalam media fermentasi secara aseptis. Jumlah starter yang di tambahkan pada saat praktikum sesuai dengan teori dari Rahayu et al (1993), yang menyatakan bahwa jumlah starter/inokulum yang ditambahkan berkisar antara 1% hingga 10% supaya proses fermentasi dapat dilakukan supaya nata dapat terbentuk. Kemudian wadah fermentasi ditutup rapat dengan kain saring dan diinkubasi hingga kurun waktu 2 minggu. Proses inkubasi bertujuan untuk memberikan kesempatan pada bakteri untuk dapat beradaptasi, beraktitivas, dan menumbuhkan nata pada substrat dengan mengubah struktur gula menjadi selulosa hingga terbentuk lapisan nata de coco, sedangkan tujuan dilakukannya penutupan tersebut untuk meminimalkan adanya kontak langsung antara medium dan oksigen. Selama inkubasi jangan goyang wadah plastik agar lapisan nata nantinya tidak terpisah-pisah. Pengambilan air kelapa tiap kelompok dan penambahan substrat dapat dilihat pada gambar 2 (b) dan gambar 2 (c),(d).

n (a) (b) (c) (d) Gambar 2. (a) Penambahan asam cuka glasial, (b) Pengambilan air kelapa tiap kelompok, (c) Penambahan starter, (d) Proses penambahan starter dalam wadah

Pengamatan hasil akhir meliputi ketebalan lapisan Nata de coco pada hari ke-0, ke-7, dan hari ke-14. Presentase kenaikan ketebalan lapisan dapat dihitung dengan rumus: .Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 1, didapatkan bahwa perubahan tinggi nata pada hari ke-0, ke-7 dan ke-14, terhadap setiap kelompok mengalami perubahan ketinggian nata yang akan berakibat pada % lapisan nata. Pada kelompok C1, C3, C4 dan C5 terlihat adanya peningkatan tinggi ketebalan nata pada hari ke-7 yaitu sebesar 0,3 cm dan pada hari ke-14 mengalami kenaikan tinggi kembail secara urut hasil pengamatan pada C1 mencapai 0,5 cm, kelompo C3 mencapai 0,4 cm dan kelompok C4 mencapai 0,9 cm. Peningkatan hari ke-7 terendah adalah kelompok C2 dengan tinggi ketebalan nata sebesar 0,25 cm namun mengalami peningkatan pada hari ke-14 yang mencapai tinggi ketebalan nata mencapai 0,7 cm. Terjadi perbedaan hasil pengamatan pada hari ke-14 untuk tinggi ketebalan nata kelompok C5 yang tetap 0,3 cm. Perbedaan hasil tinggi ketebalan nata tiap kelompok hanya terletak pada ukuran wadah berpenutup serta kadar gula yang diberikan. Semakin tinggi dan kecil permukaan wadah maka nata yang dihasilkan akan semakin tebal. Menurut Palungkun (1996) perbedaan hasil ketinggian ketebalan nata kelompok C5 dapat dikarenakan nata mengalami gangguan selama fermnetasi seperti adanya goyangan sehingga cairan dipermukaan akan mengalami penurunan. Gelembung-gelembung gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan selama proses fermentasi memiliki kecenderungan melekat pada jaringan selulosa sehingga jaringan akan terangkat ke permukaan cairan. Berdasarkan jurnal Jagannath et al. (2008), ketebalan nata akan mempengaruhi dalam sifat water holding capacity yang akan memberikan tekstur dan organoleptik yang chewy, lembut dan kenyal.

Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 1, terhadap presentase lapisan nata didapatkan bahwa pada hari ke-0 belum terbentuk lapisan nata pada semua kelompok, kemudian pada hari ke-7 didapatkan adanya lapisan nata dengan ketebalan yang meningkat dari hari ke-0 hingga hari ke-7 meskipun setiap kelompok mendapatkan hasil yang berbeda-beda. Perbedaan presentase lapisan pada setiap kelompok dapat disebabkan karena ukuran dari wadah yang berbeda, sehingga ketinggian yang dihasilkan juga berbeda. Presentase peningkatan lapisan nata pada hari ke-7 yang tertinggi adalah kelompok C1 yaitu sebesar 30%, sedangkan yang terkecil adalah kelompok C5 yaitu sebesar 12%. Sedangkan untuk presentase peningkatan lapisan nata pada hari ke-14 yang tertinggi adalah kelompok C2 yaitu sebesar 70%, sedangkan yang terkecil adalah kelompok C5 yaitu tetap sebesar 12%.

(a) (b)Gambar 3 (a) Pengamatan Nata de coco hari ke-7, (b) Pengamatan Nata de coco hari ke-14

Peningkatan ketebalan lapisan nata de coco ini disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme Acetobacter xylinum yang akan membentuk gel/lapisan dengan warna putih, yang semakin lama akan sangat melebar dan membentuk padat pada permukaan larutan yang mengandung gula sebagai substrat (Rahman, 1992). Lapisan yang terbentuk karena komponen selulosa yang terbentuk dari adanya glukosa akan membentuk mikrofibril panjang dalam cairan fermentasi. Gelembung-gelembung hasil dari gas CO2 selama proses fermentasi memiliki kecenderungan menempel pada selulosa, sehingga menyebabkan jaringan yang ada terangkat ke cairan (Gunsalus & Staines, 1962). Berdasarkan dari hasil pengamatan pada tabel 1, dapat diketahui pada hari ke-7 hingga hari ke-14 nata de coco seluruh kelompok mengalami peningkatan hingga mencapai 70% pada kelompok C2, namun ada hasil presentase lapisan nata yang tetap yaitu 12% pada hasil nata kelompok C5. Hasil ini dapat dikatakan sesuai dengan teori yang diungkapkan Wowor et al (2007) dalam jurnalnya dimana nata de coco yang diperkaya dengan amonium sulfat memiliki ketebalan 2-2,5 cm. Selain itu, seharusnya nata akan semakin tebal dengan bertambahnya waktu fermentasi. Namun teori tersebut mendukung presentase lapisan yang mengalami peningkatan namun bagi lapisan nata yang tak mengalami peningkatan teori tersebut tidak sesuai.

Hasil kelompok C5 dapat dikatakan merupakan nata dengan kategori buruk karenan proses fermentasi berlangsung dengan tidak efektif sehingga selulosa yang terbentuk menghasilkan nata yang tipis. Hal tersebut berdasarkan jurnal yang disusun oleh Seumahu et al. (2007), dikatakan bahwa hasil akhir nata dapat dibedakan menjadi 2 yaitu nata yang baik dan nata yang buruk. Nata dikategorikan baik bila menghasilkan nata yang putih transparan, tebal 1,5-2 cm. Sebaliknya, nata dikategorikan buruk bila nata yang dihasilkan tipis (